Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok Fluorescens (P24) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Dan Produksi Benih Cabai Merah

APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK Pseudomonas KELOMPOK
fluorescens (P24) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN
TANAMAN DAN PRODUKSI BENIH CABAI MERAH

OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Bakteri
Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Cabai Merah adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Okti Syah Isyani Permatasari
NIM A251120011

4

5

RINGKASAN
OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI. Aplikasi Bakteri Probiotik
Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) untuk Meningkatkan Pertumbuhan
Tanaman dan Produksi Benih Cabai Merah. Dibimbing oleh ENY WIDAJATI,
MUHAMAD SYUKUR, dan GIYANTO.
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens merupakan salah satu
kelompok bakteri probiotik yang dikenal sebagai bakteri yang memberikan

manfaat bagi tanaman inangnya. Bakteri ini memiliki kemampuan menghasilkan
zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman. Selain itu, bakteri ini memiliki kemampuan menghasilkan siderofor dan
bersifat antagonis terhadap cendawan patogen. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui potensi bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) sebagai
agens antagonis untuk mengendalikan cendawan Colletotrichum acutatum serta
mendapatkan metode aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang
efektif untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi benih cabai serta
pengendalian Colletotrichum acutatum penyebab antraknosa.
Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama dilakukan
untuk mengetahui potensi antagonisme bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescens (P24) terhadap cendawan Colletotrichum acutatum. Uji antagonisme
dilakukan dengan metode dual culture, yaitu bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescens (P24) dan cendawan Colletotrichum acutatum dibiakkan dalam cawan
petri yang sama pada media potato dextrose agar (PDA). Hasilnya menunjukkan
bahwa bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) bersifat antagonis
terhadap Colletotrichum acutatum dengan daya hambat sebesar 41.54%.
Berdasarkan hasil tersebut, bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
selanjutnya digunakan untuk aplikasi invigorasi pada benih cabai.
Percobaan kedua dilakukan untuk mendapatkan metode invigorasi yang

tepat dengan mengaplikasikan bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
untuk meningkatkan perkecambahan benih. Percobaan ini terdiri dari dua metode
invigorasi yang disusun menggunakan rancangan acak kelompok dua faktor.
Metode pertama terdiri dari faktor tingkat vigor awal benih berdasarkan tolok
ukur indeks vigor (IV) yaitu rendah, sedang, dan tinggi (14%, 34%, 53%). Faktor
kedua adalah perlakuan invigorasi dengan metode perendaman yang terdiri dari
empat taraf yaitu kontrol kering, perendaman dengan air, perendaman dengan
media King‟s B, dan perendaman dengan bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescens (P24). Metode kedua adalah tingkat viabilitas awal benih berdasarkan
tolok ukur daya berkecambah (rendah 77%, sedang 87.9%, dan tinggi 95.8%)
sebagai faktor pertama, sedangkan faktor kedua adalah perlakuan
matriconditioning yang terdiri dari tujuh taraf yaitu kontrol kering,
matriconditioning dengan gambut, matriconditioning dengan arang sekam,
matriconditioning media King‟s B dengan gambut, matriconditioning media
King‟s B dengan arang sekam, matriconditioning bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescens (P24) dengan gambut, matriconditioning bakteri Pseudomonas
kelompok fluorescens (P24) dengan arang sekam. Hasilnya menunjukkan bahwa
perlakuan invigorasi metode perendaman pada benih dengan vigor awal rendah

6


(14%) dapat meningkatkan daya berkecambah, bobot kering kecambah normal,
keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh sama dengan vigor awal tinggi.
Perlakuan matriconditioning dengan bahan matrik arang sekam yang
diinkorporasikan dengan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) merupakan
perlakuan terbaik dibandingkan dengan metode perendaman. Perlakuan tersebut
meningkatkan bobot kering kecambah normal (BKKN) sebesar 0.0862 g, laju
pertumbuhan kecambah (LPK) 4.49 mg, indeks vigor (IV) 66.8%, dan kecepatan
tumbuh (KCT) 12.8% etmal-1 secara nyata dibandingkan kontrol sebesar 0.0698 g,
3.86 mg, 24.7%, dan 10.77% etmal-1.
Hasil terbaik dari percobaan kedua digunakan sebagai perlakuan invigorasi
benih sebelum penanaman di lapang pada percobaan ketiga. Percobaan ketiga
dilakukan untuk mendapatkan metode aplikasi Pseudomonas kelompok
fluorescens (P24) yang efektif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman dan produksi cabai di lapang serta dapat menekan serangan antraknosa
yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum. Rancangan yang digunakan pada
percobaan ketiga ini adalah rancangan petak terbagi (Split-plot). Perlakuan
inokulasi Colletotrichum acutatum dan tanpa inokulasi sebagai petak utama, dan
sebagai anak petak adalah perlakuan aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens
(P24) yang terdiri dari enam taraf.

Hasil dari percobaan ketiga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dari dua
faktor yang diujikan hanya terdapat pada tolok ukur bobot total benih per
tanaman. Pengaruh interaksi dari dua faktor yang diujikan menunjukkan bahwa
perlakuan fungisida dan aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) pada
tanaman yang tidak diinokulasi C. acutatum secara nyata menghasilkan bobot
total benih lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pada tolok ukur lainnya
menunjukkan tidak terdapat pengaruh interaksi dari kedua faktor sehingga
pembahasan berdasarkan pengaruh dari masing-masing faktor tunggal. Perlakuan
inokulasi C. acutatum secara nyata menurunkan jumlah buah sehat dan bobot total
buah sehat per tanaman. Aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
secara nyata meningkatkan jumlah perkecambahan di persemaian, meningkatkan
pertumbuhan tanaman, menekan insidensi penyakit antraknosa di lapang pada 710 MST, meningkatkan jumlah buah sehat dan produksi benih. Perlakuan
matriconditioning dan penyemprotan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
pada fase bibit secara nyata menurunkan insidensi penyakit antraknosa pada 10
MST hingga 61.35%. Perlakuan matriconditioning dan penyemprotan
Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) pada fase bibit dan berbunga secara
nyata meningkatkan mutu fisiologis benih berdasarkan tolok ukur daya
berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), dan indeks vigor (IV) sebesar
77.04%, 9.72% etmal-1, dan 29.74%. Aplikasi tersebut juga meningkatkan mutu
kesehatan benih dengan menekan persen infeksi C. acutatum hingga 12.25%.

