Evaluasi Karakter Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Mutan Argomulyo Pada Generasi M3

(1)

EVALUASI KARAKTER PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN

GENERATIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril)

MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M3

EKA BOBBY FEBRIANTO 060307023

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EVALUASI KARAKTER PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN

GENERATIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril)

MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M3

SKRIPSI

OLEH :

EKA BOBBY FEBRIANTO 060307023

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

EVALUASI KARAKTER PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN

GENERATIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril)

MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M3

SKRIPSI

OLEH :

EKA BOBBY FEBRIANTO 060307023 / PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

Judul Skripsi : Evaluasi Karakter Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Mutan Argomulyo Pada Generasi M3

Nama : Eka Bobby Febrianto NIM : 060307023

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Ir. T.M. Hanafiah Oeliem, DAA) (Ir. Eva Sartini Bayu, MP Ketua Dosen Pembimbing Anggota Dosen Pembimbing ) NIP. 1940 0707 196710 1 001 NIP. 1961 0506 199303 2 001

Mengetahui,

(Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D Ketua Departemen Budidaya Pertanian


(5)

ABSTRAK

EKA BOBBY FEBRIANTO: Evaluasi Karakter Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Mutan Argomulyo pada Generasi M3, dibimbing oleh T. M. Hanafiah Oeliem dan Eva Sartini Bayu.

Perakitan sumber genetik baru toleran terhadap cekaman kekeringan sehingga dapat ditanam pada lahan kering. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Tanjung Sari, Medan , Sumatera Utara (+ 25 m dpl.) pada Maret-Juni 2010 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yaitu populasi M3 tanpa radiasi (P0), populasi M3 dengan dosis radiasi 100 gray (P1), populasi M3 dengan dosis radiasi 150 gray (P2), dan populasi M3 dengan dosis radiasi 200 gray (P3). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, umur berbunga, umur pengisian polong penuh, jumlah klorofil daun, umur panen, jumlah buku, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji dan indeks panen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi M3 hasil radiasi yang diuji tinggi tanaman fase V6 pada P0 (25,88 cm) berbeda nyata dengan P1 (28,80 cm) dan P3 (28,86 cm) kemudian fase V7 pada P0 (31,35 cm) berbeda nyata dengan P1 (35,25 cm) dan P3 (34,41 cm) sedangkan pada parameter umur berbunga, umur pengisian polong penuh, jumlah klorofil daun, umur panen, jumlah buku, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji dan indeks panen tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai heritabilitas sedang terdapat pada parameter bobot 100 biji (0,221) sedangkan terendah pada indeks panen (0,073). Nilai kemajuan genetik yang sangat tinggi terdapat pada parameter umur berbunga (1,608) dan umur pengisian polong penuh (1,288).


(6)

ABSTRACT

EKA BOBBY FEBRIANTO: Evaluation Character of Vegetatif And Generatif Growth of Soja Bean (Glycine max L. Merril ) Agromulyo Mutan on M3 Generation. Supervided by T. M. Hanafiah Oeliem and Eva Sartini Bayu.

Enginering of new genetic source was tolerant to dried so it can be planted in dried field. Because of that the research was held in Tanjung Sari, Medan, Sumatera Utara (+ 25 m dpl.) on Maret until Juni 2010, used non factorial randomized block design, that is M3 populstion without radiation (P0), M3 population with radiation dossage 200 gray (P3). The parameters were height of plant, periode of flowering, periode of full pod filling, amount of leaf chlorophyl, periode of harvesting, amount of segment, amount of productive branch, amount of filled pod, weight of seed per plant, weight of 100 seeds and harvesting index.

The result of this research showed that examined M3 population as radiation produc has height of plant fase V6 on P0 (25,88 cm) was significant with P1 (28,80 cm) and P3 (28,86 cm), then fase V7 on P0 (31,35 cm) was significant with P1 (35,25 cm) and P3 (34,41 cm), whereas on parameter periode of flowering, periode of full pod filling, amount of leaf chlorophyl, periode of harvesting, amount of segment, amount of productive branch, amount of filled pod, weight of seed per plant, weight of 100 seeds and harvesting index was unsignificant. Medium heritability value was on parameter weight of 100 seeds (0,221) while the minimum on harvesting index (0,073). The highest genetic progress value was on parameter periode of flowering (1,608) and periode of full pod filling (1,288).


(7)

RIWAYAT HIDUP

Eka Bobby Febrianto, dilahirkan di Medan pada tanggal 05 Februari 1998 dari ayahanda Ir. Usul dan ibunda Supiatmi. Penulis merupakan putra pertama dari 4 bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 2 Marga Baru Palembang, tahun 2003 lulus dari SLTP Kartika I-1 Medan, tahun 2006 lulus dari SMA Negeri 4 Medan.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2006 melalui jalur SPMB, pada Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten laboratorium Biokimia (2008-2009), asisten laboratorium Pengantar Pemuliaan Tanaman (2009), asisten laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman (2010), asisten laboratorium Bioteknologi Tanaman (2010). Selain itu penulis aktif dalam organisasi intra kampus BKM Al-Mukhlisin 2010), BKM Research (2007-2008), Himadita Nursery (2007-2009), KAM Rabbani FP (2008-2010), Himadita (2009), Pengajian Nahdatussubban (2009-2010), Wakil Presiden Mahasiswa USU (2010), serta organisasi ekstra kampus KAMMI Komisariat Nusantara USU (2008-2010).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Sungei Putih Pusat Penelitian Karet Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dari tanggal 9 Juni sampai 7 Agustus 2009.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Karakter Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Mutan Argomulyo Pada Generasi M3”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimaksih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. T. M. Hanafiah Oeliem, DAA dan Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai penetapan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Terimakasih kepada adik-adikku Koko Mardianto, Indra Wahyu Wibawa, Annisa Mardianti (Ubiet) yang telah menjadi penyemangat selama masa perkuliahan. Terimakasih kepada sahabatku Chairil, Ryan, Rizki, Mulia, Dinda Khai, Azri, Pahutar, Abdillah, Bang Azra, Bang Evans, Kak Novi, Bang Syahril, teman-teman BDP 2006 serta teman-teman seperjuangan di BKM Al-Mukhlisin yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan memberikan masukan serta dukungannya.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukan.

Medan, Agustus 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Jangka Panjang ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Botani Tanaman ... 6

Syarat Tumbuh ... 8

Iklim ... 8

Tanah ... 9

Pemuliaan Tanaman dengan Radiasi Sinar Gamma ... 10

Keragaman Genotip dan Fenotip ... 14

Heritabilitas ... 16

Kemajuan Genetik ... 17

BAHAN DAN METODE ... 19

Tempat dan Waktu ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19

PELAKSANAAN PENELITIAN ... 23

Persiapan Lahan ... 23

Penanaman... 23

Pemupukan ... 23

Pemeliharaan Tanaman ... 23

Penyiraman... 23

Penjarangan ... 24

Penyulaman ... 24

Penyiangan ... 24

Pembumbunan ... 24

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 24


(10)

Pengamatan Parameter ... 25

Tinggi Tanaman (cm) ... 25

Umur Berbunga (hari)... 25

Umur Pengisian Polong Penuh (hari) ... 25

Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) ... 25

Umur Panen (hari) ... 26

Jumlah Buku per Tanaman ... 26

Jumlah Cabang Produktif per Tanaman (cabang) ... 26

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) ... 26

Bobot Biji per Tanaman (gram) ... 26

Bobot 100 Biji (gram) ... 26

Indeks Panen ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Hasil ... 27

Tinggi Tanaman (cm) ... 27

Umur Berbunga (hari)... 28

Umur Pengisian Polong Penuh (hari) ... 29

Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) ... 29

Umur Panen (hari) ... 30

Jumlah Buku per Tanaman (buku) ... 31

Jumlah Cabang Produktif (cabang) ... 31

Jumlah Polong Berisi (polong) ... 32

Bobot Biji per Tanaman (gram) ... 33

Bobot 100 Biji (gram) ... 34

Indeks Panen ... 35

Keragaman Genotip dan Fenotip ... 36

Heritabilitas ... 37

Pembahasan ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Hal. 1. Tinggi tanaman pada fase V1 s/d V9 dari populasi M3

dengan beberapa taraf dosis radiasi ...27

2. Perbandingan tinggi tanaman populasi M1, M2 dengan populasi M3 ...27

3. Umur berbunga dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...28

4. Perbandingan umur berbunga populasi M2 dengan populasi M3 ...28

5. Umur pengisian polong penuh dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...29

6. Jumlah klorofil daun dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...30

7. Perbandingan jumlah klorofil daun populasi M2 dengan populasi M3 ...30

8. Umur panen dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...30

9. Perbandingan umur panen populasi M2 dengan populasi M3 ...30

10. Jumlah buku per tanaman dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...31

11. Jumlah cabang produktif dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...32

12. Perbandingan jumlah cabang produktif populasi M1, M2 dengan populasi M3 ...32

13. Jumlah polong berisi dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...33

14. Perbandingan jumlah polong berisi populasi M1, M2 dengan populasi M3 ...33

15. Bobot biji per tanaman dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...34

16. Perbandingan bobot biji per tanaman populasi M2 dengan populasi M3 ...34


(12)

18. Perbandingan bobot 100 biji populasi M2 dengan populasi M3 ...35

19. Indeks panen dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi ...35

20. Perbandingan indeks panen populasi M2 dengan populasi M3 ...36

21. Variabilitas Genotip (σ2g), Variabilitas Fenotip (σ2p), Koefisien Variabilitas Genotip (KVG), Koefisien Variabilitas Fenotip (KVP), Harapan Kemajuan Genetik (HKG) ...36

22. Nilai dug a heritabilitas (h2) masing-masing karakter ...37

23. Nilai dug a heritabilitas (h2) untuk masing-masing dosis radiasi ...38

24. Karakter pertumbuhan fase vegetatif pada tanaman kedelai ...50

25. Karakter pertumbuhan fase generatif pada tanaman kedelai ...51


(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal. 1. Gambar Tanaman Berkecambah ...66 2. Gambar Areal Tanaman ...66 3. Gambar Biji Kedelai ...67


