Detection of antibacterial compound from kesum leaves (Polygonum minus Huds) by TLC-bioautography method and the effect to escherichia coli and staphylococcus aureus membrane.

DETEKSI SENYAWA ANTIBAKTERI DAUN KESUM
SECARA KLT-BIOAUTOGRAFI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
MEMBRAN Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus

FENNY IMELDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Senyawa
Antibakteri Daun Kesum secara KLT-Bioautografi dan Pengaruhnya terhadap
Membran Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Fenny Imelda
NIM F251110021

RINGKASAN
FENNY IMELDA. Deteksi Senyawa Antibakteri Daun Kesum secara KLTBioautografi dan Pengaruhnya terhadap Membran Escherichia coli dan
Staphylococcus
aureus.
Dibimbing
oleh
HARSI
DEWANTARI
KUSUMANINGRUM dan DIDAH NUR FARIDAH.
Salah satu keanekaragaman hayati yang berasal dari Kalimantan Barat
adalah tanaman kesum (Polygonum minus Huds) yang umum digunakan sebagai
bumbu masak pada berbagai pangan olahan lokal. Daun kesum mengandung total
fenolik yang tinggi, flavonoid, alkaloid, tanin dan terpenoid yang potensial
sebagai antibakteri alami. Deteksi aktivitas antimikroba suatu fraksi senyawa dari

ekstrak bahan alam dapat dilakukan dengan KLT-bioautografi. KLT-bioautografi
merupakan metode gabungan dari metode kimia (teknik kromatografi lapis
tipis/KLT) dan mikrobiologi (pengujian aktivitas antimikroba) yang
memungkinkan lokalisasi senyawa aktif. Umumnya ekstrak daun kesum diperoleh
dengan metode konvensional yaitu maserasi. Teknik ini memerlukan waktu
ekstraksi yang panjang, pelarut yang relatif besar dan dapat menyebabkan
beberapa degradasi dari molekul target. Ultrasonikasi merupakan salah satu
metode nonkonvensional, dikenal sebagai teknik inovatif yang dikembangkan
untuk meminimalkan waktu ekstraksi yang singkat, efisiensi pelarut,
meminimalkan biaya dan meningkatkan kualitas ekstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) membandingkan ekstraksi daun kesum
dengan teknik maserasi dan ultrasonikasi secara bertingkat menggunakan pelarut
dengan polaritas berbeda, 2) melakukan skrining ekstrak berdasarkan aktivitas
antibakteri ekstrak daun kesum terhadap E. coli dan S. aureus, 3) melakukan
fraksinasi ekstrak daun kesum dengan aktivitas antibakteri tertinggi menggunakan
KLT, 4) melakukan deteksi fraksi aktif ekstrak daun kesum dengan KLTbioautografi, serta 5) mengetahui mekanisme penghambatan ekstrak daun kesum
terhadap membran sel E. coli dan S. aureus secara in-vitro.
Penelitian ini dilaksanakan dalam lima tahap. Tahap pertama meliputi
ekstraksi dengan destilasi uap-air untuk memperoleh minyak atsiri, dilanjutkan
ekstraksi bertingkat dengan maserasi dan ultrasonikasi untuk memperoleh ekstrak

polar, semipolar dan nonpolar. Tahap kedua meliputi analisis kualitatif fitokimia
ekstrak, persiapan kultur bakteri uji dan pengujian aktivitas antibakteri ekstrak
menggunakan metode agar difusi cakram, penentuan konsentrasi hambat
minimum (KHM) menggunakan metode pengenceran makro. Tahap ketiga adalah
fraksinasi komponen antibakteri ekstrak dengan aktivitas antibakteri tertinggi
menggunakan metode KLT. Tahap keempat adalah deteksi fraksi aktif ekstrak
menggunakan metode KLT-bioautografi. Tahap terakhir adalah studi mekanisme
penghambatan ekstrak daun kesum terhadap membran sel dengan DNA probe
staining menggunakan mikroskop fluoresens dan deteksi kebocoran material
sitoplasma dengan spektrofotometer UV – Vis.
Ekstraksi dengan ultrasonikasi memberikan rendemen yang lebih tinggi dan
waktu ekstraksi yang singkat dibandingkan dengan maserasi. Hasil analisis
fitokimia menunjukkan ekstrak daun kesum mengandung fenol, alkaloid,
flavonoid, triterpenoid, tanin dan saponin. Ekstrak etanol daun kesum potensial
sebagai sumber antibakteri alami dengan KHM 25 mg/ml untuk E. coli dan 30

mg/ml untuk S. aureus. Fraksinasi ekstrak etanol daun kesum dengan KLT
menunjukkan enam bercak dibawah lampu UV pada λ 254 nm dan KLTbioautografi dengan teknik agar overlay efektif untuk mendeteksi fraksi aktif
ekstrak etanol daun kesum dengan aktivitas antibakteri baik terhadap E. coli
maupun S. aureus. Mekanisme penghambatan ekstrak daun kesum terhadap E.

coli dan S. aureus adalah terjadinya gangguan permeabilitas membran sitoplasma
yang menyebabkan kebocoran material sel.
Kata kunci: antibakteri, kesum, KLT-bioautografi, permeabilitas membran,
ultrasonikasi

SUMMARY
FENNY IMELDA. Detection of Antibacterial Compound from Kesum Leaves
(Polygonum minus Huds) by TLC-Bioautography Method and the Effect to
Escherichia coli and Staphylococcus aureus Membrane. Supervised by HARSI
DEWANTARI KUSUMANINGRUM and DIDAH NUR FARIDAH.
Kesum (Polygonum minus Huds) is the one of biodiversities from West
Borneo and commonly used as flavouring ingredient for local culinary. Kesum
leaves contain some bioactive compounds i.e high phenolic compounds,
flavonoids, alkaloids, tannins and terpenoids which are potential as natural
antibacterial agent. Detection of antimicrobial fractions of compounds from
natural extracts could be done by TLC-bioautography. It is a combining method
of chemical (thin layer cromatography/TLC) and microbology technique
(antimicrobial activity assay) which allowed the localization of active compound.
Generally, the kesum leaves extracts have been obtained by conventional
maceration technique. This technique is often time consuming and requires

relatively large amounts of solvent and sometimes diminishes the active
compounds. Ultrasound assisted extraction (UAE) is one of the emerging
technologies being developed in order to minimize the length of the extraction
time, to reduce the cost, and to maximize the extract quality.
The aims of this study are: 1) comparing extraction of kesum leaves
maceration technique and UAE using some solvent with different polarity by
multilevel extraction, 2) screening of extract based on antibacterial activity of
kesum leaves extracts against E. coli and S. aureus, 3) fractination of kesum
leaves extracts with the highest antibacterial activity by TLC, 4) to detect the
active fraction of kesum leaves extracts with TLC-bioautography, and 5) to find
out the mechanism inhibition of kesum leaves extracts against E. coli and S.
aureus cell membrane.
The experiment was conducted in four stages. The first stage covers
extraction was done by steam distillation to obtain essential oils, followed
multilevel extraction by maceration and UAE to obtain different extracts, i.e.
polar, semipolar and nonpolar. The second stage covers qualitative analysis of
phytochemical extracts, preparation of bacterial test and test the bacterial activity
of extracts using disc – diffusion method and Minimum Inhibitory Concentration
(MIC) using macrodilution method. The third stage was fractionation of extract
with the highest antibacterial activity by TLC method. The fourth stage was

detection the active fraction of kesum leaves extracts with TLC-bioautography,
followed by TLC-bioautography. The last stage was study of mechanism
inhibition of kesum leaves extracts against cell membrane by DNA probe staining
using fluorescen microscopy and detection leakage of the cytoplasmic membrane
has been analysed by spectrophotometer UV – Vis.
This study exhibited that UAE provided higher extraction yields and
shortened the extraction time, in comparison to the conventional maceration
technique. Phytochemical analysis showed kesum leaves extract contain
phenolics, alkaloids, flavonoids, triterpenoids, tannins and saponins. The ethanolic
extract of kesum leaves were potential as source of antibacterial agent. The MIC
of the ethanolic extract, was 25 mg/ml for E. coli and 30 mg/ml for S. aureus.

