Study of Maternal Antibody’s Neutralization Ability for Anti AI H5 in Chicken’s Egg Yolk Induce From Several Commercial Vaccines Against Field of AI H5N1 Virus

STUDI KEMAMPUAN NETRALISASI
ANTIBODI ANTI AI H5N1 ASAL INDUK
DALAM KUNING TELUR AYAM YANG DIVAKSINASI
BERBAGAI VAKSIN AI H5N1 KOMERSIAL
TERHADAP VIRUS AI H5N1 ISOLAT LAPANG

AGUNG PUJI HARYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

STUDI KEMAMPUAN NETRALISASI
ANTIBODI ANTI AI H5N1 ASAL INDUK
DALAM KUNING TELUR AYAM YANG DIVAKSINASI
BERBAGAI VAKSIN AI H5N1 KOMERSIAL
TERHADAP VIRUS AI H5N1 ISOLAT LAPANG

AGUNG PUJI HARYANTO


Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh
Gelar Magister Sains pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi Ujian Tesis : Prof. Dr. drh. I Wayan T. Wibawan, MS

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Kemampuan Netralisasi Antibodi Anti AI
H5N1 Asal Induk Dalam Kuning Telur Ayam Yang Divaksinasi Berbagai Vaksin AI
H5N1 Komersial Terhadap Virus AI H5N1 Isolat Lapang adalah karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, 8 Agustus 2012

Agung Puji Haryanto
B.253100051

RINGKASAN

AGUNG PUJI HARYANTO. B253100051. Studi Kemampuan Netralisasi Antibodi
Anti AI H5N1 Asal Induk Dalam Kuning Telur Ayam Yang Divaksinasi Berbagai Vaksin
AI H5N1 Komersial Terhadap Virus AI H5N1. Dibawah bimbingan

RETNO D. SOEJOEDONO dan SRI MURTINI

Tahun 2011 terdapat 1.411 kasus avian influenza (AI) pada unggas
di Indonesia. Vaksinasi merupakan strategi pemerintah sebagai salah satu cara
pengendalian AI di Indonesia (DITJENNAK 2007; 2008). Vaksinasi mampu

menginduksi antibodi protektif terhadap virus AI

tantang homolog (Capua

& Marangon 2007). Selain itu vaksinasi dapat menyebabkan tekanan tekanan
terhadap virus sehingga mengurangi peluang terjadinya mutasi alami melalui
pengurangan jumlah virus yang bersirkulasi (Angi 2008).

Kekebalan pasif

(Passive Immunity) merupakan transfer kekebalan asal induk dari induk ke anak
ayam melalui telur, yang berfungsi sebagai perlindungan awal setelah anak ayam
lahir. Titer antibodi asal induk yang tinggi diperlukan agar anak ayam dapat
terhindar dari infeksi virus dilingkungan kandang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa kemampuan
antibodi asal induk dalam kuning telur dalam menetralisasi virus AI subtipe H5N1
isolat lapang (Nagrak (2009) dan Lawang (2010), sehingga mampu melindungi
anak ayam dari infeksi virus lapang saat masa awal pemeliharaan. Pada penelitian
ini sejumlah 25 ekor induk ayam petelur dikelompokkan menjadi lima kelompok
perlakuan. Tiap-tiap kelompok divaksin dengan vaksin AI H5N1 inaktif yang

diproduksi oleh produsen vaksin dalam negeri, yang menggunakan isolat
Indonesia sebagai seed virus vaksinnya. Satu kelompok ayam digunakan sebagai
kontrol tidak divaksin. Keempat jenis vaksin diberi kode VS, VC, VV dan VM.
Kuning telur dari masing-masing kelompok ayam dipanen dari telur-telur yang
dikumpulkan pada seminggu setelah vaksinasi kedua. Kuning telur dengan titer 27
dikumpulkan dan diuji kemampuan netralisasi virus AI H5N1 dengan Uji Virus
Netralisasi menggunakan isolat lapang virus AI isolat Nagrak (2009) dan Lawang
(2010) (koleksi FKH- IPB).

Hasil penelitian menunjukan bahwa antigen Nagrak (2009) dan Lawang
(2010) dapat dinetralisasi oleh antibodi asal induk dari telur yang diinduksi oleh
vaksin VS, VC, dan VM. Antibodi asal induk yang diinduksi oleh vaksin VV
hanya dapat menetralisasi antigen Nagrak (2009). Titer antibodi dalam kuning
telur yang dapat menetralisasi virus isolat lapang diatas 26. Kuning telur
mengandung IgY dapat digunakan sebagai parameter kekebalan asal induk setelah
dilakukan induksi vaksin pada induk.
Kata kunci : Antibodi Asal Induk, Antigen, Vaksin, Kuning telur.

ABSTRACT


AGUNG PUJI HARYANTO. Study of Maternal Antibody’s Neutralization
Ability for Anti AI H5 in Chicken’s Egg Yolk Induce From Several Commercial
Vaccines Against Field of AI H5N1 Virus. Under the direction of
RETNO D. SOEJOEDONO and SRI MURTINI.

The research was designed to study the capability of antibody anti H5N1
Avian Influenza from egg yolk to neutralize H5N1 AIV.

Twenty five hens

were divided into five groups, one group as a control group were unvaccinated
and four other groups were vaccinated with H5N1 AI inactive vaccine produced
by several Indonesia vaccine company.

Four H5N1 AI inactive vaccine code

VS, VC, VV and VM were vaccinated twice for each group with a month,
interval. Group 2 were vaccinated with vaccine code VS, group 3, 4, 5
were vaccinated by vaccine code VC, VV and VM. A week after second
vaccination the egg were collected and analyzed the antibody titer against H5N1

AIV by heamagglutination test using H5N1 AIV field isolates as standard virus
(Nagrak (2009) and Lawang (2010)). Egg yolk which contains high antibody titer
(above 26) were collected and tested against H5N1 AIV field isolates
(Nagrak (2009) and Lawang (2010)) by serum neutralization test. The result
showed that H5N1 AIV Nagrak (2009) isolate were neutralized by antibody anti
H5N1 AIV from egg yolk produced by hens vaccinated with VS,VC,VV and VM,
but Lawang (2010) isolate were only neutralized by antibody anti H5N1 AIV
from egg yolk produced by hens vaccinated with VS, VC and VM.
It is concluded that hens which were vaccinated with H5N1 AI inactive vaccine
were able to protect their off spring against H5N1 AIV from the field
by transferred maternal antibody trough the egg yolk with titer above 26.
Keywords : Maternal Antibody, Antigen, Vaccine, Egg yolk.

