Optimalisasi Pematangan Oosit dan Ovulasi pada Ikan Mas Koki (Carassius Auratus) Melalui Penggunaan Inhibitor Aromatase

(1)

FAJAR BASUKI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi

OPTIMALISASI PEMATANGAN OOSIT DAN OVULASI PADA IKAN

MAS KOKI (Carassius auratus) MELALUI PENGGUNAAN INHIBITOR

AROMATASE adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam disertasi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir disertasi serta dapat diperiksa kebenarannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di Perguruan Tinggi lain.

Bogor, Juni 2007.

Fajar Basuki NIM 11600002


(3)

Purwantara, Mozes R. Toelihere (Alm).

Penelitian dilakukan dengan empat tahap untuk mengkaji lebih dalam reproduksi ikan mas koki mulai dari perkembangan, pematangan dan ovulasi oositnya. Penelitian dilakukan di holding ground ikan hias Dinas Agribisnis Kota Bogor mulai tahun 2003 sampai 2005

Penelitian tahap pertama bertujuan untuk memacu pertumbuhan oosit dengan menggunakan estradiol-17β. Dosis yang digunakan adalah k= kontrol (disuntik minyak ikan), Pl = 100 μg/kg berat tubuh (b.t), P2 = 200 μg/kg b.t., P3 = 400 μg/kg b.t., dan P4 = 800 μg/kg b.t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis perlakuan estradiol-17β yang diberikan dapat mempercepat pertumbuhanan oosit, waktu ovulasi tercepat dicapai pada dosis 200µg yaitu 313,60±13,14 jam dengan hasil daya fertilitas dan daya tetasnya masing-masing sebesar 91,88±2,77% dan 85,84±0,83%.

Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mengetahui peranan inhibitor aromatase (IA) terhadap mekanisme penurunan estradiol-17β dan efeknya terhadap perkembangan oosit ikan mas koki. Dosis Inhibitor Aromatase (IA) yang digunakan adalah k= kontrol (disuntik NaCl fisiologis), Pl = 2,5 mg IA/kg berat tubuh (b.t); P2 = 7,5 mg IA/kg b.t dan P3 = 12,5 mg IA/kg b.t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hari ke tujuh pada semua dosis perlakuan menyebabkan penurunan hormon estradiol-17β. Hasil ini menunjukkan bahwa dosis inhibitor aromatase 2,5 mg/kg efektif menurunkan estradiol-17β.

Penelitian tahap ketiga ini bertujuan untuk mengetahui peranan kehadiran pejantan dan penyuntikan inhibitor aromatase (IA) terhadap proses ovulasi ikan mas koki. Rasio jantan dan betina yang digunakan 1:3, dosis IA yang digunakan adalah k= kontrol (disuntik NaCl fisiologis), Pl = 2,5 mg IA/kg berat tubuh (b.t), P2 = 7,5 mg IA/kg b.t., dan P3 = 12,5 mg IA/kg b.t. Perkembangan proses ovulasi ditandai dengan perubahan kandungan protein dalam gonad, dan perubahan hormon dalam plasma darah. Hasil penelitian menunjukkan pada jam ke-36 setelah penyuntikan terjadi proses ovulasi ditandai penurunan kandungan protein gonad, kandungan protein pada dosis 2,5 mg dan 7,5 mg turun sangat nyata, lebih rendah dibandingkan dengan kandungan protein kontrol dan dosis 12,5 mg. Pada jam ke-36 kandungan hormon estradiol-17β dan 17α-hidroksiprogesteron mencapai puncaknya. Waktu ovulasi tercepat dicapai pada kehadiran pejantan (rasio jantan : betina yaitu 1:3) dan dosis IA 2,5 mg yaitu 49,63±0,58 jam dengan hasil daya fertilitas dan daya tetas telurnya masing-masing sebesar 91,43 ±1,14% dan 86,68±3,05%.


(4)

terjadinya proses ovulasi. Proses ovulasi ditandai dengan terjadinya penurunan kandungan protein pada jam kesembilan perlakuan, kandungan protein pada semua dosis perlakuan turun sangat nyata dan lebih rendah dibandingkan kandungan protein kontrol. Kandungan hormon estradiol-17β dan 17α -progesteron mencapai puncak pada jam kesembilan perlakuan. Waktu ovulasi tercepat dicapai pada kombinasi 750 iu hCG dan 2,5 mg IA dengan hasil daya fertilitas dan daya tetas telur masing-masing sebesar 89,54% dan 85,59 %.

Sebagai kesimpulan umum dari rangkaian penelitian didapatkan bahwa pemijahan induk ikan mas koki dapat dipercepat dengan penyuntikan estradiol-17β. Penyuntikan Inhibitor Aromatase dapat menghambat kerja aromatase ditandai dengan menurunnya kandungan hormon estradiol-17β dalam darah dan terjadi pematangan oosit. IA menyebabkan terhentinya vitelogenesis, menuju pematangan oosit namun tidak menyebabkan ovulasi. Sedangkan kombinasi kehadiran pejantan dan penyuntikan IA telah merangsang terjadinya ovulasi, demikian juga penyuntikan kombinasi antara hCG dan IA telah mampu merangsang ovulasi.

Kata kunci : Optimalisasi, estradiol-17β, inhibitor aromatase (IA), hCG, kehadir- an pejantan, perkembangan, pematangan, oosit, ovulasi,


(5)

Bambang Purwantara, Mozes R. Toelihere.

A series of experiments were conducted to study the effect of estradiol-17β, hCG, Aromatase Inhibitor on the maturation oocyte and subsequent ovulation in goldfish. The experiments had been caried out at holding ground of ornamental fish of Agribisnis Section of Bogor, from 2003 to 2005

The objective of the first experiment is to know the optimalisation of oocyte development in goldfish by the use of estradiol-17β. The dosage of estradiol-17β used were for control ( injected by fish oil); 100 µg/body weight (b.w.), estradiol-17β 200 µg/b.w., estradiol-17β 400 µg/b.w., and estradiol-17β 800 µg/b.w. Results of the experiment indicated that all dose treatment affect the oocyte development. The shortest ovulation time was after injection reached by estradiol-17β 200 µg (313,60±13,14 hours), with fertilization and hatching rate were 91,88±2,77% and 85,84±0,83%. respectively.

The second experiment was done to study the mechanism of the decrease of estradiol-17 β and the effect on oocyte development by use of aromatase inhibitor (AI). The dosage used were control ( injected by physiological saline solution), IA 2,50 mg /kg body weight/bw; AI 7,50 mg/kg bw, and AI 12,50 ug/kg bw. Results experiment indicated that on seventh days after all of dosis treatment the hormone estradiol-17β and protein content in gonad decreased. Histological analysis indicated of the occurrecence of atretion of gonad was observed. In the D-14 estradiol-17βincreased and so protein gonad content. In the twenty-first day the estradiol-17β content is same as control content, and followed by gonad level protein.

The third experiment was done to study the presence of the male and AI to the ovulation process. Male and female was set on the variation of 1:3. The dose of AI were 0 (control = injected with physiological saline solution); IA 2,5 mg /kg body weight (b.w); IA 7,5 mg/kg b.w.; and IA 12,5 mg/kg b.w. Results of this research indicated that in the process of ovulation, the protein decreased at 36 hours after treatment, the level of protein at dosage 2,5 mg and 7,5 mg being significantly the lowest compare with the control and 12,5 mg. The level of estradiol-17β and 17α-progesterone hormones reached its peak at 36 hours after treatment. The shortest ovulation time was reached by dosis 2,5 mg (49.63±0,58 hours), with fertilization and hatching rates were 91,43±1,14% and 86,68±3,05%, respectively.

The objective of the fourth experiment is to study the optimum dosage of IA and hCG The dosage that is used is k = control (injected with physiological


(6)

2,5 mg IA (12,03±0,50 h) with fertility of 89,54% and the hatchibility of 85,59%.

In general, it is concluded that goldfish breedstock will ready to spawn by use of estradiol-17β injection. Aromatese inhibitor will inhibit aromatese activity indicated by the decrease of estradiol-17β concentrations in the blood and the process of maturation was happened. IA caused switch off vitellogenesis and switch on maturation process but not ovulation. Injection of IA and the presence of the male have been proved to stimulate ovulation. Like wise, combination hCG and IA injection on goldfish may also can stimulate ovulation processes on goldfish breedstock.

Key word : Optimalisation, estradiol-17β, hCG, aromatase inhibitor ( AI), growth, maturation oocytes, ovulation, Carrasius auratus.


(7)

Oleh

FAJAR BASUKI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup :

Dr. Drh. Ligaya I. Tumbelaka, MSc. Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Atmadja Hardja Mulia, MS, APU.


(9)

Disetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, M.Sc. Ketua

Dr.Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. Dr. drh. Tuty L. Yusuf, M.S. Anggota Anggota

Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc. Prof. Dr. drh. Mozes R. Toelihere, M.Sc.(Alm) Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biologi Reproduksi

Dr. drh. Tuty L. Yusuf, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(10)

(Carassius auratus) Melalui Penggunaan Inhibitor Aromatase” Diajukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., MSc., selaku ketua komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudradjat, MSc., Ibu Dr. drh. Tuty L. Yusuf , MS., dan Bapak Dr. drh. Bambang Purwantara, MSc., Bapak Prof. Dr. Drh. Mozes R. Toelihere., MSc (Alm) selaku anggota komisi pembimbing, atas keikhlasan, kesabaran dan kelembutan hati memberikan bimbingan nasehat, arahan dan dorongan mulai dari penulisan proposal, selama pelaksanaan penelitian berlangsung sampai selesainya penulisan disertasi ini.

Secara khusus penghargaan dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Almarhum Bapak Prof. Dr. Drh. Mozes R. Toelihere., MSc atas segala nasehatnya, teriring doa semoga amal sholeh almarhum diterima disisi Tuhan Yang Maha Esa.

Ucapan Terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor Universitas Diponegoro Semarang, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Repuplik Indonesia melalui Dana Pendidikan BPPS, Direktur Pembinaan Penelitianm Dan Pengabdian pada Masyarakat DIKTI serta Dirut Perusahaan Gas Negara Jakarta yang telah membantu memberikan biaya penelitian, sehingga penelitian berjalan dengan lancar.

Terima kasih saya sampaikan kepada Dinas Agribisnis Kota Bogor atas izin lokasi penelitian, Bapak Ir. Sony Gumelar MSi, Diding, Bapak Herman (petani ikan koki), Bapak Yosef (analisis Hormon), Ibu Hetty (analisis protein gonad) dan Mas Bodan (teknisi URR IPB). Sahabat dan teman saya Pak Surya, Pak Rizal, Pak Herdis, Ibu Marlene, Ibu Ristika, Ibu Yoshinta, Pak Slamet, Pak Faik dan Bu Yusufi atas kebersamaan selama ini.

Terima kasih kepada isteri Trimunindrawati dan anak-anak tercinta Fani Suryo Wibowo dan Fafan Suryo Nugroho atas segala dukungan dan doa yang tak putus-putusnya, mudah-mudahan jerih payah ini dapat membahagiakan kita dan orang tua kita.

Mudah-mudahan disertasi ini dapat memberikan sumbangsih yang berharga bagi pembangunan perikanan ikan hias, khususnya peningkatan potensi produksi ikan mas koki.

Bogor, Juni 2007


(11)

Kusmaryatun (almarhumah) sebagai anak ke ke tujuh dari tiga belas bersaudara. Gelar Magister Sains diperoleh pada tahun 1990 dari Program Studi Biologi Reproduksi dari Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan S3 pada Program Studi yang sama.

Gelar Insinyur diperoleh pada tahun 1983 dari Jurusan Perikanan Fakultas Perternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro Semarang. Pada tahun 1985 penulis diterima menjadi staf pengajar pada Jurusan yang sama.

