Membran polistirena dengan ragam suhu perendaman untuk pervaporasi alkohol

ii

ABSTRAK
KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman
untuk Pervaporasi Alkohol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dapat digunakan dalam
pervaporasi alkohol. Pembuatan membran polistirena dilakukan dengan metode fase balik
yang diawali dengan membuat larutan campuran polistirena dan PLURONIC dalam
pelarut diklorometana dengan ragam komposisi polistirena:PLURONIC:diklorometana
sebesar 17:0:83 dan 17:1:82. Larutan kemudian diaduk selama 5 jam dengan ultrasonik
dan dicetak diatas pelat kaca lalu direndam dalam air hangat pada suhu 40, 50, dan 60 oC.
Pada penelitian ini didapat hasil pervaporasi terbesar pada suhu perendaman 50 oC
dengan persentase kemurnian alkohol sebesar 90,2%. Namun, hasil ini masih kurang baik
karena kemurnian alkoholnya masih lebih rendah daripada kemurnian alkohol standarnya
sebesar 91,6%.

ABSTRACT
KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Polystyrene Membrane at Various Immersion
Temperatures for Alcohol Pervaporation. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI
WULANAWATI.

Polystyrene membrane with PLURONIC as porogen, can be utilized in alcohol
pervaporation. The polystyrene membrane was made by reverse phase method which was
started with making of polymeric mixed solution between polystyrene and
PLURONIC in dichloromethane with 2 different compositions, i.e.-polystyrene
:PLURONIC:dichloromethane 17:0:83 and 17:1:82. The solution was stirred up for 5
hours with ultrasonic and casted on the glass plate surface, and then it was immersed into
water at 40, 50, and 60 oC. The highest pervaporation result was 90,2% alcohol purities at
50 oC immersion temperature. However, this result was not good enough because the
alcohol purities was lower than the standard alcohol purities at 91,6%.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Membran biasa digunakan dalam proses
pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas
dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat
kimia yang akan dipisahkan serta memiliki
kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses
pemisahan menggunakan membran dapat
dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,
osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi

(Baker 2004).
Salah
satu
pemanfaatan
teknologi
membran yang sedang berkembang yaitu
pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),
pervaporasi
merupakan
penghilangan
komponen organik dari airnya dengan cara
pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah
lembaran polimer (membran). Pervaporasi
didasarkan pada sifat hidrofilitas membran
terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi
memiliki beberapa keunggulan seperti dapat
memisahkan campuran yang memiliki titik
didih
berdekatan,
dapat

memisahkan
campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et
al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan
dengan menggunakan teknik pervaporasi
diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan
membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk
pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.
(2001) dengan membran polielekrolitkompleks
surfaktan
(PELSC)
untuk
pemisahan metanol-air, dan Huang et al.
(2007) dengan membran HTPB (Hidroxylterminated
butadiene)-poliuretan
untuk
pemisahan etanol-air.
Polimer yang digunakan pada setiap
penelitian tersebut sangatlah beragam.
Namun, jenis polimer yang digunakan
biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik.

Salah satu jenis polimer yang dapat juga
digunakan
untuk
pervaporasi
adalah
polistirena. Polistirena dapat digunakan
sebagai bahan dasar membran pervaporasi
karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori.
Selain itu, polistirena juga merupakan polimer
yang memiliki kestabilan panas dan dimensi
yang baik (Cowd 1991).
Peningkatan kinerja membran polistirena
ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat
pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh
porogen yang dapat digunakan adalah
PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan.
Selain itu, kinerja membran juga dapat
ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran
pori dengan perendaman dalam air hangat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam


suhu perendaman yang digunakan yaitu 40
dan 60oC untuk membran komposit selulosa
asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl
Trimethylammonium
Bromide
(CTAB)
(Indriani 2009) dan dengan penambahan
Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha
2010). Oleh karena itu, ragam suhu
perendaman yang digunakan pada penelitian
ini yaitu 40, 50, 60 oC.
Dengan demikian, tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap
pembentukkan pori membran polistirena
dengan PLURONIC sebagai porogen dan
aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.

TINJAUAN PUSTAKA
Membran

Membran adalah suatu lapisan film tipis
yang
pelarut
dan
zat
terlarutnya
ditransportasikan secara selektif (Ghosh
2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata
“membran”
telah
diperluas
untuk
menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel
atau film, bertindakcc sebagai pemisah
selektif antara dua fase karena sifat
semipermiabelnya.
Membran
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan material asal, morfologi, bentuk,

dan fungsi. Membran berdasarkan material
asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
membran alami dan sintetik. Membran alami
merupakan membran yang terdapat pada sel
tumbuhan, hewan, dan manusia yang
berfungsi untuk melindungi isi sel dari
pengaruh luar dan membantu proses
metabolisme dengan sifat permeabelnya
sedangkan membran sintetik merupakan
membran yang dibuat sesuai dengan
kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan
dengan membran alami. Membran sintetik ini
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
membran organik dan anorganik. Membran
sintetik ini dapat terbuat dari polimer,
keramik, gelas, dan logam. Membran yang
terbuat dari polimer contohnya seperti
selulosa
asetat,
selulosa

triasetat,
polipropilena, polietilena, poliamida, dan
polisulfon (Mulder 1996).
Menurut Mulder (1996), membran
berdasarkan morfologinya dapat dibedakan
menjadi tiga antara lain membran simetrik
merupakan
membran
yang
memiliki
morfologi homogen, membran asimetrik
merupakan
membran
yang
memiliki
morfologi berbeda antara bagian atas dan
bagian bawah membran serta membran

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Membran biasa digunakan dalam proses
pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas
dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat
kimia yang akan dipisahkan serta memiliki
kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses
pemisahan menggunakan membran dapat
dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,
osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi
(Baker 2004).
Salah
satu
pemanfaatan
teknologi
membran yang sedang berkembang yaitu
pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),
pervaporasi
merupakan
penghilangan
komponen organik dari airnya dengan cara
pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah

lembaran polimer (membran). Pervaporasi
didasarkan pada sifat hidrofilitas membran
terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi
memiliki beberapa keunggulan seperti dapat
memisahkan campuran yang memiliki titik
didih
berdekatan,
dapat
memisahkan
campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et
al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan
dengan menggunakan teknik pervaporasi
diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan
membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk
pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.
(2001) dengan membran polielekrolitkompleks
surfaktan
(PELSC)
untuk
pemisahan metanol-air, dan Huang et al.

