Membran Polistirena Terfluorinasi untuk Aplikasi pada Microbial Fuel Cell

i

MEMBRAN POLISTIRENA TERFLUORINASI UNTUK
APLIKASI PADA MICROBIAL FUEL CELL

MIRANTI DYAH PRAMESTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

iv

ABSTRAK
MIRANTI DYAH PRAMESTI. Membran Polistirena Terfluorinasi untuk
Aplikasi pada Microbial Fuel Cell. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan
MUHAMMAD KHOTIB.
Microbial fuel cell (MFC) merupakan suatu sel bahan bakar yang
memanfaatkan aktivitas mikrob sebagai sumber energinya. Mikrob yang

digunakan berasal dari air perasan rumen sapi. Semakin banyak jumlah mikrob,
maka diasumsikan aktivitasnya juga semakin meningkat. Elektrolit yang
digunakan dalam MFC adalah membran polistirena terfluorinasi (PSf). Sintesis
membran PSf menggunakan trietilamina trihidroflorida dengan berbagai
komposisi, yaitu 5, 10, dan 15%. Berdasarkan hasil uji fourier transform infrared
spectroscopy (FTIR), diketahui bahwa gugus fluorin telah tersubtitusi ke dalam
cincin aromatik polistirena. Uji scanning electron microscope (SEM) menyatakan
bahwa membran PSf merupakan membran tidak berpori sehingga baik digunakan
sebagai membran elektrolit pada sel bahan bakar. Pengujian konduktivitas proton
membran menunjukkan membran PSf 5% memiliki konduktivitas proton paling
tinggi. Membran PSf yang dihasilkan dapat diaplikasikan dengan baik dalam
sistem MFC. Hal ini dapat diketahui berdasarkan nilai beda potensial yang
dihasilkan oleh PSf 5, 10, dan 15% berturut-turut sebesar 8, 12, dan18 mV.
Kata kunci: polistirena terfluorinasi, microbial fuel cell, air perasan rumen sapi.

ABSTRACT
MIRANTI DYAH PRAMESTI. Fluorinated Polystyrene Membrane for
Application in Microbial Fuel Cell. Supervised by SRI MULIJANI and
MUHAMMAD KHOTIB.
Microbial fuel cell (MFC) is a fuel cell that utilizes microbial activity as a

source of its energy. The microbe used was from cow’s rumen liquid. The higher
numbers of microbe, the higher the microbial activity . The electrolyte used in the
MFC system was a fluorinated polystyrene membrane (PSf). Synthesis of PSf was
done by using triethylamine trihydrofluoride with various composition, namely 5,
10, and 15%. Based on Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) result,
fluorine atoms has been substituted into the aromatic ring of the polystyrene. The
results of scanning electron microscope (SEM) states that the PSf membrane is a
nonporous membrane so that is good to be used as an electrolyte in fuel cell.
Proton conductivity test shows that membrane of 5% PSf has the highest proton
conductivity. The PSf membrane can be applied in MFC system well. It known
according to the value of potential difference generated by PSf 5, 10, and 15%,
which are 8, 12, and 15 mV, respectively.
Key words: fluorinated polystyrene membrane, microbial fuel cell, cow’s rumen
liquid

v

MEMBRAN POLISTIRENA TERFLUORINASI UNTUK
APLIKASI PADA MICROBIAL FUEL CELL


MIRANTI DYAH PRAMESTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

vi

Judul
Nama
NIM

: Membran Polistirena Terfluorinasi untuk Aplikasi pada Microbial

Fuel Cell
: Miranti Dyah Pramesti
: G44080056

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Sri Mulijani, MS
NIP 19630401 199103 2 001

Muhammad Khotib, SSi, MSi
NIP 19781018 20070 1 002

Diketahui
Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus :

vii

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dilaksanakan dari
bulan Februari sampai Juni 2012 yang bertempat di Laboratorium Kimia Fisik,
Departemen Kimia; Laboratorium Biofisika Membran, Departemen Fsika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; Laboratorium Bakteriologi,
Fakultas Kedokteran Hewan; dan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Dr. Sri
Mulijani, MS selaku pembimbing pertama dan Bapak Muhammad Khotib, SSi,
MSi selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan semangat
kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih
kepada Bapak Agus Sumatri, Bapak Jajang, Bapak Novri, dan Bapak Akhir yang
telah membantu penulis dalam berdiskusi selama penyusunan karya ilmiah,
pemakaian alat dan bahan di laboratorium, dan kepada Bapak Mail, Bapak Caca,

Bapak Eman, Bapak Sobur, dan Bapak Adi yang telah membantu penulis selama
penelitian dilaksanakan.
Ungkapan terima kasih kepada Bapak, Ibu, adik-adikku dan seluruh
keluarga atas doa, dukungan dan semangatnya. Ucapan terima kasih kepada Fikri,
Rido, Ade Nurbani, Suci, Hani, Sugma, Fadli, Vani, Nur Aida, Dumas, Evan,
Ammar, Gita, Umar, Abo, Dwi Utami, Dian Novitasari, dan Retno yang telah
membantu, memberikan semangat, motivasi dan dorongan dalam menyusun karya
ilmiah ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi penulis
maupun bagi pembaca.

Bogor, Juli 2012

Miranti Dyah Pramesti

viii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 24 Februari 1990 dari ayah Agus
Eko Priyono dan ibu Suliestyawati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga

bersaudara.
Tahun 2002 penulis menyelesaikan sekolah di SD Negeri Kranggan 3
Mojokerto dan pada tahun 2005 penulis menyelesaikan sekolahnya di SMP
Negeri 4 Mojokerto. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Puri Mojokerto
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan
Profesi IMASIKA dan kegiatan kepanitiaan di luar Himpunan Profesi IMASIKA.
Penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di PT. Ajinomoto Indonesia
pada bulan Mei hingga Agustus 2011.

ix

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... ixv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ v

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE .................................................................................... 2
Alat dan Bahan ............................................................................................. 2
Metode ......................................................................................................... 2
Pembuatan membran polistirena........................................................... 2
Penentuan water uptake ....................................................................... 3
Pencirian membran .............................................................................. 3
Pengukuran konduktivitas membran..................................................... 3
Pengukuran beda potensial sistem MFC ............................................... 3
Perhitungan total mikrob dalam air perasan rumen sapi........................ 3
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 4
Pembuatan membran polistirena terfluorinasi ............................................... 4
Pembuatan trietilamina trihidroflorida.................................................. 4
Sintesis polistirena terfluorinasi ........................................................... 4
Pencetakan membran ........................................................................... 4
Penentuan bobot molekul PS dan PSf................................................... 4
Penentuan water uptake ................................................................................ 5
Pencirian membran ....................................................................................... 5
Analisis FTIR ...................................................................................... 5
Analisis SEM....................................................................................... 7

Pengukuran konduktivitas membran ............................................................. 7
Beda potensial sistem sel bahan bakar........................................................... 8
Perhitungan total mikrob dalam air perasan rumen sapi ................................ 9
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 9
Simpulan ...................................................................................................... 9
Saran .......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 10
LAMPIRAN ...................................................................................................... 12

x

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hubungan water uptake dan konduktivitas proton membran ............................. 8
2 Total mikroba dalam air perasan rumen sapi .................................................... 9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Instrumen LCR meter....................................................................................... 3
2 Padatan PS dan PSf.......................................................................................... 4

