Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

(1)

PEMERIKSAAN CEMARAN BAKTERI Escherichia coli

DAN Staphylococcus aureus PADA JAMU GENDONG

DARI BEBERAPA PENJUAL JAMU GENDONG

SKRIPSI

OLEH:

OKTARIANI GULO

NIM 091524014

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMERIKSAAN CEMARAN BAKTERI Escherichia coli

DAN Staphylococcus aureus PADA JAMU GENDONG

DARI BEBERAPA PENJUAL JAMU GENDONG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

OKTARIANI GULO

NIM 091524014

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMERIKSAAN CEMARAN BAKTERI Escherichia coli

DAN Staphylococcus aureus PADA JAMU GENDONG

DARI BEBERAPA PENJUAL JAMU GENDONG

OLEH:

OKTARIANI GULO

NIM 091524014

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : November 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002 NIP 195304031983032001

Pembimbing II, Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002

Dra.Suwarti Aris, M.Si., Apt.

NIP 195107231982032001 Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195310301980031002

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Medan, November 2011 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena senantiasa memberikan rahmat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini, dengan judul PEMERIKSAAN CEMARAN BAKTERI Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus PADA JAMU GENDONG DARI BEBERAPA PENJUAL JAMU GENDONG. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mempersembahkan rasa cinta yang mendalam kepada almarhum kedua orangtua, Sokhiatulo Gulo dan Budi’isa Zebua.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. dan Ibu Dra.Suwarti Aris, M.Si., Apt. yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, dan ikhlas sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

2. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt, Bapak Drs. Panal Sitorus MSi., Apt., dan Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberi semangat kepada penulis selama menjalani pendidikan.

4. Bapak Kepala Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian. 5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah membina dan

mendidik penulis selama menjalani pendidikan.

6. Sahabat-sahabat terbaikku Ira Setiawati Widagdo, Mariani Sirait, Ratangena Purba yang selalu menemani, mendukung dan membantu penulis selama menjalani perkuliahan, melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.


(5)

7. Teman-teman mahasiswa/i Farmasi khususnya Ekstensi angkatan 2009 yang telah membantu dan memberikan semangat sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis bersedia menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, November 2011 Penulis


(6)

PEMERIKSAAN CEMARAN BAKTERI Escherichia coli DAN

Staphylococcus aureus PADA JAMU GENDONG DARI BEBERAPA PENJUAL JAMU GENDONG

ABSTRAK

Jamu gendong merupakan salah satu obat tradisional yang sangat diminati masyarakat karena harganya yang murah, mudah diperoleh dan pemanfaatannya cukup luas, dapat digunakan oleh berbagai kelompok usia, jenis kelamin dan kondisi kesehatan. Jamu gendong adalah obat tradisional dalam bentuk cair yang tidak diawetkan dan diedarkan tanpa penandaan. Jamu gendong dibuat dalam skala industri rumah tangga yang menggunakan peralatan sederhana dan memanfaatkan tenaga manusia pada pegolahannya. Hal ini memungkinkan kurangnya kebersihan selama proses pembuatan sehingga diduga dapat menyebabkan tercemarnya jamu gendong yang diproduksi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cemaran bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang terdapat pada jamu gendong yang dijual oleh beberapa orang penjual jamu gendong di Kota Medan.

Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan cara melakukan pengambilan sampel jamu gendong, pengamatan organoleptis, homogenisasi sampel dan memeriksa cemaran bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada jamu gendong. Pemeriksaan bakteriologis meliputi uji dugaan keberadaan bakteri, uji penegasan, isolasi, uji mikroskopik, identifikasi dan konfirmasi bakteri. Identifikasi dan konfirmasi meliputi uji indol, uji reaksi biokimia dan uji sitrat.

Hasil pemeriksaan terhadap cemaran bakteri Escherichia coli pada uji dugaan menunjukkan bahwa pada kelima sampel semuanya mengandung gas. Hasil uji penegasan menunjukkan bahwa dari lima sampel, hanya tiga sampel yang mengandung gas. Hasil isolasi menunjukkan bahwa pada ketiga sampel terlihat koloni berbentuk bulat tetapi hanya satu sampel yang koloninya berwarna merah bata. Hasil uji mikroskopik menunjukkan bahwa pada ketiga sampel terlihat bakteri berbentuk batang. Hasil identifikasi dan konfirmasi, pada uji indol menunjukkan bahwa pada ketiga sampel terbentuk cincin berwarna merah cherry pada permukaan media. Hasil uji reaksi biokimia menunjukkan bahwa pada ketiga sampel warna media berubah menjadi kuning dan tidak terbentuk endapan tetapi hanya satu sampel yang membentuk gas. Hasil uji sitrat menunjukkan bahwa dari ketiga sampel hanya satu sampel yang tidak menunjukkan terjadinya perubahan warna media.

Hasil pemeriksaan terhadap cemaran bakteri Staphylococcus aureus pada pengkayaan dan uji konfirmasi menunjukkan bahwa dari lima sampel, hanya satu sampel yang mengalami kekeruhan. Hasil uji mikroskopik menunjukkan bahwa tidak terlihat bakteri berbentuk buah anggur.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa satu dari lima sampel yang diperiksa, tercemar oleh bakteri Escherichia coli tetapi tidak ada sampel yang tercemar oleh bakteri Staphylococcus aureus.


(7)

THE EXAMINATION ON THE CONTAMINATION OF BACTERIAL

Escherichia coli AND Staphylococcus aureus OF JAMU GENDONGFROM A FEW OF SELLERS

ABSTRACT

Jamu gendong is one of the traditional medicine that were enthuased by society because cheap, easily obtained and its utilization is wide enough, can be used by different age groups, gender and health condition. It has liquid form, unconserved and circularized without denoting. Jamu gendong made in home industry scale by using simple tools and human resources in its production. This allowed lack of hygiene during the manufacturing process, so it could be expected to cause the contaminant of jamu gendong which is produced.

The purpose of this study is to discover the contaminant of Escherichia coli

and Staphylococcus aureus bacteria which are contained in jamu gendong seller in Medan.

Designed used in this study was descriptived and jamu gendong were sample, organoleptic observation, sample homogenity and investigation of Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria in jamu gendong. Bacteriologis investigation involved the bacteria presence, persumptive test, confirmation test, isolation, microscopic test, identification and confirmation of bacteria. Identification and confirmation involved indol test, biochemical reaction test and citrate test.

The finding of observation foward the contaminant of Escherichia coli

bacteria in persumptive test is all sample contained gas. The result of confirmation test show that from all samples, there were only three samples contained gas. The result of isolation show that the three samples are shown round colony but only one of them which had red brick colony. The result of microscopic test show that there were stem form bacteria in the three samples. From the result identification and confirmation, indol test that there were a cherry red ring in the two samples on medium surface. The result of biochemistry reaction test show that the colour of medium changed into yellow in all three samples and they were not formed sediment but only one sample estabilished gas. The result of citrate test show that from the three samples, only one sample which was not shown the changing of medium colour.

The result of contaminant of Staphylococcus aureus in richness and confirmation test show that from all samples only one sample was turbidity. The result of microscopic test show that there was no wine shaped bacteria.

The result of this study show that one of the fifth samples which was investigated, contaminated by Escherichia coli but there was no sample which was contaminated by Staphylococcus aureus bacteria.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... .. xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Jamu Gendong ... .. 4

2.1.2 Sejarah Jamu Gendong ... .. 5

2.1.3Jenis-Jenis Jamu Gendong ... .. 7

2. 1.4 Pengolahan Jamu Gendong ... 7


(9)

2.2 Sterilisasi ... 9

2.3 Bakteri ... 10

2.3.1 Uraian umum ... .. 10

2.3.2 Morfologi Bakteri ... .. 12

2.3.3. Fase Pertumbuhan Bakteri ... . 14

2.3.4 Media pertumbuhan Bakteri ... 15

2.3.5 Escherichia coli ... .. 16

2.3.6 Staphylococcus aureus ... .. 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan ... 20

3.1.1 Alat ... ... 20

3.1.2 Bahan ... 20

3.2 Pengambilan Sampel ... 21

3.3 Pembuatan Media ... ... 21

3.3.1 Letheen Broth ... 21

3.3.2 Buffered Peptone Water ... 22

3.3.3 Lactosa Broth ... ... 22

3.3.4 Brilliant Green Bile Broth 2% ... .. 23

3.3.5 MacConkey Agar ... .. 23

3.3.6 Sulfide Indol Motility ... 24

3.3.7 Triple Sugar Iron ... .. 24

3.3.8 Simmons Citrate Agar ... 25

3.3.9 Nutrient Broth ... .. 25


(10)

3.4 Sterilisasi Alat ... 26

3.5 Pengamatan Organoleptis ... 27

3.6 Homogenisasi Sampel ... 27

3.7 Pemeriksaan Escherichia coli ... .. 27

3.7.1 Uji Dugaan ... 27

3.7.2 Uji Penegasan ... 28

3.7.3 Isolasi ... 28

3.7.4 Uji Mikroskopik ... 28

3.7.5 Identifikasi dan Konfirmasi ... 29

3.7.5.1 Uji Indol ... 29

3.7.5.2 Uji Reaksi Biokimia ... ... 29

3.7.5.3 Uji Sitrat ... .. 29

3.8 Pemeriksaan Staphylococcusaureus ... 30

3.8.1 Pengkayaan ... 30

3.8.2 Isolasi ... 30

3.8.3 Uji Mikroskopik ... 30

3.8.4 Uji Konfirmasi ... .. 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Tempat pengambilan sampel ... 21

Tabel 4.2 Hasil uji dugaan ... 33

Tabel 4.3 Hasil uji penegasan ... 35

Tabel 4.4 Hasil uji isolasi ... 36

Tabel 4.5 Hasil uji mikroskopik ... 36

Tabel 4.6 Hasil uji indol ... 37

Tabel 4.7 Hasil uji reaksi biokimia ... 38

Tabel 4.8 Hasil uji sitrat ... 39


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Penjual jamu gendong ... 56

Gambar 3.2 Bakul jamu gendong ... 58

Gambar 3.3 Sampel jamu gendong beras kencur ... 59

Gambar 3.4 Sampel yang telah dihomogenkan dengan media Buffered Peptone Water ... 60

