Insidensi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Putih Pepaya dan Singkong (Hemiptera: Pseudococcidae) Di Wilayah Bogor

INSIDENSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA
KUTU PUTIH PEPAYA DAN SINGKONG
(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) DI WILAYAH BOGOR

ANIK NURHAYATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
ANIK NURHAYATI. Insidensi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Putih
Pepaya dan Singkong (Hemiptera: Pseudococcidae) Di Wilayah Bogor. Dibimbing oleh RULY ANWAR.
Cendawan Entomophthorales merupakan cendawan entompatogen yang
bersifat obligat. Cendawan ini diketahui mampu menginfeksi Paracoccus
marginatus pada pertanaman pepaya dan singkong di wilayah Bogor. Kutu putih
yang terinfeksi cendawan Entomophthorales akan mengalami perubahan warna
menjadi kehitaman atau kelabu. Penelitian mengenai insidensi cendawan Entomophthorales pada kutu putih pepaya dan singkong dilakukan di wilayah Bogor
tahun 2011. Tiga puluh tanaman contoh (singkong dan pepaya) dipilih untuk

diamati kelimpahan populasi P. marginatus dan tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap P. marginatus. Pengamatan terhadap kelimpahan populasi
dilakukan sebanyak 6 kali setiap seminggu sekali, sedangkan pengamatan tingkat
infeksi cendawan Entomophthorales dilakukan sebanyak 8 kali, setiap seminggu
dua kali. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelimpahan populasi kutu putih
di daerah Bubulak lebih tinggi dibandingkan populasi di Rancabungur. Hasil
yang sama terjadi pada tanaman pepaya yang mempunyai kelimpahan populasi
kutu putih lebih tinggi dibandingkan populasi pada tanaman singkong. Meskipun
demikian, tingkat infeksi cendawan pada kedua lokasi pengamatan dan kedua
tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Stadia cendawan yang
ditemukan adalah stadia primary conidia, secondary conidia, hyphal bodies dan
cendawan saprofit. Cendawan yang menginfeksi adalah Neozygites fumosa.
Tingkat infeksi cendawan di dua lokasi dan dua tanaman tidak berbeda nyata.
Cendawan tersebut berpotensi menginfeksi kutu putih sebesar 54,67%, dengan
tingkat infeksi lebih tinggi terjadi pada kutu putih di tanaman pepaya. Stadia
cendawan yang paling banyak menginfeksi kutu putih pepaya adalah hyphal
bodies.
Kata kunci : Kutu putih, Cendawan Entomophthorales, Neozygites, tingkat infeksi

INSIDENSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA
KUTU PUTIH PEPAYA DAN SINGKONG

(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) DI WILAYAH BOGOR

ANIK NURHAYATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi

: Insidensi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Putih Pepaya dan Singkong (Hemiptera : Pseudococcidae) di Wilayah
Bogor

Nama Mahasiswa : Anik Nurhayati
NIM
: A34070050

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si
NIP. 19641224 199103 1 003

Mengetahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP. 19650621 198910 2 001

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 6 Januari 1989.

Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Yulianto,
S.Pd dan Ibu Supartiningsih, A.mg.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5
Kota Bogor pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian “Kabinet
Faperta Bersatu” pada Divisi Finnace and bussines (2008-2009), Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) pada Divisi Fasilitas dan Properti (20082009). Pada tahun 2009, penulis diamahkan sebagai ketua Departemen Sport and
Art BEM Fakultas Pertanian “Kabinet Faperta Bersinar”. Pada tahun yang sama,
penulis magang di Museum Serangga Departemen Proteksi Tanaman. Selain itu,
penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Hama dan Tumbuhan
Dasar (2009), asisten praktikum Entomologi Umum (2010), dan asisten praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman (2011), asisten praktikum Biologi Cendawan
(2011), asisten praktikum Penyakit Benih di D3 (2011), asisten praktikum Proteksi Tanaman di D3 (2011), dan asisten praktikum Klinik Tanaman (2011).

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Insidensi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Putih Pepaya dan
Singkong (Hemiptera : Pseudococcidae) di Wilayah Bogor”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat berbuat maksimal dalam menyelesaikan skripsi

ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, masukan, dan arahan kepada penulis;
2. Dr. Ir. Adbjad Asih Nawangsih, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan arahan dan saran yang bermanfaat;
3. Dr. G.R. Carner dari Clemson University, SC. untuk foto-fotonya, yang saya
kutip pada Gambar 3.
4. Ayahanda Yulianto, S.Pd dan Ibunda Supartiningsih, A.mg. yang tak hentihentinya memberi perhatian dan bantuan moril maupun spiritual, yang mana
setiap langkah, gerak, dan ucapnya merupakan do’a bagi penulis, serta kedua
adik penulis Dwi Nugroho Putranto dan Adi Rahmat Nugroho;
5. Teman dan sahabat seperjuangan Proteksi Tanaman 44, khususnya kepada
sahabat-sahabat Sistania Amandari, SP., Sherly Anggraini, SP., Gamatriani
Markhamah, SP., Dolpina A. Ratissa, SP.;
6. Rekan kerja di Laboratorium Patologi Serangga, Bapak Sayuti, kak Elyta
Sariani, Agus Setiawan, Irma Utami Siagian, Furgon Avero, Lutfi Afifah,
Reka Pradana;
7. Sahabat-sahabat terbaik Anita Saufika, Dede Djuliandar, Namira Andiani,
Winda Nur Aprianti, Anasril, Atik Nurwanda, Vicky Oktarina Chairunnisa
dan teman-teman Mey Fitriani, Tatit Sastrini, Triyastuti Prasetyoningrum,
Radhian Ardy Prabowo, Vishora Satyani, Yayu Siti Nurhasanah, Yulius

Dika, A.K Latiep, Rizki Ramadhan, Alchemi Putri K, dan Ozmond Vito E. ;
8. Mahasiswa, dosen, staff, beserta laboran Departemen Proteksi Tanaman, serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kedepannya. Akhir kata penulis serahkan skripsi ini dengan penuh rasa
bangga.
Bogor, Februari 2012
Anik Nurhayati

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...............................................................................................

v

DAFTAR TABEL .......................................................................................

vii


DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

x

PENDAHULUAN ......................................................................................

1

Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................................

