Genetic Transformation of Rice (Oryza sativa L.) with Aluminum Tolerant Gene Candidate
ABSTRACT
ARIEF PAMBUDI. Genetic Transformation of Rice (Oryza sativa L.) with
Aluminum Tolerant Gene Candidate. Supervised by MIFTAHUDIN and
TETTY CHAIDAMSARI
Utilization of marginal lands such as acid soils could be an alternative solution
to increase rice cultivation area. One main problem found in acid soils is high
solubility of Al3+ ion that toxic for plant. Al tolerant varities are required to
overcome this problem. Generally, Al-tolerant varieties have poor agronomic
characteristics, such as low productivity, compared to the popular varieties that
typically Al-sensitive. Genetic engineering could be an alternative way to improve
agronomic characters. One candidate of Al tolerant genes, namely B11 gene, has
been successfully isolated from Al-tolerant rice, Hawara Bunar, an Indonesian
local rice genotype. The B11 gene was inserted into pBIN and pGWB5 plasmids
and introduced to several rice genotypes through particle bombardment and
Agrobacterium-mediated transformation techniques. Agrobacterium mediated
transformation efficiency in T309 genotype was 10%. However, transformation
into IR64 genotype through callus and immature embrio infection was not
succesfull. In-planta transformation was succesffully introduced the gene into
several rice genotypes with various transformation efficiency, which were 80.0,
75.0, 66.7, 33.3 and 33.3 percent for rice genotype IR64, Grogol, Krowal Oval,
T309, and Situbagendit, respectively. The in-planta technique has not been
succcesfully transformed the gene into rice genotype Hawara Bunar and Danau
Gaung.
Keywords: Agrobacterium-mediated transformation, in-planta transformation,
particle bombardment, transgenic rice
RINGKASAN
ARIEF PAMBUDI. Transformasi Genetik Padi (Oryza sativa L.) dengan
Kandidat Gen Toleran Aluminium. Dibimbing oleh MIFTAHUDIN dan TETTY
CHAIDAMSARI.
Kebutuhan pangan akan semakin bertambah seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk dan konversi lahan untuk pemukiman. Hal ini mendorong untuk
dilakukannya ekstensifikasi pertanian pada lahan marginal, salah satunya lahan
masam. Kelarutan Aluminium (Al) yang tinggi pada lahan masam menyebabkan
masalah tersendiri karena Al dalam bentuk kation trivalen bersifat toksik pada
tanaman, salah satunya padi. Penggunaan varietas-varietas toleran Al sebenarnya
dapat menjadi solusi dalam ekstensifikasi pertanian. Namun, karakter agronomis
varietas toleran umumnya tidak sebaik varietas-varietas populer yang banyak
digunakan oleh petani. Perbaikan sifat tanaman padi perlu dilakukan untuk
menghasilkan tanaman dengan karakter agronomis yang baik dan toleran Al.
Salah satu cara perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan dengan rekayasa genetika
melalui peningkatan ekspresi gen yang berperan dalam toleransi Al. Salah satu
kandidat gen yang diduga berperan dalam toleransi Al adalah gen B11 yang
berhasil diisolasi dari genotipe padi toleran Al, Hawara Bunar. Transformasi gen
ini pada tanaman tembakau menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman
Al dibandingkan pada tanaman kontrol.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi plasmid ekspresi pBIN
yang membawa gen B11 lalu mengintroduksikannya pada tanaman padi melalui
beberapa pendekatan. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh konstruk
plasmid rekombinan pBIN-B11 dan diperoleh pula metode transformasi yang
paling efektif untuk menghasilkan tanaman padi transgenik.
Penelitian dilakukan mulai Februari 2009 hingga Mei 2012 bertempat di
laboratorium penelitian Fisiologi dan Genetika Tumbuhan, Departemen Biologi
FMIPA IPB. Konstruksi dilakukan menggunakan metode konvensional berupa
restriksi-ligasi. Introduksi gen dilakukan dengan membandingkan penggunaan
particle bombardment, infeksi oleh Agrobacterium tumefaciens pada kalus dan
embrio muda, serta secara in-planta. Penembakan kalus padi dengan particle
bombardment dilakukan oleh Dr. Saptowo J. Pardal dan tim. Evaluasi hasil
transformasi dilakukan melalui seleksi antibiotik, uji toleransi terhadap cekaman
Al, uji keberadaan gen sisipan, dan analisis ekspresi gen sisipan.
Penyisipan gen B11 dalam pBIN menghasilkan 4 macam konstruksi
dengan beberapa ukuran gen sisipan, antara lain pBIN-E, pBIN-F, pBIN-I, dan
pBIN-K. Plasmid rekombinan pBIN-B11 digunakan langsung untuk penembakan
pada kalus genotipe T309 dan IR64 menggunakan particle bombardment. Untuk
genotipe T309 penembakan partikel dengan pBIN-F menghasilkan satu tanaman
yang lolos seleksi antibiotik. Analisis toleransi Al biji transgenik dari generasi T1
hingga T3 menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman Al dibandingkan
tipe liarnya (kontrol). Uji keberadaan gen sisipan menunjukkan bahwa gen tersisip
ke dalam DNA genom padi. Analisis ekspresi menunjukkan secara umum terjadi
peningkatan ekspesi gen B11 pada padi transgenik, namun nilai ekspresinya masih
belum sesuai harapan. Efisiensi transformasi masih rendah akibat tingginya
persentase tanaman yang albino karena seleksi menggunakan kanamisin,
sedangkan untuk genotipe IR64 belum diperoleh regeneran lolos seleksi.
Percobaan infeksi melalui A. tumefaciens pada kalus T309 dan IR64
dilakukan sebagai pembanding metode particle bombardment. Tingginya
persentase albino mendorong dilakukannya infeksi oleh A. tumefaciens
menggunakan konstruk B11 dalam pGWB5 hasil penelitian peneliti sebelumnya
(Roslim 2009). Penggunaan plasmid pGWB5 memungkinkan seleksi
menggunakan higromisin. Infeksi kalus T309 menghasilkan tanaman lolos seleksi
lebih banyak dibandingkan saat penggunaan particle bombardment dengan pBINB11. Nilai efisiensi transformasi genotipe T309 sebesar 10% sesuai dengan hasil
uji sisipan gen. Transformasi pada kalus dan embrio muda genotipe IR64 belum
memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Sifat genotipe IR64 yang rekalsitran menjadi masalah tersendiri dalam
proses transformasi melalui kultur jaringan. Infeksi secara in-planta dilakukan
untuk mengatasi masalah ini. Teknik ini dilakukan pada 7 genotipe padi tanpa
melalui tahapan kultur jaringan. Berdasarkan pengujian sisipan gen, teknik infeksi
in-planta berhasil dilakukan dengan nilai efisiensi yang bervariasi antar genotipe,
yaitu sebesar 80.0, 75.0, 66.7, 33.3 dan 33.3 persen berturut-turut untuk genotipe
IR64, Grogol, Krowal Oval, T309, dan Situbagendit. Genotipe Hawara Bunar dan
Danau Gaung masih belum berhasil ditransformasi.
Konstruksi gen B11 dalam pBIN dapat digunakan untuk pekerjaan
lanjutan pada rekayasa tanaman padi dengan sedikit modifikasi pada prosedur
seleksi untuk menghindari kejadian albino. Teknik infeksi A.tumefaciens secara
in-planta dapat menjadi pilihan teknik yang mudah, murah, dan efektif untuk
mengintroduksi gen pada tanaman padi dibanding metode menggunakan particle
bombardment dan infeksi A. tumefaciens berbasis kultur jaringan.
Kata kunci: Infeksi Agrobacterium, padi toleran aluminium, padi transgenik,
particle bombardment, transformasi in-planta.
11
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha ekstensifikasi tanaman padi ke lahan-lahan marginal seperti tanah
masam perlu diupayakan, seiring berkurangnya areal pertanian tanaman pangan di
Indonesia terutama di pulau Jawa. Namun, usaha pertanian pada tanah masam
terutama terkendala oleh keracunan Aluminium (Al). Kelarutan ion Al trivalen
yang tinggi menjadi penghambat pertumbuhan dan fungsi akar, yang selanjutnya
dapat menurunkan produksi tanaman (Kochian 1995).
Penggunaan varietas padi toleran cekaman Al dapat menjadi salah satu
solusi dalam ekstensifikasi pertanian tanaman padi di tanah masam. Namun,
produktivitas varietas toleran Al secara alami tidak sebaik varietas unggul yang
umumnya sensitif cekaman Al. Pemuliaan tanaman melalui persilangan maupun
rekayasa genetika menjadi upaya untuk memperbaiki sifat tanaman. Rekayasa
genetika memungkinkan untuk merakit tanaman transgenik melalui modifikasi
satu jenis gen tanpa mempengaruhi sifat-sifat lain. Hal ini menjadi keunggulan
dari rekayasa genetika dibandingkan persilangan.
Mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al beragam antar spesies
yang berbeda. Namun pada tanaman pangan seperti gandum (Triticum aestivum
L.), barley (Hordeum vulgare L.), rye (Secale cereale L.), sorgum (Sorgum
bicolor L.), jagung (Zea mays L.) secara umum menunjukkan mekanisme
toleransi terhadap cekaman Al yang mirip yaitu melalui pengaktifan sekresi asam
organik berupa anion malat, sitrat, maupun oksalat (Li et al. 2000, Furukawa et al.
2007,
Ryan et al. 2009).
Penelitian Miftahudin dan Chikmawati (2008)
menunjukkan adanya peningkatan sekresi asam malat dan sitrat pada genotipe
Hawara Bunar dan Grogol (toleran Al) dibandingkan genotipe IR64 (sensitif Al)
saat diberi cekaman Al. Selain itu, terdapat pula akumulasi Al pada daerah
apoplas sel akar yang mengindikasikan bahwa Al tidak masuk ke dalam sel. Hal
ini memberikan dugaan bahwa ada peran protein transporter untuk mengeluarkan
asam organik yang mengkelat Al dari dalam sel seperti ALMT-1. Namun
demikian, penelitian Sasaki et al. (2004) menunjukkan bahwa ekspresi berlebih
ALMT-1 pada padi tidak memberikan peningkatan toleransi Al yang signifikan
2
antara tanaman transgenik ALMT-1 dan non-transgenik. Oleh karena itu untuk
tanaman padi, mungkin masih ada gen lain yang lebih bertanggung jawab dalam
mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.
Penelitian Miftahudin et al. (2005) pada tanaman rye menunjukkan adanya
hubungan sinteni antara daerah pada lengan panjang kromosom 4 rye dan daerah
pada lengan pendek kromosom 3 padi terkait dengan toleransi terhadap cekaman
Al. Berdasarkan hubungan sinteni ini, Roslim (2009) melakukan penapisan
beberapa marka pada daerah kromosom 3 padi. Daerah B11 mengalami
peningkatan ekspresi (up-regulated) saat diberi perlakuan Al. Pada genotipe padi
toleran Al peningkatan ekspresi daerah tersebut lebih tinggi dibanding genotipe
sensitif Al. Oleh karena itu, daerah B11 yang kemudian disebut sebagai gen B11
dapat dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang berperan dalam toleransi Al.