Kata kunci : antraknosa, C. acutatum, invigorasi, matriconditioning, perendaman

SUMMARY
OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI. Application of Probiotic Bacteria
Fluorescent Pseudomonads to Increase Plant Growth and Chilli Seeds Production.
Supervised by ENY WIDAJATI, MUHAMAD SYUKUR, and GIYANTO.
Probiotic bacteria Fluorescent Pseudomonads known as bacteria that give
benefit for plant host. Fluorescent Pseudomonads has ability to produce hormone
as plant growth promote and increase plant production. This bacteria also produce
secondary metabolites that has ability to control phatogens. The objective of this
research were to know the potential of Fluorescent Pseudomonads bacteria as
antagonism agent to control Colletotrichum acutatum, and to get the effective
methods of application of Fluorescent Pseudomonads to increase planth growth
and seed production. Also, control seedborne phatogens Colletotrichum acutatum
causes antrachnose.
This research consists of three experiments. The first experiment was to
know the antagonism potential of Fluorescent Pseudomonads bacteria towards
Colletotrichum acutatum. Antagonism test performed with a dual culture method,
Fluorescent Pseudomonads and Colletotrichum acutatum was cultured in the
same petri dish on potato dextrose agar (PDA). The result showed that

Fluorescent Pseudomonads antagonistic to Colletotrichum acutatum with
inhibition of 41.54%. Based on these results, Fluorescent Pseudomonads would
used for invigoration on chilli seeds.
The second experiment was to determine the best method of invigoration
with probiotic bacteria fluorescent Pseudomonads to increase chilli seed viability
and vigor. This experiment consisted of two methods that were carried out
separately, both were arranged in a randomized complete block design with two
factors. The first method consisted of two factors, which the first factor were seed
lots with various level of vigor based on vigor index (VI), i.e: low, medium, and
high viability (14%, 34%, 54%). The second factor were soaking treatments
consisted of untreatment, soaking with water, soaking with King‟s B, and soaking
with Fluorescent Pseudomonads bacteria. In the second method, the various levels
of seed viability based on germination percentage (low 77%, medium 87.9%, high
95.8%) were combined with seven matriconditioning treatments that consisted of
untreatment, matriconditioning using peat, matriconditioning using rice hulk,
matriconditioning with King‟s B and peat, matriconditioning with King‟s B and
rice hulk, matriconditioning with Fluorescent Pseudomonads and peat,
matriconditioning with Fluorescent Pseudomonads and rice hulk. The result
showed that soaking treatment improved seed viability and vigor of seed lot with
low vigor so that the germination percentage was not significantly different from

highly vigour seed lot. Matriconditioning using rice hulk was the best method for
incorporating fluorescent Pseudomonads. The treatment increased normal
seedling dry weight (NSDW) of about 0.0862 g, seedling growth rate (SGR) 4.49
mg, vigor index (VI) 66.8%, and growth rate (GR) 12.8% etmal-1 respectively
compared to control of about 0.0698 g, 3.86 mg, 24.7%, 10.77% etmal-1.
The best result from the second experiment were used as seed treatment
before planting on the third experiment. The third experiment was to determine

8

the effective method of fluorescent Pseudomonads application to increase plant
growth and chilli production. Also, to control seedborne phatogens C. acutatum.
The experiment was designed in Split Plot Randomized Complete Block Design
with three replications. The main plots were untreated and inoculation of C.
acutatum. The subplot was six treatments of fluorescent Pseudomonads (P24)
application.
The result from third experiment showed that the interaction effect from two
factors tested only on total weight of seeds per plant variable. The interaction
effect of two factors tested showed that the fungicide treatment and apllication of
Fluorescent Pseudomonads of plants which untreated with C. acutatum produce

total weight of seeds per plant higher than the other treatment significantly. On the
other variables showed no effect of the interaction from the two factors so the
discussion is based on the effect of each single factor. Inoculation of C. acutatum
caused fruit and seed produced decreased significantly. Application of Fluorescent
Pseudomonads increased seedling germination on nursery, increase plant growth,
decreased disease incidence of antrachnose on 7-10 weeks after planting, increase
number of healthy fruit and seed production significantly. Matriconditioning and
spraying of Fluorescent Pseudomonads (P24) on nursery decreased disease
incidence significantly until 61.35%. Matriconditioning and spraying of
Fluorescent Pseudomonads (P24) on nursery and flowering phase increased
physiological quality that showed from germination percentage (GP) 77.04%,
growth rate (GR) 9.72% etmal-1, vigor index (VI) 29.74%. Those applications also
increased seed health quality significantly by suppresed C. acutatum infection on
seeds until 12.25%.
Keywords: antrachnose, C. acutatum, invigoration, matriconditioning, soaking

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK Pseudomonas KELOMPOK
fluorescens (P24) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN
TANAMAN DAN PRODUKSI BENIH CABAI MERAH

OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH
SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

12

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Asep Setiawan, MS

Judul Tesis

Nama
NIM

: Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens
(P24) untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi
Benih Cabai Merah
: Okti Syah Isyani Permatasari
: A251120011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Eny Widajati, MS
Ketua

Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi
Anggota

Dr Ir Giyanto, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 23 Juni 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.
Penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan September 2013 - Oktober 2014 ini
berjudul “Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24)
untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Cabai Merah”.
Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program
Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
(DIKTI) atas Beasiswa Unggulan (BU) yang telah penulis terima selama
menempuh kuliah di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Ibu Dr Ir
Eny Widajati, MS, Bapak Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi, dan Bapak Dr Ir
Giyanto, MSi selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan waktu yang
telah dicurahkan dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih pula penulis ucapkan
untuk Dr Ir Asep Setiawan, MS selaku penguji luar komisi dan Dr Ir M. Rahmad
Suhartanto, MSi selaku penguji dari Program Studi Ilmu Teknologi Benih. Terima
kasih kepada Pak Undang, Pak Edi, dan Pak Alit atas bantuannya selama penulis
menanam di Kebun Percobaan Leuwikopo. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua penulis Bapak Sjahbuddin Ezzat dan Ibu Sri
Dwiana Rusmiwahjani, dan adik-adik penulis atas dukungan dan doa. Kepada
teman-teman Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, teman-teman Program
Studi Agronomi dan Hortikultura, dan teman-teman di Laboratorium Bakteriologi
Tumbuhan atas bantuan, dorongan dan semangat yang telah diberikan. Semoga
tesis ini bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015