Sebagai Upaya Sosialisasi pengembangan budidaya ikan mas koki, maka bagian tulisan dari disertasi ini telah disampaikan pada berbagai Seminar Nasional. Karya ilmiah berjudul Pengaruh Inhibitor Aromatase (IA) Dan Kehadiran Pejantan Terhadap Proses Ovulasi Pada Ikan Mas Koki (Carassius auratus) telah diseminarkan pada Seminar Nasional Peranan Bioteknologi Reproduksi Dalam Pembangunan Peternakan Di Indonesia di selenggarakan di Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Bogor, 8 April 2006. Karya ilmiah berjudul Pengaruh Kombinasi hCG (Human Chorionic Gonadotropin) Dan Inhibitor Aromatase (IA) Terhadap Kematangan Oosit Dan Ovulasi Pada Ikan Mas Koki (Carassius auratus}, telah diseminarkan Pada Seminar Nasional Akuakultur Indonesia, di ITS Surabaya, 6-8 Juni 2006 dan telah dimuat di jurnal Aquacultura Indonesiana Vol. 7, No. 1. April 2006. Karya ilmiah berjudul Pengaruh Estradiol-17β Terhadap Perkembangan Oosit Pada Ikan Mas Koki (Carassius Auratus), telah diseminarkan Pada Seminar Nasional Akuakultur Indonesia, di ITS Surabaya, 6-8 Juni 2006 dan akan dimuat di jurnal Aquacultura Indonesiana edisi Desember 2006. Karya ilmiah berjudul Pengaruh Inhibitor Aromatase (IA) Terhadap Perkembangan Oosit Pada Ikan Mas Koki (Carassius auratus) telah diseminarkan pada Seminar Nasional Ikan V, di Jatiluhur 29-30 Agustus 2006), dan telah dimuat di Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Edisi Desember Vol XIII No 2 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.


(12)

(13)

DAFTAR GAMBAR... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ……….. 4

Tujuan Penelitian ... 7

Hipotesis Penelitian ... 7

Manfaat Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

Biologi Ikan Mas Koki... 8

Varietas Ikan Mas Koki ... 8

Reproduksi Ikan Mas Koki ... 10

Pakan Ikan Mas Koki ... 11

Gonad dan Perkembangan Oosit... 11

Peranan estradiol-17β dalam perkembangan oosit (vitelogenesis)... 13

Peranan testosteron dalam proses pematngan oosit ... 15

Peranan Aromatase dan Inhibitor Aromatase dalam Pematangan Oosit ... 16

Peranan Gonadotropic Hormon (GTH) dalam Pematangan Oosit... 19

a. Peranan Gonadotropic Hormone (GTH) sebagai media primer dalam pematangan oosit... 19

b. Maturation-Inducing Hormone (MIH) sebagai mediator kedua pada kematangan oosit... 19

c. Maturation-Promoting Factor (MPF) sebagai mediator ketiga pada kematangan oosit... 20

d. Mekanisme Hormonal Pertumbuhan, Pematangan dan Ovulasi Oosit… ...21

Daftar Pustaka ... 23

PENGARUH ESTRADIOL-17β TERHADAP PERKEMBANGAN OOSIT PADA IKAN MAS KOKI(Carassius auratus)... 27

Abstrak ... 27

Pendahuluan ... 28

Bahan dan Metode ... 30

Hasil dan Pembahasan ... 33

Simpulan ... 38


(14)

Hasil dan Pembahasan ... 46

Simpulan ... 52

Daftar Pustaka ... 52

PENGARUH KEHADIRAN PEJANTAN DAN INHIBITOR AROMATASE (IA) TERHADAP KEMATANGAN OOSITDAN OVULASI PADA IKAN MAS KOKI (Carassius auratus)... 54

Abstrak ... 54

Pendahuluan ... 55

Bahan dan Metode ... 58

Hasil dan Pembahasan ... 62

Simpulan ... 68

Daftar Pustaka ... 68

PENGARUH KOMBINASI HCG (HUMAN CHORIONIC GONADO- TROPIN) DAN INHIBITOR AROMATASE (IA) TERHADAP KEMA- TANGAN OOSIT DAN OVULASI PADA IKAN MAS KOKI(Carassius auratus)... 70

Abstrak ... 70

Pendahuluan ... 72

Bahan dan Metode ... 75

Hasil dan Pembahasan ... 79

Simpulan ... 84

Daftar Pustaka ... 85

PEMBAHASAN UMUM... 87


(15)

hasil perlakuan dari hari ketiga sampai hari ke-12... 33 2. Pengaruh pemberian estradiol-17β terhadap lama waktu ovulasi (jam)

pada ikan betina yang dirangsang dengan pejantan ………. 35 3. Pengaruh pemberian estradiol-17β terhadap persentase pembuahan

dan penetasan pada ikan betina yang dirangsang dengan pejantan... 37 4. Pengaruh pemberian Pengaruh pemberian Inhibitor Aromatase (IA)

terhadap kandungan hormon estradiol-l7β (pg/mg) ... 46 5. Pengaruh pemberian Inhibitor Aromatase (IA) terhadap kandungan

protein gonad (%) dari awal sampai hari ke-21 ... 48 6. Pengaruh keberadaan jantan dan pemberian IA terhadap kandungan

protein gonad (%) dari awal sampai 36 jam perlakuan ………. 62 7. Pengaruh keberadaan jantan dan pemberian IA terhadap kandungan

protein gonad (%) kontrol dan telur ovulasi ………. 62 8. Pengaruh keberadaan jantan dan pemberian IA terhadap waktu (jam)

ovulasi ……….. 66 9. Pengaruh keberadaan jantan dan pemberian IA terhadap persentase

pembuahan dan penetasan telur ovulasi ……… 66 10.Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap kandungan protein gonad

(%) dari awal sampai 9 jam perlakuan ………. 79 11.Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap kandungan protein gonad

(%) pada kontrol dan telur ovulasi……… 79 12.Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap waktu (jam) Ovulasi …… 83 13.Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap persentase pembuahan


(16)

an pejantan, IA, kehadiran pejantan dan IA, kombinasi hCG dan

IA ... 6

2 Proses perkembangan oosit ikan ... 15

3 Alur kerangka pemikiran penelitian penggunaan estradiol-l7β dan kehadiran pejantan……….. 29

4 Pengaruh pemberian estradiol-l7β terhadap kandungan protein gonad (%) dari awal sampai hari ke12………... 34

5 Alur kerangka pemikiran penelitian pemberian Inhibitor Aroma- tase (IA)……….. 42

6 Pengaruh Inhibitor Aromatase (IA) terhadap kandungan estra- diol-17β ……….. 47

7 a. Keadaan oosit dosis 2,5 mg setelah tujuh hari perlakuan... 49

b. Keadaan oosit dosis 7,5 mg setelah tujuh hari perlakuan... 49

c. Keadaan oosit dosis 12,5 mg setelah tujuh hari perlakuan... 50

d. Keadaan oosit kontrol setelah tujuh hari perlakuan ... 50

8 Alur kerangka pemikiran penelitian kehadiran pejantan dan pemberian Inhibitor Aromatase (IA) ... 57

9 Pengaruh kehadiran pejantan dan pemberian IA terhadap kandung- an hormon estradiol-17β ………... 64

10 Pengaruh kehadiran pejantan dan pemberian IA terhadap kandung- hormon 17α-hidroksiprogesteron ………. 64

11 Alur kerangka pemikiran penelitian kombinasi hCG dan IA……… 74

12 Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap kandungan hormon estradiol-17β ……… 81

13 Pengaruh kombinasi hCG dan IA terhadap kandungan hormon 17α-hidroksiprogesteron ………. 82


(17)

dimilikinya, meliputi warna, bentuk maupun sifat-sifat khusus lainnya, sehingga dapat memuaskan kebutuhan psikis penggemarnya. Kelebihan yang dimiliki ikan hias tadi telah membuat ikan hias mempunyai potensi ekonomi yang cukup tinggi. Oleh karena itu ikan hias sebagai salah satu potensi sumberdaya perairan Indonesia dapat terus dikembangkan menjadi salah satu komoditas alternatif yang cukup penting dalam bidang perikanan budidaya.

Ditinjau dari segi ekonomi, nilai ekspor ikan hias terus meningkat. Pada tahun 1991 nilai ekspor ikan hias mencapai US $ 7.981.000, Sedangkan pada tahun 2000 mencapai nilai US $ 9.510.000 atau meningkat 19,03 % (Director General of Aquaculture 2001). Ekspor ikan hias melonjak pesat pada tahun 2002 mencapai US $ 15 juta, dan sampai saat ini Indonesia hanya menguasai sekitar 6% pangsa ekspor ikan hias dunia, dibawah Singapura yang telah mencapai 38,5% (Putro et al. 2004).

Salah satu jenis ikan hias yang sangat populer adalah ikan mas koki (Carassius auratus). Ikan ini sangat digemari baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga mempunyai potensi pasar dalam negeri (pasar lokal daerah maupun regional), serta pasar luar negeri untuk ekspor.

Sampai saat ini upaya untuk memproduksi ikan mas koki masih dilakukan dengan cara tradisional yang sangat sederhana, sehingga keberhasilan pemijahannya masih rendah. Kegagalan pemijahan diduga karena dua faktor, yaitu faktor yang pertama adalah kegagalan dalam mempersiapkan induk yang benar-benar matang gonad dan siap dipijahkan, dan faktor yang kedua adalah kegagalan dalam merangsang induk sehingga terjadinya ovulasi.

Upaya untuk meningkatkan produksi ikan hias diawali dengan keberhasilan menerapkan teknologi reproduksi ikan untuk menghasilkan benih. Berbagai jenis teknologi reproduksi ikan yang telah diterapkan pada usaha pembenihan ikan hias air tawar antara lain dengan memanipulasi lingkungan perairan sampai penerapan hormonal.


(18)

sarang untuk meletakkan telurya, serta (4) keberadaan pejantan.

Selain faktor lingkungan, rekayasa berupa pemberian hormon steroid maupun hormon gonadotropin telah banyak diperkenalkan. Untuk merangsang perkembangan oosit agar dapat tumbuh sehingga induk siap untuk bereproduksi dapat diberikan estradiol-17β melalui pakan, implantasi sub kutan dan penyuntikan. Peningkatan kadar estradiol-17β di dalam darah akan menyebabkan umpan balik positif terhadap hipathalamus/hipofisa akibatnya akan terjadi pertumbuhan oosit. Dipihak lain estradiol-17β merangsang hati untuk meproduksi vitelogenin (VTG), VTG akan didesposisikan ke dalam oosit sehingga oosit tumbuh, pada akahirnya induk ikan siap untuk bereproduksi.

Untuk merangsang ovulasi ikan lele dumbo telah digunakan hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone). Untuk merangsang ovulasi pada Clarias batracus telah digunakan hCG (human Chorionic Gonadotropin), dan untuk merangsang ovulasi ikan mas koki (Carassius auratus) digunakan hCG, serta untuk merangsang ovulasi ikan jambal siam (Pangasius hypothalmus) telah digunakan implantasi LH-RH dan 17α-metiltestosteron. Penggunaan hormon gonadotropin untuk merangsang ovulasi pada ikan harganya cukup mahal.

Teknologi rekayasa reproduksi untuk merangsang agar ikan bereproduksi yaitu dengan hipofisasi. Namun demikian penggunaan hormon protein yang berasal dari hipofisis untuk merangsang ovulasi mempunyai kendala. Diantara kendala tersebut adalah pelaksanaan hipofisasi yang rumit, berpeluang untuk menularkan penyakit, dan karena molekul protein yang besar dapat menyebabkan respon kekebalan.

Seperti telah diketahui bahwa oogenesis terdiri dari dua tahap yaitu vitelogenesis dan matang tahap akhir. Pada tahap vitelogenesis atau tahap perkembangan oosit didahului terjadinya peningkatan produksi estradiol-17β di dalam sel granulosa yang dimediasi oleh enzim aromatase. Estradiol-l7β masuk ke dalam sistem vaskuler dan merangsang hati mensintesis dan mensekresikan VTG ke dalam peredaran darah, kemudian membran oosit mengikat VTG masuk ke


(19)

juga mempengaruhi sel granulosa mengaktifkan enzim 20β -hidroksisteroid-dehidrogenase (20β-HSD), sehingga aktivitas enzim meningkat dan mampu mengkonversi l7α-hidroksiprogesteron menjadi l7α,20β-dihidroksiprogesteron (l7α,20β-DP). Hormon steroid inilah yang berperan dalam pematangan oosit (Katsu et al. 1999; Nagahama, 1987; 1994 dan Nagahama et al. 1995). Fungsi LH dalam proses pematangan oosit juga menekan aktivitas aromatase. Akibatnya aktivitas aromatase berkurang sehingga terjadi pengurangan atau penghentian produksi estradiol-17β, dan terjadi peningkatan produksi testosteron (Fritzpatrick et al. 1997). Testosteron akan memberikan umpan balik positif terhadap gonadotropin, sehingga gonadotropin semakin melimpah dan akhirnya terjadi pematangan dan ovulasi oosit.