3 Hasil pencetakan membran, membran PSf, danmembran PS. ........................... 4
4 Hubungan antara konsentrasi PSf dan nilai water uptake.................................. 5
5 Spektrum PSf dan PS. ...................................................................................... 6
6 Reaksi antara HF dan TEA............................................................................... 6
7 Produk reaksi fluorinasi pada polistirena.......................................................... 6
8 Penampang melintang permukaan membran PS dan PSf, bagian muka membran
PS dan PSf. ..................................................................................................... 7
9 Kurva perbedaan konduktivitas proton sebelum dan setelah diaktivasi. ........... 7
10 Sistem microbial fuel cell (A) anolit dan (B) katolit. ....................................... 8
11 Kurva hubungan beda potensial dan konsentrasi PSf. ...................................... 8

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian.................................................................................... 13
2 Penentuan bobot molekul polistirena dan polistirena terfluorinasi ................... 14
3 Penentuan water uptake .................................................................................. 18
4 Penentuan konduktivitas proton dari membran ................................................ 19
5 Penentuan beda potensial dan total mikrob sistem MFC .................................. 20

1


PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang pesat
mengakibatkan
terjadinya
peningkatan
kebutuhan energi. Saat ini, Indonesia
menghadapi persoalan pasokan energi, baik
untuk kepentingan industri maupun rumah
tangga (Hendrana 2007). Krisis energi ini
dipicu dari pertumbuhan populasi manusia
dan berkembangnya teknologi baru yang
membutuhkan energi listrik dalam melakukan
kinerjanya. Upaya pemenuhan energi yang
telah dilakukan, sebagian besar berasal dari
konversi bahan bakar fosil yang tidak dapat
diperbaharui. Oleh karena itu, diperlukan
suatu inovasi energi alternatif yang dapat
diperbaharui dan ramah lingkungan (Dewi et
al. 2008).
Fuel cell atau sel bahan bakar merupakan
sebuah alat elektrokimia yang mengonversi
energi kimia menjadi energi listrik melalui
proses elektrokimia. Macam-macam sel bahan
bakar, yaitu alkaline fuel cell (AFC),
phosphoric acid fuel cell (PAFC), direct
methanol fuel cell (DMFC), solid oxide fuel
cell (SOFC), proton exchange membrane fuel
cell (PEMFC), dan ada pula sel bahan bakar
menggunakan
yang
pengaplikasiannya
bantuan mikroorganisme, yang dikenal
microbial fuel cell (MFC), sehingga energinya
tidak berasal dari hidrogen murni (Dewi et al.
2008).
Penelitian kali ini bertujuan membuat
membran dari polistirena terflorinasi (PSf)
yang berperan sebagai membran elektrolit
pada sistem microbial fuel cell (MFC). Sistem
MFC yang digunakan pada penelitian kali ini
memanfaatkan materi organik yang bersumber
dari air perasan rumen sapi sebagai sumber
energinya (Du et al. 2007). Berdasarkan
penelitian Sidharta et al (2007) dengan
menggunakan membran nafion, sebanyak 500
mL air perasan rumen sapi mampu
menghasilkan beda potensial listrik sebesar
810 mV.
Bagian-bagian yang terdapat pada sel
bahan bakar, yaitu anode berperan sebagai
tempat terjadinya pemecahan hidrogen
menjadi proton dan elektron. Katode sebagai
tempat terjadinya reaksi penggabungan
proton, elektron, dan oksigen. Elektrolit
berupa membran polimer yang berperan
sebagai proton exchange membrane (PEM)
untuk mengalirkan proton dan memblokir
elektron melewati membran (Hendrana et al.
2007).
Syarat-syarat polimer yang digunakan
dalam sel bahan bakar, yaitu tipis, memiliki

sifat mekanik yang baik, permeable bagi
proton, impermeable bagi gas CO2 dan
hidrogen, impermeable terhadap elektron,
memiliki konduktivitas proton yang tinggi,
memiliki kestabilan kimia, elektrokimia, dan
suhu yang baik, serta tahan terhadap asam
(Walsby 2001).
Nafion merupakan membran yang biasa
digunakan sebagai elektrolit dalam sel bahan
bakar, memiliki konduktivitas proton sebesar
0.1 S/cm (Hendrana et al. 2007). Namun,
membran ini harganya sangat mahal dan
konduktivitas proton dari membran dapat
menurun secara signifikan (Oo & Win 2008).
Oleh karena itu, saat ini banyak
dikembangkan material baru yang dapat
menggantikan nafion, misalnya campuran
antara poli(aril eter keton), poliimida, poli
(benzaimidazol), dan polistirena (Walsby
2001).
Polistirena
atau styrofoam
banyak
digunakan masyarakat Indonesia. Maraknya
penggunaan styrofoam dapat menyebabkan
dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan.
Dari segi kesehatan, bahaya residu PS dalam
makanan dapat menyebabkan timbulnya
penyakit dan gangguan reproduksi pada
manusia. Sedangkan dari segi lingkungan,
sifatnya yang tidak dapat di daur ulang dapat
menyebabkan masalah terhadap lingkungan
(Hendrana et al 2007). Berdasarkan data
Deperindag (2007) menyatakan jumlah
sampah PS yang dihasilkan per tahun dapat
mencapai 1080 styrofoam. Oleh karena itu,
perlu adanya penanganan untuk mengurangi
limbah gabus PS tersebut dan dapat
meningkatkan nilai mutunya.
Polistirena mengalami kendala pada
struktrunya yang rapuh pada suhu 100-120 °C
dan tingginya permeabilitas terhadap uap air
dan oksigen, sehingga diperlukan suatu tehnik
untuk memodifikasinya. Salah satu caranya
yaitu dengan fluorinasi. Reagen fluorinasi
yang
digunakan
adalah
trietilamina
trihidroflrida (HF-TEA). Produk dominannya
dapat diidentifikasi melalui pengujian
menggunakan menggunakan fourier transform
infrared spectroscopy (FTIR). Selain itu,
FTIR digunakan untuk mendeteksi perubahan
gugus fungsi hasil fluorinasi pada membran
(Handayani 2008).
Pengujian
membran
menggunakan
scanning electrone microscope (SEM)
dilakukan untuk mengetahui pori membran
yang terbentuk (Indriyati et al. 2004).
Penentuan total bakteri dilakukan untuk
mengetahui jumlah mikrob yang terdapat
dalam air perasan rumen. Metode yang