(2007) dengan membran HTPB (Hidroxylterminated
butadiene)-poliuretan
untuk
pemisahan etanol-air.
Polimer yang digunakan pada setiap
penelitian tersebut sangatlah beragam.
Namun, jenis polimer yang digunakan
biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik.
Salah satu jenis polimer yang dapat juga
digunakan
untuk
pervaporasi
adalah
polistirena. Polistirena dapat digunakan
sebagai bahan dasar membran pervaporasi
karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori.
Selain itu, polistirena juga merupakan polimer
yang memiliki kestabilan panas dan dimensi
yang baik (Cowd 1991).
Peningkatan kinerja membran polistirena
ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat
pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh
porogen yang dapat digunakan adalah
PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan.
Selain itu, kinerja membran juga dapat
ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran
pori dengan perendaman dalam air hangat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam

suhu perendaman yang digunakan yaitu 40
dan 60oC untuk membran komposit selulosa
asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl
Trimethylammonium
Bromide
(CTAB)
(Indriani 2009) dan dengan penambahan
Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha
2010). Oleh karena itu, ragam suhu
perendaman yang digunakan pada penelitian
ini yaitu 40, 50, 60 oC.
Dengan demikian, tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap
pembentukkan pori membran polistirena
dengan PLURONIC sebagai porogen dan
aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.

TINJAUAN PUSTAKA
Membran
Membran adalah suatu lapisan film tipis
yang
pelarut
dan
zat
terlarutnya
ditransportasikan secara selektif (Ghosh
2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata
“membran”
telah
diperluas
untuk
menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel
atau film, bertindakcc sebagai pemisah
selektif antara dua fase karena sifat
semipermiabelnya.
Membran
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan material asal, morfologi, bentuk,
dan fungsi. Membran berdasarkan material
asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
membran alami dan sintetik. Membran alami
merupakan membran yang terdapat pada sel
tumbuhan, hewan, dan manusia yang
berfungsi untuk melindungi isi sel dari
pengaruh luar dan membantu proses
metabolisme dengan sifat permeabelnya
sedangkan membran sintetik merupakan
membran yang dibuat sesuai dengan
kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan
dengan membran alami. Membran sintetik ini
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
membran organik dan anorganik. Membran
sintetik ini dapat terbuat dari polimer,
keramik, gelas, dan logam. Membran yang
terbuat dari polimer contohnya seperti
selulosa
asetat,
selulosa
triasetat,
polipropilena, polietilena, poliamida, dan
polisulfon (Mulder 1996).
Menurut Mulder (1996), membran
berdasarkan morfologinya dapat dibedakan
menjadi tiga antara lain membran simetrik
merupakan
membran
yang
memiliki
morfologi homogen, membran asimetrik
merupakan
membran
yang
memiliki
morfologi berbeda antara bagian atas dan
bagian bawah membran serta membran

2

komposit yang merupakan membran yang
terbuat dari dua jenis bahan yang berbeda.
Membran juga dapat dibedakan berdasarkan
bentuknya, yaitu membran datar dengan
bentuk melebar serta memiliki penampang
lintang yang besar dan membran tubular
dengan bentuk seperti tabung dengan diameter
tertentu. Selain itu, membran dapat dibedakan
berdasarkan ukuran porinya, yaitu membran
makropori dengan ukuran pori > 50 nm,
membran mesopori dengan ukuran pori 2-50
nm, membran mikropori dengan ukuran pori <
2 nm.
Berdasarkan fungsinya, membran terbagi
menjadi membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,
osmosis balik, dialisis, dan elektrodialisis.
Membran mikrofiltrasi merupakan membran
yang
berfungsi
untuk
menyaring
makromolekul dengan berat molekul lebih
dari 500.000 g/mol atau partikel berukuran
0,1-10 µm dengan tekanan 0,5-2 atm.
Membran ultrafiltrasi merupakan membran
yang
berfungsi
untuk
menyaring
makromolekul dengan berat molekul lebih
dari 5000 g/mol atau partikel berukuran
0,001-0,1 µm dengan tekanan 1-3 atm.
Membran osmosis balik merupakan membran
yang berfungsi untuk menyaring garam-garam
organik dengan berat molekul lebih dari 50
g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001
µm dengan tekanan 8-12 atm. Membran
dialisis merupakan membran yang berfungsi
untuk memisahkan larutan koloid yang
mengandung elektrolit dengan berat molekul
kecil. Membran elektrodialisis merupakan
membran yang berfungsi untuk memisahkan
larutan dengan pemberian muatan listrik.
Polistirena
Polistirena (Gambar 1) merupakan polimer
termoplastik yang berwujud padatan pada
suhu ruang, tetapi dapat meleleh jika
dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika
didinginkan (Steven 2007). Polistirena tahan
terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya,
tetapi mudah larut dalam hidrokarbon
aromatik dan berklor (Cowd 1991). Pelarut
yang biasa digunakan untuk polistirena adalah
diklorometana, etilbenzena, CHCl3, CCl4,
tetrahidrofuran, metiletilketon (Lide 2005).

PLURONIC
Poloksamer atau PLURONIC (Gambar 2)
merupakan surfaktan nonionik yang dibuat
dari
kopolimer
polioksietilenapolioksipropilena. PLURONIC merupakan
surfaktan berwarna putih, tidak berbau, tidak
berasa, dan tidak berbahaya (Escobar-Chavez
2006). PLURONIC memiliki nilai nisbah
hidrofilik-lipofilik (HLB) antara 18-23 yang
menunjukkan kemampuannya untuk larut
dalam pelarut polar dan nonpolar.