1
2
2


TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

3

Kutu Putih (Hemiptera: Psudococcidae) ...........................................
Kutu Putih Pepaya (Paracoccus marginatus)....................................
Biologi Dan Morfologi ...............................................................
Tanaman Inang dan Penyebaran .................................................
Gejala Serangan dan Dampak Ekonomi .....................................
Upaya Pengendalian ...................................................................
Kutu Putih Singkong (Phenacoccus Manihoti) .................................
Biologi dan Morfologi ................................................................
Tanaman Inang dan Penyebaran .................................................
Gejala Serangan dan Dampak Ekonomi .....................................
Upaya Pengendalian ...................................................................
Cendawan Entomophthorales ............................................................
Taksonomi ..................................................................................
Biologi dan Ekologi ....................................................................
Famili Neozygitaceae .................................................................
Interaksi dengan Inang................................................................


3
3
3
5
6
7
8
8
9
10
10
11
11
11
15
16

BAHAN DAN METODE ...........................................................................


18

Waktu dan Tempat .............................................................................
Bahan dan Alat ..................................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................
Penentuan Petak Tanaman dan Tanaman Sampel ......................
Pengambilan Sampel dan Pengamatan Populasi P. Marginatus
Pembuatan dan Pengkoleksian Preparat P. marginatus ............
Identifikasi Stadia Cendawan Entomophothorales .....................
Perhitungan Tingkat Infeksi Cendawan Entomophothorales .....
Rancangan Percobaan ........................................................................
Analisis Data ......................................................................................

18
18
18
18
18
19
19

19
20
20

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

21

Karakteristik Lokasi Penelitian..........................................................

21

vii
Kecamatan Rancabungur, Desa Pasir Gaok ...............................
Kecamatan Bogor Barat, Kelurahan Bubulak ............................
Pengamatan Populasi Kutu Putih.......................................................
Identifikasi Stadia Cendawan Entomophthorales ..............................
Tingkat Infeksi Cendawan Entomophthorales...................................

21
21
22
26
30

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

36

Kesimpulan ........................................................................................
Saran ..................................................................................................

36
36

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

37

LAMPIRAN ................................................................................................

40

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Kelimpahan populasi P. margiatus di Rancabungur dan di Bubulak ..

23

2 Kelimpahan populasi P. marginatus pada tanaman pepaya dan tanaman singkong.............................................................................................

23

3 Kelimpahan populasi P. marginatus pada tanaman pepaya di Rancabungur (RB) dan Bubulak (BB) .............................................................

24

4 Kelimpahan populasi P. marginatus pada tanaman singkong di Rancabungur (RB) dan Bubulak (BB) .............................................................

24

5 Persentase (%) tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada
P. marginatus di wilayah Rancabungur dan Bubulak ............................

31

6 Persentase (%) tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap
P. marginatus pada tanaman pepaya dan singkong. .............................

31

7 Persentase (%) tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap
P. marginatus pada tanaman pepaya di wilayah Rancabungur (RB)
dan Bubulak (BB). ................................................................................

32

8 Persentase (%) tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap
P. marginatus pada tanaman singkong di wilayah Rancabungur (RB)
dan Bubulak (BB). ..................................................................................

32

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Gejala serangan kutu putih (P. marginatus) ..........................................

7

2 Identifikasi stadia cendawan patogen serangga......................................

12

3 Struktur (Stadia) Cendawan Entomophthorales .....................................

14

4 Stadia cendawan Entomophthorales yang ditemukan saat pengamatan ............................................................................................................

27

5 Cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutu putih ..................

28

6 Persentase (%) tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap
kutu putih P. marginatus pada tanaman singkong (S) danpepaya (P) di
Rancabungur (RB) dan Bubulak (BB) selama delapan kali pegamatan
tahun 2011. ............................................................................................

33

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Persentase (%) tingkat infeksi cendawan Entomophthorales .................

41

2 Hasil uji t-student populasi P. marginatus pada tanaman pepaya dan
Singkong .................................................................................................

43

3 Hasil uji t-student populasi P. marginatus di Rancabungur dan
Bubulak ..................................................................................................

43

4 Hasil uji t-student populasi P. marginatus pada tanaman pepaya di
Rancabungur dan Bubulak .....................................................................

44

5 Hasil uji t-student populasi P. marginatus pada tanaman singkong di
Rancabungur dan Bubulak .....................................................................

44

6 Hasil uji t-student tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap
P. marginatus pada tanaman pepaya dan singkong ..............................

45

7 Hasil uji t-student tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap
P. marginatus di Rancabungur dan Bubulak..........................................

45

8 Hasil uji t-student tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap
P. marginatus pada tanaman pepaya di Rancabungur dan Bubulak .....

46

9 Hasil uji t-student tingkat infeksi cendawan Entomophthorales terhadap
P. marginatus pada tanaman singkong di Rancabungur dan Bubulak ..

46

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Invansi hama asing seringkali terjadi di Indonesia.
terakhir terjadi pada pertengahan tahun

2008.

Salah satu contoh

Ribuan pohon pepaya di

Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor terserang oleh serangga hama kutu putih
(Muniappan et al. 2008).

Direktorat Jendral Hortikultura (2008) melaporkan

bahwa kutu putih pepaya telah terdeteksi di Kabupaten dan Kota Bogor,
Kabupaten Sukabumi dan Depok, Jawa Barat. Serangan hama ini mengakibatkan
petani pepaya di beberapa daerah mengalami kerugian ekonomi.

Kutu putih

pepaya, Paracoccus marginatus (Williams & Granara de Willink) (Hemiptera:
Pseudococcidae) merupakan serangga hama polifag dan dapat menyerang 55 jenis
tumbuhan.

Serangan hama ini dapat menurunkan produksi hingga 85% dan

kerugian ekonomi sampai 88%, karena tanaman mati sebelum dipanen (Ivakdalam
2010). Selain kutu putih pepaya, dilaporkan juga hama kutu putih singkong
(Phenacoccus manihoti) yang ditemukan pada 2010 di tanaman singkong di
Bogor (Rauf 2010, komunikasi pribadi). Serangan P. manihoti belum meluas,
namun hama ini dapat menyerang secara masif pada musim kemarau. Kutu putih
singkong dapat berkembang biak tanpa dibuahi oleh jantannya, sehingga
perkembangbiakannya cepat dan masif (Pamuji 2011).
Serangan kutu putih pepaya, P. marginatus di Indonesia menjadi kompleks
karena tidak adanya musuh alami yang efektif mengendalikan serangan hama
tersebut. Di daerah asalnya, serangan hama ini dapat dikendalikan dengan adanya
musuh alami seperti parasitoid dan predator (Amarasekare et al. 2008). Begitu
pula halnya dengan keberadaan kutu putih singkong, P. manihoti yang menyebabkan kerusakan pertanaman singkong di daerah Afrika dan Amerika Selatan
(Calatayud & Le Rü 2006).
Dengan adanya invansi hama baru, maka masalah pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) menjadi semakin kompleks dan penting. Adanya
invansi hama baru ke wilayah mengharuskan Indonesia melakukan pengendalian
terhadap hama tersebut. Cara pengendalian yang dilakukan haruslah tepat dan

2
tidak berbahaya bagi lingkungan.

