Evaluation of Coastal Area Suitability for Groupers (Family Serranidae) Mariculture Development in Pongok Island, Bangka Selatan Regency

EVALUASI KESESUAIAN KAWASAN UNTUK
PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAPU (FAMILI
SERRANIDAE) DI PERAIRAN PULAU PONGOK
KABUPATEN BANGKA SELATAN

SUDIRMAN ADIBRATA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Evaluasi
Kesesuaian Kawasan Untuk Pengembangan Budidaya Kerapu (Famili
Serranidae) Di Perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan” adalah
karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

Sudirman Adibrata
NRP. C252090051

ABSTRACT

SUDIRMAN ADIBRATA. Evaluation of Coastal Area Suitability for Groupers
(Family Serranidae) Mariculture Development in Pongok Island, Bangka Selatan
Regency. Under direction of M. MUKHLIS KAMAL, FREDINAN
YULIANDA, and ASIKIN DJAMALI.
The suitability of areas for groupers (Family Serranidae) mariculture with
the floating net cage (FCG) system in the waters of the Pongok Island of Bangka
Selatan Regency is based on biotechnics aspect or environmental parameters. The
commodities that can be cultured are groupers namely of Polkadot cod
(Plectropomus areolatus), Flowery cod (Epinephelus fuscoguttatus), Mud grouper
(Epinephelus suillus), and Queensland grouper (Ephinephelus lanceolatus), and
Barramundi cod (Cromileptes altivelis). The suitable area for groupers mariculture

with FCG system is approximately 3,474.66 ha. The carrying capacity of Pongok
Island waters with 3,474.66 ha area suitable for groupers with FCG system is as
many as 1,670 community groups of FCG, equivalent to 16,700 FCG units or a
maximum can support as many as 16,700 head of the family or the equivalent of
66,800 FCG holes. The calculation on mariculture with the FCG system for
groupers (Famili Serranidae) based on economic analysis of R/C, PP, BEP, NPV,
Net B/C, and IRR as feasible to be developed and can be an alternative livelihood
for local community. The strategies of groupers mariculture management need to
be taken are determine and arrange the location of culture, the implementation of
the model of community groups, infrastructure development, the establishment of
institutional systems, and government policy related to grouper area of culture.
Key words : mariculture, area, groupers, carrying capacity, economic analysis

RINGKASAN
SUDIRMAN ADIBRATA. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Untuk Pengembangan
Budidaya Kerapu (Famili Serranidae) Di Perairan Pulau Pongok Kabupaten
Bangka Selatan. Dibimbing oleh M. MUKHLIS KAMAL, FREDINAN
YULIANDA, dan ASIKIN DJAMALI.
Pengembangan budidaya laut diharapkan mampu menjawab isu penting
seperti ketahanan pangan, perikanan yang bertanggung jawab, perdagangan global

serta daya saing sehingga menimbulkan peluang pasar bagi produk budidaya laut
dari daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Salah satu upaya budidaya
laut di Kabupaten Bangka Selatan yaitu budidaya kerapu (Famili Serranidae)
sehingga perlu kajian kesesuaian kawasan dalam pengembangan budidaya ini.
Oleh karena itu, budidaya kerapu tidak boleh menimbulkan degradasi lingkungan
sehingga input data harus mencakup aspek ekologis, ekonomis dan sosial.
Kesesuaian kawasan untuk budidaya kerapu sistem keramba jaring apung (KJA)
di perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan adalah berdasarkan aspek
bioteknis dengan mempertimbangkan parameter lingkungan seperti
keterlindungan, kecepatan arus, kedalaman, substrat, kecerahan, salinitas, suhu,
oksigen terlarut (DO), dan pH. Komoditas ikan kerapu yang dapat dibudidayakan
berupa pembesaran kerapu sunuk (Plectropomus areolatus; Polkadot cod), kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus; Flowery cod), kerapu lumpur (Epinephelus
suillus; Mud grouper), dan Kerapu katarap (Ephinephelus lanceolatus;
Queensland grouper) yang bibitnya diperoleh dari alam. Bibit yang sudah dapat
diperbanyak di hatchery yaitu jenis ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis;
Barramundi cod) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Ikan karang lain
yang tertangkap oleh alat tangkap bubu diantaranya ikan napoleon (Cheilinus
undulatus; Double-headed maori wrasse) yang dapat dipelihara dalam keramba
tetapi tidak untuk diperjualbelikan.

Evaluasi kesesuaian kawasan diperoleh dengan luas kawasan yang sesuai
(kelas S1 = Sangat sesuai dan S2 = Cukup sesuai) untuk budidaya ikan kerapu
sistem KJA di perairan Pulau Pongok sebesar 3.474,66 ha. Khusus pada KJA
eksisting di perairan Pulau Pongok termasuk ke dalam kelas Cukup sesuai (S2),
faktor pembatas utama berupa parameter kedalaman, DO, dan kecepatan arus.
Usaha tetap berjalan karena sudah mempertimbangkan faktor manajemen usaha
seperti faktor lokasi usaha yang dekat, keamanan, dan transportasi yang relatif
mudah. Daya dukung lingkungan perairan Pulau Pongok dengan 3.474,66 ha
kawasan yang sesuai untuk budidaya kerapu sistem KJA adalah sebanyak 1.670
kelompok masyarakat atau setara dengan 16.700 unit KJA atau maksimum dapat
menghidupi pembudidaya ikan kerapu sebanyak 16.700 kepala keluarga atau
setara dengan 66.800 lobang KJA. Rekomendasi dari penelitian ini berupa
kebijakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bangka Selatan untuk mendorong
budidaya kerapu dengan memilih spot-spot yang paling memungkinkan misalnya
hanya mengambil 347,47 ha (10% dari kawasan yang sesuai). Hal ini diambil
karena mempertimbangkan alokasi ruang untuk kegiatan lainnya seperti wisata
selam, memancing, kawasan perlindungan laut, dan sebagainya. Lokasi yang

direkomendasikan untuk budidaya kerapu yaitu pada spot lokasi bagian Barat,
Barat Laut, Timur Laut, dan Tenggara dari perairan Pulau Pongok.