Roslim (2011) berhasil mengisolasi gen B11 dari padi lokal Indonesia yang
toleran Al, Hawara Bunar. Paralel dengan penelitian pada padi, Roslim (2011)
melakukan penyisipan gen B11 pada plasmid ekspresi pGWB5 lalu
diintroduksikan pada tembakau melalui infeksi Agrobacterium tumefaciens.
Tembakau transgenik B11 mengalami peningkatan toleransi Al dibandingkan non-
transgenik. Hipotesis peran B11 sebagai salah satu gen toleransi Al perlu
dibuktikan pada padi sebagai tanaman asal gen tersebut.
Empat macam plasmid rekombinan pBIN-B11 hasil konstruksi yang
dilakukan pada penelitian ini digunakan oleh Saptowo dan timnya (Balai Besar
Sumberdaya Genetik Pertanian, Badan Litbang Deptan) untuk transformasi padi
melalui particle bombardment. Hanya satu konstruk yaitu pBIN-B11-F yang
menghasilkan satu tanaman fertil dari penembakkan tersebut, yang kemudian
dievaluasi dalam penelitian ini hingga generasi T3. Sejalan dengan evaluasi
tanaman hasil penembakan partikel, dilakukan pula introduksi gen B11 pada padi
dengan bantuan A. tumefaciens melalui beberapa pendekatan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi plasmid rekombinan pBIN
yang membawa gen B11, melakukan seleksi dan evaluasi tanaman transgenik
3
generasi T1-T3 hasil transformasi dengan teknik particle bombardment, serta
mengintroduksi gen B11 pada tanaman padi. Introduksi dilakukan terutama
melalui infeksi A. tumefaciens dengan beberapa metode infeksi untuk memperoleh
efisiensi transformasi yang terbaik.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa:
1. Konstruk gen B11 dalam plasmid ekspresi dapat digunakan untuk pekerjaan-
pekerjaan downstream lainnya dalam rekayasa padi toleran Al.
2. Protokol yang efektif untuk melakukan perakitan padi transgenik yang dapat
diterapkan untuk produksi padi transgenik.
3. Galur padi transgenik toleran Al yang dapat dikembangkan menjadi varietas
unggul spesifik lokasi (VUSL) khususnya untuk tanah masam.
Alur dan Pengembangan Penelitian
Konstruksi plasmid
rekombinan pBIN-B11
Konstruksi plasmid rekombinan
pGWB5-B11 (Roslim 2011)
Transfromasi genetik dengan
particle bombardment pada IR64 dan
T309 (Pardal dan tim 2009)
Transfromasi genetik melalui infeksi
Agrobacterium
Kalus
IR64
Kalus
T309
Kalus
T309
Kalus
IR64
Embrio
muda
Teknik
In-planta
Analisis putatif transgenik:
Seleksi antibiotik, toleransi terhadap Al, uji insersi, uji ekspresi
Padi transgenik B11 toleran Al
Gambar 1 Alur dan pengembangan penelitian yang dilakukan. Tanda panah putus-putus
merupakan pengembangan dari rencana awal sedangkan kotak yang diberi arsiran
tidak dilakukan dalam penelitian ini.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Padi dan Cekaman Aluminium
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman serealia semusim yang
merupakan sumber karbohidrat utama bagi penduduk dunia, terutama Indonesia.
Secara taksonomi padi termasuk dalam Divisi Angiospermae, Kelas
Monocotiledoneae, Ordo Poales, Famili Poaceae atau Gramineae serta Genus
Oryza. Oryza sativa terdiri dari tiga sub spesies yaitu indica, japonica, serta
javanica yang hanya terdapat di pulau Jawa dengan sifat antara kedua subspesies
pertama (Matsuo & Hoshikawa 1993).
Secara alami, tanaman selalu dihadapkan pada berbagai cekaman
lingkungan baik biotik maupun abiotik. Cekaman biotik disebabkan oleh serangan
hama, penyakit dan gulma, sedangkan cekaman abiotik disebabkan oleh
kekeringan, salinitas, suhu tinggi, suhu rendah dan tanah masam. Keracunan Al
merupakan hambatan dalam produksi pertanian di tanah masam. Kelarutan Al
berhubungan dengan bentuk senyawa Al dan pH larutan. Menurut Kochian (1995)
terdapat tiga bentuk senyawa Al yaitu mononuklear (Al3+), Al polinuklear, dan
molekul Al kompleks. Endapan Al(OH)3 terbentuk pada pH netral, sedangkan
pada pH tinggi Al terdapat dalam bentuk Al(OH)4-. Ketika pH rendah (kurang dari
4) akan terbentuk Al(H2O)63+ atau dikenal dengan Al3+ yang merupakan bentuk Al
paling toksik bagi tanaman karena dapat menghambat pertumbuhan dan fungsi
akar (Kochian 1995, Matsumoto 2000).
Kerusakan sistem perakaran tanaman akibat keracunan Al selanjutnya
akan
mengubah anatomi dan morfologi akar (memendek, menebal, dan
menggulung), mengganggu penyerapan unsur hara (khususnya Ca dan K),
mengganggu sitoskeleton dan proses-proses pada apoplas yang berdampak pada
penghambatan pertumbuhan, gangguan dalam transport intraseluler, dan memicu
radikal bebas yang menyebabkan cekaman oksidatif sehingga tanaman menjadi
rentan terhadap cekaman lingkungan lain, hingga pada akhirnya menurunkan
produktivitas tanaman (Ryan et al. 2011).
Padi memiliki beragam genotipe dalam hal toleransi terhadap cekaman
Al. Beberapa genotipe sensitif dan beberapa genotipe lainnya toleran. Beberapa
6
contoh genotipe toleran Al antara lain IRAT 144, IRAT 303, Hawara Bunar, IAC-
1246, Azucena, IRAT 351, IRAT 352, IRAT 379, Grogol, Danau Gaung
(Silitonga 2008, Roslim 2011), sedangkan contoh genotipe padi sensitif Al antara
lain IR64 dan Krowal (Roslim 2011). Ciherang dan Situ Bagendit juga merupakan
dua genotipe yang sensitif Al dari pengujian RRG yang dilakukan pada penelitian
pendahuluan sebelumnya. Penggunaan genotipe padi toleran Al dapat menjadi
solusi dalam ekstensifikasi pada lahan-lahan masam. Namun karena pada
umumnya varietas-varietas toleran Al memiliki produktivitas yang rendah, maka
penggunaan varietas toleran Al kurang menguntungkan petani.
Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium
Ryan dan Delhaize (2010) mengelompokkan mekanisme pertahanan
terhadap cekaman Al menjadi 2 strategi, yaitu strategi toleransi dan strategi
resistensi (eksklusi). Strategi toleransi merupakan mekanisme tanaman untuk
dapat mengizinkan ion Al trivalen masuk dalam aliran simplas namun kemudian
dikelat dalam kompleks atau diisolasi dalam organel tertentu sehingga tidak
berbahaya bagi metabolisme sel. Mekanisme ini umum terjadi pada spesies-
spesies endemik tropis yang memiliki banyak tanah masam. Contoh tanaman yang
melakukan mekanisme toleransi ini adalah teh (Camellia sinensis), buckwheat
(Fagopyrum esculentum), Melastoma, dan Hydrangea sp. Tanaman-tanaman ini
mengakumulasi Al pada daun sehingga disebut juga tanaman akumulator.
Mekanisme eksklusi yaitu strategi pertahanan tanaman terhadap cekaman
Al melalui pencegahan akumulasi ion Al trivalen dalam simplas dan
meminimalisasi interaksi berbahaya dengan membran plasma, dinding sel, atau
target lain di apoplas. Mekanisme ini dilakukan melalui pengeluaran eksudat akar
berupa anion organik untuk mendetoksifikasi ion Al pada apolas atau pengikatan
dan pengeluaran ion Al dari dalam sel. Beberapa asam organik yang disekresi oleh
tanaman padi melalui akar antara lain anion sitrat, malat, oksalat (Li et al. 2000,
Furukawa et al. 2007, Ryan et al. 2009).
7
B11 sebagai Salah Satu Kandidat Gen Toleransi Aluminium
Miftahudin (2005) telah mengidentifikasi daerah Alt3 yang memegang
peranan dalam toleransi Al pada tanaman rye (Secale cereale L.). Berdasarkan
hubungan kolinearitas antara genom rye dan padi, terdapat sinteni antara daerah
Alt3 rye dengan klon BAC pada kromosom 3 padi. Kemudian dikembangkan
marka-marka molekular berdasarkan sekuen BAC kromosom 3 padi dan
diterapkan pada rye. Terdapat 4 marka (B11, B25, B26, B27) yang kemudian
diuji pada populasi F2 hasil silangan antara rye varietas sensitif dan toleran Al.
Dari keempat marka tersebut, diketahui bahwa dua marka, B11 dan B26
mengalami ko-segregasi dengan lokus Alt3. Hasil ini mengindikasikan bahwa gen
Alt3 berjarak sangat dekat dengan kedua marka tersebut. Hubungan sinteni antara
padi dan rye ditampilkan pada Gambar 2. Peta resolusi tinggi menunjukkan bahwa
Alt3 terletak di antara interval B11 dan B26, atau bahkan dapat merupakan B11
atau B26 itu sendiri (Miftahudin et al. 2005).
Gambar 2 Homologi kromosom 4RL rye dengan kromosom 3 pada padi. Gen Alt3 yang
memegang peranan terhadap toleransi Al pada rye berjarak sangat dekat dengan
marka B11 dan B26 (Miftahudin et al. 2005).
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Roslim (2009) dengan melakukan
penapisan 19 marka STS (Sequence Tag Site) dari tanaman rye pada padi dengan
teknik PCR. Penapisan ini menghasilkan 5 marka terpilih yang memberikan 1 pita
pada genotipe toleran Al (Hawara Bunar) dan sensitif Al (IR64) yaitu B11, B31,
22B6, 24B7, dan 26B8. Tahap kedua, dilakukan penapisan dengan menggunakan
RT-PCR pada lima marka terpilih. Hasilnya menunjukkan bahwa B11 mengalami
peningkatan ekspresi pada cekaman 15 ppm Al, dan tingkat ekspresi B11 jauh
8
lebih tinggi pada genotipe toleran Al dibanding ekspresi pada genotipe sensitif Al.
Hasil ini menjadikan marka B11 yang kemudian disebut sebagai gen B11 dapat
dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang berperan dalam toleransi Al.
Gen B11 berhasil diisolasi dan diklon ke dalam plasmid ekspresi pGWB5.
Transformasi gen B11 pada tanaman telah dilakukan pada tanaman tembakau.
Pengujian cekaman Al pada tembakau transgenik menunjukkan peningkatan
toleransi Al dibandingkan tembakau kontrol (Roslim 2011).