Oleh karena itu, perlu dicarikan cara

pengendalian yang ramah lingkungan seperti pengendalian secara biologi dengan
memanfaatkan organisme ataupun mikroorganisme antagonis.

Saat ini sudah

banyak peneliti yang melaporkan keberhasilan melakukan pengendalian secara
biologi baik dengan menggunakan musuh alami berupa parasitoid, predator
maupun mikroorganisme seperti virus atau cendawan.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa cendawan Entomophthorales
mampu mengendalikan populasi serangga hama dan tungau. Cendawan Entomophthorales merupakan cendawan patogen bagi seranggga yang bersifat obligat.
Cendawan ini mampu menginfeksi inang secara spesifik serta mampu
menyebabkan epizootik (Hajek 2004).

Delalibera et al. (1997) menyebutkan

bahwa Neozygites fumosa (Speare) Remaudie’re & Keller (Zygomycetes: Entomophthorales) merupakan patogen dari Phenacoccus herreni Cox & Williams
(Hemiptera: Pseudococcidae) di Brazil.

Tingkat infeksi cendawan tersebut

mencapai 9,3-64,6%. Selain itu, cendawan tersebut juga dilaporkan menginfeksi
Planococcus citri pada tanaman jeruk di Florida dan efektif sebagai musuh alami
bagi Phenacoccus manihoti pada tanaman singkong di Kongo. Hal yang sama
juga dilaporkan oleh Shylena (2010) bahwa kutu putih P. marginatus di wilayah
Sukaraja dan Rancabungur telah terinfeksi cendawan Entomophthorales.
Tujuan Penelitian
Mengetahui tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutu putih
pepaya dan kutu putih singkong di lapangan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi
terkait dengan pengendalian hayati terhadap kutu putih di lapangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae)
Superfamili Coccidea merupakan kelompok serangga yang memiliki beberapa famili diantaranya Magarodidae, Oztheziidae, Coccidae, Dactylopiidae,
Diaspididae, dan Pseudococcidae (Borror et al. 1992). Famili Pseudococcidae
lebih dikenal dengan sebutan kutu putih karena serangga ini memiliki lapisan lilin
yang berwarna putih yang hampir menutupi semua bagian tubuhnya. Famili ini
merupakan serangga polifag yang dapat menyerang beberapa jenis tanaman
seperti kopi, kakao, jeruk, mangga, tebu, singkong, nanas, palem, kelapa, anggrek
dan berbagai tanaman buah serta tanaman hias lainnya (Williams & Granara de
Willink 1992).
Pseudococcidae memiliki alat mulut jenis menusuk menghisap. Kerusakan
yang disebabkan oleh serangga ini antara lain adalah klorosis pada daun, gugur
tanaman kerdil, dan serangan berat dapat menyebabkan tanaman mati. Beberapa
spesies dari Pseudococcidae dapat menjadi vektor bagi beberapa jenis patogen
penyakit tanaman (Williams 1985).
Serangga dari famili Pseudococcidae umumnya bereproduksi secara
seksual, baik secara ovipar maupun vivipar.

Beberapa spesies kutu putih di

Australia seperti Pseudococcus longispinus dan Ferrisia virgata, memiliki
reproduksi vivipar dan ovovivipar (Williams 1985). Selain itu beberapa spesies
juga ditemukan bersifat partenogenetik telitoki seperti Phenacoccus solani Ferris
(Williams 1985), P. manihoti Matile-Ferrero dan

P. solenopsis

Tinsley

(Williams 1985; Calatayud & Le Ru 2006).
Kutu Putih Pepaya
Biologi dan Morfologi
Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink,
termasuk dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Hemiptera, Superfamili
Coccoidea, dan Famili Pseudococcidae. Serangga ini merupakan hama polifag
yang pernah ditemukan di Mexico, Belize, Costa Rica, dan Guatemala pada tahun

4
1992 (Miller et al. 1999). Miller dan Miller (2002) mengemukakan bahwa genus
Paracoccus memiliki 79 spesies yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Austro
Oriental, Ethiopia, Madagasian, Neartic, Neotropical, Selandia Baru, Pasifik,
Palaeartic dan Oriental. P. marginatus merupakan hama penting pada tanaman
pepaya dan tanaman ekonomi penting lainnya di sekitar Karibia dan Florida.
Kutu putih P. marginatus mengalami tipe perkembangan yang berbeda
antara jantan dan betina. Serangga betina berkembang melalui beberapa stadia,
yaitu stadia telur, nimfa instar-1, nimfa instar-2, nimfa instar-3 dan imago.
Perpindahan antar stadia nimfa dan imago tidak mengalami perubahan bentuk,
hanya terjadi pertambahan ukuran tubuh dan fungsi organ. Sedangkan serangga
jantan berkembang melalui stadia telur, nimfa instar-1, nimfa instar-2, nimfa
instar-3 (prapupa), pupa dan imago.

Serangga jantan memiliki sayap yang

berfungsi untuk membantu saat migrasi sedangkan serangga betina tidak memiliki
sayap (Miller & Miller 2002).
Kutu putih aktif meningkatkan populasinya pada musim kemarau atau
musim panas.

Telur kutu putih berwarna hijau kekuningan yang terbungkus

dalam kantung telur yang memiliki panjang 3-4 kali panjang tubuh imago betina.
Kantung telur terbuat dari benang-benang lilin yang lengket, mudah melekat pada
permukaan daun dan dapat diterbangkan oleh angin (Miller & Miller 2002). Telur
akan menetas menjadi nimfa stelah 10 hari (Walker et al. 2003). Pada suhu
20-30 ºC telur mampu bertahan hingga 80-90%, suhu optimum untuk perkembangan telur adalah 25 ºC (Amarasekare et al. 2007).
Stadia nimfa instar-1 memiliki panjang tubuh rata-rata 0,4 mm dengan
kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,2 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm.
Pada stadia nimfa instar-1 belum dapat dibedakan antara jantan dan betina. Stadia
nimfa instar-2 betina memiliki panjang tubuh rata-rata sebesar 0,7 mm dengan
kisaran 0,3-1,1 mm, dan tubuh berwarna kuning. Sedangkan nimfa instar-2 jantan
biasanya berwarna merah muda tetapi tidak jarang juga ditemukan berwarna
kuning dengan bentuk tubuh yang lebih lonjong dibandingkan yang betina.
Panjang tubuh rata-rata mencapai 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar
tubuh rata-rata 0,3 dengan kisaran antara 0,2-0,6 mm (Miller & Miller 2002).