Gambar 3.5 Sampel dalam media Lactosa Broth ... 61

Gambar 3.6 Sampel dalam media Brilliant Green Lactosa Bile 2% ... 62

Gambar 3.7 Biakan yang diinokulasi pada media Mac Conkey Agar ... 63

Gambar 3.8 Hasil uji mikroskopik bakteri Escherichia coli ... 64

Gambar 3.9 Biakan yang diinokulasi pada media Sulfide Indole motility .. ... 65

Gambar 4.1 Hasil uji indol ... 65

Gambar 3.10 Biakan yang diinokulasi pada media Triple Sugar Iron ... . 66

Gambar 4.2 Hasil uji reaksi biokimia ... 66

Gambar 3.11 Biakan yang diinokulasi pada media Simmons Citrate Agar ... 67

Gambar 4.3 Hasil uji sitrat ... 67

Gambar 4.4 Sampel dalam media Nutrient Broth ... 68

Gambar 4.5 Media agar darah sebelum diinokulasi dan diinkubasi ... 69

Gambar 4.6 Biakan yang diinokulasi pada media agar darah ... 69


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Bagan alur homogenisasi sampel ... 45

Lampiran 2 Bagan alur uji dugaan pemeriksaan Escherichia coli ... 46

Lampiran 3 Bagan alur uji penegasan Escherichia coli ... 47

Lampiran 4 Bagan alur isolasi Escherichia coli ... 48

Lampiran 5 Bagan alur uji mikroskopik Escherichia coli ... 49

Lampiran 6 Bagan alur uji indol Escherichia coli ... 50

Lampiran 7 Bagan alur uji reaksi biokimia Escherichia coli ... 51

Lampiran 8 Bagan alur uji sitrat Escherichia coli ... 52

Lampiran 9 Bagan alur uji pengkayaan dan konfirmasi Staphylococcus aureus ... 53

Lampiran 10 Bagan alur isolasi Staphylococcus aureus ... 54

Lampiran 11 Bagan alur uji mikroskopik Staphylococcus aureus ... 55

Lampiran 12 Foto penjual jamu gendong ... 56

Lampiran 13 Data penjual jamu gendong ... 57

Lampiran 14 Gambar bakul jamu gendong ... 58

Lampiran 15 Gambar sampel jamu beras kencur ... 59

Lampiran 16 Gambar sampel yang telah dihomogenkan ... 60

Lampiran 17 Uji dugaan Escherichia coli ... 61

Lampiran 18 Uji penegasan Escherichia coli ... 62

Lampiran 19 Isolasi Escherichia coli ... 63

Lampiran 20 Uji mikroskopik Escherichia coli ... 64

Lampiran 21 Uji indol Escherichia coli ... 65


(14)

Lampiran 24 Pengkayaan Staphylococcus aureus ... 68 Lampiran 25 Isolasi Staphylococcus aureus ... 69 Lampiran 26 Uji mikroskopik Staphylococcus aureus ... 70


(15)

PEMERIKSAAN CEMARAN BAKTERI Escherichia coli DAN

Staphylococcus aureus PADA JAMU GENDONG DARI BEBERAPA PENJUAL JAMU GENDONG

ABSTRAK

Jamu gendong merupakan salah satu obat tradisional yang sangat diminati masyarakat karena harganya yang murah, mudah diperoleh dan pemanfaatannya cukup luas, dapat digunakan oleh berbagai kelompok usia, jenis kelamin dan kondisi kesehatan. Jamu gendong adalah obat tradisional dalam bentuk cair yang tidak diawetkan dan diedarkan tanpa penandaan. Jamu gendong dibuat dalam skala industri rumah tangga yang menggunakan peralatan sederhana dan memanfaatkan tenaga manusia pada pegolahannya. Hal ini memungkinkan kurangnya kebersihan selama proses pembuatan sehingga diduga dapat menyebabkan tercemarnya jamu gendong yang diproduksi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cemaran bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang terdapat pada jamu gendong yang dijual oleh beberapa orang penjual jamu gendong di Kota Medan.

Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan cara melakukan pengambilan sampel jamu gendong, pengamatan organoleptis, homogenisasi sampel dan memeriksa cemaran bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada jamu gendong. Pemeriksaan bakteriologis meliputi uji dugaan keberadaan bakteri, uji penegasan, isolasi, uji mikroskopik, identifikasi dan konfirmasi bakteri. Identifikasi dan konfirmasi meliputi uji indol, uji reaksi biokimia dan uji sitrat.

Hasil pemeriksaan terhadap cemaran bakteri Escherichia coli pada uji dugaan menunjukkan bahwa pada kelima sampel semuanya mengandung gas. Hasil uji penegasan menunjukkan bahwa dari lima sampel, hanya tiga sampel yang mengandung gas. Hasil isolasi menunjukkan bahwa pada ketiga sampel terlihat koloni berbentuk bulat tetapi hanya satu sampel yang koloninya berwarna merah bata. Hasil uji mikroskopik menunjukkan bahwa pada ketiga sampel terlihat bakteri berbentuk batang. Hasil identifikasi dan konfirmasi, pada uji indol menunjukkan bahwa pada ketiga sampel terbentuk cincin berwarna merah cherry pada permukaan media. Hasil uji reaksi biokimia menunjukkan bahwa pada ketiga sampel warna media berubah menjadi kuning dan tidak terbentuk endapan tetapi hanya satu sampel yang membentuk gas. Hasil uji sitrat menunjukkan bahwa dari ketiga sampel hanya satu sampel yang tidak menunjukkan terjadinya perubahan warna media.

Hasil pemeriksaan terhadap cemaran bakteri Staphylococcus aureus pada pengkayaan dan uji konfirmasi menunjukkan bahwa dari lima sampel, hanya satu sampel yang mengalami kekeruhan. Hasil uji mikroskopik menunjukkan bahwa tidak terlihat bakteri berbentuk buah anggur.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa satu dari lima sampel yang diperiksa, tercemar oleh bakteri Escherichia coli tetapi tidak ada sampel yang tercemar oleh bakteri Staphylococcus aureus.


(16)

THE EXAMINATION ON THE CONTAMINATION OF BACTERIAL

Escherichia coli AND Staphylococcus aureus OF JAMU GENDONGFROM A FEW OF SELLERS

ABSTRACT

Jamu gendong is one of the traditional medicine that were enthuased by society because cheap, easily obtained and its utilization is wide enough, can be used by different age groups, gender and health condition. It has liquid form, unconserved and circularized without denoting. Jamu gendong made in home industry scale by using simple tools and human resources in its production. This allowed lack of hygiene during the manufacturing process, so it could be expected to cause the contaminant of jamu gendong which is produced.

The purpose of this study is to discover the contaminant of Escherichia coli

and Staphylococcus aureus bacteria which are contained in jamu gendong seller in Medan.

Designed used in this study was descriptived and jamu gendong were sample, organoleptic observation, sample homogenity and investigation of Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria in jamu gendong. Bacteriologis investigation involved the bacteria presence, persumptive test, confirmation test, isolation, microscopic test, identification and confirmation of bacteria. Identification and confirmation involved indol test, biochemical reaction test and citrate test.

The finding of observation foward the contaminant of Escherichia coli

bacteria in persumptive test is all sample contained gas. The result of confirmation test show that from all samples, there were only three samples contained gas. The result of isolation show that the three samples are shown round colony but only one of them which had red brick colony. The result of microscopic test show that there were stem form bacteria in the three samples. From the result identification and confirmation, indol test that there were a cherry red ring in the two samples on medium surface. The result of biochemistry reaction test show that the colour of medium changed into yellow in all three samples and they were not formed sediment but only one sample estabilished gas. The result of citrate test show that from the three samples, only one sample which was not shown the changing of medium colour.

The result of contaminant of Staphylococcus aureus in richness and confirmation test show that from all samples only one sample was turbidity. The result of microscopic test show that there was no wine shaped bacteria.

The result of this study show that one of the fifth samples which was investigated, contaminated by Escherichia coli but there was no sample which was contaminated by Staphylococcus aureus bacteria.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa, termasuk kekayaan hayati, baik dalam jumlah maupun keragamannya. Jamu merupakan salah satu bentuk pemanfaatan kekayaan hayati sejak zaman nenek moyang kita sampai sekarang. Jamu memegang peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan secara tradisional dan akan terus berlangsung di tengah berkembangnya pengobatan modern (Tilaar, 2010).

Jamu gendong merupakan salah satu obat tradisional yang sangat diminati masyarakat karena harganya yang murah dan mudah diperoleh. Oleh sebagian masyarakat, jamu gendong dianggap jamu sehat sehingga pemanfaatannya sangat luas, dapat digunakan oleh berbagai kelompok usia, jenis kelamin dan kondisi kesehatan (Suharmiati, 2003).

Jamu gendong dikemas dalam botol dan diletakkan dalam keranjang yang digendong dengan bantuan sehelai kain. Jamu ini dijajakan dari rumah ke rumah. Jamu gendong adalah obat tradisional dalam bentuk cair yang tidak diawetkan dan diedarkan tanpa penandaan. Hal ini memungkinkan jamu gendong dapat diproduksi oleh siapa saja yang menghendakinya.