2

digunakan dalam penentuan total bakteri
adalah metode total plate count (TPC).
Salah satu karakter membran yang baik
untuk sel bahan bakar adalah memiliki
konduktivitas proton yang tinggi. Besar
kecilnya beda potensial yang dihasilkan air
perasan rumen sapi dipengaruhi oleh mikrob
yang hidup dan memanfaatkan nutrisi yang
terkandung dalam cairan tersebut (Barua &
Deka 2010). Penentuan water uptake
dilakukan untuk mengetahui kemampuan
swelling dari membran (Dhuhita & Arti 2010).
Penentuan bobot molekul membran PS dan
PSf
dilakukan
menggunakan
metode
viskositas (Malcolm 2011).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
gelas, neraca analitik, oven, fourier transform
infra red (FTIR), scanning electrone
microscope (SEM), pHmeter, impedance
analyzer (LCR meter), rotavapor, seperangkat
alat untuk menghitung total bakteri dengan
metode TPC (Total Plate Count), pH
universal, viskometer Ostwald, mikrometer
digital, dan corong pisah.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
polistirena (PS), Hidrogen florida (HF) 40%,
Trietilamina (TEA) 99.7% , diklrometana,
kloroform, air perasan rumen sapi, es batu, air
deionisasi, elektrode karbon, K3Fe(CN)6,
K2HPO4, buffered peptone water (BPW), dan
plate count agar (PCA).
Metode
Bagan alir penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Pembuatan
membran
polistirena
terfluorinasi
Pembuatan trietilamina trihidroflorida.
Larutan TEA 99.7% sebanyak 10 mL
dicampurkan dengan 15 mL HF 40% ke
dalam labu erlenmeyer. Proses pencampuran
dilakukan sedikit demi sedikit dan bertahap
sambil terus digoyang-goyangkan hingga
homogen dan gas yang terbentuk tidak timbul
lagi. Saat pengocokkan, labu erlenmeyer
ditutup rapat dengan sumbat karet agar gas
yang ditimbulkan tidak menyebar. Pembuatan
(CH3CH2)3N.3HF ini dilakukan di lemari
asam.
Sintesis polistirena terfluorinasi. Tahap
awal dalam sintesis polistirena adalah
memotong polistirena menjadi ukuran yang

lebih kecil. Potongan polistirena ditimbang
sebanyak 3 gram, kemudian dimasukkan ke
dalam 60 mL kloroform dan diaduk hingga
homogen. Larutan polistirena tersebut
dicampurkan dengan 24 g (CH3CH2)3N.3HF.
Campuran tersebut diaduk hingga homogen,
dan direfluks selama 4 jam.
Larutan hasil refluks dinetralkan dengan
pencucian menggunakan air deionisasi,
kemudian larutan dipekatkan menggunakan
rotavapor. Hasil pemekatan berupa padatan
yang keras berwarna putih. Padatan yang
merupakan polistirena terfluorinasi tersebut
dikeluarkan dari labu rotavapor dan
dikeringudarakan selama 24 jam. Langkah
selanjutnya adalah pencetakkan membran dari
polistirena terfluorinasi. Hal yang serupa juga
dilakukan untuk blanko, tanpa penambahan
(CH3CH2)3N.3HF.
Pencetakkan
membran
polistirena
terfluorinasi (PSf). Padatan polistirena
terfluorinasi yang telah dikeringudarakan,
dilarutkan ke dalam diklorometana dengan
berbagai variasi komposisi (%b/v), yaitu 5%,
10%, dan 15% Psf dalam 30 mL
diklorometana. Campuran tersebut diaduk
hingga homogen, kemudian dicetak di atas
pelat kaca. Bagian pinggir pelat kaca diberi
selotip dengan ketebalan tertentu. Larutan
cetak polistirena terfluorinasi dituang di atas
pelat kaca dan ditarik menggunakan batang
pengaduk sehingga membentuk lapisan tipis.
Lapisan ini dibiarkan selama 10 hingga 25
menit untuk terjadinya penguapan parsial
pelarutnya kemudian dimasukkan ke dalam
bak koagulasi berisi air deionisasi pada suhu
ruang dan dibiarkan selama satu malam untuk
mendapatkan koagulasi sempurna. Membran
tipis yang terbentuk dicuci dengan akuades
untuk menghilangkan sisa pelarut kemudian
dikeringkan di udara terbuka.
Membran yang telah diperoleh, baik
membran
polistirena
dan
polistirena
terfluorinasi direbus selama 1 jam dalam air
deionisasi, kemudian direbus dengan 3% H2O2
selama 1 jam, direbus dalam H2SO4 0.5 M
selama 1 jam. Setelah perebusan, membranmembran tersebut dicuci dengan air deionisasi
dan direndam dalam air deionisasi hingga
akan digunakan untuk pengukuran.
Penentuan bobot molekul. Membran
polistirena dan polistirena terfluorinasi
dipotong kecil-kecil, kemudian dilarutkan ke
dalam 25 mL kloroform dengan bobot PS dan
PSf yang tercantum dalam Lampiran 2. Setiap
larutan dengan konsentrasi yang berbeda

3

diambil kurang lebih 20 mL dan dimasukkan
ke dalam viskometer Ostwald, kemudian
diukur waktu alirnya. Masing-masing
membran diukur waktu alirnya sebanyak tiga
kali ulangan. Blanko yang digunakan adalah
kloroform.
Penentuan water uptake
Membran PS, PSf 5%, 10%, dan 15%
dipotong dengan ukuran (1×1)cm2, masingmasing 3 kali ulangan pada lokasi yang acak.
Membran-membran tersebut dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 120 °C selama 24 jam,
kemudian ditimbang bobot keringnya.
Selanjutnya,
membran-mebran
tersebut
direndam dalam air deionisasi selama 48 jam,
dan ditimbang bobot basahnya. Nilai water
uptake diperoleh dari persamaan:

Pencirian membran
Analisis gugus fungsi. Pengujian struktur
sampel berupa membran polistirena dan
polistirena
terfluorinasi
dilakukan
di
Laboratorium Biofarmaka, Bogor. Pengujian
dilakukan dengan metode spektrofotometri
FTIR menggunakan instrumen FTIR Bruker
Tensor 27. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui spektrum infra merah dari
dan
polistirena
membran
polistirena
terfluorinasi.
Analisis SEM. Analisis morfologi
membran dilakukan dengan menggunakan
instrumen SEM Jeol JSM-836ola. Pengukuran
dilakukan terhadap polistirena dan polistirena
terfluorinasi (PSf) untuk mengetahui pori
yang terjadi pada membran. Pemotretan
dilakukan pada bagian permukaan dan
penampang melintang membran dengan
perbesaran 1000 dan 5000 kali.
Pengukuran konduktivitas membran
dilakukan
Pengukuran
konduktivitas
menggunakan
alat
LCR
meter,
di
Membran,
Laboratorium
Biofisika
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Langkah awal
yang dilakukan adalah memotong membran
dengan ukuran (6 × 1)cm2. Membran tersebut
diapit di antara dua elektrode karbon,
elektrode
tersebut
kemudian
kedua
dihubungkan dengan kutub positif dan negatif

pada alat, sehingga muncul nilai konduktivitas
membrannya.