Gambar 2 Struktur PLURONIC
(Escobar-Chavez 2006)
Pervaporasi
Pervaporasi merupakan teknik pemisahan
berdasarkan transport selektif melalui celah
tebal yang digabungkan dengan evaporasi
(Tsai et al. 2000). Pervaporasi dapat
dilakukan dengan menggunakan membran
berpori ataupun nonpori (Nawawi 2008).
Kinerja pervaporasi dapat dilihat dari nilai
indeks pemisahan pervaporasi (PSI) (Baker
2004) yang dipengaruhi oleh fluks dan faktor
separasi yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:

PSI
J
αsep
Y
X

= indeks pemisahan pervaporasi
= fluks
= faktor separasi
= fraksi mol atau konsentrasi permeat
= fraksi mol atau konsentrasi umpan

Menurut Mulder (1996), fluks adalah
volume permeat yang melewati satu
permukaan luas membran dengan
tertentu dengan adanya gaya dorong
tekanan. Secara umum fluks
dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:
J = Fluks (L/m².jam)
V = Volume permeat (L)
A = Luas permukaan membran (m2)
t = waktu (jam)
Gambar 1 Struktur polistirena (Cowd 1991)

jumlah
satuan
waktu
berupa
dapat

3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah polistirena
(Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan
PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan
adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator
(Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di
Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor
(SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran
(SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan
Spektrofotometer Inframerah Transformasi
Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Tahapan Penelitian
Pembuatan membran polistirena
Pembuatan membran polistirena diawali
dengan pembuatan larutan polimer polistirena
dalam pelarut diklorometana 100% b/v.
Larutan polimer dalam 100 mL pelarut ini
dicampurkan dengan surfaktan PLURONIC
dengan komposisi polistirena:Diklorometana:
PLURONIC adalah 17:83:0 dan 17:82:1 (Tsai
et al. 2000). Kemudian disonikasi selama 5
jam. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit.
Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca
yang telah diberi selotip pada kedua sisinya
dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak
dengan cara mendorong larutan polimer
tersebut sampai diperoleh lapisan tipis.
Selanjutnya dilakukan pelepasan membran
dengan direndam di dalam air pada suhu 40,
50, dan 60 oC. Membran kemudian diuji
dengan pervaporasi, SEM, dan FTIR
(Lampiran 2).
Pencirian membran
Faktor separasi. Larutan umpan yang
digunakan adalah alkohol teknis sebanyak 50
mL dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Nilai
faktor separasi dihitung dari nisbah antara
fraksi permeat dan umpan (Tsai et al. 2000).
Analisis SEM. Sampel ditambahkan N₂ cair
kemudian dipatahkan. Sampel dengan ukuran
1×1 cm² kemudian direkatkan (perekat ganda)
dalam suatu silinder logam. Selanjutnya
silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk
divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1
mbar. Setelah itu, sampel dilapisi dengan
logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran
tertentu.

Analisis Gugus Fungsi. Pengujian dengan
spektrofotometer inframerah transformasi
Fourier (FTIR) dilakukan dengan tujuan
melihat spektrum inframerah dari membran,
polistirena,
dan
PLURONIC.
Sampel
membran dalam bentuk lapisan film tipis
berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell
holder.
Kromatografi Gas (KG). Sebanyak 5 µL
larutan standar etanol dan metanol (PA),
larutan umpan (campuran alkohol), dan
larutan permeat (hasil penyaringan membran
polistirena), masing-masing disuntikkan ke
dalam KG untuk mengetahui tingkat
kemurniannya dengan kondisi alat fase gerak
N₂, kolom Carbowax26, laju aliran N₂ 20
mL/menit, laju aliran H2 70 mL/menit, suhu
injektor 130 °C, detektor ionisasi nyala, suhu
detektor 150 °C.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena
Pelarut yang digunakan dalam melarutkan
polistirena adalah diklorometana. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Lide (2005) bahwa
polistirena dapat larut dalam diklometana,
etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan
metiletilketon. Proses pembuatan membran
pada penelitian ini menggunakan sonikasi
untuk membentuk larutan homogen antara
polistirena, diklorometana, dan PLURONIC
serta menghindari terbentuknya gelembung
udara. Proses pembentukan larutan polimer
yang homogen lebih cepat karena energi
gelombang dalam ultrasonik diubah menjadi
energi panas sehingga menyebabkan interaksi
antara polistirena, diklorometana, dan
PLURONIC
semakin
meningkat.
Terbentuknya gelembung udara ketika proses
pembuatan membran perlu dihindari karena
dapat membuat membran menjadi rapuh dan
tidak selektif.
Berdasarkan
bentuknya,
membran
polistirena ini termasuk membran datar karena
berbentuk lembaran tipis (Gambar 3) (Mulder
1996). Selain itu, berdasarkan morfologinya,
membran polistirena ini termasuk membran
asimetrik yang tidak berpori pada lapisan atas
dan berpori menjari pada lapisan bawah
(Gambar 4). Oleh karena itu dibutuhkan
porogen
untuk
meningkatkan
kinerja
membran polistirena. Porogen yang digunakan
yaitu PLURONIC. PLURONIC mampu
digunakan sebagai porogen apabila jumLah
PLURONIC yang ditambahkan melebihi

3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah polistirena
(Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan
PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan
adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator
(Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di
Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor
(SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran
(SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan
Spektrofotometer Inframerah Transformasi
Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Tahapan Penelitian
Pembuatan membran polistirena
Pembuatan membran polistirena diawali
dengan pembuatan larutan polimer polistirena
dalam pelarut diklorometana 100% b/v.
Larutan polimer dalam 100 mL pelarut ini
dicampurkan dengan surfaktan PLURONIC
dengan komposisi polistirena:Diklorometana:
PLURONIC adalah 17:83:0 dan 17:82:1 (Tsai
et al. 2000). Kemudian disonikasi selama 5
jam. Setelah itu, didiamkan selama 10 menit.
Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca
yang telah diberi selotip pada kedua sisinya
dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak
dengan cara mendorong larutan polimer
tersebut sampai diperoleh lapisan tipis.
Selanjutnya dilakukan pelepasan membran
dengan direndam di dalam air pada suhu 40,
50, dan 60 oC. Membran kemudian diuji
dengan pervaporasi, SEM, dan FTIR
(Lampiran 2).
Pencirian membran
Faktor separasi. Larutan umpan yang
digunakan adalah alkohol teknis sebanyak 50
mL dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Nilai
faktor separasi dihitung dari nisbah antara
fraksi permeat dan umpan (Tsai et al. 2000).
Analisis SEM. Sampel ditambahkan N₂ cair
kemudian dipatahkan. Sampel dengan ukuran
1×1 cm² kemudian direkatkan (perekat ganda)
dalam suatu silinder logam. Selanjutnya
silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk
divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1
mbar. Setelah itu, sampel dilapisi dengan
logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran
tertentu.