Berdasarkan proses fisiologi reproduksi telah diketahui bahwa masa transisi dari tahap vitelogenik ke tahap pematangan oosit adalah terjadinya perpindahan jalur, dari jalur penghambatan atau penghentian pembentukan estradiol-l7β, ke jalur sintesis atau peningkatan 17α,20β-dihidroksiprogesteron. Penggunaan inhibitor aromatase (IA) pada ikan salmon (Oncorhynchus kisutch) adalah untuk menghambat aktivitas enzim aromatase ternyata mampu merangsang oosit tahap vitelogenis menuju ke pematangan dan ovulasi (Afonso et al. 1999 a,b).

IA suatu zat non steroid yang dapat digunakan untuk menghambat/ menghentikan aktivitas enzim aromatase, inhibitor aromatase yang diberi nama anastrozole dan letrozole pada dosis 1-5 mg mampu menurunkan konsentrasi estradiol sebanyak 97-99% dan mempunyai waktu paruh berkisar antara 30-60 jam, serta mampu dimetabolisme di dalam hati (Holzer et al, 2006).

Berdasarkan keberhasilan penggunaan IA dalam proses vitelogenis menuju ke pematangan dan ovulasi, maka IA ini dapat digunakan sebagai bahan altematif untuk membantu merangsang ovulasi. Untuk itu perlu diadakan penelitian penggunaan IA sebagai upaya untuk optimalisasi dalam proses perkembangan,


(20)

Kerangka Pemikiran

Mekanisme hormonal untuk vitelogenesis, pematangan serta ovulasi oosit melibatkan Gn-RH, gonadotropin, estradiol-l7β, testosteron, 17α-20β dihidroksiprogesteron, dan aromatase. Pemberian estradiol-l7β dari luar dapat meningkatkan estradiol-l7β dalam tubuh, estradiol-l7β akan dibawa ke hati dan hati akan dirangsang untuk mensintesis VTG yang sangat penting dalam vitelogenesis, sehingga dapat memacu pertumbuhan oosit. Pertumbuhan oosit yang semakin besar menyebabkan estradiol-l7β semakin tinggi hal ini menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH (Follicle Stimulating hormone) dan umpan balik positif terhadap LH. Berkurangnya FSH dan meningkatnya LH menyebabkan penurunan aktivitas aromatase, akibatnya produksi estradiol-l7β turun dan meningkatkan produksi testosteron, kadar testostoteron yang tinggi dapat merangsang pematangan oosit. Dipihak lain peningkatan LH akan meningkatkan aktivitas 20β-HSD sehingga memacu peningkatan produksi 17α -20β dihidroksiprogesteron akibatnya terjadi pematangan yang diikuti ovulasi oosit. Pemberian AI dari luar akan menurunkan aktivitas aromatase akibatnya produksi estradiol-l7β turun dan meningkatkan produksi testosteron, keadaan ini diharapkan menyebabkan terjadinya pematangan dan ovulasi. Kehadiran pejantan dimaksudkan untuk merangsang sekresi LH, fungsi LH meningkatkan kinerja enzim 20β-HSD sehingga diharapkan terjadi peningkatan produksi 17α,20β -dehidroksiprogesteron dan akan menurunkan aktivitas enzim aromatase. Penambahan IA memungkinkan kerja LH dalam menurunkan enzim aromatase tadi akan diperkuat atau digantikan oleh IA, sehingga peranan LH dalam proses pematangan dan ovulasi oosit akan lebih efisien. Pemberian hCG dapat digunakan sebagai pengganti pejantan.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka telah dilakukan tahapan penelitian, sebagai berikut :

1. Pengaruh estradiol - 17β dan kehadiran pejantan terhadap perkembangan oosit dan ovulasi pada ikan mas koki (Carassius auratus).


(21)

ovulasi pada ikan mas koki (Carassius auratus)

4. Pengaruh kombinasi hCG (human Chorionic Gonadotropin) dan inhibitor aromatase (IA) terhadap kematangan oosit dan ovulasi pada ikan mas koki (Carassius auratus).


(22)

Otak Hipotalamus

Hipofisa

Sel Teka

Cholesterol

17 α- P

Testosteron

Sel Granulosa

20βHSD

17α, 20βDP P450aromBekerja

Estradiol 17β P450arom

dihambat

Inhibitor Aromatase (IA) Penelitian Tahap II

Perkembangan Oosit Pematangan Oosit

Pejantan & IA Penelitian Tahap III

Gbr 1. Alur kerangka pemikiran penggunaan estradiol-17βdan pejantan; IA; pejantan dan IA; serta kombinasi hCG dan IA.

hCG & IA Penelitian Tahap

IV

Ovulasi Gn-RH

Gonadotropin

GONAD

Umpan balik positif

Umpan balik positif

Estradiol- 17β dan pejantan Penelitian Tahap I


(23)

2. Mengetahui mekanisme penurunan estradiol 17β dan efeknya terhadap perkembangan oosit

3. Mendapatkan pematangan dan ovulasi oosit yang optimum melalui kehadiran pejantan dan penyuntikan IA, kombinasi hCG dan IA

Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah

1. Penyuntikan estradiol-17β meningkatkan proses perkembangan oosit.

2. Penyuntikan inhibitor aromatase (IA) menghambat kerja aromatase, sehingga terjadi penurunan hormon estradiol-17β dalam plasma darah.

3. Kombinasi kehadiran pejantan dan penyuntikan inhibitor aromatase (IA) akan meningkatkan proses pematangan dan ovulasi oosit.

4. Penyuntikan kombinasi hCG (human Chorionic Gonadotropin) dan IA akan meningkatkan proses pematangan dan ovulasi oosit.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan mendapatkan suatu cara mengoptimalkan reproduksi ikan mas koki (Carassius auratus) melalui penggunaan inhibitor aromatase, sehingga akan didapatkan pemijahan dan tingkat ovulasi yang tinggi disertai dengan fertilitas dan daya tetas telur yang tinggi.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi lkan Mas Koki (Carassius auratus)

Varietas Mas Koki

Berdasarkan riwayatnya ikan mas koki merupakan salah satu ikan hasil domestikasi tertua di dunia ikan ini sangat populer karena dapat di jumpai di toko-toko ikan hias di seluruh dunia (Axelrod dan Burges,1973). Menurut Kafuku dan Ikenoue (1983) ikan mas koki telah didomestikasi pada Zaman Dinasti Sung di China pada sekitar tahun 960 Masehi. Jenis ikan ini masuk ke Jepang pada sekitar tahun 1500 M dan masuk ke benua Eropa pada sekitar tahun 1700 Masehi.

Varietas mas koki telah berkembang sangat pesat mencapai ratusan varietas, namun beberapa varietas yang terkenal di China, Jepang, Eropa maupun Amerika. Menurut Andrews (1987); Kafuku and Ikenoue (1983); Paradise (1988), varietas yang terkenal itu antara lain

l. Ikan mas koki biasa atau Common goldfish atau di Jepang disebut wakin karena bentuk fisiknya masih seperti ikan karper krusian dan belum banyak mengalami perubahan. Warna dasarnya adalah biru, warna terbaik pada ikan ini adalah merah-oranye metalik tetapi tidak ada warna peraknya sedikitpun. Ikan ini mempunyai ekor terbelah menjadi dua (forked). Panjang total ikan dapat mencapai 8 inchi, aslinya berasal dari China.

2. Ikan mas koki berekor kipas atau juga disebut mas koki fantail atau lochoo, yang berasal dari China, dan masuk ke Jepang melalui pulau Ryukyu, sehingga oleh masyarakat Jepang menyebutnya ryukin. Ekornya bersirip kembar, bentuknya mekar dan panjang, panjang sirip ekor melebihi panjang tubuhnya. Panjang totalnya dapat mencapai 3,5 inchi.

3. Ikan mas koki berekor rumbai atau juga disebut mas koki veiltail. Orang sering keliru membedakan antara ikan mas koki kipas dan mas koki rumbai. Untuk membedakannya sangat mudah yaitu sirip ekor pada ikan mas koki rumbai sangat panjang dan terbelah menjadi dua (kembar), sirip ekornya sangat panjang dan bahkan kelihatan mengantung ke bawah, juga mempunyai sirip punggung yang tinggi.


(25)

4. Ikan mas koki teleskop atau di Jepang disebut juga demekin. Ciri khas dari ikan ini adalah matanya yang mencuat keluar, sehingga seolah-olah matanya memakai teleskop. Perkawinan antara mas koki lionhead ranchu dan mas koki teleskop menghasilkan ikan mas koki demerancu.

5. Ikan mas koki oranda adalah ikan yang mempunyai kepala mirip kepala singa, namun mempunyai sirip punggung. Warna oranda yang terkenal adalah tancho

oranda yang badannnya berwarna putih, dan di atas kepalanya terdapat warna

merah.

6. Ikan mas koki kepala singa atau lion head. Ikan ini mempunyai kepala mirip kepala singa, namun tidak mempunyai sirip punggung, sirip anal dan sirip ekor pendek dan kaku.

7. lkan mas koki nirwana atau celestial. Ciri khas ikan ini terletak pada bentuk pupil matanya yang menghadap keatas. Karena lokasi matanya yang demikian menyebabkan ikan ini sulit memenangkan kompetisi pakan dengan ikan lain. Oleh karena itu ikan ini hanya cocok dipelihara dengan varietas yang sama. Ciri lain adalah warnanya oranye metalik, dan tidak mempunyai sirip punggung. 8. Ikan mas koki burik. Ciri khas dari ikan ini adalah warnanya. Hampir semua

warna yang dimiliki ikan mas koki dapat muncul. Varietas mas koki burik yang terkenal adalah shubunkin bristol, yang muncul di Jepang sekitar tahun 1900, dan

shubunkin London. Kedua ikan tadi sekilas nampak hampir sama, yang

membedakannya adalah sirip dan ekor shubunkin bristol lebih panjang dibandingkan dengan shubunkin London.

9. Ikan mas Komet. Keunikan ikan ini terletak pada ekornya yang berbentuk seperti garpu, memanjang dan lebih panjang dari pada badannya. Karena ekornya yang memanjang ini maka disebut komet.

10. Ikan mas koki mata balon atau bubble eyes. Ciri khas dari ikan ini adalah bentuk matanya normal, namun pelupuknya menggelembung seperti balon. Gelembung ini mulai tumbuh setelah ikan berumur tiga bulan. Ciri lainnya adalah ikan ini tidak mempunyai sirip punggung.


(26)

ll. Ikan mas koki sisik mutiara atau mas koki mutiara. Ciri khas dari ikan ini sisiknya seperti mutiara, muncul di permukaan kulit, kalau diraba terasa berbintil, sisik ini tumbuh sejak burayak.

12. Ikan mas koki moor atau black moor. Ciri khas ikan aclalah warnanya yang hitam kelam, pada usia muda ikan ini berwarna coklat kemerahan. Adapun ekornya seperti kipas atau fantail dan matanya berkembang seperti mas koki teleskop.

Jenis-jenis ikan mas koki fantail maupunveiltail di Indonesia disebut ikan mas koki tosa, dan saat ini telah berkembang mas koki tosa yang berekor pendek disebut tosakin.

Reproduksi Ikan Mas Koki

Dalam usaha pembenihan ikan kesuksesan pemilihan induk sangat menentukan keberhasilan pemijahan ikan. Berdasarkan teori pematangan oosit maka induk ikan yang terpilih adalah induk yang sudah matang gonad; secara fisiologis oosit telah tumbuh penuh, diameter mencapai ukuran maksimal (Harvey dan Hoar, 1979; Lam, 1985; Yamashita 2000; Woynarovich dan Horvath, 1980).

lkan mas koki jantan yang matang gonad ditandai dengan munculnya tubercles

atau bintil-bintil di daerah tutup insangnya atau pada pangkal sirip dadanya. Kalau diraba di daerah tersebut terasa kasar seperti ada butiran kecil menempel; sedangkan mas koki betina yang matang gonad ditandai dengan perutnya yang gendut penuh dengan telur, dan terasa lunak (Andrews, 1987; Axelrod dan Burgess, 1973; dan Paradise, 1988). Untuk lebih meyakinkan maka induk dan pejantan terpilih ditangkap kemudian perutnya diurut dengan jari. Pejantan yang matang gonad akan keluar cairan putih berisi sperma dari saluran urogenetalisnya, dan yang betina akan mengeluarkan sedikit butiran telur berwarna kekuningan (Paradise, 1988).