Teknik Introduksi Gen ke Tanaman
Particle Bombardment
Teknik introduksi gen secara langsung dapat dilakukan dengan
penembakan menggunakan particle bombardment. Metode penembakan ini
dilakukan dengan melapisi DNA dalam plasmid ekspresi yang akan
ditransformasi dengan partikel emas. Dengan tekanan yang berasal dari gas
helium, plasmid yang telah dilapis ditembakkan ke material yang menjadi target
transformasi (Glick & Pasternak 1998). Variabel yang dapat diatur adalah
pengaturan jarak tembak. Jarak tembak yang lebih dekat akan memberikan
tekanan yang lebih kuat. Tekanan yang kuat akan melubangi sel dan plasmid
dapat masuk ke dalam sel target.
Transformasi dengan particle bombardment dipastikan bahwa DNA yang
diintroduksikan masuk ke dalam sel, namun dengan masuknya DNA asing dalam
sel belum dapat dipastikan bahwa DNA tersebut akan diekspresikan. Hal ini yang
menjadi kekurangan teknik penembakan, di samping DNA yang akhirnya masuk
ke dalam sel umumnya tidak hanya satu copy. Jumlah DNA yang masuk lebih dari
satu copy dalam sel mampu menyebabkan silensing gen sisipan melalui
mekanisme silensing pasca transkripsi. Hal ini dapat menyebabkan ekspresi gen
yang disisipkan rendah atau bahkan termutasi sama sekali (Kakkar & Verma
2011).
Infeksi A. tumefaciens
Cara lain untuk menghasilkan tanaman transgenik adalah melalui infeksi
A. tumefaciens. Keuntungan teknik infeksi adalah tidak membutuhkan peralatan
9
khusus, dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium yang sederhana, dan
sisipan gen tunggal berpeluang lebih tinggi dibanding dengan particle
bombardment, sehingga stabilitas ekspresi gen lebih tinggi (Hansen & Chilton
1996, Dai et al. 2001, Rahmawati 2006).
Proses infeksi yang dilakukan A. tumefaciens mampu menyebabkan
transfer DNA dari bakteri ke tanaman inang. Kemampuan transfer ini karena
adanya 6-8 operon (bergantung pada strain bakteri) pada plasmid Ti yang
meregulasi proses transfer dan integrasi DNA ke dalam genom inang (Rahmawati
2006). Daerah T-DNA (yang dibatasi oleh LB dan RB ) merupakan daerah yang
akan ditransfer ke dalam genom inang. Pada A. tumefaciens tipe liar, T-DNA
mengandung gen-gen fitohormon (auksin, sitokinin), dan opine (sumber C dan N
bagi bakteri) yang ekspresinya dapat menyebabkan terbentuknya tumor mahkota
(Glick & Pasternak 1998).
Mekanisme integrasi T-DNA ke genom tanaman ditampilkan pada
Gambar 3. Proses ini diawali dengan pengenalan sinyal flavonoid yang dihasilkan
oleh tanaman saat luka oleh VirA/VirG yang merupakan komponen dalam
transduksi sinyal. VirA merupakan reseptor membran, sedangkan VirG terdapat di
dalam sitoplasma. Aktivasi VirG oleh VirA mengaktifkan operon Vir lainnya
melalui fosforilasi. VirC mengenali daerah enhancer overdrive RB T-DNA. T-
DNA utas tunggal kemudian dihasilkan melalui pemutusan T-DNA oleh
kompleks protein VirD1/D2 pada bagian RB terlebih dahulu kemudian berjalan
menuju LB. Kompleks VirD1/D2 lalu memulihkan plasmid Ti akibat pemutusan
utas tunggal T-DNA. T-DNA belum matang (immature) yang terikat pada protein
VirD2 pada ujung 5’ kemudian disekresikan bersama dengan Vir E2 dan VirF ke
sel inang melalui kanal hasil asosiasi protein-protein VirB dan VirD4. VirD2
berperan sebagai protein pengantar hingga mencapai inti sel inang. Saat keluar
dari kanal penghubung, T-DNA mengalami pematangan melalui penyelubungan
oleh VirE2. VirE2 berperan sebagai pelindung T-DNA dari nuklease di sitoplasma
sel inang. Setelah sampai di dalam sel inang, kompleks T-DNA mengalami proses
transport intraseluler, pemasukan ke dalam inti, transport dalam inti,
pembongkaran kompleks T-DNA, dan intergrasi T-DNA (Gambar 4).
10
Kompleks T-DNA matang kemudian ditransfer ke inti melalui NPC
(nuclear pore complex). Di dalam inti, T-DNA dilepaskan dari protein VirD2 dan
selubung VirE2 melalui interaksi dengan VirF dan beberapa protein yang terdapat
pada inang (host factor) seperti karyopherin α, CAK2M (Cyclin-dependent
kinase-activating kinase), VIP1 (VirE2-interacting protein), histon H2A-1 (core
histone), ASK1 (protease VirE2), DSBs (double-strand breaks), dan KU80
(Tzfira dan Citovsky 2006).
Gambar 3 Mekanisme integrasi T-DNA dari A. tumefaciens ke genom tanaman (Tzfira &
Citovsky 2006).
Gambar 4 Detil proses transfer T-DNA setelah mencapai sel tanaman hingga terjadi integrasi
dengan genom tanaman (Tzfira & Citovsky 2006).
11
Operon Vir akan tetap mentransfer apa yang terkandung di dalam daerah
T-DNA, sekalipun T-DNA sudah tidak berisi gen-gen fitohormon dan opine. Oleh
karena itu, penyisipan suatu gen sasaran di daerah T-DNA akan memungkinkan
untuk ditransfer ke genom tanaman. Pengetahuan inilah yang kemudian
digunakan sebagai media untuk mentransfer DNA dari bakteri ke dalam genom
tanaman.
Infeksi A. tumefaciens secara In-Planta
Infeksi in-planta merupakan teknik transformasi sederhana yang pertama
kali dikembangkan oleh Kojima et al. (2000). Kelebihan dari teknik ini adalah
tidak membutuhkan teknik kultur jaringan sehingga tidak membutuhkan kondisi
aseptik, tidak terjadinya variasi somaklonal, tidak ada masalah dalam hal
regenerasi sehingga waktu pengerjaan dapat diprediksi. Berbagai kelebihan
tersebut membuat teknik ini memungkinkan dilakukan siapapun, bahkan oleh
orang yang belum pernah melakukan sekalipun. Teknik ini meniru infeksi
Agrobacterium secara alami yang pada awalnya dikembangkan untuk
transformasi pada Arabidopsis (Bent 2000) melalui infeksi pada organ bunga.
Berbagai kelebihan infeksi in-planta membuat Kojima et al. (2000) melakukan
modifikasi teknik agar metode ini dapat digunakan untuk tanaman lain.
Modifikasi dilakukan dengan menjadikan sel meristem kecambah sebagai objek
infeksi melalui penusukan jarum yang dilumuri suspensi A. tumefaciens.
Penelitian Kojima et al. (2000) yang dilakukan pada kecambah tanaman
buckwheat (Fagophyrum esculentum) berumur 4-5 hari memberikan efisiensi
yang cukup tinggi (sekitar 70%) berdasarkan pengujian dengan PCR. Teknik ini
dicobakan pula pada tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus) dan memberikan
efisiensi transformasi sebesar sekitar 85% (Kojima et al. 2004).
Pada tanaman padi khususnya padi japonica, teknik transformasi in-planta
dikembangkan oleh Supartana et al. (2005) dengan sedikit pengembangan dari
pekerjaan yang dilakukan Kojima et al. (2000, 2004). Material yang dijadikan
objek adalah bagian meristem apikal pada daerah embrio. Teknik ini dilakukan
pada biji padi yang masih belum berkecambah. Teknik transformasi in-planta ini
12
berhasil memberikan efisiensi transformasi sebesar 40% berdasarkan pengujian
PCR pada generasi T1.
Penerapan teknik transformasi in-planta pada padi indica pertama kali
dilakukan oleh Lin et al. (2009). Adopsi teknik sesuai dengan metode Supartana
et al. (2005) hanya memberikan efisiensi transformasi kurang dari 0.2%.
Rendahnya nilai efisiensi transformasi pada padi indica membuat dilakukannya
modifikasi lain berupa penggunaan vakum setelah penusukan pada biji padi dan
penggunaan media MS setengah konsentrasi sebagai larutan untuk meresuspensi
inokulum. Lin et al. (2009) juga memaparkan lokasi penusukan yang tepat pada
embrio untuk memberikan hasil terbaik dan mencegah kegagalan perkecambahan
akibat kesalahan lokasi dan teknik penusukan, yaitu pada meristem daerah
plumula (Gambar 5).
Gambar 5 Lokasi penusukan jarum dalam infeksi in-planta pada padi (Lin et al. 2009).
Walaupun memiliki banyak kelebihan, teknik infeksi in-planta juga
memiliki kelemahan. Kelemahan dari teknik ini adalah terjadinya kimera karena
sasaran penusukan jarum tidak dapat dipastikan mengenai bagian meristem.
Embrio memiliki primordia-primordia organ yang sudah lebih terdiferensiasi
dibandingkan meristem. Jika jarum melukai sel yang sudah terdiferensiasi dan
infeksi terjadi pada sel yang sudah terdiferensiasi, maka akan dihasilkan tanaman
kimera (sebagian transgenik, sebagian lainnya non-transgenik). Transformasi
13
menggunakan teknik infeksi in-planta akan memberikan generasi T0 yang hampir
dapat dipastikan kimera, sehingga hal penting yang perlu dilakukan adalah seleksi
intensif pada generasi T1 untuk mendapatkan keturunan yang sepenuhnya
transgenik (Keshamma et al. 2008).
Hingga saat ini selain tanaman yang telah disebutkan, teknik infeksi in-
planta telah banyak diterapkan pada beberapa tanaman dengan beberapa
modifikasi. Beberapa tanaman tersebut antara lain gandum (Supartana et al. 2006,
Risacher et al. 2009), kaktus Notocactus scopa cv Soonjung (Seol et al. 2008),
alfalfa (Weeks et al. 2008), jagung (Chumakov et al. 2006), Medicago truncatula
(Trieu et al. 2000), kacang tanah (Rohini dan Rao 2000), dan kapas (Keshamma et
al. 2008).
Marka Seleksi untuk Tanaman Transgenik
Setelah proses infeksi dilakukan, proses seleksi dibutuhkan untuk dapat
memilah regeneran yang mengandung gen sisipan (transgenik) dan regeneran
yang non-transgenik. Untuk dapat melakukan seleksi, harus ada sekuen lain yang
berada dalam fragmen T-DNA yang memang berperan dalam proses seleksi.
Dalam melakukan konstruksi gen dalam plasmid ekspresi, marka seleksi selalu
disertakan untuk masuk dalam ruas T-DNA.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, marka seleksi digolongkan ke dalam
empat kategori (Wei et al. 2012), antara lain:
1. Marka positif, yaitu marka seleksi yang tidak menyebabkan letal pada
regeneran non-transgenik namun memberikan peningkatan pertumbuhan
atau laju metabolisme pada regeneran transgenik. Regeneran transgenik
akan terlihat tumbuh lebih pesat dibanding regeneran non-transgenik.