Berdasarkan konsep ini, sebaiknya penangkapan ikan kerapu sunuk dari
alam dapat tetap dilanjutkan namun harus dikontrol jangan sampai over
eksploitasi. Kebutuhan pakan, selain dari ikan rucah maka harus dipertimbangkan
dengan pakan buatan agar stok ikan rucah di alam tetap berkelanjutan.
Perhitungan terhadap usaha budidaya kerapu sistem KJA eksisting di perairan
Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan menunjukan bahwa nilai R/C 1,03; PP
3,54 tahun; NPV Rp 41.110.473,00; Net B/C 1,20; dan IRR 21% serta
perhitungan simulasi untuk budidaya kerapu (Famili Serranidae) seperti kerapu
sunuk (Plectropomus areolatus), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), dan
kerapu tikus (Cromileptes altivelis) menunjukan bahwa nilai R/C, PP, BEP, NPV,
Net B/C, dan IRR dinyatakan layak untuk dikembangkan dan dapat menjadi
alternatif usaha masyarakat. Perhitungan budidaya kerapu untuk 4 lobang
keramba dapat menjadi usaha untuk 1 kepala keluarga. Berdasarkan gambaran di
atas, alternatif usaha ini akan memberikan multiflier effect terhadap kegiatan
lainnya dan dapat memberikan konstribusi terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat pesisir di Kabupaten Bangka Selatan. Strategi pengelolaan budidaya
kerapu perlu ditempuh seperti penentuan dan penataan lokasi budidaya,
implementasi model berbentuk kelompok masyarakat, pembangunan infrastruktur,
pembentukan sistem kelembagaan, dan kebijakan pemerintah daerah terkait
budidaya kerapu.

Kata kunci: budidaya, kawasan, kerapu, daya dukung, analisis ekonomi

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

EVALUASI KESESUAIAN KAWASAN UNTUK
PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAPU (FAMILI
SERRANIDAE) DI PERAIRAN PULAU PONGOK
KABUPATEN BANGKA SELATAN

SUDIRMAN ADIBRATA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si

Judul Penelitian

: Evaluasi Kesesuaian Kawasan Untuk Pengembangan
Budidaya Kerapu (Famili Serranidae) Di Perairan Pulau
Pongok Kabupaten Bangka Selatan

Nama


: Sudirman Adibrata

NRP

: C252090051

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc
Anggota

Prof (R). Dr. Ir. Asikin Djamali

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal ujian : 6 Februari 2012

Tanggal lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas berkat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ”Evaluasi
Kesesuaian Kawasan Untuk Pengembangan Budidaya Kerapu (Famili Serranidae)

Di Perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan”.
Tesis ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai
kesesuaian kawasan, daya dukung lingkungan, perhitungan ekonomi, dan strategi
pengembangan budidaya kerapu. Informasi dalam tesis ini dapat menjadi
pertimbangan dan memberikan manfaat dalam melaksanakan proses
pembangunan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten
Bangka Selatan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna untuk menjadi
rujukan dalam pelaksanaan penelitian, sehingga perlu adanya perbaikan dan
pengembangan baik dalam bentuk teoritis dan metodologis. Saran dan kritik
sangat diharapkan untuk penyempurnaan penelitian ini. Semoga tesis ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi penulis secara khusus dan
masyarakat pada umumnya.

Bogor, Februari 2012
Sudirman Adibrata

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah mendukung dalam penyelesaian penelitian ini.
1. Istri tercinta Siti Fatimah, Am.Keb, S.Sit, Ibunda Enok Nurhayati, Ua

Dodo Soemarno, Umi dan Bapak H. Ali Aman yang selalu mendukung
penulis untuk terus semangat dan belajar memberi manfaat dalam menjalani
hidup ini.
2. Bapak Rektor Universitas Bangka Belitung dan civitas akademika yang
telah memberi kesempatan tugas belajar sampai selesai.
3. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir.
Fredinan Yulianda, M.Sc dan Prof (R). Dr. Ir. Asikin Djamali selaku
anggota pembimbing yang telah memberikan nasehat, bimbingan, pengarahan
dan penjelasan yang sangat penulis butuhkan dalam penyelesaian tesis ini.
4. Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku dosen penguji luar komisi atas saran
dan masukan yang sangat berharga demi perbaikan tesis ini.
5. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi, seluruh
staf dosen dan staf sekretariat Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
atas segala arahan, transfer ilmu pengetahuan, bantuan dan kerjasama yang
baik selama studi.
6. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan, Dinas Kelautan
dan Perikanan Propinsi Bangka Belitung, terutama Bapak Soegianto, S.Pi,
MM yang telah memfasilitasi kelancaran penelitian ini.
7. Keluarga besar Bapak Hendri di Pulau Pongok yang telah memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk mengetahui langsung tentang budidaya
kerapu pada keramba jaring apung di Pulau Pongok beserta fasilitas yang
diberikan selama di lapangan.
8. Keluarga besar Bapak Ilyas di Pulau Celagen yang telah mendampingi
peneliti selama survey lapangan dan bertukar fikiran tentang agama dan
kehidupan.
9. Teman-teman Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
angkatan 16 tahun 2009 Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (Fery
Kurniawan, Moch. Idham Shilman, Al Azhar, Syultje M. Latukolan, Ita
Karlina, James Walalangi, Rieke Kusuma Dewi, Moch. Sayuti Djau,
Mohamad Akbar, Suryo Kusumo, RM. Puji Rahardjo, Dewi Dwi
Puspitasari Sutedjo, Andi Chodijah, Yofi Mayalanda, Destilawaty dan
Aldino Akbar) terima kasih banyak atas saran, kritik dan dorongan selama
menempuh belajar bersama.
10. Rekan-rekan seperjuangan di IPB dari Universitas Bangka Belitung (Aldino
Akbar, Heru, Robin, Deny Syaputra, Eva Prasetiono, dan Arief
Febrianto) yang selalu semangat dalam bertukar fikiran demi memajukan
wawasan kita.
11. Semua Pihak yang tidak mungkin disebutkan, yang telah membantu dan
memberikan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 6 Januari 1976 dari ayah
Zenal Abidin (Alm) dan ibu Enok Nurhayati. Penulis merupakan anak ke empat
dari sembilan bersaudara.
Pendidikan penulis diselesaikan di SDN Sukajadi II Cisayong tahun 1989,
SMPN 1 Cisayong tahun 1992, SMAN 1 Indihiang Tasikmalaya tahun 1995 dan
mendapatkan gelar Sarjana Kelautan dari Universitas Hasanuddin tahun 2000.
Setelah lulus kuliah, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia sampai sekarang. Penulis pernah bekerja di kantor
konsultan manajemen di Jakarta pada tahun 2003 sampai dengan 2006. Pada
tahun 2006 penulis bergabung dengan Universitas Bangka Belitung sebagai staf
pengajar Prodi Perikanan sampai sekarang. Pada tahun 2009 penulis
berkesempatan meneruskan studi magister di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, dan
berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2012.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xxiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xxv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

xxvii

1.