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo ...49

2. Karakteristik Pertumbuhan Tanaman Kedelai Fase Vegetatif dan Fase Generatif ...50

3. Bagan Alir Penelitian ...51

4. Bagan Lahan Penelitian ...52

5. Jadwal Kegiatan Penelitian...53

6. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V1 (cm) ...54

7. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Fase V1 ...54

8. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V2 (cm) ...54

9. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Fase V2 ...54

10. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V3 (cm) ...55

11. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Fase V3 ...55

12. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V4 (cm) ...55

13. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Fase V4 ...55

14. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V5 (cm) ...56

15. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Fase V5 ...56

16. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V6 (cm) ...56

17. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Fase V6 ...56

18. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V7 (cm) ...57

19. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Fase V7 ...57

20. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V8 (cm) ...57


(15)

22. Data Pengamatan Tinggi Tanaman pada Fase V9 (cm) ...58

23. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Fase V9 ...58

24. Data Pengamatan Umur Berbunga (hari) ...58

25. Daftar Sidik Ragam Umur Berbunga ...58

26. Data Pengamatan Umur Pengisian Polong Penuh (hari) ...59

27. Daftar Sidik Ragam Umur Pengisian Polong Penuh ...59

28. Data Pengamatan Jumlah Klorofil Daun pada Fase V3 (butir/mm3) ...59

29. Daftar Sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun pada Fase V3 ...59

30. Data Pengamatan Jumlah Klorofil Daun pada Fase V7 (butir/mm3) ...60

31. Daftar Sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun pada Fase V7 ...60

32. Data Pengamatan Jumlah Klorofil Daun pada Fase R1 (butir/mm3) ...60

33. Daftar Sidik Ragam Jumlah Klorofil Daun pada Fase R1 ...60

34. Data Pengamatan Umur Panen (hari)...61

35. Daftar Sidik Ragam Umur Panen ...61

36. Data Pengamatan Jumlah Buku per Tanaman (buku) ...61

37. Daftar Sidik Ragam Jumlah Buku per Tanaman ...61

38. Data Pengamatan Jumlah Cabang Produktif per Tanaman (cabang)...62

39. Daftar Sidik Ragam Jumlah Cabang Produktif per Tanaman ...62

40. Data Pengamatan Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) ...62

41. Daftar Sidik Ragam Jumlah Polong Berisi per Tanaman ...62

42. Data Pengamatan Bobot Biji per Tanaman (gr) ...63

43. Daftar Sidik Ragam Bobot Biji per tanaman ...63

44. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (gr) ...63


(16)

46. Data Pengamatan Indeks Panen ...64

47. Daftar Sidik Ragam Indeks Panen ...64

48. Nilai Duga Heritabilitas (h2) masing-masing Karakter ...64


(17)

ABSTRAK

EKA BOBBY FEBRIANTO: Evaluasi Karakter Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Mutan Argomulyo pada Generasi M3, dibimbing oleh T. M. Hanafiah Oeliem dan Eva Sartini Bayu.

Perakitan sumber genetik baru toleran terhadap cekaman kekeringan sehingga dapat ditanam pada lahan kering. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Tanjung Sari, Medan , Sumatera Utara (+ 25 m dpl.) pada Maret-Juni 2010 menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial yaitu populasi M3 tanpa radiasi (P0), populasi M3 dengan dosis radiasi 100 gray (P1), populasi M3 dengan dosis radiasi 150 gray (P2), dan populasi M3 dengan dosis radiasi 200 gray (P3). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, umur berbunga, umur pengisian polong penuh, jumlah klorofil daun, umur panen, jumlah buku, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji dan indeks panen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi M3 hasil radiasi yang diuji tinggi tanaman fase V6 pada P0 (25,88 cm) berbeda nyata dengan P1 (28,80 cm) dan P3 (28,86 cm) kemudian fase V7 pada P0 (31,35 cm) berbeda nyata dengan P1 (35,25 cm) dan P3 (34,41 cm) sedangkan pada parameter umur berbunga, umur pengisian polong penuh, jumlah klorofil daun, umur panen, jumlah buku, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji dan indeks panen tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai heritabilitas sedang terdapat pada parameter bobot 100 biji (0,221) sedangkan terendah pada indeks panen (0,073). Nilai kemajuan genetik yang sangat tinggi terdapat pada parameter umur berbunga (1,608) dan umur pengisian polong penuh (1,288).


(18)

ABSTRACT

EKA BOBBY FEBRIANTO: Evaluation Character of Vegetatif And Generatif Growth of Soja Bean (Glycine max L. Merril ) Agromulyo Mutan on M3 Generation. Supervided by T. M. Hanafiah Oeliem and Eva Sartini Bayu.

Enginering of new genetic source was tolerant to dried so it can be planted in dried field. Because of that the research was held in Tanjung Sari, Medan, Sumatera Utara (+ 25 m dpl.) on Maret until Juni 2010, used non factorial randomized block design, that is M3 populstion without radiation (P0), M3 population with radiation dossage 200 gray (P3). The parameters were height of plant, periode of flowering, periode of full pod filling, amount of leaf chlorophyl, periode of harvesting, amount of segment, amount of productive branch, amount of filled pod, weight of seed per plant, weight of 100 seeds and harvesting index.

The result of this research showed that examined M3 population as radiation produc has height of plant fase V6 on P0 (25,88 cm) was significant with P1 (28,80 cm) and P3 (28,86 cm), then fase V7 on P0 (31,35 cm) was significant with P1 (35,25 cm) and P3 (34,41 cm), whereas on parameter periode of flowering, periode of full pod filling, amount of leaf chlorophyl, periode of harvesting, amount of segment, amount of productive branch, amount of filled pod, weight of seed per plant, weight of 100 seeds and harvesting index was unsignificant. Medium heritability value was on parameter weight of 100 seeds (0,221) while the minimum on harvesting index (0,073). The highest genetic progress value was on parameter periode of flowering (1,608) and periode of full pod filling (1,288).


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia, kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat baik kecukupan protein hewani maupun protein nabati. Protein hewani yang sampai saat ini masih mahal mengakibatkan masyarakat memilih alternatif protein nabati dengan harga yang murah dan terjangkau oleh masyarakat luas.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2009) Angka Ramalan III (ARAM III) produksi kedelai tahun 2009 diperkirakan sebesar 966,47 ribu ton biji kering. Dibandingkan produksi tahun 2008, terjadi kenaikan sebesar 190,76 ribu ton (24,59 persen). Kenaikan produksi tahun 2009 diperkirakan terjadi karena naiknya luas panen seluas 137,24 ribu hektar (23,22 persen) dan produktivitas sebesar 0,14 kuintal/hektar (1,07 persen). Kenaikan produksi kedelai tahun 2009 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 104,73 ribu ton (20,18 persen) dan di luar Jawa sebesar 86,03 ribu ton (33,51 persen). Di Jawa, peningkatan produksi diperkirakan disebabkan oleh naiknya luas panen seluas 69,27 ribu hektar (17,77 persen) dan produktivitas sebesar 0,27 kuintal/hektar (2,03 persen). Di luar Jawa, kenaikan produksi diperkirakan disebabkan naiknya luas panen seluas 67,97 ribu hektar (33,79 persen), sedangkan produktivitas mengalami penurunan sebesar 0,03 kuintal/hektar (0,24 persen). Perkiraan kenaikan produksi kedelai tahun 2009 yang relatif besar terjadi di Provinsi Jawa Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, dan Lampung. Sementara


(20)

penurunan produksi diperkirakan terjadi antara lain di Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat.

Lahan kering berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif mengingat sebarannya yang sangat luas di Indonesia. Berdasarkan ketinggian tempat (elevasi), lahan kering dibedakan menjadi dataran rendah (<700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m dpl) dengan luasan masing-masing sekitar 87,3 juta dan 56,6 juta ha. Penyebaran terluas terdapat di pulau-pulau besar, seperti : Sumatera (33,3 juta ha), Jawa (10,7 juta ha), Kalimantan (42,5 juta ha), Sulawesi (15,8 juta ha), dan Irian Jaya+Maluku (34,9 juta ha) atau total di Indonesia sekitar 143,9 juta ha (Hidayat dan Mulyani, 2002).

Namun, lahan kering memiliki karakteristik yang kurang menguntungkan seperti, terbatasnya air, rendahnya produktivitas lahan, tingginya variabilitas kesuburan tanah, terbatasnya spesies tanaman yang dapat ditanam (Hamzah, 2003). Oleh sebab itu dibutuhkan suatu upaya dalam perakitan sumber genetik baru yang toleran terhadap cekaman kekeringan sehingga dapat ditanam pada lahan kering. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan mutasi induksi terhadap benih kedelai dengan radiasi sinar gamma.

Pengaruh cekaman kekeringan pada tanaman kedelai beragam bergantung pada varietas, besar dan lama cekaman, dan fase pertumbuhan. Karakter morfologi atau fenotipik untuk menduga tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat diketahui dengan mengamati perubahan struktur yang mengarah kepada bentuk yang menghindarkan tanaman dari bahaya cekaman, misalnya perkembangan sistem perkaran, perubahan bentuk daun, mekanisme


(21)

penutupan stomata daun dan sebagainya, yang dapat digunakan untuk membedakan tanaman yang tahan atau tanaman peka (Hamim, dkk, 1996).