Marka positif dikelompokkan kembali menjadi tiga kelas:
a. Marka berupa gen-gen terkait biosintesis hormon, contohnya gen
uidA penyandi enzim β-glucoronidase (GUS) dan ipt (isopentenil
transferase). Gen-gen ini mampu meningkatkan pertumbuhan
melalui peningkatan ekspresi gen biosintesis hormon.
b. Marka terkait metabolisme sakarida seperti pmi, phosphomanose
isomerase (He et al. 2004); xylA, xilose isomerase (Haldrup et al.
14
2001); atlD, arabitol dehidrogenase (LaFayette et al. 2005).
Marka-marka dalam kelas ini memungkinkan transforman
memanfaatkan sakarida-sakarida yang tidak umum seperti manosa,
xilosa, dan arabitol.
c. Marka yang berasosiasi dengan metabolisme asam amino seperti
AK (aspartate kinase), DAO1 (D-amino acid oxidase), TSB
(Triptophan synthase beta1), yang mampu mengaktivasi lintasan
metabolisme asam
amino
yang dapat
menjadi
pemicu
pertumbuhan.
2. Marka negatif, yaitu marka seleksi yang menyebabkan penghambatan
bahkan kematian pada regeneran non-transgenik, sedangkan regeneran
transgenik tetap mampu tumbuh. Contoh marka negatif adalah gen-gen
penyandi resistensi terhadap antibiotik seperti npt (resistensi kanamisin)
dan hpt (resistesi higromisin) (Kutty et al. 2011) atau bar penyandi
resistensi herbisida Basta (Lin et al. 2009).
3. Marka visual, yaitu marka diferensial yang dapat membedakan transgenik
dan non-transgenik. Umumnya marka visual digunakan sebagai reporter
gene. Contoh marka visual adalah GFP, green fluorescence protein (Vain
et al. 1998), lacZ atau GUS, β-glucoronidase (Helmer et al. 1984), dan
Luc, Luciferase (Chia et al.1994).
4. Marka berbasis patogen, yaitu marka terkait toleransi terhadap patogen.
Contohnya pflp, plant feredoxin-like protein (You et al. 2003) yang dapat
meningkatkan resistensi tanaman terhadap infeksi bakteri Erwinia
carotovora.
15
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009 sampai Mei 2012 di
Laboratorium Penelitian Fisiologi dan Biologi Molekular Tumbuhan serta Rumah
Kaca Departemen Biologi FMIPA IPB, Darmaga, Bogor.
Bahan Penelitian
Padi genotipe T309, IR64, Situbagendit, Danau Gaung, Grogol, Krowal
Oval, dan Hawara Bunar digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga
menggunakan bahan berupa tanaman transgenik T309 hasil penembakan dengan
particle bombardment hasil pekerjaan Dr. Saptowo J Pardal dan tim di BB Biogen
(Deptan), plasmid pFLAP dan pBD80 (Gambar 6 dan 7), plasmid pGEM-T Easy
rekombinan pembawa gen B11 sebagai sumber gen untuk amplifikasi, serta
plasmid rekombinan pGWB5 (Gambar 8) yang membawa gen B11 hasil pekerjaan
Roslim (2011).
SphIClaI
SalI
HindIII
AscI
pFLAP
BamHI
amp
pFLAP
GOI
35S CaMVTnos
KpnI
EcoRI
BglII
NotI
PacI
r
Gambar 6 Peta linier pFLAP.
ApaI
PspOMI
Acc65I
EcoRIKpnI
pBD80
ColE
oriV
NPTIII
LB
PacI
NPTII
Pro‐GOI‐Term RB
Gambar 7 Peta linier pBD80.
B11
ClaI
SphI
HindIII
AscI
Gambar 8 Peta linier daerah T-DNA pGWB5 pembawa gen B11.
pBD80
16
Metode Penelitian
Konstruksi Plasmid Rekombinan Pembawa Gen B11
Gen B11 diamplifikasi dengan reaksi PCR (Polimerase Chain Reaction)
menggunakan tiga macam
pasangan primer spesifik gen B11 yang telah
mengandung adapter situs BamHI dan SalI pada ujungnya. Hasil pita DNA yang
diharapkan antara lain 200 pb (sekuen parsial), 500 pb (sekuen penuh), dan 573 pb
(sekuen penuh hasil desain ulang). PCR dilakukan menggunakan Dreamtaq DNA
polimerase (Fermentas, Kanada) dengan suhu penempelan primer 65oC. Hasil
PCR divisualisasi pada 1% gel Agarose (LE GQ Top Vision, Fermentas, Kanada)
dengan pewarnaan menggunakan 5µg/ml etidium bromida.
Sebagai vektor entry, digunakan pFLAP. Plasmid pFLAP terlebih dahulu
dipotong dengan enzim restriksi BamHI dan SalI (Fermentas, Kanada) dengan
inkubasi 37oC selama 18 jam untuk membuatnya menjadi
linear. Kemudian
sisipan dan vektor FLAP dielektroforesis dan dipurifikasi dari gel (elusi)
menggunakan kit Wizard SV Minicolumn PCR Clean-up System (Promega,
USA), lalu selanjutnya diligasi dengan enzim T4 DNA ligase (Promega, USA).
Hasil ligasi kemudian diintroduksikan ke dalam E. coli DH5α mengikuti prosedur
kejutan panas (Sambrook et al. 1989).
Plasmid pFLAP-B11 sebagai entry clone rekombinan yang dihasilkan,
kemudian dipotong menggunakan enzim AscI dan PacI (New England Biolabs,
USA). Pita DNA berukuran 1397, 1697, dan 1770 pb kemudian dielusi dari gel.
Sebagai basis vektor ekspresi digunakan pBD80 yang sebelumnya dipotong
terlebih dahulu dengan enzim yang sama (AscI-PacI), dielektroforesis pada 1%
gel agarose, dan fragmen berukuran 11091 pb dielusi untuk mendapatkan fragmen
linear dari pBD80. Hasilnya kemudian diligasi dengan beberapa jenis fragmen
B11 dengan bantuan T4 DNA ligase sehingga diperoleh plasmid ekspresi pBIN-
B11 rekombinan. Hasil ligasi kemudian ditransformasi kembali ke dalam E. coli
DH5α mengikuti prosedur kejutan panas. Isolasi plasmid dilakukan dengan
Wizard Minicolumn Plasmid Extraction kit (Promega, USA).
17
Transformasi Tanaman Padi dengan Gen B11
Transformasi menggunakan particle bombardment. Transformasi dengan
particle bombardment dilakukan oleh Dr. Saptowo J Pardal dan timnya di BB
Biogen, Cimanggu, Bogor. Hanya satu tanaman T0 fertil hasil penembakan yang
diperoleh untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.
Infeksi A. tumefaciens pada kalus padi. Kultur A. tumefaciens AgL0
pembawa plasmid biner pGWB5 (Gambar 8) hasil pekerjaan Roslim (2011)
dengan OD660 = 0.6 digunakan untuk menginfeksi kalus dua genotipe yang
berbeda (T309 dan IR64). Kalus disiapkan dengan menumbuhkan biji padi
genotipe T309 dan IR64 pada media MS (Lampiran.1) yang mengandung 2 ppm
2,4-D. Kalus kemudian diinfeksi dengan merendamnya di dalam suspensi A.
tumefaciens dalam media ko-kultivasi cair yang mengandung 100 µM
acetosiringone. Seleksi dilakukan menggunakan higromisin 5 ppm. Regenerasi
kalus dilakukan menggunakan media MS + 2 ppm BAP (Lampiran.2).
Infeksi A. tumefaciens pada embrio muda padi. Infeksi embrio muda
dilakukan sesuai metode Hiei dan Komari (2008). Bahan embrio muda dipanen
dari malai padi berumur 7 hari setelah penyerbukan saat biji masih dalam bentuk
cairan (matang susu). Terdapat 5 jenis media yang dipergunakan, antara lain
media ko-kultivasi, media resting, media pre-regenerasi, media regenerasi, dan
media pengakaran. Komposisi media sesuai dengan Hiei dan Komari (2008)
disajikan pada Lampiran 3
Infeksi A. tumefaciens secara in-planta. Infeksi in-planta dilakukan pada
tujuh genotipe padi (IR64, Situbagendit, Hawara Bunar, Krowal Oval, Danau
Gaung, Grogol, dan T309) sesuai prosedur yang dilakukan oleh Supartana et al.
(2005) dengan sedikit modifikasi. Biji padi yang akan digunakan dioven pada
30oC selama 24 jam untuk memcahkan dormansi. Setelah dioven, tanpa dikupas
terlebih dahulu, biji disterilisasi permukaan menggunakan larutan NaOCl 1%
selama 15 menit dan dibilas 3x menggunakan akuades steril. Selanjutnya biji
direndam dalam akuades selama 24 jam hingga daerah embrio terlihat berwarna
putih. A. tumefaciens yang digunakan untuk infeksi adalah suspensi A.
tumefaciens dengan OD660 = 1.0 (Hiei & Komari 2009) dalam akuades steril.
Embrio dari biji yang telah direndam kemudian ditusuk menggunakan jarum
18
(diameter 0.5 mm) yang sebelumnya dicelupkan dalam suspensi A. tumefaciens
sedalam kira-kira 1-1.5 mm. Biji yang embrionya telah ditusuk kemudian
diletakkan pada cawan petri yang sebelumnya diberi alas kapas dan kertas saring
basah, lalu diinkubasi selama 7 hari pada suhu 23oC (gelap).
Evaluasi Tanaman Hasil Transformasi dan Penanaman Padi di Rumah Kaca
Seleksi antibiotik. Seleksi antibiotik dilakukan terhadap kalus padi hasil
infeksi secara aseptik dan biji generasi T1 hasil infeksi secara in-planta. Seleksi
terhadap kalus hasil transformasi pBIN-B11 menggunakan kanamisin 25 ppm,
sedangkan pada kalus hasil transformasi pGWB5-B11 menggunakan higromisin
30 ppm. Seleksi dilakukan selama 2-3 minggu pada media regenerasi yang
ditambahkan antibiotik sesuai konsentrasi masing-masing antibiotik (Lampiran 2)
dengan suhu ruang kultur 28oC dan intensitas cahaya 300 PPFD (Photo Proton
Flux Density)
Seleksi biji T1 hasil infeksi secara in-planta dilakukan dengan
menumbuhkan biji pada larutan higromisin 20 ppm dalam air steril. Skoring hasil
seleksi antibiotik dilakukan pada hari keempat pengujian. Biji yang mampu
berkecambah normal (memunculkan akar dan tunas) merupakan biji putatif
transgenik.