PENDAHULUAN ................................................................................
1.1. Latar Belakang ...............................................................................
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
1.3.1. Tujuan ..................................................................................
1.3.2. Manfaat ................................................................................
1.4. Kerangka Pendekatan Studi ............................................................

1
1
2
3
3
3
3

2.

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
2.1. Sumberdaya Pulau Kecil ................................................................
2.2. Ikan Karang Ekonomis ..................................................................
2.3. Akuakultur Biota Laut ...................................................................
2.4. Ikan Kerapu dan Syarat Hidupnya .................................................
2.5. Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Kesesuaian Kawasan ........
2.6. Daya Dukung Lingkungan .............................................................
2.7. Analisis Ekonomi ...........................................................................
2.8. Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir ............................................

5
5
6
8
10
14
16
19
21

3.

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
3.2. Peralatan Penelitian ........................................................................
3.3. Pendekatan dan Metodologi ...........................................................
3.3.1. Pendekatan ...........................................................................
3.3.2. Metodologi ...........................................................................
3.4. Analisis Data ..................................................................................
3.4.1. Analisis Kesesuaian Kawasan ..............................................
3.4.2. Analisis Daya Dukung Lingkungan .....................................
3.4.3. Analisis Ekonomi .................................................................

23
23
23
24
24
25
27
27
29
32

4.

GAMBARAN UMUM WILAYAH ......................................................
4.1. Kondisi Geografis ..........................................................................
4.2. Keadaaan Iklim ..............................................................................
4.3. Kondisi Tanah dan Hidrologi ........................................................
4.4. Kondisi Kependudukan dan Sosial Ekonomi .................................
4.5. Kegiatan Perikanan ........................................................................
4.6. PDRB Kabupaten Bangka Selatan .................................................
4.7. Kondisi Ekosistem .........................................................................
4.7.1. Kondisi Ekosistem Mangrove ..............................................
4.7.2. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang ...................................
4.7.3. Kondisi Ekosistem Padang Lamun ......................................

37
37
37
38
40
42
46
47
47
48
49

5.

HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

51

xxi

xxii

5.1. Kondisi Parameter Lingkungan .....................................................
5.1.1. Karakteristik Bathimetri ......................................................
5.1.2. Pasang Surut ........................................................................
5.1.3. Suhu .....................................................................................
5.1.4. Salinitas ................................................................................
5.1.5. Kecerahan ............................................................................
5.1.6. Arus Perairan .......................................................................
5.1.7. Keterlindungan .....................................................................
5.1.8. pH .........................................................................................
5.1.9. DO ........................................................................................
5.1.10. Substrat Perairan ................................................................
5.2. Kesesuaian Kawasan untuk KJA ....................................................
5.3. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan ...........................................
5.3.1. Pendekatan Baku Mutu Lingkungan .....................................
5.3.1.1. Ammonia (NH3-N) ..................................................
5.3.1.2. Nitrat (NO3-N) ..........................................................
5.3.1.3. Nitrit (NO2-N) ..........................................................
5.3.1.4. Ortophosphat (PO4) ...................................................
5.3.1.5. Timbal (Pb) ..............................................................
5.3.1.6. Timbal (Pb) pada Ikan Kerapu ..................................
5.3.2. Pendekatan Fisik Kawasan ..................................................
5.4. Tata Niaga Ikan Kerapu (Famili Serranidae) di Pulau Pongok ......
5.4.1. Nelayan Bubu ......................................................................
5.4.2. Pengusaha KJA ....................................................................
5.4.2.1. Sarana Prasarana Budidaya Kerapu ..........................
5.4.2.2. Tenaga Kerja ............................................................
5.4.2.3. Penanganan Bibit Kerapu .......................................
5.4.2.4. Penanganan Pakan ...................................................
5.4.2.5. Hama dan Penyakit Pada Ikan Kerapu ......................
5.4.2.6. Masa Panen Kerapu ..................................................
5.4.3. Eksportir Ikan Kerapu ...........................................................
5.5. Kelayakan Ekonomi .......................................................................
5.5.1. Kerapu Sunuk dengan 64 Lobang KJA .................................
5.5.2. Perbandingan Usaha Kerapu dengan 4 Lobang KJA ............
5.6. Strategi Pengembangan Budidaya Kerapu ......................................
5.6.1. Penentuan dan Penataan Lokasi Budidaya Kerapu .............
5.6.2. Implementasi Model Pengelolaan Berbasis Pokmas ….……
5.6.3. Pembangunan Infrastruktur ...................................................
5.6.4. Pembentukan Sistem Kelembagaan ......................................
5.6.5. Kebijakan Pemerintah dalam Budidaya Kerapu ...................

51
51
52
54
55
57
57
59
61
61
62
64
67
67
68
69
70
71
71
72
73
74
75
77
78
79
79
80
80
81
81
82
83
85
89
90
91
94
95
96

KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
6.1. Kesimpulan ....................................................................................
6.2. Saran ..............................................................................................

97
97
97

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

99

LAMPIRAN .................................................................................................

105

6.

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Daftar Harga Kerapu Kualitas Super (500 – 1.000 g/ekor) ……..…. 13
Tabel 2. Tahapan Kegiatan Penelitian ………………………………………..

23

Tabel 3. Parameter, Metode dan Alat Pengukuran …………………….……..

26

Tabel 4. Parameter Lingkungan dengan Bobot dan Skor ……..……………...

28

Tabel 5. Kelas Kesesuaian dari Parameter Lingkungan ……………………...

28

Tabel 6. Jumlah Curah Hujan Tahun 2009 …………………………………...

38

Tabel 7. Jumlah Curah Hujan Bulan Februari dan Maret Tahun 2011 ….…...

38

Tabel 8. Jumlah Penduduk di Kabupaten Bangka Selatan ……………….…..

40

Tabel 9. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin …..

41

Tabel 10. Jumlah Penduduk di Kecamatan Lepar Pongok …………………...