Teknik mutasi dalam bidang pemuliaan tanaman dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga memungkinkan pemulia melakukan seleksi karakter tanaman sesuai dengan tujuan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan sebagainya. Apabila proses mutasi alami terjadi secara sangat lambat maka percepatan frekuensi dan spektrum mutasi tanaman dapat diinduksi dengan perlakuan bahan mutagen tertentu. Pada umumnya bahan mutagen bersifat radioaktif dan memiliki energi tinggi yang berasal dari hasil reaksi nuklir

Tipe tanaman ideal (plant-idoetype) yang sesuai untuk lahan kering, lebak, dan gambut adalah memiliki umur berbunga 40-45 hari, umur masak 90-95 hari, tipe tumbuh semi indeterminet, tinggi tanaman 80-100 cm, percabangan banyak (5-6 cabang), daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang (12 gr/100 biji), bulat dan berwarna kuning (Arsyad, dkk, 2007).

Dari hasil pengamatan populasi M1 diperoleh tinggi tanaman berkisar

antara 30,47 – 37.88; jumlah cabang produktif berkisar antara 1,75 – 2,30; jumlah polong berisi berkisar antara 27,65 – 38,05.

Dari hasil pengamatan populasi M2 diperoleh tinggi tanaman berkisar

antara 34,69 – 36,79; umur berbunga berkisar antara 32,33 – 33,33; jumlah klorofil daun (stadia V3 berkisar antara 35,62 - 36,31; stadia R1 berkisar antara


(22)

produktif berkisar antara 4,00 – 4,91; jumlah polong berisi berkisar antara 51,75 – 57,75; berat 100 biji berkisar antara 12,47 – 13,15; indeks panen berkisar antara 44,80 – 51,62.

Adanya perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan menyebabkan timbul perbedaan fenotipik pada setiap tanaman, dan dari penampilan fenotipik suatu tanaman dapat dihitung suatu nilai yang menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui kelanjutan karakter pertumbuhan vegetatif dan generatif dari tanaman kedelai yang diradiasi.

Tujuan Jangka Panjang

Untuk mendapatkan varietas kedelai yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengamati perubahan karakter pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) mutan Argomulyo pada generasi M3


(23)

Hipotesis Penelitian

1. Ada perubahan karakter pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) mutan Argomulyo pada generasi M3 hasil

mutasi induksi sinar gamma.

2. Ada perbedaan karakter pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) mutan Argomulyo pada generasi M3 pada

masing-masing taraf radiasi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak yang memerlukan.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Family : Papilonaceae Genus : Glycine

Species : Glycine max L. Merril

Kedelai berakar tunggang, pada tanah subur dan gembur akar dapat tumbuh sampai kedalaman 150 cm. Pada akar kedelai terdapat bintil akar yang merupakan koloni-koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Pada tanah-tanah yang telah mengandung bakteri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk pada umur 15 – 20 hari setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanam kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah sehingga bintil akar tidak terbentuk (Departemen Pertanian, 1990).

Kedelai berbatang semak dengan tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang. Tipe pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni Indeterminit, diterminit dan semi diterminit (Departemen Pertanian, 1990).


(25)

Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliolat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbetuk pada batang utama dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliolat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun beragam, dari bentuk telur hingga lancip (Hidayat, 1985).

Bunga kedelai tergolong bunga sempurna, yaitu setiap bunga memiliki alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat bunga masih tertutup (kleistogamus) sehingga kemungkinan penyerbukan silang amat kecil. Bunga kedelai dapat berwarna ungu atau putih (Hidayat, 1985).

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Legum lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang

mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman and Sleper, 1995).

Buah kedelai berbentuk polong, jumlah biji sekitar 1-4 tiap polong. Polong berbulu berwarna kuning kecoklat-coklatan atau abu-abu. Dalam proses pematangan warna polong berubah menjadi lebih tua, warna hijau menjadi kehitaman, keputihan atau kecoklatan (Departemen Pertanian, 1990).

Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, atau coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji


(26)

melekat pada dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990).

Syarat Tumbuh

Iklim

Agar hidup dengan baik dan berproduksi optimal, kedelai memerlukan penyinaran penuh. Kedelai dapat tumbuh pada suhu 250-300C dengan suhu optimal 280C. Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya kedelai adalah 100-200 mm/bulan. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 meter di atas permukaan laut. Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya kedelai adalah 100-200 mm/bulan. Terutama kedelai

dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 meter di atas permukaan laut (Departemen Pertanian, 1996).

Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas mempunyai panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya, umumnya kedelai berbunga beragam mulai dari 20 hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritik, tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa berbunga (Baharsjah, dkk, 1985).


(27)

Tanah

Aerasi tanah yang kurang biasanya disebabkan oleh drainase air yang kurang baik sehingga tanah menempati pori-pori besar yang jika tidak demikian akan memungkinkan pertukaran gas ke udara. Pengaruh kejenuhan air kadang-kadang diperberat oleh perombakan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman. Dalam situasi-situasi selain daripada kejenuhan total, pertumbuhan akar kapas dan kedelai tampaknya sama sekali tidak peka terhadap kandungan O2 serendah

kira-kira 5 %. Walaupun demikian, periode-periode tanpa oksigen selama hanya 3 jam

untuk kapas, dan 5 jam, untuk kedelai, mematikan ujung-ujung akar (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Aerasi tanah (kandungan O2 dan CO2 didalam tanah) sangat

mempengaruhi sistem perakaran suatu tanaman. Oksigen merupakan unsur yang penting untuk proses-proses metabolisme. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda. Pada kedelai kebutuhan O2 dan pengambilan nitrogen

lebih besar pada fase vegetatif dibandingkan dengan fase generatif. Apabila tanaman ditanam pada tempat yang dijenuhi oleh air (tergenang) maka dalam jangka waktu yang relatif singkat akan menunjukkan penguningan daun, pertumbuhan terhambat, dan menyebabkan matinya tanaman. Hal ini disebabkan karena pada kondisi yang jenuh air, maka kandungan O2 sedikit dan CO2

meningkat. Sehingga akan menghambat pertumbuhan akar yang selanjutnya berpengaruh pada proses pengisapan air dan unsur hara (Islami dan Utomo, 1995).

Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung


(28)

bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).

Pemuliaan Tanaman Dengan Radiasi Sinar Gamma

Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun-temurun). Mutasi dapat terjadi secara alamiah, tetapi frekuensinya sangat rendah, yaitu 10-6 pada setiap

generasi. Untuk mempercepat terjadinya mutasi dapat dilakukan secara buatan dengan memberikan perlakuan-perlakuan sehingga terjadi mutasi (induced mutation). Mutasi pada tanaman dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada bagian-bagian tanaman baik bentuk maupun warnanya

juga perubahan pada sifat-sifat lainnya (Herawati dan Setiamihardja, 2000).

Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008).

Baik mutagen kimia maupun mutagen fisika memiliki energi nuklir yang dapat merubah struktur materi genetik tanaman. Perubahan yang terjadi pada materi genetik dikenal dengan istilah mutasi (mutation). Secara relatif, proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik ke arah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga


(29)

kembali normal (recovery). Mutasi yang terjadi ke arah “sifat positif” dan terwariskan (heritable) ke generasi-generasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya. Sifat positif yang dimaksud adalah relatif tergantung pada tujuan pemuliaan tanaman

Penggunaan sinar gamma neutron dalam pemuliaan mutasi berkembang dengan pesat setelah perang Dunia II. Lebih dari 10 tahun berbagai penelitian ditujukan untuk meneliti pengaruh perlakuan radiasi atau perlakuan tambahan sebelum dan sesudah radiasi sehingga hasilnya akan lebih terarah dan lebih praktis. Semenjak itu penggunaan mutasi buatan dalam pemuliaan tanaman mulai berkembang di negara-negara berkembang terutama di Asia. Beberapa varietas tanaman hasil mutasi buatan telah diperoleh dan dikembangkan sebagai varietas baru (Mugiono, 2001).

Iradiasi adalah suatu pancaran energi yang berpindah melalui partikel-partikel yang bergerak dalam ruang atau melalui gerak gelombang

cahaya. Zat yang dapat memancarkan iradiasi disebut zat radioaktif. Zat radioaktif adalah zat yang mempunyai inti atom tidak stabil, sehingga zat tersebut mengalami transformasi spontan menjadi zat dengan inti atom yang lebih stabil dengan mengeluarkan partikel atau sifat sinar tertentu. Proses tranformasi spontan ini disebut peluruhan, sedangkan proses pelepasan partikel atau sinar tertentu disebut iradiasi. Iradiasi yang terjadi akibat peluruhan inti atom dapat berupa partikel alfa, beta, dan sinar gamma. Pada umumnya sinar gamma yang digunakan untuk radiasi adalah hasil peluruhan inti atom Cobalt-60. Cobalt-60 adalah sejenis


(30)

metal yang mempunyai karateristik hampir sama dengan besi/nikel (Sinaga, 2000).

Mutasi radiasi menyebabkan pecahnya benang kromosom. Pecahnya kromosom menyebabkan terjadinya perubahan struktur kromosom yang dapat berupa translokasi, inversi, duplikasi dan defisiensi. Kromosom terdiri dari gen-gen yang bertanggung jawab atas pengen-gendalian sifat-sifat yang diturunkan dari tetua ke generasi selanjutnya (Amien dan Carsono, 2008).

Perlakuan radiasi akan menyebabkan kerusakan sel atau terhambatnya metabolisme sel karena adanya gangguan sintesa RNA sehingga sintesis enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan terhambat. Dengan adanya gangguan struktur DNA akan menyebabkan enzim yang dihasilkan kehilangan fungsinya. Perlakuan radiasi dapat menyebabkan enzim yang merangsang pertunasan menjadi tidak aktif, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Cassaret, 1961).

Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan pula sterilitas, yaitu : hambatan pertumbuhan sehingga menghalangi pembungaan, terbentuknya bunga yang tidak sempurna, terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, pembentukan embrio yang gugur sebelum masak, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah (Mugiono, 2001).

Tertundanya umur berbunga tanaman dapat pula disebabkan karena pengaruh radiasi yang akan mempengaruhi sintesis auksin, yang akan berpengaruh pada pembelahan sel (Davies, 1968).