5
Panjang tubuh nimfa instar-3 betina rata-rata adalah 1,1 mm dengan kisaran
0,7-1,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,3-1,1 mm. Stadia
nimfa instar-3 jantan disebut prapupa, dengan panjang tubuh rata-rata 0,9 mm
dengan kisaran 0,8-1,1 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,30,4 mm. Stadia nimfa instar-4 jantan disebut pupa, dengan panjang tubuh ratarata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,0 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,3 mm dengan
kisaran 0,3-0,4 mm. Serangga betina stadia nimfa instar-3 memiliki panjang
tubuh rata-rata 1,1 mm dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar tubuh rata-rata
adalah 0,7 mm dengan kisaran 0,3-1,1 mm (Miller & Miller 2002).
Miller dan Miller (2002) mendeskripsikan morfologi imago betina kutu
putih pepaya, P. marginatus berwarna kuning yang sebagian besar permukaan
tubuhnya dilapisi oleh lapisan lilin berwarna putih. Panjang tubuh imago betina
berkisar antara 1,5-2,7 mm dengan panjang rata-rata 2,2 mm, lebar tubuh rata-rata
1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm. Tubuh imago betina memiliki rangkaian
filamen lilin pendek di sepanjang tepi tubuhnya. Kantung telur dibentuk pada
bagian ventral posterior tubuhnya. Imago jantan memiliki bentuk tubuh oval
memanjang dan sepasang sayap. Panjang tubuh rata-rata imago jantan 1,0 mm
dengan kisaran antara 0,9-1,1 mm dengan lebar toraks rata-rata 0,3 dengan kisaran
0,2-0,3 mm. Terdapat dua karakteristik penting mengenai perbedaan morfologi
imago P. marginatus dengan spesies lainnya, yaitu pada imago dapat dilihat pada
saluran oral-rim yang terletak di bagian pinggir tubuh, dan ketiadaan pori-pori
pada tibia belakang. Pada imago jantan dapat dibedakan dari bentuk dan karakter
seta yang kuat serta antena dan tungkai yang tidak memiliki seta.
Kutu putih termasuk ke dalam kelompok serangga dengan tipe alat mulut
menusuk menghisap. Serangga ini akan memasukan alat mulutnya ke dalam
jaringan tanaman dan menghisap cairan tumbuhan. Kutu putih sering ditemukan
berasosiasi dengan organisme lain, seperti semut dan cendawan jelaga. Saat merasa terganggu atau terancam, serangga ini akan mengeluarkan cairan pertahanan
dari lubang ostiol yang terdapat di permukaan tubuhnya (Walker et al. 2003).
Tanaman Inang dan Penyebaran
Kutu putih pepaya merupakan serangga polifag yang memilkiki 22 jenis (famili) tanaman inang termasuk tanaman yang bernilai ekonomi dan beberapa

6
gulma (Muniapan et al 2008). Tanaman inang yang penting secara ekonomi
antara lain adalah pepaya, kembang sepatu, alpukat, jeruk, kapas, tomat, terong,
lada, buncis dan kacang hijau, ubi jalar, mangga, cherry, dan delima (Walker et
al. 2003).

Di Indonesia, kutu putih pepaya ditemukan menyerang 20 jenis

tanaman lain selain pada tanaman pepaya (Sartiami et al. 2009).
P. marginatus dilaporkan berasal dari wilayah Neotropical terutama
Meksiko dan wilayah Amerika Tengah (Miller & Miller 2002).

Spesimen

pertama dikoleksi dari Meksiko pada tahun 1955 dan pertama kali dideskripsikan
oleh Williams dan Granara de Willink pada tahun 1992. Sejak tahun 1994,
P. marginatus tercatat telah berada di 14 negara di Karibia, dan pada tahun 1998
telah ditemukan di Florida, AS, pada tanaman kembang sepatu (Muniapan et al.
2008). Serangan berat terjadi di Kepulauan Guam di Pasifik pada tahun 2002
(Walker et al. 2003) dan di Republik Palau pada 2003 (Muniappan et al. 2006).
Pada bulan Mei 2004, P. marginatus ditemukan di Kepulauan Hawai, AS pada
tanaman pepaya, kamboja, kembang sepatu dan jarak (Jatropa spp.) (Heu et al.
2007).
Di Indonesia, hama ini dilaporkan pertama kali ditemukan pada tanaman
pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat pada Mei 2008 dan pada Juli 2008.
Serangga ini dilaporkan telah ditemukan juga di Coimbatore, India (Muniapan et
al. 2008).

Sartiami et al. (2009) melaporkan bahwa P. marginatus sudah

menyebar di Kabupaten dan Kota Bogor, Cianjur, Sukabumi, Tanggerang dan
DKI Jakarta. Serangga ini dapat menyebar oleh angin, terbawa bibit, terbawa
manusia, terbawa serangga atau hewan lainnya.
Gejala Serangan dan Dampak Ekonomi
Kutu putih pepaya menghisap cairan tumbuhan dengan memasukan
stiletnya ke dalam jaringan epidermis daun, batang maupun buah. Pada saat yang
bersaman, kutu putih mengeluarkan racun ke dalam daun, sehingga daun menjadi
menguning (klorosis), kerdil dan dapat menyebabkan gugur pada daun dan buah
(Hue et al. 2007).

7
(a)

(d)

(b)

(e)

(c)

(f)

Gambar 1 Gejala serangan kutu putih (P. marginatus) (a) P. marginatus
berkolononi di atas permukaan daun pepaya, (b) Daun pepaya
menguning dan keriting, (c) Buah pepaya ditutupi oleh koloni P.
marginatus dan menghasilkan embun madu yang berwarna
kehitaman. (d) pucuk daun singkong keriting, (e) dan (f) kutu putih
yang berkoloni di bawah permukaan daun singkong.
Pada tanaman yang sudah dewasa, gejala yang muncul adalah daun menguning dan serangan yang berat mengakibatkan daun akan gugur. Serangan pada
buah yang belum matang menyebabkan bentuk buah yang tidak sempurna.
Serangan yang berat dapat menutupi permukaan buah hingga terlihat putih akibat
tertutupi koloni kutu putih tersebut (Pantoja et al. 2002). Ivakdalam (2010) melaporkan bahwa serangan kutu putih dapat menyebabkan penurunan produksi
sebanyak 58% dan kerugian ekonomi mencapai 88% karena tanaman mati saat
mulai berbuah.
Upaya Pengendalian
Pengendalian terhadap kutu putih pepaya sudah banyak dilakukan oleh
beberapa negara maju dan berkembang. Di negara-negara maju, pengendalian
terhadap P. marginatus dilakukan melalui pengendalian secara biologi (hayati)
dengan memanfaatkan beberapa musuh alami seperti parasitiod dan predator.
Pada tahun 2003, di Republik Palau dilakukan pelepasan beberapa parasitoid.
Parasitoid tersebut diimport dari Puerto Rico, diantaraya seperti Anagyrus loecki
Noyes, Pseudleptomastix mexicana Noyes dan Schauff, dan Acerophagus
papayae Noyes dan Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae).