Judul Tesis

: Studi Kemampuan Netralisasi Antibodi Anti AI H5N1
Asal Induk Dalam Kuning Telur Ayam Yang Divaksinasi
Berbagai Vaksin AI H5N1 Komersial Terhadap Virus AI H5N1

Nama


: Agung Puji Haryanto

NRP

: B253100051

Program Studi

: Mikrobiologi Medik (MKM)

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Ketua

Dr. drh. Sri Murtini, M.Si
Anggota


Diketahui

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus :

Tanggal Ujian : 8 Agustus 2012

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan

laporan,
penulisan
kritik,
atau
tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang
mengumumkan
dan
memperbanyak
sebagian
atau
seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Riwayat Hidup
Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 25 Mei 1978,
dari pasangan bapak Ir. Rusli Hamzah dan Ibu Dra. Tri Rahayu RPH, M.Pd.
Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 1996 penulis lulus SMA Negeri 2 Purwokerto, pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan, IPB - Bogor. Penulis lulus
sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 2001 dan memperoleh
Gelar Dokter Hewan pada tahun 2002. Selanjutnya pertengahan tahun 2010
penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana IPB – Bogor,
mengambil Program Studi Mayor Mikrobiologi Medik (MKM).
Sejak tahun 2002, penulis bekerja sebagai QA/QC Divisi Komersial
dan

Kemitraan

Broiler

Farm,

(Wilayah

Jawa

Barat




Banten),

PT. Sierad Produce, Tbk. Pada tahun 2005, penulis bekerja sebagai Manager
Fasilitas
(Hewan

dan

Dokter

Coba

Hewan

Macaca

Laboratorium
fascisularis

Animal

dan

Biosafety

Macaca

Level-2

nemestrina),

PT. Bimana Indomedical-PSSP IPB. Pada tahun 2007, penulis bekerja sebagai
Health and Diseases Control, Poultry Trading Business Unit Division, (Wilayah
Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur), Cheil Jedang Indonesia. Tahun 2009,
penulis bekerja sebagai Business Development Analyst, Development Alternate
Inc. (DAI) – USAID. Pada tahun 2011, penulis sebagai praktisi Dokter Hewan.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi pengurus Bidang
Pengembangan Anggota dan Organisasi, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia
(PDHI) Cabang Jawa Barat II. Bidang Hubungan Internasional, Asosiasi Dokter
Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI). Selain itu penulis sebagai Auditor Halal
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor (2010 – 2014) dan Konsultan
ISO 9001;2008, PT. Tritis Bina Mandiri – TÜV pada BPTP Sumatera Utara,
BPTP Sulawesi Utara dan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih,
Sumatera Utara.
vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulisan Tesis hasil
penelitian ini berjudul “Studi Kemampuan Netralisasi Antibodi Anti AI H5N1 Asal
Induk Dalam Kuning Telur Ayam Yang Divaksinasi Berbagai Vaksin AI H5N1
Komersial Terhadap Virus AI H5N1” diajukan sebagai Tesis untuk memenuhi

syarat penyelesaian tugas akhir Program Magister (S2) pada Program Studi Mayor
Mikrobiologi Medik, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Tesis ini disusun untuk memberikan informasi dasar membantu dalam
pembuatan program vaksinasi yang tepat bagi ayam indukan (parent stock),
sehingga terbentuk antibodi asal induk protektif terhadap DOC (final stock)
yang dihasilkan.
Pada

kesempatan

ini

Penulis

menyampaikan

rasa

hormat

dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1. Ibu Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS, selaku Ketua Komisi
Pembimbing.
2. Ibu Dr. drh. Sri Murtini, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing.
3. Bapak Prof. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS, selaku Penguji Luar
Komisi Pembimbing.
4. Bapak Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu, selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana Mikrobiologi Medik dan atas masukannya selama penelitian
berlangsung.
5. Ibu drh. Okti Nadia Poetri, M.Si., drh. Tanti Gunadi, drh. Ita Krisanti,
drh. Ratih, drh. Agustin, Bapak Kosasih dan Mas Lukman, atas bantuanya
selama penelitian di Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi serta
Laboratorium Kandang Terpadu FKH IPB
6. Bapak Dr. Ashari Thahar, drh. Warih Nugroho, H. Romli Eko Wahyudi,
SKH, M.Si dan Bestari Dwi Handayani, SE, M.Si., yang tiada henti-hentinya
senantiasa memberikan dukungan moril serta motivasi selama penelitian
berlangsung hingga selesainya tesis ini.

viii

7. Ibu Zakiyah Widowati, S.Pi, Mbak Wiwin Mukti Andriyani, S.Pi
dan rekan-rekan mahasiswa program studi MKM Sekolah Pascasarjana IPB,
yang senantiasa memberikan dukungan semangat dan sarannya selama
penulis menyelesaikan tesis ini.
8. Ibunda



Ayahanda

dan

anakku

Hanif

Raditya

Ardiansyah

serta Aisha Aulia Hapsari, atas segala doa dan kasih sayangnya.
9. Kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat Penulis
sebutkan satu persatu.
Pepatah mengatakan tiada gading yang tak retak, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran membangun demi penulisan karya ilmiah
selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, 28 Agustus 2012

Agung Puji Haryanto

ix

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN.................................................................................

1

Latar Belakang..........................................................................

1

Tujuan Penelitian.......................................................................

4

Manfaat Penelitian.....................................................................

4

Hipotesis....................................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA........................................................................

5

Avian Influenza (AI)..................................................................

5

Kajian Penyakit Avian Influenza (AI) pada Ayam................ ..

6

Dampak Ekonomi Outbreak Avian Influenza (AI)
Pada Ayam komersial................................................................

8

Potensi dan Jenis Vaksin AI Komersial di Indonesia............ ..

9

Ig Y dan Fungsinya....................................................................

10

Teknik Diagnosa Avian Influenza (AI) pada Ayam.............. ..

13

A. Hemaglutination Inhibition (HI)..........................................

13

B. Serum Neutralization Test (SNT)..........................................

14

METODE PENELITIAN.......................................................................

15

Waktu dan Tempat Penelitian....................................................

15

Desain Penelitian........................................................................

15

Kerangka Konsep.......................................................................

16

Roadmap Penelitian....................................................................

17

Hewan Coba...................................................................

18

Vaksin dan Antigen Virus AI H5N1..............................

18

Vaksinasi Ayam Petelur.................................................

18

Pengumpulan Antibodi Asal Induk dari Kuning Telur..

19

ix

Uji Hemaglutinasi (HA) Mikrotitrasi............................

19

Pemeriksaan Antibody Anti AI H5 dengan
Uji Penghambatan Aglutinasi
(Heamagglutination Inhibition Test/HI Test)................

21

Uji Serum Netralisasi (SNT)...........................................

22

Analisa Data..............................................................................

23

HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................

25

Pengujian Serum Netralisasi (SNT)..........................................

31

SIMPULAN DAN SARAN..................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................