Pengaruh peningkatan dosis mutagen terhadap kerusakan fisiologis memberikan kurva sigmoid, dimana kerusakan atau kematian tidak terjadi sekaligus sesuai dengan meningkatnya dosis. Hal ini menunjukkan bahwa suatu


(31)

molekul atau sel yang peka maka molekul atau sel tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya apabila yang terkena radiasi adalah molekul atau sel yang tidak peka maka sel atau molekul tersebut tidak mati. Makin tinggi dosis makin banyak terjadi mutasi dan makin tinggi pula kerusakannya (Mugiono, 2001).

Berbagai macam mutasi yaitu :

1. Mutasi genom, poliploidi pada tanaman mencerminkan bahwa satu set atau lebih set kromosom ditambahkan pada kromosom diploid misalnya triploid disimbolkan 2x + x = 3x, tetraploid 2x + 2x = 4x (dimana x adalah jumlah kromosom dasar). Pengaruh beberapa mutagen dapat merubah tingkat ploidi pada genom tanaman.

2. Mutasi kromosom, pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi, yang paling banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah pecahnya benang kromosom. Pecahnya benang kromosom dibagi dalam 4 kelompok yaitu : translokasi, inversi, duplikasi, dan defisiensi.

3. Mutasi gen, bahan mutagen tertentu dapat menginduksi perubahan spesifik susunan pasangan basa dalam struktur DNA. Perubahan yang terjadi disebut mutasi gen.

4. Mutasi di luar inti sel, pada kenyataannya tidak semua materi genetik (DNA) berada di dalam inti sel. Hal tersebut terbukti setelah peneliti menjumpai beberapa sifat tanaman diturunkan dengan tidak menuruti pola hukum Mendel. Sampai pada akhirnya diketahui penurunan sifat lebih dikontrol oleh gen –gen yang berada di luar inti sel. Di dalam sitoplasma sel terdapat banyak organel diantaranya kloroplas (chloroplast) dan mitokondria (mitochondria) yang masing-masing berfungsi dalam proses fotosintesis dan sintesa


(32)

adenosintriposfat (ATP). Kloroplas dan mitokondria ternyata mengandung materi genetik (gen atau DNA) yang juga dapat termutasi. Mutasi gen kloroplas atau mitokondria sering disebut mutasi diluar inti atau extranuclear

mutation.

Keragaman Genotip dan Fenotip

Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau

perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi (Mangoendidjojo, 2003).

Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap bahwa susunan genetik dari bahan tanaman digunakan adalah sama karena berasal dari varietas yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang bersangkutan (Sitompul dan Guritno, 1995).

Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan


(33)

manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang terpat dapat menghasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh, 2005).

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap perkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005).

Variasi yang ditimbulkan ada yang dapat langsung dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini yang disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misal tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003).


(34)

Heritabilitas

Fehr (1987) menyebutkan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas yang tinggi (Suharsono et al., 2006; Wirnas et al., 2006).

Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).

Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar (Bahar dan Zein, 1993). Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor


(35)

lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.

Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan.

Kemajuan Genetik

Selain menggunakan nilai heritabilitas yang tinggi, juga menggunakan parameter yang lainnya, yaitu nilai duga kemajuan genetik yang tinggi, sebab nilai heritabilitas itu sendiri kurang memberikan gambaran sebenarnya mengenai kemajuan yang diharapkan terhadap genetik dengan nilai heritabilitas dan kemajuan genetik akan didapatkan gambaran terbaik mengenai kemajuan yang diharapkan dari seleksi (Rachmadi, dkk, 1990).

Menurut Dudley dan Moll (1976), nilai heritabilitas dapat memberikan petunjuk sederhana terhadap besar kecilnya pengaruh genetik dan lingkungan dari suatu populasi, sehingga apabila nilai heritabilitas dipadukan dengan nilai kemajuan genetik dari seleksi maka akan lebih bermanfaat dalam meramalkan hasil akhir untuk melakukan seleksi sifat individu yang baik.

Seleksi akan menunjukkan kemajuan genetik yang tinggi jika sifat yang dilibatkan dalam seleksi mempunyai variasi genetik dan heritabilitas yang tinggi. Jika nilai heritabilitas tinggi, sebagian besar variasi fenotip disebabkan oleh variasi genetik, maka seleksi akan memperoleh kemajuan genetik (Zen, 1995). Knight (1979) menyatakan informasi mengenai variasi genetik dan heritabilitas


(36)

berguna untuk menentukan kemajuan genetik yang diperoleh dari seleksi. Hayward (1990) menyatakan bahwa sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen-gen bukan aditif menyebabkan kemajuan genetik yang rendah. Hal ini disebabkan pengaruh tindak gen bukan aditif tidak diwariskan dan akan lenyap semasa seleksi (Suprapto dan Kairuddin, 2007).

Menurut Burton (1952) menyatakan bahwa pemulia lebih banyak mempertimbangkan dugaan kemajuan genetik dalam persen (KG%) di atas nilai rata-rata populasi. Oleh karena itu sesuai rumus yang disajikan Singh dan Chaudhary (1977) tergambar bahwa KG (%) merupakan produk dari nilai-nilai diferensial seleksi, heritabilitas yang menentukan efisiensi sistem seleksi sehingga seleksi akan efektif bila nilai kemajuan genetik tinggi ditunjang oleh salah satu nilai KVG atau heritabilitas tinggi (Tempake dan Luntungan, 2002).


(37)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Tanjungsari, Medan, Provinsi Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 sampai Juni 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai hasil mutasi (M3) yaitu mutan Argomulyo merupakan generasi M3 yang ditanam secara

bulk sebagai objek yang diamati. Sumber radiasi digunakan sinar gamma chamber dari ionisasi cobalt 60 memalui irradiator gamma chamber 4000A. Kompos sebagai penutup benih yang ditanam. Pupuk (Urea, KCl, TSP), insektisida, fungisida serta bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, meteran, timbangan analitik, tali plastik, alat tulis, kalkulator, klorophyll meter, kertas label, pacak sampel, plank nama dan alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial yang terdiri dari 4 populasi M3 dengan pemberian beberapa taraf dosis

radiasi, yaitu:

P0 = Populasi M3 tanpa radiasi


(38)

P2 = Populasi M3 dengan dosis radiasi 150 gray

P3 =Populasi M3 dengan dosis radiasi 200 gray

Jumlah blok (ulangan) = 6 ulangan Jumlah plot = 24 plot Jarak antar plot = 30 cm Jarak antar ulangan = 40 cm Jumlah tanaman perplot = 21 tanaman Jumlah sampel perplot = 5 tanaman Jumlah tanaman sampel = 120 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 504 Tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut:

Yij = µ + ρi + δj + εij

i = 1,2,3,4,5,6 j = 1,2,3,4 Dimana:

Yij : nilai pengamatan pada blok ke-i dalam perlakuan ke-j

µ : nilai tengah (nilai rata-rata umum) ρi : pengaruh blok ke-i

δj : pengaruh perlakuan ke-j

εij : pengaruh galat terhadap blok ke-i pada perlakuan ke-j

Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata

dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1993).


(39)

Nilai Harapan Kuadrat Tengah Bagi Analisis RAK

Sumber Db JK KT Estimasi Kuadrat Tengah (EKT)

Blok b-1 JKB KTB σ2e + g σ2b Genotip g-1 JKG KTG σ2e + b σ2g Error (b-1)(g-1) JKE KTE σ2e

Total bg-1 JKT

1. Keragaman Genotip dan Fenotip

Keragaman sifat dihitung melalui analisis sidik ragam yang dikemukakan oleh Singh dan Chaudary (1977) dalam Tempake dan Luntungan (2002) adalah sebagai berikut :

r

KTE KTGenotip

g = −

2

σ

e KTE=σ2

e g

p 2 2

2 σ σ

σ = +

% 100 2

×

= g x

KVG

σ

% 100 2

×

= g x

KVP

σ

Keterangan :

x = Rataan Populasi

KVG = Koefisien Variabilitas Genetik KVP = Koefisien Variabilitas Fenotip

σ2

g = Ragaman Genotip

σ2

p = Ragaman Fenotip

σ2


(40)

Kriteria variabilitas menurut Murdaningsih, dkk (1990) dalam Tempake dan Luntungan (2002) adalah :

Rendah = 0 – 25% dari Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) tertinggi Sedang = 25 – 50% dari Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) tertinggi Tinggi = 50 – 75% dari Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) tertinggi Sangat Tinggi = 75 – 100% dari Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) tertinggi

2. Heritabilitas

Heritabilitas dari seluruh sampel dihitung dengan rumus :

e g

g p

g

h 2 2

2 2

2 2

σ

σ σ

σ σ

+ =

=

Menurut Stansfield (1991) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut : Heritabilitas tinggi > 0,5

Heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 Heritabilitas rendah < 0,2

3. Kemajuan Genetik

Harapan Kemajuan Genetik (HKG) dapat dihitung dan diduga menurut cara sebagai berikut :

) )( ( 2p h2 I

HKG = σ

Keterangan :

I = Konstanta 2,06 untuk intensitas seleksi 0,05 h2 = Nilai heritabilitas


(41)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang

tumbuh pada areal tersebut. Tanah diolah kemudian dibuat plot seluas 100 cm x 65 cm, dengan lebar parit 30 cm sebagai batas antar plot dan 40 cm

sebagai jarak antar ulangan. Bagan penelitian terlampir pada Lampiran 4.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan melubangi tanah kedalaman 3 cm kemudian memasukkan 2 benih/ lubang tanam dan ditutup dengan kompos. Jarak tanam dalam barisan 7,5 cm dan antar barisan 40 cm.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu 75 kg Urea/ha, 100 kg TSP/ha, dan 75 kg KCl/ha. Pemupukan TSP dan KCl dilakukan pada saat penanaman sedangkan pemupukan Urea dilakukan 2 tahap yakni pada saat awal tanaman dan pada saat tanaman berumur 30 Hari Setelah Tanam (HST).

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan sore atau pagi hari.