Okti Syah Isyani Permatasari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Teknik Invigorasi untuk Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih
Patogen Terbawa Benih Cabai Colletotrichum acutatum Penyebab
Antraknosa
Bakteri Probiotik sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman serta Agens Pengendali Hayati
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Sumber Benih
Isolat Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) dan Colletotrichum
acutatum
Percobaan 1. Uji Antagonisme Bakteri Probiotik Pseudomonas
Kelompok fluorescens (P24) dan Cendawan Colletotrichum acutatum
Percobaan 2. Peningkatan Vigor Benih Cabai melalui Invigorasi
2a). Invigorasi dengan Metode Perendaman Benih Menggunakan
Bakteri Probiotik Pseuodomonas Kelompok fluorescens (P24)
Rancangan Percobaan
Persiapan Isolat Bakteri
Invigorasi Benih dengan Metode Perendaman
Pengamatan
2b).Invigorasi dengan Metode Matriconditioning Benih
Menggunakan Bakteri Probiotik Pseuodomonas Kelompok
fluorescens (P24)
Rancangan Percobaan
Invigorasi Benih dengan Metode Matriconditioning
Pengamatan
Percobaan 3. Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok
fluorescens (P24) untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih
Cabai serta Pengendalian terhadap Colletotrichum acutatum selama di
Lapang
Rancangan Percobaan
Persemaian Benih dan Penanaman di Lapang
Pemeliharaan tanaman
Perlakuan Penyemprotan Isolat Bakteri
Perbanyakan Cendawan Colletotrichum acutatum dan
Perlakuan Inokulasi Cendawan
Pengamatan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ivi
vii
vii
01
01
03
03
03
03
05
06
07
07
07
09
09
10
10 0
10
10
11
11

12
12
13
14

14
14
14
15
15
15
15
18

vi

Percobaan 1. Uji Antagonisme Bakteri Probiotik Pseudomonas
Kelompok fluorescens (P24) dan Cendawan Colletotrichum acutatum
Percobaan 2. Peningkatan Vigor Benih Cabai melalui Invigorasi
Percobaan 3. Aplikasi Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens
(P24) untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih Cabai serta
Pengendalian terhadap Colletotrichum acutatum selama di Lapang
5 KESIMPULAN DAN SARAN
6 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

18
19

24
32
33
39
43

DAFTAR TABEL

1

2

3

4

5
6
7
8
9

10

11

Interaksi perlakuan invigorasi dengan metode perendaman dan tingkat
vigor benih terhadap daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah
normal (BKKN), indeks vigor (IV), keserempakan tumbuh (KST), dan
kecepatan tumbuh (KCT) pada benih cabai Seloka IPB
Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode perendaman dan
tingkat vigor benih terhadap tolok ukur potensi tumbuh maksimum
(PTM) dan laju pertumbuhan kecambah (LPK) pada benih cabai
Seloka IPB
Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode matriconditioning dan
tingkat viabilitas benih terhadap tolok ukur viabilitas potensial benih
cabai Seloka IPB
Pengaruh perlakuan invigorasi dengan metode matriconditioning dan
tingkat viabilitas benih terhadap tolok ukur vigor benih cabai Seloka
IPB
Pengaruh perlakuan awal benih terhadap beberapa tolok ukur
viabilitas dan vigor di persemaian
Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap
tinggi tanaman sebelum inokulasi C. acutatum
Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap
tinggi tanaman setelah inokulasi C. acutatum
Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap
pengendalian serangan C. acutatum
Pengaruh perlakuan aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens
(P24) dan inokulasi C. acutatum terhadap jumlah buah yang terserang
antraknosa per tanaman, persen buah yang terserang antraknosa per
tanaman, dan jumlah buah yang terbentuk per tanaman
Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dalam
mengendalikan C. acutatum berdasarkan tolok ukur jumlah buah
sehat, bobot total buah sehat, bobot per buah, dan rendemen benih per
tanaman
Pengaruh interaksi aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
dan inokulasi C. acutatum terhadap bobot total benih per tanaman

20

21

22

22
24
25
25
26

27

29
29

vii

12

13

Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap
bobot kering kecambah normal (BKKN), daya berkecambah (DB),
indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), dan potensi tumbuh
maksimum (PTM) benih hasil produksi
Pengaruh aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap
persen benih terinfeksi C. acutatum hasil produksi

30
31

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6

7

Bagan alir penelitian
Isolat bakteri probiotik Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
Isolat cendawan Colletotrichum acutatum (PYK04)
Invigorasi dengan metode perendaman benih
Invigorasi benih dengan metode matriconditioning
Uji antagonisme Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap
C. acutatum (PYK04) pada 7 HSI
Serangan gemini virus pada tanaman di lapang

08
09
09
11
13
18
28

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3

Deskripsi Cabai Besar Varietas IPB
Potensi bakteri probiotik untuk menghasilkan hormon tumbuh
Hasil analisis tanah sebelum tanam di lapang

39
40
41

viii

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Produktivitas cabai merah di Indonesia pada tahun 2013 mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi 8.16 ton ha-1 (BPS 2014). Hasil
tersebut masih tergolong rendah karena potensi produktivitas cabai di Indonesia
mencapai 20 ton ha-1 (Syukur et al. 2010). Tinggi rendahnya produksi suatu
komoditas dapat dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari persiapan tanam, saat
penanaman hingga saat panen. Salah satu kendala yang menyebabkan rendahnya
produktivitas cabai merah adalah ketersediaan benih bermutu yang masih kurang.
Menurut Sutakaria (1984), benih berpotensi menjadi media penyebaran
patogen tanaman. Satu benih yang terinfeksi patogen dapat menjadi sumber
inokulum untuk penyebaran penyakit ke tanaman sekitarnya (AVRDC 1990).
Ilyas (2006) menjelaskan patogen yang terbawa benih menyebabkan gagalnya
perkecambahan, atau menyebabkan terjadinya epidemi penyakit akibat
perpindahan dan berkembangnya patogen penyebab penyakit dari benih ke
tanaman. Hal ini akan berdampak negatif terhadap mutu dan jumlah produksi
tanaman.
Salah satu penyakit pada tanaman cabai yang patogennya dapat terbawa
benih adalah antraknosa. Antraknosa merupakan salah satu penyakit utama pada
tanaman dan buah cabai yang dapat menurunkan produksi antara 10% hingga
80% (Hasyim et al. 2014). Patogen penyebab antraknosa ini berasal dari genus
Colletotrichum yang terdiri dari beberapa spesies utama yaitu Colletotrichum
gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium, C. capsici, dan C. coccodes (Kim et
al. 1999). Diantara 5 spesies utama tersebut, spesies Colletotrichum acutatum
telah menyebabkan kerusakan tanaman cabai yang cukup parah di Indonesia
(Syukur et al. 2009). Berdasarkan informasi Widodo tahun 2006, dari 13 isolat
Colletotrichum yang dikoleksi dari Bogor, Brebes, Bandung, Pasir Sarongge,
Payakumbuh dan Mojokerto, tujuh isolat yang berasal dari enam daerah tersebut
adalah C. acutatum (Syukur et al. 2007). Patogen ini dapat ditularkan melalui
benih (seedborne pathogens) yang dapat menyebabkan gagalnya perkecambahan
benih, rebah kecambah, pada tanaman dewasa menyebabkan busuk akar, busuk
daun, busuk pucuk, busuk bunga dan busuk buah (Wharton dan Uribeondo 2004).
Menghadapi permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengendalian dari awal
pada benih sebelum penanaman. Penggunaan benih yang sehat dapat mengurangi
terjadinya penyakit terutama yang terbawa oleh benih. Pengendalian penyakit
dengan penggunaan bahan kimia sintetis merupakan salah satu cara yang umum
digunakan oleh petani, akan tetapi penggunaan bahan kimia tersebut tidak
ekonomis dan menyebabkan polusi lingkungan (Hasyim et al. 2014). Penggunaan
agens hayati berupa mikroba saat ini telah banyak dikembangkan. Salah satunya
dengan menggunakan bakteri probiotik. Probiotik merupakan mikroorganisme
yang dapat memberikan manfaat bagi inangnya apabila tersedia dalam jumlah
yang cukup (FAO dan WHO 2001).
Kelompok bakteri probiotik ini terdiri dari beberapa jenis bakteri
diantaranya Bacillus sp., Pseudomonas kelompok fluorescens, Aktinomiset, dan
Serratia sp. (Widajati et al. 2012; Setyowati 2013). Kelompok bakteri ini sudah

