Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor
PREFERENSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN
JAJANAN DIGORENG PADA ANAK SD DI KECAMATAN
CIJERUK, KABUPATEN BOGOR
OKTAVIANUS PARA ENDRO
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(2)
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Otavianus Para Endro NIMI14080127
(3)
Oktavianus Para Endro. Preferences and Consumption Frequency of Fried Snacks Among Elementary School Children at Cijeruk Sub-District, Bogor District. Supervised by M. Rizal. M. Damanik and Leily Amalia Furkon.
The aim of the present study was to analyze preferences and consumption Frequency of fried snacks among elementary school children at Cijeruk sub-district, Bogor District. The study design was a cross sectional with 80 samples of school children. Spearman test results showed that there was a significant relationship between the age at hawker on batagor (p=0.037, r=0.252) and risoles (p=0.014, r=0.274); and knowledge of nutrition on bakso goreng (p =0.039, r=-0.231) and cireng isi ayam (p=0.003, r=0.314). The results of Spearman test showed that there was significant relationship between the level of student preferences with the frequency of the snack batagor (p=0.002, r=0.344), chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016, r=0.270), and risoles (p=0.000, r=0.397). Flavors and prices on food are two of the characteristics that most influence food preference level. Contribution to energy and nutrient adequacy of nutritional snack foods to 44% for energy, 68.9% for protein, 13.1% for calcium, 37.2% for iron, 5.6% for vitamin C.
(4)
Oktavianus Para Endro. Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh M. Rizal. M. Damanik dan Leily Amalia Furkon.
Tujuan umum penelitian ini untuk menganalisis preferensi dan frekuensi konsumsi makanan jajanan digoreng pada anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik individu contoh; 2) mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh; 3) mengidentifikasi karakteristik makanan jajanan contoh; 4) menganalisis preferensi dan alasan menyukai makanan jajanan contoh antar SD; 5) menganalisis frekuensi makan jajanan contoh antar SD; 6) menganalisis kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan contoh terhadap AKG; 7) menganalisis hubungan antara karakteristik individu contoh dan frekuensi makan jajanan dengan preferensi makanan jajanan contoh.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study yang dilakukan di SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara purposive berdasarkan beberapa pertimbangan terutama letak lokasi yang berdekatan. Jumlah contoh setiap sekolah antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki persentase yang sama dengan alasan jenis kelamin mempengaruhi tingkat kesukaan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2012 sampai dengan Januari 2013. Contoh penelitian adalah siswa kelas 4 dan kelas 5. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui jumlah minimal contoh adalah 72 siswa, sehingga setelah dilakukan secara proposional jumlah contoh menjadi 80 siswa.
Data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan cara wawancara dan observasi menggunakan kuesioner untuk menanyakan preferensi dan frekuensi jajan, besar uang jajan, besar keluarga, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, dan jenis kelamin serta keadaan kantin, penjaja, dan warung mengenai makanan jajanan yang diperoleh dari setiap penjual makanan jajanan. Data sekunder terdiri atas karakteristik lingkungan sekolah dan keadaan siswa yang diperoleh dari pihak administrasi di setiap SD yang bersangkutan. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver.17 for Windows dengan analisis deskriptif menggunakan uji beda Kruskal Walis dan uji Spearman untuk melihat hubungan antar variabel.
Besar keluarga contoh tergolong kategori sedang (65.5%) dan paling banyak di SD P2 sekitar 72.7% dengan jumlah anggota keluarga lima sampai tujuh orang. Pendidikan ayah dan ibu umumnya berada disebaran tidak/belum tamat SD sampai SMA/setara dan hanya 1.3% (bapak) dan 2.5% (ibu) berada pada sebaran perguruan tinggi. Sebagian besar pendapatan orang tua berada pada kategori sedang (48.8%) dan paling banyak di SD P1 dan SD P2 mencapai 53.1% dan 50.0%. Secara umum karakteristik orang tua tidak berbeda secara signifikan (p>0.05)
Contoh yang menjadi sampel paling banyak di SD P1 mencapai 32 siswa. Uang jajan siswa berkisar Rp1,000 dan lebih besar atau sama dengan Rp4,000 dan umumnya berada pada kategori rendah (Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000) dengan total mencapai 38.8% (88.5% di SD C1). Rentang usia contoh sebagian besar berada pada rentang 10 dan lebih kecil dari 11 tahun mencapai 36.3%. Pengetahuan gizi contoh umumnya berada pada kategori sedang
(5)
kategori sedang dan lebih tinggi. SD C1 tergolong tingkat pengetahuan gizi buruk (53.26). Karakteristik contoh umumnya tidak berbeda secara signifikan (p>0.05) kecuali pada uang jajan (p=0.000) dan pengetahuan gizi (p=0.001).
Harga makanan jajanan terendah Rp500 per porsi dengan bentuk yang bervariasi, seperti: berbentuk “love”, berbentuk tabung, berbentuk bulat, berbentuk pipih, berbentuk segi empat, dan berbentuk menyerupai kue kroket. Tekstur, warna, suhu, dan rasa tidak diperhatikan oleh penjual dengan baik terutama pada cara pengolahan dan penggorengan sehingga mempengaruhi keadaan makanan jajanan, seperti: tekstur yang kasar, warna yang kecoklatan dan kehitaman, suhu yang dingin, dan rasa asin.
Bakso goreng (86.3%) dan chicken nugget (77.6%) adalah makanan jajanan dengan persentase tertinggi disukai contoh dibandingkan dengan cireng isi abon (15.1%) dan bakwan (8.8%) merupakan jenis makanan jajanan yang paling tinggi persentase contoh tidak suka (tidak suka dan sangat tidak suka). Harga dan rasa merupakan dua dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tingkat preferensi contoh. Tingkat preferensi jajan contoh antar sekolah berbeda nyata pada bakwan (p=0.027) dan risoles (p=0.007), SD P1 paling tinggi tingkat kesukaannya.
Bakwan (17.5%) dan bakso goreng (20.1%) adalah makanan jajanan yang sering (sering dan sangat sering) dibeli paling tinggi dibandingkan dengan batagor dan cireng isi sapi merupakan jenis makanan jajanan dengan total persentase tertinggi jarang dibeli (sangat jarang dan tidak pernah sama sekali) mencapai 72.5% dan 67.5%. Tingkat frekuensi jajan contoh antar sekolah berbeda nyata pada bakwan (p=0.002) dan onde-onde (p=0.021), SD P2 paling tinggi frekuensi jajan.
Kontribusi energi dan zat gizi terhadap kecukupan dari gizi makanan jajanan di SD P2 lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan sekolah di SD P1 dan SD C1 mencapai 49% untuk energi, 73.2% untuk protein, 14.5% untuk kalsium, 41.3% untuk zat besi, dan 6.7% untuk vitamin C. Tingginya kontribusi energi dan zat gizi di SD P2 diduga akibat tingginya frekuensi jajan contoh yang sangat tinggi yang mana berdasarkan tingkat frekuensi terdapat perbedaan yang nyata antara frekuensi jajan contoh pada ke tiga sekolah yang menunjukkan SD P2 Lebih tinggi persentase jajan. Sedangkan total rata-rata kontribusi energi dan zat gizi di sekolah secara keseluruhan mencapai 44% untuk energi, 68.9% untuk protein, 13.1% untuk kalsium, 37.2% untuk zat besi, dan 5.6% untuk vitamin C.
Hasil uji Correlations-Spearman’s terdapat hubungan nyata antara makanan jajanan dengan karakteristik individu, seperti: usia pada batagor (p=0.037, r=0.252), dan risoles (p=0.014, r=0.274) dan pengetahuan gizi pada bakso goreng (p=0.039, r=-0.231) dan cireng isi ayam (p=0.003, r=0.314). Sementara ada hubungan yang signifikan antara tingkat preferensi contoh dengan frekuensi terhadap makanan jajanan seperti batagor (p=0.002, r=0.344), chicken nugget (p=0.045, r=0.225), cireng isi abon (p=0.016, r=0.270), dan risoles (p=0.000, r=0.397).
(6)
PREFERENSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN
JAJANAN DIGORENG PADA ANAK SD DI KECAMATAN
CIJERUK, KABUPATEN BOGOR
OKTAVIANUS PARA ENDRO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(7)
Judul : Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor
Nama : Oktavianus Para Endro
NIM : I14080127
Mengetahui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si Nip. 19640731 199003 1 001 Nip. 19721209 200501 2 004
Mengetahui :
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr.Ir.Budi Setiawan, MS Nip. 19621218 198703 1 001
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Atas segala bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada: drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing I dan Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan semangat kepada penulis; Dr.Ir.Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama kuliah kepada penulis; Prof.Dr.Ir.Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan Dr.Ir.Budi Setiawan, MS selaku dosen penguji yang memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi; dr.Ermia Rahardjo, MS, Sp.Gk dan dr.Vera Uripi selaku dosen pembimbing selama ID (Internship Dietetik) di RSUD Ciawi; Pemerintah Daerah Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat yang memberikan bantuan biaya pendidikan selama kuliah kepada penulis serta orang tua (A. Anyi dan E. Lusiana), saudara (Pido dan Tia), dan teman dekat (Miranti) yang selalu memberi nasehat dan motivasi kepada penulis; teman-teman seangkatan (Adi, Nehem, Caca, Rompul, Made, Yasmin, Nofitri dan Anak GM 45 semuanya) serta anggota AINP (Adit, Didit, Azan dan semua anggota yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu) yang telah memberikan masukan serta motivasi.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat serta memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang tidak berkenan baik secara lisan maupun tulisan pada skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran untuk kesempurnaan sangat diharapkan.
Bogor, Januari 2013
(9)
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Senakin, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 9 Oktober 1989 dari ayah Adrianus Anyi dan Ibu Emiliana Lusiana. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SDN 43 Andeng, Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak. Kemudian Penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah pertama di SMP Santo Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kabupaten Bengkayang dan tamat pada tahun 2004. Penulis melanjutkan di SMA Seminari Santo Paulus Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kabupaten Bengkayang sampai tingkat kedua dan melanjutkan ke SMAN 01 Sengah Temila, Kabupaten Landak sampai selesai pada tahun 2007.