Teknik pemijahan ikan mas koki menurut Paradise (1988) dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode alamiah dan perkembangbiakan buatan. Metode alamiah dapat dilakukan dengan menggunakan akuarium maupun di kolam. Sementara itu perkembangbiakan buatan dapat dilakukan dengan mengurut pejantan


(27)

dan betina sehingga dapat dikoleksi sperma dan sel telur kemudian dicampur sehingga terjadi pembuahan.

Pemijahan ikan mas koki di dalam akuarium dapat dilakukan dengan aquarium yang berukuran minimal sebesar 60x30x30 cm (panjang x lebar x tinggi). Perbandingan jumlah jantan : betina sebanyak 2:1 artinya dua pejantan dengan satu betina untuk sistem berpasangan, atau 1:1 artinya satu jantan dan satu betina untuk pemijahan masal (Andrews, 1987).

Ikan mas koki merupakan spesies multi spawner yaitu memijah beberapa kali dalam satu musim pemijahan. Oleh karena itu ikan ini mempunyai tipe ovarium yang berisi oosit pada tahap perkembangan yang berbeda (Yoshiura et al. 1997).

Pakan Ikan Mas Koki

lkan mas koki termasuk pemakan segalanya (omnivorua), baik sumber pakan yang berasal dari nabati maupun hewani. Sumber pakan nabati berupa dedaunan dari tumbuhan air, sedangkan sumber pakan hewani berupa cacing sutera (tubifex), dafnia, moina maupun jentik nyamuk. Berbagai bentuk pakan buatan seperti flakes

(serpihan kecil); bubuk maupun pelet (butiran) juga cocok untuk pemeliharaan mas koki (Kafuku dan Ikenoue, 1983; dan Paradise, 1988).

Gonad dan Perkembangan Oosit

Organ kelamin atau gonad betina disebut ovarium dan terletak di bagian dorsokaudal dari tubuh ikan. Ovarium berbentuk bulat panjang, dengan sumbu memanjang ke arah horizontal. Apabila ovarium ini dipotong melintang maka nampak susunan sel yang mencakup selubung folikel yang terdiri atas sel-sel granulosa, sel-sel theka, zona radiata dan sel telur itu sendiri (Harvey dan Hoar, 1979; Reding dan Patino, 1993). Sementara itu Smith (1982) menyatakan bahwa susunan ovarium ikan trout dari luar ke dalam dengan menggunakan mikroskop elektron terdiri atas: sel-sel theka, membran ropria folliculi; sel-sel folikel; zona pellusida; zona radiata dan oosit.


(28)

Untuk mempelajari perkembangan telur ikan mas koki belum tersedia data yang cukup, sebagai pembanding dipelajari perkembangan sel telur ikan mas. Menurut Woynarovich dan Horvath (1980) perkembangan telur ikan mas dibagi dalam tahap-tahap di bawah ini

'l'ahap I: Sel benih atau primitive egg cells (ovogonium atau archovogonium) berukuran sangat kecil (antara 8-12 µm), perbanyakan sel ini melalui pembelahan mitosis.

Tahap II : Sel epitel benih mulai tumbuh dengan ukuran antara 12-20 µm, yang dibungkus oleh folikel. Fungsi folikel nanti sebagai tempat asuhan dan perlindungan dalam perkembangan sel telur. Pada awalnya selubung folikel ini hanya satu lapis (folikel primer) kemudian akan menjadi dua lapis (folikel sekunder).

Tahap III. Selama tahap ini, sel telur telah tumbuh semakin besar ukuran mencapai antara 40-200 µm, dan ditutup oleh folikel.

Tahap pertama perkembangan sel telur pada tiga tahap di atas merupakan tahap pendahuluan, yang merupakan tahap awal akumulasi nutrien dalam perkembangan sel telur ikan. Oleh karena itu, calon induk ikan selain ditempatkan pada lingkungan yang cocok, juga harus mendapat pakan yang bergizi tinggi, agar kuantitas maupun kualitas telur sesuai yang diharapkan.

Tahap IV : Selama tahap ini produksi dan akumulasi kuning telur dimulai, proses ini disebut vitellogenesis. Telur terus berkembang sampai mencapai ukuran 200-350µm sebagai akibat dari akumulasi materi lipoid dalam sitoplasmanya.

Tahap V: Tahap ini dinamai fase vitelogenesis kedua; sitoplasma sekarang penuh butiran lipoid dan kuning telur. Telur telah mencapai ukuran 350-500 µm. Tahap VI:Tahap ini adalah fase vitelogenesis ketiga; pada fase ini kuning telur

mendesak butiran lipoid ke arah tepi dari sel, dan sekarang lingkaran kedua mulai dibentuk. Inti sel membentuk membran yang disintesis dari protein dan akumulasi nutrien. Ukuran telur mencapai 600-900 µm.


(29)

Tahap VII:Proses vitelogenesis telah selesai dan ukuran telur mencapai 900-1.000 µm. Pada saat akumulasi kuning telur selesai, nukleolus masuk ke tengah inti. Pada tahap ini mikrofil (lobang masuknya spermatozoa) mulai berkembang. Tahap ini disebut fase dorman atau fase istirahat karena sampai beberapa bulan sel telur tidak mengalami perubahan, menunggu kondisi lingkungan baik. Apabila kondisi lingkungan telah memungkinkan maka induk-induk tersebut akan berovulasi, sebaliknya kalau kondisi tidak memungkinkan ovulasi maka sel-sel telur tadi akan diserap kembali. Tahap IV,V,VI,VII merupakan tahap vitellogenesis maka calon induk ikan selain ditempatkan pada lingkungan yang cocok, juga harus diberikan pakan yang bergizi tinggi, agar kuantitas maupun kualitas telur sesuai yang diharapkan. Menurut Linhart

et al. (1995) komposisi telur ikan mas terdiri atas 64,9-75% air, 17,6-27,7% protein

2,2-7,3 lemak dan 1,4-2.2% abu.

Peranan estradiol-l7β dalam perkembangan oosit (vitellogenesis)

Perkembangan oosit terjadi karena peran dari Gonadotropic Hormone (GTH) atau gonadotropin. GTH yang berperanan dalam aktivitas gonad adalah follicle

stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH). Setiap jenis hormon tadi

terdiri atas dua sub unit glikoprotein. FSH bertanggung jawab terhadap perkembangan oosit (vitelogenesis) dan LH sebagai pemicu kematangan oosit (Nagahama 1987 dan Nagahama et al. 1995).

Ikan mas koki merupakan jenis ikan multi spawner yaitu dalam satu musim pemijahan terjadi memijah beberapa kali, sehingga dalam ovariumnya terdapat berbagai tingkatan oositnya, hal ini terjadi karena FSH dan LH pada ikan mas koki disintesis pada setiap tahapan pertumbuhan gonad (Yoshiura et al. 1997). Menurut Fostier et al. (1983) empat hari setelah ovulasi maka akan mulai terlihat terjadi peningkatan GTH. Hal tersebut terjadi karena estradiol 17β juga mulai meningkat. Besarnya kandungan estradiol-17β dalam plasma darah pada ikan salmon pada tahap awal vitelogenesis sebesar 10 ng/ml terus meningkat sampai pada tahap akhir


(30)

pada ikan cod tahap vitelogenesis berkisar antara 6,2-30 ng/ml (Kjesbu et al. 1996). Adapun konsentrasi estradiol-l7β di dalam darah pada ikan coho salmon

(Oncorhynchus kisutch) tahap vitelogenesis berkisar antara 7,69-13,80 ng/ml (Afonso

et al. 1999a ). Menurut Afonso et al. (1999b), konsentrasi estradiol-17β pada ikan

coho salmon yang siap memijah berkisar antara 28,60-45,30 ng/ml. Kadar estradiol-l7β yang semakin tinggi akan memacu meningkatkan GTH dan VTG akibatnya oosit tumbuh maksimal.

Peningkatan estradiol-17β akan merangsang hati untuk memproduksi vitelogenin (VTG) kemudian dirembeskan kedalam darah dan akan didesposisikan kedalam oosit (Gambar 2). Adapun proses masuknya vitelogenin (VTG) kedalam oosit dijelaskan Rodriguez et al. (1996) sebagai berikut. Vitelogenin masuk kedalam oosit melalui cara endositosis spesifik protein. VTG disintesis didalam hati secara kontinyu, dan merupakan bahan utama prekursor kuning telur. Vitelogenin yang di sintesis di dalam hati, untuk mencapai ovari melalui aliran darah dan secara selektip diambil pada saat pertumbuhan oosit, dan masuk kedalam folikel oosit melalui pembuluh kapiler yang terletak di dalam sel teka. VTG mencapai germinal sel melewati basal lamina, ruang antar sel granulosa, dan kemudian masuk ke dalam ekstra seluler dari epitel granulosa, dan terus melewati oosit microvillosites dalam saluran zona radiata sampai oolemma.

Matsubara dan Sawano (1995) yang menyatakan bahwa pada ikan Barfin flounder, VTG masuk kedalam oosit dalam tiga bentuk yaitu lipovitelin dengan berat molekul 410 kDa, fosvitin 38kDa dan β-komponen 19kDa, pada saat maturasi MIH mengaktifkan enzim proteolitik sehingga akan menyebabkan terjadinya pembelahan VTG menjadi lipovitelin 170 kDa, akibatnya oosit mempunyai substrat sebagai energi aerobik untuk osmotik pada saat hidrasi dan awal perkembangan embrio.

Penumpukan kuning telur dilakukan terus menerus sampai sel telur atau ovum mencapai ukuran tertentu, setelah sel telur mencapai ukuran tertentu maka inti sel akan ditarik ke tengah, dan telur mengalami masa istirahat (fase dorman), pada fase dorman ini biasanya ikan disebut telah matang gonad. Lama waktu fase ini secara


(31)

alamiah ditentukan oleh musim. Ukuran diameter telur ikan mas koki sekitar 0,7 mm (Kafuku dan Ikenoe, 1983).

Gambar 2. Proses perkembangan oosit ikan (Sumber Matsubara dan Sawano, 1995)

Peranan testosteron dalam proses pematangan oosit

Gonadotropin merangsang sel-sel teka melalui sistem cAMP untuk memproduksi testosteron. Testosteron yang terbentuk akan dikonversi menjadi estradiol-17β di dalam sel granulosa melalui aktivasi aromatase. Keberadaan estradiol-l7β menyebabkan terjadinya perkembangan oosit, semakin tinggi produksi estradiol-l7β menyebabkan oosit berkembang semakin besar, dan akan terjadi umpan balik negatif terhadap gonadotropin terutama FSH dan umpan balik positif terhadap LH. Penurunan FSH menyebabkan terjadi penurunan aktivitas aromatase akibatnya terjadi penurunan estradiol-l7β dan terjadi peningkatan testosteron. Peningkatan LH akan berakibat pada peningkatan aktivitas 20β HSD sehingga terjadi peningkatan produksi 17α-21β-dihidroksiprogesteron hal ini akan memacu pematangan oosit..


(32)

Menurut Joy et al. (2000) penyuntikan testosteron 0,25 dan 0,5 μg/g b.t pada Clarias

batrachus betina setiap hari menyebabkan peningkatan LH pada minggu ke empat hal

ini berarti terjadi umpan balik positip, sedangkan pada dosis 1 μg/g b.t. justru terjadi umpan balik negatif.

Menurut Zairin (1993) penyuntikan hCG pada ikan lele akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi testosteron, dan mencapai puncaknya 38,3 ng/ml setelah 4 jam penyuntikan, kemudian terjadi penurunan yang diikuti peningkatan produksi 17α-21β-dihidroksiprogesteron yang mencapai puncak produksi setelah l2 jam penyuntikan. Setelah itu terjadi GVBD (germinal vesicle break down), yang diikuti ovulasi.