2

banyak dimanfaatkan sebagai pemacu pertumbuhan karena kemampuannya
mensintesis zat pengatur tumbuh IAA, giberelin, dan sitokinin (Widajati et al.
2012; Sutariati et al. 2006a). Aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
merupakan perlakuan terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit cabai karena
isolat bakteri ini mampu menghasilkan IAA dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan dengan bakteri probiotik jenis lainnya (Widajati et al. 2012;
Setyowati 2013). Selain itu bakteri ini juga mampu menghasilkan metabolit
sekunder berupa antibiotik, HCN, serta siderofor yang dapat menekan
pertumbuhan patogen tanaman (Sutariati et al 2006b, Compant et al. 2010, Maleki
et al. 2010, Sharafzadeh 2012). Aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens
dapat dilakukan pada benih sebelum penanaman maupun pada tanaman saat
penanaman di lapang.
Metode aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens pada benih dapat
dilakukan dengan metode invigorasi benih. Invigorasi benih merupakan teknik
perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum penanaman dengan tujuan
memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (Arief dan Koes 2010).
Teknik ini dimanfaatkan untuk memperbaiki viabilitas dan vigor benih yang
rendah sebelum dilakukan penanaman. Rendahnya viabilitas dan vigor benih
dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu waktu pemanenan benih sebelum
masak fisiologis, adanya dormansi pada benih, dan benih yang sudah lama
disimpan sehingga mengalami penurunan viabilitas. Invigorasi dapat dilakukan
dengan cara perendaman benih dalam air (Narayanareddy dan Biradarpatil 2012),
priming dengan berbagai macam larutan (Heydecker et al. 1973; Narayanareddy
dan Biradarpatil 2012), dan metode matriconditioning (Khan et al. 1992; Ilyas
2006). Penggunaan Pseudomonas kelompok fluorescens yang diinkorporasikan
dengan teknik ini dapat membantu meningkatkan perkecambahan benih karena
kemampuannya menghasilkan hormon pertumbuhan serta dapat mengurangi
infeksi penyakit terbawa benih. Sutariati (2009) melaporkan perlakuan
matriconditioning dengan arang sekam dan bakteri Bacillus polymixa dapat dapat
meningkatkan meningkatkan mutu fisiologis benih cabai. Agustiansyah (2010)
menambahkan perlakuan matriconditioning dengan rizobakteri pada benih padi
dapat menghambat pertumbuhan Xanthomonas oryzae yang menginfeksi benih
padi.
Pemanfaatan Pseudomonas kelompok fluorescens juga dapat diaplikasikan
pada tanaman terutama pada sistem perakaran. Setyowati (2013) menjelaskan
aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dengan teknik pelapisan benih
dan penyemprotan pada perakaran bibit mampu meningkatkan pertumbuhan bibit
cabai dari benih yang telah disimpan. Zamzami (2013) juga mengemukakan
bahwa matriconditioning dengan rizobakteri dan penyemprotan dengan bakteri
filosfer pada tanaman padi dapat menekan tingkat keparahan penyakit hawar daun
bakteri.
Berdasarkan potensi yang dimiliki dari bakteri probiotik Pseudomonas
kelompok fluorescens, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produksi buah dan benih serta mengendalikan patogen terbawa benih
Colletotrichum acutatum.

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui potensi bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) untuk
menekan patogen terbawa benih Colletotrichum acutatum pada benih cabai.
2. Mendapatkan teknik invigorasi menggunakan bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescens (P24) untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai.
3. Memperoleh teknik aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang
efektif sehingga diperoleh benih cabai dengan mutu fisiologis dan mutu
kesehatan yang tinggi.

Hipotesis
1. Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) memiliki potensi untuk
menekan patogen terbawa benih Colletotrichum acutatum pada benih cabai.
2. Perlakuan invigorasi benih menggunakan bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescens (P24) dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai.
3. Terdapat teknik aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang
efektif sehingga diperoleh benih cabai dengan mutu fisiologis dan mutu
kesehatan yang tinggi.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Teknik Invigorasi untuk Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih
Salah satu periode kritis dalam siklus kehidupan tanaman ialah waktu
antara benih mulai ditanam dengan munculnya kecambah, karena pada saat
tersebut benih dihadapkan pada beragam kondisi lingkungan tumbuh yang
berpengaruh terhadap munculnya kecambah serta vigor kecambah. Menurut
Taylor et al. (1998), seed enhancement dapat didefinisikan sebagai perlakuan
pasca panen yang dapat memperbaiki perkecambahan atau pertumbuhan
kecambah atau memfasilitasi benih, dan materi lain yang diperlukan saat tanam.
Definisi tersebut mencakup tiga metode umum, yaitu (1) pre-sowing hydration
treatment atau priming (invigorasi), (2) teknologi coating, dan (3) seed
conditioning. Invigorasi (priming) benih merupakan perlakuan yang diberikan
terhadap benih sebelum penanaman dengan tujuan memperbaiki pertumbuhan dan
kecambah. Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk
menyeragamkan pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan
kecambah (Arief dan Koes 2010). Ilyas (2012) menambahkan invigorasi
merupakan suatu proses yang dilakukan untuk meningkatkan vigor benih yang
telah mengalami deteriorasi atau kemunduran.
Teknik pre-sowing hydration (invigorasi) mencakup dua kategori, yaitu (1)
penyerapan air secara tidak terkontrol dan (2) terkontrol. Penyerapan air secara
tidak terkontrol merupakan metode dimana air tersedia bebas dan tidak dibatasi
oleh lingkungan. Oleh karena itu, pengambilan air diatur oleh afinitas jaringan