Pengolahannya dilakukan dengan cara merebus seluruh bahan atau dengan mengambil sari yang terkandung dalam bahan baku, kemudian mencampurkannya dengan air matang. Jamu gendong dibuat dalam skala industri rumah tangga yang menggunakan peralatan sederhana dan memanfaatkan tenaga manusia pada


(18)

pembuatan sehingga diduga dapat menyebabkan tercemarnya jamu gendong yang diproduksi (Suharmiati, 2005).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional mengatakan bahwa obat tradisional untuk penggunaan sebagai obat dalam, perlu diwaspadai adanya mikroba seperti Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan

Pseudomonas aeruginosa. Mikroba tersebut tidak boleh terkandung di dalam obat tradisional (Depkes RI, 1994).

Bakteri Escherichia coli dipakai sebagai indikator pencemaran, keberadaannya dalam produk olahan mengindikasikan telah terjadi kontaminasi dari feses manusia atau hewan melalui air yang digunakan untuk pembuatan jamu. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan flora normal yang terdapat pada kulit dan selaput lendir manusia. Sehingga sangat besar kemungkinan kedua bakteri tersebut mengkontaminasi jamu gendong, baik selama proses pembuatan maupun penyajian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya cemaran bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada jamu gendong yang dijual oleh beberapa penjual jamu gendong.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan cemaran bakteri yang terdapat di dalam jamu gendong.


(19)

1.2Perumusan masalah

Adapun perumusan masalah penelitian ini adalah:

apakah jamu gendong yang dijual oleh beberapa penjual jamu gendong tercemar oleh bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis penelitian adalah:

ada jamu gendong yang dijual oleh beberapa penjual jamu gendong tercemar oleh bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

untuk mengetahui cemaran bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

pada jamu gendong yang dijual oleh beberapa penjual jamu gendong.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

melindungi masyarakat terhadap obat tradisional yang tidak memenuhi syarat keamanan, kemanfaatan dan mutu.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Jamu Gendong

Jamu gendong merupakan salah satu obat tradisional yang sangat diminati masyarakat karena harganya terjangkau dan mudah diperoleh. Jamu gendong adalah obat tradisional berbentuk cair yang tidak diawetkan dan diedarkan tanpa penandaan. Jamu gendong merupakan industri rumah tangga yang dibuat dan diolah dengan peralatan sederhana, pembuatannya cukup mudah dan bahan baku banyak tersedia di pasar-pasar atau di toko bahan baku jamu (Suharmiati dan Handayani, 2005).

Usaha jamu gendong terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang banyak menggunakannya sebagai minuman penyegar atau obat penyakit ringan. Konsumen jamu gendong banyak tersebar, baik di pedesaan maupun di perkotaan dan diperkirakan semakin meningkat dari hari ke hari. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah penjaja jamu gendong. Menurut data Departemen kesehatan, peningkatan jumlah penjual jamu gendong cukup pesat, yaitu dari 13.128 orang pada tahun 1989 menjadi 25.077 orang pada tahun 1995. Angka tersebut barangkali masih di bawah angka sebenarnya, mengingat sangat banyak penjual jamu gendong sehingga besar kemungkinan banyak yang tidak terdata (Suharmiati, 2003).

Penggunaan jamu gendong bisa digunakan dalam waktu yang cukup lama karena ramuannya terdiri dari bahan alami dan pemakaiannya bertujuan untuk menjaga kesehatan. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri bagi penjual jamu, karena dengan demikian konsumen akan memanfaatkan jamu yang dikehendaki


(21)

dalam waktu yang relatif lama. Hal demikian sesuai dengan tradisi yang berkembang di masyarakat, bahwa minum jamu sudah menjadi kebiasaan seperti halnya orang minum teh. Karena itu para pembuat jamu gendong perlu diberi kesadaran untuk menjaga konsistensi, baik takaran maupun komposisi jamu yang diraciknya, sehingga kepercayaan masyarakat atau konsumen tetap terjaga (Suharmiati, 2003).

2.1.2 Sejarah Jamu Gendong

Kata jamu berasal dari kata jampi (dalam krama Jawa kuno). Jampi berarti ramuan ajaib. Jampi-jampi berarti mantera oleh dukun, sedangkan kata menjampi berarti menyembuhkan dengan magis/mantera. Artinya saat dukun membuat jamu, dia harus berdoa meminta restu dari Tuhan (Tilaar, 2010).

Pada masa pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah, dari kerajaan Mataram yang selanjutnya pecah menjadi Keraton Ngayogjokarto dan Surokarto, penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak dilakukan sampai pelosok desa. Hal ini disebabkan sistem transportasi belum maju seperti saat ini. Pusat kesehatan milik kerajaan yang disebut Dinas Kesehatan Kerajaan berkedudukan di ibukota kerajaan. Rumah sakit untuk pengobatan modern yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia Belanda juga berada di ibukota. Hal ini mendorong masyarakat untuk berupaya mengatasi masalah kesehatannya sendiri dengan memanfaatkan potensi yang ada. Praktik-praktik pengobatan yang dilakukan oleh “orang pintar”, dukun atau wiku sebagian besar menggunakan ramuan (jamu), sebagian menggunakan ilmu kebatinan dan ada yang menggabungkan kedua cara tersebut. Orang pintar itulah yang pertama kali membuat ramuan dari tumbuh-tumbuhan. Pembuatan ramuan itu biasanya berdasarkan wangsit atau wahyu. Meskipun


(22)

demikian ada pula yang berdasarkan ketajaman daya nalarnya untuk mengenal tumbuhan (Suharmiati, 2003).

Masyarakat yang tinggal jauh dari rumah orang pintar tersebut, tentunya mengalami kesulitan untuk pergi berobat jika sedang menderita sakit. Keadaan ini mendorong berkembangnya sistem distribusi jamu tersebut. Distribusi jamu pertama kali dilakukan oleh seorang laki-laki atas suruhan dukun berdasarkan pesanan konsumen. Sistem yang dilakukan berupa barter, yakni jamu ditukar dengan bahan makanan atau barang lainnya. Hal ini dirasa sangat menguntungkan, baik oleh sidukun maupun masyarakat pemakai, sehingga kegiatan tersebut menjadi kebiasaan dan pada akhirnya pengiriman jamu dilakukan secara teratur. Pada perkembangan berikutnya penjualan jamu ke desa-desa dilakukan secara berkeliling. Penjual jamu laki-laki membawa jamu dengan cara memikulnya dan kaum perempuan melakukan dengan cara menggendongnya (Suharmiati, 2003).

Selanjutnya, karena tenaga laki-laki lebih diperlukan untuk usaha pertanian, penjualan jamu lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan. Jamu yang dijual pada saat itu banyak dibuat oleh dukun bayi, sehingga jenis jamu yang dijual hanyalah untuk perempuan, terutama yang sedang mengandung atau baru melahirkan. Setelah mengetahui usaha tersebut menguntungkan, penjual jamu mulai menjual jamu buatannya sendiri. Bahkan banyak menarik minat perempuan lain untuk berjualan. Resep-resep jamu yang diperoleh dari para dukun bayi tersebut mulai ditularkan dari mulut ke mulut, sehingga semakin banyak orang yang mengetahuinya (Suharmiati, 2003).

Sesudah masa kemerdekaan, banyak penduduk desa yang pindah ke kota untuk mengadu nasib dengan cara menjadi buruh atau berdagang, demikian juga


(23)

para penjual jamu tersebut. Mengingat konsumen yang dilayani berbeda-beda, jenis jamu yang dijual akhirnya berupa jamu-jamu yang mempunyai khasiat lebih umum, seperti cabe puyang, beras kencur dan daun pepaya. Saat ini jenis jamu yang dijual oleh penjual jamu semakin banyak. Meskipun demikian mereka tetap mengembangkan resep-resep yang diturun oleh leluhurnya (Suharmiati, 2003).

2.1.3 Jenis-Jenis Jamu Gendong

Jenis jamu gendong yang biasa dijual oleh penjual jamu gendong sangat bervariasi. Hal tersebut tergantung dari kebiasaan yang mereka pelajari dari pengalaman tentang jamu yang diminati dan pesanan yang diminta konsumen. Jenis-jenis jamu ini mudah dibuat sendiri di rumah. Beberapa jenis jamu yang dimaksud di antaranya beras kencur, cabe puyang, kudu laos, kunci siruh, uyup-uyup atau gepyokan, kunir asam, pahitan dan sinom (Suharmiati, 2003).

2.1.4 Pengolahan Jamu gendong

Jamu gendong biasanya dibuat dalam jumlah kecil untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau kepentingan keluarga. Namun tidak tertutup kemungkinan jamu gendong dibuat dalam jumlah besar, misalnya untuk dijual atau yang dibuat berdasarkan pesanan. Pembuatan jamu gendong secara umum dibedakan menjadi dua macam, yakni dengan cara merebus seluruh bahan atau mengambil (memeras sari) yang terkandung di dalam bahan baku, kemudian mencampurnya dengan air matang. Beberapa bahan ramuan yang akan direbus dan diperas biasanya diiris-iris atau dihancurkan lebih dulu (Suharmiati, 2003).

Rasa ramuan sangat bervariasi, tergantung dari ramuannya. Ada yang mempunyai rasa pahit, asam atau segar. Untuk mengurangi rasa yang kurang disukai, dapat ditambahkan bahan-bahan seperti jeruk nipis. Rasa pahit dapat


(24)

dikurangi dengan menambahkan madu, gula merah, gula batu, gula pasir. (Suharmiati, 2003).

2.1.5 Jamu Beras Kencur

Jamu beras kencur dapat digunakan untuk menghilangkan pegal-pegal pada tubuh. Dengan membiasakan minum jamu beras kencur, tubuh akan terhindar dari pegal-pegal dan linu yang biasa timbul setelah bekerja keras. Selain itu jamu beras kencur dapat merangsang nafsu makan, sehingga selera makan menjadi meningkat dan tubuh menjadi sehat (Suharmiati, 2003).