Penulis masuk ke IPB melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) pada tahun 2007. Sebelum masuk pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis mengikuti program Prauniversitas yang diselenggarakan oleh pihak IPB dan dinyatakan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis menjalani masa TPB, akhirnya penulis memilih dan diterima di mayor Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia dengan Supporting Course dari berbagai bidang ilmu seperti: Silvika (Departemen Silvikultur), Perkembangan Karakter dan Perilaku Konsumen (Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen), Ekonomi Sumberdaya (Departemen Ekonomi Sumberdaya Lahan), dan Dasar-dasar Hortikultur serta Pasca Panen Tanaman Pertanian (Departemen Agronomi dan Hortikultur).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti beberapa kegiatan organisasi, antara lain: Korma Kemaki (Korma Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik IPB), Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat (KPMKB), dan SAMI SAENA bagian Gizi Kesehatan yang merupakan bidang Bina Desa yang diselengarakan oleh Fakultas Ekologi Manusia. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Kaligiri, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah pada bulan Juli sampai Agustus 2011 dan melaksanakan Internship (ID) bidang Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi pada bulan Maret hingga April 2012.
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 4
Tujuan ... 4
Hipotesis Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA ... 6
Makanan Jajanan Digoreng dan Kandungan Zat Gizi ... 6
Anak Sekolah Dasar dan Makanan Jajanan... 7
Anak Sekolah Dasar dan Angka Kecukupan Gizi ... 8
Preferensi Makanan Jajanan Anak ... 10
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Makanan Jajanan .... 11
KERANGKA PEMIKIRAN ... 19
METODE PENELITIAN... 21
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 21
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 21
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 23
Pengolahan Data ... 25
Analisis Data ... 27
Definisi Operasional ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
Gambaran Umum Sekolah ... 30
Karakteristik Keluarga Contoh... 33
Karakteristik Contoh ... 39
Karakteristik Makanan Jajanan ... 44
Preferensi dan Alasan Jajan Contoh di Sekolah ... 47
Frekuensi Jajan contoh di Sekolah ... 53
(11)
Hubungan Preferensi Jajan dengan Karakteristik Contoh ... 58
Hubungan Preferensi Jajan dengan Frekuensi Jajan Contoh ... 69
SIMPULAN DAN SARAN ... 70
Simpulan ... 70
Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan zat gizi dari berbagai camilan digoreng ... 6
2 Fungsi energi dan zat gizi ... 9
3 Kebutuhan energi dan zat gizi ... 9
4 Cara pengumpulan data sekunder ... 24
5 Cara pengumpulan data primer ... 24
6 Klasifikasi tingkat pengetahuan gizi ... 25
7 Cara menganalisis data ... 27
8 Data yang diolah ... 28
9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 34
10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan bapak ... 35
11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu... 36
12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua ... 37
13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemiskinan ... 38
14 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 39
15 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan ... 41
16 Sebaran contoh berdasarkan usia ... 41
17 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ... 43
18 Sebaran contoh berdasarkan jawaban pengetahuan gizi yang benar 44 19 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan ... 49
20 Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan ... 51
21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan ... 54
22 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut jenis kelamin ... 60
23 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan ... 61
24 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut usia ... 64
25 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut pengetahuan gizi ... 67
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran preferensi makanan jajanan ... 20
2 Pengambilan sampel ... 23
3 Lokasi sekolah ... 30
4 Lingkungan SDN 01 Palasari ... 31
5 Lingkungan SDN 02 Palasari ... 31
6 Kantin Ajinomoto-IPB Nutrition Program 2012 ... 32
7 Lingkungan SDN 01 Cipicung ... 33
8 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi antar sekolah ... 56 9 Total kontribusi terhadap AKG energi dan zat gizi contoh keseluruhan 57
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan
camilan ... 77
2 Sebaran contoh berdasarkan alasan menyukai jajan pada makanan jajanan camilan ... 79
3 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi jajan pada makanan jajanan camilan ... 81
4 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut jenis kelamin ... 83
5 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut kategori uang jajan ... 84
6 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut usia ... 86
7 Sebaran contoh berdasarkan preferensi jajan pada makanan jajanan camilan menurut pengetahuan gizi ... 87
8 Gambar makanan jajanan digoreng ... 88
9 Karakteristik makanan jajanan ... 89
10 Hubungan karakteristik individu dengan preferensi jajan ... 90
(15)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak sekolah dasar (SD) rata-rata berusia 7 sampai 12 tahun. Di usia ini anak sekolah memiliki sifat individual, aktif bermain, dan berkeinginan untuk mandiri (Megawangi 2009). Sifat individu dan berkeinginan untuk mandiri tersebut berdampak pada penentuan makanan. Menurut Proverawati et al. (2008) makanan yang disukai anak-anak tidak sejalan dengan makanan sehat. Hal ini dikarenakan anak sekolah cendrung memilih makanan yang kaya akan karbohidrat dibandingkan dengan makanan sumber serat seperti sayuran (Bruun et al. 2011). Disisi lain aktifitas bermain anak pada usia ini sangat tinggi sehingga menguras energi yang dapat meyebabkan ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar.
Usia anak-anak sering sekali bermasalah dalam mengonsumsi makanan. Suka memilih makanan dan monoton terhadap makanan tertentu merupakan masalah yang sering dihadapi para orang tua dalam memberi dan menyediakan makanan. Proverawati et al. (2008) mengatakan takut akan makanan tertentu, mengikuti zaman, dan tidak mau mencoba makanan baru merupakan masalah yang serius pada anak dalam mengonsumsi makanan. Situasi ini akan berdampak pada status gizi anak. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan, atau perwujudan dari gizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa et al. 2002). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) (2007) memperkirakan hampir 50 persen penduduk atau lebih dari 90 juta jiwa penduduk Indonesia mengalami aneka masalah gizi (gizi kurang dan gizi lebih).
Permasalahan mengenai makanan pada anak-anak sebenarnya telah mendapat perhatian dari pemerintah. Salah satu bukti nyatanya adalah program pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS). Tetapi tidak jarang penolakan terhadap makanan, kejenuhan terhadap makanan, dan rasa bosan terhadap menu makanan yang diberikan menjadi permasalahan. Permasalahan ini bisa dipicu akibat dari pemberian atau penyelenggaraan makanan kurang memperhatikan preferensi makan anak. Menurut Proverawati et al. (2008) preferensi makanan bisa dijadikan prediktor dalam penilaian dan pemilihan kualitas maupun jenis makanan. Jadi preferensi makanan merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk melihat dan menentukan kesukaan seseorang terhadap makanan tertentu. Karakteristik makanan tidak dapat dilepaskan dari
(16)
kesukaan anak-anak terhadap makanan tidak terkecuali pada makanan jajanan. Rasa, tekstur, dan suhu pada makanan merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesukaan (Wiharta 1982).
SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung merupakan tiga contoh SDN (Sekolah Dasar Negeri) yang ada di Kecamatan Cijeruk, Kota Bogor. Dilihat dari profil keluarga (keadaan ekonomi) umumnya masih tergolong keluarga tingkat ekonomi rendah. Keadaan ekonomi akan mempengaruhi daya beli (Dewan Ketahanan Pangan 2009). Menurut Supariasa et al. (2002) yang menjadi akar dan pokok permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, kemiskinan, kurang pendidikan dan keterampilan. Keadaan ekonomi mempengaruhi daya beli, dua di antara tiga SD (Sekolah Dasar) yang ada dijadikan tempat untuk menjalankan program penyelenggaraan makanan jajanan (SDN 02 Palasari dan SDN 01 Cipicung), dan letak antara ke tiga SD berdekatan membuat peneliti menjadikan ke tiga SD ini menjadi objek penelitian.
Menurut Tresanawati (2009) anak-anak (usia sekolah) harus mendapatkan makanan (makanan ringan) untuk mengatasi rasa lapar dan mencukupi energi serta zat gizi. Jajan merupakan fenomena yang menarik bagi anak usia sekolah dasar. Hal ini dikarenakan mengonsumsi makanan jajanan dapat memenuhi kebutuhan berbagai energi karena aktifitas yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan), pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil, dan memberikan perasaan meningkatnya gengsi anak dimata teman-teman sekolah (Khomsan 2002). Berdasarkan hasil penelitian umumnya anak makan 3 kali sehari (85%) sisanya anak makan 2 kali sehari. Disamping makanan pokok sebagian besar anak mendapat makanan selingan. Hanya 2.5% anak yang tidak mendapat makanan selingan. Frekuensi makanan selingan yang terbanyak adalah setiap hari, yaitu 77.5% (Harahap 1992). Oleh sebab itu pola makan terutama makanan ringan (jajan) pada anak-anak perlu dikaji lebih dalam.
Makanan ringan (jajanan) merupakan makanan yang bukan tergolong ke dalam makanan pokok. Di usia anak-anak makanan ringan merupakan salah satu bentuk makanan yang apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak dapat mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi (Proverawati et al. 2008). Makanan ringan dikelompokkan ke dalam berbagai kelompok salah satunya makanan camilan (Winarno 2004, diacu dalam Rosa 2011). Jenis jajanan ini merupakan salah satu kelompok makanan ringan sebagai sumber energi dan zat gizi
(17)
(Kementrian Agama RI 2012). Menurut Khomsan (2005), diacu dalam Tresnawati (2009) kelompok makanan ini dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi dan 2% dari kebutuhan protein anak sekolah. Umumnya seorang anak dapat mengonsumsi 400 sampai 500 Kalori per sekali makan. Dengan demikian makanan ringan dapat dijadikan alternatif dalam memenuhi kebutuhan dan kecukupan gizi anak.
Permasalahan mengenai makanan dan status gizi anak sekolah juga mendapat perhatian khusus dari pihak swasta. Tingginya peran makanan jajanan terhadap sumbangan energi dan zat gizi menjadikan salah satu perusahaan di Indonesia mengangkat masalah makanan jajanan sebagai program CSR (corporate social responsibility). Ajinomoto-IPB Nutrition Program (AINP) 2012 merupakan program kerjasama antara Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB dengan PT Ajinomoto Indonesia dalam bidang pengabdian kepada masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan status gizi anak sekolah dasar melalui peningkatan mutu dan keamanan makanan jajanan di sekolah.