Gambar 1 Instrumen LCR meter.
Membran yang digunakan saat pengukuran
konduktivitas, diukur pula ketebalannya
menggunakan mikrometer digital karena tebal
membran sebanding dengan jarak antara
kedua elektrode karbon (l). Nilai konduktansi
(G) yang diperoleh, dikonversi menjadi nilai
konduktivitas per satuan jarak yang disebut
dengan nilai konduktivitas proton (σ) melalui
persamaan :

Keterangan :
σ : konduktivitas proton (S/cm)
A : luas permukaan (cm2)
l : jarak antar kedua elektroda
G : nilai konduktivitas (S)
Pengukuran beda potensial sistem MFC
Pengukuran konduktivitas sistem sel bahan
bakar dilakukan dengan dua sistem bejana.
Bejana pertama sebagai tempat anode, dan
bejana kedua sebagai tempat katode. Bejana
katode (katolit), diisi dengan larutan
K3Fe(CN)6 yang dilarutkan dalam akuades
hingga 50 mM dan dicampur dengan K2HPO4
yang dilarutkan dalam akuades hingga 100
mM. Bejana anode (anolit) diisi dengan cairan
rumen sapi. Bejana anode dan katode masingmasing diisi larutan sebanyak 100 mL.
Kedua bejana tersebut dihubungkan oleh
lima lubang yang berdiameter 1 cm. Membran
direkatkan di bagian tengah bejana, dan
menjadi pembatas antara katolit dan anolit.
Elektrode dimasukkan ke dalam kedua larutan
tersebut, kemudian dihubungkan dengan
kutub positif dan negatif pada LCR meter,
sehingga muncul nilai beda potensial yang
dihasilkan sistem.
Perhitungan total mikroba dalam air
perasan rumen sapi
Air perasan rumen sapi sebanyak 25 mL
dimasukkan ke dalam wadah steril secara
aseptik, kemudian ditambahkan 225 mL
larutan BPW dan diaduk hingga homogen. Ini

4

merupakan larutan dengan konsentrasi 10-1.
Sebanyak 1 mL suspensi dengan konsentrasi
10-1 diambil dan dicampurkan dengan 9 mL
BPW, sehingga diperoleh
oleh suspensi
suspens dengan
konsentrasi 10-2, dari suspensi
spensi konsentrasi 10-2
dibuat suspensi konsentrasi 10-3 hingga 10-8.
Dari masing-masing suspensi pengenceran,
diambil 1 mL dan dipindahkan ke dalam
cawan petri secara duplo.
Media PCA yang telah dicairkan bersuhu
45 ± 1 0C sebanyak 15 mL ditambahkan ke
dalam cawan petri yang
ang berisi suspensi
pengenceran, kemudiann dilakukan
dilakuk pemutaran
membentuk angka delapan
lapan aga
agar homogen dan
didiamkan hingga menjadi padat. Padatan
tersebut diinkubasi pada temperatur 34 °C
selama 24 hingga 48 jam. Setelah
Setela itu, dihitung
jumlah
koloni
pada
setiap
seri
pengencerannya. Setelahh itu, dihitung jumlah
koloni pada setiap seri pengenc
encerannya.
Semua koloni dalam cawan petri dihitung
dengan menggunakan alat penghitung
penghitun koloni.
Rata-rata jumlah koloni dikalikan dengan
faktor
pengencerannya,
ya,
dan
hasilnya
dinyatakan sebagai jumlah mikrob per
mililiter. Jika jumlahnya
nya lebih dari 300
3 koloni,
maka dinyatakan tidak dapat untuk dihitung
atau TBUD (ISO 2000).

dikeringudarakan, akan menjadi padata
padatan putih
yang keras.

Gambar 2 Padatan PS dan PSf.
Pencetakan membran
Padatan PS dan PSf dilarutk
dilarutkan dengan
komposisi 5%, 10%, dan 15% dalam
diklorometana. Padatan PSf mudah larut
secara homogen dalam diklorometa
diklorometana karena
adanya kesamaan sifat nonpolar (Cowd 1999).
Membran yang telah dicetak, kemudian
dikeringudarakan
untuk
menghilangka
menghilangkan
pelarut-pelarut dan pengotor yang mudah
menguap sehingga membran lebih cepat
kering.
Pelepasan membran dari pelat kaca
dilakukan dengan merendam membran
bersama pelat kacanya ke dalam air deionisasi
hingga membran terlepas dengan sendirinya.
Hal ini dilakukan agar pelepasa
pelepasannya tidak
dilakukan secara kasar, yang
ang akan berakibat
pada rusaknya membran.

HASIL
ASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan membran
mbran polistirena
poli
terfluorinasi
orinasi
Pembuatan trietilamina trihidroflorida
trihidrof
Warna larutan (CH3CH2)3N. 3HF adalah
putih dan jika dibiarkan dalam waktu yang
cukup lama akan membentuk endapan putih
seperti
pasir.
Reagen
trietilamina
trihidroflorida ini bersifat higros
higroskopis (TCI
2008).
Sintesis polistirena terfluorinasi
orinasi
Kloroform digunakan
akan sebagai pelarut
karena PS mudah larut
ut dalam hidrokarbon
aromatik dan mengandung
ung klorin. Polistirena
larut sempurna dalam kloroform
klorofor
karena
adanya kesamaan sifat nonpolar (Cowd 1999).
Pemanasan selama 4 jam pada suhu 70°C
dilakukan agar campuran
mpuran tersebut lebih
homogen dan untuk mempercepat
memperce
reaksi
fluorinasi PS.
Larutan yang telah direflu
direfluks, dipekatkan
menggunakan rotavapor untuk menghilangkan
pelarut-pelarut yang masih tersisa
te
dan agar
larutan menjadi lebih pekat. Hasil pemekatan
tersebut berupa gel berwarna putih yang jika

(a)
(b)
(c)
Gambar 3 (a) Hasil pencetakan
kan mem
membran, (b)
membran PSf,
Sf, dan (c) me
membran PS.
Sebelum membran digunakan pada sel
bahan bakar, dilakukan proses aktivasi
terlebih dahulu dengan
mengguna
menggunakan
oksidator kuat. Aktivasi dilakuk
dilakukan untuk
mengaktifkan pori yang terdapat pada
membran sehingga saat diaplikasikan untuk
sel
bahan
bakar,
membra
membran
dapat
menghantarkan proton
oton lebih banyak.
Penentuan bobot molekul PS dan PSf
Penentuan bobot molekul dilakukan untuk
mengetahui perbedaan bobot molekul dari PS
dan PSf dan untuk mengetahui
getahui pengaruh
reaksi fluorinasi PS terhadapp bobot molekul
polimer. Penentuannya dilakuka
dilakukan dengan
menentukan viskositasnya berdasar
berdasarkan laju
alir larutan PS dan PSf. Pelarut yang
digunakan adalah kloroform karena kloroform
merupakan pelarut yang baik bagi PS.
Kloroform dapat berinteraksi
ksi dengan PS,

5

Penentuan water uptake
Penentuan water uptake membran,
dilakukan untuk mengetahui kemampuan
membran dalam melakukan proses swelling
saat pengaplikasiannya sebagai sel bahan
bakar (Chia 2006). Proses swelling bertujuan
untuk menghantarkan proton yang dihasilkan
di bagian anode, yang terjerap dalam
membran dan mengalirkannya menuju ke
katode.