41

Tabel 11. Produksi Perikanan Tahun 2004-2007 Kabupaten Bangka Selatan .

43

Tabel 12. Produksi Perikanan di Kabupaten Bangka Selatan ………………...

44

Tabel 13. Jumlah Nelayan di Kabupaten Bangka Selatan ……………….…...

45

Tabel 14. Sarana Kapal Nelayan di Kabupaten Bangka Selatan ……………..

45

Tabel 15. Luas Arahan Kesesuaian Kawasan ………………………………...

65

Tabel 16. Parameter Kimia untuk Biota Laut ………………………………...

67

Tabel 17. Parameter Kimia di Kabupaten Bangka Selatan Agustus 2006 …… 68
Tabel 18. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kerapu ……………………...

xxiii

83

xxiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar. 1. Bagan Alir Kegiatan Penelitian ………………………………….. 4
Gambar. 2. Peta Lokasi Penelitian Pulau Pongok ………………………..…..

24

Gambar. 3. Desain 10 Unit KJA …………………...……………………..…..

30

Gambar. 4. Desain Satu Kelompok Masyarakat Pembudidaya …………..…..

31

Gambar. 5. Peta Stasiun Pengamatan Perairan ……………………….…..…..

53

Gambar. 6. Peta Kedalaman Perairan …………………..…………….…..…..

53

Gambar. 7. Grafik Pasang Surut di Kabupaten Bangka Selatan ………….…..

54

Gambar. 8. Peta Suhu Perairan …………………………………………….…. 56
Gambar. 9. Peta Salinitas Perairan ………….………………………………... 56
Gambar. 10. Peta Kecerahan Perairan …………………………………….….. 58
Gambar. 11. Peta Kecepatan Arus Perairan ……………………………….…. 58
Gambar. 12. Peta Keterlindungan Perairan ……………………………….….. 60
Gambar. 13. Peta pH Perairan …………………………………………….….. 60
Gambar. 14. Peta Oksigen Terlarut Perairan ………………………..…….….. 63
Gambar. 15. Peta Sebaran Substrat Perairan …………………………..….….. 63
Gambar. 16. Peta Kesesuaian KJA Perairan ………………………...…….….. 66
Gambar. 17. Tata Niaga Komoditas Ikan Kerapu di Pulau Pongok ………..... 74
Gambar. 18. Penjualan Kerapu Kerapu selama 12 Bulan …………..….…….. 75
Gambar. 19. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Selatan .. 91

xxv

xxvi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Koordinat Stasiun Pengamatan …………….………………….... 105
Lampiran 2. Data Parameter Lingkungan …………………………….…….... 106
Lampiran 3. Data Nelayan Bubu di Pulau Pongok ……………………...….... 107
Lampiran 4. Data Nelayan Bagan, Nelayan Pancing, Nelayan Jaring, dan
Pembudidaya Kerapu …………………………………...…….... 108
Lampiran 5. Perhitungan Daya Dukung Kawasan ………………………….... 109
Lampiran 6. Contoh Data Pembelian Kerapu dari Nelayan Bubu ………….... 110
Lampiran 7. Data Pembelian Kerapu dalam 1 Tahun …………...………….... 111
Lampiran 8. Jumlah Ikan Budidaya Kerapu (dalam ekor) ………………....... 112
Lampiran 9. Jumlah Penjualan Budidaya Kerapu …………………….………. 113
Lampiran 10. Perhitungan KJA di Pulau Pongok (64 lobang KJA efektif) ..... 114
Lampiran 11. Penyusutan Investasi Budidaya Kerapu (64 lobang KJA efektif) 115
Lampiran 12. Cash Flow Budidaya Kerapu (64 lobang KJA efektif) ……...... 116
Lampiran 13. Perhitungan KJA Kerapu Sunuk di Pulau Pongok (4 lobang
KJA) ………………………………………………………….. 117
Lampiran 14. Penyusutan Investasi Budidaya Kerapu Sunuk, Kerapu macan,
dan Kerapu Tikus (4 lobang KJA) ………………………........ 118
Lampiran 15. Cash Flow Budidaya Kerapu Sunuk (4 lobang KJA) ……........ 119
Lampiran 16. Perhitungan KJA Kerapu Macan di Pulau Pongok (4 lobang
KJA) ………………………………………………………....... 120
Lampiran 17. Cash Flow Budidaya Kerapu Macan (4 lobang KJA) ……….... 121
Lampiran 18. Perhitungan KJA Kerapu Tikus di Pulau Pongok (4 lobang
KJA) ………………………………………………………....... 122
Lampiran 19. Cash Flow Budidaya Kerapu Tikus (4 lobang KJA) ………...... 123
Lampiran 20. Hasil Analisis Air Laut di Laboratorium ……..……………...... 124
Lampiran 21. Hasil Analisis Ikan Kerapu di Laboratorium ………………….. 130
Lampiran 22. Panduan Pertanyaan Wawancara kepada Nelayan …………..... 132
Lampiran 23. Panduan Pertanyaan Wawancara Kepada Pemerintah Daerah ... 135
Lampiran 24. Foto Survey Lapangan ……………………………...……......... 136
Lampiran 25. Jenis-jenis Ikan Kerapu di Kabupaten Bangka Selatan ……….. 138

xxvii

1

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Wilayah pesisir memegang peranan yang sangat penting bagi pembangunan
di Indonesia seperti menyediakan sumber protein hewani, kawasan pertambangan
dan industri, transportasi dan pelabuhan, agribisnis perikanan, pariwisata serta
kawasan pemukiman. Untuk mendukung pengelolaan wilayah pesisir khususnya
perikanan maka perlu adanya keseimbangan antara pemanfaatan perikanan
tangkap dengan budidaya laut dalam menyediakan sumber protein hewani agar
dapat berkelanjutan. Dalam hal budidaya laut ini sebaiknya didahului kajian yang
mendalam tentang peruntukan suatu kawasan yang disepakati bersama agar
mampu mengakomodasi