Melihat fakta di atas peneliti menyadari makanan jajanan memiliki peran dalam membantu mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi. Tetapi tidak semua anak mampu memperoleh dan mau mengonsumsi makanan jajanan yang ada di tempat sekolah. Keadaan ini bisa dipicu oleh tingkat preferensi makanan seseorang yang mana banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi di antaranya karakteristik individu dan karakteristik sosial (keluarga). Oleh sebab itu peneliti ingin melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi makan jajanan khususnya makanan jajanan digoreng pada Anak SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pemilihan makanan (camilan) digoreng dengan alasan jumlah camilan yang diolah dengan cara digoreng lebih banyak dibandingkan dengan camilan yang diolah dengan cara dikukus, direbus, dan dipanggang di lingkungan sekolah siswa. Situasi ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang spesifik mengenai tingkat preferensi siswa terhadap makanan khususnya makanan jajanan digoreng.
(18)
Perumusan Masalah
Masa anak-anak merupakan usia yang tepat untuk mengarahkan status gizi yang baik. Hal ini dikarenakan pada usia ini makanan yang dikonsumsi digunakan untuk pertumbuhan. Masalahnya tidak jarang kita menemukan anak yang susah dalam mengonsumsi makanan. Akibatnya dalam jangka panjang pertumbuhan organ yang ada pada anak itu akan terganggu. Perkembangan fungsi otak seperti melemahnya daya ingat, kemampuan belajar menurun, tingginya kesakitan mengakibatkan menurunya prestasi belajar merupakan efek yang akan ditimbulkan. Oleh sebab itu diperlukan solusi untuk meningkatkan asupan makanan. Salah satunya dengan cara mengetahui tingkat preferensi makan dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi makan terutama pada makanan jajanan. Tujuannya adalah memperoleh informasi awal untuk mengetahui kendala dan cara mengatasi masalah sesuai dengan sasaran masalah masing-masing. Pemilihan makanan jajanan mengingat waktu yang paling banyak dihabiskan oleh anak adalah di sekolah.
Penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik contoh terhadap preferensi jajan contoh, 2. Bagaimana preferensi jajan terhadap frekuensi jajan contoh.
Tujuan
Tujuan Umum
Menganalisis preferensi dan frekuensi konsumsi makanan jajanan digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi karakteristik individu contoh (uang jajan, jenis kelamin, tingkat pengetahuan gizi, dan umur),
2) Mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh (tingkat pendidikan orang tua, besar penghasilan orang tua, dan besar keluarga),
(19)
4) Menganalisis preferensi dan alasan menyukai makanan jajanan contoh antar SD,
5) Menganalisis frekuensi makan jajanan contoh antar SD,
6) Menganalisis kontribusi energi dan zat gizi (energi, protein, kalsium, zat besi, dan vitamin C) makanan jajanan contoh terhadap angka kecukupan gizi (AKG),
7) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu contoh, dan frekuensi makan jajanan dengan preferensi makanan jajanan contoh.
Hipotesis Penelitian
1) Terdapat hubungan positif antara karakteristik individu contoh dan karakteristik makanan jajanan contoh terhadap preferensi makanan jajanan,
2) Terdapat hubungan positif antara preferensi makanan jajanan terhadap frekuensi makanan jajanan.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang preferensi makanan jajanan sehingga bisa digunakan sebagai literatur untuk membuat makanan jajanan yang disukai anak.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan membantu peneliti untuk membuktikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi makanan jajanan anak.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
Makanan Jajanan Digoreng dan Kandungan Zat Gizi
Makanan jajanan merupakan makanan atau minuman yang dijual dalam wadah atau sarana penjualan di tempat umum atau di tempat khusus. Makanan jajanan biasanya tersusun dari aneka ragam pangan dengan variasi bentuk, rupa, dan jenis yang sangat beragam (Forum Koordinasi PMT-S Tingkat Pusat 1997). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makanan jajanan merupakan makanan atau minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan maupun di rumah yang disajikan sebagai siap santap dalam wadah atau sarana penjualan dalam bentuk, rupa, dan jenisnya baik sarana penjualan maupun jenis makanan jajanan yang dijual.
Makanan jajanan tidak termasuk makanan pokok dan jenis makanan ini sering dijumpai di kaki lima, di lingkungan sekolah, di pinggiran jalan, di stasiun, dan di pasar. Menurut Winarno (2004), diacu dalam Rosa (2011) berdasarkan jenisnya makanan ini dibedakan ke dalam empat kelompok yaitu makanan sepinggan (nasi remes, nasi kucing, dan bakso), camilan (bakwan, cimol dan gorengan), minuman (es kelapa, es buah, dan teh) dan buahan segar (pepaya, nenas, dan melon).
Tabel 1 Kandungan zat gizi dari berbagai camilan digoreng Jenis Jajanan Kandungan Gizi/100 g makanan
Energi (Kkal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vit. C (mg)
Bakso goreng 76 4.1 14.0 2.7 1.8
Batagor 152 12.1 80.0 4.5 0.0
Donat 357 9.4 451.9 1.7 0.0
Onde-onde 289 8.3 0.1 4.5 0.0
Tahu goreng 128 5.6 84.8 0.5 0.0
Tempe goreng 328 18.4 149.6 10.5 0.0
Bakwan 272 4.2 0.1 7.2 0.0
Risoles 335 5.2 6.8 1.4 0.0
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2008)
Camilan digoreng merupakan salah satu jenis makanan jajanan yang diolah dengan cara digoreng. Pengorengan umumnya mengunakan minyak yang berasal dari minyak kelapa dan minyak sawit. Keuntungan pengolahan dengan cara digoreng akan memberikan rasa yang enak, praktis, dan umumnya lebih
(21)
cepat dibuat. Sehingga tidak heran jenis camilan ini sering ditemui di lingkungan sekitar kita. Namun jenis makanan yang digoreng sebenarnya perlu dikontrol tingkat konsumsinya. Hal ini dikarenakan minyak yang digunakan untuk menggoreng merupakan bahan yang paling mudah teroksidasi. Artinya makanan yang digoreng secara tidak langsung sudah teroksidasi sehingga radikal bebas yang bisa mengancam kesehatan mudah terbentuk. Proses oksidasi bisa dilihat dari perubahan minyak yang agak kehitam-hitaman setelah digoreng (Anonim 2012).
Anak Sekolah Dasar dan Makanan Jajanan
Anak sekolah harus berangkat ke sekolah pada pukul 06.00 pagi dan pulang sekolah pada pukul 15.00 sore. Terkadang mereka harus mengikuti ektrakurikuler tambahan sehingga tidak jarang mereka harus pulang lebih dari pukul 15.00 sore. Selain itu banyaknya tugas pekerjaan rumah (PR) dan persiapan untuk esoknya tidak jarang membuat stamina anak menjadi lemah. Salah satu upaya untuk menambah stamina anak dengan cara memberikan sarapan pagi. Masalahnya sedikit sekali anak yang mau sarapan pagi. Hal ini dikarenakan banyak faktor penyebab. Misalnya, jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak selera untuk sarapan pagi (Khomsan 2002).
Pada usia sekolah kebiasan makan pada anak tergantung pada kehidupan sosial di sekolah, biasanya mereka malas untuk makan di rumah dikarenakan ada sesuatu yang tidak disukai. Misalnya akibat stres sehingga perlu pemantauan dan umumnya mereka lebih suka makan secara bersama teman sekolahnya (Hidayat 2004). Pilih-pilih terhadap makanan, takut akan makanan tertentu, mengikuti tren, dan cendrung tidak mau mencoba makanan baru merupakan masalah serius. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan mereka bisa terganggu. Hal ini dikarenakan ketidakseimbangan asupan antara energi dan zat gizi yang masuk dengan keluar (Proverawati et al. 2008).
Makanan jajanan merupakan makanan yang paling disukai anak-anak dibandingkan dengan makanan selingan lain seperti makanan bekal yang dibawa dari rumah. Jajan bagi anak merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena berbagai hal: merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan berbagai energi karena aktifitas yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan), pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan jenis pangan sejak kecil, dan memberikan perasaan meningkatnya gengsi anak
(22)
dimata teman-teman sekolah (Khomsan 2002). Keadaan ini dibuktikan dari hasil penelitian Harahap et al. (1992) yang menyatakan umumnya anak makan 3 kali sehari (85%) sisanya anak makan 2 kali sehari. Disamping makanan pokok sebagian besar anak mendapat makanan selingan. Hanya 2.5% anak yang tidak mendapat makanan selingan. Frekuensi pemberian makanan selingan yang terbanyak adalah setiap hari, yaitu 77.5%.
Menurut Khomsan (2005), diacu dalam Tresnawati (2009) makanan ringan dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi dan 2% dari kebutuhan protein anak sekolah. Umumnya seorang anak dapat mengonsumsi 400 sampai 500 Kalori per sekali makan. Menurut syarifah (2010) kontribusi energi dan dan protein sekitar 30.0% dan 22.3%. Sedangkan Judarwanto (2008), diacu dalam Rizki (2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan energi bagi anak usia sekolah sampai 36.0%, protein 29%, dan zat besi 52%. Tambahan energi pada saat sekolah bisa berdampak positif kepada anak sekolah. Misalnya anak lebih aktif dikarenakan ketersediaan kadar gula tidak menurun. Protein bisa membantu pertumbuhan dan berperan sebagai pencegahan anemia pada anak. Dengan demikian makanan jajanan bermanfaat dan mempunyai pengaruh terhadap kesehatan dan dapat dijadikan alternatif dalam memenuhi kecukupan gizi.
Anak Sekolah Dasar dan Angka Kecukupan Gizi
Anak sekolah dasar rata-rata dimulai pada umur 7 sampai 12 tahun. Hidayat (2004) anak usia sekolah umumnya dimulai dari usia 5 sampai 11 tahun. Di usia ini mereka memiliki sifat individual, aktif bermain, dan berkeinginan untuk mandiri (Megawangi 2009). Menurt Lickona et al. (2003), diacu dalam Megawangi (2009) anak yang berusia 6.5 sampai 8 tahun masih memiliki sifat yang egosentris dan anak yang berusia 8.5 sampai 14 tahun sudah dapat
mengerti “golden rules”; harus memperlakukan orang lain seperti kamu mengharapkan orang lain memperlakukanmu”. Sehingga tidak heran apabila kita menemukan adanya anak yang nakal dan seolah-olah sudah dewasa pada usia sekolah dasar.