(42)

Penjarangan

Penjarangan tanaman dilakukan ketika tanaman berumur 1 Minggu Setelah Tanam (MST) dan setiap lubang tanam ditinggalkan sebanyak 1 tanaman yang tumbuh baik.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila dalam satu lubang tanam tidak ada benih yang tumbuh atau pertumbuhannya abnormal. Penyulaman dilakukan paling lama 2 MST.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada di sekitar lahan penelitian. Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah di sekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida. Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan sesuai kondisi di lapangan yaitu apabila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman.


(43)

Panen

Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman satu per satu secara manual. Adapun kriteria panen adalah ditandai sebagian besar daun sudah menguning tetapi bukan karena serangan hama penyakit. Buah berubah warna dari hijau sampai kuning kecoklatan, batang berwarna kuning agak kecoklatan dan gundul.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan pada saat stadia vegetatif sampai stadia generatif awal (V1-R1).

Umur Berbunga (hari)

Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan menghitung umur tanaman pada saat tanaman memasuki stadia reproduktif R1 yaitu membukanya bunga pertama kali pada salah satu buku batang utama.

Umur Pengisian Polong Penuh (hari)

Pengamatan umur pengisian polong penuh dilakukan dengan menghitung umur tanaman pada saat tanaman memasuki stadia reproduktif R6.

Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3)

Jumlah klorofil daun diamati dengan menggunakan alat Klorophyll meter. Daun yang akan diamati klorofilnya diambil pada bagian ujung, tengah dan pangkal daun kemudian diambil rata-ratanya. Jumlah klorofil diambil pada fase Vegetatif (V3 dan V7) dan fase Generatif (R1).


(44)

Umur Panen (hari)

Pengamatan umur panen dihitung ketika tanaman memasuki stadia R8 yaitu polong telah mencapai warna polong matang + 95% yang ditandai dengan warna kuning kecoklatan pada polong.

Jumlah Buku per Tanaman (buku)

Jumlah buku dihitung pada saat tanaman setelah dipanen dengan cara menghitung jumlah buku yang dihasilkan pada tiap tanaman mulai dari buku pertama hingga buku terakhir.

Jumlah Cabang Produktif per Tanaman (cabang)

Cabang produktif adalah cabang dimana terdapatnya polong. Jumlah cabang produktif per tanaman dihitung pada saat stadia generatif akhir (R8).

Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)

Jumlah polong berisi dihitung pada setiap tanaman, yaitu polong yang menghasilkan biji. Perhitungan dilakukan pada saat tanaman telah dipanen.

Bobot Biji per Tanaman (gram)

Diambil seluruh biji dari masing-masing perlakuan pada tanaman sampel kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Bobot 100 Biji (gram)

Diambil 100 biji dari masing-masing perlakuan pada tanaman sampel dengan menggunakan timbangan analitik.

Indeks Panen

Indeks panen dihitung menggunakan rumus : Indeks panen = Bobot Biji

Bobot Biji + Bobot Berangkas


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman mulai pada fase V1 s/d V9 serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6 s/d 23. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada fase V1 s/d V5 dan fase V8 s/d V9, sedangkan pada fase V6 dan V7 dosis radiasi berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman dari beberapa populasi M3 pada fase V1 s/d V9 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi tanaman pada fase V1 s/d V9 dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi.

Populasi Rataan Tinggi Tanaman pada Stadia Pertumbuhan Vegetatif (cm) M3 V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9

P0 9.50 11.56 13.79 16.81 22.33 25.88c 31.35c 37.07 42.83 P1 9.59 11.91 14.13 17.95 23.97 28.80ab 35.25a 40.53 46.50 P2 9.40 11.66 14.55 17.76 22.77 27.33abc 32.82abc 38.58 44.62 P3 9.45 11.76 14.33 18.17 24.11 28.86a 34.41ab 40.60 46.25 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata

pada Uji DMRT dengan taraf 0.05

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman pada fase V9 yang tertinggi terdapat pada populasi P1 yaitu 46.50 cm dan yang terendah pada populasi P0 yaitu 42.83.

Tabel 2. Perbandingan tinggi tanaman populasi M1, M2, dengan populasi M3. Dosis Radiasi Rataan Tinggi Tanaman (cm)

(Gray) Populasi M1 Populasi M2 Populasi M3

0 34.20 34.94 42.83

100 37.88 36.79 46.50

150 36.42 34.69 44.62

200 30.47 34.67 46.25


(46)

Tabel 2 menunjukkan terjadinya peningkatan tinggi tanaman pada seluruh pemberian dosis radiasi pada populasi M2 ke M3 yaitu 35,25 cm (populasi M2) meningkat 45,05 cm (populasi M3) dan pada populasi M1 ke M2 terjadi peningkatan tinggi tanaman yaitu 34,74 cm (populasi M1) meningkat 35,25 cm (populasi M2).

Umur Berbunga (hari)

Data pengamatan umur berbunga pada fase R1 serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 24 dan 25. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata pada umur berbunga. Rataan umur berbunga dari beberapa populasi M3 pada fase R1 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Umur berbunga dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi. Populasi M3 Rataan Umur Berbunga (hari)

P0 (0 gray) 39

P1 (100 gray) 42

P2 (150 gray) 38

P3 (200 gary) 35

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan umur berbunga tercepat terdapat pada populasi P3 yaitu 35 hari dan yang terlama terdapat pada populasi P1 yaitu 42 hari.

Tabel 4. Perbandingan umur berbunga populasi M2 dengan populasi M3. Dosis Radiasi Rataan Umur Berbunga (hari)

(Gray) Populasi M2 Populasi M3

0 32 39

100 33 42

150 33 38

200 33 35

Rataan 33 39

Tabel 4 menunjukkan terjadinya perlamaan umur berbunga dari populasi M2 ke populasi M3 pada semua dosis radiasi dengan rataan umur berbunga pada


(47)

populasi M2 yaitu 33 hari mengalami perlamaan pada populasi M3 dengan rataan yaitu 39 hari.

Umur Pengisian Polong Penuh (hari)

Data pengamatan umur pengisian polong penuh pada fase V6 serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 36 dan 37. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata pada umur pengisian polong penuh. Rataan umur pengisian polong penuh pada fase V6 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Umur pengisian polong penuh dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi.

Populasi M3 Rataan Umur Pengisian Polong Penuh (hari)

P0 (0 gray) 66

P1 (100 gray) 70

P2 (150 gray) 67

P3 (200 gary) 64

Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan umur pengisian polong penuh tercepat terdapat pada populasi P3 yaitu 64 hari dan yang terlama terdapat pada populasi P1 yaitu 70 hari.

Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3)

Data pengamatan jumlah klorofil daun pada fase V3, V7 dan R1 serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 28 s/d 33. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata pada jumlah klorofil daun. Rataan jumlah klorofil daun pada fase V3, V7 dan R1 dapat dilihat pada Tabel 6.


(48)

Tabel 6. Jumlah klorofil daun dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi.

Populasi Rataan Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) M3 Fase V3 Fase V7 Fase R1

P0 37.73 34.82 41.47

P1 36.19 35.00 40.82

P2 34.79 34.55 41.65

P3 36.60 34.70 42.90

Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan jumlah klorofil daun pada fase R1 yang tertinggi terdapat pada populasi P3 yaitu 42,90 butir/mm3 dan yang terendah terdapat pada populasi P1 yaitu 40,82 butir/mm3.

Tabel 7. Perbandingan jumlah klorofil daun populasi M2 dengan populasi M3. Dosis Radiasi

(Gray)

Rataan Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) Populasi M2 Populasi M3 Fase V3 Fase R1 Fase V3 Fase R1 0 35.63 33.22 37.73 41.47 100 35.84 32.64 36.19 40.82 150 36.31 32.99 34.79 41.65 200 36.07 31.39 36.60 42.90 Rataan 35.96 32.56 36.33 41.71

Tabel 7 menunjukkan terjadinya pertambahan jumlah klorofil daun pada fase V3 dari populasi M2 ke populasi M3 dengan rataan jumlah klorofil daun pada populasi M2 yaitu 35,96 butir/mm3 sedangkan pada populasi M3 yaitu 36,33 butir/mm3 dan pada fase R1 jumlah klorofil daun terjadi pertambahan dari populasi M2 ke populasi M3 dengan rataan jumlah klorofil daun pada populasi M2 yaitu 32,56 butir/mm3 sedangkan pada populasi M3 yaitu 41,71 butir/mm3.

Umur Panen (hari)

Data pengamatan umur panen pada fase R8 serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 34 dan 35. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata pada umur panen. Rataan umur panen dari beberapa populasi M3 pada fase R8 dapat dilihat pada Tabel 8.


(49)

Tabel 8. Umur panen dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi. Populasi M3 Rataan Umur Panen (hari)

P0 (0 gray) 93

P1 (100 gray) 96

P2 (150 gray) 93

P3 (200 gary) 92

Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan umur panen tercepat terdapat pada populasi P1 yaitu 96 hari dan yang terlama terdapat pada populasi P3 yaitu 92 hari.

Tabel 9. Perbandingan umur panen populasi M2 dengan populasi M3. Dosis Radiasi Rataan Umur Panen (hari)

(Gray) Populasi M2 Populasi M3

0 113 93

100 114 96

150 116 93

200 116 92

Rataan 115 94

Tabel 9 menunjukkan terjadinya percepatan umur panen dari populasi M2 ke populasi M3 pada semua dosis radiasi dengan rataan umur berbunga pada populasi M2 yaitu 115 hari mengalami percepatan pada populasi M3 dengan rataan yaitu 94 hari.

Jumlah Buku per Tanaman (buku)

Data pengamatan jumlah buku per tanaman serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 36 dan 37. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata terhadap jumlah buku per tanaman. Rataan jumlah buku per tanaman dari beberapa populasi M3 dapat dilihat pada Tabel 10.


(50)

Tabel 10. Jumlah buku per tanaman dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi.