Ada beberapa variasi bahan yang digunakan untuk membuat jamu beras kencur. Meskipun demikian, ada dua bahan pokok yang selalu dipakai, yaitu beras dan kencur. Bahan-bahan lain yang biasa dicampurkan ke dalam racikan jamu beras kencur adalah asam kawak, biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulaga, buah asam, kunci, kayu manis, kunir, jeruk nipis dan buah pala. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula pasir dan ditambah sedikit garam (Suharmiati, 2003).

Cara pengolahan pada umumnya tidak jauh berbeda, yaitu air bersama gula merah dan asam kawak dipanaskan hingga mendidih dan dibiarkan sampai dingin. Mula-mula beras disangan, selanjutnya ditumbuk sampai halus. Bahan-bahan lain sesuai dengan komposisi racikan ditumbuk menggunakan lumpang dan alu besi atau batu. Kedua bahan ini kemudian dicampur, diperas dan disaring dengan saringan atau diperas melalui kain saringan. Sari perasan dicampurkan ke dalam air matang yang sudah tersedia, diaduk rata. Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol-botol (Suharmiati, 2003).


(25)

2.2 Sterilisasi

Sterilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk tujuan membunuh atau menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada suatu objek atau spesimen.

Cara-cara sterilisasi yaitu:

a. Sterilisasi dengan bahan kimia, contoh: senyawa fenol dan turunannya. Desinfektan ini digunakan misalnya untuk membersihkan area tempat bekerja.

b. Sterilisasi kering, digunakan untuk alat-alat gelas misalnya cawan petri, tabung reaksi. Cara ini cocok untuk alat-alat gelas karena tidak ada pengembunan dan tetes air.

c. Sterilisasi basah, biasanya menggunakan uap panas bertekanan dalam autoklaf. Media biakan, larutan dan kapas dapat disterilkan dengan cara ini. Autoklaf merupakan suatu alat pemanas bertekanan tinggi, dengan meningkatnya suhu air maka tekanan udara akan bertambah dalam autoklaf yang tertutup rapat. Sejalan dengan meningkatnya tekanan di atas tekanan udara normal, titik didih air meningkat. Biasanya pemanasan autoklaf berada pada suhu 1210 C selama 15 menit.

d. Filtrasi bakteri, digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terurai atau tidak tahan panas. Metode ini didasarkan pada proses mekanik yaitu menyaring semua bakteri dari bahan dengan melewatkan larutan tersebut melalui lubang saringan yang sangat kecil.

e. Incenerasi, yaitu sterilisasi dengan pemanasan atau pembakaran pada api langsung. Misalnya untuk sterilisasi jarum ose dan pinset (Beisher, L,


(26)

2.3 Bakteri

2.3.1 Uraian Umum

Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relatif sederhana. Karena materi genetik tidak diselimuti oleh selaput membran inti, sel bakteri disebut dengan sel prokariot. Secara umum, sel bakteri terdiri atas beberapa bentuk, yaitu bentuk basil/ batang, bulat atau spiral. Dinding sel bakteri mengandung kompleks karbohidrat dan protein yang disebut peptidoglikan. Bakteri umunya bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua sel yang berukuran sama. Ini disebut dengan pembelahan biner. Untuk nutrisi, bakteri umumnya menggunakan bahan kimia organik yang dapat diperoleh secara alami dari organisme hidup atau organisme yang sudah mati. Beberapa bakteri dapat membuat makanan sendiri dengan proses biosintesis, sedangkan bakteri yang lain memperoleh nutrisi dari substansi organik (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003).

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Zat makanan (nutrisi)

Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya.

2. Keasaman dan kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5 namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau basa.


(27)

3. Temperatur

Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30oC, temperatur optimum adalah 10-20oC.

b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 50-60oC, temperatur optimum adalah 25-40oC.

c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 50-100oC, temperatur optimum adalah 55-65oC.

4. Oksigen

Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya spesies lain akan mati. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, bakteri dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Aerobik yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

b. Anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

c. Anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun tanpa oksigen.

d. Mikroaerofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen.

5. Tekanan osmosa

Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis terhadap isi sel bakteri.


(28)

6. Kelembaban

Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya (Pelczar et al, 1988).

2.3.2 Morfologi Bakteri

Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: a. Bentuk basil

Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun berbentuk rantai pendek atau panjang. Bentuk basil dapat dibedakan atas:

• Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul.

• Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul. • Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung

tajam.

Contoh: Escherichia coli, Bacillus anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysenteriae.

b. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:

• Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua. • Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.

• Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan merupakan suatu untaian.


(29)

• Streptokokus yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang berupa rantai.

• Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.

Contoh: Monococcus gonorhoe, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis, Staphylococcus aureus, Sarcina luten.

c. Bentuk spiral

Dapat dibedakan atas:

• Spiral yaitu bentuk yang menyerupai spiral atau lilitan. • Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.

• Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.

Contoh: Spirillum, Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk and Wheeler, 1989).

2.3.3 Fase Pertumbuhan Bakteri

Bakteri mengalami pertumbuhan melalui beberapa fase, yaitu: 1) Fase penyesuaian (lag phase)

Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian pada lingkungan baru setelah pemindahan untuk menyeimbangkan pertumbuhan.

2) Fase pembelahan (log phase)

Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas metabolisme sel.


(30)

Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap.

4) Fase kematian

Pada fase ini, sel bakteri akan mati lebih cepat daripada terbentuknya sel baru. Laju kematian mengalami percepatan yang eksponensial (Lee, J, 1983).

Kurva Fase Pertumbuhan Bakteri (Anonim, 2011)

2.3.4 Media Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan bakteri di laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri. Zat hara diperlukan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan pergerakan. Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen, ke dalam bahan dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan vitamin. Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:


(31)

I. Berdasarkan asalnya, media dibagi atas:

1) Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat.

2) Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: ekstrak daging, pepton (Lay, BW, 1994).

II. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi: 1) Media selektif

Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi, contohnya: MSA, PDA, Saboaraut Agar (SA).

2) Media diferensial

Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan agar, contohnya: EMB, SSA.

3) Media diperkaya

Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam jumlah sedikit, beberapa zat organik yang mengandung zat karbon dan nitrogen (Irianto, K, 2006).


(32)

III. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas: 1) Media padat/solid

2) Media semi solid

3) Media cair (Irianto, K, 2006)

2.3.5 Bakteri Escherichia coli

Berikut sistematika bakteri Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1985): Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan diamater 0,5 mikrometer, bersifat anaerob fakultatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-400 C, optimum pada 370C (Dwidjoseputro, 1985).

Escherichia coli merupakan merupakan flora normal yang terdapat pada saluran pencernaan manusia. Flora tetap yang hidup di bagian tubuh manusia mempunyai peran penting dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal. Flora normal dapat menimbulkan penyakit pada kondisi tertentu. Tetapi yang penting adalah flora normal tidak berbahaya dan dapat bermanfaat bagi tubuh inang pada tempat yang seharusnya atau tidak ada kelainan yang menyertainya (Brooks, 2001).

Bakteri patogen dalam saluran cerna merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada saluran cerna manusia. Jenis bakteri yang paling


(33)

sering menyebabkan infeksi pada saluran cerna adalah bakteri-bakteri famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini dapat hidup dalam usus besar manusia dan hewan, dalam tanah dan dalam air. Karena hidup dalam usus besar manusia, bakteri-bakteri ini sering disebut bakteri-bakteri enterik (Radji, 2011).

Mikroorganisme patogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan. Sebagian besar penyakit yang disebabkan Escherichia coli

ditularkan melalui makanan yang tidak dimasak dan daging yang terkontaminasi. Mayoritas mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam lambung dan enzim-enzim di lambung atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menyebabkan penyakit. Mikroorganisme patogen ini selanjutnya dikeluarkan melalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya melaui air, makanan atau jari-jari tangan yang terkontaminasi (Pratiwi, 2008).

Penularan penyakit dapat terjadi melalui kontak langsung dan biasanya terjadi di tempat yang kurang memiliki sanitasi lingkungan yang bersih (Radji, 2011). Organisme yang paling umum digunakan sebagai petunjuk adanya pencemaran pada air adalah Escherichia coli dan kelompok koliform secara keseluruhan.

Escherichia coli, tidak diragukan lagi berasal dari kotoran manusia dan adanya

Escherichia coli harus dianggap sebagai petunjuk adanya polusi kotoran yang memerlukan tindakan secepatnya (Buckle, 2007).

Hampir semua hewan berdarah panas dapat dikolonisasi oleh Escherichia coli

hanya dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah dilahirkan. Kolonisasi pada bayi dapat terjadi oleh bakteri yang ada dalam makanan atau air atau dengan kontak langsung melalui pengasuh bayi. Kolonisasi dalam saluran cerna manusia


(34)

usus besar dan bertahan selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Perubahan populasi bakteri Escherichia coli terjadi dalam periode yang lama, hal ini dapat terjadi setelah infeksi usus atau setelah penggunaan kemoterapi atau anti mikroba yang dapat membunuh flora normal (Radji, 2011).

Beberapa galur Escherichia coli menjadi penyebab infeksi pada manusia, seperti infeksi saluran kemih. Infeksi Escherichia coli seringkali berupa diare yang disertai darah, kejang perut, demam dan terkadang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal (Radji, 2011).

2.3.6. Staphylococcus aureus

Berikut sistematika bakteri Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1985): Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat. Memiliki diameter 0,4 sampai 1 mikron, dengan diameter 0,4 – 1,2 mikrometer. Tidak bergerak dan tidak berspora. Koloni mikroskopik cenderung berbentuk menyerupai buah anggur. Dapat tumbuh pada suhu 20-400 C dan suhu optimum 350 C dan dalam NaCl 15 % (Radji, 2011).