Anak sekolah dasar mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara cepat pada usia 9 sampai 12 tahun. Pertumbuhan yang terjadi berupa penambahan berat badan bisa mencapai 2.5 kg/tahun dan tinggi badan bisa mencapai 5 cm/tahun. Hal yang menarik pada anak sekolah dasar adalah kemampuan motoriknya dipengaruhi oleh tingginya aktifitas fisik anak. Selain
(23)
meningkatkan kemampuan motoriknya peran aktifitas fisik berperan sebagai meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan sosialisasi anak, dan meningkatkan kreatifitas (Hidayat 2004). Keaktifan anak-anak ini perlu mendapat perhatian khusus, dikarenakan masa anak-anak merupakan masa pertumbuhan yang cepat dan aktif. Oleh sebab itu mereka membutuhkan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Wirakusumah dan Pranadji 1989).
Tabel 2 Fungsi energi dan zat gizi Energi dan
Zat Gizi Fungsi
Energi
Proses sintesis jaringan baru memerlukan energi, peningkatan ukuran tubuh menyebabkan peningkatan laju metabolik, dan kebutuhan energi untuk aktifitas.
Protein Sintesis jaringan baru. Besi
Diperlukan untuk pertambahan massa sel darah untuk menunjang jaringan ekstra. Pada anak perempuan, mulainya menstruasi meningkatkan kebutuhan zat besi.
Kalsium Diperlukan untuk pertumbuhan rangka
Vitamin C Terkonsentrasi pada sel darah putih, sebagai anti oksidan untuk melindungi dari kerusakan oleh radikal bebas akibat fagositosis. Sumber: Barasi (2007)
Usia, jenis kelamin, aktifitas, tinggi badan, berat badan, dan kondisi fisiologis merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kebutuhan energi dan zat gizi. Artinya ada perbedaan dalam segi jumlah kebutuhan energi dan zat gizi tergantung dari usia, jenis kelamin, aktifitas, tinggi badan, berat badan, dan kondisi fisiologis tertentu. Secara rinci kebutuhan energi dan zat gizi dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini (Barasi 2007).
Tabel 3 Kebutuhan energi dan zat gizi No Kelompok
Umur
Berat Badan
(kg)
Tinggi Badan
(Cm)
Energi (Kkal)
Protei n (g)
Vit. C (mg)
Kalsium (mg)
Besi (mg) Anak
1 7-9 thn 25 120 1800 45 45 600 10
Pria
2 10-12 thn 35 138 2050 50 50 1000 13 Perempuan
3 10-12 thn 37 145 2050 50 50 1000 20 Sumber: Barasi (2007)
(24)
Preferensi Makanan Jajanan Anak
Preferensi makanan memainkan peran yang penting terhadap apa yang dipilihnya terhadap makanan dan dirinya (Proverawati et al. 2008). Menurut Sanjur (1982), diacu dalam Tiyas (2009) tingkat preferensi seseorang terhadap makanan tertentu dapat dilihat dan diukur. Pengukurannya menggunakan metode skala dengan cara responden ditanya seberapa besar dia menyukai makanan tertentu berdasarkan kriteria. Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka, dan sangat suka. Derajat kesukaan diperoleh dari pengalamannya terhadap makanan yang akan memberikan pengaruh kuat pada angka preferensinya. Preferensi terhadap pangan bersifat plastis pada orang yang berusia muda, tetapi pada usia mereka yang sudah cukup umur, preferensi telah bersifat permanen dan akhirnya menjadi gaya hidup.
Menurut Proverawati et al. (2008) preferensi makanan anak-anak secara keseluruhan tidak sejalan dengan makanan sehat. Umumnya mereka meyukai makanan sumber karbohidrat dan protein yang berasal dari hewani dari pada sayuran. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Rodrigo et al. (2003) yang bertempat di Spayol dengan tujuan penelitian untuk menggambarkan preferensi makanan, suka dan tidak suka pada anak-anak dan orang dewasa di Spayol. Desain penelitian yang digunakan cross sectional survei penduduk. Hasilnya makanan yang tidak disukai anak-anak adalah sayuran dan buah-buahan. Menurut hasil penelitian Rizki (2009) pada anak sekolah dasar di Bogor, makanan yang paling disukai adalah snacks yakni sebanyak 40.7% pada SD Swasta dan 54.9% pada SD Negeri. Sedangkan kelompok makanan yang paling sedikit adalah kelompok buah-buahan.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Tiyas (2009) dengan jumlah sampel 90 orang. Metode penelitian menggunakan metode survei dengan desain cross sectional study. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan nyata antara besar keluarga dengan preferensi minyak goreng (p<0.05), adanya hubungan yang nyata antara pendapatan keluarga dengan preferensi minyak goreng (p<0.01), margarin (p<0.05), kacang kedelai (p<0.05), dan kacang panjang (p<0.05), adanya hubungan nyata antara jenis kelamin contoh dengan preferensi bihun (p<0.05), dan pengetahuan gizi contoh berhubungan dengan preferensi ubi jalar (p<0.05), margarin (p<0.01), dan nangka (p<0.01).
(25)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Makanan Jajanan
Menurut Sanjur (1982), diacu dalam Martiani (2000) preferensi makanan dipengaruhi oleh tiga faktor seperti karakteristik individu, karakteristik makanan, dan karakteristik lingkungan. Umur, jenis kelamin, usia, dan pengetahuan gizi merupakan beberapa karakteristik individu yang bisa mempengaruhi tingkat preferensi seseorang. Harga, suhu, rasa, warna, bentuk, tekstur, zat gizi, dan ketersediaan merupakan beberapa karakteristik makanan yang bisa mempengaruhi tingkat preferensi seseorang terhadap makanan. Sedangkan besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua pada karakteristik lingkungan yang juga diyakini mempengaruhi tingkat kesukaan seseorang. Menurut Candraningsih dan Sumarwan (1996) perbedaan preferensi makanan dipengaruhi oleh karakteristik makanan (rasa, rupa, tekstur, dan bentuk).
Karakteristik Individu Contoh
Umur
Anak yang terbiasa mengonsumsi makanan lokal semenjak kecil akan memudahkannya dalam mengonsumsi makanan tersebut di kemudian hari dibandingkan dengan anak yang tidak terbiasa mengonsumsi makanan lokal meskipun berasal dari daerah dan suku yang sama. Menurut Gibney et al. (2008) faktor kebiasaan makan dan pengalamam makan mempengaruhi populasi dalam memilih makanan dari pada faktor genetik. Faktor umur pada seseorang menentukan pilihan makanan dan cara makan pada makanan tertentu. Kebutuhan gizi selalu disesuaikan dengan umur seseorang. Tujuannya untuk memberikan asupan sesuai kebutuhan. Perbedaan usia akan mempengaruhi perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 20011).
Usia prasekolah merupakan awal dari kemampuan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan gizi sudah mulai muncul. Sehingga pengenalan yang berhubungan tentang makanan harus diperkenalkan. Kejenuhan pada makanan lebih rentan sehingga diperlukan variasi menu. Kebiasaan makan anak usia sekolah dipengaruhi oleh kehidupan sosial. Umumnya anak sekolah lebih suka mengonsumsi permen, makanan ringan, soda, dan susu (Gharib dan Rhashed 2011). Usia remaja kebutuhan gizi semakin tinggi hal ini dikarenakan berbagai hal seperti pubertas dan aktifitas yang semakin tinggi (Hidayat 2004).
(26)
Jenis Kelamin
Banyak penelitan yang menunjukkan pengaruh jenis kelamin mempengaruhi pemilihan makan seseorang. Gibney et al. (2008) menyatakan kelompok yang memperhatikan berat badannya memiliki keterlibatan yang lebih besar dengan makanan dibandingkan dengan orang lain atau orang tertentu (makanan padat energi seperti cokelat). Kaum wanita terutama karena peran gender yang secara historis tetap bertahan dalam masyarakat modern (berbelanja dan memasak) cendrung lebih terlibat ke dalam makanan dibandingkan dengan kaum pria. Hasil dari penelitian Poverawati et al. (2008) menunjukkan preferensi sampel laki-laki dan perempuan terhadap jenis makanan agar-agar berbeda secara bermakna. Sebanyak 23 sampel laki-laki dan 14 sampel perempuan menyukai jenis makanan ini. Menurut Maghubat et al. (2011) anak laki-laki lebih suka mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dari pada perempuan seperti kentang goreng.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga (Sukandar 2007). Pengetahuan gizi merupakan pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik bisa menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996, diacu dalam Sukandar 2007). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan gizi yang bersangkutan. Pengukuran pengetahun gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test) (Khomsan 2000).
Hasil penelitian Irawati et al. (1992) kebiasaan makanan anak SD sebanyak 76.0% setiap hari makan dengan menu empat sehat (nasi, lauk pauk, sayur, dan buah). Namun 3.3% yang hanya mengonsumsi nasi dan sayur. Hanya 35.6% anak SD yang mengonsumsi sayuran. Hanya 27.8% anak SD yang melakukan sarapan sisanya makan di luar (di sekolah). Penelitian yang dilakukan terhadap siswa SD di Bogor menunjukkan tingkat pengetahuan gizi dengan pemilihan makan terdapat perbedaan antara kategori kurang dengan kategori
(27)
sedang yakni masing-masing 30% dan 35%. Tetapi tidak berbeda nyata antara kategori sedang dengan kategori baik yaitu 35% dan 35% (Syarifah 2009).
Uang Jajan
Preferensi pangan sesorang anak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya uang jajan yang digunakan untuk membeli makanan jajanan. Rendahnya uang jajan membuat anak tidak mampu untuk membeli dan memilih makanan baik kualitas maupun kuantitasnya. Besar dan kecilnya dipengaruhi oleh keadaan ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Yuflida (2001) diketahui bahwa besar uang jajan berhubungan dengan frekuensi jajan anak.
