Masjid Sebelum adanya agama Islam yang berkembang, Klenteng Orang-orang Tionghoa merantau di Indonesia pada

Ciri khas yang paling terlihat dari arsitektur tionghoa yaitu prinsip simetris yang melambangkan keseimbangan. - Area Terbuka Di Dalam Open space didalam massa bangunan tersebut dapat berupa courtyard dan skywell sumur langit. Courtyard berupa lahan kosong yang dikelilingi masa bangunan dan terhubung dengan selasar. Sementara skywell memiliki “bukaan langit” yang lebih kecil berupa impluvium di atrium romawi. - Hierarkial Prinsip hierarkial diterapkan cukup ketat pada arsitektur tionghoa. Misalnya bangunan yang memiliki pintu di depan dan menghadap lahan, memiliki hierarki yang lebih tinggi ketimbang bangunan dengan pintu di samping. - Material Material kayu memiliki sifat yang tidak tahan lama dan mudah usang dimakan waktu. Di era arsitektur tionghoa kuno, material kayu banyak di gunakan. - Ornamen Simbol fisik diwujudkan dalam bentuk ornamenragam hias dan warna-warna pada bangunan dengan detail-detail ornamen sesuai dengan maknda dan arti yang dikandungnya. Ornamen dalam arsitektur Tionghoa dapat dikelompokkan kedalam 5 kategori, yaitu: Hewanfauna, Tumbuhanflora,Fenomena alam,Legenda, dan Geometri. Tinjauan tentang Arsitektur bangunan religi

a. Masjid Sebelum adanya agama Islam yang berkembang,

Indonesia memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Kemudian ketika masuknya agama Islam, Indonesia mengalami proses pencampuran dua atau lebih kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi. Masuknya ajaran Islam pada abad penyebaran awal Islam di Nusantara oleh pedagang-pedagan Arab, Tionghoa, India, dan Parsi. Setelah itu, proses penyebaran Islam dilakukan oleh kerajaan- kerajaan Islam Nusantara melalui perkawinan, perdagangan, dan peperangan Sejarah Arsitektur Perumahan,86. Masjid merupakan rumah tempat ibadah bagi umat muslim. Masjid yang berukuran kecil biasa disebut musholla, langgar, atau surau. Banyak masjid di Indonesia tetap mempertahankan bentuk asalnya yang menyerupai, misalnya candi HinduBudha bahkan pagoda Asia Timur, atau juga menggunakan konstruksi dan ornamentasi bangunan khas daerah tempat masjid berada. Perkembangan arsitektur masjid selanjutnya, masjid banyak mengadopsi bentuk dari Timur Tengah, seperti atap kubah bawang dan ornamen yang diperkenalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ciri umum arsitektur masjid selalu mengenai pola atau ornamen yang terus berulang dan berirama, serta struktur yang melingkar. Dalam hal pola ini, geometri fraktal memegang peranan penting sebagai materi pola dalam, terutama, mesjid dan istana. Macam-macam motif pada masjid, yaitu: motif Arabesque, dalam hal motif ajaran Islam melarang memakai motif hewan dan manusia. Oleh karena itu, para seniman muslim suka memakai motif geometris dan floral tumbuhan, termasuk menghias interior bangunan.

b. Klenteng Orang-orang Tionghoa merantau di Indonesia pada

masa akhir pemerintahan Dinasti Tang. Daerah pertama yang didatangi orang Tionghoa adalah Palembang, yang merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya. Mereka mulai menetap Indonesia serta membawa kebudayaannya, termasuk agama. Masyarakat Tionghoa pun mengenalkan tiga agama yaitu Konghucu, Budha, dan Tao. Apabila digabung maka agama tersebut dikenal dengan nama Tridharma. Dengan tempat sembahyang bernama klenteng. Klenteng memiliki banyak aturan, yaitu; didirikan diatas podium, dikelilingi oleh pagar, mempunyai keletakan simetris, sistem strukturnya terdiri dari tiang dan balok, atap dengan arsitektur Tionghoa, serta motif dekoratif dan ornamen Tionghoa. Moedjiono, 17. Warna sebagai simbol dalam arsitektur Tionghoa mengandung makna dan simbolisasi yang sangat dalam, karena warna merupakan simbol dari lima elemen, dan masing-masing memiliki arti tersendiri. Lima elemen unsur dasar merupakan penggambaran dari yin dan yang. Unsur-unsur tersebut adalah, Air, Api, Kayu, Logam , dan Tanah. Arti dan makna beberapa warna dalam arsitektur Tionghoa adalah warna merah api, hijau kayu,kuning tanah, hitam air, dan putihlogam. Moedjiono,22

c. Kuil