Fractination by TLC showed six spots under UV light at λ 254 nm. TLCbioautography with agar overlay technique effectively detected that fractions of
ethanolic extract of kesum leaves with Rf4 = 0.30 and Rf5 = 0.37 demonstrated the
most noticeable antibacterial activity for both E. coli and S. aureus. Inhibitory
mechanism of kesum leaves extract against E. coli and S. aureus is the disruption
cytoplasmic membrane permeability that causes leakage of cell materials.
Keywords: antibacterial, kesum, membrane permeability, TLC-bioautography,
UAE


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI SENYAWA ANTIBAKTERI DAUN KESUM
(Polygonum minus Huds) SECARA KLT-BIOAUTOGRAFI
DAN PENGARUHNYA TERHADAP MEMBRAN
Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus

FENNY IMELDA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji luar Komisi pada ujian tesis: Prof Dr Ir Sri Laksmi Suryaatmadja, MS.

Judul Tesis : Deteksi Senyawa Antibakteri Daun Kesum (Polygonum minus
Huds) secara KLT-Bioautografi dan Pengaruhnya terhadap
Membran Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
Nama
: Fenny Imelda
NIM
: F251110021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum
Ketua

Dr Didah Nur Faridah, STP MSi
Anggota

Diketahui oleh

A.n. Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
30 Oktober 2013


Tanggal Lulus:

Judu1 Tesis : Deteksi Senyawa Antibakteri Daun Kesum (Polygonum minus
Huds) secara KLT-Bioautografi dan Pengaruhnya terhadap
Membran Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
: Fenny Imelda
Nama
: F251110021
NIM

Disetujui o1eh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum
Ketua

Dr Didah Nur Faridah, STP MSi
Anggota

Diketahui o1eh


A.n. Ketua Program Stud"
Ilmu p。ョMセ

Tangga1 Ujian:
30 Oktober 2013

Tanggal Lu1us:

2 2 NO'I) 2GU

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang diangkat dalam
penelitian ini ialah senyawa antibakteri alami, dengan judul Deteksi Senyawa
Antibakteri Daun Kesum (Polygonum minus Huds) secara KLT-Bioautografi dan
Pengaruhnya terhadap Membran Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Dalam penyusunan tesis ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Suami tercinta Sandi Nurdin, STP yang senantiasa memberikan dukungan,
kasih sayang, doa dan pengertian, serta anak-anak penulis Khairunnisa
Syauqina Mutmainnah dan Muhammad Fadhlurrahman untuk pengertian dan
senyuman tulus yang membuahkan optimisme dalam penyelesaian tesis ini.
2. Orang tua tercinta Djapari Nazirin (alm) dan Husnaniah serta mertua tercinta
Achmad Darul Alam dan Aisyah yang senantiasa memberikan dukungan,
kasih sayang dan doa.
3. Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku ketua komisi pembimbing atas
bimbingan, saran dan diskusi dalam penyusunan tesis ini.
4. Dr Didah Nur Faridah, STP MSi selaku anggota komisi pembimbing atas
bimbingan, saran dan diskusi dalam penyusunan tesis ini.
5. Prof Dr Ir Sri Laksmi Suryaatmadja, MS selaku penguji luar komisi atas
saran yang berarti dalam melengkapi tesis ini.
6. Prof Dr Ir Ratih Dewanti – Hariyadi, MSc selaku ketua Program Studi Ilmu
Pangan.
7. Keluarga besar di Pontianak dan Bandung yang senantiasa memberikan
dukungan.
8. Mbak Ari, Pak Taufik, Lita, Arum dan teman-teman ilmu pangan di
Laboratorium SEAFAST Center gedung PAU yang sudah banyak membantu
selama penelitian.
9. Teman-teman ilmu pangan 2010 dan 2011 atas kebersamaan dan
dukungannya.
10. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan atas bantuan dana penelitian dari Hibah Penelitian Unggulan
Strategis Nasional tahun 2013.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang
membantu penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

Fenny Imelda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

4

Tanaman Kesum
Ekstraksi Komponen Bioaktif
Senyawa Antimikroba dan Mekanisme Penghambatannya
Pengujian Aktivitas Antimikroba
KLT-Bioautografi
3 BAHAN DAN METODE

4
5
6
7
8
9

Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Metodologi
Metode Penelitian
Prosedur Analisis
Analisa Statistik

9
9
10
13
16
19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

20

Pengaruh Ekstraksi Bertingkat terhadap Rendemen
20
Fitokimia Ekstrak Daun Kesum
23
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kesum terhadap Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus
26
Fraksi Komponen Ekstrak Daun Kesum
31
Fraksi Aktif Ekstrak Daun Kesum
34
Kerusakan Membran Sel Akibat Paparan Ekstrak Daun Kesum
35
5 SIMPULAN DAN SARAN

38

Simpulan
Saran

38
38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

52

v

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Aktivitas antimikroba berbagai ekstrak daun kesum
Mekanisme penghambatan senyawa antimikroba utama dari tanaman
Kadar air daun kesum
Rendemen dan waktu ekstraksi dengan metode ekstraksi yang berbeda
Fitokimia berbagai ekstrak daun kesum

4
7
20
22
24

DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman kesum
2 Mekanisme terganggunya dinding sel (a) pecahnya dinding sel akibat
kavitasi selama ultrasonikasi (b) difusi pelarut ke dalam struktur sel
3 Diagram alir tahapan penelitian
4 Diagram alir persiapan sampel daun kesum
5 Diagram alir ekstraksi bertingkat daun kesum
6 Ekstraksi daun kesum (A) maserasi, (B) ultrasonikasi dan (C) destilasi
uap-air
7 Ekstrak daun kesum (A) minyak atsiri, (B) ekstrak heksan, (C) ekstrak
etil asetat dan (D) ekstrak etanol
8 Zona hambat ekstrak daun kesum terhadap E. coli dengan metode
cakram
9 Zona hambat ekstrak daun kesum terhadap S. aureus dengan metode
cakram
10 Diameter hambat berbagai ekstrak daun kesum pada berbagai
konsentrasi terhadap E. coli dengan metode cakram
11 Diameter hambat berbagai ekstrak daun kesum pada berbagai
konsentrasi terhadap S. aureus dengan metode cakram
12 Persen penghambatan (berbanding streptomisin) ekstrak daun kesum
pada berbagai konsentrasi terhadap E. coli dengan metode cakram
13 Persen penghambatan (berbanding streptomisin) ekstrak daun kesum
pada berbagai konsentrasi terhadap S. aureus dengan metode cakram
14 Penghambatan ekstrak etanol daun kesum terhadap jumlah bakteri (A)
E. coli dan (B) S. aureus dengan metode pengenceran makro
15 Kromatogram ekstrak etanol daun kesum dengan berbagai eluen
dibawah lampu UV pada λ 254 nm
16 Kromatogram ekstrak etanol daun kesum dengan eluen toluen:etil
asetat (93:7) dibawah lampu UV pada λ 254 nm
17 Bioautogram dengan teknik agar overlay terhadap (a) E. coli dan (b)
S. aureus
18 Absorbansi supernatan pada 260 nm dari suspensi E. coli dan S.
aureus setelah terpapar ekstrak etanol daun kesum
19 Absorbansi supernatan pada 280 nm dari suspensi E. coli dan S.
aureus setelah terpapar ekstrak etanol daun kesum
20 Kandungan protein supernatan kultur dari suspensi E. coli dan S.
aureus yang terpapar ekstrak etanol daun kesum
21 Sel bakteri uji yang diwarnai dengan PI

