LKP : Pengukuran dan Pengecekan Jalur Kabel Fiber Optic pada PT.Telkom Area Gresik.

(1)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENGUKURAN DAN PENGECEKAN JALUR KABEL FIBER OPTIC PADA PT.TELKOM AREA GRESIK

Oleh :

Achmad Yusuf Zunaidi (08.41020.0084)

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA


(2)

ABSTRAKSI

Serat optik (fiber optic) adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastic yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Cahaya yang ada di dalam fiber optic sulit keluar karena indeks bias kaca lebih besar daripada indeks bias udara. Sumber cahaya yang digunakan adalah laser karena mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan transmisi fiber optic sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran komunikasi. Pada fiber optic untuk media transmisi terdapat berbagai macam rugi-rugi (loss), diantaranya : rugi-rugi penyebaran Rayleigh, rugi-rugi penggandengan, rugi-rugi penyambungan, rugi-rugi pembengkokan dan rugi-rugi redaman pada konektor.

Pada kerja praktek ini dilakukan pengukuran dan pengecekan tentang rugi-rugi fiber optic menggunakan alat Optical Time Domain Reflectometer (OTDR). Jenis kabel yang diukur adalah jenis fiber optic single mode dan sumber cahaya yang panjang gelombang tertentu. Hasil yang diperoleh dari OTDR berupa tampilan grafis nilai rugi-rugi terhadap jarak.

Pada pengukuran fiber optic terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi rugi-rugi fiber optic seperti kondisi kabel yang tidak layak dipakai, perbedaan serat yang disambung, ketidakseimbangan diameter inti dan luas permukaan serat pada pemancar. Analisis rugi-rugi fiber optic dapat memperkirakan kemungkinan rugi-rugi yang terjadi pada fiber optic.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah...3

1.3 Batasan Masalah...3

1.4 Tujuan...3

1.5 Kontribusi...4

1.6 Sistematika Penulisan...4

BAB II GAMBARAN UMUM PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk 2.1 Profil TELKOM Indonesia…...6

2.2 Sejarah dan Perkembangan PT.TELKOM Indonesia...7

2.3 Visi dan Misi PT.TELKOM………...12

2.3.1 Visi PT.TELKOM………...12

2.3.2 Misi PT.TELKOM………...12

2.4 Logo PT.TELKOM Indonesia………...13

2.5 Maskot PT.TELKOM Indonesia………...14


(4)

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Serat Optik (Fiber Optic)...19

3.1.1 Sejarah Fiber Optic...19

3.1.2 Struktur Dasar Fiber Optic...23

3.1.3 Jenis Fiber Optic...24

3.1.4 Sistem Komunikasi Fiber Optic...27

3.1.5 Rugi-Rugi dan Dispersi Di Dalam Fiber Optic...28

3.1.5.1 Rugi-rugi di dalam fiber optic………...28

3.1.5.2 Dispersi di dalam fiber optic..………...33

3.1.6 Atenuasi Di Dalam Fiber Optic...33

3.1.7 Sumber Cahaya Fiber Optic………...35

3.2 Optical Time Domain Reflectometer (OTDR) ...36

3.2.1 Pengenalan OTDR...36

3.2.2 Prinsip Kerja OTDR...39

3.2.3 Parameter-Parameter Kunci OTDR...40

3.3 Alat Penyambung Fiber Optic (splicer)...41

3.4 Optical Power Meter...42

3.5 Optical Connector………...43

3.6 Small Form Plugable (SFP)...44

3.7 Optical Termination Box (OTB)...45

3.8 Add Drop Multiplexer (ADM)...46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Kabel……...47


(5)

4.3 Prosedur Pengukuran...48

4.4 Hasil Display Tampilan OTDR...49

4.5 Perhitungan Rugi-Rugi Penghamburan Rayleigh...51

4.6 Perhitungan Rugi-Rugi Penggandengan Ragam...53

4.7 Perhitungan Rugi-Rugi Penyambungan……….54

4.8 Perhitungan Rugi-Rugi Pembengkokan………...55

4.9 Perhitungan Rugi-Rugi Pada Konektor………...56

4.10 Pemeriksaan Jalur Kabel Fiber Optic...58

4.10.1 Pemeriksaan Di Ruang Transmisi Gedung PT.TELKOM Gresik………..58

4.10.1 Pemeriksaan Di Ruang Transmisi Gedung PT.TELKOM Cabang Pongangan………..63

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan...67

5.2 Saran...68

DAFTAR PUSTAKA………...69 DAFTAR LAMPIRAN


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Logo PT. TELKOM Indonesia………...13