Karakteristik Keluarga Contoh
Penghasilan Keluarga
Penghasilan keluarga/pendapatan keluarga merupakan besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga yang bisa ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan suami dan istri beserta anggota keluarga lainnya (Susanti 1999). Menurut Hartanti (2005) bila pendapatan keluarga berubah maka secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Pendapatan meningkat berarti peluang untuk membeli bahan pangan dengan kuantitas dan kualitas yang baik menjadi lebih besar dan jika pendapatan menurun akan terjadi sebaliknya.
Pendapatan yang terpakai dan jumlah uang yang akan dibelanjakan merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan, khususnya pemilihan daging, buah, dan sayuran. Bukti nyata ada hubungan antara pola makan dan kemiskinan di Eropa menunjukkan orang yang berasal dari rumah tangga berpendapatan rendah bukan tidak peduli dengan masalah pangan, tetapi pada kenyataannya mereka sangat terampil dalam mengatur belanja, khususnya ketika makan merupakan satu-satunya unsur yang fleksibel dalam rumah tangganya (Gibney et al. 2008).
Besar Keluarga
Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, anak, kakek, nenek, pembantu, dan semua anggota keluarga yang hidup
(28)
pada rumah yang sama dan mengelola sumber daya lainnya secara bersama (Sukandar 2007). Keluarga yang memiliki tambahan penghasilan sebesar 1% pada keluarganya berdampak pada keluarga dengan anggota 2 sampai 3 orang akan meningkatkan pengeluaran pangan lebih dari 1%. Anggota keluarga yang lebih besar pengeluaran pangannya hanya meningkat sebesar 0.8% sampai 0.9%. Sehingga semakin besar anggota keluarga berhubungan positif terhadap jumlah pengeluaran terhadap makanan dan sebaliknya. Anggota keluarga di atas lima orang menggambarkan hubungan yang signifikan terhadap kurangnya berat badan (Mukherjee et al. 2008). Di sisi lain besar keluarga bisa mempengaruhi preferensi seseorang terhadap jenis makanan. Kondisi ini bisa disebabkan setiap anggota keluarga memiliki peran memberi ide (Innitiator) dan diminta untuk berpendapat (influencer ) terhadap jenis makanan yang akan dibeli (Sumarwan 2011).
Besar keluarga dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok keluarga kecil, kelompok keluarga sedang, dan kelompok keluarga besar. Kelompok keluarga kecil merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga terdiri atas dua anggota sampai empat anggota keluarga. Kelompok keluarga sedang merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga terdiri atas lima anggota sampai tujuh anggota keluarga. Kelompok keluarga besar merupakan kelompok keluarga yang memiliki anggota keluarga sekurang-kurangnya delapan orang (Hurlock 1982, diacu dalam Tiyas 2009).
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizinya. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006, diacu dalam Sukandar 2007). Tingkat pendidikan formal ayah semakin tinggi akan menentukan tingginya pendidikan anaknya. Tingkat pengetahuan ibu lebih tinggi menentukan tingkat pengetahuan anak, termasuk pengetahuan gizinya yang mana tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap status gizi anaknya (Irawati et al. 1992). Selain itu tingkat pendidikan dan pengetahuan Ibu sehubungan dengan praktek gizi menjadi faktor penting dalam penentuan status gizi anak (Osei et al. 2010). Berdasarkan penelitian Mukherjee et al. (2008) terdapat perbedaan yang nyata antara ibu berpendidikan tinggi dan
(29)
berpendidikan rendah. Anak dengan berat badan rendah lebih banyak terdapat pada ibu dengan tingkat pendidikan sampai SD/setara dan sebaliknya. Menurut Yasmin dan Madanijah (2010) terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan. Sedangkan Sumarwan (2011) orang tua merupakan model bagi anak untuk pembentukan sikap dan preferensi anak terhadap pangan dan makanan.
Karakteristik Sosial (lingkungan Sekolah)
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang baru dan paling banyak dihabiskan oleh anak sekolah untuk segala aktifitas selain di rumah. Pengalaman dan segala informasi yang diperoleh di sekolah berpengaruh terhadap kehidupanya. Letak sekolah yang berbeda akan menentukan kesukaan anak terhadap makanan tertentu. Anak sekolah yang hidup di lingkungan perkotaan akan lebih menyukai makanan modern dibandingkan dengan makanan lokal dan sebaliknya. Letak sekolah yang berfasilitas kantin yang lengkap juga memudahkan anak sekolah dasar untuk mengakses makanan jajanan. Kantin dan warung merupakan tempat yang biasa digunakan untuk jajan bagi anak sekolah selain penjaja makanan jajanan baik di luar sekolah maupun di dalam sekolah. Penjaja makanan jajanan adalah orang yang menjual makanan jajanan dengan cara menjajakan makanan jajanan. Warung, kantin, dan penjaja makanan jajanan memiliki fungsi yang sama yaitu berperan sebagai penyedia makanan jajanan pada tempat tertentu salah satunya di lingkungan sekolah.
Karakteristik Makanan
Apabila kita menceritakan makanan pasti ada kaitanya dengan selera dan perasaan. Hal yang mempengaruhi selera dan perasaan dapat berasal dari dalam tubuh sendiri, dari makanan, dan dari lingkungan. Keadaan yang berasal dari tubuh, misalnya terjadi karena sifat khas pribadi anak tersebut. Seperti diketahui tiap anak mempunyai kesukaan terhadap makanan sendirinya. Sebagian anak menyukai manis, tapi anak lain lebih menyukai asin. Ada anak yang menyenangi daging, tapi anak lain lebih menggemari sayur-sayuran. Namun tiap anak dilahirkan dengan nafsu makan yang cukup. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesukaan anak terhadap makanan adalah rasa, warna, dan bentuk (Wiharta 1982). Menurut Sumarwan (2011) tekstur, harga,
(30)
rasa, kemasan, dan penampakan merupakan karakteristik pada makanan yang bisa mempengaruhi tingkat kesukaan pada anak (Sumarwan 2011).
Rasa
Cita rasa memiliki pengaruh terhadap kesukaan seseorang terhadap makanan tertentu. Secara naluriah seorang anak akan lebih menyukai rasa manis dari pada rasa pahit. Ada bukti menarik yang menujukkan preferensi dini terhadap makanan manis, hampir semua makanan dapat diterima jika makanan itu terasa manis (Gibney et al. 2007). Proverawati et al. (2008) anak-anak lebih menyukai buah, sumber makanan karbohidrat seperti susu dan daging dibandingkan dengan sayuran. Hal ini diduga jenis makanan ini umumnya memberikan rasa manis dan enak pada saat dimakan.
Warna
Banyak anak yang menolak makan sehingga membuat orang tua merasa khawatir. Tetapi sebagai orang tua jangan sampai kehilangan akal dalam mengupayakan berbagai cara agar anak mau makan. Baik anak-anak maupun orang dewasa, faktor warna mempengaruhi kesukaan anak terhadap makanan. Hasilnya anak-anak lebih menyukai makanan yang berwarna warni (Anonim 2012).
Ada beberapa warna yang umumnya mempengaruhi nafsu makan. Warna merah adalah warna yang penuh emosi dan warna yang sangat enerjik. Warna ini dapat meningkatkan laju pernapasan dan menaikan tekanan darah dan dapat meningkatkan nafsu makan. Karena bisa merangsang nafsu makan, warna merah sering dijadikan sebagai warna cat dinding rumah makan dan juga pilihan yang baik untuk warna di ruang makan. Warna hijau dikaitkan dengan warna alam, kesehatan, dan sering digunakan untuk menunjukkan produk keselamatan. Karena ada hubungannya dengan alam, warna hijau dianggap sebagai warna menenangkan dan santai. Warna orange dapat membantu meningkatkan pasokan oksigen ke otak, menghasilkan efek menyegarkan dan menstimulasi aktivitas mental. Warna orange adalah warna yang dapat membuat orang merasa nyaman. Seperti warna jeruk, orange dikaitkan dengan makanan sehat dan dapat merangsang nafsu makan. Warna kuning adalah warna yang cerah ceria. Kuning meningkatkan konsentrasi, juga merangsang nafsu makan, karena hal ini berkaitan dengan kebahagiaan (Anonim 2011). Intinya warna pada
(31)
makanan harus disesuaikan dengan warna standar dari makanan tersebut. Kesesuaian warna akan memberikan penilaian positif terhadap mutu makanan. Sebagai contoh makanan yang seharusnya disajikan berwarna kuning kecoklatan tetapi akibat salah pengolahan sehingga makanan menjadi lebih pucat atau lebih tua dari standarya. Keadaan tersebut bisa membuat seseorang menilai suka atau tidak suka terhadap makanan (Yusuf et al. 2008).
Bentuk
Bentuk makanan merupakan salah satu cara untuk menilai makanan pada saat kita belum mengenal makanan, apakah dari rasa maupun tekstur. Biasanya seseorang akan merasa tertarik pada makanan tertentu apabila makanan tersebut menarik berdasarkan standar bentuk makanan yang diharapkan. Misalnya, makanan yang seharusnya berbentuk silinder harus disajikan dengan bentuk silider (Yusuf et al. 2008).
Bentuk makanan pada anak sangat mempengaruhi kesukaan anak-anak terhadap makanan. Anak-anak-anak biasanya lebih menyukai makanan yang dibentuk sedemikian rupa. Misalnya mereka lebih menyukai telur yang dihiasi membentuk mulut menggunakan bahan lainnya seperti kecap dari pada mereka diberi telur dan kecap tetapi tidak dihias. Menurut Yusuf et al. (2008) situasi ini terjadi dikarenakan pada anak-anak penuh imajinasi yang tinggi.
Tekstur
Tekstur makanan ada berbagai macam. Ada makanan dengan tekstur lunak, keras, lembek, kasar, halus, dan sebagainya. Tektsur makanan yang baik adalah sesuai dengan bentuk makanan tersebut. Seperti bubur, memiliki tekstur lunak. Apabila bubur tersebut disajikan dengan tekstur yang lebih padat maka konsumen akan memberikan penilaian yang kurang baik terhadap bubur tersebut (Yusuf et.al 2008). Anak usia sekolah umumnya lebih menyukai makanan yang lunak dibandingkan dengan yang kasar dan keras. Situasi ini bisa diakibatkan perkembangan alat pencerna pada anak belum sempurna.