37

x

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Panel Uji HI Kuning Telur Pada Masing-masing Kelompok .......... 21
2. Panel Uji serum Netralisasi Kuning Telur Pada
Masing-masing kelompok..................................................................23
3. Hasil Pengujian Netralisasi Serum.....................................................32

xi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Morfologi Virus Avian Influenza A................................................ 6
2. Struktur IgY dan IgG ..................................................................... 11
3. Titer Antibodi Koleksi Telur Setelah Vaksinasi Kedua
Diuji Dengan Isolat Nagrak (2009)................................................ 27
4. Titer Antibodi Koleksi Telur Setelah Vaksinasi Kedua
Diuji Dengan Isolat Lawang (2010)................................................ 29

xii

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Virus Avian Influenza (AI) merupakan penyakit unggas menular berasal
dari famili Orthomyxoviridae yang terbagi menjadi tiga tipe yaitu virus influenza
tipe A, B dan C. Virus Influenza tipe A diklasifikasikan berdasarkan antigenitas
glikoprotein

yaitu

:

hemaglutinin

(HA)

dan

neuraminidase

(NA),

yang diekspresikan pada permukaan partikel virus (Indriyani & Dharmayanti
2006). Virus AI memiliki 17 subtipe HA dan 9 subtipe NA yang terdeteksi pada
mamalia, unggas dan burung liar didunia (Tong et al. 2012). Virus tersebut dapat
menginfeksi berbagai macam spesies antara lain : unggas, babi, kuda dan manusia
(Dhamayanti
menjadi

2

et

al.

bentuk

2004).
yaitu

Berdasarkan

Low

Pathogenic

patogenitasnya
Avian

dibedakan

Influenza

(LPAI)

dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Berdasarkan kombinasi genetik
dan karakteristik antigenik isolat virus AI di Indonesia tergolong clade 2.1,
dengan mayoritas sub-clade 2.1.3 (80%). Beberapa virus sub-clade 2.1.1
dan tidak terdefinisi garis keturunanya (Mudigdo 2009).
Di Indonesia, pertengahan tahun 2003 hingga awal 2004 sekitar 16,2 juta
ayam dari peternakan komersial mati dan dipotong paksa (stamping out), jumlah
tersebut belum

termasuk ayam

kampung yang dipelihara masyarakat

(backyard farm). Nilai ekonomi akibat dampak penyakit AI unggas ini mencapai
16,2 - 32,4 juta US dollar.

Kerugian

tersebut selain akibat kematian

juga penurunan permintaan anak ayam umur sehari atau Day Old Chicken (DOC)
dan pakan ternak 45 - 60% pengurangan jumlah pekerja (Basuno 2008).
Komisi Nasional Flu Burung dan Pandemi Influenza (Komnas FBPI),
memperkirakan besarnya kerugian di Indonesia akibat wabah AI dari tahun 2004 2008 sebesar Rp. 4,3 triliun, diluar kerugian dari hilangnya kesempatan kerja
dan berkurangnya konsumsi protein hewani asal unggas bagi masyarakat.
Perkiraan tersebut berdasarkan model standar Computable General Equilibrum
(CGE). Kerugian tersebut dihitung dari banyaknya ayam dimusnahkan,
berkurangnya permintaan terhadap produk unggas, konsumsi telur dan ayam

2

di restoran, tambahan biaya yang dikeluarkan peternak dan pemerintah
dalam penanganan AI, serta menurunnya kunjungan wisatawan (Basuno 2008).
Perkembangan kasus AI pada unggas tahun 2007 sampai dengan 2011,
kasus secara bertahap menurun setiap tahun.

Pada tahun 2011 masih terjadi

1.411 kasus AI di Indonesia. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding tahun
sebelumnya 1.502 (2010), 2.293 (2009), 1.413 (2008) dan 2.751 (2007).
Jumlah kasus sebanyak 1.411 tersebut terjadi di 29 provinsi dengan urutan kasus
tertinggi hingga terendah yakni : Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Riau,
Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, Jambi, Gorontalo, DI. Yogyakarta,
Jawa Timur, Banten, Bengkulu, NTB, Kalimantan Timur, Sumatra Utara,
Sulawesi Barat, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Bangka Belitung,
Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah,
NTT,

Kepulauan

Riau,

DKI

Jakarta

dan

Kalimantan

Selatan.

Wilayah yang tercatat tidak terjadi kasus AI di tahun 2011 adalah provinsi
Maluku, Papua, Papua Barat dan Maluku Utara. Provinsi yang saat ini
masih berstatus bebas AI adalah Maluku Utara. Kasus AI pada unggas secara
nasional terjadi sepanjang bulan setiap tahunnya, namun berdasarkan data laporan
dari

lapangan

peningkatan

kasus

AI

terjadi

di

bulan

Januari

sampai April setiap tahunnya. Pada bulan tersebut merupakan musim hujan
sehingga terjadi perubahan suhu secara ekstrim. Perubahan suhu yang ekstrim
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga hewan mudah terserang
berbagai penyakit unggas termasuk AI (DITJENAK 2012).
Gejala klinis yang menciri, diantaranya oedema muka dan leher; kepala
membengkak; jengger, pial dan otot disekujur tubuh kebiruan serta muncul
kelainan syaraf tortikolis dan ataxia (inkoordinasi syaraf). Perubahan patologi
anatomi diantaranya eksudat rongga hidung, perdarahan ovarium, proventrikulus
lemak

jantung,

abdominal,

usus

halus

bagian

atas,

perdarahan

dan pembengkakan bursa Fabricius. Kondisi ini tentu akan mengakibatkan
penurunan produksi telur maupun kematian.
Vaksinasi merupakan strategi pemerintah sebagai salah satu cara
pengendalian
Vaksinasi

AI

mampu

di

Indonesia

menginduksi

antibodi

(DITJENNAK
protektif

2007;

terhadap

2008).
virus

AI

3

tantang

homolog

(Capua

&

Marangon

2007).

Selain

itu

vaksinasi

dapat menyebabkan tekanan tekanan terhadap virus sehingga mengurangi peluang
terjadinya mutasi alami melalui pengurangan jumlah virus yang bersirkulasi
(Angi 2008). Perubahan virus AI sejak tahun 2003 hingga tahun 2011 mengarah
kepada perubahan sifat biologis yang sangat nyata (Susanti et al. 2008),
sehingga vaksin AI yang beredar secara komersial di Indonesia diproduksi
bentuk monovalen.
Ayam pedaging komersial di Indonesia umumnya tidak dilakukan
vaksinasi AI karena masa panen ayam yang singkat (24 - 32 hari), kecuali wilayah
Indonesia bagian tengah dan timur lebih menyukai pasar berat ayam 2.0 – 2.2 kg
(panen berkisar umur 35 – 40 hari). Kedua Vaksin yang tersedia di Indonesia
merupakan vaksin inaktif dengan respon pembentukan antibodi cukup lama dan
perlu dilakukan vaksinasi ulangan (booster). Pada kenyataannya dalam masa
pemeliharaan relatif singkat, ayam pedaging komersial terserang virus AI. Untuk
mengatasi hal tersebut, umumnya DOC ayam pedaging mendapatkan kekebalan
pasif, yaitu melalui vaksinasi terhadap induknya dengan harapan DOC yang
dihasilkan memiliki antibodi asal induk protektif terhadap serangan virus AI
lapangan.
Kekebalan pasif (Passive Immunity) merupakan transfer kekebalan
asal induk dari induk ke anak ayam melalui telur, yang berfungsi sebagai
perlindungan

awal

setelah

Imunoglobulin Y, Ig A

anak

ayam

lahir.