Gambar 2.2 Maskot PT. TELKOM Indonesia………...14

Gambar 2.3 Struktur Manager Area Consumer Service...16

Gambar 2.4 Struktur Manager Area Access………...17

Gambar 2.5 Struktur Manager Regional V………18

Gambar 3.1 Kabel Fiber Optic………...……23

Gambar 3.2 Struktur Fiber Optic………...24

Gambar 3.3 Model Pembiasan Single-mode……….…25

Gambar 3.4 Model Pembiasan Multi-mode……….………..27

Gambar 3.5 Penyebaran Rayleigh………..28

Gambar 3.6 Pembengkokan Microbending………30

Gambar 3.7 Pembengkokan Macrobending………...30

Gambar 3.8 Mode Coupling Losses……….…..31

Gambar 3.9 Pelemahan Sinyal………...34

Gambar 3.10 Optical Time Domain Reflectometer (OTDR)……….39

Gambar 3.11 Prinsip Kerja Pada OTDR………..………..40

Gambar 3.12 Splicer………...42

Gambar 3.13 Power Meter……….42

Gambar 3.14 Jenis-jenis Optical Connector…………..………43

Gambar 3.15 SPF……….………..45


(7)

Gambar 3.17 ADM………...………..46

Gambar 4.1 Jenis Fiber Optic……….………..47

Gambar 4.2 Struktur Kabel Fiber Optic Tipe Indoor………48

Gambar 4.3 Tampilan OTDR Pertama Kali Diaktifkan………48

Gambar 4.4 Hasil Display Tampilan OTDR……….…….49

Gambar 4.5 Tampilan OTDR Setelah Mesurement………..…….51

Gambar 4.6 Tampilan Fusion Splicer Tentang Loss……….54

Gambar 4.7. Tampilan OTDR untuk Wilayah Kalianak………..……..58

Gambar 4.8 Keterangan dari Grafik Kalianak………..…….59

Gambar 4.9 Tampilan OTDR untuk Wilayah Pongangan………….………60

Gambar 4.9 Tampilan OTDR Keterangan dari Grafik Pongangan………60

Gambar 4.10 Terjadi Masalah Pada Jalur Menuju Kedamean………...61

Gambar 4.11 Tampilan OTDR Untuk Jalur Menuju PT. TELKOM Divisi CS….62 Gambar 4.12 Tampilan OTDR Keterangan Dari Grafik TELKOM Divisi CS….63 Gambar 4.13 Terdeteksi Titik Yang Putus………..…..64


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Nilai Perhitungan Rugi-rugi Penyebaran Rayleigh………...…….52

Tabel 4.2 Perbandingan Data Rerhitungan Dengan Data Pengukuran Menggunakan OTDR………52

Tabel 4.3 Nilai Rugi-rugi Penggandengan………53

Tabel 4.4 Nilai Rugi-rugi Penyambungan………..55

Tabel 4.5 Nilai Rugi-rugi Pembengkokan………..………56

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Rugi-rugi Konektor………..57


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab satu penulis menjelaskan latar belakang mengapa penulis melakukan pengukuran dan pengecekan pada jalur kabel fiber optic yang terhubung dengan PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM) di area Gresik, menjelaskan perumusan dan batasan masalah yang ada pada kerja praktek dan menjelaskan tujuan dari kerja praktek.

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Surabaya merupakan salah satu lembaga pendidikan yang melahirkan lulusan-lulusan muda yang berpola pikir akademik bertindak professional serta berakhlak. Selain itu juga berupaya melaksanakan program pendidikan yang bertujuan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak hanya memahami ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi mampu mempraktekkan serta mengembangkan ilmu yang di dapat pada bangku kuliah baik di dunia pendidikan maupun di dunia industri. Dengan mengikuti kerja praktek ini mahasiswa diharapkan bisa mendapat nilai tambahan terhadap materi kuliah yang di berikan serta dapat menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang dunia kerja sekaligus mendapatkan pengalaman kerja di suatu perusahaan maupun instansi serta mampu bekerjasama dengan orang lain dengan disiplin ilmu yang berbeda-beda. Sekaligus mencoba ilmu pengetahuan yang sudah diperoleh dalam perkuliahan.