Peranan Aromatase dan Inhibitor Aromatase dalam Pematangan Oosit

Aromatase merupakan anggota dari sitokrom P450 yang berisi enzim kompleks. Enzim ini mengkatalisis tahap akhir proses pembentukan estrogen yaitu hidrosilaksi androstenedion menjadi estron dan testosteron menjadi estradiol-17β. Aktivitas enzim ini dapat dilihat didalam ovari, jaringan adiposa, plasenta, otak, otot, fibroblas, osteoblas, hati dan payudara. (Holzer et al. 2006).

Seiring dengan perkembangan oosit di dalam folikel ovarium maka gonadotropin .juga berpengaruh terhadap biosintesis hormon-hormon steroid. Proses biosintesis hormon steroid dimediasi oleh hidroksisteroid dehidogenase dan sitokrom P-450.

Nagahama et al. (1995) menyatakan bahwa dalam biosintesis hormon steroid di dalam sel teka dan sel granulosa ikan salmon, telah diidentifikasi adanya tiga buah hidroksisteroid dehidrogenase dan empat buah sitokrom. Fungsi dari masing-masing hidroksisteroid dehidrogenase adalah sebagai berikut :

1. 3β-hidroksisteroid dehidrogenase-isomerase (3β-HSD), berperan dalam pem-bentukan progesteron dari pregnenolon.

2. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (l7β-HSD), berperan dalam pembentukan 17α - 20β -hidroxy-4-pregnen-3-one dari 17α -hidroksiprogesteron.


(33)

3. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (l7β-HSD), berperan mengubah androstenedion menjadi testosteron.

Sedangkan fungsi masing-masing sitokrom dalam biosintesis steroid adalah sebagai berikut :

l. P-450scc atau cholesterol side-chain clevage sitokrom P-450, berperan dalam pembentukan pregnenolon dari kholesterol.

2. P-45017α atau P-450 17α hidrolase, berperan dalam pembentukan l7α hidroksi

progesteron dari progesteron.

3. P-45017,20 lyase atau P-450 17,20 lyase berperan dalam pembentukan

androste-nedion dari 17α hidroksi progesteron.

4. P-450 arom atau aromatase sitokrom P-450, berperan dalam pembentukan estradiol

l7β dari testosteron.

Pada hewan mamalia, Fitzpatrick et al. (l997) menyatakan bahwa aktivitas P-450arom di dalam sel granulosa dirangsang oleh folikel stimulating hormone (FSH),

dan aktivitas p-450arom pada mamalia menurun drastis apabila ditambah dengan

luteinizing hormone (LH). Sumber hormon yang memiliki potensi LH yang amat kuat adalah hCG/human chorionic gonadotropin (Partodihardjo, l987). Hormon ini telah digunakan untuk induksi ovulasi pada beberapa jenis lele Afrika (Eding et al. 1982; Mollah dan Tan, 1983). hCG juga digunakan untuk merangsang ovulasi pada Clarias

butrachus (Zairin, 1993), serta untuk merangsang ovulasi ikan mas koki Carassius

auratus (Carman, 1992).

Aktivitas aromatase pada ikan, meningkat dan mencapai puncaknya pada pascavitelogenesis, setelah mencapai pascavitelogenesis produksi estradiol-17β akan menurun drastis, demikian juga aktivitas aromatase. (Nagahama et al, 1995). Menurunnya produksi estradiol-17β dan aktivitas aromatase, ternyata diikuti peningkatan l7α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) sehingga oosit rnengalami GVBD dan berakhir pada ovulasi.


(34)

Inhibitor aromatase (IA) suatu zat non steroid yang dapat digunakan untuk menghambat/menghentikan aktivitas enzim aromatase. Menurut Kitano et al. (2000) penggunaan inhibitor aromatase menyebabkan tertekannya ekpresi gen P-450 arom,

sehingga produksi estrogen berkurang dan produksi testoteron meningkat.

Beberapa tahun terakhir ini aromatase inhibitor telah digunakan sebagai perlakuan tambahan dalam mengobati kanker payudara. Anastrozole dan letrozole merupakan jenis inhibitor aromatase pada dosis 1-5 mg mampu menurunkan level estradiol-17β sebanyak 97-99%, dan mempunyai waktu paruh berkisar antara 30-60 jam, serta mampu dimetabolisme didalam hati (Holzer et al. 2006).

Inhibitor aromatase mampu membloking produksi estrogen dengan menghambat proses aromatisasi pada hipothalamus-hipophisis-gonad axis dari umpan balik negatif estrogen, hasilnya sekresi FSH meningkat merangsang perkembangan ovari sampai terjadinya ovulasi, sehingga IA dapat digunakan sebagai induksi ovulasi (Holzer et al. 2006 dan Casper dan Mitwally, 2006). Karena kemampuan IA membloking produksi estrogen dengan menghambat proses aromatisasi pada hipothalamus-hipophisis-gonad axis dari umpan balik negatif estrogen dengan hasilnya sekresi FSH meningkat, maka IA dapat digunakan sebagai perlakuan tambahan dengan gonadotropin (Holzer et al. 2006 dan Casper dan Mitwally, 2006). Penggunaan IA dengan gonadotropin untuk induksi ovulasi mampu menurunkan dosis pada penggunaan gonadotropin (Casper dan Mitwally, 2006). Menurut Casper dan Mitwally (2002) menyatakan bahwa IA meningkatkan kemampuan respon ovarium terhadap folikel stimulating hormon.

Menurut Afonso et al. (1999b.) penyuntikan inhibitor aromatase dengan dosis l0,00 mg/kg pada induk ikan coho salmon siap memijah, menurunkan produksi estradiol-l7β setelah penyuntikan, produksi testosteron meningkat mencapai puncaknya atau sebesar 294 ng/ml setelah 96 jam setelah penyuntikan, produksi 17α,20βdihidroksi-4-pregnen-3-one (l7α,20β-DP) mulai meningkat pada 6 jam setelah penyuntikan, dan rnencapai puncaknya atau sebesar 733,4 ng/ml 192 jam setelah penyuntikan. Pada hari ke-l0 setelah penyuntikan mulai terjadi ovulasi sebanyak 67%, dan tingkat fertilitasnya mencapai 85%.


(35)

Penyuntikan induk ikan coho salmon (Oncorhynchus kisutch) pada tahap vitelogenesis menurut Afonso (1999a) menurunkan estradiol-17β, meningkatkan 17α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) dan testoteron. Juga terjadi penghambatan perkembangan oosit, serta banyak ditemui oosiot yang mengalami atresi. Atresi juga terjadi apabila gonad kekurangan hormon gonadotropin (Woynarovich dan Horvath, 1981). Hong dan Donaldson (1998) menyatakan bahwa implantasi IA dengan dosis 100mg/kg berat tubuh pada 44 hari perlakuan telah terjadi atresi pada gonad ikan coho salmon. Menurut Carnevali et al. (1999) menyatakan bahwa oosit kuning telur dapat dipecah kemudian diserap kembali karena aktivitas enzim proteolitik, enzim proteolitik cathepsin B dan D mulai ditemukan pada oosit ikan kakap yang berukuran 0,2-0,3 mm atau pada tahap awal vitelogenesis, dan cathepsin L mulai ditemukan pertengahan vitelogenesis sampai akhir vitelogenesis.

Peranan Gonadotropic Hormone (GTH ) dalam Pematangan Oosit

a. Peranan Gonadotropic hormone (GTH) sebagai media primer dalam

pematangan oosit

Pada berbagai spesies ikan termasuk ikan mas koki, ikan mas dan sejumlah ikan teleos lainnya, gonad dapat dirangsang untuk matang dan berovulasi dengan penyuntikan gonadotropin dari berbagai sumber. Menurut Nagahama (1994) dan Nagahama et al. (1995) proses pematangan oosit terjadi akibat rangsangan gonadotropin pada folikel, kemudian terjadi proses pembentukan hormon-hormon steroid. Pada sel theka membentuk 17α-hidroksiprogesteron dan pada sel granulosa terbentuk I7α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one, dan hormon steroid yang terakhir inilah yang mempunyai peranan sebagai mediator kematangan oosit lebih lanjut.

b. Maturation-Inducing Hormone (MIH) sebagai mediator kedua pada

pematangan oosit

Pada sejumlah spesies ikan teleos, telah dapat ditunjukkan secara in vitro bahwa hormon steroid C21 mempunyai potensi sebagai insiator untuk merangsang


(36)

ternyata mampu merangsang terjadinya kematangan oosit. Yamashita (2000); (Nagahama, 1997) menyatakan bahwa hormon steroid yang berperan dalam merangsang GVBD pada oosit disebut Maturation-lnducing Hormone (MIH), MIH merupakan suatu hormon steroid misalnya 17α, 20B-dihidroksi-4-pregnen-3-one, yang akan berinteraksi dengan suatu ikatan reseptor membran pada permukaan oosit. MIH diterima pada permukaan masuk kedalam sitoplasma dengan bantuan GT'P-binding protein (G-proteins), rangsangan MIH pada akhirnya akan menghasilkan, membentuk dan mengaktifkan apa yang disebut

Maturation-Promoting Factor(MPF).

Banyak sekali hormon steroid C21 namun menurut Nagahama et al. (1995)

yang telah diidentifikasi oleh para peneliti secara natural yang dapat berfungsi sebagai maturation-inducing hormone (MIH) pada ikan antara lain l7α,20β -dihidroksi-4-pregnen-3-one (l7α,20β-DP) dalam amago salmon (Nagahama dan Adachi 1985); 17α,20β,21-trihidroksi-4-prenen-3-one (20β dihidro-11-deoxy-cortisol, 20β-S) pada ikan Atlantic croaker (Micropogonias undulatus) dan spotted seatrout (Cynoscion nebulosus) (Trant et al. 1986; Trant dan Thomas, 1988, 1989; Thomas dan Trant, 1989). Testosteron merupakan steroid C19 juga

dapat merangsang terjadinya GVBD pada konsentrasi yang tinggi, sedangkan estradiol-l7β dan steroid C18 lainnya secara umum tidak efektif dalam

merangsang kematangan oosit pada ikan.

c. Maturation-Promoting Factor (MPF) sebagai mediator ketiga pada kematangan oosit

Yamashita et al. (1995); Yamashita (1998); Yamashita et al. (2000); Yamashita (2000) menyatakan bahwa Maturation-Promoting Factor (MPF)

merupakan kompleks dari Cdc2 (suatu sub unit katalitik) dan cyclin B (suatu sub unit regulator/pengatur). Lebih lanjut dijelaskan bahwa aktivitas MPF dikontrol oleh modifikasi biokimiawi secara molekuler melalui penghambatan fosforilasi dari Cdc2 pada threonin 14/tyrosin 15 (T14/Yl5) oleh Weel dan Myt 1, dan diaktifkan melalui fosforilasi pada treonin 161 (Ti61) oleh Cyclin-dependent


(37)

kinase aktivating kinase atau CAK setelah itu kemudian akan terbentuk suatu ikatan kompleks dari Cdc2 dan cyclin B.