Analisis Gugus Fungsi. Pengujian dengan
spektrofotometer inframerah transformasi
Fourier (FTIR) dilakukan dengan tujuan
melihat spektrum inframerah dari membran,
polistirena,
dan
PLURONIC.
Sampel
membran dalam bentuk lapisan film tipis
berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell
holder.
Kromatografi Gas (KG). Sebanyak 5 µL
larutan standar etanol dan metanol (PA),
larutan umpan (campuran alkohol), dan
larutan permeat (hasil penyaringan membran
polistirena), masing-masing disuntikkan ke
dalam KG untuk mengetahui tingkat
kemurniannya dengan kondisi alat fase gerak
N₂, kolom Carbowax26, laju aliran N₂ 20
mL/menit, laju aliran H2 70 mL/menit, suhu
injektor 130 °C, detektor ionisasi nyala, suhu
detektor 150 °C.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena
Pelarut yang digunakan dalam melarutkan
polistirena adalah diklorometana. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Lide (2005) bahwa
polistirena dapat larut dalam diklometana,
etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan
metiletilketon. Proses pembuatan membran
pada penelitian ini menggunakan sonikasi
untuk membentuk larutan homogen antara
polistirena, diklorometana, dan PLURONIC
serta menghindari terbentuknya gelembung
udara. Proses pembentukan larutan polimer
yang homogen lebih cepat karena energi
gelombang dalam ultrasonik diubah menjadi
energi panas sehingga menyebabkan interaksi
antara polistirena, diklorometana, dan
PLURONIC
semakin
meningkat.
Terbentuknya gelembung udara ketika proses
pembuatan membran perlu dihindari karena
dapat membuat membran menjadi rapuh dan
tidak selektif.
Berdasarkan
bentuknya,
membran
polistirena ini termasuk membran datar karena
berbentuk lembaran tipis (Gambar 3) (Mulder
1996). Selain itu, berdasarkan morfologinya,
membran polistirena ini termasuk membran
asimetrik yang tidak berpori pada lapisan atas
dan berpori menjari pada lapisan bawah
(Gambar 4). Oleh karena itu dibutuhkan
porogen
untuk
meningkatkan
kinerja
membran polistirena. Porogen yang digunakan
yaitu PLURONIC. PLURONIC mampu
digunakan sebagai porogen apabila jumLah
PLURONIC yang ditambahkan melebihi

4

konsentrasi misel kritisnya (KMK), yaitu
0,3% b/v (Christian 1995) seperti penambahan
PLURONIC pada penelitian ini sebesar 1%
b/v.

Lapisan
atas

Lapisan
bawah

Pori

c

Gambar 3 Membran polistirena
Lapisan
bawah

Lapisan
atas

Pori

Gambar 4 Membran polistirena sebelum
penambahan PLURONIC
perbesaran 750 kali
Selain itu, untuk meningkatkan kinerja
membran juga dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran pori. Menurut Rabek
(1980), pori-pori membran yang berukuran
lebih kecil dapat diperoleh dengan
perendaman air hangat. Setelah membran
polistirena
ditambahkan
PLURONIC
kemudian direndam dalam air pada suhu yang
berbeda, yaitu 40, 50, dan 60 oC maka terjadi
perubahan bentuk pori pada lapisan bawah
membran (Gambar 5a-5c). Pori tersebut
terbentuk dari PLURONIC yang terlepas saat
perendaman di dalam air hangat.

Gambar 5 Membran polistirena setelah
penambahan PLURONIC suhu
perendaman 40 oC perbesaran 750
kali (a), 50 oC perbesaran 1000
kali (b), dan 60 oC perbesaran 500
kali (c)
Berdasarkan hasil yang didapat, terlihat
bahwa pori yang terbentuk pada membran
polistirena-PLURONIC perendaman 40 dan
60 oC lebih besar dan beragam dengan
perbesaran yang lebih kecil untuk melihat pori
pada membran daripada membran polistirenaPLURONIC perendaman 50 oC. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu perendaman
optimum yang menghasilkan bentuk pori yang
paling kecil dan seragam untuk membran
polistirena yang ditambahkan PLURONIC
adalah 50 oC.
Terlepasnya PLURONIC sebagai porogen
ketika perendaman dalam air hangat dapat
dibuktikan dari hasil spektrum FTIR membran
polistirena dengan penambahan PLURONIC
(Gambar 6).
68.0

Laboratory Test Result
Pluronic 50 drjt

65
60
55
1665.87

50
1541.35
1746.33

45

Lapisan
bawah

Lapisan
atas

620.87

1870.31
1802.43

40

841.94
963.88

35

1942.92

%T 30
1328.33

25

1181.19

1583.03

20

906.79
1372.82
1153.55

15

1110.75

10
2912.64
2850.78

5
3081.81

Pori

0

1601.25

-5.0
4000.0

a
Lapisan
atas

Lapisan
bawah

Pori
b

3600

3200

2800

2400

2000

1110.75
756.87

1452.11
1492.68

2860.78

3059.52
3026.41

1800
cm-1

1600

1400

1028.46

1200

1000

540.10
698.65

698.65

756.42

800

600

450.0

Gambar 6 Spektrum FTIR membran
polistirena dengan penambahan
PLURONIC
Pada spektrum ini terdapat serapan pada
daerah bilangan gelombang 698,65 dan
756,87 cm-1 yang merupakan pita serapan dari
gugus aromatik serta pada daerah bilangan
gelombang 2860,78 cm-1 yang merupakan pita
serapan dari gugus C-H yang berasal dari
monomer polistirena (Gambar 7). Namun,

5

masih terdapat sedikit serapan gugus fungsi
dari PLURONIC, yaitu pada bilangan
gelombang 1110,75 cm-1 yang merupakan
gugus C-O dan pada bilangan gelombang
sekitar 3300 cm-1 yang menunjukkan serapan
gugus OH (Gambar 8).
93.0
90

porogen meningkatkan kinerja membran
dengan meningkatnya nilai faktor separasi.