(10)

Kemajuan teknologi telah memberikan jawaban akan kebutuhan informasi, komputer yang semakin canggih memungkinkan untuk memperoleh informasi secara cepat, tepat dan akurat. Hasil informasi yang canggih tersebut sudah mulai menyentuh kehidupan kita sehari-hari. Penggunaan serta pemanfaatan komputer secara optimal dapat memacu laju perkembangan pembangunan. Kesadaran tentang hal inilah yang menuntut pengadaan tenaga-tenaga ahli yang terampil untuk dapat mengelola informasi, dan pendidikan merupakan salah satu cara yang harus ditempuh untuk memenuhi kebutuhan tenaga tersebut.

PT. TELKOM area Gresik merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi yang telah banyak menggunakan teknologi informasi dalam operasionalnya seperti implementasi jaringan komputer dalam proses pengiriman informasi antara satu user ke user lainnya, manajemen keamanan jaringan komputer serta sistem-sistem lainnya.

Akhir-akhir ini sering kali jaringan internet dan koneksi telepon yang ada di PT. TELKOM area Gresik mengalami masalah yang mungkin disebabkan oleh server yang bermasalah atau terjadinya kerusakan pada kabel transmisi (fiber optic cable), sehingga lalu lintas jaringan internet dan koneksi telepon di PT. TELKOM area Gresik seringkali mendapatkan laporan / keluhan dari pelanggan dan mengganggu aktifitas kinerja sistem di perusahaan tersebut. Maka melihat dari permasalahan tersebut dilakukanlah pengukuran dan pengecekan secara berkala agar dapat mengetahui apabila terjadi gangguan koneksi di PT. TELKOM area Gresik.


(11)

1.2 Perumusan Masalah

Dalam perumusan masalah yang ada pada kerja praktek yang dilakukan oleh penulis terdapat beberapa masalah yang harus diselesaikan. Adapun masalah yang harus diselesaikan berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana cara memasang alat pendeteksi gangguan (OTDR atau power

meter ) ke perangkat yang akan diperiksa

2. Bagaimana cara mengetahui terjadi tidaknya error yang ditampilkan pada OTDR maupun power meter

3. Bagaimana cara penanganan apabila terjadi gangguan

1.3 Batasan Masalah

Melihat permasalahan yang ada, maka penulis membatasi masalah dari kerja praktek, yaitu:

a. Pengukuran menggunakan OTDR dan power meter.

b. Pengukuran dilakukan di kantor pusat maupun cabang di wilayah Gresik. .

1.4 Tujuan

Adapun secara umum tujuan dari kerja praktek yang dilaksanakan mahasiswa adalah agar mahasiswa dapat melihat serta merasakan kondisi dan keadaan real yang ada pada dunia kerja sehingga mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi dan dapat memperdalam kemampuan pada suatu bidang.


(12)

Tujuan khusus adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pengukuran dan pengecekan jalur kabel fiber optic pada PT. TELKOM area Gresik.

2. Mempelajari secara detail mengenai kabel fiber optic, OTDR, power meter, perangkat-perangkat (devices) yang berada di ruang transmisi.

1.5 Kontribusi

Adapun kontribusi dari kerja praktek terhadap PT.TELKOM area Gresik adalah membantu melakukan pengukuran dan pengecekan jalur yang rusak sehingga dapat segera ditangani.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan disusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, kontribusi serta sistematika penulisan dalam penyusunan laporan kerja praktek.

BAB II GAMBARAN UMUM PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA Bab ini berisi sejarah dan perkembangan, lokasi, jenis usaha, visi, misi, struktur organisasi, departemen, dan komitmen PT.Telekomunikasi Indonesia area Gresik divisi infrastruktur telekomunikasi (infratel) sebagai tempat kerja praktek.


(13)

BAB III LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang yang digunakan sebagai acuan dalam kerja praktek tersebut.

.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang proses pengukuran dan pengecekan dan menampilkan foto-foto hasil output dari OTDR maupun power meter.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bagian akhir dari laporan kerja praktek yang membahas tentang kesimpulan dari keseluruhan hasil dari kerja praktek serta saran disesuaikan dengan hasil dan pembahasan pada bab-bab yang sebelumnya.