Tingkat parasitisasi

8
parasitoid A. loecki dan A. papayae terhadap P. marginarus mencapai 9-12%.
Di wilayah Peurto Rico, Dominica dan Guam, pengendalian P. marginatus
dengan menggunakan parasitoid dapat menurunkan populasi sebesar 97%
setahun setelah introduksi parasitoid tersebut (Muniapan et al. 2006).
Pada wilayah Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Tanggerang, ditemukan beberapa anthrophoda yang menjadi predator bagi P. marginatus, diantaranya yaitu
serangga dari ordo Thysanoptera subordo Tubulifera, kumbang Cryptolaemus
montrouzieri, dan Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae), larva Syrphidae, dan
Chrysopha sp. (Neuroptera: Chrysopidae).

Beberapa musuh alami yang

ditemukan bersifat generalis dan potensinya masih rendah.

Selain itu juga

dilaporkan bahwa P. marginatus di wilayah Tanggerang, Cibeduk dan Menteng
Asri, Bogor, terinfeksi cendawan Entomophthorales jenis Neozygites fumosa.
Pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan menyemprotkan cairan
sabun serta aplikasi insektisida imidakloprid atau ekstrak Tephrosia vogelii
(Sartiami et al. 2009).
Kutu Putih Singkong (Phenacoccus manihoti)
Biologi dan Morfologi
Kutu putih singkong (Phenacoccus manihoti) merupakan serangga yang
termasuk dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Hemiptera, Superfamili
Coccidea, dan Famili Pseudococcidae.

Serangga ini pernah menyebabkan

kerusakan serius pada pertanaman singkong di Afrika dan Amerika Selatan. Kutu
putih ini biasanya berada di bawah permukaan daun dan berada di dekat pertulangan daun (Calatayud & Le Rü 2006).
P. manihoti memiliki tubuh berwarna merah muda yang dilapisi oleh lapisan
lilin putih. Serangga ini bersifat partenogenetik yang berarti dalam berkembang
biak tidak perlu dibuahi oleh jantannya, sehingga semua keturunan yang dihasilkan akan menjadi betina (Williams & Granara de Willink 1992). P. manihoti
memiliki empat instar dalam siklus hidupnya.

Siklus hidup serangga ini

berlangsung selama 21 hari. Imago betina mampu menghasilkan lebih dari 500
telur yang diletakkan berkelompok dalam kantung telur. Telur akan menetas
menjadi nimfa instar-1 setelah 8 hari. Nimfa instar-1 bersifat aktif dan berperan

9
dalam migrasi untuk membentuk koloni baru.

Perkembangan nimfa instar-2

menjadi nimfa instar-2, dan nimfa instar-2 menjadi nimfa instar-3 memerlukan
waktu selama 4 hari. Perkembangan nimfa instar-3 menjadi imago memerlukan
waktu selama 5 hari. Setelah itu imago betina akan kembali meletakan telur
(Calatayud & Le Rü 2006).
Kutu putih P. manihoti mampu hidup pada temperatur udara yang rendah
yaitu 14,7 ºC dan dapat berkembang secara optimal pada suhu 28 ºC serta mampu
menghasilkan 500 butir telur. Serangga ini tidak dapat bertahan pada suhu di atas
35 ºC. Umur tanaman tidak mempengaruhi siklus hidup dari P. manihoti, namun
siklus hidup serangga ini dapat dipengaruhi oleh varietas tanaman (Herren &
Neuenschwander 1991).
Kutu putih singkong (P. manihoti) memiliki 18 pasang seta serari yang
masing-masing diperluas dengan seta yang berbentuk tumpul. Pada permukaan
dorsal terdapat sedikit seta tumpul tanpa kelompok lubang trilokular di sekeliling
setanya. Porus quinquelokular banyak terdapat pada permukaan ventral tubuhnya.
Porus ini selalu berjumlah 32-68 di kepala, di area sekitar anterior lempengan
klipeolabrum.

Biasanya pada permukaan dorsal ditemukan lempengan porus

multilokular yang berjumlah banyak dan terkadang terdapat juga pada bagian
torak. Karakter penting lainnya yang terdapat pada P. manihoti adalah 9 segmen
antena dan pada tarsus terdapat dentikel (Williams & Granara de Wilink 1992).
Tanaman Inang dan Penyebaran
Kutu putih singkong, P. manihoti merupakan serangga hama yang bersifat
oligofag.

Serangga ini umumnya hanya menyerang tanaman singkong atau

tanaman dari famili Euphorbiaceae.
Kutu putih singkong pertama kali ditemukan pada tahun 1973 menyerang
pertanaman singkong di Kongo. Setelah melalui proses eksplorasi dan taksonomi
yang intensif, pada tahun 1981 kutu putih singkong diketahui berasal dari wilayah
Amerika Selatan.

Pada akhir tahun 1960-an atau awal 1970-an secara tidak

sengaja terintroduksi ke wilayah Afrika dan berkembang secara cepat karena tidak
adanya musuh alami (Herren 1990). Serangga ini juga ditemukan telah menyebar
ke wilayah Amerika Selatan seperti Paraguay, Brazil dan Bolivia (Calatayud & Le

10
Rü 2006). Pada pertengahan tahun 2010, P. manihoti ditemukan di tanaman
singkong di Bogor (Rauf 2010, komunikasi pribadi).
Gejala Serangan dan Dampak Ekonomi
Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh P. manihoti adalah keriting pada
bagian tunas daun, dan daun menguning, perubahan bentuk pada batang, roset
pada titik tumbuh dan kematian pada tanaman muda (Belloti et al.

2003).