Populasi M3 Rataan Jumlah Buku per Tanaman (buku)

P0 (0 gray) 14.37

P1 (100 gray) 16.90

P2 (150 gray) 14.33

P3 (200 gary) 12.77

Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan jumlah buku yang tertinggi terdapat pada populasi P1 yaitu 16,90 buku dan yang terendah pada populasi P3 yaitu 12,77 buku.

Jumlah Cabang Produktif (cabang)

Data pengamatan jumlah cabang produktif serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 38 dan 39. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang produktif. Rataan jumlah cabang produktif dari beberapa populasi M3 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah cabang produktif dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi.

Populasi M3 Rataan Jumlah cabang produktif (cabang)

P0 (0 gray) 2.77

P1 (100 gray) 2.54

P2 (150 gray) 2.63

P3 (200 gary) 2.83

Tabel 11 menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada populasi P3 yaitu 2,83 cabang dan yang terendah pada populasi P1 yaitu 2,54 cabang.


(51)

Tabel 12. Perbandingan jumlah cabang produktif populasi M1, M2, dengan populasi M3.

Dosis Radiasi Rataan Jumlah Cabang Produktif (cabang) (Gray) Populasi M1 Populasi M2 Populasi M3

0 1.75 4.00 2.77

100 2.30 4.25 2.54

150 1.90 4.16 2.63

200 2.20 4.91 2.83

Rataan 2.03 4.33 2.69

Tabel 12 menunjukkan terjadinya penurunan jumlah cabang produktif pada seluruh pemberian dosis radiasi pada populasi M2 ke M3 yaitu 4,33 cabang (populasi M2) menurun 2,69 cabang (populasi M3), sedangkan pada populasi M1 ke M2 terjadi peningkatan jumlah cabang produktif yaitu 2,03 cabang (populasi M1) meningkat 4,33 cabang (populasi M2).

Jumlah Polong Berisi (polong)

Data pengamatan jumlah polong berisi serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 40 dan 41. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata terhadap jumlah polong berisi. Rataan jumlah polong berisi dari beberapa populasi M3 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Jumlah polong berisi dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi.

Populasi M3 Rataan Jumlah polong berisi (polong)

P0 (0 gray) 32.20

P1 (100 gray) 35.30

P2 (150 gray) 35.37

P3 (200 gary) 31.40

Tabel 13 menunjukkan bahwa rataan jumlah polong berisi yang tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 35,37 polong dan yang terendah pada populasi P3 yaitu 31,40 polong.


(52)

Tabel 14. Perbandingan jumlah polong berisi populasi M1, M2 dengan populasi M3.

Dosis Radiasi Rataan Jumlah Polong Berisi (polong)

(Gray) Populasi M1 Populasi M2 Populasi M3

0 27.65 51.75 32.20

100 35.75 57.75 35.30

150 38.05 56.16 35.37

200 29.20 54.58 31.40

Rataan 32.66 55.06 33.57

Tabel 14 menunjukkan terjadinya penurunan jumlah polong berisi pada seluruh pemberian dosis radiasi pada populasi M2 ke M3 yaitu 55,06 polong (populasi M2) menurun 33,57 polong (populasi M3), sedangkan pada populasi M1 ke M2 terjadi peningkatan jumlah cabang produktif yaitu 32,66 polong (populasi M1) meningkat 55,06 polong (populasi M2).

Bobot Biji per Tanaman (gram)

Data pengamatan bobot biji per tanaman serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 42 dan 43. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata pada bobot biji per tanaman. Rataan bobot biji per tanaman dari beberapa populasi M3 dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Bobot biji per tanaman dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi.

Populasi M3 Rataan Bobot Biji per Tanaman (gram)

P0 (0 gray) 11.14

P1 (100 gray) 12.39

P2 (150 gray) 12.41

P3 (200 gary) 9.99

Tabel 15 menunjukkan bahwa rataan bobot biji per tanaman tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 12,41 gram dan yang terendah terdapat pada populasi P3 yaitu 9,99 gram.


(53)

Tabel 16. Perbandingan bobot biji per tanaman populasi M2 dengan populasi M3. Dosis Radiasi Rataan Bobot Biji per Tanaman (gram)

(Gray) Populasi M2 Populasi M3

0 17.43 11.14

100 18.86 12.39

150 15.43 12.41

200 16.67 9.99

Rataan 17.10 11.48

Tabel 16 menunjukkan terjadinya penurunan bobot biji per tanaman dari populasi M2 ke populasi M3 pada semua dosis radiasi dengan rataan bobot biji per tanaman pada populasi M2 yaitu 17,10 gram mengalami penurunan pada populasi M3 dengan rataan yaitu 11,48 gram.

Bobot 100 Biji (gram)

Data pengamatan bobot 100 biji serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 44 dan 45. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata pada bobot 100 biji . Rataan bobot 100 biji dari beberapa populasi M3 dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Bobot 100 biji dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi. Populasi M3 Rataan Bobot 100 Biji (gram)

P0 (0 gray) 13.38

P1 (100 gray) 14.64

P2 (150 gray) 13.80

P3 (200 gary) 13.70

Tabel 17 menunjukkan bahwa rataan bobot 100 biji tertinggi terdapat pada populasi P1 yaitu 14,64 gram dan yang terendah terdapat pada populasi P0 yaitu 13,38 gram.


(54)

Tabel 18. Perbandingan bobot 100 biji populasi M2 dengan populasi M3. Dosis Radiasi Rataan Bobot 100 Biji (gram)

(Gray) Populasi M2 Populasi M3

0 13.16 13.38

100 13.55 14.64

150 12.48 13.80

200 12.77 13.70

Rataan 12.99 13.88

Tabel 18 menunjukkan terjadinya peningkatan bobot 100 biji per tanaman dari populasi M2 ke populasi M3 pada semua dosis radiasi dengan rataan bobot 100 biji per tanaman pada populasi M2 yaitu 12,99 gram mengalami peningkatan pada populasi M3 dengan rataan yaitu 13,88 gram.

Indeks Panen

Data pengamatan indeks panen serta hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 46 dan 47. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa dosis radiasi tidak berbeda nyata pada indeks panen. Rataan indeks panen dari beberapa populasi M3 pada Tabel 19.

Tabel 19. Indeks panen dari populasi M3 dengan beberapa taraf dosis radiasi. Populasi M3 Rataan Indeks Panen

P0 (0 gray) 0.52

P1 (100 gray) 0.48

P2 (150 gray) 0.53

P3 (200 gary) 0.51

Tabel 19 menunjukkan bahwa rataan indeks panen tertinggi terdapat pada populasi P2 yaitu 0,53 dan yang terendah terdapat pada populasi P3 yaitu 0,51. Tabel 20. Perbandingan indeks panen populasi M2 dengan populasi M3.

Dosis Radiasi Rataan Indeks Panen

(Gray) Populasi M2 Populasi M3

0 0.51 0.52

100 0.46 0.48

150 0.46 0.53

200 0.44 0.51


(55)

Tabel 20 menunjukkan terjadinya peningkatan indeks panen dari populasi M2 ke populasi M3 pada semua dosis radiasi dengan rataan indeks panen pada populasi M2 yaitu 0,47 mengalami peningkatan pada populasi M3 dengan rataan yaitu 0,51.

Keragaman Genotip dan Fenotip

Hasil perhitungan variabilitas genetik (σ2g), variabilitas fenotip (σ2p), koefisian variabilitas genotip (KVG) dan koefisian variabilitas fenotip (KVP) dapat dilihat pada Tabel 21. Nilai KVG berkisar antara 2,285 – 8,890 dan nilai KVP berkisar antara 5,689 – 30,779.

Tabel 21. Variabilitas Genotip (σ2g), Variabilitas Fenotip (σ2p), Koefisien Variabilitas Genotip (KVG), Koefisien Variabilitas Fenotip (KVP), Harapan Kemajuan Genetik (HKG)

Komponen Hasil σ2

g σ2p KVG KVP HKG Tinggi Tanaman (cm) 1.268 10.95 2.499 s 7.345 0.798 s Umur Berbunga (hari) 4.426 32.14 5.442 t 14.665 1.608 st Umur Pengisian Polong Penuh (hari) 3.411 29.76 2.769 s 8.180 1.288 st Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) -0.215 5.63 - 5.689 -0.187 Umur Panen (hari) -4.973 45.79 - 7.227 -1.514 Jumlah Buku per Tanaman (buku) 1.682 9.14 8.890 st 20.717 1.146 t Jumlah Cabang Produktif (cabang) -0.085 0.52 - 26.858 -0.239 Jumlah Polong Berisi (polong) -16.266 106.74 - 30.779 -3.235 Bobot Biji per Tanaman (gr) -0.164 8.890 - 25.95 -0.114 Bobot 100 Biji (gr) 0.18 0.81 3.057 s 6.50 0.411 s Indeks Panen 1.362 18.57 2.285 s 8.437 0.651 s Keterangan :

r = rendah t = tinggi

s = sedang st = sangat tinggi

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing karakter dapat dievaluasi serta dapat dilihat pada Tabel 22. Nilai duga heritabilitas berkisar antara 0,073 – 0,22. Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh lima parameter yang mempunyai nilai heritabilitas rendah dan satu parameter mempunyai nilai


(56)

heritabilitas sedang, sementara lima parameter yang lain mempunyai nilai heritabilitasnya di bawah nol (minus).

Tabel 22. Nilai duga heritabilitas (h2) masing-masing karakter.

Komponen Hasil Nilai Heritabilitas (h2) Tinggi Tanaman (cm) 0.116 r

Umur Berbunga (hari) 0.137 r Umur Pengisian Polong Penuh (hari) 0.115 r Jumlah Klorofil Daun(butir/mm3) -0.038 Umur Panen (hari) -0.108 Jumlah Buku per Tanaman (buku) 0.184 r Jumlah Cabang Produktif (cabang) -0.160 Jumlah Polong Berisi (polong) -0.152 Bobot Biji per Tanaman (gr) -0.018 Bobot 100 Biji (gr) 0.221 s

Indeks Panen 0.073 r

Keterangan :

r = rendah s = sedang t = tinggi

Tabel 22 menunjukkan nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada karakter bobot 100 biji yaitu 0,221 sedangkan nilai heritabilitas terendah terdapat pada karakter indeks panen yaitu 0,073.

Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing dosis radiasi dapat juga dievaluasi dan dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai duga heritabilitas (h2) tersebut berkisar antara 0,007 – 0,876.

Tabel 23. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing dosis radiasi.

Komponen Hasil Nilai Duga Heritabilitas (h2) per Dosis Radiasi 0 gray 100 gray 150 gray 200 gray Tinggi Tanaman (cm) 0.324 s 0.007 r 0.312 s 0.764 t Umur Berbunga (hari) 0.554 t 0.637 t 0.284 s 0.198 r Umur Pengisian Polong Penuh (hari) 0.524 t 0.631 t 0.299 s 0.246 s Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) 0.641 t 0.567 t 0.700 t 0.679 t Umur Panen (hari) 0.521 t 0.561 t 0.467 s 0.876 t Jumlah Buku per Tanaman (buku) 0.165 r 0.574 t -0.210 -0.166 Jumlah Cabang Produktif (cabang) 0.669 t 0.595 t 0.736 t 0.416 s Jumlah Polong Berisi (polong) 0.572 t 0.714 t 0.720 t 0.443 s Bobot Biji per Tanaman (gr) 0.782 t 0.837 t 0.800 t 0.677 t Bobot 100 Biji (gr) 0.773 t 0.633 t 0.723 t 0.802 t Indeks Panen 0.714 t 0.703 t -0.081 0.723 t Keterangan :


(57)

Tabel 23 menunjukkan nilai heritabilitas tertinggi dari berbagai dosis radiasi banyak ditemui pada dosis 100 gray yaitu umur berbunga (0,637), umur pengisian polong penuh (0,631), jumlah klorofil daun (0,567), umur panen (0,561), jumlah buku per tanaman (0,574), jumlah cabang produktif (0,595), jumlah polong berisi (0,714), bobot biji per tanaman (0,837), bobot 100 biji (0,633), indeks panen (0,703).

Pembahasan

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 16-19) dapat dilihat bahwa populasi M3 hasil radiasi berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada fase pertumbuhan V6 dan V7. Dapat dilihat pada Tabel 1, tinggi tanaman pada fase V6 tertinggi pada P3 (28,86 cm) dan yang terendah pada P0 (25,88 cm), sementara tinggi tanaman pada fase V7 tertinggi pada P1 (35,25 cm) dan yang terendah pada P0 (31,35 cm). Ini menunjukkan bahwa populasi M3 hasil radiasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman mutan sehingga dapat mempengaruhi proses pertumbuhan pada setiap fasenya. Hal ini sesuai dengan literatur Oeliem, dkk (2008) yang menyatakan bahwa mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman.

Pada Tabel 9 dapat dilihat adanya pemendekan umur panen pada setiap populasi hasil radiasi dimana P1 populasi M2 umur panen 113 hari memendek pada populasi M3 menjadi 93 hari; pada P2 populasi M2 umur panen 114 hari memendek pada populasi M3 menjadi 96 hari; pada P3 populasi M2 umur panen 116 hari memendek pada populasi M3 menjadi 92 hari.

Pada Tabel 10 dapat dilihat jumlah buku per tanaman dan dapat dikaitkan dengan tinggi tanaman pada Tabel 1 pada setiap populasi hasil radiasi dimana


(58)

jumlah buku per tanaman P0 (14,37 buku) dengan tinggi tanaman P0 (42,83 cm), jumlah buku per tanaman P1 (16,90 buku) dengan tinggi tanaman P1 (46,50 cm), jumlah buku per tanaman P2 (14,33 buku) dengan tinggi tanaman P2 (44,62 cm), jumlah buku per tanaman P3 (12,77 buku) dengan tinggi tanaman P3 (46,25 cm). dari kedua tabel tersebut dapat dilihat bahwa ada beberapa tanaman memiliki jarak antar buku yang relatif lebih jauh (pada P3 jumlah buku per tanaman 12,77 buku dengan tinggi tanaman 46,25 cm) dan ada juga yang relatif lebih dekat.

Tabel 12 dan Tabel 14 dapat dilihat adanya penurunan jumlah cabang produktif dan jumlah polong berisi pada setiap populasi hasil radiasi dimana P0 populasi M2 jumlah cabang produktif 4,00 cabang dan jumlah polong berisi 51,75 polong keduanya menurun pada populasi M3 menjadi 2,77 cabang dan 32,20 polong; pada P1 populasi M2 jumlah cabang produktif 4,25 cabang dan jumlah polong berisi 57,75 polong keduanya menurun pada populasi M3 menjadi 2,54 cabang dan 35,30 polong; pada P2 populasi M2 jumlah cabang produktif 4,16 cabang dan jumlah polong berisi 56,16 polong keduanya menurun pada populasi M3 menjadi 2,63 cabang dan 35,37 polong; pada P3 populasi M2 jumlah cabang produktif 4,91 cabang dan jumlah polong berisi 54,58 polong keduanya menurun pada populasi M3 menjadi 2,83 cabang dan 31,40 polong. Hal ini disebabkan sistem tanam pada populasi M2 berbeda dengan sistem tanam pada populasi M3 dimana pada populasi M2 sistem tanam yang digunakan adalah dengan menggunakan polibag pada setiap tanaman sehingga jumlah cabang produktif dan jumlah polong berisi yang dihasilkan lebih banyak sedangkan pada populasi M3 sistem tanam yang digunakan adalah dengan menggunakan sistem baris pada setiap plotnya dimana jarak tanaman antar baris adalah 40 cm dan jarak tanaman


(59)

dalam satu baris adalah 7,5 cm sehingga jumlah cabang produktif dan jumlah polong berisi yang dihasilkan lebih sedikit. Sesuai dengan literatur Widyastuti, dkk (2007) yang menyatakan bahwa jarak tanam akan mempengaruhi kerapatan tanaman atau jumlah populasi per unit area. Populasi tanaman mempengaruhi pertumbuhan relatif dan hasil bersih fotosintesis. Hal ini berhubungan erat dengan penangkapan energi cahaya, serta ketersedian hara dan air dalam tanah. Dengan demikian kerapatan tanaman akan menentukan produksi tanaman.

Pada Tabel 20 dapat dilihat adanya peningkatan indeks panen pada masing-masing populasi hasil radiasi dimana P1 populasi M2 sebesar 0,46 meningkat pada populasi M3 sebesar 0,48; pada P2 populasi M2 sebesar 0,46 meningkat pada populasi M3 sebesar 0,53; pada P3 populasi M2 sebesar 0,44 meningkat pada populasi M3 sebesar 0,51.

Nilai variabilitas genetik untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 21. Nilai variabilitas yang diperoleh berkisar antara 2,285 – 8,890. Kriteria varabilitas genetik menurut Murdaningsih et all (1990) adalah rendah jika nilainya berkisar antara 0 – 25% dari KVG tertinggi, sedang jika nilainya berkisar antara 25 – 50% dari KVG tertinggi, tinggi jika nilainya berkisar antara 50 – 75% dari KVG tertinggi dan sangat tinggi jika nilainya 75 – 100% dari KVG tertinggi.

Berdasarkan analisis data (Lampiran 48) diperoleh bahwa dari komponen hasil yang diamati terdapat satu parameter yang bervariabilitas genetik sangat tinggi yaitu pada parameter jumlah buku per tanaman sebesar 8,890; terdapat satu komponen hasil yang bervariabilitas genetik tinggi yaitu pada parameter umur berbunga (5,442); dan terdapat empat komponen hasil yang bervariabilitas genetik


(60)

sedang yaitu pada parameter tinggi tanaman (2,499), umur pengisian polong penuh (2,769), bobot 100 biji (3,057) dan indeks panen (2,283).

Nilai kemajuan genetik untuk masing-masing komponen hasil dapat dilihat pada Tabel 21. Nilai kemajuan genetik sangat tinggi yaitu pada parameter umur berbunga (1,608) dan umur pengisian polong penuh (1,288); kemajuan genetik tinggi terdapat pada parameter jumlah buku per tanaman (1,146); kemajuan genetik sedang yaitu pada parameter tinggi tanaman (0,798), bobot 100 biji (0,411) dan indeks panen (0,651). Nilai kemajuan genetik yang rendah merupakan sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen-gen bukan aditif. Gen-gen bukan aditif tidak diwariskan kepada keturunannya. Hal ini didukung oleh Tempeke dan Luntung (2002) menyatakan bahwa kemajuan genetik (KG) merupakan produk dari nilai-nilai diferensial seleksi, heritabilitas yang menentukan efisien sistem seleksi sehingga seleksi akan efektif bila nilai kemajuan genetik tinggi ditunjang oleh salah satu nilai KVG atau heritabilitas yang tinggi. Hayward (1990) dalam Suprapto dan Kairuddin (2007) juga menyatakan bahwa sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen-gen bukan aditif menyebabkan kemajuan genetik yang rendah. Hal ini disebabkan pengaruh tindak gen bukan aditif tidak diwariskan kepada keturunannya dan akan lenyap semasa seleksi.

Nilai duga heritabilitas (h2) pada Tabel 22 berkisar antara 0,073 – 0,221. Dari data diperoleh satu komponen hasil mempunyai nilai heritabilitas sedang yaitu bobot 100 biji (0,221), sedangkan empat komponen hasil mempunyai nilai heritabilitas rendah yaitu tinggi tanaman (0,116), umur berbunga (0,137), umur pengisian polong penuh (0,115) dan indeks panen (0,073). Berdasarkan pernyataan Stansfield (1991) merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai


(61)

berikut yaitu heritabilitas tinggi > 0,5; heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5; dan heritabilitas rendah < 0,2. Kemudian dari nilai heritabilitas ini kita dapat melihat sejauh mana sifat tanaman dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Welsh (2005) bahwa nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut.