semua rencana kegiatan

budidaya

yang akan

dikembangkan. Pemanfaatan kawasan wilayah pesisir yang tidak terkontrol akan
mengakibatkan tumpang tindihnya kegiatan pada ruang tertentu dan dapat
menimbulkan masalah di kemudian hari sehingga penentuan kesesuaian kawasan
untuk budidaya laut mampu bersinergi dengan pengelolaan perikanan tangkap
agar rencana pengelolaannya dapat saling mendukung, berkelanjutan dan
memberikan dampak positif dalam pengembangan dan pembangunan daerah.
Pengembangan budidaya laut diharapkan mampu menjawab isu penting
seperti ketahanan pangan, perikanan yang bertanggung jawab, perdagangan global
serta daya saing sehingga menimbulkan peluang pasar bagi produk budidaya laut
dari daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Oleh karena itu,
pengembangan perikanan ini tidak boleh menimbulkan degradasi lingkungan
sehingga input data harus mencakup aspek ekologis, ekonomis dan sosial.
Tekanan terhadap sumberdaya perikanan tangkap di Propinsi Bangka
Belitung khususnya Kabupaten Bangka Selatan saat ini mulai mengkhawatirkan,
terlihat dengan adanya trend penurunan jumlah tangkapan ikan terhadap
peningkatan jumlah nelayan. Hal ini memacu pengambil kebijakan untuk mulai
melirik sektor budidaya laut. Salah satu upaya budidaya laut yang dapat
dikembangkan adalah usaha budidaya kerapu, baik berupa penangkapan dari alam
dan dibesarkan dalam keramba jaring apung (KJA) ataupun pembesaran yang
bibitnya dari hatchery. Keberadaan teluk dan pulau-pulau kecil yang berkarang di

2

Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan sangat baik untuk kegiatan
budidaya laut karena secara umum posisinya relatif terlindung dari gelombang
dan angin kencang serta diapit oleh Pulau Bangka dan Pulau Belitung sehingga
menjadi kawasan yang potensial untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA.
Kendala yang dihadapi adalah belum tersedianya data dan informasi yang
memadai mengenai lokasi yang sesuai untuk komoditas yang akan dibudidayakan
serta pengetahuan masyarakat mengenai manajemen usaha budidaya ikan kerapu.
Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan yang memiliki luas 261,98
km2 berpenduduk 12.701 jiwa (BPS dan BPPPMD Kabupaten Bangka Selatan
2010), penduduknya dominan bermata pencaharian sebagai nelayan sehingga
kajian mengenai kesesuaian kawasan dan manajemen usaha untuk mendukung
pengelolaan sumberdaya perikanan menjadi penting.
1.2. Perumusan Masalah
Penduduk di Kecamatan Lepar Pongok dominan

bermata pencaharian

sebagai nelayan, baik yang bekerja sendiri maupun bekerja pada orang lain
sebagai anak buah kapal. Namun demikian ada pula yang merintis usaha
pembesaran (penangkaran) ikan kerapu (Famili Serranidae) pada KJA. Besarnya
ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hayati laut menyebabkan upaya
pemanfaatan terhadap sumberdaya tersebut dikhawatirkan secara berlebihan. Hal
ini dapat terjadi karena dengan adanya pertambahan penduduk maka akan
meningkatkan upaya untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Untuk mengurangi laju
kerusakan sumberdaya perikanan laut ini maka diperlukan alternatif usaha
diantaranya pembesaran ikan kerapu. Fakta menunjukan harga ikan kerapu yang
hidup jauh lebih tinggi daripada harga ikan kerapu yang sudah mati. Berdasarkan
hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
a. Berapa luas lokasi yang sesuai untuk budidaya kerapu di sekitar perairan
Pulau Pongok?
b. Berapa banyak unit KJA yang dapat dibuat sesuai daya dukung lingkungan
serta bagaimana strategi pengembangan usaha budidaya kerapu tersebut
supaya lancar?
c. Apakah perhitungan usaha budidaya kerapu dengan keramba jaring apung
menguntungkan?

3

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1)

Mengevaluasi kesesuaian kawasan, daya dukung budidaya kerapu (Famili
Serranidae) berdasarkan beberapa parameter lingkungan dan analisis
ekonomi.

2)

Menyusun strategi pengembangan budidaya kerapu (Famili Serranidae).

1.3.2. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1)

Memberikan rekomendasi kepada pihak birokrasi mengenai kawasan yang
potensial untuk pengelolaan budidaya kerapu dengan keramba jaring apung.

2)

Memberikan informasi kepada calon investor termasuk masyarakat pesisir
dalam hal gambaran biaya dan manfaat berdasarkan analisis ekonomi serta
strategi pengelolaan budidaya kerapu dengan keramba jaring apung.

1.4. Kerangka Pendekatan Studi
Dalam merencanakan suatu kegiatan usaha budidaya kerapu (Famili
Serranidae), perlu mencari kawasan yang sesuai dengan kondisi lingkungan
organisme yang akan dibudidayakan. Budidaya ikan kerapu sistem KJA di
perairan Pulau Pongok harus diletakan pada kawasan yang sesuai agar mendapat
keuntungan yang optimal. Pemilihan lokasi yang sesuai untuk budidaya ikan
kerapu sistem KJA dilakukan secara spasial dengan pendekatan Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang mengacu pada aspek bioteknis yaitu parameter-parameter
lingkungan. Pengelolaan budidaya kerapu ini harus memperhitungkan mengenai
daya dukung lingkungan yang dalam hal ini dilakukan dengan pendekatan kriteria
baku mutu berdasarkan KepmenLH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut
untuk biota laut serta pendekatan fisik kawasan atau daya dukung kawasan
sehingga dapat diketahui berapa banyak beban yang dapat ditampung untuk
kegiatan budidaya kerapu tanpa menimbulkan pencemaran. Hal lainnya yang
penting diketahui adalah jalan keluar atau strategi pengelolaan yang terencana
dalam aplikasi budidaya kerapu ini.