(14)

BAB II

GAMBARAN UMUM PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk

2.1 Profil TELKOM Indonesia

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom Indonesia atau TELKOM) adalah perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap di Indonesia. TELKOM mengklaim sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak 15 juta dan pelanggan telepon seluler sebanyak 50 juta. TELKOM merupakan salah satu perusahaan BUMN.

Profil singkat PT. TELKOM Indonesia atau profil perusahaan tempat kerja praktek dilaksanakan dapat dilihat seperti berikut

1. Industri : Informasi dan Komunikasi

2. Didirikan: 23 Oktober 1856 (diluncurkan kembali tanggal 23 Oktober 2009).

3. Kantor : Jl.Jaksa Agung Suprapto No.78 Gresik, Jawa Timur 4. Produk : Telepon Tetap, Seluler, Aplikasi, Content dan Datacom,

Properti dan Konstruksi. 5. Pemilik : Pemerintah Indonesia. 6. Situs web: www.telkom.co.id

Penjelasan tentang sejarah, logo, visi, misi, struktur organisasi PT. TELKOM Indonesia akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.


(15)

2.2 Sejarah dan Perkembangan PT. TELKOM Indonesia

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TELKOM) adalah suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang jasa telekomunikasi. PT TELKOM menyediakan sarana dan jasa layanan telekomunikasi dan informasi kepada masyarakat luas sampai ke pelosok daerah di seluruh Indonesia. Sejarah PT. TELKOM di Indonesia pertama kali berawal dari sebuah badan usaha swasta penyediaan layanan pos dan telegraf yang didirikan kolonial Belanda pada tahun 1882. Pada tahun 1905 pemerintah kolonial Belanda mendirikan perusahaan telekomunikasi sebanyak tiga puluh delapan perusahaan. Kemudian pada tahun 1906 pemerintah Hindia Belanda membentuk suatu jawatan Pos, Telegraf dan Telepon (Post, Telegraph en Telephone Dienst / PTT).

Pada tahun 1961 status jawatan diubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Kemudian pada tahun 1965 pemerintah memisahkannya menjadi Perusahan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Pada tahun 1974 Perusahaan Negara Telekomunikasi disesuaikan menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (PERUMTEL) yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional dan internasional.

Pada tahun 1980 Indonesia mendirikan suatu badan usaha untuk jasa Telekomunikasi Internasional yang bernama PT. Indonesian Satelite Corporation (INDOSAT) yang terpisah dari PERUMTEL. Pada tahun 1989 pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No.3/ 1989 mengenai Telekomunikasi, yang isinya tentang peran swasta dalam penyelenggaraan Telekomunikasi. Pada tahun 1991


(16)

PERUMTEL berubah bentuk menjadi perusahaan perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia berdasarkan PP No.25/ 1991 sampai sekarang.

Perubahan di lingkungan PT. TELKOM Indonesia, Tbk terus berlanjut mulai dari perusahan jawatan sampai perusahaan publik. Perubahan-perubahan besar terjadi pada tahun 1995 meliputi :

1. Restrukturisasi Internal 2. Kerjasama Internal

3. Intial Publik Offering (IPO)

Jenis usaha PT. TELKOM Indonesia, Tbk adalah penyelenggara jasa Telekomunikasi dalam negeri dan bidang usaha terkait seperti jasa Sistem Telepon Bergerak Sirkuit (STBS) pelanggan, teleks, penyewaan transpoder satelit, Very Small Apenture Terminal (VSAT) dan jasa nilai tambah tertentu.

Pada tanggal 1 Juli 1995 organisasi PT. TELKOM Indonesia, Tbk mengubah struktur jenis jasa telekomunikasi menjadi tujuh divisi regional dan satu divisi network yang keduanya mengelola bidang usaha utama. Divisi regional sebagai pengganti struktur WITEL yang memiliki daerah teritorial tertentu, namun hanya menyelenggarakan jasa telepon lokal dan mendapat bagian dari jasa SLJJ dan SLI. Divisi network menyelenggarakan jasa telekomunikasi jarak jauh.