4

benih. Teknik umum yang digunakan dalam penyerapan air tidak terkontrol
adalah mengimbibisi benih pada media blotter yang lembab atau merendam benih
dalam air. Perendaman benih dalam air dapat dilakukan dengan atau tanpa
menggunakan aerasi. Waktu yang dibutuhkan untuk perendaman benih dalam air
harus diatur untuk mencegah terjadinya perkecambahan benih (Taylor et al.
1998).
Perendaman benih dalam suspensi rizobakteri dapat meningkatkan
perkecambahan tanaman karena kemampuan rizobakteri dalam menghasilkan zat
pengatur tumbuh. Moinzadeh et al. (2010) benih bunga matahari yang direndam
dalam suspensi bakteri Pseudomonas fluorescens dapat meningkatkan daya
berkecambah hingga 94.4% dibandingkan dengan kontrol. Goni (2010) juga
melaporkan perlakuan perendaman benih cabai dengan isolat Methylobacterium
spp strain TD-J7, TD-TPB3 dan kombinasi TD-J7 dan TD-TPB3 dapat
meningkatkan vigor benih cabai sebesar 1.9%, 3.4% dan 2.1% pada benih dengan
tingkat viabilitas awal 62%.
Teknik penyerapan air secara terkontrol adalah metode yang mengatur kadar
air untuk imbibisi benih sehingga mencegah perkecambahan. Terdapat tiga
metode yang dapat digunakan untuk membatasi penyerapan air yaitu priming
dengan larutan (osmopriming/osmoconditioning), priming dengan bahan matriks
padat (matriconditioning) dan drum priming dengan hidrasi terkontrol (Taylor et
al. 1998).
Metode matriconditioning merupakan proses pengimbisian benih secara
terkontrol. Benih, air, dan bahan matrik merupakan tiga komponen utama untuk
matriconditioning. Air yang digunakan untuk mengimbibisi dicampurkan secara
merata ke benih dan bahan matrik, tetapi karena adanya bahan matrik air sebagian
besar terikat di bahan matrik. Benih akan mengimbibisi air yang bercampur
dengan bahan matrik hingga terjadi titik keseimbangan. Potensial air dari sekitar
bahan matrik ditentukan oleh sifat fisik dan sifat kimia bahan matrik. Persyaratan
media matriconditioning yang akan digunakan antara lain mempunyai potensial
matrik tinggi dan potensial osmotik dapat diabaikan, daya larut dalam air rendah
dan tetap utuh selama perlakuan, bahan inert tidak beracun, kapasitas daya pegang
air tinggi, tetap kering dan tidak berserbuk, ukuran partikel, struktur dan daya
serapnya seragam, luas permukaan besar, dan berkemampuan melekat pada
permukaan benih (Khan 1992).
Perlakuan matriconditioning menggunakan minyak cengkeh 0.1% atau serai
wangi 0.1% pada benih cabai mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih
secara nyata dibanding kontrol serta dapat menurunkan tingkat infeksi C.
acutatum selama periode simpan 6-12 minggu (Asie 2004). Sutariati (2009)
menjelaskan matriconditioning dengan bakteri Pseudomonas fluorescens (PG01)
dan arang sekam pada benih cabai dapat menekan tingkat kontaminasi benih serta
meningkatkan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dibandingkan
kontrol.

5

Patogen Terbawa Benih Cabai Colletotrichum acutatum Penyebab
Antraknosa
Genus Colletotrichum merupakan salah satu genus besar cendawan
Ascomycetes. Genus ini terdiri dari beberapa spesies yang merupakan patogen
tanaman yang menyebabkan kerusakan sehingga menimbulkan kerugian secara
signifikan pada produksi tanaman di daerah tropis dan subtropis (Bailey & Jeger
dalam Wharton dan Uribeondo 2004, Than et al. 2008). Kelompok cendawan dari
genus Colletotrichum ini merupakan patogen penyebab penyakit antraknosa pada
tanaman cabai. Spesies utama dari genus Colletotrichum yang menyebabkan
antraknosa ini digolongkan menjadi lima yaitu C. gloeosporioides, C. acutatum,
C. dematium, C. capsici, dan C. cocodes (Kim et al. 1999). Menurut Yoon et al.
(2006), C. acutatum menyebabkan kerusakan pada buah dan kehilangan hasil
paling besar. Penyebab penyakit antraknosa yang paling banyak menyerang
tanaman cabai di Indonesia akhir-akhir ini adalah spesies Colletotrichum
acutatum (Syukur et al. 2009). Hal ini didasari dari informasi yang didapat
sebelumnya, yaitu menurut Widodo tahun 2006, dari 13 isolat Colletotrichum
yang dikoleksi dari Bogor, Brebes, Bandung, Pasir Sarongge, Payakumbuh dan
Mojokerto, tujuh isolat dari enam daerah tersebut merupakan C. acutatum (Syukur
et al. 2007).
Cendawan Colletotrichum acutatum mempunyai miselium berwarna putih
hingga abu-abu. Warna koloni jika dibalik dari bawah cawan petri adalah oranye
hingga coklat gelap (dark brown). Konidia berbentuk silindris dengan ujung
runcing berukuran 8-16 x 2.5- 4 μm, bersekat dan hialin (EPPO 2009). Suhu
optimum untuk perkembanganbiaknya yaitu 28-30 oC (Wharton dan Uribeondo
2004).
Cendawan Colletotrichum acutatum yang menyebabkan penyakit
antraknosa ini dapat menyebabkan kerusakan pada seluruh bagian tanaman yaitu
akar, daun, bunga, batang tanaman, dan buah. Penyakit ini dapat menyerang pada
seluruh fase pertumbuhan tanaman, bahkan saat pasca panen. Gejala serangan
yang terjadi pada benih menimbulkan kegagalan berkecambah, pada kecambah
menimbulkan rebah kecambah, pada tanaman dewasa menyebabkan busuk akar,
busuk daun kemudian rontok, busuknya pucuk sehingga menyebabkan mati
pucuk, busuk bunga, dan busuk buah (Suryaningsih et al. 1996; Wharton dan
Uribeondo 2004). Gejala busuk buah akibat antraknosa dicirikan dengan
terbentuknya acervuli yang melingkar seperti cincin konsentris yang
menyebabkan nekrosis pada buah. Buah yang menunjukkan gejala tersebut dapat
menurunkan harga di pasar (Manandhar et al. 1995), berkurangnya bobot kering
buah dan kandungan capsaicin serta oleoresin (Mistry et al. 2008).
Cendawan penyebab antraknosa ini bersifat terbawa benih (seedborne),
sehingga dapat bertahan baik pada biji (Suryaningsih et al. 1996). Cendawan ini
dapat tumbuh pada suhu optimum 25 oC (Wharton dan Uribeondo 2004). Kondisi
suhu dan kelembaban yang tinggi membuat infeksi cendawan pada cabai semakin
parah. Cendawan ini menyerang pada semua stadia perkembangan buah mulai
dari buah muda hingga buah yang telah masak (Than et al. 2008)