Serangan berat dapat mengakibatkan daun gugur (Calatayud & Le Rü 2006).
Kehilangan hasil akibat serangan kutu putih singkong dapat mencapai 68-88%
bergantung pada kultivarnya. Di daerah Afrika, kehilangan hasil akibat serangan
kutu putih singkong mencapai 80% (Belloti 2002).
Upaya Pengendalian
Upaya pengendalian P. manihoti di beberapa negara dilakukan dengan
memanfaatkan musuh alami berupa predator dan parasitiod. Beberapa predator
yang diketahui dapat menurunkan populasi P. manihoti diantaranya yaitu
Hyperaspis notata Mulsant dan H. jucundan (Coleoptera: Coccinellidae).
Predator ini diketahui mampu berkembang biak dengan baik dan menurunkan
populasi P. mannihoti di Zaire, Burundi, dan Mozambik.

Selain itu, juga

ditemukan H. notata yang berasal dari Colombia mampu memangsa Phenacoccus
herreni dan di wilayah Brazil predator ini memangsa P. manihoti. Beberapa
predator lain yang berpotensi mengendalikan P. manihoti adalah Diomus
hennesseyi Fürsch (Coleoptera: Coccinellidae) (Neuenschwander 2001).
Beberapa parasitoid yang mampu memarasit P. manihoti, diantanya yaitu
Apoanagyrus (Epidinocarsis) lopezi De Santis (Hymenoptera: Encyrtidae) dan
Allotropa sp. (Hymenoptera: Platygasteridae). Parasitoid Allotropa sp. diketahui
pernah dilepaskan di beberapa Wilayah di Afrika, tetapi keberadaannya tidak
ditemukan kembali di beberapa wilayah tempat parasitioid tersebut dilepaskan.
Sedangkan A. lopezi mampu berkembang biak dengan baik dan mampu
menurunkan populasi P. manihoti di 26 negara di Afrika (Neuenschwander
2001).

11
Cendawan Entomophthorales
Taksonomi
Cendawan dari ordo Entomophthorales termasuk ke dalam kelas Zygomycetes. Cendawan ordo ini memiliki 5 famili, yaitu: Acyliastaceae, Completoriaceae, Entomophthoraceae, Meristaceae, dan Neozygitaceae.
bersifat

patogenik

termasuk

ke

dalam

famili

Cendawan yang

Ancyliastaceae

Conidiobolus), Entomophthoraceae dan Neozygitaceae.

(genus

Cendawan jenis

Mristacrum milkoi (Entomophthorales: Meristacraceae) diketahui menjadi
patogen pada larva Tabanidae (Diptera). Spesies dari famili Completoriaceae
bersifat parasit obligat intraselular, tetapi belum diketahui genus dan spesiesnya
(Keller & Wegensteiner 2007).
Pada Januari 2006, 223 spesies dari cendawan ordo Entomophthorales telah
teridentifikasi.

195 spesies termasuk ke dalam famili Entomophthoraceae,

17 spesies termasuk ke dalam famili Neozygitaceae, dan 10 spesies termasuk
dalam famili Ancylistaceae.

Genus Conidiobolus dari famili Ancylistaceae

bersifat saprofitik ( Keller & Wegensteiner 2007).
Identifikasi cendawan Entomphthorales dan deskripisi taksonominya dapat
dilakukan berdasarkan pengetahuan akan struktur dan karakteristik cendawan.
Hal penting lainnya dalam proses identifikasi adalah inang dari cendawan
tersebut. Sebagian besar cendawan Entomophthorales bersifat spesifik, cendawan
Entomophthorales jenis tertentu akan menginfeksi serangga hama dari spesies
tertentu atau dalam famili tertentu.

Identifikasi cendawan Entomophthorales

dapat dilakukan dengan melihat bentuk dan ukuran dari konidiofor, konidia
primer, dan konidia sekunder (ragam bentuknya). Proses identifikasi lebih lanjut
dan lebih jelas dapat dilakukan dengan melihat struktur dari hyphal bodies,
cystidia, rizoid, resting spores dan jumlah inti sel masing-masing struktur (Keller
2007).
Biologi dan Ekologi
Siklus hidup dari cendawan Entomophthorales cukup kompleks, biasanya
terdiri dari dua tipe yaitu siklus hidup aseksual (konidia) dan siklus resting spores
(Pell et al. 2001; Keller & Wegensteiner 2007). Konidia merupakan struktur

12
yang berperan dalam proses infeksi.

Konidofor dapat muncul dari membran

tubuh inang, terkadang muncul dari intersegmen membran. Lapisan himenium
tubuh inang biasanya dipenuhi oleh konidia primer yang aktif memencar dengan
bantuan tekanan hidrostatik. Puluhan ribu konidia dapat diproduksi dari satu
tubuh inang (Pell et al. 2001).

Gambar 2 Identifikasi stadia cendawan patogen serangga (a) Oliarus dimidiatus
dewasa sehat, (b) Cendawan Pandora sp. menginfeksi O. dimidiatus,
(c) Primary conidia, (d) Bitunicate conidia dengan lapisan dinding
luar terpisah dan secondary conidia (tanda panah), (e) Cystidia (tanda
panah) dan (f) Hyphal bodies. Sumber : Toledo AV et al 2008.
Cendawan Entomophthorales memiliki beberapa struktur.

Struktur ini

terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu struktur yang berkaitan dengan inang,
yang berkaitan dengan fisiologi dan yang berkaitan dengan siklus reproduksi.
Struktur cendawan yang berkaitan dengan inang antara lain adalah struktur yang
berkembang di dalam tubuh inang (protoplas, hyphal bodies, dan resting spores)
dan struktur yang berkembang di permukaan tubuh inang (konidiofor, konidia,
cystidia dan rizoid). Resting spores terkadang dapat terbentuk di luar tubuh inang.

13
Struktur yang ditemukan biasanya berbentuk tunas miselium atau tunas konidia.
Sedangkan sruktur yang berkaitan dengan fisiologi dan reproduksi antara lain
adalah protoplas, hyphal bodies, konidiofor, konidia, resting spores, dan konidia
infeksi. Sedangkan struktur yang tidak berkaitan dengan reproduksi diantaranya
adalah cystidia dan rizoid (Keller 2007).
Protoplas merupakan struktur dari cendawan Entomophthorales yang
biasanya terdapat pada inang hidup yang terinfeksi. Protoplas tidak memiliki
dinding sel. Hypal bodies merupakan struktur yang hampir ditemukan di semua
spesies inang. Inang yang terinfeksi hypal bodies biasanya sudah dalam keadaan
sekarat. Stuktur ini merupakan tahap pertama yang dibentuk di dalam tubuh
inang yang terinfeksi dan merupakan fase perkembangan vegetatif dari cendawan
Entomophthorales.