Laboratory Test Result
Polistirena

85
80
2336.76

75

1669.66

70

1746.80

1541.68

65
1869.66
1802.12
1942.81

60

942.31
841.40

620.45

964.39

55
1328.31

50
%T 45

1583.02

1154.56
1181.37

1372.26

1069.15

40

906.58

35
3001.40

30

2849.74

25

1028.44

20
3081.89

15

2849.74
1601.22

539.85

10
3059.85

1452.25

3025.75

698.97

756.87

2922.42

5

1492.74

698.97

756.87

-1.0
4000.0

3600

3200

2800

2400

2000

1800
cm-1

1600

1400

1200

1000

800

600

450.0

Gambar 9 Grafik pengaruh suhu perendaman
membran polistirena terhadap
faktor separasi ( ) dan fluks air
( )

Gambar 7 Spektrum FTIR polistirena
26.0

Laboratory Test Result

24
22
20
18
16
528.97

14
12
%T
10
8
6

O-H

4

C-H

2

1116.40
1467.57

0

Pluronic F-127

2895.78

-2.0

963.28
1281.08
1343.47

2895.78

841.82

1116.40 C-O

Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap
Faktor Separasi

Gambar 10 Grafik pengaruh suhu
perendaman membran
polistirena-PLURONIC terhadap
faktor separasi ( ) dan fluks air
( )

Membran polistirena pada penelitian ini
diuji kinerjanya dengan pervaporasi. Kinerja
pervaporasi membran ditentukan dari nilai
indeks pemisahan pervaporasi (PSI). Nilai PSI
ini dipengaruhi oleh fluks alkohol dan faktor
separasi.
Gambar 9 menunjukkan hasil pemisahan
alkohol dengan membran polistirena. Nilai
faktor separasi yang didapat dengan suhu
perendaman 40, 50, dan 60 oC secara berturutturut adalah 0,32; 0,91; dan 0,57 (Lampiran
3). Nilai faktor separasi ini mengalami
peningkatan ketika pemisahan alkohol
dilakukan dengan menggunakan membran
polistirena-PLURONIC (Gambar 10). Nilai
faktor separasi yang didapat dari membran
polistirena-PLURONIC
dengan
suhu
perendaman 40, 50, dan 60 oC secara berturutturut adalah 0,30; 0,94; dan 0,60 (Lampiran
3). Nilai faktor separasi yang paling besar
dihasilkan
dari
membran
polistirenaPLURONIC perendaman 50 oC dengan nilai
sebesar 0,94.
Hal
ini
membuktikan
bahwa penambahan PLURONIC sebagai

Nilai faktor separasi ini menunjukkan
nisbah alkohol dengan airnya. Akan tetapi,
nilai ini masih terbilang rendah karena volume
alkohol yang didapat masih lebih rendah
daripada volume air yang tersisa. Volume air
yang tersisa pada penelitian ini dianggap
sebagai nilai fluks air. Secara teori, semakin
meningkatnya faktor separasi maka fluks
airnya semakin menurun (Tsai et al. 2000).
Hal tersebut terlihat pada Gambar 10 hanya
untuk membran dengan suhu perendaman 50
o
C yang memperlihatkan hubungan faktor
separasi dengan fluks air sesuai teori.
Hasil analisis kromatografi gas (KG)
untuk hasil pervaporasi ditabulasikan pada
Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1,
kemurnian alkohol mengalami penurunan
setelah pervaporasi dari 91,6% menjadi
90,2%. Pervaporasi tersebut dilakukan pada
membran dengan suhu perendaman 50 oC.
Penurunan kemurnian alkohol ini dapat
disebabkan oleh pengaruh PLURONIC yang
digunakan sebagai porogen yang masih
terdapat pada membran.

4000.0

3600

3200

2800

2400

2000

1800
cm-1

1600

1400

1200

1000

800

600

450.0

Gambar 8 Spektrum FTIR PLURONIC

6

Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol
dengan kromatografi gas

Separation and purification technology.
56: 63-70.

Kadar (%b/b)
Nama
Alkohol
standar
Alkohol
teknis
Hasil
pervaporasi

Metanol

Etanol

Alkohol
total

80

20

99,9

76,4

15,2

91,6

73,5

16,7

90,2

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suhu optimum pembentukkan pori pada
membran polistirena yang ditambahkan
PLURONIC adalah 50 oC. Namun, kemurnian
alkohol
hasil
pervaporasi
mengalami
penurunan dari 91,6% menjadi 90,2% karena
masih terdapat karakter porogen pada
membran sehingga mempengaruhi hasil
pemisahan.
Saran
Perlunya digunakan ragam jenis surfaktan
dan metode penghilangan porogen lain untuk
pervaporasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Baker RW. 2004. Membrane Technology and
Application. New York: J Wiley.
Christian SD. 1995. Solubilization in
Surfactant
Aggregrates
Surfactant
Science. New York: CRC press.
Cowd MA. 1991. Polymer
London: J Murray.

Chemistry.

Escobar-Chavez JJ. 2006. Applications of
thermoreversible pluronic F-127 gels in
pharmaceutical formulations. J Pharm
Pharmaceutical Sci. 9 (3): 339-358.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using
Ultrafiltration:Theory, Aplication, and
New Development. London: Imperial
College Pr.
Huang S et al.. 2007. Properties and
pervaporation performances of crosslinked
HTPB-based on polyurethane membranes.