4

Bagan alir kegiatan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Potensi kawasan untuk budidaya ikan kerapu
sistem KJA

Kriteria
kesesuaian

Basis data
digital

Data
primer
Data
sekunder

Analisis kesesuaian kawasan

Letak dan
luasan

Daya dukung
lingkungan

Strategi pengembangan budidaya kerapu
sistem KJA secara berkelanjutan

Gambar 1. Bagan Alir Kegiatan Penelitian

Analisis
ekonomis

5

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya Pulau Kecil
Batasan tentang pulau-pulau kecil terus mengalami perkembangan dan
berubah-ubah. Kombinasi antara luas dan jumlah penduduk dari suatu pulau
merupakan salah satu parameter yang banyak diusulkan dalam menentukan
kategori pulau. Pulau kecil pada awalnya dibatasi sebagai pulau yang luasnya
sekitar 10.000 km2 atau kurang dengan jumlah penduduk 5.000.000 orang atau
lebih sedikit (Beller et al. 2004 di dalam Calado et al. 2007). Alternatif batasan
pulau kecil juga dikemukakan pada pertemuan CSC tahun 1984 yang menetapkan
luas pulau kecil maksimal 5.000 km2 (Bengen dan Retraubun 2006).
Batasan pulau-pulau kecil yang dianut Indonesia selama ini belum ada yang
baku. Batasan pulau kecil yang baku baru ditetapkan dalam Undang-undang No.
27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Batasan pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000
km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Implikasi dari penentuan batasan pulau kecil
ini bagi pengelolaan pulau-pulau secara berkelanjutan adalah dibatasinya
peruntukan lahan dan perairan pulau-pulau kecil pada beberapa kegiatan
pemanfaatan saja. Pemanfaatan pulau-pulau kecil Indonesia diprioritaskan untuk
tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan,
budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan
secara lestari, pertanian organik, dan/atau peternakan. Kabupaten Bangka Selatan
memiliki pulau kecil sebanyak 59 buah pulau (DKP Kabupaten Bangka Selatan
2007). Jadi pulau-pulau kecil di Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka
Selatan, khususnya Pulau Pongok merupakan pulau kecil menurut definisi di atas
sehingga pengelolaannya harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan karena
sebagai wilayah yang terpisah dari daratan utama termasuk sumberdaya
habitatnya yang terfragmentasi. Fahrig (2003) menyebutkan bahwa fragmentasi
habitat terhadap keanekaragaman hayati memiliki efek negatif yang sangat besar
sehingga dapat mengacaukan bahkan menghilangkan suatu habitat.
Pengelolaan pulau-pulau kecil tidak terlepas dari pengelolaan pesisir secara
terpadu (ICM = Integrated Coastal Management). Wilayah pesisir Indonesia

6

dimana ke arah darat dibatasi dengan wilayah kecamatan pesisir dan ke arah laut
dibatasi jarak sejauh 12 mil, maka seluruh wilayah pulau-pulau kecil di
Kecamatan Lepar Pongok merupakan wilayah pesisir (Undang-undang RI No. 27
tahun 2007). Pengelolaan pesisir terpadu adalah suatu proses yang dinamis dan
kontinyu untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya dan pembangunan secara
berkelanjutan serta perlindungan sumberdaya dan wilayah pesisir dan laut (CicinSain dan Knecht 1998). Aspek keterpaduan ini meliputi keterpaduan antar sektor,
keterpaduan antar pemerintah (lokal-nasional), keterpaduan wilayah / spasial,
keterpaduan antara ilmu pengetahuan dan manajemen, dan keterpaduan
internasional. Konsep pengelolaan sumberdaya pulau kecil di perairan Pulau
Pongok melalui budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung (KJA)
sebagai salah satu komoditas ikan karang ekonomis, mengedepankan aspek
spasial, lingkungan dan manajemen usaha sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah dan investor guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara
berkelanjutan.
2.2. Ikan Karang Ekonomis
Menurut Nybakken (1992), ikan merupakan organisme yang jumlahnya
terbanyak dan juga merupakan organisme besar yang mencolok yang dapat
ditemui di sebuah terumbu karang. Mereka merupakan penyokong hubungan yang
ada dalam ekosistem terumbu. Selanjutnya, tipe pemangsaan yang paling banyak
terdapat di terumbu adalah karnivora, mungkin sekitar 50-70% dari spesies ikan.
Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua (sekitar
15% dari spesies), dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili
Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora termasuk
famili

Pomacentridae,

Chaetodontidae,

Pomocanthidae,

Monocanthidae,

Ostraciontidae, dan Tetraodontidae.
Ikan karang merupakan jenis ikan yang umumnya menetap atau relatif tidak
berpindah tempat (sedentary) dan pergerakannya relatif mudah dijangkau. Jenis
substrat untuk dijadikan habitat biasanya pada karang hidup, karang mati, pecahan
karang dan karang lunak (Suharti 2005). Ikan karang terbagi dalam tiga kelompok
yaitu (1) ikan target yaitu ikan-ikan yang lebih dikenal oleh nelayan sebagai ikan
konsumsi seperti famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae; (2)

7

kelompok jenis indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi
kesehatan terumbu karang di suatu perairan seperti famili Chaetodontidae; dan (3)
kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan, karena peran lainnya belum
diketahui seperti famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae,
Siganidae, Mullidae, Apogonidae (Adrim 1993). Lokasi pemijahan ikan karang
merupakan agregasi habitat yang rentan terhadap aktivitas nelayan, secara
geospasial di Kepulauan Cayman pemijahan ikan karang bertempat di terumbu
berbentuk cembung dengan panjang sekitar 1 km, kedalaman perairan 25 – 45 m
dan berjarak dari tepi sekitar 50 m (Kobara dan Heyman 2008).
Mengevaluasi kegiatan pemukiman terhadap pola rekruitmen ikan karang di
Jamaika menunjukan bahwa eksploitasi sangat tinggi dengan menggunakan
perangkap dan lampu (bagan) seiring juga dengan meningkatnya wilayah
pemukiman, tetapi rekruitmen ikan karang akhirnya dapat meningkat secara
lambat seiring dengan dibentuknya kawasan perlindungan laut (Watson dan
Munro 2004).
Pada ekosistem terumbu karang bagian barat pulau (Pulau Pongok dan
Pulau Celagen) dijumpai kelompok ikan major dengan kepadatan tertinggi
(88,45%) terutama dari famili Pomacentridae dan Apogonidae. Famili karang di
perairan ini meliputi 49 jenis dari famili Acroporidae (10 jenis), Poritidae (7
jenis), Siderastreidae (1 jenis), Agariciidae (5 jenis), Fungiidae (3 jenis),
Oculinidae (1 jenis), Pectiniidae (3 jenis), Mussidae (2 jenis), Merulinidae (3
jenis), Faviidae (9 jenis), Cariophyliidae (2 jenis), Dendrophyliidae (2 jenis), dan
Heliophoridae (1 jenis). Selanjutnya disebutkan ikan karang yang hidup disini
ditemukan 108 jenis dari famili Pomacentridae (28 jenis), Labridae (21 jenis),
Apogonidae (6 jenis), Centriscidae (1 jenis), Pomacanthidae (3 jenis), Haemulidae
(3 jenis), Pseudochromiidae (1 jenis), Dasyatidae (1 jenis), Caesionidae (1 jenis),
Carangidae (2 jenis), Serranidae (6 jenis), Lethrinidae (2 jenis), Lutjanidae (4
jenis), Centropomidae (1 jenis), Scaridae (6 jenis), Scolopsidae (3 jenis),
Siganidae (3 jenis), Mullidae (1 jenis), dan Chaetodontidae (5 jenis). Untuk famili
Serranidae ditemukan jenis Cephalopholis argus, Cephalopholis boenack,
Cephalopholis cyanostigma, Epinephelus merra, Plectropomus leopardus, dan
Plectropomus maculates (Djamali et al. 2009).