Pada

ayam

terdapat

dan Ig M (Hamal et al. 2006). Kekebalan pasif

memunculkan IgG, tetapi tidak memunculkan IgA atau Immunoglobulin M
(IgM). Induk ayam dengan antibodi diturunkan melalui kuning telur IgY. Anak
ayam memiliki antibodi asal induk sebagai pertahanan tubuh hingga umur satu
sampai dua minggu (Hamal et al. 2006).
Titer antibodi asal induk yang tinggi diperlukan agar anak ayam
dapat terhindar dari infeksi virus dilingkungan kandang. Kemampuan netralisasi
antibodi asal induk DOC terhadap infeksi virus AI lapangan sampai saat belum
diketahui.

Studi

untuk

mengetahui

daya

antibodi asal induk terhadap infeksi virus AI dilapang perlu dipelajari.

lindung

4

Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mempelajari kemampuan netralisasi antibodi asal induk yang terkandung
dalam kuning telur ayam terhadap virus AI isolat lapang.
2. Menentukan titer antibodi asal induk yang protektif terhadap infeksi virus AI.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu membuat program
vaksinasi yang tepat bagi ayam indukan (parent stock), sehingga terbentuk
antibodi asal induk protektif terhadap DOC (final stock) yang dihasilkan.
Hipotesis
Antibodi asal induk dalam tubuh DOC mampu melindungi anak ayam
pedaging dari infeksi AI isolat lapang.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Avian Influenza (AI)
Avian Influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan virus influenza
tipe A. Virus ini menginfeksi unggas, manusia, babi dan kuda. Virus Influenza
famili Orthomyxoviridae terdiri dari 3 genus Influenza A, B, dan C. Virus ini
tersusun atas asam inti RNA utas tunggal, polaritas negatif, bersegmen. Genom
virus

tipe

A

dan

B

terdiri

dari

8

segmen,

sedangkan

tipe

C

terdiri 7 segmen. Segmen tunggal C mengkode sebuah protein haemaglutininesterase fusion (HEF) yang memiliki reseptor binding dan aktivitas membran
heamaglutinin

dan

aktifitas

reseptor

dari

neuraminidase

yang

dikode

secara terpisah oleh gen segmen influenza A dan B. Tidak seperti virus influenza
B dan C, virus influenza A mempunyai dua sifat yang mudah berubah,
yaitu antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan
pada satu titik dari genom virus influenza A, perubahan ini sebagai penyebab flu
musiman yang sering terjadi. Antigenic shift melibatkan perubahan antigenik
mayor pada HA dan atau NA (Angi 2008). Glikoprotein HA dan NA merupakan
protein permukaan yang sangat berperan dalam penempelan dan pelepasan virus
dari sel inang. Protein HA merupakan bagian terbesar dari serabut (spike) yaitu
80% dan NA sebesar 20% (Dharmayanti 2006).
Struktur virus Avian influenza tipe A, terdiri dari asam inti RNA,
Neuraminidase (NA), Hemaglutinin (HA), Kapsid dan amplop (lipid),
sebagaimana pada Gambar 1. Struktur HA dan NA menentukan subtipe dari virus
Avian Influenza, sedangkan NP dan M digunakan untuk membedakan antara virus
Influenza A, B, atau C. Kandungan dalam virus influenza terdiri dari 0,8 - 1,1%
RNA, 70 - 75% protein, 20 - 24% lipid dan 5 - 8% karbohidrat. Permukaan virus
avian

influenza ditutupi

oleh

serabut

protein

setebal

10 - 12

nm.

Penamaan subtipe ditetapkan berdasarkan antigenisitas pada dua buah
glikoprotein permukaan yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA)
(Dharmayanti 2006).

6

Protein Hemagglutinin memperantarai pengikatan virus ke sel-sel inang.
Protein Neuraminidase berperan dalam pelepasan progeni virus baru dari sel-sel
yang telah terinfeksi (Manathan & Haryanto 2009).

Gambar 1. Morfologi Virus Avian Influenza A
(sumber : http//micro.magnet.fsu.edu/cells/viruses/influenzavirus.html)

Kajian Penyakit Avian Influenza (AI) pada Ayam
Avian Influenza (AI) menyebabkan angka kematian yang tinggi
pada ayam di Italia pada tahun 1878. Namun, baru diketahui pada tahun 1955
bahwa penyebab fowl plague sebenarnya adalah virus AI yang memiliki
komposisi gen yang mirip dengan virus influenza manusia (Wibawan et al. 2009).
Penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas telah bersirkulasi di Indonesia
sejak tahun 2003 dan merupakan subtipe H5N1 (Indriani & Dharmayanti 2006).
Virus AI berdasarkan atas patogenitasnya dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu Low
Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI).
Galur LPAI H5 dan H7 bermutasi dari LPAI menjadi HPAI dalam waktu
beberapa minggu, sejak menulari ayam. Beberapa galur membutuhkan waktu
enam bulan sampai satu tahun untuk dapat bermutasi. Virus Avian Influenza
bermutasi dan mengubah susunan genetik mereka menjadi tipe virus baru
sehingga sulit untuk membuat vaksin yang efektif sebelum mutasi terjadi
(Manathan & Haryanto 2009).

7

Periode inkubasi HPAI bervariasi dari beberapa jam hingga 2 - 3 hari,
tergantung pada sifat virulensi galur virus, dosis, cara pemaparan, spesies
dan umur inang, status kekebalan tubuh inang. Avian influenza patogenisitas
tinggi

(HPAI) memiliki tanda-tanda klinis berupa (keluar lendir dari hidung

dan mata); (kepala bengkak), kelopak mata, jengger dan pial cyanosis (kebiruan),
diare berwarna hijau, tortikolis, paralisis dan inkoordinasi, produksi telur
menurun, cangkang lebih putih, lunak atau tanpa cangkang dan angka kematian
tinggi mendadak sampai 100% dalam waktu 48 jam, hemorrhagi kulit kaki,
telapak kaki dan dada. Pengaruh lain yang memperparah kejadian penyakit :
spesies dan, umur inang serta penyakit lain pada saat bersamaan dan kondisi
lingkunganya.
Avian influenza patogenisitas rendah (LPAI) bersifat subklinis. Replikasi
virus terjadi pada sistem pernafasan dan pencernaan. Tanda-tanda klinis
berupa gangguan pernafasan ringan, penurunan produksi, berkomplikasi dengan
agen penyakit lain (Manathan & Haryanto 2009). LPAI terdiri dari subtipe : H1H4, H6, H8-H16, sedangkan HPAI terdiri atas H5 dan H7 (Zarkasie 2010). Virus
dalam konsentrasi tinggi diekskresi melalui feses dan cairan lendir oculonasal
mata dan hidung. Penularan melalui udara (airborne disease) jika ayam berada
dalam jarak dekat. Infeksi terjadi melalui deposisi virus pada konjungtiva, nares
dan trachea. Belum terbukti penularan secara vertikal. Penyebaran antar flok
terjadi dari perpindahan ayam terinfeksi, kontaminasi virus pada sepatu, pakaian,
kendaraan dan peralatan (Manathan & Haryanto 2009).
Strategi

pengendalian

High

Pathogenic

Avian

Influenza (HPAI)

antara lain adalah identifikasi subtipe virus, mengoptimalkan biosekuriti,
perlindungan daerah bebas AI dari penularan, depopulasi daerah tertular,
pembatasan pergerakan unggas dan produknya,

pengendalian transportasi

penjualan ayam dan limbah peternakan, vaksinasi yang sesuai dengan strain virus
daerah tersebut (Zarkasie 2010).