12.00

water uptake (%)

dengan cara membuka rantai makromolekul
polimer tersebut, sehingga PS mapun PSf
mampu larut sempurna dalam kloroform
(Azizah 2004).
Lampiran 2 menunjukkan laju alir PS dan
PSf. Semakin pekat konsentrasi suatu larutan,
maka laju alirnya akan semakin lama (Azizah
2004). Laju alir larutan PSf lebih besar
dibandingkan
larutan
PS.
Hal
ini
membuktikan bahwa larutan PSf lebih kental
dan pekat dibandingkan larutan PS. Laju alir
kloroform yang diperoleh sebesar 32.81 detik,
sedangkan kedua sampel yang digunakan
memiliki laju alir yang lebih besar
dibandingkan laju alir pelarutnya.
Persamaan garis yang diperoleh untuk
hubungan viskositas reduktif dan konsentrasi
sampel berupa PS adalah, y = 38.10 + 2301x
dan untuk PSf adalah, y = 87.77 – 1706x.
Berdasarkan persamaan garis yang diperoleh,
dapat diketahui nilai viskositas intrinsik ([η])
yang digunakan untuk dapat menentukan
bobot molekul dari suatu polimer menurut
persamaan Mark-Houwink (Azizah 2004).
Bobot molekul PSf yang diperoleh sebesar
239634.7 g/mol dengan nilai linieritas sebesar
0.953, sedangkan bobot molekul PS diperoleh
sebesar 79777.77 g/mol dengan nilai
linieritasnya 0.893.
Bobot molekul membran PS mengalami
peningkatan setelah mengalami proses
fluorinasi. Hal ini menunjukkan bahwa proses
fluorinasi PS telah berhasil. Adanya subtitusi
gugus fluor ke dalam rantai PS, menyebabkan
penambahan bobot molekul dari polistirena.

10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
PS

PSf 5%

PSf 10% PSf 15%

konsentrasi PSf (%)
Gambar 4 Hubungan antara konsentrasi PSf
dan nilai water uptake.
Berdasarkan Lampiran 2 diketahui bahwa
terjadi peningkatan bobot membran setelah
perendaman, yang dinyatakan sebagai bobot
basah. Hal ini menunjukkan bahwa membran
memiliki kemampuan mengikat air bebas,
meskipun penambahan bobotnya tidak
signifikan. Nilai water uptake membran PS
dan PSf tergolong tinggi, artinya semua
membran yang akan diaplikasikan sebagai
elektrolit dalam sistem MFC memiliki
kemampuan swelling yang cukup baik.
Gambar 5 menunjukkan bahwa membran
PSf 5% memiliki persentase water uptake
yang paling besar, yaitu 11.07%. Membran
PSf 5% memiliki kemampuan menyerap air
lebih tinggi dibandingkan membran yang lain,
sehingga
proses
swelling
untuk
menghantarkan proton yang dihasilkan juga
akan semakin tinggi. Kemampuan membran
dalam
menghantarkan
proton,
sangat
berpengaruh terhadap nilai konduktivitas
protonnya.
Pencirian membran
Analisis FTIR
Pengujian FTIR dilakukan pada membran
PS dan PSf untuk mengetahui adanya subtitusi
gugus fluor pada polistirena dan produk
dominan yang dihasilkan dari sintesis
polistirena menggunakan reagen trietilamina
trihidroflorida, berdasarkan spektrum infra
merahnya.

6

Gambar 5 Spektrum PSf (
Spektrum berwarna merah menunjukkan
spektrum PSf, sedangkan spektrum berwarna
biru merupakan spektrum dari PS. Terdapat
perbedaan pita serapan dari kedua spektrum
membran.
Spektrum senyawa aromatik,
ditunjukkan dengan adanya serapan pada
bilangan gelombang 1601.30 cm-1. Perbedaan
antara kedua spektrum tersebut yaitu pita
serapan pada bilangan gelombang 1069.14
hingga 1028.55 cm-1 yang diberi simbol huruf
‘a’, hanya terdapat pada spektrum PSf dan
tidak terdapat pada spektrum PS. Serapan itu
menunjukkan adanya gugus fluor yang
terdapat dalam membran PSf (Pavia et al.
2001).
Saat terjadi pencampuran antara HF dan
TEA, atom N pada TEA akan terprotonasi
sehingga tidak dapat bereaksi lagi.

) dan PS ( ).

Gambar 6 Reaksi antara HF dan TEA.
Ion F- yang terbentuk berperan sebagai
nukleofilik yang akan menyerang cincin
aromatik PS yang sifat elektronegatifitasnya
lebih rendah dibandingkan F-. Subtitusi F- ke
dalam cincin aromatik melalui tahap
pembentukkan intermediet berupa benzuna.
Struktur intermediet ini memiliki ikatan
rangkap tiga pada salah satu ikatan
rangkapnya. Ion F- akan menyerang atom H
yang terdapat pada ikatan rangkap tiga pada
cincin aromatik, sehingga menghasilkan
produk berupa polistirena terfluorinasi pada
posisi ‘orto’, ‘meta’, dan ‘para’.

Gambar 7 Produk reaksi fluorinasi pada polistirena
Serapan yang diberi simbol dengan huruf
‘b’, ‘c’, dan ‘d’ menunjukkan adanya
trisubtitusi pada cincin aromatik dalam
polistirena. Huruf ‘b’ pada pita serapan
842.02 cm-1 menunjukkan adanya subtitusi

gugus fluor pada posisi ‘para’ dalam cincin
aromatik dengan intensitas sedang. Pita
serapan 757.93-700.88 cm-1 yang disimbolkan
dengan huruf ‘c’ menunjukkan adanya
subtitusi pada posisi ‘orto’, namun spektrum

7

Analisis SEM

(a)

(b)

tersebut, diketahui bahwa baik membran PS
dan PSf tidak memiliki pori.
Pengukuran konduktivitas membran
Nilai konduktivitas membran PS, PSf 5,
10, dan 15% diukur menggunakan LCR meter
dengan elektroda karbon. Selain memiliki
nilai water uptake yang tinggi dan
membrannya tidak berpori, syarat lain
membran dapat digunakan sebagai elektrolit
pada sel bahan bakar adalah memiliki
konduktivitas proton yang tinggi (Hendrana
2007). Konduktivitas proton diukur untuk
mengetahui kemampuan membran dalam
menghantarkan proton. Semakin besar
konduktivitas proton yang dihasilkan, maka
membran tersebut semakin baik digunakan
dalam sistem sel bahan bakar.
konduktivitas proton ( μS/cm)

PS dan PSf pada 757.93-700.88 cm-1 tidak
terdapat perbedaan intensitas. Artinya,
subtitusi gugus fluor pada posisi ‘orto’
intensitasnya sangat rendah.
Subtitusi fluor pada posisi ‘meta’
ditunjukkan pada bilangan gelombang 650700 cm-1, yang diberi simbol huruf ’d’.
Intensitas pita serapan pada posisi ‘meta’
sangat besar dibandingkan dengan intensitas
pada posisi ‘orto’ dan ‘para’, sehingga dapat
diketahui
bahwa
produk
polistirena
terfluorinasi dengan subtitusi fluor pada posisi
‘meta’ merupakan produk PSf yang paling
dominan.