vi

4
6
12
13
15
21
21
26
26
27
28
29
29
30
32
33
34
35
36
37
37

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji-t rendemen ekstrak heksan daun kesum yang diekstraksi
dengan metode ekstraksi ultrasonikasi dan maserasi
45
2 Hasil uji-t rendemen ekstrak etil asetat daun kesum yang diekstraksi
dengan metode ekstraksi ultrasonikasi dan maserasi
46
3 Hasil uji-t rendemen ekstrak etanol daun kesum yang diekstraksi
dengan metode ekstraksi ultrasonikasi dan maserasi
47
4 Hasil analisa sidik ragam diameter hambat ekstrak daun kesum pada
berbagai konsentrasi terhadap E. coli menggunakan metode cakram
dengan uji lanjut Duncan
48
5 Hasil analisa sidik ragam diameter hambat ekstrak daun kesum pada
berbagai konsentrasi terhadap S. aureus menggunakan metode cakram
dengan uji lanjut Duncan
50

vii

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya kesehatan telah
mengubah pola pikir sebagian masyarakat untuk cenderung memilih bahan
pangan alami dan produk olahan tanpa pengawet sintetik. Penggunaan pengawet
atau antimikroba pada bahan pangan berdasarkan dua alasan utama, untuk
mengontrol proses pembusukan (pengawetan pangan) dan untuk mencegah atau
mengontrol pertumbuhan mikroba, termasuk mikroba patogen (keamanan
pangan). Hal ini mendorong dilakukannya banyak penelitian untuk mencari
sumber senyawa antimikroba alami yang difokuskan pada tanaman indigenus
yang telah dimanfaatkan secara tradisional. Indonesia dikenal sebagai negara
megadiversity dengan keanekaragaman hayati dan sumber daya genetik yang
besar. Sebanyak 10% tumbuhan obat dunia (7500 jenis) terdapat di Indonesia
(Kemlh 2013). Keragaman hayati untuk tanaman rempah sendiri telah dikenal
dunia, Indonesia merupakan negara penghasil rempah-rempah khas. Rempah
banyak digunakan sebagai bumbu ataupun digunakan untuk pengobatan suatu
penyakit secara tradisional dan pengawetan bahan pangan.
Salah satu keanekaragaman hayati yang berasal dari Kalimantan Barat
adalah tanaman kesum (Polygonum minus Huds). Masyarakat lokal menyebutnya
daun kesum dan umum digunakan sebagai bumbu masak pada berbagai pangan
olahan lokal. Daun kesum memiliki aroma wangi, citarasa yang khas dan rasa
yang tajam (agak pedas). Daun dari famili Polygonaceae ini populer di Asia
Tenggara sebagai bumbu masak. Selain meningkatkan citarasa masakan, daun
kesum banyak dimanfaatkan untuk kesehatan seperti menyuburkan,
menghitamkan rambut dan menghilangkan ketombe (Zakaria dan Mohd 2010),
mengobati cacingan, merangsang haid, mengobati penyakit kudis, mencegah perut
kembung dan gangguan maag (Wasman et al. 2010; Qader et al. 2012b) serta
mempercepat pemulihan kesehatan paska melahirkan (Mahanom et al. 1999).
Penelitian terkait potensi famili Polygonaceae telah dilakukan, diantaranya
adalah Polygonum minus sebagai antioksidan alami dengan total fenolik yang
tinggi (Almey et al. 2010; Maizura M. et al. 2011; Qader et al. 2011) dan
memiliki karakteristik mirip antioksidan sintetis butylated hydroxytoluene (BHT)
(Huda-Faujan et al. 2007) dan lebih unggul dari BHT dalam mereduksi Fe (III)
menjadi Fe (II) (Huda-Faujan et al. 2009). Berdasarkan kajian fitofarmaka, diduga
tanaman kesum memiliki aktivitas antiviral, antibakteri, antijamur, antioksidan,
antikanker dan antiulcer. Hal ini ditunjukkan dari beberapa hasil penelitian
tentang aktivitas biologis tanaman ini (Qader et al. 2012a) sehingga sangat
potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional.
Daun kesum mengandung senyawa-senyawa golongan fenolik (Qader et al.,
2012b), flavonoid (Miean dan Mohamed 2001; Qader et al. 2012b), alkaloid,
tanin dan terpenoid (Wibowo et al. 2009) yang potensial sebagai antibakteri
alami. Aktivitas senyawa-senyawa tersebut sebagai senyawa antibakteri melalui
mekanisme tertentu, salah satunya adalah mengganggu fungsi membran
sitoplasma. Membran sel atau membran plasma merupakan membran yang
menyelubungi sitoplasma dengan komponen utama lipid bilayer yang terdiri dari

2

phospholipid dan protein. Membran plasma berperan penting dalam melindungi
sel dari lingkungannya dan bersifat selektif permeabel yang berperan dalam
sistem transportasi nutrisi dan ekskresi produk – produk limbah (Silhavy et al.
2010). Kerusakan membran sel umumnya terjadi akibat terganggunya
permeabilitas membran oleh komponen antimikroba yang menginduksi kebocoran
sel. Komponen fenolik berperan sebagai agen antimikroba dengan mekanisme
aksi yang diduga melibatkan gangguan fungsi membran sitoplasma termasuk
transpor aktif (Naidu 2000).
Deteksi aktivitas antimikroba suatu fraksi senyawa dari ekstrak bahan alam
dapat dilakukan dengan KLT-Bioautografi. Metode KLT-Bioautografi merupakan
metode gabungan metode kimia (teknik kromatografi lapis tipis/KLT) dan
mikrobiologi (pengujian aktivitas antimikroba) yang memungkinkan lokalisasi
senyawa aktif (Sudirman 2005). KLT-Bioautografi dianggap spesifik untuk
mendeteksi bercak pada kromatogram KLT terhadap respon mikroba uji
berdasarkan aktivitas biologis komponen bioaktif ekstrak tersebut sebagai
antibakteri, antikapang dan antiprotozoa (Choma 2005; Kusumaningtyas et al.
2008).
Senyawa antibakteri terkait komponen bioaktif pada ekstrak tanaman.
Umumnya ekstrak daun kesum diperoleh dengan metode ekstraksi konvensional
yaitu maserasi (Wibowo et al. 2009; Almey et al. 2010; Jamal et al. 2011; Qader
et al. 2012b). Teknik ini memerlukan waktu ekstraksi yang panjang, rendemen
rendah, pelarut maksimal dan dapat terjadi degradasi komponen (Mantegna et al.
2012). Ultrasonikasi merupakan teknologi baru yang dikembangkan untuk
meminimalkan waktu ekstraksi, efisiensi penggunaan pelarut dan memaksimalkan
rendemen (Jabrak 2013).