Harga
Harga merupakan salah satu faktor penentu seseorang dalam membeli suatu barang, termasuk makanan. Hal ini ditentukan oleh kemampuan finansial
(32)
seseorang. Menurut Sumarwan (2011) jumlah pendapatan akan mengambarkan besarnya daya beli dari seseorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen.
Suhu
Temperatur atau suhu makanan pada waktu disajikan memegang peran dalam penentuan cita rasa makanan. Makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa makanan. Menurut Gobel et al. (2011) makanan sebaiknya dihidangkan dalam keadaan panas terutama makanan yang dapat memancarkan aroma yang sedap, seperti: sop, soto, dan sate. Sebaliknya makanan yang harus dihidangkan dalam keadaan dingin hendaknya dihidangkan dalam keadaan dingin. Anak-anak umumnya cendrung mengonsumsi makan yang relatif dingin dikarenakan memberi rasa segar dan kesenangan.
Zat Gizi
Zat gizi merupakan unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan tubuh untuk berbagai keperluan. Zat gizi umumnya dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro terdiri atas karbohidrat, protein, dan lemak. Zat gizi mikro terdiri atas vitamin vitamin dan mineral. selain zat gizi unsur lain seperti air dan serat merupakan beberapa unsur yang terdapat dalam makanan yang berguna bagi kesehatan (Hartono 2006).
Ketersediaan
Ketersediaannya suatu makanan akan memudahkan seseorang untuk mengakses makanan tertentu. Mulai dari jenisnya maupun jumlahnya. Menurut Gibney et al. (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menerapkan pola makan atau diet seimbang dan sehat harus ditunjang dengan akses yang memadai seperti tempat tinggal untuk memudahkan belanja.
(33)
KERANGKA PEMIKIRAN
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7 sampai 12 tahun. Menurut Khomsan (2002) anak pada usia ini merupakan masa yang mana mereka banyak memerlukan asupan energi dan zat gizi. Hal ini dikarenakan padatnya aktifitas sekolah, aktif bermain, dan banyaknya kegiatan ektrakurikuler. Hasilnya anak-anak lebih rentan mengalami kecapean. Salah satu cara untuk meningkatkan energi dan zat gizi anak adalah dengan mengonsumsi makanan jajanan. Hal ini dikarenakan kontribusi energi dan dan protein makanan jajanan sekitar 30.0% dan 22.3% (Syarifah 2012). Sedangkan Judarwanto (2008), diacu dalam Rizki (2009) makanan jajanan dapat menyumbangkan energi bagi anak usia sekolah sampai 36.0%, protein 29%, dan zat besi 52%. Tetapi pilih memilih makanan dan tidak mau terhadap makanan tertentu merupakan masalah yang sering dihadapi seorang anak pada makanan tertentu.
Preferensi makanan bisa dikatakan kesukaan seseorang terhadap makan tertentu. Menurut Proverawati et.al (2008) preferensi makanan bisa dijadikan prediktor dalam penilaian dan pemilihan kualitas maupun jenis makanan. Dengan demikian preferensi makanan bisa digunakan untuk melihat dan menentukan kesukaan seseorang terhadap makanan tertentu. Tujuannya untuk melihat jenis makanan atau makanan jajanan yang cocok untuk digunakan dalam penyediaan makanan. Menurut Sanjur (1982), diacu dalam Martiani (2000) preferensi makanan dipengaruhi oleh tiga faktor seperti karakteristik individu, karakteristik makanan, dan karakteristik lingkungan. Oleh sebab itu peneliti ingin melihat hubungan antar faktor dalam preferensi makanan.
(34)
Gambar 1 Kerangka pemikiran preferensi makanan jajanan Karakteristik Individu:
1. Umur
2. Jenis kelamin 3. Pengetahuan gizi 4. Uang saku
Karakteristik makanan: 1. Harga
2. Rasa 3. Bentuk 4. Warna 5. Suhu 6. Tekstur 7. Zat Gizi Karakteristik lingkungan (keluarga):
1. Besar keluarga 2. Penghasilan keluarga 3. Tingkat pendidikan orang
tua
Frekuensi Jajan
Preferensi Makanan Camilan Digoreng
Karakteristik lingkungan (sekolah):
1. Tempat sekolah
Kantin dan penjaja makanan jajanan:
1. Ketersediaan jajanan
Keterangan:
Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti Kontribusi energi
dan zat gizi
Status Gizi
Ketersediaan makan di rumah
(35)
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul “Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Digoreng pada Anak SD di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor” menggunakan metode survei dengan desain penelitian cross sectional study dikarenakan data yang dikumpulkan dan variabel yang diteliti pada waktu yang sama dan sekali saja. Pemilihan lokasi berdasarkan beberapa alasan seperti dua di antara tiga sekolah dijadikan sasaran dalam program pendidikan gizi dan makanan (SDN 02 Palasari dan SDN 01 Cipicung). AINP (Ajinomoto-IPB Nutrition Program) 2012 merupakan program kerjasama antara Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB dengan PT Ajinomoto Indonesia dalam bidang pengabdian ke pada masyarakat. Sasaran dalam kegiatan AINP 2012 adalah siswa, guru, orang tua siswa, pedagang makanan jajanan, dan masyarakat. Letak antara ke tiga SD (SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung) berdekatan membuat peneliti menjadikan ke tiga SD ini menjadi objek penelitian karena ekonomis dari segi waktu dan transportasi. Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Mei 2012 sampai Januari 2013.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh penelitian adalah siswa kelas 4 dan 5 pada anak SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung dilakukan secara purposive. Pemilihan lokasi secara purposive dilakukan berdasarkan pendekatan karakteristik terutama dalam letak lokasi yang berdekatan dan jenis makanan jajanan tidak terlalu berbeda antar sekolah. Penetapan contoh siswa kelas 4 dan kelas 5 dikarenakan pada usia ini anak sekolah mampu menerima pengarahan kuesioner serta mampu mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Hidayat 2004). Populasi siswa berjumlah 249 siswa, terdiri atas SDN 01 Palasari berjumlah 43 siswa untuk kelas 4 dan 59 siswa untuk kelas 5, SDN 02 Palasari berjumlah 36 siswa untuk kelas 4 dan 29 siswa untuk kelas 5, dan SDN 01 Cipicung berjumlah 40 siswa untuk kelas 4 dan 42 siswa untuk kelas 5. Jumlah minimal sampel yang harus diambil dari tiga SD ini menggunakan rumus Solvin:
(36)
n =
Keterangan n = jumlah sampel N = populasi
e = tingkat kepercayaan/ ketetapan yang digunakan (0,1)
Jumlah sampel per kelas/ sd= x n
Rumus di atas digunakan untuk menghitung jumlah sampel minimal setiap sekolah:
1. SDN 01 Palasari
= (92/249)x 72= 29,49= 30 siswa 2. SDN 02 Palasari
=(65/249)x 72= 18,79= 19 siswa 3. SDN 01 Cipicung
= (82/249)x 72= 23,71= 24 siswa
Menurut penelitian Proverawati et al. (2008) menyimpulkan jenis kelamin mempengaruhi pemilihan jenis makanan sehingga jumlah sampel antara laki-laki dan wanita yang diperlukan di setiap kelas dan jumlahnya sama:
Jumlah sampel per kelas/ sd= x n
A. SDN 01 Palasari
Kelas 4= (43/92)x 30= 12,64= 14 siswa Kelas 5= (59/92)x 30=17,35= 18 siswa
*total 32 siswa B. SDN 02 Palasari
Kelas 4= (36/65)x 19= 9,52= 12 siswa Kelas 5= (29/65)x 19= 8,47= 10 siswa
*total 22 siswa C. SDN 01 Cipicung
Kelas 4= (40/82)x 24= 11,70= 12 siswa Kelas 5= (42/82)x 24= 12,29= 14 siswa
(37)
Secara keseluruhan jumlah siswa yang menjadi sampel pada SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung berdasarkan jenis kelamin adalah 80 siswa, karena ada pembulatan dan penambahan 8 siswa untuk menjadikan jumlah siswa perempuan maupun laki-laki setiap kelas per SD harus sama. Secara singkat pengambilan sampel pada populasi preferensi makanan jajanan pada anak SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor disajikan dalam gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2 Pengambilan sampel
Jumlah sampel untuk penjualan makanan dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: kantin dan penjaja makanan jajanan. Jumlah kantin di setiap sekolah bervariasi jumlahnya sedangkan jumlah penjaja makanan jajanan relatif sama. Situasi ini dikarenakan penjaja makanan ke tiga SD ini umumnya sama baik orang maupun jenis makanan jajanan. SDN 01 Palasari memiliki tiga kantin tetap, SDN 02 Palasari memiliki satu kantin tetap, dan SDN 01 Cipicung memiliki satu kantin tetap. Namun terdapat beberapa warung yang menjual makanan terutama makanan sepinggan di sekitar sekolah (di luar sekolah) yang juga menjual makanan ringan (camilan/kudapan) yang bisa diakses para siswa.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data sekunder meliputi gambaran umum keadaan dan tempat penelitian yang didapatkan dari pihak administrasi sekolah. Secara umum data sekunder meliputi
SDN di Kecamatan Cijeruk
SDN 02 Palasari 22 orang
SDN 01 Cipicung 26 orang SDN 01 Palasari
32 orang
Kls 4 (7 P & 7 L) Kls 5 (9 P & 9 L)
Kls 4 (6 P & 6 L) Kls 5 (5 P & 5 L)
Kls 4 (6 P & 6 L) Kls 5 (7 P & 7 L) Purposive
(38)
lokasi penelitian dan data mengenai siswa/siswi SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung.