8

2.3. Akuakultur Biota Laut
Akuakultur atau budidaya perairan dapat didefinisikan sebagai campur
tangan (upaya) manusia untuk meningkatkan produktivitas perairan melalui
kegiatan

budidaya

seperti

kegiatan

pemeliharaan

untuk

memperbanyak

(reproduksi), menumbuhkan (growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik
sehingga diperoleh keuntungan. Suatu perairan memiliki produktivitas (bobot
biomassa biota per satuan volume air) alamiah tertentu dan dapat ditingkatkan
puluhan hingga ribuan kali melalui kegiatan akuakultur (Efendi 2004).
DKP (2004) menyebutkan faktor pemilihan lokasi yang tepat merupakan
unsur yang harus dipenuhi untuk mendapat keuntungan dari budidaya laut yang
meliputi dua faktor yaitu persyaratan umum dan persyaratan kualitas air.
Persyaratan umum meliputi terlindung dari angin dan gelombang besar,
kedalaman perairan, dasar perairan, jauh dari limbah pencemaran, tidak pada alur
pelayaran, tersedia sumber benih dan pakan, dekat dengan sarana dan prasarana
transportasi, serta keamanan dari gangguan baik hewan maupun manusia.
Persyaratan kualitas air meliputi kecepatan arus, kecerahan, salinitas, suhu, pH,
dan oksigen terlarut (DO).
Ikan liar yang ditangkap lalu ditangkarkan termasuk bentuk akuakultur
karena diasumsikan bahwa menghilangkan sifat liar, kematian alami masih tinggi,
dan memberikan perlindungan untuk meningkatkan ketahanan hidup dan
meningkatkan produksi. Ikan karang di Asia Tenggara yang ditangkap dengan
pancing dan disimpan pada penampungan buatan (gango) menunjukan hanya
1,4% dari jumlah tangkapan ikan adalah spesies sasaran terutama ikan kerapu
Epinephelus coioides, dan sebagian besar (panjang total rata-rata 13,6 cm)
mengalami kematian dini yang tinggi, selain itu terdapat banyak spesies ikan nontarget tertangkap yang ukurannya masih terlalu kecil untuk ditangkap (Mous et al.
2006). Ikan Labroides dimidiatus (famili Labridae) sebagai pembersih yang diuji
dalam kurungan sekitar 24 jam, memberikan efek jangka pendek yang signifikan
yaitu mampu mengurangi atau membersihkan biota parasit hingga tersisa 2%
isopoda karang (Argathona macronema). Hal ini memberi harapan bahwa ikan
pembersih memiliki implikasi penting untuk kontrol parasit ikan yang
dibudidayakan dalam kurungan atau keramba (Grutter dan Lester 2002).

9

Halim (2003) menyebutkan bahwa persepsi kelompok nelayan kelas
menengah sekitar 95% mengadopsi budidaya laut jenis kerapu sebagai lahan
bisnis dan penghasilan alternatif. Keunggulannya seperti keuntungan relatif
signifikan,

kompleksitas bagian usaha seperti pendederan, pembesaran dan

pemasaran, mampu menggantikan bisnis lainnya, dapat diuji coba karena sudah
ada beberapa model di beberapa daerah, resikonya kurang atau biaya dapat
ditekan, trend pengusaha baru, pendapatan keuangan yang terukur, dan dapat
diterapkan menjadi model usaha di masyarakat.
Untuk kegiatan budidaya laut, jaring apung merupakan sistem budidaya
dalam wadah berupa jaring yang mengapung (floating net cage) dengan bantuan
pelampung dan ditempatkan di perairan yang dikenal dengan nama keramba
jaring apung (KJA). Komoditas akuakultur yang sudah lazim dibudidayakan
dalam KJA di perairan laut antara lain kerapu, kakap, udang windu, bandeng,
samandar dan ikan hias laut (Effendi 2004). Lokasi ideal untuk keperluan
pemeliharaan ikan kerapu dalam KJA adalah di teluk dan goba/laguna. Kedua
lokasi tersebut sangat tepat karena dapat melindungi ikan budidaya dan keramba
jaring apung dari badai dan gelombang besar. Badai dan gelombang besar dapat
merusak konstruksi keramba, dan gelombang besar dapat menyebabkan ikan
stress, selera makan berkurang dan pertumbuhan terganggu. Lokasi budidaya
harus jauh dan bebas dari limbah pencemaran, baik yang berasal dari industri,
pertanian, atau rumah tangga.
Pada pembesaran kerapu (Epinephelus morio) di Sisal Yukatan Meksiko,
kerapu yang ditangkap dari alam mulai tanggal 20 April sampai 22 Agustus 2007,
ikan diberi makan dengan ikan rucah selama 2 bulan disesuaikan selama
penangkaran terhadap tiga kelompok ukuran yaitu ukuran kecil dengan panjang
27,3 (± 3,06 cm), ukuran menengah dengan panjang 34,3 (± 1,74 cm) dan ukuran
besar dengan panjang 45,9 (± 3,42 cm) yang dibesarkan dalam tangki 19,63 m2
(diameter 5 m dan kedalaman atau tinggi 0,85 m), dengan memasukan air laut
secara konstan dan aliran udara (aerasi). Kepadatan ikan bervariasi 15,47-83,03
g/m2 tergantung pada ukuran kelompok. Selanjutnya semua individu diberi makan
pelet lembab secara seimbang (55,6% protein, 4,9% lemak, karbohidrat 34,5%
serta vitamin dan mineral sekitar 4% dengan dosis 3 kali dalam seminggu). Laju