Uji toleransi terhadap cekaman Al. Analisis toleransi Al dilakukan untuk
biji generasi T1 dan T2 menggunakan parameter Root-Re-Growth (RRG) dengan
cekaman 15 ppm Al (Al diberikan dalam bentuk larutan AlCl3·6H2O) sesuai
dengan metode yang diuraikan Miftahudin et al. (2002) (Lampiran 4). Kategori
sensitif jika nilai RRG
ARIEF PAMBUDI. Genetic Transformation of Rice (Oryza sativa L.) with
Aluminum Tolerant Gene Candidate. Supervised by MIFTAHUDIN and
TETTY CHAIDAMSARI
Utilization of marginal lands such as acid soils could be an alternative solution
to increase rice cultivation area. One main problem found in acid soils is high
solubility of Al3+ ion that toxic for plant. Al tolerant varities are required to
overcome this problem. Generally, Al-tolerant varieties have poor agronomic
characteristics, such as low productivity, compared to the popular varieties that
typically Al-sensitive. Genetic engineering could be an alternative way to improve
agronomic characters. One candidate of Al tolerant genes, namely B11 gene, has
been successfully isolated from Al-tolerant rice, Hawara Bunar, an Indonesian
local rice genotype. The B11 gene was inserted into pBIN and pGWB5 plasmids
and introduced to several rice genotypes through particle bombardment and
Agrobacterium-mediated transformation techniques. Agrobacterium mediated
transformation efficiency in T309 genotype was 10%. However, transformation
into IR64 genotype through callus and immature embrio infection was not
succesfull. In-planta transformation was succesffully introduced the gene into
several rice genotypes with various transformation efficiency, which were 80.0,
75.0, 66.7, 33.3 and 33.3 percent for rice genotype IR64, Grogol, Krowal Oval,
T309, and Situbagendit, respectively. The in-planta technique has not been
succcesfully transformed the gene into rice genotype Hawara Bunar and Danau
Gaung.
Keywords: Agrobacterium-mediated transformation, in-planta transformation,
particle bombardment, transgenic rice
RINGKASAN
ARIEF PAMBUDI. Transformasi Genetik Padi (Oryza sativa L.) dengan
Kandidat Gen Toleran Aluminium. Dibimbing oleh MIFTAHUDIN dan TETTY
CHAIDAMSARI.
Kebutuhan pangan akan semakin bertambah seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk dan konversi lahan untuk pemukiman. Hal ini mendorong untuk
dilakukannya ekstensifikasi pertanian pada lahan marginal, salah satunya lahan
masam. Kelarutan Aluminium (Al) yang tinggi pada lahan masam menyebabkan
masalah tersendiri karena Al dalam bentuk kation trivalen bersifat toksik pada
tanaman, salah satunya padi. Penggunaan varietas-varietas toleran Al sebenarnya
dapat menjadi solusi dalam ekstensifikasi pertanian. Namun, karakter agronomis
varietas toleran umumnya tidak sebaik varietas-varietas populer yang banyak
digunakan oleh petani. Perbaikan sifat tanaman padi perlu dilakukan untuk
menghasilkan tanaman dengan karakter agronomis yang baik dan toleran Al.
Salah satu cara perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan dengan rekayasa genetika
melalui peningkatan ekspresi gen yang berperan dalam toleransi Al. Salah satu
kandidat gen yang diduga berperan dalam toleransi Al adalah gen B11 yang
berhasil diisolasi dari genotipe padi toleran Al, Hawara Bunar. Transformasi gen
ini pada tanaman tembakau menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman
Al dibandingkan pada tanaman kontrol.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi plasmid ekspresi pBIN
yang membawa gen B11 lalu mengintroduksikannya pada tanaman padi melalui
beberapa pendekatan. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh konstruk
plasmid rekombinan pBIN-B11 dan diperoleh pula metode transformasi yang
paling efektif untuk menghasilkan tanaman padi transgenik.
Penelitian dilakukan mulai Februari 2009 hingga Mei 2012 bertempat di
laboratorium penelitian Fisiologi dan Genetika Tumbuhan, Departemen Biologi
FMIPA IPB. Konstruksi dilakukan menggunakan metode konvensional berupa
restriksi-ligasi. Introduksi gen dilakukan dengan membandingkan penggunaan
particle bombardment, infeksi oleh Agrobacterium tumefaciens pada kalus dan
embrio muda, serta secara in-planta. Penembakan kalus padi dengan particle
bombardment dilakukan oleh Dr. Saptowo J. Pardal dan tim. Evaluasi hasil
transformasi dilakukan melalui seleksi antibiotik, uji toleransi terhadap cekaman
Al, uji keberadaan gen sisipan, dan analisis ekspresi gen sisipan.
Penyisipan gen B11 dalam pBIN menghasilkan 4 macam konstruksi
dengan beberapa ukuran gen sisipan, antara lain pBIN-E, pBIN-F, pBIN-I, dan
pBIN-K. Plasmid rekombinan pBIN-B11 digunakan langsung untuk penembakan
pada kalus genotipe T309 dan IR64 menggunakan particle bombardment. Untuk
genotipe T309 penembakan partikel dengan pBIN-F menghasilkan satu tanaman
yang lolos seleksi antibiotik. Analisis toleransi Al biji transgenik dari generasi T1
hingga T3 menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman Al dibandingkan
tipe liarnya (kontrol). Uji keberadaan gen sisipan menunjukkan bahwa gen tersisip
ke dalam DNA genom padi. Analisis ekspresi menunjukkan secara umum terjadi
peningkatan ekspesi gen B11 pada padi transgenik, namun nilai ekspresinya masih
belum sesuai harapan. Efisiensi transformasi masih rendah akibat tingginya
persentase tanaman yang albino karena seleksi menggunakan kanamisin,
sedangkan untuk genotipe IR64 belum diperoleh regeneran lolos seleksi.
Percobaan infeksi melalui A. tumefaciens pada kalus T309 dan IR64
dilakukan sebagai pembanding metode particle bombardment. Tingginya
persentase albino mendorong dilakukannya infeksi oleh A. tumefaciens
menggunakan konstruk B11 dalam pGWB5 hasil penelitian peneliti sebelumnya
(Roslim 2009). Penggunaan plasmid pGWB5 memungkinkan seleksi
menggunakan higromisin. Infeksi kalus T309 menghasilkan tanaman lolos seleksi
lebih banyak dibandingkan saat penggunaan particle bombardment dengan pBINB11. Nilai efisiensi transformasi genotipe T309 sebesar 10% sesuai dengan hasil
uji sisipan gen. Transformasi pada kalus dan embrio muda genotipe IR64 belum
memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Sifat genotipe IR64 yang rekalsitran menjadi masalah tersendiri dalam
proses transformasi melalui kultur jaringan. Infeksi secara in-planta dilakukan
untuk mengatasi masalah ini. Teknik ini dilakukan pada 7 genotipe padi tanpa
melalui tahapan kultur jaringan. Berdasarkan pengujian sisipan gen, teknik infeksi
in-planta berhasil dilakukan dengan nilai efisiensi yang bervariasi antar genotipe,
yaitu sebesar 80.0, 75.0, 66.7, 33.3 dan 33.3 persen berturut-turut untuk genotipe
IR64, Grogol, Krowal Oval, T309, dan Situbagendit. Genotipe Hawara Bunar dan
Danau Gaung masih belum berhasil ditransformasi.
Konstruksi gen B11 dalam pBIN dapat digunakan untuk pekerjaan
lanjutan pada rekayasa tanaman padi dengan sedikit modifikasi pada prosedur
seleksi untuk menghindari kejadian albino. Teknik infeksi A.tumefaciens secara
in-planta dapat menjadi pilihan teknik yang mudah, murah, dan efektif untuk
mengintroduksi gen pada tanaman padi dibanding metode menggunakan particle
bombardment dan infeksi A. tumefaciens berbasis kultur jaringan.
Kata kunci: Infeksi Agrobacterium, padi toleran aluminium, padi transgenik,
particle bombardment, transformasi in-planta.
11
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha ekstensifikasi tanaman padi ke lahan-lahan marginal seperti tanah
masam perlu diupayakan, seiring berkurangnya areal pertanian tanaman pangan di
Indonesia terutama di pulau Jawa. Namun, usaha pertanian pada tanah masam
terutama terkendala oleh keracunan Aluminium (Al). Kelarutan ion Al trivalen
yang tinggi menjadi penghambat pertumbuhan dan fungsi akar, yang selanjutnya
dapat menurunkan produksi tanaman (Kochian 1995).
Penggunaan varietas padi toleran cekaman Al dapat menjadi salah satu
solusi dalam ekstensifikasi pertanian tanaman padi di tanah masam. Namun,
produktivitas varietas toleran Al secara alami tidak sebaik varietas unggul yang
umumnya sensitif cekaman Al. Pemuliaan tanaman melalui persilangan maupun
rekayasa genetika menjadi upaya untuk memperbaiki sifat tanaman. Rekayasa
genetika memungkinkan untuk merakit tanaman transgenik melalui modifikasi
satu jenis gen tanpa mempengaruhi sifat-sifat lain. Hal ini menjadi keunggulan
dari rekayasa genetika dibandingkan persilangan.
Mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al beragam antar spesies
yang berbeda. Namun pada tanaman pangan seperti gandum (Triticum aestivum
L.), barley (Hordeum vulgare L.), rye (Secale cereale L.), sorgum (Sorgum
bicolor L.), jagung (Zea mays L.) secara umum menunjukkan mekanisme
toleransi terhadap cekaman Al yang mirip yaitu melalui pengaktifan sekresi asam
organik berupa anion malat, sitrat, maupun oksalat (Li et al. 2000, Furukawa et al.
2007,
Ryan et al. 2009).
Penelitian Miftahudin dan Chikmawati (2008)
menunjukkan adanya peningkatan sekresi asam malat dan sitrat pada genotipe
Hawara Bunar dan Grogol (toleran Al) dibandingkan genotipe IR64 (sensitif Al)
saat diberi cekaman Al. Selain itu, terdapat pula akumulasi Al pada daerah
apoplas sel akar yang mengindikasikan bahwa Al tidak masuk ke dalam sel. Hal
ini memberikan dugaan bahwa ada peran protein transporter untuk mengeluarkan
asam organik yang mengkelat Al dari dalam sel seperti ALMT-1. Namun
demikian, penelitian Sasaki et al. (2004) menunjukkan bahwa ekspresi berlebih
ALMT-1 pada padi tidak memberikan peningkatan toleransi Al yang signifikan
2
antara tanaman transgenik ALMT-1 dan non-transgenik. Oleh karena itu untuk
tanaman padi, mungkin masih ada gen lain yang lebih bertanggung jawab dalam
mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.
Penelitian Miftahudin et al. (2005) pada tanaman rye menunjukkan adanya
hubungan sinteni antara daerah pada lengan panjang kromosom 4 rye dan daerah
pada lengan pendek kromosom 3 padi terkait dengan toleransi terhadap cekaman
Al. Berdasarkan hubungan sinteni ini, Roslim (2009) melakukan penapisan
beberapa marka pada daerah kromosom 3 padi. Daerah B11 mengalami
peningkatan ekspresi (up-regulated) saat diberi perlakuan Al. Pada genotipe padi
toleran Al peningkatan ekspresi daerah tersebut lebih tinggi dibanding genotipe
sensitif Al. Oleh karena itu, daerah B11 yang kemudian disebut sebagai gen B11
dapat dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang berperan dalam toleransi Al.