8

Dampak Ekonomi Outbreak Avian Influenza (AI) Pada Ayam Komersial
Wabah AI subtipe H5N1 yang terjadi hingga akhir-akhir ini menjadi
perhatian banyak pihak diseluruh dunia. Infeksi H5N1 menyerang unggas telah
dilaporkan terjadi 60 negara hingga bulan April 2008, 14 negara diantaranya
melaporkan kasus pada manusia (Krisnamurthi 2008). Di Indonesia sudah 31
dari 33 provinsi di Indonesia dan 293 dari 473 kabupaten/kota telah terjangkit
virus AI H5N1 dengan wabah terberat di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi
Selatan (Krisnamurthi 2008). Ancaman virus AI terbukti telah menjadikan
peternak skala kecil maupun besar mengalami kerugian ekonomi yang tinggi,
akibat terlilit hutang dan tidak mampu bangkit kembali. Kerugian ekonomi
tersebut menjadikan daya beli dipedesaan

dan perkotaan menurun, sehingga

berimbas pada berkurangnya konsumsi pangan bergizi akibat harga yang tidak
terjangkau (Basuno 2008).
Penyakit AI masuk ke Indonesia sekitar bulan Agustus 2003,
yaitu dibeberapa peternakan ayam petelur (layer) di Legok Tangerang.
Wabah tersebut meluas ke-11 provinsi, antara lain di Pulau Jawa dan Bali
sehingga menimbulkan dampak ekonomi yang luas. Angka mortalitas unggas
mencapai 6 - 10 juta ekor dan produksi telur serta daging ayam mengalami
penurunan antara 30 - 40%. Beberapa perusahaan peternakan, khususnya usaha
rakyat rugi akibat penurunan permintaan daging ayam dan telur (Basuno 2008).
Dampak AI terhadap suplai day old chicken (DOC) ayam pedaging
(broiler) dan ayam petelur (layer) berupa penurunan suplai yang tajam sampai
bulan Februari 2004. Pada bulan Maret sampai Juni 2004 suplai mulai pulih
kembali, walaupun dibawah normal. Penurunan produksi DOC dalam negeri
diperkirakan mencapai 9,6% ayam pedaging (broiler) dan 27,5% ayam petelur
(layer). Wabah AI tahun 2003 juga mempengaruhi angka ekspor DOC,
sehingga mengalami penurunan sampai 30%, dibandingkan angka ekspor 2002.
Tahun 2004 tidak ada ekspor DOC karena penolakan negara importir
akibat wabah AI di Indonesia, kecuali telur tetas yang jumlahnya setara 695 ribu
ekor DOC (Basuno 2008).

9

Potensi dan Jenis Vaksin AI Komersial di Indonesia
Metoda untuk mencegah dan mengendalikan wabah Avian Influenza (AI)
adalah depopulasi ayam atau unggas yang terinfeksi, pelaksanaan biosekuriti
terukur dan vaksinasi (Rahimi et al. 2007). Teknologi vaksinasi terdiri dari vaksin
konvensional homolog, vaksin konvensional heterolog, vaksin rekombinan.
Vaksin rekombinan terdiri vaksin rekombinan aktif dengan vektor virus lain
dan vaksin rekombinan reverse genetics inaktif. Kebijakan Pemerintah Republik
Indonesia mengenai vaksin AI sebagian besar

mengacu pada ketentuan

Office International des Epizooties (OIE) (OIE 2004) menyatakan bahwa vaksin
yang direkomendasikan penggunaanya adalah vaksin AI inaktif. Vaksin AI aktif
konvensional tidak direkomendasikan. Vaksin AI inaktif konvensional hanya
boleh

diproduksi

dengan

menggunakan

seed

virus

low

pathogenic.

Vaksin harus bersifat imunogenik, dilihat dari respon pembentukan antibodi tinggi
dan

kemampuan

pertumbuhan

seed

virus

tinggi

pada

media

kultur

(Zarkasie 2010).
Vaksin konvensional homolog inaktif menggunakan subtipe virus AI
H5N1, yang cocok dengan virus lapang. Program vaksinasi dengan sistem
Differentiating Infection and Vaccinated Animal (DIVA) menggunakan protein
NS1 memiliki kelemahan karena hingga saat ini tidak ada virus AI H5N1
yang bersifat Low Pathogenic sehingga berbahaya pada proses produksi.
Kemungkinan adanya beberapa partikel virus yg masih aktif setelah proses
inaktivasi dapat menimbulkan infeksi atau wabah. Vaksin konvensional heterolog
menggunakan subtipe virus AI H5N2 dan H5N9. Pada vaksin konvensional
karena sifatnya Low Pathogenic sehingga tidak berbahaya pada proses produksi
vaksin dan dapat menghasilkan titer virus tinggi yang dibutuhkan dalam formulasi
vaksin inaktif. Program vaksinasi dengan Differentiating Infection and vaccinated
Animal
adalah

(DIVA)

menggunakan

antigenisitasnya

tidak

neuraminidase

sepenuhnya

cocok

(NA)

kelemahannya

dengan

virus

lapang

sehingga besar kemungkinan terbentuk mutant akibat tekanan imunologis
(antigenic drift). Vaksin rekombinan homolog terdiri dari DNA vaksin
menggunakan vektor plasmid, vaksin rekombinan aktif menggunakan vektor virus
lain dan vaksin reverse genetics inaktif.

10

Teknologi rekombinan dapat dibuat seed vaksinnya non patogen H5N1,
sehingga tidak berbahaya pada proses produksi vaksin dan dapat menghasilkan
titer virus tinggi yang dibutuhkan dalam formulasi vaksin inaktif (Zarkasie 2010).
Ig Y dan Fungsinya
Ayam

memiliki

sistem

pertahanan

cukup

berkembang,

sehingga sangat responsif terhadap antigen yang memaparnya. Sensitivitas tinggi
terhadap protein asing, sehingga dalam jumlah sedikit dapat memberikan respon
pembentukan antibodi (Wibawan et al. 2009). Keberadaan kelenjar Herderian
di nasotrakheal dan bursa Fabricius memungkinkan unggas sangat responsif
terhadap berbagai protein asing dan ayam mampu menginduksi titer IgY yang
tinggi dan bertahan lama pada telur (Gassmann et al. 1990). Imunoglobulin ayam
yang terbentuk dalam darah akibat paparan antigen mudah ditransfer ke dalam
kuning

telur

dan

dikenal

dengan

nama

IgY

(Yolk

Immunoglobulin)