Tabel 4 Cara pengumpulan data sekunder
No Data Variabel Cara Pengumpulan
Data Sasaran
1 Karateristik sosial/lingkungan (sekolah) Lokasi dan tempat Observasi, dan pencatatan dari arsip
sekolah
TU setiap sekolah
2 Keadaan siswa setiap sekolah
Jumlah siswa kelas 4 dan
kelas 5
Pencatatan dari arsip sekolah
TU setiap sekolah
Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dengan cara observasi dan wawancara. Data primer yang dikumpulkan terdiri atas karakteristik contoh, karakteristik keluarga contoh, pengetahuan gizi, karakteristik makanan jajanan, keadaan kantin, keadaan penjaja makanan jajanan, dan keadaan warung. Variabel yang dikumpulkan dari masing-masing data disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Cara pengumpulan data primer
No Data Variabel
Cara Pengumpulan
Data
Sasaran
1 Karakteristik contoh Umur, jenis kelamin, suku, dan uang saku
Wawancara dan pengisian kuesioner
Siswa
2 Karakteristik keluarga contoh
Besar keluarga, penghasilan keluarga, dan tingkat pendidikan keluarga
Pengisian
kuesioner Orang tua
3 Pengetahuan gizi Tingkat pengetahuan gizi
Wawancara dan pengisian kuesioner
Siswa
4 Preferensi Makanan Jajanan
Kesukaan terhadap makanan jajanan yang tersedia
Wawancara dan
pencatatan siswa
5 Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan
Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Yang tersedia
Wawancara dan
pencatatan siswa
6 karakteristik Makanan
Harga, rasa, bentuk, warna, suhu, tekstur, zat gizi
Wawancara dan
pencatatan Siswa
7
Keadaan kantin, penjaja, dan warung makanan jajanan Ketersediaan makanan jajanan Wawancara dan pencatatan Kantin, penjaja, dan warung makanan jajanan
(39)
Data pengetahuan gizi diambil dengan menggunakan 20 pertanyaan mengenai makanan jajanan, fungsi makanan jajanan, fungsi zat gizi dan ilmu gizi dasar. Setiap pertanyaan diberikan dalam bentuk pilihan ganda dengan tiga pilihan jawaban. Menurut khomsan (2000) dengan jumlah soal 20 butir pertanyaan sudah bisa mengetahui tingkat pengetahuan gizinya.
Data preferensi terhadap makanan jajanan contoh dilakukan dengan cara wawancara terhadap kesukaan terhadap jenis-jenis makanan jajanan yang ada di warung, di kantin, dan di penjaja makanan jajanan. Preferensi makanan jajanan diurutkan berdasarkan tingkat kesukaan, yaitu urutan satu sebagai sangat suka dan urutan lima sebagai sangat tidak suka.
Pengolahan Data
Pengolahan dan analisis data yang terkumpul melalui proses editing, coding, scoring, entry data ke komputer, cleaning, dan perhitungan. Data primer dan sekunder yang telah melalui proses cleaning kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif, uji Kruskal-Walis, dan uji Spearman menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver. 17 for Windows untuk penarikan kesimpulan.
Penilaian terhadap tingkat pengetahuan gizi anak sekolah dasar diukur berdasarkan jawaban atas 20 pertanyaan dalam kuesioner pengetahuan gizi. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Skor dari 20 pertanyaan kemudian dikumulatifkan dan dipresentasikan terhadap nilai jika total pertanyaan dijawab benar (skor total 20). Nilai persentase tersebut kemudia dikategorikan sebagai baik (nilai >80%), sedang (nilai 60%-80%), atau buruk (nilai benar <60%) (Tabel 6).
Tabel 6 Klasifikasi tingkat pengetahuan gizi Tingkat Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Total Skor
Baik >80
Sedang 60-80
Buruk <60
Sumber : Khomsan A. (2000)
Preferensi terhadap berbagai makanan jajanan digolongkan ke dalam lima kategori sikap, yaitu: sangat suka (1), suka (2), biasa (3), tidak suka (4), dan
(40)
sangat tidak suka (5). Hasilnya dikelompokkan berdasarkan karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan frekuensi jajan. Untuk mengetahui tingkat makanan jajanan yang disukai diperoleh dari akumulasi persentase (1) sangat suka dan (2) suka. Tingkat makanan yang tidak disukai diperoleh dari akumulasi persentase (4) tidak suka dan (5) sangat tidak suka. Semakin tinggi akumulasi persentase sangat suka dan suka pada makanan jajanan menunjukkan makanan tersebut disukai. Adapun untuk mengetahui alasan siswa menyukai makanan jajanan diperoleh dari tingginya persentase terhadap beberapa karakteristik makanan yang ditanyakan seperti harga, rasa, bentuk, warna, tekstur, suhu, gizi, dan ketersediaan.
Frekuensi jajan diperoleh dari data frekuensi jajan siswa per hari, per minggu, per bulan, dan per tahun yang dikonversi ke dalam tahun. Data frekuensi siswa per hari dikalikan 365 hari (n x 365 hari/tahun), data frekuensi siswa per minggu dikalikan 52 minggu (n x 52 minggu/tahun), dan data frekuensi siswa per bulan dikalikan 12 bulan (n x 12 bulan/tahun). Tujuan mengkonversi ke dalam tahun agar memudahkan membandingkan tingkat frekuensi jajan siswa berdasarkan sebaran contoh yang diperoleh. Frekuensi diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu: sangat sering, sering, jarang, hampir tidak pernah, dan tidak pernah sama sekali. Berdasarkan perhitungan diperoleh frekuensi jajan siswa dengan rata-rata sekitar 268 kali per tahun dan nilai terkecil 0 (nol) kali per tahun. Nilai rata-rata (268 kali per tahun) dan nilai terkecil (0 kali per tahun) dijadikan patokan dalam menentukan tingkatan kalsifikasi frekuensi jajan. Setiap kategori digunakan rentang dengan pembulatan 250 kali per tahun yang diperoleh dari perhitungan ±10% dari nilai rata-rata untuk memudahkan pengklasifikasikan. Sehingga diperoleh rentang setiap kategori sebagai berikut: tidak pernah sama sekali (0 kali per tahun), hampir tidak pernah dimulai dari 1 sampai 250 kali per tahun), jarang di atas 250 sampai 500 kali per tahun, sering di atas 500 sampai 750 kali per tahun, dan sangat sering lebih besar dari 750 kali per tahun.
Kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan diperoleh dengan cara membandingkan kandungan gizi makanan per takaran saji dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Data Kandungan gizi didapatkan dari tabel daftar komposisi bahan makanan (DKBM), dengan memperhitungkan berat takaran saji (dalam DKBM satuan berat adalah 100 gram).
(41)
Rumus untuk menghitung kandungan energi dan zat gizi pada bahan makanan:
KXj= Bj/100 x Xj x BDD/100 Keterangan:
KXj = Kandungan energi dan zat gizi makanan jajanan j dengan berat B Bj = Berat bahan makanan jajanan j per takaran saji
Xj = Kandungan energi dan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan j BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD)
Data kandungan energi dan zat gizi yang didapatkan dari rumus di atas kemudian dibandingkan dengan AKG untuk menilai kontribusi energi dan zat gizi dari makanan jajanan terhadap angka kecukupan. Angka Kecukupan Gizi yang digunakan adalah AKG berdasarkan WNPG tahun 2004.
Analisis Data
Data karakteristik individu contoh, karakteristik keluarga contoh, karakteristik makanan jajanan contoh, preferensi dan alasan menyukai makanan jajanan contoh, frekuensi makanan jajanan contoh, kontribusi energi dan zat gizi pada makanan jajanan contoh dilakukan analisis deskriptif. Sedangkan uji Kruskal-Walis dugunakan untuk mencari apakah ada perbedaan yang signifikan di setiap SD berdasarkan karakteristik yang diteliti. Uji Kruskal-Walis digunakan dengan alasan kelompok data terdiri dari tiga sekolah dan pengambilan sampel pada kelompok tersebut secara acak (Anonim 2012). Untuk menganalisis hubungan antar variabel digunakan uji korelasi Spearman. Uji Spearman digunakan karena data merupakan data kategori kualitatif (nominal) dan semikuantitatif (ordinal) (anonim 2012).
Tabel 7 Cara menganalisis data
No Variabel Cara Analisis Data
1 Karakteristik contoh Deskriftif dan Uji Kruskal Walis
2 Krakteristik keluarga contoh Deskriftif dan Uji Kruskal Walis
3 Karakteristik makanan Jajanan Deskriftif
4 Preferensi jajan dan alasan menyukai jajan Deskriftif dan Uji Kruskal Walis
5 Frekuensi Jajan Deskriftif dan Uji Kruskal Walis
6 Kontribusi energi dan zat gizi makanan jajanan Deskriftif 7 Hubungan antara karakteristik individu dan frekuensi
(42)
Tabel 8 Data yang diolah
No Variabel Kategori Skala
1 Jenis Kelamin 1. Laki-laki Nominal 2. Perempuan Umur (tahun)
1. 9 dan lebih kecil dari 10 tahun
Rasio 2. 10 dan lebih kecil dari 11 tahun
3. 11 dan lebih kecil dari 12 tahun
4. Lebih besar atau sama dengan 12 tahun
Uang Jajan
1. Sangat rendah (lebih kecil dari Rp1,000)
Ordinal 2. Rendah (Rp1,000 dan lebih kecil dari Rp2,000)
3. Sedang (Rp2,000 dan lebih kecil dari Rp3,000) 4. Sangat tinggi (lebih besar atau sama dengan Rp4,000) Pengeta
huan Gizi
1. Baik (lebih besar dari 80)
Ordinal 2. Sedang (60 sampai 80)
3. buruk (lebih kecil dari 60)
2
Besar keluarga
1.Kecil (lebih kecil atau sama dengan 4 orang)
Ordinal 2. Sedang (5 sampai 7 orang)
3. Besar (lebih besar dari 7 orang)
Pendidik an Orang Tua
1.Tidak/belum tamat SD
Ordinal 2.SD/setara 3.SMP/setara 4.SMA/setara 5.Diploma I/II 6.Diploma II/akademi 7.Perguruan Tinggi Pendapa tan Orang Tua
1.Rendah (lebih kecil atau sama dengan Rp500,000)
Ordinal 2.Sedang (lebih besar dari Rp500,000 dan lebih kecil atau sama
dengan Rp1,000,000)
3.Tinggi (lebih besar dari Rp1,000,000)
3 Preferen si Jajan
1. Sangat Suka
Ordinal 2.Suka
3.Biasa 4.Tidak Suka 5.Sangat Tidak Suka
4 Alasan Jajan 1. Harga Nominal 2.Rasa 3.Bentuk 4.warna 5.Suhu 6.Tkestur 7.Gizi 8.Keterseiaan
5 Frekuens i
1.Sangat Sering (lebih besar dari 750 kali/tahun)
Ordinal 2. Sering (lebih besar dari 500 sampai 750 kali/tahun)
3. Jarang (lebih dari 250 sampai 500 kali/tahun) 4. Tidak pernah sama sekali (0 kali/tahun
(43)
Definisi Operasional
Contoh adalah anak yang berusia antara 9 sampai 12 tahun yang duduk di kelas 4 dan kelas 5 SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung
Makanan Jajanan di goreng adalah seluruh makanan jajanan digoreng yang dijajakan dan dijual oleh penjaja maupun di kantin dan di warung yang ada di sekitar SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung
Preferensi Makanan Jajanan adalah tingkat kesukaan terhadap makanan jajanan yang diukur dengan menggunakan skala sangat suka (1), suka (2), biasa (3), tidak suka (4), dan sangat tidak suka (5).