Hyphal bodies memiliki dinding sel sehingga beberapa

cendawan Entomophthorales memiliki bentuk hyphal bodies yang khas. Hal ini
dapat dijadikan ciri pada proses identifikasi (Keller 2007).
Konidia primer (primary conidia) diproduksi secara aktif dari pangkal konidiofor. Konidia primer yang dibentuk dari konidifor sederhana (tidak bercabang)
memiliki dua atau lebih nukleus, sedangkan konidia primer yang dibentuk dari
konidiofor yang bercabang biasanya memiliki satu nukleus (Keller 2007).
Konidia primer umumnya berbentuk bulat seperti buah pir atau seperti lonceng
dan memiliki papila (Humber & Steinkraus 1998).
Secondary conidia (konida sekunder) dibagi ke dalam lima tipe menurut
Ben-Ze’ev dan Kenneth (1982 di dalam Keller 2007). Tipe I, secondary conidia
dihasilkan satu per satu kemudian dikeluarkan, biasanya dari cabang yang pendek
dari konidia primer. Tipe ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu Tipe Ia mempunyai
bentuk yang hampir sama dengan konidia primer. Tipe ini merupakan tipe normal
yang dimiliki oleh hampir semua jenis cendawan Entomophthorales. Sementara
itu, Tipe Ib mempunyai bentuk yang berbeda dengan konidia primer. Tipe Ib ini
dimiliki oleh Erynia, Furia, Pandora, dan beberapa jenis Entomophaga (Keller &
Eilenberg 1993 di dalam Keller 2007). Secondary conidia pada Tipe II disebut
capilliconidia. Capilliconidia dihasilkan secara satu per satu, berukuran panjang,
dan mempunyai tabung kapiler langsing yang muncul pada konidia primer.

14
Secondary conidia pada Tipe III dikenal dengan nama microconidia.
Konidia ini menghasilkan satu dari banyak perkembangan pipa tubular yang
muncul dari konidia primer, bentuknya menyerupai konidia primer tetapi lebih
kecil. Tipe ini banyak ditemukan pada beberapa jenis Conidiobolus. Tipe IV
disebut dengan nama microspores. Tipe ini tidak ditemukan pada jenis cendawan
entomopatogen. Tipe terakhir merupakan Tipe V yang dikenal dengan istilah
aquatic secondary conidia, tetra-radiate propagules, tetra-radiate conidia,
branched, stellate atau coronate conidia. Konidia sekunder ini dihasilkan di
dalam air atau saat kontak dengan air (Keller 2007).

(a)

(d)

(b)

(c)

(e)

Gambar 3 Struktur (Stadia) Cendawan Entomophthorales (a) Resting spores
berdinding tebal dan berwarna coklat, (b) Konidia primer/
kapilokonidia, (c) Konidia primer yang berbetuk seperti buah pir
dengan papil diujungnya, (d) Resting spores yang dibentuk di dalam
tubuh kutu daun saat kondisi epizootik, (e) Neozygite fresenii pada
kutu daun kapas, kutu daun yang berwarna gelap mengandung stadia
resting spore. Sumber : Carner 2008.
Resting spores merupakan struktur bertahan yang dimiliki oleh cendawan
Entomophthorales.

Struktur ini memiliki dinding sel yang ganda dan tebal.

Struktur ini terbetuk secara aseksual dari suatu hyphal bodies (azygospora) atau
terbentuk secara seksual dari proses konjugasi antara dua hyphal bodies (zygospora). Umumnya bentuk resting spores adalah bola dan hialin, beberapa ada
yang dikelilingi oleh episporium. Bentuk resting spores pada genus Neozygites
adalah bulat atau lonjong dengan warna gelap (coklat atau hitam) (Keller 2007).
Resting spores dapat bertahan di tanah ataupun di serasah.

15
Cendawan Entomophthorales memiliki 4 famili yang anggotanya bersifat
entomopathogenik, yaitu Ancylistaceae, Entomophthoraceae, Meristacraceae dan
Neozygitaceae. Jumlah total yang telah teridentifikasi adalah sebanyak 16 genus
dan 233 spesies. Sebagian besar cendawan entomopathogenik termasuk ke dalam
famili Entomophthoraceae (87,4%), sisanya termasuk ke dalam famili Neozygitaceae dan Ancylistaceae yang masing-masing memiliki persentasi sebesar 7,6%
dan 4,4%. Sedangkan anggota dari famili Meristacraceae hanya memiliki satu
jenis spesies cendawan entomopathogenik. Spesies dari famili Neozygitaceae
umumnya menyerang serangga dari ordo Thysanophtera dan sebagian Hemipetra
(kutu-kutuan), sedangkan spesies dari famili Entomophthoraceae umumnya
menyerang sebagian Hemimptera (termasuk jenis wereng) dan beberapa serangga
dari ordo Diptera, Lepidoptera dan Coleoptera (Keller 2007; Pell et al. 2001).
Famili Neozygitaceae
Cendawan Entomophthorales dari famili Neozygites memiliki ciri-ciri stadia
vegetatif (hyphal bodies) berbentuk globose atau batang dengan atau tanpa dinding sel. Hyphal bodies memiliki nukleus dengan ukuran 3-5 µm. Konidiofornya
berbentuk sederhana.

Primary conidia tidak memiliki membran luar dan

memencar secara paksa dengan papilar eversion. Primary conidia memiliki 3-10
nuklea. Cendawan Entomophthorales dari famili Neozygitaceae memiliki 2 tipe
konidia sekunder, yaitu berbentuk seperti konidia primer dan berbentuk
kapilokonidia. Resting spores biasanya zygospora yang terbentuk dari proses
konjugasi 2 hyphal bodies dengan satu nukleus pada masing-masing
gametangiumnya.

Bentuk resting spores adalah bulat atau lonjong berwarna

coklat sampai kehitaman, kadang-kadang ditemukan juga yang hialin, episporium
datar (rata) atau memiliki ornamen (Keller 2007).
Famili Neozygitaceae memiliki 2 genus (Neozygites dan Apterivorax) dan
18 spesies yang mampu menginfeksi serangga maupun tungau (Keller 2007).
Cendawan dari genus Neozygites telah menyebar secara luas hampir di seluruh
belahan dunia. Neozygites fresenii ditemukan menginfeksi Aphididae di Afrika,
Australia, Eropa, India, Israel, dan Amerika Utara, serta ditemukan mampu
menginfeksi Aphididae di beberapa wilayah tropik.