1
sebelum aktivasi
0.8

setelah aktivasi

0.6
0.4
0.2
0

5

10

15

20

Konsentrasi PSf (%)

(c)
(d)
Gambar 8 Penampang melintang permukaan
membran (a) PS dan (b) PSf,
bagian muka membran (c) PS dan
(d) PSf.
Penampang melintang membran PS dan
PSf ditunjukkan pada Gambar 9a dan 9b.
Berdasarkan penampang melintang membran,
diketahui bahwa lapisan atas membran, baik
PS maupun PSf tidak memiliki pori atau
nonporous. Membran yang dihasilkan
merupakan membran nonporous yang bersifat
selektif, sehingga hanya dapat melewatkan
proton (H+). Gas CO2 maupun gas dan
material lain tidak dapat melewati membran
tersebut, sehingga tidak terjadi difusi gas yang
melewati membran.
Lapisan bawah dari membran memiliki
pori yang berguna untuk membantu proses
swelling sehingga proton yang tertangkap di
lapisan atas membran dapat dialirkan menuju
katode pada sel bahan bakar. Gambar 9c dan
9d merupakan gambar bagian muka dari
membran PS dan PSf. Berdasarkan gambar

Gambar 9 Kurva perbedaan konduktivitas
proton sebelum dan setelah
diaktivasi.
Berdasarkan Gambar 10, diketahui terjadi
perbedaan antara konduktivitas membran
sebelum dan setelah diaktivasi. Membran
yang telah diaktivasi menggunakan H2O2 dan
H2SO4, memiliki nilai konduktivitas proton
yang lebih tinggi dibandingkan membran yang
belum diaktivasi. Hal ini terjadi karena
membran yang telah diaktivasi dengan
berbagai oksidator kuat tersebut memiliki
gugus penghantar proton yang lebih aktif
sehingga konduktivitas protonnya pun akan
semakin meningkat.
Membran
yang
belum
diaktivasi
menunjukkan penurunan nilai konduktivitas
proton seiring dengan peningkatan konsentrasi
PSf.
Membran
PS
justru
memiliki
konduktivitas proton tertinggi yaitu 0.52
µS/cm dan PSf 15% memiliki konduktivitas
proton terendah yaitu 0.30 μS/cm. Namun,
setelah semua membran diaktivasi, terjadi
perubahan nilai konduktivitas proton masingmasing membran yang cukup signifikan.
Membran
PSf
5%
justru
memiliki

8

Tabel 1 Hubungan water uptake dan
konduktivitas proton membran
Membran
PS
PSf 5%
PSf 10%
PSf 15%

Water uptake
(%)
2.87
11.07
6.70
2.64

σ
(µS/cm)
0.54
0.69
0.67
0.63

Tingginya nilai konduktivitas proton PSf
5% sebanding dengan nilai water uptake yang
dimiliki membran. Membran PSf 5%
memiliki nilai water uptake yang paling
tinggi, artinya proses swelling untuk
menghantarkan proton juga semakin tinggi.
Hal ini terbukti dari nilai konduktivitas proton
yang dihasilkan dari membran tersebut.
Namun, membran PS yang memiliki nilai
water uptake lebih tinggi dibanding PSf 15%,
justru memiliki konduktivitas proton yang
lebih rendah. Hal ini dapat terjadi akibat
proses aktivasi yang kurang optimum.
Beda potensial sistem sel bahan bakar
Penelitian mengenai sistem MFC kali ini
menggunakan air perasan rumen sapi sebagai
anolit dan larutan potasium ferisianida dalam
buffer fosfat sebagai katolit. Sistem ini
memanfaatkan aktivitas mikroba sebagai
sumber energinya. Mikroba dalam air perasan
rumen sapi melakukan metabolisme terhadap
medium di anoda dengan mengatalisis
penguraian glukosa menjadi energi listrik,
dengan mentransfer elektron dari anoda
melalui kabel dan menghasilkan arus ke
katoda (Liu et al. 2010).
adalah
Elektroda
yang
digunakan
elektrode
karbon.
Larutan
potasium
ferisianida yang menjadi komponen katoda
merupakan senyawa kimia dengan rumus
molekul K3[Fe(CN)6], bersifat racun, dan
dapat berfungsi sebagai agen pengoksidasi. Fe
(III) yang terkandung di dalam molekul
K3[Fe(CN)6] akan tereduksi menjadi Fe (II)
oleh elektron yang dialirkan dari anoda
sebagai hasil metabolisme mikroba. Reduksi
Fe (III) menjadi Fe(II) ditunjukkan dengan
terjadinya perubahan warna menjadi kuning
kehijauan pada larutan katode (Sidharta et al.
2007).
Bagian anolit yang berisi air perasan
rumen sapi merupakan tempat terjadinya
proses oksidasi bahan-bahan organik. Substrat
yang berasal dari pakan sapi, misalnya

selulosa, hemiselulosa, dan lignin akan
mengalami
respirasi
anaerob
secara
fermentatif dengan bantuan mikroorganisme
(Suwandi 1997). Hasil metabolisme mikroba
tersebut akan mengalami oksidasi di anode.
Tahap awal dari respirasi anaerobik yaitu
proses glikolisis menghasilkan piruvat.
Piruvat akan mengalami fermentasi dengan
bantuan enzim. Zat hasil metabolisme yang
dapat digunakan sebagai sumber hidrogen
untuk menghasilkan elektron yaitu alkohol,
asetat, atau gas metana, dimana asam asetat
merupakan hasil fermentasi yang paling
dominan (Campbell et al. 1999).

Gambar 10 Sistem microbial fuel cell (A)
anolit dan (B) katolit.
C6H12O6 + 2H2O

2CH3COOH + 4H2 +
2CO2
CH3COOH
CH4 + CO2
Anode : CH3COO- + 4H2O
2HCO3- +
+
9H + 8e (E°red = -0.279 V)
8Fe2+ (E°red =
Katode : 8Fe3+ + 8e+0.770) (Liu et al 2010).
Proton yang dihasilkan dari proses
oksidasi di anode akan melewati membran
menuju ke katode, sedangkan elektron yang
dihasilkan akan bergerak ke sirkuit luar dan
menuju ke katode pula, untuk terjadinya
proses reduksi (Koesnandar & Mahyudin
2006).
Aliran
elektron
inilah
yang
menyebabkan adanya beda potensial antara
kedua kutub (anode dan katode) yang
besarnya diukur menggunakan LCR meter.

Beda potensial
(mV)

konduktivitas proton tertinggi, yaitu sebesar
0.69 μS/cm (Lampiran 5).

20
15
10
5
0
0

5

10

15

Konsentrasi PSf (%)
Gambar 11 Kurva hubungan beda potensial
dan konsentrasi PSf.