Staphylococcus aureus merupakan flora normal yang terdapat pada kulit manusia. Merupakan jenis bakteri patogen yang dapat menimbulkan infeksi dan kelainan pada kulit (Radji, 2011). Secara ekologis, Staphylococcus aureus erat sekali hubungannya dengan manusia terutama pada bagian kulit, hidung dan tenggorokan. Dengan demikian makanan dan minuman kebanyakan tercemar


(35)

melalui pengelolaan oleh manusia. Secara keseluruhan organisme ini tidak kuat bersaing dengan lainnya dan akibatnya bakteri ini tidak mempunyai peran penting pada bahan-bahan pangan yang tidak dimasak. Akan tetapi, dalam bahan pangan yang telah dimasak atau diasin, dimana organisme yang ada telah rusak oleh pemanasan atau pertumbuhannya terhambat oleh konsentrasi garam, sel-sel

Staphylococcus aureus dapat terus berkembang mencapai tingkat yang

membahayakan. Keracunan karena bahan pangan yang tercemar Staphylococcus

aureus kebanyakan berhubungan dengan produk bahan pangan yang telah

dimasak terutama yang dikelola oleh manusia. Gejala-gajala dari bahan pangan yang tercemar Staphylococcus aureus bersifat intoksikasi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan racun enterotoksin, dimana apabila termakan dapat mengakibatkan serangan mendadak, yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah yang hebat. Diare dapat juga terjadi (Buckle, 2007).


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Tahapan penelitian meliputi pengambilan sampel jamu gendong, pengamatan organoleptis, homogenisasi sampel dan pemeriksaan cemaran bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus. Pemeriksaan cemaran bakteri meliputi pengkayaan terhadap bakteri, uji dugaan terhadap keberadaan bakteri, uji penegasan, isolasi bakteri yang akan diperiksa, uji mikroskopik, identifikasi dan konfirmasi terhadap bakteri. Identifikasi dan konfirmasi meliputi uji indol, uji reaksi biokimia dan uji sitrat.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat yang digunakan adalah: aluminium foil, bola karet, cawan petri, deck glass, erlenmeyer, inkubator (Fischer scientific), kapas, kawat ose, lampu bunsen, lemari pendingin (Toshiba), mikroskop (Olympus), neraca listrik (Mettler Toledo), objek glass, pipet tetes, pipet volum, rak tabung, tabung durham, tabung reaksi (Pyrex).

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah: jamu beras kencur dari lima orang penjual jamu gendong, Letheen Broth, Buffered Pepton Water, Lactosa Broth, Brilliant Green Lactosa Bile 2%, Mac Conkey Agar, Sulfide Indol Motility, Triple Sugar Iron, Simmon Citrate Agar, larutan gentian violet, larutan lugol, alkohol, larutan fuchsin, pereaksi indol (Kovac), Nutrient Broth, Agar Darah.


(37)

3.2 Pengambilan Sampel

Sampel diambil secara acak dari lima orang penjual jamu gendong yang berbeda di Kota Medan. Penjual jamu gendong tersebut memproduksi sendiri jamu gendong yang dijualnya. Adapun tempat pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1 Tempat pengambilan sampel

No Kecamatan Kelurahan Kode Sampel 1 Medan Amplas Timbang Deli I 2 Medan Sunggal Sei Sikambing B II 3 Medan Barat Kesawan III 4 Medan Tembung Tembung IV 5 Medan Deli Tanjung Mulia V

Gambar penjual jamu gendong dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 56. Data penjual jamu gendong dapat dilihat pada lampiran 13, halaman 57. Gambar bakul jamu gendong dapat dilihat pada lampiran 14, halaman 58. Gambar sampel jamu beras kencur dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 59.

3.3 Pembuatan Media 3.3.1 Letheen Broth

Komposisi: Beef extract 5,0 g Proteose pepton no.3 10,0 g Polysorbate 80 5,0 g Lechitin 0,7 g Sodium Chloride 5,0 g Air suling ad 1000 ml

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 42,8 g serbuk Letheen Broth kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium


(38)

foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Oxoid, 1998).

3.3.2 Buffered Peptone Water

Komposisi: Peptone 10,0 g Sodium Chloride 5,0 g Disodium Phophate 3,5 g Monopotassium Phosphate 1,5 g Air Suling ad 1000 ml

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 20 g serbuk Buffered Peptone Water kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Oxoid, 1998).

3.3.3 Lactosa Broth

Komposisi: Peptone 5,0 g Meat Extract 3,0 g Lactose 5,0 g Air suling ad 1000 ml

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 13 g serbuk Lactosa Broth kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco, 1979).

3.3.4 Brilliant Green Lactosa Bile 2%

Komposisi: Ox Bile 20,0 g Peptone 10,0 g Lactose 10,0 g Brilliant Green 0,0133 g Air suling ad 1000 ml


(39)

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 40 g serbuk Brilliant Green Bile Broth kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco, 1979).

3.3.5 Mac Conkey Agar

Komposisi: Enzymatic Digest of gelatin 17 g Enzymatic Digest of Casein 1,5 g Enzymatic Digest of Animal Tissue 1,5 g Lactose 10 g Bile Salt Mixture 1,5 g Sodium Chloride 5 g Neutral Red 0,03 g Crystal Violet 0,001 g Agar 13,5 g Air suling ad 1000 ml

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 50 g serbuk Mac Conkey Agar kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco, 1979).

3.3.6 Sulfide Indole Motility

Komposisi: Casein 20 g Enzymatic of Animal Tissue 6,1 g Ferrous Ammonium Sulfate 0,2 g Sodium Thiosulfate 0,2 g

Agar 3,5 g

Air suling ad 1000 ml


(40)

sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco, 1979)

3.3.7 Triple sugar Iron

Komposisi: Beef Extract 3,0 g Yeast Extract 3,0 g Mixed Peptone 20,0 g Lactose 10,0 g Sucrose 10,0 g Glucose 1,0 g Sodium chloride 5,0 g Ferrous Sulfate 0,2 g Sodium Thiosulfate 0,3 g Phenol Red 0,025 g Agar 12,0 g Air suling ad 1000 ml

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 65 g serbuk Triple Sugar Iron kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco, 1979).

3.3.8 Simmons Citrate Agar

Komposisi: Sodium Chloride 5,0 g Sodium Citrate 2,0 g Ammonium Dihidrogen Phosphate 1,0 g Dipotassium Phosphate 1,0 g Magnesium Sulfate 0,2 g Bromothymol Blue 0,2 g Agar 15,0 g Air suling ad 1000 ml

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 24,2 g serbuk Simmons Citrate Agar kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan


(41)

sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco, 1979).

3.3.9 Nutrient Broth

Komposisi: Enzymatic of Digest Casein 5 g Beef Extract 3 g Air suling ad 1000 ml

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 8 g serbuk Nutrient Broth kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan sebentar sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco, 1979).

3.3.10 Mueller Hinton Agar

Komposisi: Beef infusion form 300 g Casein hydrolysate 17,5 g Starch 1,5 g Agar 17 g Air suling ad 1000 ml

Cara pembuatan: ditimbang sebanyak 38 g serbuk Mueller Hinton Agar disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sekali-kali diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121o C tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco, 1979).


(42)

Cara pembuatan: diambil 100 ml media Mueller Hinton agar yang telah disterilkan. Dalam keadaan cair, didinginkan sampai suhu 45o C. Ditambahkan 5% darah kambing segar kemudian dihomogenkan. Dituang ke dalam cawan petri, dibekukan dalam lemari pendingin (Difco, 1979).

3.4 Sterilisasi alat

Sterilisasi untuk alat-alat yang digunakan antara lain:

1. Alat-alat yang terbuat dari gelas dibungkus dengan kertas perkamen, disterilkan menggunakan oven pada suhu 160o C selama 2 jam.

2. Alat-alat jenis lainnya seperti pipet volum, bola karet, media disterilkan di autoklaf pada suhu 121oCselama 15 menit.

3. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara dibakar pada lampu spiritus. 4. Sebelum mulai daerah sekitar pengerjaan disemprot dengan etanol 70%

dan dibiarkan selama 15 menit sebelum digunakan.

5. Meja dibersihkan dari debu dan dilap menggunakan cairan desinfektan (Lay, 1994).

3.5 Pengamatan Organoleptis

Pengamatan organoleptis terhadap jamu gendong yang akan diperiksa meliputi pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau.

3.6 Homogenisasi Sampel

Dipipet dengan cara aseptik 10 ml cuplikan dari tiap-tiap sampel. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 90 ml media Buffered Pepton Waterke dalam masing-masingnya. Kemudian dihomogenkan sehingga diperoleh suspensi pengenceran 1:10.


(43)

3.7 Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli

Pemeriksaan Bakteri Esherichia coli meliputi: uji dugaan, uji penegasan, isolasi, uji mikroskopik, identifikasi dan konfirmasi.

3.7.1 Uji Dugaan

Disiapkan lima buah tabung reaksi steril untuk tiap-tiap sampel, masukkan tabung durham secara terbalik ke dalam masing-masing tabung tersebut. Kemudian isi seluruhnya dengan 10 ml mediaLactosa Broth. Dengan cara aseptik dipipet 10 ml suspensi hasil homogenisasi setiap sampel, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi media Lactosa Broth.Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah 24 jam, diamati biakan yang mengandung gas.

3.7.2 Uji Penegasan

Disediakan tabung reaksi steril sejumlah biakan yang mengandung gas pada uji dugaan, masukkan tabung durham secara terbalik ke dalam masing-masing tabung tersebut. Kemudian isi tabung reaksi dengan 10 ml media Brilliant Green Lactosa Bile 2%. Dengan cara aseptik pipet 10 ml biakan yang mengandung gas pada uji dugaan, masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi media Brilliant Green Lactosa Bile 2%. Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah 24 jam, diamati biakan yang mengandung gas.