Neozygites floridana

16
dilaporkan keberadaanya di wilayah India, Polandia, Afrika bagian Barat,
Amerika Serikat dan Brazil (Pell et al. 2001).
Kisaran inang dari famili Neozygitaceae merupakan jenis artropoda kecil
seperti tungau (Acarina), trips (Thysanoptera), Colembola dan beberapa serangga
dari ordo Hemiptera (Pell et al. 2001). Beberapa spesies yang diketahui menyerang tungau antara lain adalah Apterivorax acaricida, Neozygites abacaridis, N.
acaridis, N. tetranychi, N. floridana dan N. tanajoae. Spesies yang diketahui
menginfeksi serangga dari ordo Thysanoptera antara lain adalah N. parvispora
dan N. cucumeriformis. Spesies yang menyerang Colembola adalah A. sminthuri.
Sedangkan spesies yang menyerang serangga dari ordo Hemiptera antara lain adalah N. fresenii yang diketahui menyerang kutu daun (Aphis spp.), N. heteropsyllae
dilaporkan menyerang Heteropsylla cubana (Hemiptera: Psyllidae), N. fumosa
yang dilaporkan menyerang serangga dari famili Pseudococcidae (Keller 2007).
Neozygites fumosa (Speare) Remaudiére & Keller (Zygomycetes: Entomophthorales) pertama kali dilaporkan pertama kali menginfeksi P. herreni pada
pertanaman singkong di wilayah Brazil pada tahun

1994.

Tingkat infeksi

cendawan ini mencapai 9,3-64% yang ditemukan di wilayah Cruz das Almas dan
São Gonҫalo, Bahia. N. fumosa memproduksi hyphal bodies yang berbentuk
globose (9,5–14,2 µm diameter) dan berbentuk lonjong yang sedikit melebar.
Selain itu, memiliki tetranucleate primary conidia (16,5±0,5 x 8,1±0,9 µm). Di
lapangan, ditemukan beberapa kapilokonidia dan tidak ditemukan adanya resting
spores.

Cendawan N. fumosa sedang dipelajari sebagai musuh alami yang

potensial untuk digunakan sebagai musuh alami kutu putih singkong di Brazil
(Delalibera 1997).
Interaksi dengan Inang
Interaksi antara cendawan dengan inang merupakan karakteristik yang dibutuhkan oleh keduanya untuk meningkatkan potensi reproduktif masing-masing.
Inang akan meningkatkan ketahanan ketika cendawan menginfeksi. Cendawan
Entomophthorales merupakan cendawan yang terspesialisasi dengan baik,
mempunyai cakupan inang yang cukup luas dan mampu beradaptasi dengan
tingkah laku inang. Oleh karena itu, cendawan Entomophthorales mempunyai

17
nilai tinggi dari sisi pengurangan inang serangga secara selektif yang berarti
bahwa cendawan ini tidak akan membahayakan organisme bukan sasaran (Keller
& Wegwnsteiner 2007).
Cendawan Entomophthorales membutuhkan kondisi lembab untuk bersporulasi dan berkecambah. Banyak spesies yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi dan menyebabkan kematian inang pada sore hari hingga malam hari, saat
kelembapan udaranya cukup tinggi (Keller & Wegensteiner 2007). Cendawan
menginfeksi inang dengan menembus kutikula inang. Hal ini merupakan prinsip
dari cendawan entomopatogen, karena cendawan tidak dapat masuk secara aktif
ke dalam alat mulut serangga dan menyerang sistem pencernaannya. Selain itu,
beberapa cendawan entomopathogen juga mengeluarkan senyawa metabolit untuk
menembus tubuh inang saat inang mengaktifkan sistem pertahanannya.
Cendawan entomopatogen berasosiasi dengan berbagai macam habitat serangga,
termasuk di dalam air dan tanah, permukaan tanah, serta di zona aerial. Setelah
proses penetrasi, cendawan akan berpoliferasi di dalam tubuh inang, sering kali
terus bertahan di dalam tubuh inang karena sifatnya yang obligat. Hasil infeksi
patogen sangat bergantung pada genetik patogen untuk berkembang secara cepat,
untuk berpenetrasi ke dalam tubuh inang dan menghasilkan senyawa metabolit
yang dapat meracuni inang (Hajek & Leger 1994).
Cendawan Entomophthorales sangat berpotensi sebagai musuh alami beberapa serangga hama karena cendawan ini memiliki kemampuan epizootik (Hajek
2004).

Epizootik merupakan keadaan dimana terjadi kejadian penyakit yang

meluas dan menyerang hampir semua level pada suatu populasi serangga hama
dalam waktu yang cukup singkat.
Infeksi oleh cendawan pada berbagai serangga terjadi secara meluas dan
dapat menurunkan populasi serangga hama pada kejadian epizootik yang luar
biasa. Tiga kondisi utama yang dapat meyebabkan epizootik adalah penyebaran
patogen, populasi patogen dan populasi inang (Tanada & Kaya 1993; Fuxa &
Tanada 1987).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di lahan pertanamanan pepaya dan singkong di dua
lokasi, yaitu di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor dan Kelurahan
Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Identifikasi dilakukan di
Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian IPB. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai bulan September
2011. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan survei, pengambilan sampel,
pengamatan populasi dan identifikasi stadia cendawan Entomophothorales.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel kutu putih dari lapangan, larutan lactophenol-cotton blue, alkohol 70%, pewarna kuku bening,
tissue, dan kertas label. Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain
adalah pinset, kuas, pipet tetes, jarum, preparat slide, kaca penutup, botol
serangga, gunting, kantong plastik, kamera, dan mikroskop.
Metode Penelitian
Penentuan Petak Tanaman dan Tanaman Sampel
Satu lahan (pepaya dan singkong) dibagi ke dalam tiga blok. Masingmasing blok ditarik garis diagonal untuk diambil 10 tanaman sampel secara sistematis, sehingga total tanaman sampel yang diamati berjumlah 30 tanaman.
Tanaman sampel yang telah ditentukan kemudian ditandai dengan tali rafia agar
mempermudah pengamatan berikutnya.
Pengambilan Sampel dan Pengamatan Populasi P. marginatus
Pengambilan sampel kutu putih untuk menentukan infeksi cendawan terhadap kutu putih dilakukan seminggu 2 kali selama 4 minggu. Pengambilan
sampel dilakukan setiap hari Selasa dan Jum’at, dimulai pada tanggal 8 Maret
2011 dan berakhir pada 1 April 2011. Sampel kutu putih yang sudah diambil dari

19