(Poetri & Soejoedono 2006).
Imunoglobulin

Y

merupakan

molekul

imunoglobulin

utama

yang bersifat sistemik ditemukan juga pada duodenum, cairan trakhea maupun
plasma seminal. Imunoglobulin Y induk akan ditransfer secara vertikal
kepada anak-anaknya melalui telur dan titer IgY dalam darah dan kuning telur
tidak berbeda secara signifikan (Larsson et al. 1993). Transfer imunitas ini
melalui dua tahapan yaitu : IgY serum induk ditransfer ke kuning telur (analog
dengan transfer cross placental

pada mamalia), IgY dalam kuning telur

selanjutnya akan terserap pada saat embrio berkembang menjadi anak ayam.
Konsentrasi IgY pada kuning telur dilaporkan konstan selama pematangan oosit.
Pada oosit matang mengandung 10 – 20mg/ml kuning telur. Reseptor IgY
pada oosit berikatan dan memindahkan hampir seluruh populasi IgY dari serum
induk ke kuning telur. Jumlah populasi IgY yang dipindahkan tergantung
dari konsentrasinya dari serum induk dan tidak terjadi seleksi serta penghancuran
selama proses pemindahan (Suartini 2005). Terdapat perbedaan waktu 3 – 4 hari
saat pertama kali IgY ditemukan pada serum dengan IgY pada kuning telur
(Woolley et al. 1995).
Pada ayam telah diketahui keberadaan tiga kelas imunoglobulin analog
dengan

imunoglobulin

mamalia

yaitu

IgA,

IgM,

dan

IgY(IgG).

11

Narat (2003) melaporkan bahwa struktur IgY terdiri dari dua rantai berat dan dua
rantai ringan. Rantai berat memiliki satu daerah variabel dan empat daerah
konstan. Berat molekul masing-masing rantai adalah 67 - 70 kilo Dalton (kDa)
sedangkan rantai ringan 25 kDa. IgY mempunyai empat regio konstan yaitu Cv1 –
Cv4. Terdapat penambahan satu regio konstan sehingga berat molekul IgY
menjadi lebih besar 180 kDa. Selain itu ditemukan regio tambahan antara Cv1Cv2 dan Cv2 – Cv3 yang mengandung residu proline dan glisin (Gambar 1).
Regio tambahan ini menyebabkan fleksibilitas IgY terbatas (Narat 2003).

Gambar 2. Struktur IgY dan IgG
(Schade et al. 1991)
Karakter penting IgY yang tidak dimiliki oleh antibodi mamalia lain :
IgY lebih resisten terhadap pengaruh suhu dan pH, tidak berikatan dengan protein
A dan G. IgY juga tidak berikatan dengan faktor rheumatoid dalam darah,
tidak mengaktifkan faktor komplemen mamalia sehingga tidak merangsang
timbulnya efek samping.

12

IgY tidak berikatan dengan reseptor Fc pada permukaan sel, dan kemampuan
mengikat antibodi sekunder 3 hingga 5 kali lebih kuat (Poetri & Soejoedono
2006).
Ayam umumnya bertelur 5 – 6 butir per minggu dan tiap butir kuning telur
mempunyai volume 10 - 15 ml. Rata-rata tiap kuning telur mengandung 50 –
100 mg IgY, dengan kandungan antibodi spesifik berkisar 2% - 10%
(Wibawan et al. 2009). IgY murni tersebut dapat diaplikasikan secara parenteral
dalam pencegahan atau pengobatan melalui pengebalan pasif. Pada hewan,
pemanfaatan IgY pernah dilaporkan oleh Kermani-Arab et al. (2001), sebagai cara
pengebalan spesifik terhadap penyakit Marek, infeksi virus Rota dan virus
Distemper (Wibawan et al. 2010). Dilaporkan pula bahwa penyakit kolibasilosis
dan influenza pada unggas dapat dicegah dengan pemberian IgY spesifik secara
pasif. Selain itu IgY dapat dimanfaatkan untuk mencegah penyakit pernafasan
(Wibawan et al. 2009). Pemanfaatan IgY telur ayam berkhasiat anti virus flu
burung H5N1 sebagai bahan suplemen pangan atau nutricional food yang dapat
menetralkan virus flu burung H5N1 yang menginfeksi hewan coba telah
dilaporkan pula oleh Soejoedono (2008).
Penggunaan IgY spesifik selain bermanfaat bagi pengobatan atau terapi
juga dikembangkan untuk tujuan imunodiagnostik seperti pembuatan konjugat
Western Blot, ELISA dan reaksi imunopresipitasi. Di Indonesia sendiri
telah

dilakukan

beberapa

penelitian

mengenai

IgY,

diantaranya

sebagai anti tetanus oleh Suartha (2006), anti adhesin pada pembentukan biofilm
oleh Chismirina (2006) dan anti EPEC oleh Rawendra (2005) serta Mustopa
(2004). Ayam mampu memproduksi IgY anti S. mutans pada serum dan kuning
telur. Kemampuan IgY dalam menurunkan jumlah perlekatan bakteri S. mutans
menunjukan adanya peluang tentang penggunaan IgY dalam mengatasi masalah
karies gigi akibat serangan S. mutans

(Poetri & Soejoedono 2006).

Imunoglobulin Y yang diperoleh dari kuning telur ayam yang mengandung
anti Streptococcus mutans dapat dikembangkan menjadi sediaan farmasi modern
berbentuk obat hisap dan obat pasta gigi yang berkhasiat sebagai antiplaque
(Soejoedono 2007).

13

Ayam petelur berespon sangat baik terhadap antigen vaksin virus H5N1
yang disuntikan. Pembentukan antibodi spesifik terhadap H5N1 dalam serum,
telah dideteksi pada minggu pertama, dengan kisaran titer 22 - 24 setelah vaksinasi
pertama. Reaksi presipitasi antara IgY dalam serum dengan antigen virus H5N1
belum terbentuk jelas pada uji imunodifusi. Titer antibodi H5N1 dalam serum
meningkat dengan kisaran titer menjadi 27 - 29 setelah dilakukan penyuntikan
kedua (booster). IgY dalam kuning telur memiliki kemampuan netralisasi
terhadap virus AI H5N1 dan memiliki peluang yang cukup besar sebagai
imunoterapi

dalam

pencegahan

dan

pengobatan

penderita

flu

burung

(Wibawan et al. 2009). Titer antibodi AI maksimum dalam serum dan kuning
telur terdeteksi masing pada 14 dan 35 hari setelah dilakukan vaksinasi.
Telur mengandung antbodi tidak hanya melindungi terhadap ayam dari serangan
penyakit, tetapi juga mengurangi penularan virus AI, sehingga dapat mencegah
terjadinya wabah AI (Rahimi et al. 2007).
Teknik Diagnosa Avian Influenza (AI) pada Ayam
Uji Hemaglutination Inhibition (HI)
Uji serologi merupakan uji menggunakan serum darah yang mengandung
antibodi (Ab) dengan antigen (Ag) baik berupa virus, bakteri maupun benda
yang dianggap asing bagi tubuh. Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan
sel plasma akibat dari sel limfosit peka antigen. Antigen merupakan senyawa
yang

dapat

merangsang

pembentukan

antibodi.