Pengetahuan Gizi adalah tingkat pemahaman contoh tentang makanan jajanan dan ilmu gizi yang dilihat dari kemampuan menjawab pertanyaan dengan benar berdasarkan pengkategorian cut-off point (baik dengan kategori lebih besar dari 80, sedang dengan kategori 60 sampai 80, dan buruk dengan kategori lebih kecil dari 60) yang telah diubah ke dalam persen.
Jenis Kelamin adalah perbedaan yang ada pada contoh berdasarkan ciri biologis dengan kategori laki-laki dan perempuan.
Pendapatan keluarga adalah jumlah total keseluruhan pendapatan yang berasal dari setiap anggota keluarga yang dinilai dengan uang dalam kurun waktu satu bulan.
Karakteristik Makanan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kesukaan makanan jajanan contoh yang terdiri atas harga, rasa, bentuk, warna, suhu, dan tekstur.
Uang Jajan adalah besar uang saku yang diberikan oleh orang tua yang digunakan untuk membeli makanan jajanan.
Frekuensi Jajan adalah jumlah pembelian terhadap makanan jajanan yang diukur berdasarkan per hari, per minggu, per bulan, dan per tahun yang dikonversi ke dalam tahun dengan kategori sangat sering, sering, jarang, hampir tidak pernah, dan tidak pernah sama sekali.
Kontribusi Energi dan Zat Gizi adalah persentase ketersediaan energi dan zat gizi pada makanan jajanan yang dikonsumsi terhadap AKG.
Total Kontribusi Energi dan Zat Gizi adalah total kontribusi energi dan zat gizi seluruh contoh pada makanan jajanan terhadap jumlah contoh.
(44)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum SekolahSekolah yang menjadi sasaran penelitian terdiri atas SDN 01 Palasari, SDN 02 Palasari, dan SDN 01 Cipicung. Alasan pemilihan sekolah ini berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, dua di antara sekolah (SDN 02 Palasari dan SDN 01 Cipicung) menjadi objek salah satu proyek kerjasama antara Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Program CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu perusahaan di Indonesia. Kedua, adanya kerjasama tersebut memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian terutama dalam perijinan.
Gambar 3 Lokasi Sekolah “Dimodifikasi dari Google Map (2003)
Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari (SD P1)
Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari berdiri tahun 1926 dan terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Secara geografis SDN 01 Palasari dekat dengan jalan raya. SDN 01 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah guru 11 orang, tata usaha satu orang, dan penjaga sekolah satu orang. Sekolah ini memiliki 59 siswa kelas lima dan 85 siswa kelas empat yang terdiri atas 43 siswa di kelas 4A dan 42 siswa di kelas 4B. Untuk kelas empat siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 4A. Alasan pemilihan kelas 4A dikarenakan waktu (situasi internal sekolah) yang memungkinkan untuk pengambilan data dibandingkan dengan siswa kelas 4B. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penelitian yang kurang lebih satu minggu lagi akan diadakan ulangan sekolah.
(45)
Waktu belajar dimulai pukul 07:30 WIB sampai pukul 12:00 WIB untuk kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua waktu belajar dimulai pukul 07:00 WIB sampai pukul 11:30 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri atas enam ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan, satu gudang, dua toilet guru, dua toilet siswa, dan satu ruang kesenian. Kegiatan ektrakurikuler terdiri atas pencak silat dan degung. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.
Gambar 4 Lingkungan SDN 01 Palasari
Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari (SD P2)
Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari berdiri tahun 1977 dan beroperasi pada tahun 1980. Secara geografis SDN 02 Palasari dekat dengan jalan raya. Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. SDN 02 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah guru pengajar berjumlah tujuh orang, penjaga sekolah satu orang, dan penjaga kebersihan satu orang. Sekolah ini memiliki 36 siswa kelas empat dan 29 siswa kelas lima.
Gambar 5 Lingkungan SDN 02 Palasari
Pengambilan data di Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari bertepatan dengan adanya suatu kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang pengabdian kepada
(1)
Lampiran 8. Gambar makanan jajanan digoreng
Bakso Goreng Batagor Chicken Nugget
Cireng Isi Ayam
Cireng Isi Abon
Cireng Isi Daging
Donat Onde-onde Tahu Goreng
(2)
Lampiran 9. Karakteristik Makanan Jajanan
no Nama Makanan Jajanan Harga/porsi(Rp) Bentuk Warna Suhu Rasa Tekstur
1 Bakso goreng 500 Setengah
bulat kecoklatan Ruang
Asin dan agak amis
Lembut dan liat 2 Batagor 500 Tidak
beraturan kecoklatan Ruang
Gurih, asin, dan manis
Kasar dan liat 3 Chcken
nugget 500
Bulat gepeng
Kuning
kecoklatan Ruang gurih
Kasar dan renyah 4 Cireng isi
abon 500 “love”
Kuning
keemasan Ruang Rasa abon
Lembut dan liat 5 Cireng isi
ayam 500 Kue kroket
Kuning
keemasan Ruang
Gurih dan pedas
Lembut dan liat 6 Cireng isi sapi 500 Kue kroket Kuning
keemasan Ruang Rasa bawang
Lembut dan liat 7 Tahu goreng 500 Kubus Kuning
keemasan Ruang
Gurih dan
agak asin Kasar 8 Tempe
goreng 500 Pipih
Kuning
keemasan Ruang
Gurih dan agak asin
Agak kasar
9 Bakwan 500 pipih Kuning
keemasan Ruang Gurih
Agak kasar 10 Donat 500 Lingkaran Kuning
kecoklatan Ruang manis
Agak kasar 11 Onde-onde 500 Bulat Kuning
keemasan Ruang Manis Kasar 12 Risoles 500 Tabung Kuning
keemasan Ruang Asin
Agak kasar
(3)
90
Lampiran 10. Hubungan karakteristik individu dengan preferensi makanan jajanan
Correlationsbakso
goreng batagor
chiken nuget
cireng isi abon
cireng isi ayam
cireng isi sap donat
onde-onde
tahu goreng
tempe
goreng bakwan risoles
Spearman's rho
Jenis Kelamin Correlation Coefficient
.090 .009 .165 -.011 -.120 .014 .005 .055 .046 -.091 .107 -.058 Sig.
(2-tailed)
.427 .940 .143 .924 .290 .900 .968 .629 .685 .423 .346 .609
N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
Umur Correlation Coefficient
.189 .252 .042 .088 .195 .210 -.003 .041 .063 .019 .124 .274 Sig.
(2-tailed)
.093 .024 .709 .439 .082 .061 .976 .716 .581 .869 .275 .014
N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
Uang Saku Correlation Coefficient
.136 -.091 -.031 .028 -.100 .123 .095 .007 .109 -.015 -.066 -.107 Sig.
(2-tailed)
.230 .425 .787 .802 .379 .276 .400 .948 .335 .895 .563 .345
N 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
Pengetahuan Gizi
Correlation Coefficient
-.231 -.147 -.122 -.142 .314 .008 -.086 -.136 -.166 .046 -.013 -.049 Sig.
(2-tailed)
.039 .192 .281 .208 .005 .943 .450 .229 .141 .686 .906 .668
(4)
91
Lampiran 11. Hubungan frekuensi jajan dengan preferensi makanan jajanan
CorrelationsJenis Jajanan bakso
goreng batagor
chiken nuget
cireng isi abon
cireng isi ayam
cireng isi sap donat
onde-onde
tahu goreng
tempe
goreng bakwan Risoles
Spearman's rho
bakso goreng
Correlation
Coefficient .109 Sig. (2-tailed) .338
N 80
batagor
Correlation
Coefficient .344 Sig. (2-tailed) .002
N 80
chiken nuget
Correlation
Coefficient .225
Sig. (2-tailed) .045
N 80
cireng isi abon
Correlation
Coefficient .270
Sig. (2-tailed) .016
N 80
cireng isi ayam
Correlation
Coefficient .192
Sig. (2-tailed) .088
N 80
cireng isi sap
Correlation
Coefficient .168
(5)
92
Correlations
Jenis Jajanan bakso
goreng batagor
chiken nuget
cireng isi abon
cireng isi ayam
cireng isi sap donat
onde-onde
tahu goreng
tempe
goreng bakwan Risoles
N 80
donat
Correlation
Coefficient -.012
Sig. (2-tailed) .918
N 80
onde-onde
Correlation
Coefficient .046
Sig. (2-tailed) .683
N 80
tahu goreng
Correlation
Coefficient .047
Sig. (2-tailed) .679
N 80
tempe goreng
Correlation
Coefficient -.058
Sig. (2-tailed) .611
N 80
bakwan
Correlation
Coefficient .184
Sig. (2-tailed) .102
N 80
risoles
Correlation
Coefficient .397
(6)
93
Correlations
Jenis Jajanan bakso
goreng batagor
chiken nuget
cireng isi abon
cireng isi ayam
cireng isi sap donat
onde-onde
tahu goreng
tempe
goreng bakwan Risoles