Roslim (2011) berhasil mengisolasi gen B11 dari padi lokal Indonesia yang
toleran Al, Hawara Bunar. Paralel dengan penelitian pada padi, Roslim (2011)
melakukan penyisipan gen B11 pada plasmid ekspresi pGWB5 lalu
diintroduksikan pada tembakau melalui infeksi Agrobacterium tumefaciens.
Tembakau transgenik B11 mengalami peningkatan toleransi Al dibandingkan non-
transgenik. Hipotesis peran B11 sebagai salah satu gen toleransi Al perlu
dibuktikan pada padi sebagai tanaman asal gen tersebut.
Empat macam plasmid rekombinan pBIN-B11 hasil konstruksi yang
dilakukan pada penelitian ini digunakan oleh Saptowo dan timnya (Balai Besar
Sumberdaya Genetik Pertanian, Badan Litbang Deptan) untuk transformasi padi
melalui particle bombardment. Hanya satu konstruk yaitu pBIN-B11-F yang
menghasilkan satu tanaman fertil dari penembakkan tersebut, yang kemudian
dievaluasi dalam penelitian ini hingga generasi T3. Sejalan dengan evaluasi
tanaman hasil penembakan partikel, dilakukan pula introduksi gen B11 pada padi
dengan bantuan A. tumefaciens melalui beberapa pendekatan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi plasmid rekombinan pBIN
yang membawa gen B11, melakukan seleksi dan evaluasi tanaman transgenik
3
generasi T1-T3 hasil transformasi dengan teknik particle bombardment, serta
mengintroduksi gen B11 pada tanaman padi. Introduksi dilakukan terutama
melalui infeksi A. tumefaciens dengan beberapa metode infeksi untuk memperoleh
efisiensi transformasi yang terbaik.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa:
1. Konstruk gen B11 dalam plasmid ekspresi dapat digunakan untuk pekerjaan-
pekerjaan downstream lainnya dalam rekayasa padi toleran Al.
2. Protokol yang efektif untuk melakukan perakitan padi transgenik yang dapat
diterapkan untuk produksi padi transgenik.
3. Galur padi transgenik toleran Al yang dapat dikembangkan menjadi varietas
unggul spesifik lokasi (VUSL) khususnya untuk tanah masam.
Alur dan Pengembangan Penelitian
Konstruksi plasmid
rekombinan pBIN-B11
Konstruksi plasmid rekombinan
pGWB5-B11 (Roslim 2011)
Transfromasi genetik dengan
particle bombardment pada IR64 dan
T309 (Pardal dan tim 2009)
Transfromasi genetik melalui infeksi
Agrobacterium
Kalus
IR64
Kalus
T309
Kalus
T309
Kalus
IR64
Embrio
muda
Teknik
In-planta
Analisis putatif transgenik:
Seleksi antibiotik, toleransi terhadap Al, uji insersi, uji ekspresi
Padi transgenik B11 toleran Al
Gambar 1 Alur dan pengembangan penelitian yang dilakukan. Tanda panah putus-putus
merupakan pengembangan dari rencana awal sedangkan kotak yang diberi arsiran
tidak dilakukan dalam penelitian ini.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Padi dan Cekaman Aluminium
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman serealia semusim yang
merupakan sumber karbohidrat utama bagi penduduk dunia, terutama Indonesia.
Secara taksonomi padi termasuk dalam Divisi Angiospermae, Kelas
Monocotiledoneae, Ordo Poales, Famili Poaceae atau Gramineae serta Genus
Oryza. Oryza sativa terdiri dari tiga sub spesies yaitu indica, japonica, serta
javanica yang hanya terdapat di pulau Jawa dengan sifat antara kedua subspesies
pertama (Matsuo & Hoshikawa 1993).
Secara alami, tanaman selalu dihadapkan pada berbagai cekaman
lingkungan baik biotik maupun abiotik. Cekaman biotik disebabkan oleh serangan
hama, penyakit dan gulma, sedangkan cekaman abiotik disebabkan oleh
kekeringan, salinitas, suhu tinggi, suhu rendah dan tanah masam. Keracunan Al
merupakan hambatan dalam produksi pertanian di tanah masam. Kelarutan Al
berhubungan dengan bentuk senyawa Al dan pH larutan. Menurut Kochian (1995)
terdapat tiga bentuk senyawa Al yaitu mononuklear (Al3+), Al polinuklear, dan
molekul Al kompleks. Endapan Al(OH)3 terbentuk pada pH netral, sedangkan
pada pH tinggi Al terdapat dalam bentuk Al(OH)4-. Ketika pH rendah (kurang dari
4) akan terbentuk Al(H2O)63+ atau dikenal dengan Al3+ yang merupakan bentuk Al
paling toksik bagi tanaman karena dapat menghambat pertumbuhan dan fungsi
akar (Kochian 1995, Matsumoto 2000).
Kerusakan sistem perakaran tanaman akibat keracunan Al selanjutnya
akan
mengubah anatomi dan morfologi akar (memendek, menebal, dan
menggulung), mengganggu penyerapan unsur hara (khususnya Ca dan K),
mengganggu sitoskeleton dan proses-proses pada apoplas yang berdampak pada
penghambatan pertumbuhan, gangguan dalam transport intraseluler, dan memicu
radikal bebas yang menyebabkan cekaman oksidatif sehingga tanaman menjadi
rentan terhadap cekaman lingkungan lain, hingga pada akhirnya menurunkan
produktivitas tanaman (Ryan et al. 2011).
Padi memiliki beragam genotipe dalam hal toleransi terhadap cekaman
Al. Beberapa genotipe sensitif dan beberapa genotipe lainnya toleran. Beberapa
6
contoh genotipe toleran Al antara lain IRAT 144, IRAT 303, Hawara Bunar, IAC-
1246, Azucena, IRAT 351, IRAT 352, IRAT 379, Grogol, Danau Gaung
(Silitonga 2008, Roslim 2011), sedangkan contoh genotipe padi sensitif Al antara
lain IR64 dan Krowal (Roslim 2011). Ciherang dan Situ Bagendit juga merupakan
dua genotipe yang sensitif Al dari pengujian RRG yang dilakukan pada penelitian
pendahuluan sebelumnya. Penggunaan genotipe padi toleran Al dapat menjadi
solusi dalam ekstensifikasi pada lahan-lahan masam. Namun karena pada
umumnya varietas-varietas toleran Al memiliki produktivitas yang rendah, maka
penggunaan varietas toleran Al kurang menguntungkan petani.
Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium
Ryan dan Delhaize (2010) mengelompokkan mekanisme pertahanan
terhadap cekaman Al menjadi 2 strategi, yaitu strategi toleransi dan strategi
resistensi (eksklusi). Strategi toleransi merupakan mekanisme tanaman untuk
dapat mengizinkan ion Al trivalen masuk dalam aliran simplas namun kemudian
dikelat dalam kompleks atau diisolasi dalam organel tertentu sehingga tidak
berbahaya bagi metabolisme sel. Mekanisme ini umum terjadi pada spesies-
spesies endemik tropis yang memiliki banyak tanah masam. Contoh tanaman yang
melakukan mekanisme toleransi ini adalah teh (Camellia sinensis), buckwheat
(Fagopyrum esculentum), Melastoma, dan Hydrangea sp. Tanaman-tanaman ini
mengakumulasi Al pada daun sehingga disebut juga tanaman akumulator.
Mekanisme eksklusi yaitu strategi pertahanan tanaman terhadap cekaman
Al melalui pencegahan akumulasi ion Al trivalen dalam simplas dan
meminimalisasi interaksi berbahaya dengan membran plasma, dinding sel, atau
target lain di apoplas. Mekanisme ini dilakukan melalui pengeluaran eksudat akar
berupa anion organik untuk mendetoksifikasi ion Al pada apolas atau pengikatan
dan pengeluaran ion Al dari dalam sel. Beberapa asam organik yang disekresi oleh
tanaman padi melalui akar antara lain anion sitrat, malat, oksalat (Li et al. 2000,
Furukawa et al. 2007, Ryan et al. 2009).
7
B11 sebagai Salah Satu Kandidat Gen Toleransi Aluminium
Miftahudin (2005) telah mengidentifikasi daerah Alt3 yang memegang
peranan dalam toleransi Al pada tanaman rye (Secale cereale L.). Berdasarkan
hubungan kolinearitas antara genom rye dan padi, terdapat sinteni antara daerah
Alt3 rye dengan klon BAC pada kromosom 3 padi. Kemudian dikembangkan
marka-marka molekular berdasarkan sekuen BAC kromosom 3 padi dan
diterapkan pada rye. Terdapat 4 marka (B11, B25, B26, B27) yang kemudian
diuji pada populasi F2 hasil silangan antara rye varietas sensitif dan toleran Al.
Dari keempat marka tersebut, diketahui bahwa dua marka, B11 dan B26
mengalami ko-segregasi dengan lokus Alt3. Hasil ini mengindikasikan bahwa gen
Alt3 berjarak sangat dekat dengan kedua marka tersebut. Hubungan sinteni antara
padi dan rye ditampilkan pada Gambar 2. Peta resolusi tinggi menunjukkan bahwa
Alt3 terletak di antara interval B11 dan B26, atau bahkan dapat merupakan B11
atau B26 itu sendiri (Miftahudin et al. 2005).
Gambar 2 Homologi kromosom 4RL rye dengan kromosom 3 pada padi. Gen Alt3 yang
memegang peranan terhadap toleransi Al pada rye berjarak sangat dekat dengan
marka B11 dan B26 (Miftahudin et al. 2005).
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Roslim (2009) dengan melakukan
penapisan 19 marka STS (Sequence Tag Site) dari tanaman rye pada padi dengan
teknik PCR. Penapisan ini menghasilkan 5 marka terpilih yang memberikan 1 pita
pada genotipe toleran Al (Hawara Bunar) dan sensitif Al (IR64) yaitu B11, B31,
22B6, 24B7, dan 26B8. Tahap kedua, dilakukan penapisan dengan menggunakan
RT-PCR pada lima marka terpilih. Hasilnya menunjukkan bahwa B11 mengalami
peningkatan ekspresi pada cekaman 15 ppm Al, dan tingkat ekspresi B11 jauh
8
lebih tinggi pada genotipe toleran Al dibanding ekspresi pada genotipe sensitif Al.
Hasil ini menjadikan marka B11 yang kemudian disebut sebagai gen B11 dapat
dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang berperan dalam toleransi Al.
Gen B11 berhasil diisolasi dan diklon ke dalam plasmid ekspresi pGWB5.
Transformasi gen B11 pada tanaman telah dilakukan pada tanaman tembakau.
Pengujian cekaman Al pada tembakau transgenik menunjukkan peningkatan
toleransi Al dibandingkan tembakau kontrol (Roslim 2011).