Fungsi

uji

serologis

untuk kepentingan diagnosa terhadap penyakit yang melihat kandungan antibodi
dalam serum darah, penentuan jenis antigen baik virus, bakteri dan sebagainya
(Soejoedono & Murtini 2009).
Sebagian besar spesies ayam yang terpapar virus AI atau telah divaksinasi,
akan membentuk antibodi dalam serumnya sehingga bisa dideteksi keberadaannya
dengan hambatan aglutinasi (HI). Uji HI berguna untuk mengindikasikan adanya
paparan agen yang menggumpalkan darah dan identifikasi isolat baru.
Terdapat dua metode uji antibodi dengan HI yaitu menggunakan virus konstan
yang diencerkan dalam serum (metode β), sedangkan uji yang menggunakan

14

serum konstan dan virusnya diencerkan dikenal dengan metode α (Hitchner et al.
1975).
Serum Neutralization Test (SNT)
Uji netralisasi virus digunakan megukur titer antibodi secara kuantitatif
dan identifikasi virus yang tidak diketahui, dengan menggunakan antisera
yang sudah diketahui. Uji netralisasi terdiri dua tahap. Tahap pertama adalah virus
dengan titer tertentu direaksikan dengan serum pada beberapa titer tertentu
pada tabung uji. Campuran virus dan serum diinkubasikan bersama pada suhu
tertentu untuk jangka waktu tertentu. Tahap kedua, dilakukan pembiakan virusvirus yang tidak ternetralisasi ke sistem indikator (media biakan) media
penumbuh virus diinkubasikan dan diamati sehingga dapat diketahui adanya
netralisasi yang ditandai dengan tidak tumbuhnya virus pada sistem indikator.
Oleh karenanya diperlukan sistem indikator baik berupa hewan coba
maupun telur tertunas serta biakan jaringan yang bersifat Spesific Pathogen Free
(SPF) (Soejoedono & Murtini 2009).
Uji netralisasi metode β dilakukan dengan mengencerkan serum yang diuji
secara seri dan dicampurkan dengan virus standar titer tertentu. Keuntungan
teknik ini penggunaan serumnya relatif sedikit, dapat digunakan untuk menguji
virus dengan titer yang rendah dan menggambarkan secara signifikan perbedaan
netralisasi

antibodi

antara

serum

kondisi

akut

ataupun

baru

sembuh

penyakit tertentu. Penghitungan indek netralisasi metode β dengan menghitung
respon quantal, titik akhir 50% dari netralisasi dihitung menggunakan metode
Reed-Muench. Indek netralisasi mdihitung dari titik terakhir.
Metode α, pengenceran virus secara seri dicampur dengan serum standar
titer tertentu (ideal, serum tidak diencerkan). Campuran serum dengan virus
diinkubasi dan virus diencerkan kemudian diperiksa sisa virusnya. Penghitungan
sisa virus yang diperiksa dengan respon quantal, titik akhir dari masing-masing
serum dapat dihitung menggunakan metode Reed - Muench (Hichner 1975).

15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian

dibeberapa

lokasi

di

Fakultas

Kedokteran

Hewan,

Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ayam petelur dilakukan di kandang
hewan coba Laboratorium Kadang Terpadu. Pemeriksaan titer antibodi
dan uji serum netralisasi dari kuning telur dilaksanakan di Laboratorium Terpadu
Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
pada bulan Oktober 2011 – Maret 2012.
Desain Penelitian
Kemampuan netralisasi maternal antibodi yang terkandung dalam kuning
telur ayam terhadap virus AI isolat lapang dan menentukan titer antibodi
asal induk protektif terhadap infeksi virus AI diketahui dengan uji netralisasi
yang didesain melalui beberapa tahapan :
1. Pemeliharaan ayam petelur umur 22 minggu, pengambilan serum darah
sebelum dilakukan vaksinasi AI (VS, VC, VV, VM dan kontrol).
2. Vaksinasi dengan vaksin VS, VC, VV dan VM, dua minggu kemudian ayam
dari masing-masing kelompok diambil serumnya.
3. Deteksi menggunakan Uji HI pada serum ayam setelah 7 hari divaksin.
Antigen yang digunakan isolat Nagrak (2009) dan Lawang (2010).
Penggunaan kedua antigen tersebut berdasar adanya wabah didaerah Nagrak
tahun 2009 dan Lawang tahun 2010 pada beberapa breeding farm, yang telah
divaksinasi AI tetapi tetap terinfeksi virus AI.
4. Koleksi telur.
5. Pemisahan kuning telur dengan putih telur.
6. Pengujian HI pada kuning telur.
7. Pengujian SNT dari kuning telur dengan titer HI tinggi.

16

Kerangka Konsep

Hewan Coba @ 5 ekor
ayam petelur
divaksinasi dengan
Vaksin H5N1 yang
berbeda (VS, VC, VV,

VM dan kontrol)

Koleksi Kuning
Telur dari kelima
kelompok VS,
VC, VV, VM dan
kontrol

Pengujian HI
(Haemaglutinin Inhibitor Test)
Pengujian terhadap Antigen isolat
Nagrak (2009) dan Lawang (2010)

Titer Antibodi
Protektif AI
pada Kuning Telur

SNT (Serum Neutralisasi Test)
Pengujian terhadap Antigen isolat
Nagrak (2009) dan Lawang (2010)

17

Roadmap Penelitian

Koleksi Serum darah ayam petelur sebelum divaksinasi

Pengujian HI pada Serum Ayam petelur

Vaksinasi AI berdasarkan kelompok Ayam petelur
(VS, VC, VV dan VM)

Pengujian HI terhadap serum, yang telah di vaksinasi AI (setelah 7 hari),
Berdasarkan kelompok ayam petelur

Koleksi telur ayam, berdasarkan kelompok (VS, VC, VV, VM dan kontrol)

Pemisahan kuning telur, dan pemurnian kuning telur

Pengujian HI pada kuning telur yang sudah dimurnikan

Hasil titer tertinggi dari uji HI kuning telur, dilanjutkan uji SNT

18

Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan 25 ekor ayam petelur strain Isa Brown umur
22 minggu (siap bertelur). Ayam tersebut selanjutnya dibagi menjadi lima
kelompok, masing-masing terdiri dari lima ekor ayam. Kelompok pertama
tidak divaksinasi sebagai kelompok kontrol. Kelompok kedua divaksinasi
dengan vaksin AI H5N1 inaktif komersial dengan kode VS. Kelompok ketiga
divaksinasi dengan vaksin AI H5N1 inaktif komersial dengan kode VC.
Kelompok