Indriani. 2009. Perilaku Membran Komposit
Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena (CAPOLISTIRENA) Akibat Pengaruh Suhu
dan Surfaktan [Skripsi]. Bogor: Fakultas
matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Jou et al.. 1999. A novel ceramic-supported
polymer membrane for pervaporation of
dilute volatile organic compounds. Journal
of membrane science. 162: 269-284.
Kittur AA et al.. 2000. Pervaporation
separation of water-isopropanol mixtures
using ZSM-5 zeolit incorporated
poly(vinyl alcohol) membranes. http://
eprints.iisc.ernet.in/3564/1/page17au.pdf
[01 Maret 2010].
Lide DR. 2004-2005. Handbook of Chemistry
and Physics. Ed ke-85. CRC Press.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane
Technology.
Netherland:
Kluwer.
Nawawi et al.. 2008. Pervaporation of
ethanol-water
using
chitosan-clay
composite membrane. Jurnal teknologi. 49
:179-188.
Nugraha. 2010. Membran Komposit Selulosa
Asetat-Polistirena Akibat Pengaruh SDS
dan Suhu [skripsi]. Bogor :Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Rabek JK. 1980. Experimental Methods in
Polymer Chemistry: Physical Principles
and Applications. Chichester: J Wiley.
Schwarz H et al.. 2001. Membranes based on
polyelectrolyte-surfactant complexes for
methanol separation. Journal of membrane
science. 194: 91-102.
Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari Polymer Chemistry:An
Introduction.
Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant
addition on the morphology and
pervaporation performance of asymmetric

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU
PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL

KHAIRINDYA IKRAMMURTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

6

Tabel 1 Hasil analisis kemurnian alkohol
dengan kromatografi gas

Separation and purification technology.
56: 63-70.

Kadar (%b/b)
Nama
Alkohol
standar
Alkohol
teknis
Hasil
pervaporasi

Metanol

Etanol

Alkohol
total

80

20

99,9

76,4

15,2

91,6

73,5

16,7

90,2

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suhu optimum pembentukkan pori pada
membran polistirena yang ditambahkan
PLURONIC adalah 50 oC. Namun, kemurnian
alkohol
hasil
pervaporasi
mengalami
penurunan dari 91,6% menjadi 90,2% karena
masih terdapat karakter porogen pada
membran sehingga mempengaruhi hasil
pemisahan.
Saran
Perlunya digunakan ragam jenis surfaktan
dan metode penghilangan porogen lain untuk
pervaporasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Baker RW. 2004. Membrane Technology and
Application. New York: J Wiley.
Christian SD. 1995. Solubilization in
Surfactant
Aggregrates
Surfactant
Science. New York: CRC press.
Cowd MA. 1991. Polymer
London: J Murray.

Chemistry.

Escobar-Chavez JJ. 2006. Applications of
thermoreversible pluronic F-127 gels in
pharmaceutical formulations. J Pharm
Pharmaceutical Sci. 9 (3): 339-358.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using
Ultrafiltration:Theory, Aplication, and
New Development. London: Imperial
College Pr.
Huang S et al.. 2007. Properties and
pervaporation performances of crosslinked
HTPB-based on polyurethane membranes.

Indriani. 2009. Perilaku Membran Komposit
Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena (CAPOLISTIRENA) Akibat Pengaruh Suhu
dan Surfaktan [Skripsi]. Bogor: Fakultas
matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Jou et al.. 1999. A novel ceramic-supported
polymer membrane for pervaporation of
dilute volatile organic compounds. Journal
of membrane science. 162: 269-284.
Kittur AA et al.. 2000. Pervaporation
separation of water-isopropanol mixtures
using ZSM-5 zeolit incorporated
poly(vinyl alcohol) membranes. http://
eprints.iisc.ernet.in/3564/1/page17au.pdf
[01 Maret 2010].
Lide DR. 2004-2005. Handbook of Chemistry
and Physics. Ed ke-85. CRC Press.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane
Technology.
Netherland:
Kluwer.
Nawawi et al.. 2008. Pervaporation of
ethanol-water
using
chitosan-clay
composite membrane. Jurnal teknologi. 49
:179-188.
Nugraha. 2010. Membran Komposit Selulosa
Asetat-Polistirena Akibat Pengaruh SDS
dan Suhu [skripsi]. Bogor :Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Rabek JK. 1980. Experimental Methods in
Polymer Chemistry: Physical Principles
and Applications. Chichester: J Wiley.
Schwarz H et al.. 2001. Membranes based on
polyelectrolyte-surfactant complexes for
methanol separation. Journal of membrane
science. 194: 91-102.
Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari Polymer Chemistry:An
Introduction.
Tsai HA et al.. 2000. Effect of surfactant
addition on the morphology and
pervaporation performance of asymmetric

7

polysulfone membranes. Journal
membrane sciene. 176: 97-103.

of

Wenten IG, Kresnowati AP, Beatrix. 2000.
Development of Membrane Technology in
Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU
PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL

KHAIRINDYA IKRAMMURTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ii

ABSTRAK
KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman
untuk Pervaporasi Alkohol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Membran polistirena dengan PLURONIC sebagai porogen dapat digunakan dalam
pervaporasi alkohol. Pembuatan membran polistirena dilakukan dengan metode fase balik
yang diawali dengan membuat larutan campuran polistirena dan PLURONIC dalam
pelarut diklorometana dengan ragam komposisi polistirena:PLURONIC:diklorometana
sebesar 17:0:83 dan 17:1:82. Larutan kemudian diaduk selama 5 jam dengan ultrasonik
dan dicetak diatas pelat kaca lalu direndam dalam air hangat pada suhu 40, 50, dan 60 oC.
Pada penelitian ini didapat hasil pervaporasi terbesar pada suhu perendaman 50 oC
dengan persentase kemurnian alkohol sebesar 90,2%. Namun, hasil ini masih kurang baik
karena kemurnian alkoholnya masih lebih rendah daripada kemurnian alkohol standarnya
sebesar 91,6%.

ABSTRACT
KHAIRINDYA IKRAMMURTI. Polystyrene Membrane at Various Immersion
Temperatures for Alcohol Pervaporation. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI
WULANAWATI.
Polystyrene membrane with PLURONIC as porogen, can be utilized in alcohol
pervaporation. The polystyrene membrane was made by reverse phase method which was
started with making of polymeric mixed solution between polystyrene and
PLURONIC in dichloromethane with 2 different compositions, i.e.-polystyrene
:PLURONIC:dichloromethane 17:0:83 and 17:1:82. The solution was stirred up for 5
hours with ultrasonic and casted on the glass plate surface, and then it was immersed into
water at 40, 50, and 60 oC. The highest pervaporation result was 90,2% alcohol purities at
50 oC immersion temperature. However, this result was not good enough because the
alcohol purities was lower than the standard alcohol purities at 91,6%.

MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN RAGAM SUHU
PERENDAMAN UNTUK PERVAPORASI ALKOHOL

KHAIRINDYA IKRAMMURTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

iv

Judul

: Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman untuk
Pervaporasi Alkohol
: Khairindya Ikrammurti
: G44061068

Nama
NIM

Menyetujui
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Sri Mulijani, MS
NIP 19630401 199103 2 001

Armi Wulanawati, S. Si., M. Si
NIP 19690725 200003 2 001

Mengetahui
Ketua Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus :

5

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan judul: Membran Polistirena dengan Ragam Suhu Perendaman untuk Pervaporasi
Alkohol. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Mulijani, MS. dan Armi
Wulanawati, S.Si., M.Si. selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan
bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yani dan staf laboran Kimia Fisik, yaitu Bapak
Nano, Bapak Ismail, dan Ibu Siti Jalilah.
Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Bapak, Mama, dan adikku atas nasihat,
semangat, bantuan materi, dan doa-doanya. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada Roni, Tyas, Ranti, dan Fiul atas doa dan semangatnya yang telah membantu
dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Januari 2011

Khairindya Ikrammurti

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1989 dari pasangan
Taufiqqurachman Mertosono dan Purbasari. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 99 Jakarta dan pada tahun yang sama
penulis masuk IPB Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
antara lain Koperasi Mahasiswa (KOPMA) dan Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika). Pada
bulan Juli-Agustus 2009 penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan
di Laboratorium Pestisida, Pusat Pengujian Mutu Barang (PPMB).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................

viii

PENDAHULUAN ................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Membran.......................................................................................................
Polistirena ....................................................................................................
PLURONIC .................................................................................................
Pervaporasi ..................................................................................................

1
2
2
2

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan .............................................................................................
Tahapan Penelitian .......................................................................................

2
2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena ....................................................................................
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Nilai Faktor Separasi .........................

3
5

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ......................................................................................................
Saran ............................................................................................................

6
6

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

6

LAMPIRAN ..........................................................................................................

8

viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Struktur polistirena .........................................................................................

2

2

Struktur PLURONIC ......................................................................................

2

3

Membran polistirena ........................................................................................

4

4

Membran polistirena sebelum penambahan PLURONIC perbesaran 750 kali ..

4

5

Membran polistirena setelah penambahan PLURONIC suhu perendaman 40oC
perbesaran 750 kali, 50oC perbesaran 1000 kali, dan 60oC perbesaran
500 kali ...........................................................................................................

4

6

Spektrum FTIR membran polistirena dengan penambahan PLURONIC ...........

4

7

Spektrum FTIR polistirena ...............................................................................

5

8

Spektrum FTIR PLURONIC ............................................................................

5

9

Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena terhadap faktor
separasi dan fluks air .......................................................................................

5

10 Grafik pengaruh suhu perendaman membran polistirena-PLURONIC terhadap
faktor separasi dan fluks air ............................................................................

5

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Hasil analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas ...............................

6

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Modul pervaporator .........................................................................................

9

2

Diagram alir penelitian ....................................................................................

10

3

Penentuan nilai faktor separasi ........................................................................

11

4

Analisis kemurnian alkohol dengan kromatografi gas ......................................

12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Membran biasa digunakan dalam proses
pemisahan karena memiliki sifat permeabilitas
dan selektifitas yang tinggi, tahan tehadap zat
kimia yang akan dipisahkan serta memiliki
kestabilan mekanik (Mulder 1996). Proses
pemisahan menggunakan membran dapat
dilakukan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,
osmosis balik, elektrodialisis, dan pervaporasi
(Baker 2004).
Salah
satu
pemanfaatan
teknologi
membran yang sedang berkembang yaitu
pervaporasi. Menurut Jou et al. (1999),
pervaporasi
merupakan
penghilangan
komponen organik dari airnya dengan cara
pemisahan selektif dan difusi melalui sebuah
lembaran polimer (membran). Pervaporasi
didasarkan pada sifat hidrofilitas membran
terhadap larutan yang dipisahkan. Pervaporasi
memiliki beberapa keunggulan seperti dapat
memisahkan campuran yang memiliki titik
didih
berdekatan,
dapat
memisahkan
campuran azeotrop, dan hemat energi (Tsai et
al. 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan
dengan menggunakan teknik pervaporasi
diantaranya yaitu Kittur et al. (2000) dengan
membran komposit ZSM-5 zeolit-PVA untuk
pemisahan isopropanol-air, Schwarz et al.
(2001) dengan membran polielekrolitkompleks
surfaktan
(PELSC)
untuk
pemisahan metanol-air, dan Huang et al.
(2007) dengan membran HTPB (Hidroxylterminated
butadiene)-poliuretan
untuk
pemisahan etanol-air.
Polimer yang digunakan pada setiap
penelitian tersebut sangatlah beragam.
Namun, jenis polimer yang digunakan
biasanya tidak berpori dan bersifat hidrofobik.
Salah satu jenis polimer yang dapat juga
digunakan
untuk
pervaporasi
adalah
polistirena. Polistirena dapat digunakan
sebagai bahan dasar membran pervaporasi
karena bersifat hidrofobik dan tidak berpori.
Selain itu, polistirena juga merupakan polimer
yang memiliki kestabilan panas dan dimensi
yang baik (Cowd 1991).
Peningkatan kinerja membran polistirena
ini dilakukan dengan menambahkan suatu zat
pembentuk pori (porogen). Salah satu contoh
porogen yang dapat digunakan adalah
PLURONIC yang bersifat ramah lingkungan.
Selain itu, kinerja membran juga dapat
ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran
pori dengan perendaman dalam air hangat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, ragam

suhu perendaman yang digunakan yaitu 40
dan 60oC untuk membran komposit selulosa
asetat-polistirena dengan penambahan Cetyl
Trimethylammonium
Bromide
(CTAB)
(Indriani 2009) dan dengan penambahan
Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) (Nugraha
2010). Oleh karena itu, ragam suhu
perendaman yang digunakan pada penelitian
ini yaitu 40, 50, 60 oC.
Dengan demikian, tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh suhu terhadap
pembentukkan pori membran polistirena
dengan PLURONIC sebagai porogen dan
aplikasinya dalam pervaporasi alkohol.