Perumusan Masalah
Daun kesum telah dimanfaatkan secara tradisional sebagai bumbu masak
dan herbal. Ekstrak daun kesum mengandung komponen bioaktif yang potensial
sebagai antibakteri alami seperti fenol, alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan tanin,
oleh karena itu perlu dilakukan kajian aktivitas antibakteri ekstrak tersebut.
Metode pengujian aktivitas antibakteri seperti metode difusi dapat digunakan
untuk menguji ekstrak kasar tanaman. Namun, ekstrak kasar tersebut dapat
difraksinasi menggunakan teknik KLT dan selanjutnya fraksi aktif ekstrak dapat
dideteksi menggunakan metode KLT-Bioautografi untuk menyederhanakan
proses isolasi senyawa aktif. Mekanisme aktivasi antibakteri dari ekstrak daun
kesum terhadap sel bakteri belum diketahui secara pasti, diduga kandungan
senyawa golongan fenolik yang tinggi merusak integritas membran sel bakteri.
Komponen bioaktif ekstrak tanaman ditentukan polaritas pelarut dan metode
ekstraksi yang digunakan. Ekstrak daun kesum umumnya diperoleh dengan teknik
ekstraksi konvensional yaitu maserasi. Dengan pertimbangan efisiensi waktu
ekstraksi dan rendemen yang diperoleh, teknik ekstraksi nonkonvensional seperti
ultrasonikasi dapat diaplikasikan untuk mengekstrak daun kesum. Teknik tersebut
dilakukan secara bertingkat mulai dari pelarut nonpolar, semipolar dan polar
untuk memperoleh ekstrak dengan polaritas yang berbeda. Evaluasi kedua teknik

3

ekstraksi tersebut terkait efisiensi waktu ekstraksi dan rendemen yang diperoleh
perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membandingkan ekstraksi daun kesum dengan teknik maserasi dan
ultrasonikasi secara bertingkat menggunakan pelarut dengan polaritas
berbeda.
2. Melakukan skrining ekstrak berdasarkan aktivitas antibakteri ekstrak daun
kesum terhadap E. coli dan S. aureus
3. Melakukan fraksinasi ekstrak daun kesum dengan aktivitas antibakteri
tertinggi menggunakan metode KLT.
4. Melakukan deteksi fraksi aktif ekstrak daun kesum menggunakan metode
KLT-Bioautografi terhadap E. coli dan S. aureus.
5. Mengetahui mekanisme penghambatan ekstrak daun kesum terhadap
membran sel E. coli dan S. aureus secara in-vitro.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah serta tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini maka dirumuskan hipotesis berikut:
1. Ekstraksi dengan teknik ultrasonikasi memberikan rendemen lebih besar
dibandingkan teknik maserasi.
2. Ekstrak daun kesum dengan menggunakan pelarut yang berbeda
kepolarannya akan memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda.
3. Terpisahnya ekstrak daun kesum menjadi beberapa fraksi menggunakan
metode KLT.
4. Terdeteksinya fraksi aktif dari ekstrak daun kesum menggunakan metode
KLT-Bioautografi.
5. Ekstrak daun kesum dapat meusak integritas membran sel S. aureus dan E.
coli

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada
masyarakat mengenai potensi daun kesum sebagai antibakteri alami beserta
komponen bioaktifnya untuk aplikasi pada produk pangan. Sebagai rujukan
deteksi cepat fraksi aktif senyawa antibakteri alami dengan metode KLTBioautografi. Selain itu juga memberikan informasi mengenai mekanisme
penghambatan ekstrak daun kesum pada membran sel E. coli dan S. aureus.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kesum
Kesum merupakan tanaman asli Asia Tenggara terutama di Malaysia,
Thailand, Vietnam dan Indonesia yang termasuk tanaman perdu dan populer
sebagai bumbu masak. Daun dari famili Polygonaceae ini disebut daun kesom
(Malaysia dan Singapura), phak Phai (Thailand), rau ram (Vietnam), daun laksa,
daun senahun, Knotweed, Vietnamese coriander dan Cambodian mint. Tanaman
ini tumbuh liar, terutama di kawasan lembap dan basah seperti di rawa dan tepian
sungai atau danau dengan mendapat cukup sinar matahari. Kesum merupakan
tanaman herba yang kecil, menjalar dan dapat tumbuh sampai 1,0 m di dataran
rendah dan 1,5 m di tanah tinggi. Daunnya panjang dan runcing berbentuk anak
panah, dengan panjang 5−7 cm dan lebar 0,5–2,0 cm. Daun tersusun secara
berselang pada batang, berwarna hijau tua dan sangat aromatik. Batangnya
berbentuk silinder, berwarna hijau dengan sedikit kemerah-merahan, mempunyai
ruas yang pendek dan mudah berakar. Bunga terdapat di pucuk, berbentuk kecil
dan berwarna putih keungu-unguan.

Gambar 1 Tanaman kesum
Tabel 1 Aktivitas antimikroba berbagai ekstrak daun kesum
Ekstrak
Etanol

Minyak atsiri
Metanol dan dietil eter
Petroleum eter, metanol
dan kloroform
Metanol
Etanol dan metanol

Aktivitas
Antivirus terhadap herpes simplex
virus (HSV-1) dan vesicular stomatitis
virus (VSV)
Antibakteri terhadap E. coli
Antibakteri terhadap Bacillus subtilis
dan E. coli
Antibakteri terhadap Helicobacter
pylori
Antikapang terhadap Colletotrichum
gloeosporioides
Antibakteri terhadap B. subtilis

Pustaka
Ali et al 1996
Wibowo dan Rika 2007

Wibowo 2008
Uyub et al. 2010
Johnny et al. 2011
Jamal et al. 2011

Daun kesum mengandung senyawa-senyawa golongan fenolik (Qader et al.,
2012b), flavonoid (Miean dan Mohamed 2001; Qader et al. 2012b), alkaloid,
tanin dan terpenoid (Wibowo et al. 2009). Daun kesum menunjukkan aktivitas
antimikroba baik terhadap virus, kapang maupun bakteri (Tabel 1). Daun kesum

5

kaya akan beta karoten, vitamin A, vitamin C dan juga trace elemen seperti
kalium, kalsium dan fosfor. Ching dan Mohamed (2001) melaporkan kandungan α
– tokoferol dalam daun kesum sebesar 1,41 mg/100 gram basis basah. Menurut
Hunter (1996), daun kesum dapat menghasilkan minyak atsiri yang mengandung
`aliphatic aldehyde‘ yang tinggi. Hasil analisis menggunakan GC-MS dan
GC×GC-TOF MS menunjukkan n-decanal dan dodecanal sebagai aldehida yang
merupakan komponen dominan minyak kesum. Selain itu juga mengandung
senyawa–senyawa volatil dari kelompok ester (0,071%), furan (0,004%), alkohol
(9,857%), aldehida (68,624%), hidrokarbon dan terpenoid (13,489%). Senyawa
terpene ditemukan sebagai komponen utama dalam minyak kesum yang diduga
berkontribusi besar terhadap flavour kesum (Baharum et al. 2010). Minyak atsiri
ini mempunyai aplikasi yang potensial, terutama dalam industri perisa dan
parfum.
Daun kesum telah dimanfaatkan sejak lama sebagai bahan tambahan
makanan terutama untuk meningkatkan citarasa makanan. Berbagai laporan
tentang senyawa-senyawa yang terkandung pada daun kesum di atas
menunjukkan bahwa tanaman ini dapat dimanfaatkan baik sebagai bahan pangan
fungsional maupun sebagai alternatif pengawet alami terkait aktivitas
antimikrobanya.