keempat divaksinasi dengan vaksin AI H5N1 inaktif komersial

dengan kode VV, sedangkan kelompok kelima divaksinasi dengan vaksin AI
H5N1 inaktif komersial dengan kode VM.
Vaksin dan Antigen Virus AI H5N1
Vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah vaksin AI H5N1 inaktif
komersial yang diproduksi oleh produsen vaksin dalam negeri. Terdapat empat
jenis vaksin AI yang digunakan yaitu vaksin dengan kode VS, VC, VV dan VM.
Pada penelitian ini juga akan digunakan antigen AI H5N1 sebagai virus standar
pada uji penghambatan hemaglutinasi (HI). Hasil titrasi ayam sebelum divaksin
23,60. Setelah ayam petelur diistirahatkan selama 2 (dua) hari dilakukan
penyuntikan antigen AI dan vaksin yang semuanya dalam bentuk inaktif.
Jenis antigen AI H5N1 yang digunakan adalah antigen AI H5N1 isolat
A/Chicken/Nagrak/2009 dan A/Chicken/Lawang/2010 yang telah diinaktivasi.
Penyuntikan antigen Nagrak (2009), dosis 0,2 ml (1024 HAU) dan antigen
Lawang (2010), dosis 0,05 ml (104 HAU) masing-masing secara intra vena.
Vaksinasi dilakukan secara subkutan pada masing-masing kelompok ayam yang
divaksin. Dosis vaksinasi pada kelompok VS : 0,5ml per ekor, kelompok VM :
0,5 ml per ekor, kelompok VC : 0,3ml per ekor, sedangkan kelompok VV : 0,5ml
per ekor.
Vaksinasi Ayam Petelur
Ayam petelur umur 22 minggu yang akan digunakan, diperiksa terlebih
dahulu titer antibodinya terhadap AI H5 dengan uji HI menggunakan kedua jenis
antigen tersebut diatas. Hasil uji HI ini digunakan dasar menentukan vaksinasi

19

yang akan dilakukan. Vaksinasi dilakukan ketika hasil uji HI dari ayam
yang

akan digunakan titernya lebih rendah dari 22. Ayam yang titer antibodi

terhadap AI-nya rendah selanjutnya dibagi dalam lima kelompok seperti diuraikan
diatas.
Perlakuan vaksinasi secara subkutan pada masing-masing kelompok ayam
yang divaksin. Dosis vaksinasi pada kelompok VS : 0,5 ml per ekor,
kelompok VM : 0,5 ml per ekor, kelompok VC : 0,3ml per ekor, sedangkan
kelompok VV : 0,5ml per ekor. Vaksinasi dilakukan sebanyak dua kali dengan
interval satu bulan. Seminggu setelah vaksinasi kedua setiap tujuh hari ayam
diambil darahnya, diperiksa titer antibodinya terhadap AI H5 dengan uji HI
menggunakan kedua jenis antigen. Pada saat titer antibodinya minimum 27 maka
telurnya mulai dikumpulkan setiap hari.
Pengumpulan Antibodi Asal Induk dari Kuning Telur
Telur dari induk yang telah divaksin dikumpulkan dan diperiksa antibodi
dalam

kuning telur terhadap AI H5. Kuning telur yang telah mengandung

antibodi terhadap AI dengan titer diatas 25 selanjutnya dikumpulkan berdasarkan
kelompok dan hari pemanenan. Kuning telur tersebut dimasukan ke tabung mikro
(microtube) dan disimpan pada suhu -20oC sampai saat akan digunakan.
Koleksi kuning telur dalam microtube diencerkan menggunakan PBS pH 7,4
perbandingan 1:1 (Soejoedono & Murtini 2009). Suspensi kuning telur di-vortex
sampai homogen. Supernatan dari suspensi kuning telur tersebut selanjutnya
diuji titer antibodinya terhadap AI H5.
Uji Hemaglutinasi (HA) Mikrotitrasi
Virus yang akan digunakan sebagai standar ditentukan titernya
atau dititrasi menggunakan uji HA. Virus AI H5 yang digunakan sebagai virus
standar

pengujian

adalah

isolat

Nagrak

(2009)

dan

Lawang

(2010)

yang merupakan isolat lapang. Prosedur HA (OIE 2004) sebagai berikut :


Sebanyak 25 µl PBS menggunakan mikropipet dimasukan ke dalam baris A
hingga F pada kolom 2 sampai 12.



Virus AI sebanyak 50 µl dimasukan ke dalam sumur A1 hingga E1.

20



25 µl virus AI dipindahkan dari sumur AI hingga E1 ke dalam sumur A2
sampai E2 dan dihomogenkan.



PBS sebanyak 25 µl ke dalam sumur B2 dan dihomogenkan kemudian
diambil sebanya 25 µl sehingga diperoleh pengenceran sepertiga.



Selanjutnya ke dalam sumur C2 diambahkan PBS 75 µl, dihomogenkan
kemudian diambil sebanya 75 µl sehingga diperoleh pengenceran seperlima,



Ke dalam sumur D2 ditambahkan PBS 125 µl dimasukan dan dihomogenkan,
dan diambil 125 µl sehingga diperoleh pengenceran sepertujuh.



Ke dalam sumur E2 ditambahkan PBS 175 µl dan dihomogenkan, diambil
175 µl sehingga diperoleh pengenceran sepersembilan.



Selanjutnya campuran pada sumur A2 hingga E2 diambil 25 µl ke dalam
kolom A3 sampai E3, kemudian dihomogenkan demikian seterusnya
dipindahan dari A3 sampai E3 ke sumur A4 sampai E4. langkah tersebut
hingga kolom A12 hingga E12. Setelah dihomogenkan kolom A12
hingga E12, diambil 25 µl dibuang.



Ke semua sumur ditambahkan 25 µl PBS pada setiap sumur



Selanjutnya kesemua sumur di tambahkan suspensi sel darah merah 1%
sebanyak 25 µl.



Campuran dalam plate dihomogenkan selama 10 detik menggunakan plate
shaker.



Plate diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4°C.
Titer HA dibaca berdasarkan pengenceran tertinggi yang memberikan

agglutinasi sempurna. Berdasarkan titer yang diperoleh virus stok yang dititrasi
diencerkan menjadi 4 HAU yang selanjutnya digunakan pada uji penghambatan
agglutinasi (Uji HI).

21

Pemeriksaan Antibodi Anti AI H5 dengan Uji Penghambatan Aglutinasi
(Heamagglutination Inhibition Test / HI Test)
Penentuan titer antibodi anti AI H5 pada serum ayam petelur maupun
kuning telur dilakukan dengan uji HI menurut metode OIE (2004).
Uji HI ini menggunakan dua jenis antigen seperti yang tersaji pada Tabel 1.
Pengujian serum ayam dan kuning telur dilakukan sebagai berikut :


Sumur 1 – 12 dari microplate V bottom diisi dengan PBS. steril masingmasing 25 µl menggunakan mikropipet kapasitas 200 µl.



Sebanyak 25 µl serum atau kuning telur yang akan diuji dan masukkan
kedalam sumur pertama dan dihomogenkan. Campuran 25 µl serum/kuning
telur sumur pertama dipindahkan ke sumur kedua kemudian dihomogenkan,
seterusnya sampai sumur ke-12. Sumur ke-12 diambil 25 µl dan dibuang.



Masing-masing sumur ditambahkan suspensi virus standar (4 HAU) 25 µl.
Microplate dihomogenkan menggunakan plate shaker selama 10 detik
dan diinkubasikan pada suhu 40C selama 60 menit.



Plate yang telah diinkubasi kemudian diisi 25 µl suspensi sel darah merah
1 % ke seluruh sumur.