MPF rnemberikan aksi yang dominan dalam merangsang proses mitosis M-phase pada semua sel eukariotik. MPF disimpan di dalam oosit yang belum matang dalam bentuk inaktif yang disebut pra-MPF, namun kelimpahannya di dalam oosit berbeda dari satu species ke species lainnya. Sebagai contoh, menurut Yamashita et al. (1995), oosit ikan mas koki yang belum matang

(immature) hanya berisi monomerik 35-kDa cdc2 dalam keadaan tidak aktif,

sedangkan cyclin B tidak ada, adapun jumlah monomerik 35-kDa cdc2 mendekati 1,5 μM. Tetapi pada oosit sejenis katak Afrika Xenopus laevis menurut Yamashita (2000) terdapat pra-MPF (cdc2 dan cyclin B) yang melimpah sehingga cukup dapat menyebabkan kematangan oosit. Oosit tikus berisi pra-MPF yang sangat terbatas, namun masih cukup untuk melangsungkan GVBD tetapi tidak untuk proses kematangan oosit lebih lanjut, dan oosit dari ikan dan amfibi selain katak Afrika Xenopus laevis tidak terdapat pra-MPF. Hasil penelitian pada kematangan oosit terdapat kejadian yang menunjukkan bahwa oosit yang berisi pra-MPF cukup untuk kematangan oosit; ternyata MPF baru harus dibuat untuk memberikan rangsangan awal kematangan oosit walaupun pada saat yang sama pra-MPF melimpah, pra-MPF dibentuk melalui proses de novo dari cyclin B yang dirangsang oleh MIH selama proses kematangan oosit pada kondisi normal. Mekanisme molekuler pembentukan MPF selama proses pematangan oosit bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya, walaupun strukturnya ada di dalam setiap sel eukariotik.

d. Mekanisme Pertumbuhan, Pematangan dan Ovulasi Oosit

Mekanisme hormonal untuk vitelogenesis, pematangan serta ovulasi oosit melibatkan Gn-RH, gonadotropin, estradiol-l7β, testosteron, 17α-20β dihidroksiprogesteron, dan aromatase. Gonadotropin merangsang sel-sel teka melalui sistem cAMP untuk memproduksi testosteron. Testosteron yang


(38)

aktivasi aromatase. Keberadaan estradiol-l7β menyebabkan terjadinya umpan balik positif terhadap GTH, pada awal perkembangan oosit setelah ovulasi terjadi peningkatan GTH diikuti peningkatan estradiol-l7β (Fostier et al. 1983), semakin tinggi produksi estrogen menyebabkan oosit berkembang semakin besar (Afonso

et al. 1999a; Kjesbu et al. 1996; Nagahama et al. 1995). Estradiol-17β akan

merangsang hati untuk memproduksi vitelogenin (VTG), dirembeskan kedalam darah dan akan didesposisikan kedalam oosit (Gambar 2). Dipihatk lain estradiol -17β yang semakin tinggi akan menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH dan umpan balik positif terhadap LH. Umpan balik negatif terhadap FSH ber akibat pada penurunan aktivitas aromatase yang diikuti penurunan produksi estradiol-17β. Puncak aktivitas aromatase pada ikan tercapai pada pascavitelogenesis, setelah mencapai pascavitelogenesis aktivitas aromatase akan menurun drastis yang diikuti penurunan produksi estradiol-17β (Nagahama et al.

1995). Akibat aktivitas aromatase yang menurun terjadi penumpukan testosteron, sehingga terjadi umpan balik positip terhadap gonadotropin terutama LH (Joy et al. 2000).

Menurut Nagahama (1994) dan Nagahama et al. (1995) proses pematangan oosit terjadi karena rangsangan LH pada folikel, kemudian terjadi proses pembentukan hormon steroid, pada sel theka membentuk 17α -Hidroksiprogesteron dan pada sel granulosa terbentuk I7α,20β -Dihidroksi-4-pregnen-3-one, dan hormon steroid yang terakhir inilah yang mempunyai peranan sebagai mediator kematangan oosit lebih lanjut. Menurunnya produksi estradiol-17β dan aktivitas aromatase, ternyata diikuti peningkatan testosteron, l7α,20β -dihidroksi-4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) sehingga oosit mengalami GVBD dan berakhir pada ovulasi.

Ovulasi terjadi karena peran dari hormon adrenalin dan prostaglandin, mekanisme ovulasi menurut Epler (1981) menyatakan bahwa setelah sel telur masak, maka tanda kematangannya disampaikan ke pusat syaraf, kemudian dari pusat syaraf tadi terjadilah proses sehingga terlepaslah hormon adrenalin, dan


(39)

hormon adrenalin ini akan ikut merangasang selaput folikel (follicle envelope) mensintesa prostaglandin F2α (PGF2α). Dengan adanya prostaglandin F2α ini maka terjadilah kontraksi folikel, sehingga terjadilah ovulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Afonso LOB, Iwama GK, Smith J, Donaldson EM.1999a. Effect of aromatase inhibitor fadrozol on plasma sex steroid secretion and oocyte maturation in female coho salmon (Onchorynchus kisutch) during vitellogenesis. Fish

Physiol. Biochem 20 : 231-241.

Afonso LOB, Iwama GK, Smith J, Donaldson EM.1999b. Effect of aromatasc inhibitor fadrozol on plasma sex steroid secretion and ovulation rate in female coho salmon, Onchorynchus kisutch close to final maturation. Gen Comp

Endocrinol 113: 221-229.

Andrews C. 1987. A Fishkeeper's Guide To Fancy Goldfishes. Salamander. Books Ltd. Published by Tetra Press, 201 Tabor Road, Morris Plains. New Jork.. Axelrod H, Burgess L. 1973. Breeding Aquarium Fishes. TFH Publications Inc.

Ltd.

Carnevali O, Carletta R, Cambi A, Vita A, Bromage N.1999. Yolk Formation and Degradation during Oocyte Maturation in Seabream Sparus aurata: Involvement of Two Lysosomal Proteins. Biol of Reprod 60: 140-146

Casper R, Mitwally, MFM. 2006. Aromatase inhibitor for ovulation induction. J

Clinic Endocrinol Metabol. 91, 3: 760-771.

Director General of Aquaculture. 2001. Present status and the development of aquaculture in Indonesia. Seminar Akuakultur Indonesia 2001 Tgl.30-31 Oktober 2001 Di Semarang.

Eding EH, Jonssen JAL, Staarman GHJK, Richter CJJ, 1982. Effects of human chorionic gonadotropin (hCG) on maturation and ovulation of oocyte in the catfish Clarias hazepa (C & V). Proceedings of the Intemational Symposium

on Reproductive Physiology of Fish. Wageningen, Netherlands. hlm: 195.

Epler Piot. 1981. Effect of steroid and gonadotropic hormone on the maturation mechanism of carp oocyte maturation and ovulation. Pol. Arch. Hydrobiol. 28 : 127-133.


(40)

Fostier A, Jalabert B, Billard R, Breton B, and Zohar Y. 1983. The gonadal steroids. in : Fish Physiology edited by W.S. Hoar, D.J. Randall, E.M. Donalson. Volume IX. Academic Press. Inc. pp .277-372.

Fritzpatrick L, Susan LC, Diana LR, Richards JS. 1997. Expression of aromatase in the ovary: Down-regulation of mRNA by the ovulatory luteinizing hormone surge. Steroids 62 : 197-206.

Harvey BJ, Hoar WS. 1979. The theory and practice of induced breeding in fish. National Research Council of Canada, Ottawa.

Holzer H, Casper RF, Tulandi T. 2006 A new era in ovulation induction. Fertil Steril

85. 2: 277-284.

Hong W, Donaldson EM. 1998. Effect of the aromatase inhibitor fadrozole on gonadal development in coho salmon, Oncorhynchus kisutch. Asian Fisheries

Science 10 : 339-345.

Joy KP, Singh MS, Senthilkumaran B, Goos HJTh. 2000. Gonadal relationship in the Catfish Clarias batrachus (L) : A study correlating gonadotropin-II and sex steroid dynamics. Zoo. Sci 17: 395-404.

Kafuku T, Ikenoue H. 1983. Modern Methods of Aquaculture in Japan. Goldfish

(Carussius auratus) Culture. Elsevier Scientific Pub. Co.

Katsu Y, Yamashita M, Nagahama Y. 1999. Translational regulation of cyclin B mRNA by l7α,20B-dihydroxy-4-pregnen-3-one (maturation-inducing hormone) during oocyte maturation in a teleost fish, the goldfish (Carassius

auratus). Mol and Cell Endocrinol 158 :79-85.

Kitano T, Takamune K, Nagahama Y, Abe SI. 2000. Aromatse inhibitor and 17α -methyltestosterone cause sex reversal from genetical females to phenotypic males and suppresion of P450 aromatase gene expression in Japanese Flounder

(Paralichthys olivaceus). Mol Reprod Dev 56:1-5.

Kjesbu OS, Kryvi H, Norberg B. 1996. Oocyte size and structure in relation to blood plasma steroid hormones in individually monitoried, spawning Atlantic cod. J

Fish Biol 49 :1197-1215.

Lam TJ. 1985. lnduce Spawning in Fish. Work Shop on the reproduction culture of milk fish. Oceanic Institut Hawaii.

Linhart C, et al. 1995. Morphology, composition and fertilization of carp eggs : a review. Aquaculture 129 : 75-93.


(41)

Matsubara T, Sawano K. 1995. Proteolytic Cleavage of vitellogenin and yolk protein during vitellogenin up take and oocyte maturation in Barfin Flounder (Verasper

moseri). J Exp Zool 272: 34-45.

Mitwally MFM, Casper RF. 2002. Aromatase inhibition improves ovarian response to follicle-stimulating hormone in poor responders. Fertil Steril 77 : 776-780. Mollah MFA, Tan ESP. 1983. HCG induced spawning of the catfish, Clarias

macrocephalus (Gunther). Aquaculture 35: 739-247.

Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. Int. J. Dev. Biol.

38 : 217-229.

Nagahama Y. 1987. Gonadotropin action on gametogenesis and steroidogenesis in teleost gonads. Zool Sci 4 :209-222.

Nagahama Y. 1997. I7α,20β-dihydroxy-4-pregnen-3-one, a maturation-inducing hormone in fish oocytes. Mechanisms of synthesis and action. Steroid 62 : 190-196

Nagahama Y, et al. 1995. Regulation of oocyte growth and maturation in fish. Dev Biol 30 : 103-145

Paradise P. 1988. Goldfish. T.F.H. Publications. Inc.

Partodihardjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Putro Sumpeno et al. 2004. Direktori Ikan Hias. Cet 1. Jakarta: Penebar Swadaya. Redding JM, Patino R. 1993. Reproductive Physiology in DH Evans (Ed.) The

Physiology of Fishes. CRC Press, Boca Raton Ann Arbor London Tokyo.

Rodriguez JN, Bon E, Le Menn. F, 1996. Vitellogenin Receptors during vitellogenesis in the rainbow trout Oncorhynchus mykiss. J Exp Zool 174 : l63 - 170

Smith LS. I982. Introduction to Fish physiology. T.F.H. publications, Inc. England. Woynarovich E, Horvath L. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water

Finfishes. A Manual Extension. Food And Agriculture. Organization of The

United Nation.


(42)

maturation-Yamashita M. 1998. Molecular mechanisms of meiotic maturation and arrest in fish and amphibian oocytes. Cell Dev Biol 9 : 569-579

Yamashita M, Mita K, Yoshida N, Kondo T. 2000. Molecular mechanisms of the initiation of oocyte maturation : general and species-species aspects. Cell Cycle

Research 4 : 115-129

Yamashita M. 2000. Toward modeling of a general mechanism of MPF formation during oocyte maturation in vertebrates. Zoo Sci l7 : 841-851

Yoshiura Y, Kobayashi M, Kato Y, Aida. K., 1997. Molecular cloning of the cDNAs encoding two gonadotropin β sub unit (FSH-Iβ and LH-IIβ) from the goldfish,

Carassius auratus.Gen Comp Endocrinol 105 : 379-389.

Zairin M Jr. 1993. Endocrinological studi on maturation and spawning in the walking catfish, Clarias batrachus. [disertation] Tokyo : The University of Tokyo.


(43)

Penelitian ini bertujuan untuk memacu pertumbuhan oosit dengan menggunakan estradiol-17β. Dosis yang digunakan adalah k= kontrol (disuntik minyak ikan), Pl = 100 μg/kg berat tubuh (b.t), P2 = 200 μg/kg b.t., P3 = 400 μg/kg b.t., dan P4 = 800 μg/kg b.t. Perkembangan oosit dianalisis berdasarkan kandungan protein di dalam gonadnya. Ikan dikorbankan secara acak untuk diambil gonadnya, mulai dari awal perlakuan kemudian setiap tiga hari sekali, yaitu hari ketiga; keenam; kesembilan; dan ke-12. Untuk pengamatan daya fertilitas dan daya tetas telur ikan dirangsang dengan memasukkan pejantan pada hari ke-12 dengan rasio jantan dan betina 2:1. Setelah ikan terlihat berovulasi lalu diangkat, kemudian dilakukan striping. Telur yang dihasilkan ditampung dan ditambahkan spermatozoa, sebanyak 100 butir telur diamati, kemudian dihitung persentase daya fertilitas telur dan daya tetas telurnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis perlakuan estradiol-17β yang diberikan dapat mempercepat pertumbuhanan oosit, waktu ovulasi tercepat dicapai pada dosis 200µg yaitu 313,60±13,14 jam dengan hasil daya fertilitas dan daya tetasnya masing-masing sebesar 91,88±2,77% dan 85,84±0,83%.