Ekstraksi Komponen Bioaktif
Ekstraksi merupakan suatu cara pemisahan komponen tertentu dari suatu
bahan baik secara kimiawi maupun secara fisik. Ekstraksi kimiawi sering
dikaitkan sebagai metode pemisahan satu atau lebih komponen dengan pelarut
cair (solvent) sebagai agen pemisah. Prinsip utama pemisahan adalah ‗like disolve
like’, senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan
larut dalam pelarut nonpolar atau berdasarkan perbedaan kepolaran. Pemilihan
pelarut merupakan faktor penentu dalam ekstraksi komponen bioaktif. Ekstrak
yang baik dapat diperoleh melalui ekstraksi bertingkat, dimulai dari pelarut non
polar (n-heksana, sikloheksana, toluena dan kloroform), kemudian pelarut
semipolar (diklorometan, dietil eter dan etil asetat) dan pelarut polar (metanol,
etanol dan air) sehingga diperoleh ekstrak nonpolar, semipolar dan polar
(Houghton dan Raman 1998).
Tahapan isolasi senyawa antimikroba tanaman dimulai dengan ekstraksi,
pemisahan dan fraksinasi serta pemurnian komponen. Secara umum ekstraksi
komponen bioaktif dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut organik polar
seperti metanol karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder
tanaman. Berbagai teknik ekstraksi dengan pelarut dapat diaplikasikan untuk
mengekstrak komponen bioaktif, baik teknik klasik (konvensional) maupun teknik
nonkonvensional. Teknik klasik seperti maserasi, ekstraksi Soxhlet, perkolasi dan
refluks berdasarkan pemilihan pelarut yang dipasangkan dengan penggunaan
agitasi dan atau panas. Kelemahan teknik klasik terletak pada waktu ekstraksi
yang relatif lama, relatif membutuhkan pelarut dalam jumlah besar dan seringkali
komponen bioaktif terdegradasi. Teknik nonkonvensional seperti Ultrasound
Assisted Extraction (UAE) dan Microwave Assisted Extraction (MAE) dianggap
sebagai teknik inovatif karena memiliki kelebihan pada waktu ekstraksi yang

6

singkat, penggunaan pelarut yang lebih kecil dan efisien. UAE merupakan teknik
pemberian gelombang ultrasonik (di atas 20 kHz) pada ekstraksi menggunakan
pelarut. Gelombang ultrasonik dapat meningkatkan terjadinya reaksi kimia akibat
terbentuknya ion dan partikel yang teraktivasi. UAE yang dioperasikan pada
frekuensi 20 – 500 kHz dan intensitas lebih dari 1 W.cm-2 dapat mengganggu dan
menginduksi efek fisik, mekanik atau kimia (biokimia) pada bahan (Jabrak 2013).
Prinsip utama ekstraksi dengan ultrasonikasi didasarkan pada fenomena
kavitasi, efek mekanis dan termal. Fenomena kavitasi merupakan proses pecahnya
gelembung pada fluida akibat penurunan tekanan secara tiba-tiba pada suhu
konstan. Pecahnya gelembung kavitasi dekat permukaan bahan menghasilkan
mikrojet, mengakibatkan kerusakan bahan diikuti peningkatan penetrasi pelarut ke
dalam matriks bahan dan intensifikasi perpindahan massa (Gambar 2). Efek
mekanis sendiri melibatkan proses difusi melalui dinding sel bahan dan proses
pencucian isi sel setelah dinding sel rusak. Selain itu, energi oksidatif radikal yang
diciptakan selama sonolysis juga mempengaruhi ekstraksi. Dapat dikatakan
ultrasonikasi berpotensi digunakan sebagai metode untuk mengekstrak bahan
alam dengan hasil yang lebih baik dari metode konvensional, baik dalam skala
laboratorium maupun pilot plan (Khan et al. 2010). Ultrasonikasi berpotensi dapat
meningkatkan ekstraksi komponen seperti polifenol, anthosianin, senyawa
aromatik, polisakarida dan minyak. Penggunaan utrasonikasi untuk ekstraksi
bahan baku yang mahal dapat menjadi alternatif ekonomis bagi industri (Shirsath
et al. 2012).

Gambar 2 Mekanisme terganggunya dinding sel (a) pecahnya dinding sel akibat
kavitasi selama ultrasonikasi (b) difusi pelarut ke dalam struktur sel
(Shirsath et al. 2012).

Senyawa Antimikroba dan Mekanisme Penghambatannya
Kemampuan mempengaruhi pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh
kandungan komponen bioaktif yang bersifat antimikroba di dalam ekstrak
maupun minyak atsiri rempah-rempah. Senyawa antimikroba dapat digambarkan
sebagai produk alami dengan berat molekul rendah yang aktif melawan
mikroorganisme pada konsentrasi rendah dan dibentuk mikroba dan tanaman
sebagai metabolit sekunder. Aktivitas antimikroba melalui mekanisme tertentu
dengan mempengaruhi sintesis dinding sel, integritas membran sel, sintesis
protein, replikasi, repair dan transkripsi DNA (Wax et al. 2008). Kerusakan yang
ditimbulkan oleh senyawa antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap)
atau mikrostatik (kerusakan yang dapat balik).

7

Tabel 2 Mekanisme penghambatan senyawa antimikroba utama dari tanaman
Senyawa
Fenolik

Subkelas
Fenol sederhana
Quinon

Flavonoid
Flavon

Contoh
Catechol
Epicatechin
Hyperisin

Chrysin
Abyssinon

Tannin

Ellagitannin

Kumarin

Warfarin

Terpenoids,
minyak atsiri
Alkaloid

Capsaisin
Berberin

Mekanisme
Deprivasi substrat
Mengganggu membran
Mengikat adhesin, membentuk
kompleks dengan dinding sel,
inaktivasi enzim
Mengikat adhesin
Kompleks dengan dinding sel
Inaktivasi enzim, menghambat
HIV reverse transferase
Mengikat
protein,
mengikat
adhesin, menghambat enzim,
membentuk kompleks dengan
dinding
sel,
mengganggu
membran sel
Interaksi dengan DNA eukariot
(aktivitas antiviral)
Mengganggu membran
Intercalate ke dinding sel dan
atau DNA

Sumber: Cowan 1999

Karakteristik penting dari ekstrak tanaman dan komponennya adalah
hidrofobisitasnya, yang memungkinkan mereka untuk masuk ke lapisan lipid
membran sel bakteri dan mitokondria, mengganggu struktur sel dan menyebabkan
sel menjadi lebih permeabel (Burt 2004; Oonmetta-areea et al. 2006; Joshi et al.
2011). Kerusakan membran sel umumnya terjadi akibat terganggunya
permeabilitas membran oleh komponen antimikroba yang menginduksi kebocoran
sel (Tabel 2). Komponen fenolik berperan sebagai agen antimikroba dengan
mekanisme aksi yang diduga melibatkan gangguan fungsi membran sitoplasma
termasuk transpor aktif (Naidu 2000). Senyawa fenol yang teroksidasi
menghambat metabolisme enzim yang menyebabkan inaktivasi kegiatan
reproduksi sel. Struktur seperti antosianin dapat membentuk kompleks dengan
asam amino nukleofilik dari dinding sel diikuti dengan hilangnya fungsi dinding
sel (Cowan 1999; Pliego 2007).

Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian aktivitas antimikroba umumnya bertujuan untuk mengukur
seberapa besar potensi suatu senyawa dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Beberapa metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba
adalah metode difusi (diffusion) dan metode kontak pada media cair (broth
dilution). Metode difusi dapat dilakukan dengan difusi cakram (disc diffusion) dan
difusi sumur (agar well diffusion). Difusi cakram merupakan metode standar yang
direkomendasikan oleh Clinical and Laboratories Standards Institute (CLSI)
untuk pengujian kerentanan bakteri terhadap senyawa antimikroba secara in-vitro

8

(CLSI 2007; CLSI 2009). Broth dilution digunakan dalam penentuan konsentrasi
hambat minimum (KHM) dari suatu senyawa antimikroba pada berbagai
konsentrasi. Metode ini dapat dilakukan menggunakan tabung uji dengan
pengenceran makro (macrodilution) atau pengenceran mikro (microdilution)
dengan mikro tray. Dibandingkan dengan metode difusi, metode pengenceran
mikro digunakan untuk menarik kesimpulan secara kualitatif dalam penentuan
KHM dan mudah digunakan untuk pengujian rutin di laboratorium klinis (Jiang
2011). Namun, penggunaan hanya satu metode dalam pengujian aktivitas
antimikroba menghasilkan kesimpulan yang terbatas (Weerakkody et al. 2010).
Umumnya dilakukan pengujian dengan metode difusi yang dilanjutkan dengan
penentuan KHM.
Reaksi senyawa antimikroba dengan membran sel bakteri dapat mengubah
permeabilitas membran sitoplasma. Metabolit dengan berat molekul rendah
diketahui keluar dari sel bakteri termasuk nukleotida dan struktur komponen
(purin, pirimidin, pentosa dan fosfat anorganik), asam amino dan ion anorganik
akibat terganggunya membran sitoplasma. Tingkat purin, pirimidin dan
turunannya dalam supernatan dapat ditentukan menggunakan spektrofotometer
UV – Vis dengan mengukur Optical Density (OD) pada 260 nm (Oonmetta-areea
et al. 2006) dan 280 nm (Henie et al. 2009). Teknik lain untuk melihat pengaruh
komponen antimikroba terhadap membran sel bakteri adalah dengan BacLight
viability kit yang dapat diamati menggunakan mikroskop fluoresens atau flow
cytometry. Teknik ini menggunakan DNA probe staining, yaitu pewarna
fluoresens SYTO9 dan propidium iodida (PI) yang mewarnai DNA. SYTO9 dapat
berpenetrasi ke dalam membran sel bakteri yang utuh dan mewarnai DNA sel
menjadi hijau, sebaliknya PI hanya bisa berpenetrasi ke dalam sel bakteri bila
terdapat pori atau kebocoran pada membran dan mewarnai DNA sel menjadi
merah (Boulos et al, 1999).

KLT-Bioautografi
Kromatografi merupakan metode pemisahan senyawa kimia berdasarkan
afinitas yang berbeda dari senyawa pada fase diam dan fase gerak. KLT adalah
metode pemisahan senyawa kimia secara kimia – fisika berdasarkan perbedaan
kecepatan migrasi atau rasio distribusi (Rf) dengan fase gerak cairan dan fase
diam absorben padat. KLT umumnya dianggap metode kromatografi yang
sederhana, cepat, dan murah untuk pemisahan, identifikasi tentatif, dan penilaian
visual semikuantitatif dari fitokomplek (Striegel dan Hill 1996).
KLT-Bioautografi dapat didefinisikan sebagai teknik laboratorium untuk
mendeteksi pengaruh substansi (komponen bioaktif) dalam campuran kompleks
dan matrik terhadap laju pertumbuhan mikroba (Choma 2005), dimana lokasi
senyawa aktif ditentukan berdasarkan nilai Rf kromatogram KLT. Hal ini
memungkinkan lokalisasi senyawa aktif, sehingga senyawa aktif yang tepat dapat
dipilih langsung untuk tujuan uji lanjut, isolasi, purifikasi dan identifikasi, tanpa
melalui pengujian aktivitas setiap bercak yang ada pada kromatogram (Sudirman
2005). Dibandingkan dengan metode lain, KLT-Bioautografi dapat dengan cepat
mendeteksi dan memisahkan komponen aktif dalam ekstrak tanaman, mudah dan
lebih sederhana untuk dijalankan serta tidak membutuhkan peralatan khusus (Gu

9

et al. 2009), selain itu murah dan interpretasi hasil relatif mudah dan akurat
(Kusumaningtyas et al. 2008) serta dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas
antimikroba dari dua senyawa dengan sifat kepolaran yang sangat dekat
(Sudirman 2005).
KLT-bioautografi dalam uji aktivitas antimikroba dibedakan menjadi KLTbioautografi kontak, KLT-Bioautografi imersi atau agar overlay dan KLTbioautografi langsung. KLT-Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan
plat kromatogram KLT dari senyawa uji selama waktu tertentu di atas media agar
yang telah diinokulasi dengan mikroba uji. Selanjutnya kromatogram dilepaskan
dengan hati – hati dan diinkubasi. Adanya aktivitas antimikroba dari senyawa uji
ditandai dengan adanya zona bening. Namun, teknik ini kurang sensitif karena
beberapa senyawa berikatan kuat dengan adsorbent silika sehingga sulit berdifusi
ke agar (Kusumaningtyas et al. 2008). KLT-Bioautografi agar overlay dilakukan
dengan melapisi plat kromatogram KLT senyawa uji dengan media agar cair yang
telah diinokulasi dengan mikroba uji. Setelah agar memadat, plat kromatogram
diinkubasi dan diwarnai dengan tetrazolium dye. Penghambatan dapat dideteksi
dengan terbentuknya zona bening. Teknik ini dianggap sebagai salah satu metode
yang efisien untuk mendeteksi senyawa antimikroba berdasarkan transfer senyawa
aktif secara difusi dari kromatogram ke dalam lapisan agar berisi bakteri uji
(Runyoro et al. 2006). KLT-Bioautografi langsung dilakukan dengan menyemprot
plat kromatogram KLT senyawa uji dengan suspensi mikroba uji dan diinkubasi.
Zona hambat yang terbentuk divisualisasikan dengan menyemprot plat
kromatogram dengan tetrazolium dye. Tetrazolium dye yang banyak digunakan
adalah 3-{4,5-dimethylthiazol-2-yl}-2,5-diphenyltetrazolium bromide atau MTT,
p-iodonitro-tetrazolium violet dan 2,3,5 triphenyl tetrazolium chlorida (TTC)
(Choma, 2005).