TINJAUAN PUSTAKA
Membran
Membran adalah suatu lapisan film tipis
yang
pelarut
dan
zat
terlarutnya
ditransportasikan secara selektif (Ghosh
2003). Menurut Wenten et al.. (2000), kata
“membran”
telah
diperluas
untuk
menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel
atau film, bertindakcc sebagai pemisah
selektif antara dua fase karena sifat
semipermiabelnya.
Membran
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan material asal, morfologi, bentuk,
dan fungsi. Membran berdasarkan material
asal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
membran alami dan sintetik. Membran alami
merupakan membran yang terdapat pada sel
tumbuhan, hewan, dan manusia yang
berfungsi untuk melindungi isi sel dari
pengaruh luar dan membantu proses
metabolisme dengan sifat permeabelnya
sedangkan membran sintetik merupakan
membran yang dibuat sesuai dengan
kebutuhannya dan sifatnya disesuaikan
dengan membran alami. Membran sintetik ini
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
membran organik dan anorganik. Membran
sintetik ini dapat terbuat dari polimer,
keramik, gelas, dan logam. Membran yang
terbuat dari polimer contohnya seperti
selulosa
asetat,
selulosa
triasetat,
polipropilena, polietilena, poliamida, dan
polisulfon (Mulder 1996).
Menurut Mulder (1996), membran
berdasarkan morfologinya dapat dibedakan
menjadi tiga antara lain membran simetrik
merupakan
membran
yang
memiliki
morfologi homogen, membran asimetrik
merupakan
membran
yang
memiliki
morfologi berbeda antara bagian atas dan
bagian bawah membran serta membran

2

komposit yang merupakan membran yang
terbuat dari dua jenis bahan yang berbeda.
Membran juga dapat dibedakan berdasarkan
bentuknya, yaitu membran datar dengan
bentuk melebar serta memiliki penampang
lintang yang besar dan membran tubular
dengan bentuk seperti tabung dengan diameter
tertentu. Selain itu, membran dapat dibedakan
berdasarkan ukuran porinya, yaitu membran
makropori dengan ukuran pori > 50 nm,
membran mesopori dengan ukuran pori 2-50
nm, membran mikropori dengan ukuran pori <
2 nm.
Berdasarkan fungsinya, membran terbagi
menjadi membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,
osmosis balik, dialisis, dan elektrodialisis.
Membran mikrofiltrasi merupakan membran
yang
berfungsi
untuk
menyaring
makromolekul dengan berat molekul lebih
dari 500.000 g/mol atau partikel berukuran
0,1-10 µm dengan tekanan 0,5-2 atm.
Membran ultrafiltrasi merupakan membran
yang
berfungsi
untuk
menyaring
makromolekul dengan berat molekul lebih
dari 5000 g/mol atau partikel berukuran
0,001-0,1 µm dengan tekanan 1-3 atm.
Membran osmosis balik merupakan membran
yang berfungsi untuk menyaring garam-garam
organik dengan berat molekul lebih dari 50
g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001
µm dengan tekanan 8-12 atm. Membran
dialisis merupakan membran yang berfungsi
untuk memisahkan larutan koloid yang
mengandung elektrolit dengan berat molekul
kecil. Membran elektrodialisis merupakan
membran yang berfungsi untuk memisahkan
larutan dengan pemberian muatan listrik.
Polistirena
Polistirena (Gambar 1) merupakan polimer
termoplastik yang berwujud padatan pada
suhu ruang, tetapi dapat meleleh jika
dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika
didinginkan (Steven 2007). Polistirena tahan
terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya,
tetapi mudah larut dalam hidrokarbon
aromatik dan berklor (Cowd 1991). Pelarut
yang biasa digunakan untuk polistirena adalah
diklorometana, etilbenzena, CHCl3, CCl4,
tetrahidrofuran, metiletilketon (Lide 2005).

PLURONIC
Poloksamer atau PLURONIC (Gambar 2)
merupakan surfaktan nonionik yang dibuat
dari
kopolimer
polioksietilenapolioksipropilena. PLURONIC merupakan
surfaktan berwarna putih, tidak berbau, tidak
berasa, dan tidak berbahaya (Escobar-Chavez
2006). PLURONIC memiliki nilai nisbah
hidrofilik-lipofilik (HLB) antara 18-23 yang
menunjukkan kemampuannya untuk larut
dalam pelarut polar dan nonpolar.

Gambar 2 Struktur PLURONIC
(Escobar-Chavez 2006)
Pervaporasi
Pervaporasi merupakan teknik pemisahan
berdasarkan transport selektif melalui celah
tebal yang digabungkan dengan evaporasi
(Tsai et al. 2000). Pervaporasi dapat
dilakukan dengan menggunakan membran
berpori ataupun nonpori (Nawawi 2008).
Kinerja pervaporasi dapat dilihat dari nilai
indeks pemisahan pervaporasi (PSI) (Baker
2004) yang dipengaruhi oleh fluks dan faktor
separasi yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:

PSI
J
αsep
Y
X

= indeks pemisahan pervaporasi
= fluks
= faktor separasi
= fraksi mol atau konsentrasi permeat
= fraksi mol atau konsentrasi umpan

Menurut Mulder (1996), fluks adalah
volume permeat yang melewati satu
permukaan luas membran dengan
tertentu dengan adanya gaya dorong
tekanan. Secara umum fluks
dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:
J = Fluks (L/m².jam)
V = Volume permeat (L)
A = Luas permukaan membran (m2)
t = waktu (jam)
Gambar 1 Struktur polistirena (Cowd 1991)

jumlah
satuan
waktu
berupa
dapat

3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah polistirena
(Merck), diklorometana, alkohol teknis, dan
PLURONIC (Aldrich). Alat yang digunakan
adalah pengaduk ultrasonik, pervaporator
(Lampiran 1), kromatografi gas varian 14 B di
Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor
(SMAKBO), Mikroskop Elektron Susuran
(SEM) JEOL JSM-6360AL di P2GL, dan
Spektrofotometer Inframerah Transformasi
Fourier (FTIR) Perkin Elmer Spectrumone di
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Tahapan Penelitian
Pembuatan membran polistirena
Pembuatan membran polistirena diawali
dengan pembuatan larutan polimer polistirena
dalam pelarut dikloro