Kata kunci: estradiol-17β, perkembangan oosit. kandungan protein gonad, daya fertilitas, daya tetas telur

EFFECT OF ESTRADIOL - 17β AND THE PRESENCE OF THE MALE

ON OOCYTE DEVELOPMENT AND OVULATION IN GOLDFISH (Carassius auratus)

ABSTRACT

The aim of this research to know the optimal dose of estradiol 17ß for oocyte development in goldfish. The dose used were k= control ( injected by fish oil), Pl = 100 µg/body weight (b.w.), P2 = 200 µg/b.w., P3 = 400 µg/b.w., and P4 = 800 µg/b.w. The oocyte development was evaluated by measuring the protein level in gonad. Fish were randomly selected and killed for gonad examination, starting at initial day then repeated every three days until the end of the experiment. To analysis the fertilization and hatching rate, females were stimulated by introducing the male at twelveth day, male and female ratio of 2:1. When the ovulation was detected female is taken then stripped to release the eggs. There after the eggs were collected and the spermatozoa was added to fertilize them. Approximately 100 pieces of eggs were analysed, then e fertilization of egg and hatching rate were determined. Results indicated that all dosis treatment was given for oocyte development, the shortest ovulation time was reached by dosis 200µg at 313,60±13,14 hours, with fertilization and hatching rate were 91,88±2,77% and 85,84±0,83%. respectively.

Keyword: estradiol-17ß, oocyte development, protein level in gonad, fertilization, hatching rate.


(44)

28 menunjukkan bahwa keberhasilan pemijahan dengan cara tradisional masih rendah. Kegagalan pemijahan diduga karena penyediaan induk yang benar-benar matang gonad siap pijah masih kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha mempersiapkan induk sebaik-baiknya agar kegagalan pembenihan dapat diatasi.

Induk ikan yang siap pijah adalah induk yang sudah matang gonad yaitu induk yang sudah menyelesaiakan fase vitelogenesis (Woynarovich dan Horvath, 1980). Secara alamiah perkembangan gonad dari fase pravitelogenesis menuju fase vitelogenesis dirangsang oleh peningkatan hormon estrogen di dalam darah. Sebagai gambaran pada ikan amago salmon besarnya kandungan estradiol-17β di dalam intak folikel pada tahap awal vitelogenesis berkisar sekitar 10 ng/ml, sedangkan pada tahap akhir vitelogenesis berkisar 5 ng/ml (Nagahama et al, 1995). Sementara itu, kandungan estradiol-17β pada ikan cod tahap vitelogenesis berkisar antara 6,2 - 30 ng/ml (Kjesbu et al. 1996). Pemberian estrogen eksogen dapat merangsang hati untuk mensintesis vitellogenin (Nagahama 1994). Pemberian estradiol-17β akumulatif sebanyak 5 mg/kg selama 15 hari pada ikan rainbow trout telah mampu meningkatkan reseptor vitellogenin, sehingga oosit dapat tumbuh pesat (Rodriguez et al. 1996). Menurut Sularto (2002) implantasi 400 μg/kg estradiol-17β cukup efektif untuk meningkatkan pertumbuhan gonad ikan Pangasius djambal.

Mekanisme hormonal untuk vitelogenesis, pematangan serta ovulasi oosit melibatkan Gn-RH, gonadotropin, estradiol-l7β, testosteron, 17α-20β dihidroksiprogesteron, dan aromatase. Pemberian estradiol-l7β dari luar (Gambar 3A) dapat meningkatkan estradiol-l7β dalam tubuh sehingga dapat memacu vitelogenesis, karena estradiol-l7β yang tinggi akan menyebabkan umpan balik posif terhadap hipathalamus/hipofisa akibatnya LH melimpah akan terjadi pertumbuhan, pematangan dan ovulasi oosit. Selain itu estradiol-l7β akan dibawa ke hati, dan hati akan terangsang untuk mensintesis VTG yang sangat penting dalam vitelogenesis. Kehadiran pejantan (Gambar 3B) pada induk yang siap


(45)

Iduk

Fase Vitelogenesis

A Estradiol-17β

Hati

Vitelogenin

Hipothalamus (Gn-RH)

Hipofisa (Gonadotropin)

Gonad

Pertumbuhan Oosit

Pejantan

Ovulasi

Gambar 3 Alur kerangka pemikiran penelitian pemberian estradiol-17β dan kehadiran pejantan

A

B


(46)

30 di holding ground ikan hias, Dinas Agribisnis Kota Bogor, di Desa Cipaku Rancamaya Bogor. Analisa protein gonad dilakukan di Laboratorium Penguji Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai bulan Oktober 2003 sampai dengan Januari 2004.

Ikan Uji

Penelitian ini menggunakan ikan mas koki fase vitelogenesis. ikan yang digunakan diperoleh dari petani ikan di desa Ciseeng, Kecamatan Parung. Kabupaten Bogor. Ikan terpilih selanjutnya dipelihara dan dipersiapkan di akuarium holding ground ikan hias Dinas Agribisnis Kota, di Desa Cipaku Bogor.

Pakan

Selama tahap persiapan ikan diberi pakan pelet dengan kandungan protein 35%, dan jumlah pakan diberikan 5 % dari berat tubuh ikan, diberikan tiga kali per hari.

Wadah Pemeliharaan

Sebagai wadah pemeliharaan ikan adalah akuarium dengan ukuran l00x 40x35 cm, sebanyak 10 buah dilengkapi dengan aerasi dan disifon setiap hari.

Bahan (hormon yang digunakan)

Hormon estradiol yang digunakan adalah estradiol-17β diproduksi oleh Argent Laboratorium Inc; Makati Philippines. Untuk pelarut hormon digunakan minyak ikan lokal.


(47)

17β, untuk mencapai tujuan didalam penelitian ini dilakukan dua tahap penelitian yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan waktu pemberian perlakukan, hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ikan mas koki yang salin tujuh hari telah masuk fase vitelogenesis (Woynarovich dan Horvath, 1980).

Penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan uji dosis, dosis yang diujikan 100 dan 800 µg estradiol-17β/kg berat tubuh. Hasil evaluasi dosis perlakuan menunjukkan bahwa pada hari ke-12 perut ikan telah membuncit, lunak, gerakannya lambat dan siap dipijahkan, untuk mempermudah analisis data maka evaluasi perkembangan gonad dilakukan setiap 3 hari sekali.

Penelitian Utama Persiapan Ikan

Induk-induk ikan uji yang baru saja memijah dimasukkan kedalam kolam fiber glas ukuran 2,5x1,5x0,5 m3 sebanyak 2 buah yang dilengkapi dengan aerasi untuk mempertahankan oksigen didalam perairan dan filtrasi untuk memelihara kebersihan air, filter dicuci setiap hari. Selama tahap persiapan ikan diberi pakan pelet dengan kandungan protein 35%, dan jumlah pakan diberikan 5 % dari berat tubuh ikan, diberikan tiga kali per hari. Setelah tujuh hari dipelihara secara acak ikan dimasukkan kedalam akuarium dengan ukuran l00x40x35 cm, sebanyak 10 buah dilengkapi dengan aerasi dan disifon setiap hari, sehingga setiap akuarium dipelihara 10 ekor ikan.

Perlakuan

Setelah ikan beradaptasi, secara acak dimasukkan kedalam akuarium yang telah diberi label dengan dosis perlakuan estradiol-17β meliputi: k= kontrol; Pl= 100 μg/kg berat tubuh (b.t); P2 = 200 μg/kg b.t.; P3 = 400 μg/kg b.t. dan P4 = 800 μg/kg b.t. Setiap perlakuan mendapat dua akuarium dengan jumlah ikan sebagai ulangan sebanyak 20 ekor.


(48)

32 juga dapat dilakukan dengan mengukur kadar protein gonadnya. Dalam penelitian ini diuji persentase kandungan protein didalam gonadnya. Analisis protein gonad dengan metoda Kjeildhal (Slamet et al. 1999). Dengan cara acak ikan dikorbankan untuk diambil gonadnya, mulai dari awal perlakukan kemudian setiap tiga hari sekali, yaitu hari ke tiga; ke enam; ke sembilan; dan ke dua belas, masing-masing dengan tiga kali ulangan atau tiga ekor.

Waktu Ovulasi

Untuk pengamatan lama waktu ovulasi dan daya fertilitas telur , serta daya tetas telur, ikan dirangsang agar mau memijah secara alamiah dengan cara memasukkan pejantan pada hari ke-12 dengan rasio jantan dan betina 2:1. Waktu ovulasi dihitung mulai ikan disuntik hormon estradiol-17β sampai ikan berovulasi, dengan jumlah ulangan sebanyak lima kali ulangan.

Daya Ferlitilitas Telur

Daya ferlitilitas telur dihitung dengan melihat banyaknya telur yang dibuahi. Fertilitas dapat diamati setelah kurang lebih 7 jam setelah terjadi pemijahan. Secara makroskopis telur fertil ditandai dengan warna tetap jernih. Adapun telur yang tidak terbuahi berwarna putih kekeruhan. Telur hasil pemijahan diamati ±100 butir kemudian dihitung prosentasenya, dan diulang sebanyak tiga kali. Perhitungan daya fertilisasi telur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah telur yang dibuahi

Daya fertilitas telur = --- x 100% Jumlah telur keseluruhan

Daya Tetas Telur

Daya tetas telur merupakan kelanjutan dari proses pembentukan embrio, dan embrio yang terbentuk dapat atau tidak dapat menetas. Telur diamati sebanyak ±100 butir, diulang tiga kali. Prosentase penetasan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah telur yang menetas

Daya tetas telur = --- x 100% Jumlah telur keseluruhan


(49)

Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan program MSUSTAT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Estradiol-l7β terhadap Persentase Kandungan Protein Gonad.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian estradiol- l7β dengan berbagai dosis perlakuan telah memacu perkembangan oosit. berdasarkan peningkatan persentase kandungan protein gonadnya. Peningkatan kandungan protein nyata dimulai hari ke-3 sampai hari ke-12 seperti terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.

Tabel 1 Pengaruh pemberian estradiol-17β terhadap kandungan protein gonad (%) dari hari ketiga sampai hari ke-12

Dosis Perlakuan (μg) Hari

Pengamatan 0 100 200 400 800

3 19,71± 0,44

b) 23,19± 0,22

c) 26,06±0,07

d) 25,97 d)± 0,86 22,43 c)± 65

6 22,46±1,97

a) 24,93 b)±0,18 26,16±0,27

c) 29,06 d)±0,09 25,18 b)±0,29

9 23,71±0,38

a)

26,70±0,12

b)

27,13±0,57

b)

29,86±0,65

c)

30,63±0,53

c)

12 24,87±0,35

a) 32,86 cb)±0,59 32,03b) ±0,20 33,71 c)±0,06 33,78±0,92 c)

Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (p>0,01)

Respon pertumbuhan oosit yang paling cepat diperoleh pada dosis perlakuan estradiol-17β 200µg (P2) dan 400 µg (P3), kedua dosis itu meningkatkan kandungan protein gonad menjadi 26,06±0,07 % dan 25,97± 0,86 %. Dipihak lain perlakuan dosis 100 µg (P1) atau dosis terkecil dan dosis 800 µg (P4) atau dosis terbesar, serta kontrol meningkatkan kandungan protein gonad lebih rendah.

Penyuntikan estradiol-17β mempercepat pertumbuhan oosit, hal ini sesuai dengan pendapat Nagahama (1987, 1994) dan Nagahama et al. (1995) yang menyatakan bahwa perkembangan oosit dari pravitelogenesis ke vitelogenesis terjadi karena peningkatan produksi estradiol-17β. Selanjutnya estradiol-l7β masuk ke dalam sistem vaskuler dan merangsang hati mensintesis dan


(50)

34 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

0 3 6 9 12

Hari Ke K a ndung a n P ro te in G o na (% ) Kontrol 100 mg 200 mg 400 mg 800 mg

Gambar 4 Pengaruh pemberian estradiol-17β terhadap kandungan pro- tein gonad (%) dari awal sampai hari ke-12

Selanjutnya perkembangan oosit pada hari keenam menunjukkan bahwa semua dosis perlakuan masih meningkatkan pertumbuhan oosit namun pertumbuhan yang paling cepat masih diperoleh pada dosis perlakuan 200 µg dan 400 µg, kedua perlakuan ini meningkatkan persentase protein gonad menjadi sebesar 26,16±0,27% dan 29,06±0,09%, hasil perlakuan lain dan kontrol meningkatkan kandungan protein gonad yang lebih rendah.