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013 – Juli 2013 di
Laboratorium Rekayasa Proses Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri
Pontianak, Laboratorium Kimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian IPB serta Laboratorium Mikrobiologi dan Keamanan Pangan
SEAFAST Center IPB.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun kesum (Polygonum minus Huds.)
dari Pontianak Kalimantan Barat, kultur S. aureus ATCC 25923 dan E. coli
ATCC 25922, pelarut n-heksan, etil asetat, etanol (Merck, Darmstadt, Germany),
aquadest, alkohol 70%, media Brain Heart Infution Broth (BHIB), Tryptone Soya

10

Agar (TSA), Tryptone Soya Broth (TSB), Mueller Hinton Agar (MHA), Baird
Parker Agar (BPA) (Oxoid, Hampshire, UK), larutan garam fisiologis 0,85%,
Dimethyl sulfoxide (DMSO) (Merck, Darmstadt, Germany), cakram steril (ø 6
mm, Oxoid, Hampshire, UK), 2,3,5 trifenil tetrazolium chloride (TTC) (Merck,
Darmstadt, Germany) dan propidium iodida (PI) (Invitrogen, Carlsbad, USA).
Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan adalah freeze dryer (LABCONCO, British),
blender (National, Taiwan), ayakan 48 mesh (Tyler No. 50), destilator uap,
sonikator (BRANSONIC Ultrasonic cleaner 8510E-MTH, USA), shaker (New
Brunswick Scientific, Innova 2100, USA), rotari evaporator (BUCHI Rotavapor
RII, Switzerland), sentrifuge (Hermle z383k, Germany), laminar air flow,
mikropipet (Finnpipette, Thermo Scientific, Finland), vortex, inkubator,
refrigerator, plat TLC silika gel GF254 (Merck, Darmstadt, Germany), lampu UV,
mikroskop fluoresens (CH30, Olympus, Japan), spektofotometer UV - Vis
(Shimadzu UV-1800, Japan) dan alat – alat gelas.
Metodologi
Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu: 1) Ekstraksi daun kesum,
2) Studi aktivitas antibakteri ekstrak daun kesum, 3) Fraksinasi komponen
antibakteri dari ekstrak dengan aktivitas tertinggi menggunakan metode KLT, 4)
Deteksi fraksi aktif ekstrak daun kesum menggunakan metode KLT-bioautografi
dan 5) Studi mekanisme penghambatan ekstrak daun kesum terhadap membran sel
bakteri secara in-vitro (Gambar 3).
1. Ekstraksi daun kesum
Tahapan ini merupakan tahap persiapan bahan baku daun kesum dan
ekstraksi. Persiapan daun kesum untuk ekstraksi dengan pelarut meliputi
pencucian, sortasi, pengeringbekuan dengan freeze dryer dan pengecilan ukuran
sehingga diperoleh bubuk daun kesum. Selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan
ultrasonikasi (Celeghini et al. 2001; Velickovic et al. 2007 dengan modifikasi)
dan maserasi secara bertingkat untuk memperoleh ekstrak polar, semipolar dan
nonpolar yang dilanjutkan dengan perhitungan rendemen. Persiapan daun kesum
untuk memperoleh minyak atsiri, dilakukan pencucian, sortasi dan pengeringan
dalam ruang gelap pada suhu kamar selama 7 hari sehingga diperoleh simplisia.
Selanjutnya simplisia diekstraksi dengan destilasi uap-air (Sharififar et al. 2007).
2. Studi aktivitas antibakteri ekstrak daun kesum
Tahapan ini bertujuan untuk persiapan kultur bakteri uji dari kultur murni,
analisis kualitatif fitokimia ekstrak dan menguji aktivitas antibakteri minyak atsiri,
ekstrak polar, semipolar dan nonpolar daun kesum. Persiapan kultur bakteri uji
meliputi pengayaan (enrichment), seleksi dan isolasi sehingga diperoleh kultur
kerja. Selanjutnya kultur kerja disesuaikan dengan standar McFarland No. 0,5
yang setara dengan 1,5 x 108 CFU/ml (Andrews 2005). Pada kultur kerja
dilakukan perhitungan total bakteri aerobik (BAM 2001) sebagai konfirmasi

11

memiliki konsentrasi 107–108 CFU/ml (fase log akhir). Analisis fitokimia ekstrak
dilakukan untuk senyawa fenol, tannin, flavonoid, alkaloid, steroid dan terpenoid
(Harborne 2006). Selanjutnya dilakukan skrining ekstrak berdasarkan aktivitas
antibakteri menggunakan metode agar difusi cakram terhadap pertumbuhan
bakteri S. aureus dan E. coli (Sharififar et al. 2007) dan penentuan konsentrasi
hambat minimum (KHM) serta konsentrasi bakterisidal minimum (KBM)
menggunakan metode pengenceran makro (Mazzola et al. 2009 dengan
modifikasi).
3. Fraksinasi komponen antibakteri dari ekstrak dengan aktivitas tertinggi
menggunakan KLT
Tahapan ini bertujuan untuk melakukan fraksinasi komponen antibakteri
dari ekstrak daun kesum dengan aktivitas antibakteri tertinggi. Fraksinasi
dilakukan menggunakan KLT dengan plat silika gel GF254 dan skrining eluen
dilakukan secara trial and error.
4. Deteksi fraksi aktif ekstrak daun kesum menggunakan KLT-bioautografi
Tahapan ini bertujuan untuk mendeteksi fraksi aktif ekstrak pada
kromatogram KLT. Uji deteksi fraksi aktif ekstrak dilakukan menggunakan KLTbioautografi dengan teknik agar overlay (Rossi et al. 2011; Kannan et al. 2013
dengan modifikasi).
5. Studi mekanisme penghambatan ekstrak daun kesum terhadap membran
sel secara in-vitro
Tahapan ini bertujuan untuk melihat rusaknya integritas membran sel
bakteri patogen yaitu bakteri gram negatif E. coli dan gram positif S. aureus
akibat paparan ekstrak daun kesum. Deteksi kebocoran membran sel dilakukan
menggunakan DNA probe staining yaitu propidium iodida (PI) yang diamati
menggunakan mikroskop fluoresens. Selain itu juga dilakukan deteksi kebocoran
material sitoplasma (Oonmetta-areea et al. 2006) dan protein yang dilepas ke
medium menggunakan spektrofotometer (Henie et al. 2009; Klotz et al. 2010).