3.7.3 Isolasi

Biakan yang mengandung gas pada uji penegasan, diinokulasikan satu sengkelit pada permukaan media Mac Conkey Agar. Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam dengan posisi lempeng dibalik. Diamati koloni spesifik yang terbentuk. Koloni berbentuk bulat dan berwarna merah bata diduga tercemar oleh bakteri Escherichia coli.


(44)

3.7.4 Uji Mikroskopik

Dilakukan pengecatan Gram terhadap sampel yang membentuk koloni bulat dan berwarna merah bata pada permukaan media Mac Conkey Agar. Dengan menggunakan ose diambil satu sengkelit koloni tersebut, dibuat lapisan tipis pada permukaan kaca objek yang bersih. Setelah kering, fiksasi dengan cara menyentuhkan permukaan sebelah bawah kaca objek tiga kali berturut-turut pada permukaan api bunsen. Diberi larutan warna gentian violet, diamkan 3-5 menit lalu dicuci dengan air. Kemudian diberi larutan lugol dan dibiarkan selama 3-5 menit lalu dicuci dengan air.Preparat didekolorisasi dengan alkohol 96 % sampai semua zat warna tampak luntur lalu cuci dengan air.Diberi warna kontras safrani lalu dicuci dengan air. Preparat akan berwarna merah seperti warna safranin (bakteri Gram negatif). Amati di bawah mikroskop. Bakteri Escherichia coli akan terlihat berbentuk batang.

3.7.5 Identifikasi dan Konfirmasi

Identifikasi dan konfirmasi meliputi uji indol, uji reaksi biokimia dan uji sitrat.

3.7.5.1 Uji Indol

Sampel yang membentuk koloni bulat dan berwarna merah bata pada permukaan media Mac Conkey Agar diinokulasikan pada agar miring Sulfide Indol Mortility dengan cara ditusuk ke dalam media agar miring tersebut. Diikubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah 24 jam, ke dalam biakan ditambahkan 1 ml pereaksi Indol (Kovac) dikocok dan didiamkan beberapa menit, diamati terbentuknya cincin berwarna merah cherry pada permukaan media.


(45)

3.7.5.2 Uji Reaksi Biokimia

Sampel yang membentuk koloni bulat dan berwarna merah bata pada permukaan media Mac Conkey Agar diinokulasikan pada agar miring Triple Sugar Iron dengan cara ditusuk dan digores pada permukaan media agar miring tersebut. Diikubasi pada suhu 370C selama 24. Setelah 24 jam, diamati perubahan warna media, pembentukan gas dan endapan.

3.7.5.3Uji Sitrat

Sampel yang membentuk koloni bulat dan berwarna merah tua pada permukaan media Mac Conkey Agar, diinokulasikan pada agar miring Simmon Citrate Agar dengan cara digores pada permukaan media agar miring tersebut. Diikubasi pada suhu 370C selama 24. Setelah 24 jam, diamati perubahan warna media.

3.7 Pemeriksaan Bakteri Staphylococcus aureus

Pemeriksaan Bakteri Staphulococcus aureus meliputi pengkayaan, isolasi, uji mikroskopik, uji konfirmasi.

3.8.1 Pengkayaan

Disiapkan 5 buah tabung reaksi steril. Masukkan 10 ml Nutrient Broth ke dalam masing-masing tabung reaksi. Dimasukkkan 1 tetes darah kambing segar ke dalam tiap-tiap tabung. Tambahkan 1 ml suspensi hasil homogenisasi setiap sampel dalam tabung reaksi. Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah 24 jam, diamati terjadinya kekeruhan.

3.8.2 Isolasi

Biakan yang mengalami kekeruhan, diinokulasikan pada lempeng agar Darah.


(46)

3.8.3 Uji Mikroskopik

Dilakukan pengecatan Gram terhadap koloni yang menghemolisis agar darah. Dengan menggunakan ose diambil satu sengkelit koloni tersebut, dibuat lapisan tipis pada permukaan kaca objek yang bersih.Setelah kering, fiksasi dengan cara menyentuhkan permukaan sebelah bawah kaca objek tiga kali berturut-turut pada permukaan api bunsen. Diberi larutan warna gentian violet, diamkan 3-5 menit lalu dicuci dengan air. Diberi larutan lugol dan dibiarkan selama 3-5 menit lalu dicuci dengan air.Preparat didekolorisasi dengan alkohol 96 % sampai semua zat warna tampak luntur lalu dicuci dengan air. Diberi warna kontras, safranin lalu dicuci dengan air. Preparat akan berwarna violet (bakteri Gram positif). Amati di bawah mikroskop. Bakteri Staphylococcus aureus akan terlihat berbentuk buah anggur.

3.8.4 Uji Konfirmasi

Biakan yang menghemolisis agar darah, diinokulasikan pada media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam dilanjutkan dengan uji koagulase. Dipipet 0,2-0,3 ml biakan dari media BHIB ke dalam tabung reaksi steril ditambahkan 0,5 ml plasma kelinci, diinkubasi pada suhu 370C selama 4-6 jam. Diamati adanya koagulasi plasma. Jika terjadi koagulasi dinyatakan Staphylococcus aureus positif dalam sampel.


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel yang diperiksa adalah jamu gendong beras kencur yang dijual oleh lima orang penjual jamu gendong di Kota Medan. Penjual jamu gendong tersebut memproduksi sendiri jamu gendong yang dijualnya.

Jamu beras kencur yang diperiksa tersebut tidak hanya terdiri dari beras dan kencur tetapi ditambahkan juga simplisia dan rimpang tanaman lainnya. Penampilan dari jamu gendong merupakan satu hal yang tidak boleh diabaikan. Karenanya, harus diupayakan menghasilkan warna yang menarik. Untuk ramuan yang mempunyai warna kurang menarik, misalnya jamu beras kencur dapat ditambahkan kunyit atau temu lawak secukupnya agar warna lebih menarik (Suharmiati, 2003).

Adapun cemaran yang diperiksa dalam jamu gendong adalah bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Kedua bakteri ini merupakan dua dari empat bakteri yang tidak boleh terdapat dalam cairan obat dalam berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 661/ Menkes/ SK/ VII/1994. Bakteri

Escherichia coli dipakai sebagai indikator pencemaran, keberadaannya dalam produk olahan mengindikasikan telah terjadi kontaminasi dari feses manusia atau hewan melalui air yang digunakan untuk pembuatan jamu. Bakteri

Staphylococcus aureus merupakan flora normal yang terdapat pada kulit dan selaput lendir manusia. Sehingga sangat besar kemungkinan kedua bakteri tersebut mengkontaminasi jamu gendong baik selama proses pembuatan maupun saat penyajian kepada pembeli (Fardiaz, 1992).


(48)

Pengamatan organoleptis terhadap sampel yang akan diperiksa memberikan hasil berikut: berbentuk cairan, berwarna kuning dan memiliki bau khas jamu. Homogenisasi sampel dan pengkayaan menggunakan media cair Buffered Peptone Water yang bertujuan untuk memperoleh distribusi bakteri secara merata di dalam sampel (Depkes RI, 2006) dan memperbanyak jumlah bakteri yang akan diuji. Sedangkan bakteri lainnya dihambat pertumbuhannya (Fardiaz, 1993). Gambar sampel yang telah dihomogenisasi dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 60.

Uji dugaan bertujuan untuk melihat keberadaan bakteri koliform dalam sampel yang akan diperiksa. Uji dugaan dilakukan dengan membagi setiap sampel ke dalam lima tabung reaksi. Hasil uji dugaan terhadap masing-masing sampel ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2 Hasil uji dugaan Tabung

Reaksi

Kode Sampel

I II III IV V 1 + + + + + 2 + - + + - 3 + + + + - 4 + - + + - 5 - - + + + Keterangan : (+) = menghasilkan gas

(-) = tidak menghasilkan gas

Hasil uji dugaan terhadap bakteri Escherichia coli diperoleh bahwa tabung reaksi yang positif gas pada sampel I terdapat empat tabung, pada sampel II terdapat dua tabung, pada sampel III terdapat lima tabung, pada sampel IV terdapat lima tabung dan pada sampel V terdapat dua tabung. Gambar sampel dalam media Lactosa Broth dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 61.


(49)

Uji dugaan menggunakan media Lactosa Broth. Media ini berfungsi untuk mendeteksi fermentasi laktosa dari bakteri bentuk koli. Media ini juga dapat digunakan sebagai media pengkayaan. Keberadaan bakteri Escherichia coli dalam larutan yang mengandung glukosa akan menyebabkan glukosa mengalami fermentasi. Terjadinya fermentasi ditunjukkan dengan adanya gas (Radji, 2011). Di dalam tiap tabung reaksi dimasukkan tabung Durham, yaitu tabung reaksi yang berukuran kecil. Dalam penggunaannya tabung ini diletakkan dalam posisi terbalik di dalam tabung reaksi yang lebih besar dan tabung ini kemudian diisi dengan medium cair (Dwijoseputro, 1985). Tabung ini berfungsi untuk melihat adanya pembentukan gas. Bila terbentuk gas, maka gas masuk ke dalam tabung Durham dan mendesak cairan dalam tabung ini. Gas ini terlihat sebagai gelembung udara yang terperangkap dalam tabung ini (Lay, 1994). Tabung dinyatakan positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam tabung durham (Fardiaz, 1993).