Hari ke-3 sampai ke-6 perlakuan menunjukkan bahwa pada kontrol, dosis terkecil dan dosis terbesar menghasilkan pertumbuhan oosit yang lebih lambat hal ini dapat dimengerti karena kerja hormon terhadap sel targetnya bentuknya parabola artinya hanya pada dosis tertentu hormon akan bekerja optimum sedang dosis dibawah atau diatasnya akan bekerja sebaliknya (paradoksal).

Selain kontrol, analisis kandungan protein gonad pada hari ke-12 menunjukkan bahwa hasil perlakuan tidak berbeda nyata, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa oosit telah berhenti tumbuh diduga oosit telah memasuki fase dorman (Woynarovich dan Horvath 1980). Selain kandungan protein gonadnya telah mencapai 32,03%-33,78%, juga ditandai dengan besarnya diameter oosit yang telah mencapai ±1000 μm, perutnya terasa sangat lunak, dan lobang genitalia terlihat kemerahan, dilihat posisi intinya maka oosit yang posisi


(1)

dengan penurunan kadar protein oosit, perubahan hormon steroid dalam plasma darah, dan sampai terjadi ovulasi.

2. Dosis kombinasi hCG 750 IU/kg b.t dan IA 2,5 mg/kg b.t. merupakan dosis optimum yang berpengaruh terhadap ovulasi, pembuahan dan penetasan.

DAFTAR PUSTAKA

Carman O. 1991. Chromosome set manipulation in some warm water fish. [disertation] Tokyo: The Tokyo University of Fisheries.

Ernawati Y. 1999. Efisiensi implantasi analog LH-RH dan 17α-Metiltestoteron serta pembekuan semen dalam upaya peningkatan produksi benih ikan jambal siam (Pangasius hypothalmus). [disertasi] Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Holzer H, Casper RF, Tulandi T. 2006 A new era in ovulation induction. Fertil Steril 85 2: 277-284

Finn RN, Østby GC, Norberg B, Fyhn HJ. 2002. In vivo oocyte hidration in Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus); proteolytic liberation of free amino acids, and ion transport, are driving forces for osmotic water influx. J Exp Bio 205: 211-224

Lam TJ. 1985. Induce Spawning in Fish. Work Shop on the reproduction culture of milk fish. Oceanic Institut Hawaii.

Linhart et al. 1995. Morphology, composition and fertilization of carp eggs : A review. Aquaculture 129 : 75-93.

Lukistyowati I. 1990. Pengaruh pemberian berbagai dosis gonadotropin releasing hormon (gnrh) terhadap kematangan gonad dan ovulasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus, Burchell). [tesis] Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. Int Dev Biol 38 : 217-229.

Nagahama Y. 1987. Gonadotropin action on gametogenesis and steroidogenesis in teleost gonads. Zool Sci 4 : 209-222.


(2)

Nagahama Y. 1997. 17α,20β-dihidroxy-4-pregnen-3-one, a maturation-inducing hormone in fish oocytes : Mechanisms of synthesis and action. Steroid 62 : 190-196

Nagahama Y et al. 1995. Regulasi of oocyte growth and maturation in fish. Dev Biol 30 : 103-145

Matsubara T. And Sawano. K., 1995. Proteolytic Clevage of vitellogenin and yolk protein during vitellogenin up take and oocyte maturation in Barfin Flounder (Verasper moseri). J Exp Zool 272 : 34-45.

Sire MF, Babin PJ, Verner JM. 1994. Involvement of the lysosomal system in yolk protein deposit and degradation during vitellogenesis and embrionic development in trout. J Exp Zool 269 : 69-83.

Slamet et al, 1990. Pedoman Analisis Zat Gizi. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian Dan Pengembangan Gizi.

Woynarovich E, Horvath. L. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water Finfishes. A Manual Extension. Food And Agriculture Organization of The United Nation.

Yamashita M. 2000. Toward modeling of a general mechanism of MPF formation during oocyte maturation in vertebrates. Zool Sci 17 : 841-851

Yamashita M, Mita K, Yoshida N, Kondo T. 2000. Moleculer mechanisms of the initiation of oocyte maturation : general and species-species aspects. Cell Cycle Research 4 : 115-129

Zairin M Junior. 1993. endocrinological studi on maturation and spawning in the walking catfis, Clarias batrachus. [dissertation] Tokyo: The University of Tokyo.


(3)

PEMBAHASAN UMUM

Ikan mas koki (Carassius auratus) merupakan obyek penelitian yang menarik, karena ikan ini merupakan salah satu jenis ikan hias yang sangat populer didunia. Oleh karena itu ikan ini mempunyai potensi pasar yang sangat baik, baik potensi pasar di dalam negeri (pasar lokal daerah atau regional) maupun pasar luar negeri untuk ekspor.

Sampai saat ini upaya untuk memproduksi ikan mas koki masih dilakukan dengan cara tradisional yang sederhana. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa keberhasilan pemijahan dengan cara tradisional hanya mencapai 53,33%. Kegagalan pemijahan diduga karena dalam pemilihan induk yang siap pijah, sehingga menyebabkan kegagalan merangsang induk untuk melepas hormon gonadotropin, akibatnya proses pemijahan tidak terjadi.

Untuk mendukung peningkatan produksi ikan mas koki maka telah dilakukan serangkaian penelitian yang berkaitan dengan reproduksinya dimulai dari penelitian mempersiapkan induk agar siap memijah, juga dilakukan perangsangan agar ikan mau memijah. Rangkaian penelitian ini diharapkan mampu memberikan jalan keluar agar produksi ikan koki dapat ditingkatkan.

Penelitian penggunaan estradiol-17β bertujuan untuk memacu pertumbuhan oosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua dosis perlakuan estradiol-17β yang diberikan dapat mempercepat pertumbuhanan oosit. Pada hari ke-12 hasil perlakuan menunjukkan ikan telah matang gonad. Kemudian induk dirangsang dengan pejantan secara alamiah, ikan segera memijah. Telur hasil pemijahan menunjukkan ferlitilitas dan daya tetas yang cukup tinggi.

Penurunan estradiol-l7β yang diikuti peningkatan 17α,20β-dihidroksiprogesteron (17α,20β-DP) dan testoteron akan terjadinya proses pematangan oosit yang diikuti ovulasi. Penelitian penggunaan inhibitor aromatase (IA) menunjukkan bahwa hari ke tujuh pada semua dosis perlakuan menyebabkan penurunan hormon estradiol-17β, penurunan ini terjadi karena peranan aromatase


(4)

Penurunan estradiol-l7β yang diikuti peningkatan 17α,20β-dihidroksiprogesteron (17α,20β-DP) dan testoteron akan terjadinya proses pematangan, namun karena LH tidak cukup untuk ovulasi akhirnya oosit yang matang tadi akan diserap kembali, hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan kandungan protein gonad dan banyaknya oosit yang mengalami atresi.

Kehadiran pejantan akan merangsang ikan melepas hormon gonadotroin, sedangkan IA untuk menghambat aromatase, sehingga keberadaan IA dapat meringankan kerja LH dalam menghambat aromatase dalam proses ovulasi.

Penelitian peranan kehadiran pejantan dan penyuntikan inhibitor aromatase (IA) terhadap proses ovulasi ikan mas koki, menunjukkan bahwa perlakuan tadi telah mampu merangsang proses ovulasi, proses ovulasi ditandai dengan dinamika perubahan kandungan protein di dalam gonad dan perubahan hormonnya. Penurunan protein gonad diduga terjadi karena katabolisme protein dalam proses pematangan oosit dan juga terjadinya hidrasi. Katabolisme protein terjadi karena pada saat maturasi MIH mengaktifkan enzim proteolitik sehingga akan menyebabkan terjadinya pembelahan VTG, akibatnya oosit mempunyai substrat sebagai energi aerobik untuk osmotik pada saat hidrasi dan awal perkembangan embrio (Matsubara dan Sawano 1995). Sebelum ovulasi terjadi hormon estradiol-l7β dan hormon 17α-hidroksiprogesteron mencapai puncaknya. Estradiol-l7β akan mengakibatkan umpan balik positif terhadap LH. LH yang melimpah akan mengaktifkan 20β-HSD untuk mengubah 17α-hidroksiprogesteron menjadi 17α,20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) hasilnya oosit matang. Dipihak lain IA akan menghambat enzim aromatase sehingga produksi testosteron meningkat dan terjadi umpan balik positif terhadap LH, akibatnya terjadi ovulasi. Telur ovulasi hasil perlakuan menunjukkan ferlitilitas dan daya tetas yang cukup tinggi.

Penggunaan hCG (human Chorionic Gonadotropin) dimaksudkan untuk mengganti keberadaan pejantan. Penelitian dengan menggunakan kombinasi hCG dan IA, dimaksudkan untuk merangsang terjadinya pematangan dan ovulasi oosit.


(5)

Kerja IA akan meringankan kerja hCG sehingga dosis hCG yang digunakan cukup rendah.

Hasil penelitian menunjukkan terjadinya proses pematangan oosit, proses ovulasi ditandai dengan dinamika perubahan kandungan protein di dalam gonad dan perubahan hormonnya. Penurunan protein gonad diduga terjadi karena katabolisme protein dalam proses pematangan oosit dan juga terjadinya hidrasi. Katabolisme protein terjadi karena pada saat maturasi. Sebelum ovulasi terjadi hormon estradiol-l7β dan hormon 17α-hidroksiprogesteron mencapai puncaknya. Hal ini menunjukkan bahwa hCG yang diberikan cukup. IA akan menghambat enzim aromatase sehingga produksi testosteron meningkat, akibatnya terjadi ovulasi. Telur ovulasi hasil perlakuan menunjukkan ferlitilitas dan daya tetas yang cukup tinggi.

Sebagai kesimpulan umum dari rangkaian penelitian didapatkan bahwa pemijahan induk ikan mas koki dapat dipercepat dengan penyuntikan estradiol-17β. Penyuntikan Inhibitor Aromatase dapat menghambat kerja aromatase ditandai dengan menurunnya kandungan hormon estradiol-17β dalam darah. Kombinasi kehadiran pejantan dan penyuntikan IA serta kombinasi antara hCG dan IA telah mampu merangsang terjadinya ovulasi, dan telur yang diovulasikan berdaya tetas tinggi.


(6)

SIMPULAN DAN SARAN UMUM

Simpulan

1. Penyuntikan estradiol-17β dapat mempercepat pertumbuhan oosit dan induk siap pijah.

2. Penyuntikan IA mampu menurunkan level hormon estradiol-17β dalam darah. 3. Kehadiran pejantan dan penyuntikan IA pada ikan mas koki mampu merangsang

proses ovulasi, proses ovulasi terjadi dengan penurunan kadar protein oosit, perubahan hormon estradiol-17β dan 17α-progesteron dalam plasma darah, sampai terjadi ovulasi.

4. Penyuntikan kombinasi hCG dan IA pada ikan mas koki telah mampu menurunkan penggunaan hCG dan mampu merangsang proses ovulasi, proses ovulasi terjadi dengan penurunan kadar protein oosit, perubahan hormon estradiol-17β dan 17α-progesteron dalam plasma darah, sampai terjadi ovulasi. Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan

1. Kehadiran pejantan dan penyuntikan IA dengan dosis 2,5 mg/kg b.t. atau kombinasi hCG dengan dosis 750 IU/kg dan IA 2,5 mg/kg berat tubuh dapat menjadi paket aplikasi untuk pengembangan produksi ikan mas koki.

2. Perlu analisis ekonomi lebih lanjut dalam aplikasi IA dan kombinasinya dengan hCG untuk menjamin peningkatan kualitas dan kontinyuitas produksi ikan mas koki.