(62)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil analisis jika dilihat dari segi tinggi tanaman, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong berisi, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, indeks panen menunjukkan adanya perubahan karakter pertumbuhan dari populasi M1, M2 dan M3.

2. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tinggi tanaman fase V6 pada populasi 0 gray berbeda nyata dengan populasi 100 gray dan populasi 200 gray kemudian fase V7 pada populasi 0 gray berbeda nyata dengan populasi 100 gray dan populasi 200 gray pada karakter pertumbuhan dari masing-masing populasi, kemudian jika dilihat dari segi umur berbunga, umur pengisian polong penuh, umur panen, jumlah buku per tanaman, jumlah polong berisi, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, indeks panen berdasarkan sidik ragam menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata. 3. Nilai kemajuan genetik yang sangat tinggi terdapat pada parameter umur

berbunga (1,608) dan umur pengisian polong penuh (1,288) semenatara nilai heritabilitas sedang terdapat pada paremeter bobot 100 biji (0,221) sedangkan terendah pada indeks panen (0,073).

Saran

Sebaiknya penelitian selanjutnya menggunakan populasi yang lebih besar dan jarak tanam yang ideal.


(1)

Lampiran 38. Data Pengamatan Jumlah Cabang Produktif per Tanaman (cabang)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI

P0 1.00 3.40 2.60 4.20 3.40 2.00 16.60 2.77 P1 3.00 2.20 2.60 2.40 3.80 1.25 15.25 2.54 P2 3.00 3.00 2.80 2.00 2.80 2.20 15.80 2.63 P3 3.20 3.80 3.00 2.40 2.40 2.20 17.00 2.83 Total 10.20 12.40 11.00 11.00 12.40 7.65 64.65

Rataan 2.55 3.10 2.75 2.75 3.10 1.91 2.69

FK 174.15

KK 28.93

Lampiran 39. Daftar Sidik Ragam Jumlah Cabang Produktif per Tanaman

Sumber db JK KT Fhit Ket F.05

Blok 5 3.87 0.77 1.27 tn 2.9

Perlakuan 3 0.31 0.10 0.17 tn 3.29

Error 15 9.11 0.61

Total 23 13.29

σ2

g=-0.0846 KVG=- h2=-0.1605 σ2

p=0.52 KVP=26.858 HKG=-0.2393

Lampiran 40. Data Pengamatan Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI

P0 18.60 41.60 25.80 45.60 37.80 23.80 193.20 32.20 P1 45.00 42.20 29.60 21.40 60.00 13.60 211.80 35.30 P2 50.00 39.60 34.40 23.80 34.80 29.60 212.20 35.37 P3 34.40 51.40 31.20 27.60 22.60 21.20 188.40 31.40 Total 148.00 174.80 121.00 118.40 155.20 88.20 805.60

Rataan 37.00 43.70 30.25 29.60 38.80 22.05 33.57 FK 27041.31

KK 33.04

Lampiran 41. Daftar Sidik Ragam Jumlah Polong Berisi per Tanaman

Sumber db JK KT Fhit Ket F.05

Blok 5 1204.91 240.98 1.96 tn 2.9 Perlakuan 3 76.84 25.61 0.21 tn 3.29 Error 15 1844.54 122.97

Total 23 3126.29

σ2

g=-16.266 KVG=- h2=-0.152 σ2


(2)

Lampiran 42. Data Pengamatan Bobot Biji per Tanaman (gr)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI

P0 11.52 13.34 9.24 14.90 11.54 6.32 66.86 11.14 P1 14.58 16.92 13.00 7.48 17.70 4.66 74.34 12.39 P2 17.88 14.24 13.54 7.48 10.70 10.64 74.48 12.41 P3 12.80 14.78 9.72 9.08 7.02 6.54 59.94 9.99 Total 56.78 59.28 45.50 38.94 46.96 28.16 275.62

Rataan 14.20 14.82 11.38 9.74 11.74 7.04 11.48

FK 3165.27

KK 26.20

Lampiran 43. Daftar Sidik Ragam Bobot Biji per Tanaman

Sumber Db JK KT Fhit Ket F.05

Blok 5 165.46 33.09 3.66 * 2.9

Perlakuan 3 24.20 8.07 0.89 tn 3.29 Error 15 135.79 9.05

Total 23 325.44

σ2

g=-0.1645 KVG=- h2=-0.0185 σ2

p=8.89 KVP=25.95 HKG=-0.113

Lampiran 44. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (gr)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI

P0 14.70 11.82 14.58 12.82 13.46 12.92 80.30 13.38 P1 14.66 14.52 15.48 15.20 14.54 13.42 87.82 14.64 P2 12.60 14.50 14.64 13.42 14.44 13.18 82.78 13.80 P3 13.54 12.92 14.70 15.04 13.10 12.92 82.22 13.70 Total 55.50 53.76 59.40 56.48 55.54 52.44 333.12

Rataan 13.88 13.44 14.85 14.12 13.89 13.11 13.88

FK 4623.71

KK 5.74

Lampiran 45. Daftar Sidik Ragam Bobot 100 Biji

Sumber db JK KT Fhit Ket F.05

Blok 5 7.14 1.43 2.25 tn 2.9

Perlakuan 3 5.14 1.71 2.70 tn 3.29


(3)

Lampiran 46. Data Pengamatan Indeks Panen

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV V VI

P0 0.59 0.48 0.54 0.51 0.50 0.48 3.10 0.52 P1 0.46 0.52 0.51 0.51 0.45 0.46 2.91 0.48 P2 0.53 0.52 0.52 0.52 0.55 0.57 3.21 0.53 P3 0.58 0.41 0.52 0.54 0.48 0.51 3.04 0.51 Total 2.16 1.93 2.09 2.08 1.98 2.02 12.26

Rataan 0.54 0.48 0.52 0.52 0.49 0.50 0.51

FK 6.26

KK 8.12

Lampiran 47. Daftar Sidik Ragam Indeks Panen

Sumber Db JK KT Fhit Ket F.05

Blok 5 0.01 0.00 0.96 tn 2.9

Perlakuan 3 0.01 0.00 1.48 tn 3.29

Error 15 0.03 0.00

Total 23 0.04

σ2

g=0.00 KVG=2.285 h2=0.0733 σ2

p=0.00 KVP=8.437 HKG=0.006

Lampiran 48. Variabilitas Genotip (σ2g), Variabilitas Fenotip (σ2p), Koefisien Variabilitas Genotip (KVG), Koefisien Variabilitas Fenotip (KVP), Harapan Kemajuan Genetik (HKG)

Komponen Hasil σ2

g σ2p KVG KVP HKG

Tinggi Tanaman (cm) 1.268 10.95 2.499 s 7.345 0.798 s

Umur Berbunga (hari) 4.426 32.14 5.442 t 14.665 1.608 st

Umur Pengisian Polong Penuh (hari) 3.411 29.76 2.769 s 8.180 1.288 st Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) -0.215 5.63 - 5.689 -0.187

Umur Panen (hari) -4.973 45.79 - 7.227 -1.514

Jumlah Buku per Tanaman (buku) 1.682 9.14 8.890 st 20.717 1.146 t Jumlah Cabang Produktif (cabang) -0.085 0.52 - 26.858 -0.239 Jumlah Polong Berisi (polong) -16.266 106.74 - 30.779 -3.235

Bobot Biji per Tanaman (gr) -0.164 8.890 - 25.95 -0.114

Bobot 100 Biji (gr) 0.18 0.81 3.057 s 6.50 0.411 s

Indeks Panen 1.362 18.57 2.285 s 8.437 0.651 s

r = rendah t = tinggi


(4)

Lampiran 49. Nilai Duga Heritabilitas (h2) masing-masing Karakter

Komponen Hasil Nilai Heritabilitas (h2)

Tinggi Tanaman (cm) 0.116 r

Umur Berbunga (hari) 0.137 r

Umur Pengisian Polong Penuh (hari) 0.115 r Jumlah Klorofil Daun(butir/mm3) -0.038

Umur Panen (hari) -0.108

Jumlah Buku per Tanaman (buku) 0.184 r

Jumlah Cabang Produktif (cabang) -0.160

Jumlah Polong Berisi (polong) -0.152

Bobot Biji per Tanaman (gr) -0.018

Bobot 100 Biji (gr) 0.221 s

Indeks Panen 0.073 r

Keterangan : r = rendah s = sedang t = tinggi

Lampiran 50. Nilai Duga Heritabilitas Untuk masing-masing Dosis Radiasi Komponen Hasil Nilai Duga Heritabilitas (h2) per Dosis Radiasi

0 gray 100 gray 150 gray 200 gray Tinggi Tanaman (cm) 0.324 s 0.007 r 0.312 s 0.764 t Umur Berbunga (hari) 0.554 t 0.637 t 0.284 s 0.198 r Umur Pengisian Polong Penuh (hari) 0.524 t 0.631 t 0.299 s 0.246 s Jumlah Klorofil Daun (butir/mm3) 0.641 t 0.567 t 0.700 t 0.679 t Umur Panen (hari) 0.521 t 0.561 t 0.467 s 0.876 t Jumlah Buku per Tanaman (buku) 0.165 r 0.574 t -0.210 -0.166 Jumlah Cabang Produktif (cabang) 0.669 t 0.595 t 0.736 t 0.416 s Jumlah Polong Berisi (polong) 0.572 t 0.714 t 0.720 t 0.443 s Bobot Biji per Tanaman (gr) 0.782 t 0.837 t 0.800 t 0.677 t Bobot 100 Biji (gr) 0.773 t 0.633 t 0.723 t 0.802 t

Indeks Panen 0.714 t 0.703 t -0.081 0.723 t

Keterangan : r = rendah s = sedang t = tinggi


(5)

Lampiran 51. Foto Tanaman Berkecambah


(6)