Teknik Introduksi Gen ke Tanaman
Particle Bombardment
Teknik introduksi gen secara langsung dapat dilakukan dengan
penembakan menggunakan particle bombardment. Metode penembakan ini
dilakukan dengan melapisi DNA dalam plasmid ekspresi yang akan
ditransformasi dengan partikel emas. Dengan tekanan yang berasal dari gas
helium, plasmid yang telah dilapis ditembakkan ke material yang menjadi target
transformasi (Glick & Pasternak 1998). Variabel yang dapat diatur adalah
pengaturan jarak tembak. Jarak tembak yang lebih dekat akan memberikan
tekanan yang lebih kuat. Tekanan yang kuat akan melubangi sel dan plasmid
dapat masuk ke dalam sel target.
Transformasi dengan particle bombardment dipastikan bahwa DNA yang
diintroduksikan masuk ke dalam sel, namun dengan masuknya DNA asing dalam
sel belum dapat dipastikan bahwa DNA tersebut akan diekspresikan. Hal ini yang
menjadi kekurangan teknik penembakan, di samping DNA yang akhirnya masuk
ke dalam sel umumnya tidak hanya satu copy. Jumlah DNA yang masuk lebih dari
satu copy dalam sel mampu menyebabkan silensing gen sisipan melalui
mekanisme silensing pasca transkripsi. Hal ini dapat menyebabkan ekspresi gen
yang disisipkan rendah atau bahkan termutasi sama sekali (Kakkar & Verma
2011).
Infeksi A. tumefaciens
Cara lain untuk menghasilkan tanaman transgenik adalah melalui infeksi
A. tumefaciens. Keuntungan teknik infeksi adalah tidak membutuhkan peralatan
9
khusus, dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium yang sederhana, dan
sisipan gen tunggal berpeluang lebih tinggi dibanding dengan particle
bombardment, sehingga stabilitas ekspresi gen lebih tinggi (Hansen & Chilton
1996, Dai et al. 2001, Rahmawati 2006).
Proses infeksi yang dilakukan A. tumefaciens mampu menyebabkan
transfer DNA dari bakteri ke tanaman inang. Kemampuan transfer ini karena
adanya 6-8 operon (bergantung pada strain bakteri) pada plasmid Ti yang
meregulasi proses transfer dan integrasi DNA ke dalam genom inang (Rahmawati
2006). Daerah T-DNA (yang dibatasi oleh LB dan RB ) merupakan daerah yang
akan ditransfer ke dalam genom inang. Pada A. tumefaciens tipe liar, T-DNA
mengandung gen-gen fitohormon (auksin, sitokinin), dan opine (sumber C dan N
bagi bakteri) yang ekspresinya dapat menyebabkan terbentuknya tumor mahkota
(Glick & Pasternak 1998).
Mekanisme integrasi T-DNA ke genom tanaman ditampilkan pada
Gambar 3. Proses ini diawali dengan pengenalan sinyal flavonoid yang dihasilkan
oleh tanaman saat luka oleh VirA/VirG yang merupakan komponen dalam
transduksi sinyal. VirA merupakan reseptor membran, sedangkan VirG terdapat di
dalam sitoplasma. Aktivasi VirG oleh VirA mengaktifkan operon Vir lainnya
melalui fosforilasi. VirC mengenali daerah enhancer overdrive RB T-DNA. T-
DNA utas tunggal kemudian dihasilkan melalui pemutusan T-DNA oleh
kompleks protein VirD1/D2 pada bagian RB terlebih dahulu kemudian berjalan
menuju LB. Kompleks VirD1/D2 lalu memulihkan plasmid Ti akibat pemutusan
utas tunggal T-DNA. T-DNA belum matang (immature) yang terikat pada protein
VirD2 pada ujung 5’ kemudian disekresikan bersama dengan Vir E2 dan VirF ke
sel inang melalui kanal hasil asosiasi protein-protein VirB dan VirD4. VirD2
berperan sebagai protein pengantar hingga mencapai inti sel inang. Saat keluar
dari kanal penghubung, T-DNA mengalami pematangan melalui penyelubungan
oleh VirE2. VirE2 berperan sebagai pelindung T-DNA dari nuklease di sitoplasma
sel inang. Setelah sampai di dalam sel inang, kompleks T-DNA mengalami proses
transport intraseluler, pemasukan ke dalam inti, transport dalam inti,
pembongkaran kompleks T-DNA, dan intergrasi T-DNA (Gambar 4).
10
Kompleks T-DNA matang kemudian ditransfer ke inti melalui NPC
(nuclear pore complex). Di dalam inti, T-DNA dilepaskan dari protein VirD2 dan
selubung VirE2 melalui interaksi dengan VirF dan beberapa protein yang terdapat
pada inang (host factor) seperti karyopherin α, CAK2M (Cyclin-dependent
kinase-activating kinase), VIP1 (VirE2-interacting protein), histon H2A-1 (core
histone), ASK1 (protease VirE2), DSBs (double-strand breaks), dan KU80
(Tzfira dan Citovsky 2006).
Gambar 3 Mekanisme integrasi T-DNA dari A. tumefaciens ke genom tanaman (Tzfira &
Citovsky 2006).
Gambar 4 Detil proses transfer T-DNA setelah mencapai sel tanaman hingga terjadi integrasi
dengan genom tanaman (Tzfira & Citovsky 2006).
11
Operon Vir akan tetap mentransfer apa yang terkandung di dalam daerah
T-DNA, sekalipun T-DNA sudah tidak berisi gen-gen fitohormon dan opine. Oleh
karena itu, penyisipan suatu gen sasaran di daerah T-DNA akan memungkinkan
untuk ditransfer ke genom tanaman. Pengetahuan inilah yang kemudian
digunakan sebagai media untuk mentransfer DNA dari bakteri ke dalam genom
tanaman.
Infeksi A. tumefaciens secara In-Planta
Infeksi in-planta merupakan teknik transformasi sederhana yang pertama
kali dikembangkan oleh Kojima et al. (2000). Kelebihan dari teknik ini adalah
tidak membutuhkan teknik kultur jaringan sehingga tidak membutuhkan kondisi
aseptik, tidak terjadinya variasi somaklonal, tidak ada masalah dalam hal
regenerasi sehingga waktu pengerjaan dapat diprediksi. Berbagai kelebihan
tersebut membuat teknik ini memungkinkan dilakukan siapapun, bahkan oleh
orang yang belum pernah melakukan sekalipun. Teknik ini meniru infeksi
Agrobacterium secara alami yang pada awalnya dikembangkan untuk
transformasi pada Arabidopsis (Bent 2000) melalui infeksi pada organ bunga.
Berbagai kelebihan infeksi in-planta membuat Kojima et al. (2000) melakukan
modifikasi teknik agar metode ini dapat digunakan untuk tanaman lain.
Modifikasi dilakukan dengan menjadikan sel meristem kecambah sebagai objek
infeksi melalui penusukan jarum yang dilumuri suspensi A. tumefaciens.
Penelitian Kojima et al. (2000) yang dilakukan pada kecambah tanaman
buckwheat (Fagophyrum esculentum) berumur 4-5 hari memberikan efisiensi
yang cukup tinggi (sekitar 70%) berdasarkan pengujian dengan PCR. Teknik ini
dicobakan pula pada tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus) dan memberikan
efisiensi transformasi sebesar sekitar 85% (Kojima et al. 2004).
Pada tanaman padi khususnya padi japonica, teknik transformasi in-planta
dikembangkan oleh Supartana et al. (2005) dengan sedikit pengembangan dari
pekerjaan yang dilakukan Kojima et al. (2000, 2004). Material yang dijadikan
objek adalah bagian meristem apikal pada daerah embrio. Teknik ini dilakukan
pada biji padi yang masih belum berkecambah. Teknik transformasi in-planta ini
12
berhasil memberikan efisiensi transformasi sebesar 40% berdasarkan pengujian
PCR pada generasi T1.
Penerapan teknik transformasi in-planta pada padi indica pertama kali
dilakukan oleh Lin et al. (2009). Adopsi teknik sesuai dengan metode Supartana
et al. (2005) hanya memberikan efisiensi transformasi kurang dari 0.2%.
Rendahnya nilai efisiensi transformasi pada padi indica membuat dilakukannya
modifikasi lain berupa penggunaan vakum setelah penusukan pada biji padi dan
penggunaan media MS setengah konsentrasi sebagai larutan untuk meresuspensi
inokulum. Lin et al. (2009) juga memaparkan lokasi penusukan yang tepat pada
embrio untuk memberikan hasil terbaik dan mencegah kegagalan perkecambahan
akibat kesalahan lokasi dan teknik penusukan, yaitu pada meristem daerah
plumula (Gambar 5).
Gambar 5 Lokasi penusukan jarum dalam infeksi in-planta pada padi (Lin et al. 2009).
Walaupun memiliki banyak kelebihan, teknik infeksi in-planta juga
memiliki kelemahan. Kelemahan dari teknik ini adalah terjadinya kimera karena
sasaran penusukan jarum tidak dapat dipastikan mengenai bagian meristem.
Embrio memiliki primordia-primordia organ yang sudah lebih terdiferensiasi
dibandingkan meristem. Jika jarum melukai sel yang sudah terdiferensiasi dan
infeksi terjadi pada sel yang sudah terdiferensiasi, maka akan dihasilkan tanaman
kimera (sebagian transgenik, sebagian lainnya non-transgenik). Transformasi
13
menggunakan teknik infeksi in-planta akan memberikan generasi T0 yang hampir
dapat dipastikan kimera, sehingga hal penting yang perlu dilakukan adalah seleksi
intensif pada generasi T1 untuk mendapatkan keturunan yang sepenuhnya
transgenik (Keshamma et al. 2008).
Hingga saat ini selain tanaman yang telah disebutkan, teknik infeksi in-
planta telah banyak diterapkan pada beberapa tanaman dengan beberapa
modifikasi. Beberapa tanaman tersebut antara lain gandum (Supartana et al. 2006,
Risacher et al. 2009), kaktus Notocactus scopa cv Soonjung (Seol et al. 2008),
alfalfa (Weeks et al. 2008), jagung (Chumakov et al. 2006), Medicago truncatula
(Trieu et al. 2000), kacang tanah (Rohini dan Rao 2000), dan kapas (Keshamma et
al. 2008).
Marka Seleksi untuk Tanaman Transgenik
Setelah proses infeksi dilakukan, proses seleksi dibutuhkan untuk dapat
memilah regeneran yang mengandung gen sisipan (transgenik) dan regeneran
yang non-transgenik. Untuk dapat melakukan seleksi, harus ada sekuen lain yang
berada dalam fragmen T-DNA yang memang berperan dalam proses seleksi.
Dalam melakukan konstruksi gen dalam plasmid ekspresi, marka seleksi selalu
disertakan untuk masuk dalam ruas T-DNA.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, marka seleksi digolongkan ke dalam
empat kategori (Wei et al. 2012), antara lain:
1. Marka positif, yaitu marka seleksi yang tidak menyebabkan letal pada
regeneran non-transgenik namun memberikan peningkatan pertumbuhan
atau laju metabolisme pada regeneran transgenik. Regeneran transgenik
akan terlihat tumbuh lebih pesat dibanding regeneran non-transgenik.