12

Tahap I

Daun Kesum

Daun Kesum

Pengeringan daun kesum

Pengeringan beku daun kesum

Simplisia

Bubuk daun kesum
Ektraksi bertingkat

Destilasi uap

Minyak atsiri

Ekstrak heksan

Ekstrak etil asetat

Ekstrak etanol

Analisis kualitatif fitokimia

Persiapan kultur bakteri uji

Uji aktivitas antibakteri

Kultur kerja

Tahap II
Ekstrak terpilih

Penentuan KHM dan KBM
Tahap III

Fraksinasi menggunakan KLT

KLT-bioautografi
Tahap IV
Fraksi aktif

Studi mekanisme penghambatan

Tahap V
Deteksi kebocoran
membran sel menggunakan
mikroskop fluoresens

Deteksi kebocoran material
sitoplasma dan protein
menggunakan spektrofotometer

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian

13

Metode Penelitian
Persiapan sampel daun kesum
Sampel daun kesum segar dicuci dengan air mengalir dan disortasi bagian
yang umum dikonsumsi, yaitu bagian daun ± 40 cm dari pucuk, kemudian
dikeringbekukan menggunakan freeze dryer. Sampel kering kemudian diblender
dan diayak dengan ayakan 48 mesh sehingga diperoleh bubuk kering berukuran
300 µm (Gambar 4). Selanjutnya bubuk kering ini diekstraksi secara bertingkat
menggunakan pelarut nonpolar, semipolar dan polar.
Daun Kesum

Pencucian & sortasi

Pembekuan
Pengeringan dengan freeze dryer

Pengecilan ukuran

Bubuk daun kesum

Gambar 4 Diagram alir persiapan sampel daun kesum
Daun kesum segar dicuci di air mengalir dan disortasi bagian yang umum
dikonsumsi, yaitu bagian daun ± 40 cm dari pucuk. Selanjutnya dikeringanginkan
dalam ruang gelap pada suhu kamar (28oC) selama 7 hari sehingga diperoleh
simplisia. Simplisia yang diperoleh diekstraksi dengan destilasi uap-air .
Ekstraksi daun kesum
Ekstraksi minyak atsiri. Simplisia didestilasi uap-air selama 4 jam
(Gambar 5) untuk memperoleh minyak atsiri (Sharififar et al. 2007). Minyak atsiri
yang diperoleh dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous dan disimpan dalam vial
gelap untuk mencegah degradasi pada suhu 4oC sampai saat akan digunakan.
Ekstraksi bertingkat. Sampel bubuk diekstraksi secara bertingkat (Gambar
5) menggunakan tiga jenis pelarut yang berbeda polaritasnya yaitu heksan, etil
asetat dan etanol dengan ultrasonikasi (Celeghini et al. 2001; Velickovic et al.
2007 dengan modifikasi). Ekstraksi pertama dilakukan menggunakan pelarut
nonpolar heksan. Bubuk daun kesum (25 g) ditambahkan 250 ml pelarut (1:10
b/v) dalam erlenmeyer 500 mL dan diultrasonikasi dengan frekuensi 40 kHz pada
suhu 40±1oC selama 20 menit. Campuran disaring dengan kertas saring Whatman
no 1, selanjutnya supernatan diuapkan dengan rotari evaporator bertekanan rendah
pada suhu 40oC. Ekstrak dihembus dengan gas N2 untuk menguapkan sisa pelarut.
Hasil yang diperoleh adalah ekstrak heksan. Ekstraksi tahap kedua dilakukan
terhadap residu ekstrak nonpolar yang sebelumnya telah dihembus dengan gas N2

14

untuk menguapkan sisa pelarut. Ekstraksi menggunakan pelarut semipolar etil
asetat dengan perlakuan serupa pada ekstraksi tahap pertama. Hasil yang
diperoleh adalah ekstrak etil asetat. Ekstraksi terakhir dilakukan terhadap residu
ekstrak semipolar yang sebelumnya telah dihembus dengan gas N2 untuk
menguapkan sisa pelarut. Ekstraksi menggunakan pelarut polar etanol 96%
dengan perlakuan serupa pada ekstraksi tahap pertama. Hasil yang diperoleh
adalah ekstrak etanol. Semua ekstrak disimpan dalam vial gelap pada suhu 4oC
sampai saat akan digunakan. Ekstraksi dengan pelarut yang sama juga dilakukan
secara maserasi selama 24 jam, pada suhu ruang (28oC) dengan agitasi 200 rpm
sebagai pembanding. Ekstrak yang diperoleh ditimbang beratnya dan dilakukan
perhitungan rendemen untuk masing – masing pelarut, dengan persamaan:
berat ekstrak
endemen ekstrak
berat sampel awal
Persiapan kultur bakteri uji (Oonmetta-aree et al. 2006 dengan modifikasi)
Satu ose (loop) kultur murni bakteri uji dari Trypticase Soy Agar (TSA)
miring yang dipelihara pada suhu 4oC, diinokulasi secara aseptis ke 10 ml Brain
Heart Infution Broth (BHIB) dan diinkubasi pada suhu 35°C selama 18 - 24 jam.
Suspensi bakteri selanjutnya digores pada TSA dan diinkubasi pada suhu 35°C ±
2°C selama 48 jam. Koloni tunggal ditransfer ke 10 ml Trypticase Soy Broth
(TSB) dan diinkubasi pada suhu 35°C ± 2°C selama 18 - 24 jam. Kultur ini (kultur
kerja) yang digunakan untuk pengujian antibakteri.
Persiapan standar McFarland (Andrews 2005)
Kultur kerja dipisahkan dari media dengan sentrifugasi pada 10.000 rpm selama
10 menit dan diresuspensi dalam larutan garam fisiologis (0,85%). Selanjutnya
optical density (OD) sel bakteri dibandingkan dengan standar McFarland No. 0,5
(campuran 0,5 ml BaCl2 0,048M (1,17% b/v BaCl2.2H2O) dan 99,5 ml H2SO4
0,18M (1% b/v). OD suspensi juga dapat diukur menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 625 nm dengan absorbansi 0,08 untuk McFarland No.
0,5 yang setara dengan 1,5 x 108 CFU/ml.
Pemaparan kultur kerja
Kultur kerja dengan konsentrasi 108 CFU/ml dalam TSB disiapkan dalam
tabung uji, masing–masing tabung berisi 1 ml kultur kerja (suspensi bakteri).
Sebanyak 20 μl ekstrak daun kesum dengan aktivitas antimikroba tertinggi
(dengan konsentrasi 4 x KHM) diteteskan pada tabung uji. Suspensi diinku

Dokumen yang terkait

Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

4 120 85

Inhibiton and Staphylococcus aureus Cell Membrane Leakage by Papaya Latex.

1 6 107

Bacterial inhibition and cell leakage by extract of Polygonum minus Huds. Leaves

0 3 1

PENDAHULUAN Cefotaxime Combination Antibacterial Activities And 10 Of Drug Plant Extract Bacteria Escherichia Coli Resistant And Methicillin Resistant Staphylococcus aureus ( MRSA ).

0 8 9

DAFTAR PUSTAKA Cefotaxime Combination Antibacterial Activities And 10 Of Drug Plant Extract Bacteria Escherichia Coli Resistant And Methicillin Resistant Staphylococcus aureus ( MRSA ).

0 3 4

PENDAHULUAN Antibacterial Activity Combination of Cefadoxil With 10 Plant Herbal Extract to Escherichia Coli Resistant and MRSA ( Methicillin-resistant Staphylococcus aureus ).

0 4 9

DAFTAR PUSTAKA Antibacterial Activity Combination of Cefadoxil With 10 Plant Herbal Extract to Escherichia Coli Resistant and MRSA ( Methicillin-resistant Staphylococcus aureus ).

0 2 7

THE ANTIBACTERIAL EFFECT OF NUSANTARA HONEY AND TUALANG HONEY TOWARDS METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS.

0 0 1

View of SCREENING PHYTOCHEMICAL AND ANTIBACTERIAL PROPERTY OF ETHANOLIC (Stenochlaena palustris) EXTRACT AGAINST Staphylococcus aureus , Escherichia coli, dan Bacillus subtilis

0 0 7

Comparison of Antibacterial Activity of Ethanolic Extract from Immature and Mature Nipa Leaves (Nypa fruticans, Wurmb) Against Staphylococcus Aureus and Escherichia Coli

0 0 7