9

Besar kecilnya beda potensial yang
dihasilkan oleh limbah cair organik
dipengaruhi oleh konsorsium mikrob yang
hidup dan memanfaatkan nutrisi yang
terkandung di dalam limbah. Semakin aktif
suatu konsorsium mikrob dalam melakukan
metabolisme, maka semakin banyak pula
elektron bebas yang dihasilkan (Sidharta et al.
2004). Sebanyak 100 mL cairan rumen sapi
dapat menghasilkan beda potensial sebesar 18
mV dengan menggunakan membran elektrolit
berupa PSf 15%. Semakin tinggi komposisi
PSf yang digunakan sebagai membran,
semakin besar pula beda potensial yang
dihasilkan.
Membran
PSf
5%
hanya
dapat
menghasilkan beda potensial sebesar 8 mV.
Hal ini dapat terjadi karena adanya penurunan
aktivitas mikrob. Mikrob sedang beradaptasi
untuk memecah substrat yang lebih kompleks
menjadi sederhana. Selain itu, dapat juga
disebabkan karena produk fermentasi dari satu
jenis mikrob dapat menjadi substrat bagi jenis
mikrob yang lain, sehingga produk fermentasi
tersebut tidak dapat dioksidasi untuk
menghasilkan elektron bebas. (Rabaey et al.
2004).
Faktor lain yang dapat menyebabkan
rendahnya beda potensial pada membran PSf
5% stabilitas membrannya. Membran yang
memiliki nilai water uptake terlalu tinggi juga
kurang baik, karena stabilitas membrannya
dapat berubah-ubah sehingga menyebabkan
beda potensial yang dihasilkannya pun kurang
optimum (Dhuhita & Arti 2010).
Perhitungan total mikrob dalam air
perasan rumen sapi
Penentuan total mikrob dilakukan untuk
mengetahui jumlah mikrob yang terdapat
dalam 1 mL cairan rumen sapi yang
digunakan pada sistem MFC. Metode ini
dilakukan dengan metode TPC. Banyaknya
mikrob dalam air perasan rumen sapi sangat
berpengaruh terhadap besarnya beda potensial
yang dihasilkan oleh sistem. Semakin banyak
mikrob dalam air perasan rumen sapi
diasumsikan bahwa aktivitas biologis yang
terjadi juga semakin besar. Hal ini
menyebabkan banyaknya elektron bebas yang
lepas, sehingga dapat menghasilkan beda
potensial besar pula (Liu et al. 2010).
Jenis-jenis mikrob yang terdapat dalam air
perasan rumen sapi, misalnya bakteri
selulolitik (Ruminococcus albus), bakteri
proteolitik (Bacteroides ruminocola dan
Selenomonas
ruminantium),
bakteri
metanogenik (Methanobacterium formicium),

bakteri amilolitik (Clostridium lochheaddii
dan Bacteroides amylophilus), bakteri yang
memfermentasikan gula (Eurobacterium
beberapa
jenis
bakteri
ruminantium),
hemiselulolitik, dan bakteri lipolitik (Suwandi
1997).
Perhitungan total mikrob dilakukan
dengan pengenceran bertingkat hingga
delapan kali pengenceran. Saat pengenceran
pertama hingga ke tujuh, jumlah mikrob
melebihi 300, sehingga dinyatakan tidak bisa
untuk dihitung (TBUD), hanya pengenceran
ke delapan yang tidak TBUD (Lampiran 7).
Tabel 2 Total mikroba dalam air perasan
rumen sapi
Perlakuan
Sebelum perlakuan
Membran PS
Membran PSf

Total mikrob
(cfu/mL)
1.2×109
1.1×109
109

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa
total mikrob sebelum digunakan sebagai
media dalam MFC sebesar 1.2×109 cfu/mL.
Berdasarkan penelitian Ogimoto dan Imai
pada 1980, menyatakan bahwa terdapat
jumlah mikrob sekitar 109 – 1010 cfu/mL
cairan rumen (Ogimoto & Imai 1980). Jumlah
mikrob yang dihasilkan dalam penelitian kali
ini tergolong cukup besar, artinya sebanyak
1.2×109 cfu/mL air perasan rumen sapi, beda
potensial sistem yang dihasilkan yaitu sebesar
5, 8, 12, dan 18 mV bergantung pada
membran yang digunakan. Semakin besar
komposisi PSf yang digunakan pada
membran, beda potensial terukur juga
semakin meningkat.
Jumlah mikrob setelah digunakan sebagai
media dalam MFC, terjadi penurunan jumlah
yang tidak terlalu signifikan. Penurunan
jumlah mikrob dapat dikarenakan adanya
mikrob yang mati atau aktivitasnya menurun
setelah perlakuan. Kematian mikrob dapat
terjadi akibat suhu yang kurang cocok untuk
hidup mikrob dan kondisi mikrob yang kurang
anaerobik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Membran yang dihasilkan dari florinasi
polistirena memiliki konduktivitas yang lebih
besar daripada membran Psnya. Konduktivitas
proton yang paling besar dihasilkan dari
membran PSf 5%, yaitu sebesar 0.69 µS/cm.

10

Aplikasi PSf sebagai membran elektrolit
dalam MFC dengan media air perasan rumen
sapi menghasilkan beda potensial yang lebih
besar dibandingkan membran PS biasa. Beda
potensial terbesar yang dihasilkan dari sistem
MFC yaitu sebesar 18 mV menggunakan
membran PSf 15%.
Saran
Perlu dilakukan pengujian tidak hanya
jumlah total mikrob saja, tetapi juga terhadap
aktivitas mikroba yang terjadi pada setiap
sampel air perasan rumen yang digunakan,
karena aktivitas mikrob dapat berubah setiap
saat dan tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah
mikrob saja. Penentuan jenis mikrob yang
berperan paling aktif dalam menghasilkan
listrik. Perlu dilakukan pula pengukuran beda
potensial dengan variasi waktu, sehingga
dapat diketahui hubungan antara aktivitas
mikroba terhadap waktu. Penggunaan katalis
dalam sistem sel bahan bakar dan penentuan
TGA (Thermogravimetric Analysis) terhadap
membran, juga sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah U. 2004. Polimer. Sukarmin, editor.
Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan.
Barua PK, Deka D. 2010. Electricity
generation from biowaste based microbial
fuel cell. International Journal of Energy,
Information, and Communications 1(1):
77-92.

Dewi EL. 2007. Mass Transfer Study on
Polymer Electrolyte Fuel Cell. Di dalam:
Seminar Nasional Teknologi 2007;
Yogyakarta, 24 November 2007. Jakarta:
BPPT. Hlm 1-8.
Dewi EL, Ismujanto T, Chandrasa GT. 2008.
Pengembangan dan aplikasi fuel cell. Di
dalam:
Tjutjuk
Ismujanto,
editor.
Prosiding Seminar Teknologi; 51-54.
Dhuhita A, Arti DK. 2010. Karakterisasi dan
uji kinerja SPEEK, cSMM, dan nafion
untuk aplikasi direct methanol fuel cell
[Skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro.
Du, Zhuwei, H Li, T Gu. 2007. A state f the
art review on microbial fuel cell; A
promising technology for wastewater
treatment and bioenergy. Journal of
Biotechnology Advance 25: 464-482.
Handayani S. 2008. Membran elektrolit
berbasis polieter-eter keton tersulfonasi
untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi
[Disertasi]. Jakarta: Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.
Hendrana S, Pujiastuti S, Sudirman, Rahayu I.
2007. Pengaruh suhu dan tekanan proses
pembuatan terhadap konduktivitas ionic
membran PEMFC berbasis polistirena
tersufonasi. Jurnal Sains Materi Indonesia
8(3): 187-191.
Hendrana S. 2007. Pengembangan membran
polimer untuk proton exchange membrane
fuel cell (PEMFC). Pusat penelitian fisikaLIPI: Bandung.