6

Bakteri Probiotik sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
serta Agens Pengendali Hayati
Salah satu perlakuan benih yang dapat memperbaiki performansi benih yaitu
dengan menggunakan bakteri atau fungi yang disebut dengan biological seed
treatments. Biological seed treatment telah dilaporkan dapat meningkatkan
pertumbuhan secara terus-menerus dan meningkatkan perbaikan panen. Perlakuan
ini mulai populer karena mikroba dapat dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap
patogen penyebab penyakit yang aman untuk lingkungan dan kesehatan, selain itu
bersifat spesifik sehingga aman untuk keseimbangan ekosistem (Copeland dan
McDonald 2001).
Pemanfaatan bakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman terjadi melalui
berbagai mekanisme yaitu secara langsung dan tidak langsung (Glick 1995;
Kokalis-Burelle et al. 2006). Mekanisme secara langsung terjadi dengan
diproduksinya sejumlah senyawa yang disintesis oleh bakteri dan dapat
dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman untuk memacu pertumbuhan seperti
fitohormon atau memfasilitasi tanaman sehingga memudahkan tanaman dalam
menyerap unsur hara di lingkungan sekitar tanaman (Glick 1995) sehingga dapat
meningkatkan performansi tanaman. Mekanisme secara tidak langsung terjadi
ketika bakteri pemacu pertumbuhan tanaman ini mecegah dan menghambat
perkembangan patogen penyebab penyakit. Mekanisme ini terjadi dengan
dihasilkannya senyawa yang bersifat antagonis terhadap patogen penyakit atau
induksi resistensi terhadap patogen (Glick 1995). Beneduzi et al. (2012)
menjelaskan terdapat beberapa mekanisme antagonis bakteri terhadap cendawan
patogen antara lain 1) dihasilkannya enzim-enzim hidrolisis seperti protease,
kitinase, lipase yang dapat melisis sel-sel cendawan patogen, 2) kompetisi nutrisi
dan kolonisasi daerah perakaran antara bakteri dan cendawan patogen, 3) produksi
siderofor dan antibiotik.
Aplikasi bakteri pemacu pertumbuhan mampu meningkatkan tinggi, jumlah
daun, jumlah bunga, dan jumlah buah tanaman cabai (Taufik 2010). Aplikasi
rizobakteri pada benih juga mampu meningkatkan tinggi bibit dan panjang akar
tanaman cabai (Sutariati et al. 2006a; Syamsuddin 2010) dan tomat (Iswati 2012;
Sharafzadeh 2012).
Widajati et al. (2012) menjelaskan bahwa bakteri probiotik memiliki potensi
menghasilkan hormon tumbuh yaitu IAA, GA3, dan traszeatin. Isolat bakteri
Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) mampu menghasilkan IAA mencapai
69.82 ppm. Zat pengatur tumbuh IAA secara spesifik mempengaruhi diferensiasi
jaringan vaskular, inisiasi akar, merangsang pembelahan sel, pemanjangan akar
dan batang, serta mempengaruhi pertumbuhan pucuk. Sementara itu, giberelin
berfungsi dalam memacu pertumbuhan, memacu perkecambahan benih dorman,
pembungaan, serta perkembangan buah. Sitokinin berfungsi untuk pembelahan sel
dan mematahkan dormansi primer (Salisbury dan Ross 1995).
Bakteri Pseudomonas fluorescens yang hidup di daerah perakaran berperan
sebagai jasad renik pelarut pospat, mengikat nitrogen dan menghasilkan zat
pengatur tumbuh (Baharuddin et al. 2005). Menurut Beneduzi et al. (2012) bahwa
Pseudomonas fluorescens mampu menghasilkan HCN (asam sianida) yang
berfungsi sebagai toksin dan dapat menghalangi pertumbuhan penyakit.

7

Aplikasi bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dengan metode
priming pada benih cabai mampu meningkatkan daya berkecambah benih sebesar
91% dibandingkan dengan kontrol hanya sebesar 73% (Widajati et al. 2012). Hal
ini ditambahkan oleh Setyowati (2013) yang menyatakan bahwa aplikasi tunggal
isolat S.marcescans dan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dengan
pelapisan benih dan penyemprotan mampu meningkatkan pertumbuhan bibit cabai
yang berasal dari benih yang telah disimpan selama 6 sampai 15 minggu.
Penggunaan teknologi invigorasi benih dengan rizobakteri juga mampu
melindungi benih yang ditanam dari cendawan tular benih dan tular tanah (Silva
et al. 2004). Bakteri Pseudomonas fluorescens juga dapat dimanfaatkan untuk
pengendalian penyakit. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi P.
fluorescens dapat menekan pertumbuhan miselia cendawan Colletotrichum
gloeosporioides dan Phytophthora sp. (Maleki et al. 2010). Aplikasi
Pseudomonas fluorescens pada benih cabai juga mampu menekan tingkat
kontaminasi benih cabai hingga 8% (Sutariati 2009).

3 BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap percobaan dengan bagan alir
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Percobaan pertama adalah uji potensi
antagonisme bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) terhadap
cendawan patogen Colletotrichum acutatum. Percobaan kedua yaitu peningkatan
vigor benih cabai melalui invigorasi (priming). Metode invigorasi yang digunakan
yaitu perendaman benih dan matriconditioning. Metode invigorasi yang terbaik
dari percobaan kedua digunakan sebagai perlakuan benih pada percobaan ketiga.
Percobaan ketiga yaitu peningkatan produksi dan mutu benih cabai serta
pengendalian terhadap Colletotrichum acutatum selama di lapang.

Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan pertama dilaksanakan pada bulan September hingga November
2013 di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih, Laboratorium Penyimpanan
Benih, dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi serta
Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman. Percobaan
kedua dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Oktober 2014 di Kebun
Percobaan Leuwikopo Departemen Agronomi dan Hortikultura, Laboratorium
Fisiologi dan Kesehatan Benih dan Laboratorium Penyimpanan Benih
Departemen Agronomi Hortikultura, dan Laboratorium Bakteriologi Departemen
Proteksi Tanaman IPB.

Sumber Benih
Benih cabai yang digunakan adalah varietas Seloka IPB yang diproduksi di
Kebun Percobaan Leuwikopo IPB. Varietas ini tergolong dalam varietas cabai

8

merah yang rentan terhadap penyakit antraknosa. Tiga lot benih yang digunakan
pada percobaan kedua memiliki perbedaan waktu panen, lot pertama dipanen pada
tahun 2012, lot kedua dipanen pada Februari 2013 dan lot ketiga dipanen pada Juli
2013. Lot benih yang digunakan untuk penanaman di lapang pada percobaan
ketiga yaitu lot benih yang dipanen pada bulan Juli 2013. Penyimpanan benih
sebelum digunakan dilakukan pada ruangan dengan suhu 20 oC.

Percobaan 1:
Uji antagonisme
bakteri
Uji antagonisme
bakteri
probiotik
Pseudomonas
kelompok
fluorescens
Pseudomonas
kelompok
fluorescens
(P24)
terhadap cendawan patogen C. acutatum

Percobaan 2a:
Invigorasi dengan
perendaman menggunakan
bakteri probiotik Pseudomonas
kelompok fluorescens (P24)

Percobaan 2b:
Invigorasi dengan
matriconditioning menggunakan
bakteri probiotik Pseudomonas
kelompok fluorescens (P24)

Perlakuan invigorasi terbaik

Percobaan 3:
Pengaruh bakteri probiotik Pseudomonas
kelompok fluorescens (P24) terhadap
pertumbuhan dan produksi benih cabai

Tanaman tanpa inokulasi
Colletotrichum acutatum

Tanaman diinokulasi
Colletotrichum acutatum

Aplikasi bakteri probiotik Pseudomonas
kelompok fluorescens (P24)
Benih yang vigornya tinggi serta bebas dari
patogen terbawa benih Colletotrichum acutatum

Gambar 1 Bagan alir penelitian

9

Isolat Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24) dan Colletotrichum acutatum
Isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) yang digunakan
untuk aplikasi (Gambar 2) berasal dari koleksi Laboratorium Bakteriologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas pertanian, IPB. Perbanyakan
dan peremajaan bakteri dilakukan secara aseptik di dalam laminar air flow
cabinet. Perbanyakan dan peremajaan bakteri dilakukan dengan cara mengambil
satu ose isolat bakteri dan digoreskan pada cawan yang berisi media tumbuh
bakteri. Bakteri ini ditumbuhkan pada media King‟s B (akuades 1 L, protease
peptone 20 g, K2HPO4 1.5 g, MgSO4.7H2O 1.5 g, gliserol 15 ml, agar 15 g).

Gambar 2 Isolat bakteri probiotik Pseudomonas kelompok fluorescens (P24). a)
isolat Pseudomonas kelompok flourescens (P24), b) isolat
Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) di bawah sinar UV
Cendawan Colletotrichum acutatum (PYK04) penyebab antraknosa
(Gambar 3) yang digunakan untuk inokulasi merupakan koleksi dari
Laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Perbanyakan
dan peremajaan dilakukan dengan cara mengambil satu ose miselium cendawan
ke dalam cawan petri yang berisi media potato dextrose agar (akuades 1 L,
kentang 200 g, dextrose 20 g, agar 15 g).

Gambar 3 Isolat cendawan Colletotrichum acutatum (PYK04). a) tampak dari atas
cawan petri, b) tampak dari bawah cawan petri

Percobaan 1. Uji Antagonisme Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok
fluorescens (P24) dan Cendawan Colletotrichum acutatum
Uji antagonis antara Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) dan C.
acutatum dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kemampun daya hambat

10

bakteri probiotik terhadap perkembangan cendawan patogen. Uji antagonis
dilakukan dengan motede biakan ganda (dual culture). Pengujian dilakukan dalam
cawan petri berdiameter 9 cm, dengan jarak antara cendawan dan bakteri 3 cm
(Muharni dan Widjajanti 2011). Media yang digunakan untuk uji antagonis adalah
media tumbuh cendawan potato dextrose agar (PDA). Isolat Pseudomonas
kelompok fluorescens (P24) dibiakkan terlebih dahulu dengan jarak 3 cm dari
pinggir cawan. Setelah 3 hari, cendawan C. acutatum dibiakkan dalam cawan
petri yang sama dengan jarak 3 cm dari bakteri. Perkembangan cendawan diamati
selama 7 hari. Selanjutnya dihitung persentase penghambatan dengan rumus :
R1 - R2
Persentase penghambatan =
x 100%
R1
Keterangan:
R1: Jarak pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum yang tumbuh berlawanan
dengan Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
R2: Jarak pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum yang tumbuh ke arah
Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)

Percobaan 2. Peningkatan Vigor Benih Cabai melalui Invigorasi
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan viabilitas dan vigor
benih cabai yang sudah mengalami penurunan melalui perlakuan invigorasi.
Metode invigorasi yang digunakan ada dua, yaitu a) invigorasi dengan metode
perendaman benih dan b) invigorasi dengan metode matriconditioning benih.

2a). Invigorasi dengan Metode Perendaman Benih Menggunakan Bakteri
Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24)
Rancangan Percobaan
Percobaan ini dilakukan menggunakan rancangan Faktorial RAK
(Rancangan Acak Kelompok) dua faktor. Faktor pertama adalah tingkat vigor
benih yang terdiri dari tiga taraf yaitu vigor rendah 14 % (V1), vigor sedang 34%
(V2), dan vigor tinggi 54% (V3). Faktor kedua yaitu perlakuan invigorasi benih
yang terdiri dari empat taraf, yaitu
I0
: kontrol kering (tanpa perendaman)
I1
: perendaman dengan air
I2
: perendaman dengan media tumbuh King‟s B bakteri Pseudomonas
kelompok fluorescens (P24)
I3
: perendaman dengan bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24)
Percobaan ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan, masing-masing terdiri
dari empat ulangan. Jika terdapat pengaruh nyata dari faktor yang diuji pada
analisis sidik ragam (taraf kepercayaan 5%), maka dilakukan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT).
Persiapan Isolat Bakteri
Perbanyakan bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24) untuk
perlakuan dengan membiakkan bakteri pada media cair King‟s B selama 48 jam