Marka positif dikelompokkan kembali menjadi tiga kelas:
a. Marka berupa gen-gen terkait biosintesis hormon, contohnya gen
uidA penyandi enzim β-glucoronidase (GUS) dan ipt (isopentenil
transferase). Gen-gen ini mampu meningkatkan pertumbuhan
melalui peningkatan ekspresi gen biosintesis hormon.
b. Marka terkait metabolisme sakarida seperti pmi, phosphomanose
isomerase (He et al. 2004); xylA, xilose isomerase (Haldrup et al.
14
2001); atlD, arabitol dehidrogenase (LaFayette et al. 2005).
Marka-marka dalam kelas ini memungkinkan transforman
memanfaatkan sakarida-sakarida yang tidak umum seperti manosa,
xilosa, dan arabitol.
c. Marka yang berasosiasi dengan metabolisme asam amino seperti
AK (aspartate kinase), DAO1 (D-amino acid oxidase), TSB
(Triptophan synthase beta1), yang mampu mengaktivasi lintasan
metabolisme asam
amino
yang dapat
menjadi
pemicu
pertumbuhan.
2. Marka negatif, yaitu marka seleksi yang menyebabkan penghambatan
bahkan kematian pada regeneran non-transgenik, sedangkan regeneran
transgenik tetap mampu tumbuh. Contoh marka negatif adalah gen-gen
penyandi resistensi terhadap antibiotik seperti npt (resistensi kanamisin)
dan hpt (resistesi higromisin) (Kutty et al. 2011) atau bar penyandi
resistensi herbisida Basta (Lin et al. 2009).
3. Marka visual, yaitu marka diferensial yang dapat membedakan transgenik
dan non-transgenik. Umumnya marka visual digunakan sebagai reporter
gene. Contoh marka visual adalah GFP, green fluorescence protein (Vain
et al. 1998), lacZ atau GUS, β-glucoronidase (Helmer et al. 1984), dan
Luc, Luciferase (Chia et al.1994).
4. Marka berbasis patogen, yaitu marka terkait toleransi terhadap patogen.
Contohnya pflp, plant feredoxin-like protein (You et al. 2003) yang dapat
meningkatkan resistensi tanaman terhadap infeksi bakteri Erwinia
carotovora.
15
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009 sampai Mei 2012 di
Laboratorium Penelitian Fisiologi dan Biologi Molekular Tumbuhan serta Rumah
Kaca Departemen Biologi FMIPA IPB, Darmaga, Bogor.
Bahan Penelitian
Padi genotipe T309, IR64, Situbagendit, Danau Gaung, Grogol, Krowal
Oval, dan Hawara Bunar digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga
menggunakan bahan berupa tanaman transgenik T309 hasil penembakan dengan
particle bombardment hasil pekerjaan Dr. Saptowo J Pardal dan tim di BB Biogen
(Deptan), plasmid pFLAP dan pBD80 (Gambar 6 dan 7), plasmid pGEM-T Easy
rekombinan pembawa gen B11 sebagai sumber gen untuk amplifikasi, serta
plasmid rekombinan pGWB5 (Gambar 8) yang membawa gen B11 hasil pekerjaan
Roslim (2011).
SphIClaI
SalI
HindIII
AscI
pFLAP
BamHI
amp
pFLAP
GOI
35S CaMVTnos
KpnI
EcoRI
BglII
NotI
PacI
r
Gambar 6 Peta linier pFLAP.
ApaI
PspOMI
Acc65I
EcoRIKpnI
pBD80
ColE
oriV
NPTIII
LB
PacI
NPTII
Pro‐GOI‐Term RB
Gambar 7 Peta linier pBD80.
B11
ClaI
SphI
HindIII
AscI
Gambar 8 Peta linier daerah T-DNA pGWB5 pembawa gen B11.
pBD80
16
Metode Penelitian
Konstruksi Plasmid Rekombinan Pembawa Gen B11
Gen B11 diamplifikasi dengan reaksi PCR (Polimerase Chain Reaction)
menggunakan tiga macam
pasangan primer spesifik gen B11 yang telah
mengandung adapter situs BamHI dan SalI pada ujungnya. Hasil pita DNA yang
diharapkan antara lain 200 pb (sekuen parsial), 500 pb (sekuen penuh), dan 573 pb
(sekuen penuh hasil desain ulang). PCR dilakukan menggunakan Dreamtaq DNA
polimerase (Fermentas, Kanada) dengan suhu penempelan primer 65oC. Hasil
PCR divisualisasi pada 1% gel Agarose (LE GQ Top Vision, Fermentas, Kanada)
dengan pewarnaan menggunakan 5µg/ml etidium bromida.
Sebagai vektor entry, digunakan pFLAP. Plasmid pFLAP terlebih dahulu
dipotong dengan enzim restriksi BamHI dan SalI (Fermentas, Kanada) dengan
inkubasi 37oC selama 18 jam untuk membuatnya menjadi
linear. Kemudian
sisipan dan vektor FLAP dielektroforesis dan dipurifikasi dari gel (elusi)
menggunakan kit Wizard SV Minicolumn PCR Clean-up System (Promega,
USA), lalu selanjutnya diligasi dengan enzim T4 DNA ligase (Promega, USA).
Hasil ligasi kemudian diintroduksikan ke dalam E. coli DH5α mengikuti prosedur
kejutan panas (Sambrook et al. 1989).
Plasmid pFLAP-B11 sebagai entry clone rekombinan yang dihasilkan,
kemudian dipotong menggunakan enzim AscI dan PacI (New England Biolabs,
USA). Pita DNA berukuran 1397, 1697, dan 1770 pb kemudian dielusi dari gel.
Sebagai basis vektor ekspresi digunakan pBD80 yang sebelumnya dipotong
terlebih dahulu dengan enzim yang sama (AscI-PacI), dielektroforesis pada 1%
gel agarose, dan fragmen berukuran 11091 pb dielusi untuk mendapatkan fragmen
linear dari pBD80. Hasilnya kemudian diligasi dengan beberapa jenis fragmen
B11 dengan bantuan T4 DNA ligase sehingga diperoleh plasmid ekspresi pBIN-
B11 rekombinan. Hasil ligasi kemudian ditransformasi kembali ke dalam E. coli
DH5α mengikuti prosedur kejutan panas. Isolasi plasmid dilakukan dengan
Wizard Minicolumn Plasmid Extraction kit (Promega, USA).
17
Transformasi Tanaman Padi dengan Gen B11
Transformasi menggunakan particle bombardment. Transformasi dengan
particle bombardment dilakukan oleh Dr. Saptowo J Pardal dan timnya di BB
Biogen, Cimanggu, Bogor. Hanya satu tanaman T0 fertil hasil penembakan yang
diperoleh untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.
Infeksi A. tumefaciens pada kalus padi. Kultur A. tumefaciens AgL0
pembawa plasmid biner pGWB5 (Gambar 8) hasil pekerjaan Roslim (2011)
dengan OD660 = 0.6 digunakan untuk menginfeksi kalus dua genotipe yang
berbeda (T309 dan IR64). Kalus disiapkan dengan menumbuhkan biji padi
genotipe T309 dan IR64 pada media MS (Lampiran.1) yang mengandung 2 ppm
2,4-D. Kalus kemudian diinfeksi dengan merendamnya di dalam suspensi A.
tumefaciens dalam media ko-kultivasi cair yang mengandung 100 µM
acetosiringone. Seleksi dilakukan menggunakan higromisin 5 ppm. Regenerasi
kalus dilakukan menggunakan media MS + 2 ppm BAP (Lampiran.2).
Infeksi A. tumefaciens pada embrio muda padi. Infeksi embrio muda
dilakukan sesuai metode Hiei dan Komari (2008). Bahan embrio muda dipanen
dari malai padi berumur 7 hari setelah penyerbukan saat biji masih dalam bentuk
cairan (matang susu). Terdapat 5 jenis media yang dipergunakan, antara lain
media ko-kultivasi, media resting, media pre-regenerasi, media regenerasi, dan
media pengakaran. Komposisi media sesuai dengan Hiei dan Komari (2008)
disajikan pada Lampiran 3
Infeksi A. tumefaciens secara in-planta. Infeksi in-planta dilakukan pada
tujuh genotipe padi (IR64, Situbagendit, Hawara Bunar, Krowal Oval, Danau
Gaung, Grogol, dan T309) sesuai prosedur yang dilakukan oleh Supartana et al.
(2005) dengan sedikit modifikasi. Biji padi yang akan digunakan dioven pada
30oC selama 24 jam untuk memcahkan dormansi. Setelah dioven, tanpa dikupas
terlebih dahulu, biji disterilisasi permukaan menggunakan larutan NaOCl 1%
selama 15 menit dan dibilas 3x menggunakan akuades steril. Selanjutnya biji
direndam dalam akuades selama 24 jam hingga daerah embrio terlihat berwarna
putih. A. tumefaciens yang digunakan untuk infeksi adalah suspensi A.
tumefaciens dengan OD660 = 1.0 (Hiei & Komari 2009) dalam akuades steril.
Embrio dari biji yang telah direndam kemudian ditusuk menggunakan jarum
18
(diameter 0.5 mm) yang sebelumnya dicelupkan dalam suspensi A. tumefaciens
sedalam kira-kira 1-1.5 mm. Biji yang embrionya telah ditusuk kemudian
diletakkan pada cawan petri yang sebelumnya diberi alas kapas dan kertas saring
basah, lalu diinkubasi selama 7 hari pada suhu 23oC (gelap).
Evaluasi Tanaman Hasil Transformasi dan Penanaman Padi di Rumah Kaca
Seleksi antibiotik. Seleksi antibiotik dilakukan terhadap kalus padi hasil
infeksi secara aseptik dan biji generasi T1 hasil infeksi secara in-planta. Seleksi
terhadap kalus hasil transformasi pBIN-B11 menggunakan kanamisin 25 ppm,
sedangkan pada kalus hasil transformasi pGWB5-B11 menggunakan higromisin
30 ppm. Seleksi dilakukan selama 2-3 minggu pada media regenerasi yang
ditambahkan antibiotik sesuai konsentrasi masing-masing antibiotik (Lampiran 2)
dengan suhu ruang kultur 28oC dan intensitas cahaya 300 PPFD (Photo Proton
Flux Density)
Seleksi biji T1 hasil infeksi secara in-planta dilakukan dengan
menumbuhkan biji pada larutan higromisin 20 ppm dalam air steril. Skoring hasil
seleksi antibiotik dilakukan pada hari keempat pengujian. Biji yang mampu
berkecambah normal (memunculkan akar dan tunas) merupakan biji putatif
transgenik.
Uji toleransi terhadap cekaman Al. Analisis toleransi Al dilakukan untuk
biji generasi T1 dan T2 menggunakan parameter Root-Re-Growth (RRG) dengan
cekaman 15 ppm Al (Al diberikan dalam bentuk larutan AlCl3·6H2O) sesuai
dengan metode yang diuraikan Miftahudin et al. (2002) (Lampiran 4). Kategori
sensitif jika nilai RRG