10

pertumbuhan kerapu diukur dan ditimbang setiap 39 hari dan dipanen secara
bertahap sampai Agustus 2008. Dalam jangka waktu satu tahun diperoleh rata-rata
berat badan individu pada awal penelitian ini adalah 0,57 kg mencapai berat ratarata 1,9 kg/ekor. Laju pertumbuhan harian adalah 3,64 g/ekor, disimpulkan
terdapat perbedaan yang signifikan dalam berat badan sampel, antara tingkat
pertumbuhan dengan waktu, dan antara tingkat konsumsi pakan (Renan et al.
2011). Hal ini menunjukan bahwa pakan pelet lebih cepat dalam meningkatkan
berat badan ikan budidaya.
2.4. Ikan Kerapu dan Syarat Hidupnya
Jumlah ikan kerapu diperkirakan ada 46 spesies yang hidup diberbagai tipe
habitat. Dari jumlah tersebut berasal dari 11 (sebelas) genus atau marga yaitu
Aethaloperca,

Anyperodon,

Cephalopolis,

Cromileptes,

Epinephelus,

Plectropomus, Variola, Saloptia, Gracila, Dermatolepiss, dan Trisotropis
(Djamali et al. 2001). Secara sistematika dapat dituliskan :
Kelas

: Teleostei

Sub-kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Perciformes

Sub-ordo

: Percoide

Famili

: Serranidae

Sub-famili

: Epinephelinae

Genus

: Epinephelus

Spesies

: Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), Kerapu lumpur
(Epinephelus suillus)

Genus

: Cromileptes

Spesies

: Kerapu tikus (Cromileptes altivelis)

Genus

: Plectropomus

Spesies

: Kerapu sunuk (Plectropomus areolatus)

Ikan kerapu ini ditangkap oleh nelayan dalam keadaan hidup agar nilai
jualnya lebih tinggi. Menurut Ayodhya (1981), alat penangkap ikan bermacammacam diantaranya adalah pancing, bubu, dan trawl dasar. Jenis alat tangkap pada
saat ini sudah mengalami perkembangan, sebagai contohnya untuk menangkap

11

ikan karang, alat tangkap yang digunakan diantaranya bubu, rawai dasar, handline
(pancing ulur), bahan beracun, dan muroami. Nelayan yang menggunakan bahan
peledak dan bahan beracun untuk menangkap ikan karang sangat berbahaya baik
bagi kelestarian sumberdaya ikan karang, keselamatan habitat terumbu karang,
maupun diri nelayan itu sendiri.
Gambaran biomasa ikan kerapu di Meksiko dan Kuba yang ditangkap oleh 3
armada (armada kecil, mayor, dan industri) selama 10 tahun terakhir menunjukan
ketika armada kecil diperluas sehingga merjadi tumpang tindih wilayah dengan
armada lainnya. Biomasa ikan kerapu menjadi menurun sekitar tahun 1986 –
2000. Penurunan ini terlihat dari pendaratan ikan komersial dari 14.410 ton
menjadi 9.797 ton dan penurunan CPUE dari survey penelitian independen
sebesar 3,8 kg menjadi 1,5 kg/100 kait. Ukuran ikan yang memijah menurun 25%
serta penurunan rekruitmen dari 24 juta menjadi 11 juta dalam 1 sampai dengan 2
tahun, sedangkan koefisien catchability meningkat dari 0,2 menjadi 0,4
(Gimenez-Hurtado et al. 2005).
Kelimpahan dan biomasa kerapu di kawasan larang ambil (no-take marine
reserve) secara signifikan lebih melimpah dibandingkan dengan kawasan
tangkapan yang intensif. Pada kawasan tangkapan intensif dicirikan dengan
adanya aturan penangkapan kerapu, kelimpahan dan biomasa didominasi ukuran
yang kecil termasuk ikan non-target mengindikasikan perubahan dalam kompetisi
atau pemangsaan (Chiappone et al. 2000). Ikan famili Serranidae secara eksklusif
ditemukan di daerah berkarang pada kedalaman sekitar 7 m. Spesies ini rentan
terhadap aktivitas pengerukan atau bentuk lain dari pembangunan pesisir, dengan
tidak adanya upaya pembibitan membutuhkan manajemen spasial seperti daerah
perlindungan laut sebagai tempat pembibitan atau habitat pemijahan (Tupper
2007). Di Kepulauan Balearic (Barat Mediterania), musim pemijahan kerapu
Ephinephelus marginatus (Serranidae) mulai akhir musim semi sampai akhir
musim panas dan puncaknya pada Bulan Juli dan Agustus. Betina mencapai
matang gonad dengan panjang total (TL) 49 cm dan umur 6 tahun, fekunditasnya
sekitar 65.000 sampai dengan 8.000.000 oosit. Fekunditas meningkat secara
signifikan dengan panjang, berat, usia, dan indeks hepatosomatic (HSI) (Renones
et al. 2010). Penyelidikan spasio-temporal terhadap kerapu Serranidae di

12

Kepulauan Canarian dengan cara sampling menunjukan perbedaan distribusi ikan
terhadap tingkat tekanan manusia seperti intensitas memancing dan populasi
manusia, hasilnya adalah ikan bertubuh lebih besar (E. marginatus) lebih rentan
daripada spesies yang lebih kecil (E. scriba dan E. atricauda), hal ini terkait
dengan desakan kebutuhan manusia (Tuya et al. 2006).
Cromileptes altivelis terdaftar sebagai rentan dalam IUCN Red List,
perkiraan parameter populasi berbasis umur dengan sampel dari Great Barier Reef
dan Torres Strait Australia menunjukan pada umur maksimum 19 tahun memiliki
konstanta parameter pertumbuhan Von Bertalanffy adalah K = 0,30/tahun dan L~
= 597 mm, dan konstanta angka kematian total diperkirakan 0,26/tahun. Pada
individu jantan Cromileptes altivelis di umur 9,6 tahun dengan panjang 0,547 m
ditemukan 50% menjadi hermaprodit protogynous, puncak pemijahan pada bulan
Oktober sampai Januari (Williams et al. 2009). Berdasarkan studi di Pulau Lizard,
Great Barier Reef Australia, pergerakan kerapu Serranidae yang siap melakukan
agregasi pemijahan dipantau dengan telemetri