Terhadap sampel yang positif mengandung gas pada uji dugaan, dilanjutkan dengan uji penegasan. Uji ini juga menggunakan tabung Durham. Uji penegasan bertujuan untuk menegaskan bahwa gas yang dihasilkan pada uji dugaan disebabkan oleh bakteri koliform fecal. Uji penegasan dilakukan dengan menginokulasikan sampel tersebut pada media Brilliant Green Lactosa Bile 2%. Hasil uji penegasan ditunjukkan pada tabel 4.3 berikut ini:


(50)

Tabel 4.3 Hasil uji penegasan Tabung

Reaksi

Kode Sampel

I II III IV V

1 + + + - -

2 + x - - x

3 - + - - x

4 - x + - x

5 x x - - -

Keterangan: (+) = mengandung gas (-) = tidak mengandung gas

(x) = tidak dilakukan karena tidak menghasilkan gas pada uji dugaan Dari hasil uji penegasan terhadap bakteri Escherichia coli, diperoleh bahwa tabung reaksi yang positif gas pada sampel I terdapat dua tabung, dari empat tabung yang sebelumnya positif gas pada uji dugaan. Pada sampel II terdapat dua tabung, dari dua tabung yang sebelumnya positif gas pada uji dugaan. Pada sampel III terdapat dua tabung, dari lima tabung yang sebelumnya positif gas pada uji dugaan. Pada sampel IV tidak terdapat tabung yang positif gas, dari lima tabung yang sebelumnya positif gas pada uji dugaan. Pada sampel V tidak terdapat tabung yang positif gas, dari dua tabung yang sebelumnya positif gas pada uji dugaan. Gambar sampel dalam media Brilliant Green Lactosa Bile 2% dapat dilihat pada lampiran 18, halaman 62.

Uji penegasan menggunakan media Brilliant Green Lactosa Bile 2%. Media ini merupakan media selektif yang direkomendasikan untuk mendeteksi bakteri koliform yang terdapat di dalam air dan produk susu. Digunakan sebagai uji penegasan, dimana sebelumnya diduga bahwa keberadaan koliform positif.

Isolasi bertujuan untuk memisahkan bakteri yang akan diperiksa dari bakteri lain yang juga tumbuh pada media perbenihan. Isolasi bakteri Escherichia coli

menggunakan media Mac Conkey Agar. Sampel yang mengandung gas pada uji penegasan diinokulasikan pada permukaan media ini. Media ini berfungsi untuk


(51)

mengidentifikasi dan mengisolasi bakteri Enterobacteriaceae yang memfermentasi laktosa dari feses, urin, air limbah dan makanan. Koloni dari

Enterobacteriaceae yang memfermentasi laktosa akan terlihat berwarna merah bata (Lay, 1994). Gambar inokulasi biakan pada media Mac Conkey agar dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 63. Hasil isolasi ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Hasil isolasi No Kode

sampel

Petridish

1 2

1 I Koloni bulat, warna merah bata

Koloni bulat, warna merah bata

2 II Koloni bulat, warna merah muda

Koloni bulat warna merah muda

3 III Koloni bulat warna merah muda

Koloni bulat warna merah muda

Uji mikroskopik dilakukan dengan membuat preparat, melakukan pengecatan Gram dan diamati di bawah mikroskop. Gambar hasil pengamatan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 64. Hasil uji mikroskopik ditunjukkan pada tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5 Hasil Uji Mikroskopik No Kode

sampel

Petridish

1 2

1 I Bakteri berbentuk batang

Bakteri berbentuk batang

2 II Bakteri berbentuk batang

Bakteri berbentuk batang

3 III Bakteri berbentuk batang

Bakteri berbentuk batang

Hasil isolasi dan uji mikroskopik diperoleh bahwa pada sampel I, II dan III terlihat bakteri berbentuk batang tetapi warna koloni yang terlihat pada sampel II dan III adalah merah muda sedangkan pada sampel I warna koloni yang terlihat


(52)

terlihat adalah merah bata. Sehingga yang diduga tercemar oleh bakteri

Escherichia coli adalah sampel I.

Selanjutnya dilakukan identifikasi dan konfirmasi dengan uji indol, uji reaksi biokimia dan uji sitrat.

Uji indol menggunakan media Sulfide Indol Motility. Hasil uji indol dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6 Hasil Uji Indol No Kode

sampel

Tabung reaksi

1 2

1 I Terbentuk cincin warna merah cherry di permukaan media

Terbentuk cincin warna merah cherry di permukaan media

2 II Tidak terbentuk cincin warna merah cherry di permukaan media

Tidak terbentuk cincin warna merah cherry di permukaan media

3 III Terbentuk cincin warna merah cherry di permukaan media

Terbentuk cincin warna merah cherry di permukaan media

Dari hasil uji indol diperoleh bahwa pada sampel I dan III terbentuk cincin warna merah cherry pada permukaan media. Sedangkan pada sampel II tidak terbentuk cincin berwarna merah cherry pada permukaan media. Media Sulfide Indol Motility merupakan media semi solid yang digunakan untuk mendeteksi

Enterobactericeae melalui pembentukan indol. Media ini mengandung tryptophan yang terdapat dalam pepton. Jika organisme menghasilkan tryptophan, maka tryptophan akan bereaksi dengan aldehid dalam pereaksi Kovac, tryptophan dipecah menjadi indol hingga terbentuk cincin warna merah cherry pada permukaan media. Gambar hasil uji indol dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 65.


(53)

Uji reaksi biokimia menggunakan media Triple Sugar iron. Hasil uji reaksi biokimia dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7 Hasil Uji Reaksi Biokimia No Kode

sampel

Tabung reaksi

1 2

I Warna media kuning, terbentuk gas, tidak ada endapan

Warna media kuning, terbentuk gas, tidak ada endapan

2 II Warna media kuning, tidak terbentuk gas, tidak ada endapan

Warna media kuning, tidak terbentuk gas, tidak ada endapan

3 III Warna media kuning, tidak terbentuk gas, tidak ada endapan

Warna media kuning, tidak terbentuk gas, tidak ada endapan

Dari hasil uji dan reaksi biokimia diperoleh bahwa pada sampel I warna media berubah menjadi kuning, terbentuk gas dan tidak terjadi endapan. Pada sampel II dan III warna media berubah menjadi kuning tetapi tidak terbentuk gas dan tidak terjadi endapan. Warna awal dari media Triple Sugar Iron adalah merah. Fungsi media ini adalah untuk membedakan organisme atas dasar fermentasi laktosa, sukrosa dan glukosa. Media ini mengandung ketiga macam gula tersebut di atas, juga terdapat Na2S2O3 dan zat besi (Ferro). Gas yang terbentuk dideteksi dengan adanya retakan pada media. Jika bakteri memecahkan Na2S2O3 dan protein yang terdapat dalam media (protein yang mengandung sulfur) akan terbentuk asam sulfida (H2S). H2S akan bereaksi dengan Fe++ menjadi FeS sehingga terbentuk endapan hitam. Escherichia coli dinyatakan positif jika media berubah warna menjadi kuning (Asam = peragian positif), terbentuk gas (agar retak atau terangkat) dan tidak terjadi endapan hitam (H2S negatif). Gambar hasil uji reaksi biokimia dapat dilihat pada Lampiran 22, halaman 66.


(54)

Uji sitrat menggunakan media Simmons Citrate Agar. Hasil uji sitrat dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8 Hasil Uji Sitrat No Kode

sampel

Tabung reaksi

1 2

1 I Warna media biru Warna media hijau 2 II Warna media biru Warna media biru 3 III Warna media biru Warna media biru

Hasil uji sitrat pada sampel I diperoleh bahwa dari dua buah tabung rekasi yang diuji, pada salah satu tabung tidak terjadi perubahan warna media tetapi pada tabung lainnya terjadi perubahan warna menjadi biru. Pada sampel II dan III semua tabung mengalami perubahan warna. Warna awal dari media Simmons Citrate Agar adalah hijau. Media ini direkomendasikan untuk koliform yang diisolasi dari air dan sampel klinis atas dasar penggunaan sodium sitrat sebagai sumber karbon tunggal dan garam ammonium inorganik sebagai sumber nitrogen. Dimana koliform fecal tidak dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon tunggal, sehingga tidak terjadi perubahan warna media. Gambar hasil uji sitrat dapat dilihat pada Lampiran 23, halaman 67.

Pada pemeriksaan Staphylococcus aureus dilakukan pengkayaan menggunakan media Nutrient Broth. Sampel yang telah dihomogenkan, diinokulasikan dalam media ini lalu diteteskan darah kambing segar yang bertujuan untuk mendeteksi adanya Staphylococcus aureus sebagai bakteri yang menghemolisis darah. Jika terjadi kekeruhan maka diduga sampel tercemar. Hasil pengkayaan ditunjukkan pada tabel 4.9 berikut ini:


(55)

Tabel 4.9 Hasil pengkayaan

NO Kode sampel Hasil

1 I Tidak terjadi kekeruhan 2 II Tidak terjadi kekeruhan 3 III Terjadi kekeruhan 4 IV Tidak terjadi kekeruhan 5 V Tidak terjadi kekeruhan

Hasil pengkayaan diperoleh bahwa pada sampel I, II, IV dan V tidak terjadi kekeruhan. Sedangkan pada sampel III terjadi kekeruhan. Gambar sampel dalam media Nutrient Broth dapat dilihat pada Lampiran 24, halaman 68.

Media Nutrient Broth memungkinkan perbaikan sel-sel bakteri yang rusak, mengencerkan racun atau zat penghambat pertumbuhan dan menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh berbagai jenis mikroorganisme.

Sampel yang mengalami kekeruhan pada pengkayaan, dilanjutkan dengan melakukan isolasi. Isolasi menggunakan media agar darah. Media ini terdiri dari media Mueller Hinton Agar ditambahkan 5% darah kambing ke dalamnya. Dari isolasi yang dilakukan terhadap sampel III maka diperoleh bahwa tidak terjadi hemolisis pada media agar darah. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tidak tercemar oleh Staphylococcus aureus. Gambar inokulasi biakan pada media agar darah dapat dilihat pada Lampiran 25, halaman 69.