Bierley AW, Heat RJ, Scott MJ. 1988. Plastic
Materials Properties and Applications.
New York: Chapman and Hall Publishing.

Hoogers G. 2003. Fuel Cell Technology
Handbook. Florida: CRC press LLC.

Campbell, Neil A, Jane B, Reece, Lawrence
GM. 1999. Biology, 5th Edition. Menlo
Park: Addison Wesley Longman Inc.

Indriyati, Hendrana S, Pujiastuti. 2004.
Karakterisasi
membran
polistirena
tersulfonasi. Prosiding Pertemuan Ilmiah
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan.
Serpong,pp: 92-96.

Chia Ee Sunn. 2006. A Chemical Reaction
Engineering Perspective of Polymer
Electrolyte
Membrane
Fuel
Cells
[Disertasi].
Faculty
of
Princeton
University.
Cowd MA. 1999. Kimia Polimer. Firman H,
penerjemah; Padmawinata K, editor.
London: J Murray. Terjemahan dari:
Cowd, Polymer Chemistry.
[DEPERINDAG] Departemen Perindustrian
dan Perdagangan. 2007.
Kemasan
Flexible: 1-15.

[ISO] International Standard Operation. 2000.
Microbiology of Food Animal Feeding
Stuffs- Horizontal Method for The
Detection
and
Enumeration
of
Enterobacteriaceae. 21528-1: 2000.
Koesnandar,
Mahyudin
AR.
2006.
Biohydrogen production: prospects and
limitations to practical application. Akta
Kimindo 1: 73-78.
Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia
Edisi
ke-3.Maggy
Thenawidjaja,

11

penerjemah.
Terjemahan
Biochemistry.
Li

Jakarta:
Erlangga.
dari:
Principles
of

Rabaey K, Lissens G,Verstraete W. 2004.
Microbial Fuel Cell: Permormance and
Perspective. Belgium: Ghent University.

YS, Zhao TS, Yang WW. 2010.
Measurement of water uptake and
transport properties in anion-exchange
membranes. International Journal of
Hydrogen Energy 35: 5656-5665.

Sidharta M L, Jamilah, Karamita D, Brianno
W, Hamid A. 2007. Pemanfaatan limbah
cair sebagai sumber energi listrik pada
microbial fuel cell. [Karya Ilmiah].
Bandung: Institut Teknologi Bandung
bekerjasama dengan PT. Rekayasa
Industri.

Liu H, Chignell J, Fan Y, Hu H. 2010.
Microbial electrolysis: novel technology
for hydrogen production from biomass.
Biofuels 1(1): 129 – 142.
Malcolm SP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An
Introduction.
Ogimoto K, Imai S. 1980. Atlas of Rumen
Microbiology. Tokyo: Japan Scientific
Societies Press.
Oo MM, Win N. 2008. Preparation of
Membrane
for
Proton
Exchange
Membrane Fuel Cell. WorldAcademy of
Science, Engineering, and Technology 48:
135-138.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS.
Introduction to Spectroscopy 2001., third
Edition. Washington:
Department of
Western
Washington
Chemistry
University.

Suwandi. 1997. Peranan mikroba rumen pada
ternak ruminansia. Lokakarya Fungsional
Non Peneliti. Bogor: 13-19.

[TCI] Tokyo Chemical Industry. 2008.
Fluorinating reagents and building blocks
for fluorinated biochemical compounds.
Tokyo: Tokyo Chemical Industry Co.,Ltd.
Wagner H. 2005. It’s Electricity: Cows Show
Promise as Powerplants. Columbus: Ohio
State University.
Walsby
N.
2001.
Preparation
and
characterization
of
radiation-grafted
membranes of fuel cells [skripsi].
Finlandia: Departement of Chemsitry,
University of Helsinki.

12

LAMPIRAN

13

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pembuatan membran polistirena terfluorinasi
(Pembuatan HF-TEA, sintesis PSf, pencetakan membran, aktivasi
membran, penentuan bobot molekul, dan penentuan water uptake)

Pencirian membran
- FTIR
- SEM

Penentuan koduktivitas proton
membran

Penentuan beda potensial sistem
MFC

Penentuan total mikrob
menggunakan metode TPC

14

Lampiran 2 Penentuan bobot molekul polistirena dan polistirena terfluorinasi
Volume pelarut yang digunakan (Kloroform) = 25 mL
Data laju alir polistirena dan polistirena terfluorinasi

Sampel

ke-

1

PSf

PS

2

Bobot
polistirena

Konsentrasi

(g)

(g/mL)

0.1003

0.00401

0.1505

0.00602

3

0.2507

0.01003

4

0.3008

0.01203

1

0.1502

0.0060

2

0.2008

0.0080

3

0.2501

0.0100

4

0.3026

0.0121

kloroform

waktu alir (s)
trerata

ηrelatif

ηspesifik

ηreduktif

43.61

1.329

0.329

82.01

47.77

14.557

0.4557

75.70

56.41

17.192

0.7192

71.72

59.22

18.049

0.8049

66.89

43.35
47.00
47.31
47.13
52.83
52.34
52.05
59.44
59.68

43.43

13.234

0.3234

53.84

47.15

14.368

0.4368

54.38

52.41

15.971

0.5971

59.69

3

59.86

59.66

18.182

0.8182

67.59

1

32.52

2
3

33.32
32.60

ulangan
1
2
3

ti
43.71
43.46
43.66

1
2

47.64
47.84

3

47.82

1
2
3
1
2
3
1
2

56.07
56.96
56.21
59.43
59.22
59.02
43.50
43.43

3
1
2
3
1
2
3
1
2

Contoh perhitungan
-

Penentuan konsentrasi polistirena terfluorinasi ke-1
Bobot PSf yang ditimbang = 0.1003 g
Volume pelarut (kloroform) yang digunakan = 25 mL
Konsentrasi (%b/v) polistirena terfluorinasi
(

)

=

. (

)

= 0.00401 g/mL

32.81

15

Lanjutan lampiran 2

-

Penentuan nilai ηrelatif PSf ke-1
Waktu alir rerata PSf-1 = 43.61 s
Waktu alir kloroform = 32.81 s
ηrelatif
=

-

.

= 1.329

.

Penentuan nilai ηspesifik PSf ke-1
ηrelatif = 1.329
ηspesifik
ηspesifik = ηrelatif - 1
ηspesifik = 1.329 – 1 = 0.329

-

Penentuan nilai ηreduktif PSf ke-1
ηspesifik = 0.329
Konsentrasi polistirena = 0.00401 g/mL
ηreduktif
η

-

× 100% =

.

.

= 82.01 mL/g