11

dalam inkubator bergoyang. Koloni bakteri yang terbentuk diatur kerapatannya
hingga mencapai 109 cfu ml-1 (Bai et al. 2002) atau setara dengan pembacaan nilai
absorban OD600 = 0.192 menggunakan spektrofotometer. Suspensi bakteri yang
dihasilkan ini yang digunakan untuk perlakuan invigorasi benih.
Invigorasi Benih dengan Metode Perendaman
Sterilisasi permukaan benih cabai dilakukan terlebih dahulu dengan
merendam di dalam natrium hipoklorit (NaOCl) 2% selama 5 menit, dibilas
dengan air steril tiga kali, dan dikeringanginkan selama satu jam dalam laminar
air flow cabinet. Perlakuan perendaman benih dilakukan dengan perbandingan
antara benih dengan larutan yaitu 1 : 50 (g : ml) (Gambar 4). Perendaman
dilakukan selama 24 jam pada ruangan dengan suhu 26 oC dan dishaker dengan
kecepatan 100 rpm. Setelah perlakuan, benih kembali dikeringanginkan dalam
laminar air flow cabinet (Sutariati et al. 2006a).
Pengujian viabilitas benih dilakukan dengan mengecambahkan pada media
pasir steril dengan ukuran 0.05-0.8 µm (ISTA 2010) dalam tray semai. Pengujian
dilakukan hingga hari ke-14 setelah pengecambahan. Setiap satuan percobaan
ditanam 25 benih.

Gambar 4 Invigorasi dengan metode perendaman benih. a) perendaman dengan
isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (P24), b)
perendaman dengan media tumbuh King‟s B cair, c) perendaman
dengan akuades steril, d) kontrol kering
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap parameter viabilitas benih yaitu viabilitas
potensial dan vigor benih. Tolok ukur viabilitas potensial yang diamati antara lain
daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan bobot kering kecambah
normal. Tolok ukur vigor yang diamati antara lain indeks vigor, kecepatan
tumbuh, keserempakan tumbuh dan laju pertumbuhan kecambah.
1. Daya Berkecambah (%)
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan
pertama (hari ke-7) dan hitungan kedua (hari ke-14). Perhitungan dengan
menggunakan rumus:
Σ KN hitungan I + Σ KN hitungan II
DB =
x 100%
Σ Benih yang ditanam
Keterangan :
DB = Daya berkecambah (%)
KN = Kecambah normal (%)

12

2. Potensi Tumbuh Maksimum (%)
Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase kecambah yang
tumbuh pada akhir pengamatan.
Σ Benih yang tumbuh sampai akhir pengamatan
PTM =
x 100%
Σ Benih yang ditanam
3. Bobot Kering Kecambah Normal (g)
Seluruh kecambah normal dibungkus dengan menggunakan amplop, kemudian
di oven pada suhu 60 oC selama 3×24 jam. Selanjutnya kecambah dimasukkan
ke dalam desikator ± 30 menit dan ditimbang. Pengujian ini dilakukan di akhir
pengamatan ketika pengamatan daya berkecambah telah selesai.
4. Indeks Vigor (%)
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan
pertama (first count) pada pengujian daya berkecambah yaitu pada hari ke-7.
Σ Kecambah normal hitungan I
IV =
x 100%
Σ Benih yang ditanam
5. Kecepatan Tumbuh (%N etmal-1)
Pengamatan dilakukan terhadap kecambah kecambah normal yang tumbuh
sejak hari ke-1 hingga hari ke-14 setelah tanam.
% Kecambah normal ke - i
KCT = Σ
x 100%
Jam pengamatan ke – i/24
6. Keserempakan Tumbuh (%)
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hari diantara
hitungan pertama dan hitungan kedua pengujian daya berkecambah. Pada
benih cabai pengamatan keserempakan tumbuh dilakukan pada hari ke- 10 dan
11 yang kemudian dirata-rata.
(Σ KN hari ke- 10 + Σ KN hari ke-11)/2
KST =
x 100%
Σ Benih yang ditanam
7. Laju Pertumbuhan Kecambah (g kecambah normal-1)
Laju pertumbuhan kecambah menjelaskan vigor benih yang dihitung
berdasarkan hasil bobot kering kecambah normal (BKKN). Rumus
penghitungan laju pertumbuhan kecambah sebagai berikut:
BKKN
LPK =
Σ Kecambah normal
2b). Invigorasi dengan Metode Matriconditioning Benih Menggunakan
Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok fluorescens (P24)
Rancangan Percobaan
Percobaan ini dilakukan menggunakan rancangan Faktorial RAK
(Ra

Dokumen yang terkait

Uji Efektifitas Bakteri Pseudomonas fluorescens dari beberapa Rizosfer terhadap Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Lapangan

1 53 101

Penghambatan Layu Fusarium Pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Yang Dienkapsulasi Alginat-Kitosan Dan Tapioka Dengan Bakteri Kitinolitik

2 54 54

Keefektifan formulasi Pseudomonas fluorescens dalam limbah organik sebagai pestisida hayati dan pemicu pertumbuhan tanaman cabai

0 8 79

Aplikasi Bakteri Probiotik untuk Meningkatkan Vigor Bibit Cabai (Capsicum annuum L.)

0 7 33

PEMANFAATAN BAKTERI Pseudomonas fluorescens SEBAGAI PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN TOMAT DI KELURAHAN LAMBUnG BUKIT KECAMATAN PAUH KOTAMADYA PADANG.

0 1 13

Kombinasi Pseudomonad Fluorescens Dan Fungi Mikoriza Arbuskular Indigenus Dari Geografis Berbeda Untuk Meningkatkan Ketahanan Tanaman Pisang Terhadap Penyakit Layu Fusarium (Fusarium Oxysporum F. Sp. Cubense).

0 0 12

APLIKASI AGEN HAYATI Pseudomonas fluorescens SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN CABAI TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNINGI DI KECAMATAN KURANJI KOTAMADYA PADANG.

0 1 12

APLIKASI AGEN HAYATT Pseudomonas fluorescens SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN CABAI TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNINGI DI KECAMATAN KURANJI KOTAMADYA PADANG.

0 1 14

PERAN MIKORIZA ARBUSKULA DAN BAKTERI Pseudomonas fluorescens DALAM MENINGKATKAN SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG PADA ANDISOL

0 0 8

Aplikasi Bakteri Probiotik Pseudomonas Kelompok Fluorescens untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Benih Cabai Application of Fluorescent Probiotic Bacteria Pseudomonas to Increase Production and Quality of Chili Seed

0 0 7