Uji mikroskopik dilakukan terhadap sampel yang mengalami kekeruhan. Dengan membuat preparat, melakukan pengecatan gram dan diamati di bawah mikroskop. Hasil pengamatan terhadap sampel III diperoleh bahwa pada preparat tersebut tidak terlihat bakteri berbentuk buah anggur. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tidak tercemar oleh bakteri Staphylococcus aureus. Gambar hasil pengamatan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 26, halaman 70.


(56)

Pada pemeriksaan cemaran bakteri Staphylococcus aureus tidak dilakukan uji konfirmasi karena pada uji-uji terdahulu, yaitu pengkayaan, isolasi dan uji mikroskopik telah menunjukkan hasil negatif.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap sampel jamu gendong yang dijual oleh beberapa orang penjual jamu gendong di Kota Medan diketahui bahwa hanya sampel I yang tercemar oleh bakteri Escherichia coli.

Sedangkan pemeriksaan terhadap bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan hasil negatif pada kelima sampel tersebut.

Adanya bakteri pencemar, Escherichia coli dalam sediaan jamu gendong tersebut dapat disebabkan oleh air yang dipergunakan dalam proses pembuatan.

Adanya kontaminasi mikroba lain diduga berasal dari udara pada saat pengemasan atau penjualan. Pengaruh faktor lokasi penjualan jamu gendong juga dimungkinkan. Beberapa penjual jamu gendong menjual jamu gendong di area yang tidak higienis seperti di pinggir jalan raya atau di pasar tradisional yang memungkinkan banyak terjadinya kontaminasi jamu dari mikroba.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 661/ Menkes/ SK/ VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional mengatakan bahwa obat tradisional untuk penggunaan sebagai obat dalam, perlu diwaspadai adanya mikroba seperti

Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Mikroba tersebut di atas tidak boleh terkandung di dalam obat tradisional (Depkes RI, 1994).


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap jamu gendong beras kencur yang berasal dari lima orang penjual jamu gendong, diperoleh bahwa satu sampel tercemar oleh bakteri Escherichia coli tetapi tidak satupun jamu gendong beras kencur yang diperiksa tercemar oleh bakteri Staphylococcus aureus.

4.2 Saran

1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar memeriksa cemaran pada jamu gendong secara kuantitatif dengan menghitung angka lempeng total. 2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar memeriksa jenis cemaran


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Bacterial Growth. Diakses Mei 2011. http:// en.wikipedia.org/ wiki/ Bacterial_Growth.

Beisher, L. (1991). Microbiology in Practice. A self Instructional Laboratory Course. New York: Ed Harper Collins Publisher. Page 65.

Brooks, GF. Butel, JS dan Morse, SA. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. Buku 1. Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 277-279.

Buckle, KA. Edwards, RA. Fleet, GH dan Wootton, M. (2007). Ilmu Pangan. Penerjemah: Purnomo, H dan Adiono. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 75-79.

Clifton, CE. (1990). Introduction to the Bacteria. Second Edition. New York: McGraw Hill Book Company INC. Page 119.

Depkes RI. (1990). Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Industri Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 2.

Depkes RI. (1994). Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 5.

Depkes RI. (2006). Metode Analisis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 124.

Depkes RI. (2010). Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Halaman 5.

Difco Laboratories. (1979). Difco Manual Of Dehydratd culture Media and Reagent for Microbiology and clinical Laboratory Procedures. 9th edition. Michigan Detroit: Difco Laboratories Page 32-33, 93.

Dwidjoseputro. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Halaman 38,77.

Fardiaz, S. (1993). Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 74.

Fardiaz, S. (1992) Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 147

Gillespie, HS. Bamford, BK. (2007). At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi.

Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 9, 13.

Irianto, K. (2006). Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid Satu. Bandung: Penerbit Yrama Widya. Halaman 16-18, 21-22.

Lay, BW. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 67-71.

Lee, J. (1983). Microbiology. First Edition. USA: The Barnes and Nobel Outline Series. Page 57-58.

Muhlisah, F. (1999). Temu-Temuan dan Empon-Empon Budi Daya dan Manfaatnya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 24, 29,37,68.

Oxoid. (2006). The Oxoid Manual. 9th Edition. England Basingstoke. Page 53,59. Pelczar, MJ. Chan, ECS dan Crieg, NR. (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi.

Penerjemah: Ratna Siri, dkk. Cetakan pertama. Jilid Dua. Jakarta: Penerbit UI Press.

Pratiwi, ST. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 176.

Radji, M. (2011). Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Halaman 125, 127, 179-181.


(59)

Stanier, RY. Adelberg, EA dan Ingraham, JL. (1982). Dunia Mikrobe I. Penerjemah: Agustin Wydia, dkk. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Hal. 23-25.

Suharmiati. (2003). Menguak Tabir dan Potensi Jamu Gendong. Jakarta: Penerbit Agromedia Pustaka. Halaman 2-4, 33-35.

Suharmiati. Handayani, L. (2005). Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Jakarta: Penerbit Agromedia Pustaka. Halaman 1-2, 39-41.

Tilaar, M. Wong, LW. Ranti, AS (2010). Green Science of Jamu. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Halaman 1-2, 52.

Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya. (2003). Bakteriologi Medik. Cetakan Pertama. Malang: Bayu Media Publishing. Halaman 12, 59.

Volk, WA dan Wheeler, MF. (1989). Mikrobiologi Dasar. Penerjemah: Soenartono Adisoemarto. Edisi Kelima. Jilid Dua. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 94-104.

Wasito, H. (2011). Obat Tradisional Kekayaan Alam Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Halaman 37-39.


(60)

Lampiran 1. Bagan alur homogenisasi sampel

Dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

Ditambahkan 90 ml Buffered Peptone Water

Dihomogenkan Jamu beras kencur

250 ml

Sampel yang telah homogen


(61)

Lampiran 2. Bagan alur uji dugaan pemeriksaan Escherichia coli

Dipipet masing-masing 10 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi media Lactosa Broth dengan tabung durham di dalamnya

Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

Diamati tabung durham yang mengandung gas

Tabung reaksi 3 Tabung

reaksi 1

Tabung reaksi 2

Tabung reaksi 4

Tabung reaksi 5

Tabung reaksi yang tidak mengandung gas

(-)

Sampel yang telah homogen

Tabung reaksi yang mengandung gas


(62)

Lampiran 3. Bagan alur uji penegasan Escherichia coli

Diambil satu sengkelit biakan yang mengandung gas

Diinokulasikan ke dalam media Brilliant Green Lactosa Bile Broth 2% dengan tabung durham di dalamnya

Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

Diamati tabung durham yang mengandung gas

Tabung reaksi yang mengandung gas

(+)

Tabung reaksi yang tidak mengandung gas

(-)

Tabung reaksi yang mengandung gas


(63)

Lampiran 4. Bagan alur isolasi Escherichia coli

Diambil satu sengkelit biakan yang mengandung gas

Diinokulasikan pada media Mac Conkey Agar

Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

Diamati koloni yang terbentuk pada permukaan media

koloni bulat, warna merah bata

Tabung reaksi yang mengandung gas


(64)

Lampiran 5. Bagan alur uji mikroskopik Escherichia coli

Diambil satu sengkelit koloni pada permukaan MacConkey Agar Difiksasi

Diamati di bawah mikroskop Diberi warna larutan gentian violet, diamkan 3-5 menit, dicuci dengan air Disiram dengan larutan lugol,

diamkan 3-5 menit, dicuci dengan air Dekolorisasi dengan alkohol, dicuci dengan air

Diberi warna kontras safranin, dicuci dengan air

Amati di bawah mikroskop koloni bulat,

warna merah bata

Bakteri berbentuk batang


(65)

Lampiran 6. Bagan alur uji indol Escherichia coli

Diambil satu sengkelit biakan Diinokulasikan pada media Sulfide Indol Motility

Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

Diamati jika terbentuk cincin warna merah cherry pada permukaan media koloni bulat,

warna merah bata

terbentuk cincin warna merah cherry


(66)

Lampiran 7. Bagan alur uji reaksi biokimia Escherichia coli

Diambil satu sengkelit biakan

Diinokulasikan pada media Triple Sugar Iron

Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

Diamati perubahan warna media, pembentukan gas dan endapan warna media kuning,

terbentuk gas, tidak terjadi endapan

koloni bulat, warna merah bata


(67)

Lampiran 8. Bagan alur uji sitrat Escherichia coli

Diambil satu sengkelit biakan

Diinokulasikan pada media Simmons Citrate Agar

Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

Diamati perubahan warna media

Terjadi perubahan warna media

Tidak terjadi perubahan warna media koloni bulat,


(1)

Lampiran 21. Uji indol

Gambar 3.9. Biakan yang diinokulasi pada media Sulfide Indole Motility

Lampiran 21 (Lanjutan)


(2)

Lampiran 22. Uji reaksi biokimia

Gambar 3.10. Biakan yang diinokulasi pada media Triple Sugar Iron

Lampiran 22 (Lanjutan)


(3)

Lampiran 23. Uji sitrat

Gambar 3.11. Biakan yang diinokulasi pada media Simmons Citrate Agar

Lampiran 23 (Lanjutan)


(4)

Lampiran 24. Pengkayaan (Staphylococcus aureus)


(5)

Lampiran 25. Isolasi

Gambar 4.5. Media agar darah sebelum diinokulasi dan diinkubasi Lampiran 25. (Lanjutan)


(6)

Lampiran 26. Uji Mikroskopik

Gambar 4.7. Hasil uji mikroskopik tidak terlihat bakteri Staphylococcus aureus yang berbentuk buah anggur