Unit-unit bisnis PT. TELKOM Indonesia, Tbk terdiri dari Divisi, Pusat, Yayasan dan Anak Perusahaan. Adapun divisi yang tersedia di PT. TELKOM yaitu:

1. Divisi Long Distance

2. Carrier and Interconnection Service 3. Divisi Multimedia


(17)

4. Divisi Fixed Wireless Network 5. Enterprise Service

6. Divisi Regional I – Sumatera 7. Divisi Regional II – Jakarta 8. Divisi Regional III – Jawa Barat

9. Divisi Regional IV – Jawa Tengah dan Yogyakarta 10.Divisi Regional VI - Kalimantan

11.Divisi Regional VII – Kawasan Timur Indonesia 12.Maintenance Service Centre

13.Training Centre

14.Carrier Development Support Centre 15.Management Consulting Centre 16.Construction Centre

17.I/ S Centre 18.R and D Centre

19.Community Development Centre (CDC) PT. TELKOM memiliki beberapa yayasan yaitu : 1. Dana Pensiun (Dapentel)

2. Yayasan Pendidikan PT. TELKOM Indonesia, Tbk. 3. Yayasan Kesehatan


(18)

PT. TELKOM memiliki anak perusahaan berdasarkan besar kepemilikan yaitu:

A. Kepemilikan > 50%

1. PT. Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) : Telekomunikasi (Seluler GSM)

2. PT. Dayamitra Telekomunikasi (Dayamitra) : Telekomunikasi (KSO-VI Kalimantan)

3. PT. Infomedia Nusantara (Infomedia) : Layanan Informasi

4. PT. AriWest International (AriaWest) : Telekomunikasi Telepon Tetap (KSO-III Jawa Barat dan Banten)

5. PT. Pramindo Ikat Nusantara (Pramindo) : Telekomunikasi Telepon Tetap (KSO-I Sumatera)

6. PT. Multimedia Nusantara (Metra) : Multimedia, pay special TV 7. PT. Napsindo Primatel International (Napsindo) : Network Access

Point

8. PT. Indonusa Telemedia (Indonusa) : TV Cable (baru)

9. PT. Graha Sarana Duta (GSD) : Properti, Konstruksi dan Jasa (baru)

B. Kepemilikan 20% - 50%

1. PT. Patra Komunikasi Indonesia (Patrakom) : Layanan VSAT 2. PT. Cita Sari Makmur (CSM) : VSAT dan layanan Telekomunikasi

lainnya

3. PT. Pasifik Satelit Nusantara (PSN) : Transponder Satelit dan Komunikasi


(19)

C. Kepemilikan < 20%

1. PT. Mandara Seluler Indonesia (MSI) : Layanan NMT – Seluler dan CDMA

2. PT. Batam Bintan Telekomunikasi (Babintel) Telepon Tetap di Batam dan Pulau Bintan

3. PT. Pembangunan Telekomunikasi Indonesia (Bangtelindo) : Pengelolaan Jaringan dan Peralatan Telekomunikasi

Divisi Multimedia dan Divisi Pembangunan ditetapkan 31 Desember 1996 berdasarkan keputusan direksi PT. TELKOM Indonesia, Tbk. Seiring dengan diberlakukannya pasar bebas maka PT. TELKOM Indonesia, Tbk membentuk kerja sama dengan para investor dan operator kelas dunia yang disebut dengan pola Kerja Sama Operasi (KSO). Tujuan dibentuknya KSO adalah :

1. Mempercepat pembangunan Telekomunikasi untuk kurun waktu IV, karena pendanaan disediakan oleh mitra KSO.

2. Memperoleh ahli teknologi kelas dunia yang bergabung dalam mitra KSO.

3. Meningkatkan kemampuan berkompetensi dalam era pasar bebas. Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 mengenai penghapusan monopoli penyelenggaraan telekomunikasi. Memasuki abad ke-21, pemerintah melakukan penyesuaian regulasi mengenai sektor telekomunikasi dengan membuka kompetisi pasar bebas. Dengan demikian, PT. TELKOM tidak lagi memonopoli industri telekomunikasi


(20)

PT. Indosat sebagai bagian dari implementasi restrukturisasi industri jasa telekomunikasi di Indonesia yang ditandai dengan penghapusan kepemilikan bersama dan kepemilikan silang antara Telkom dan Indosat. Sejak bulan Agustus 2002 terjadi duopoli penyelenggaraan telekomunikasi lokal. Pada tanggal 23 Oktober 2009, PT. TELKOM merilis “ New Telkom“ atau “ Telkom Baru”. Peluncuran “New Telkom” diganti dengan pergantian identitas perusahaan.

2.3 Visi dan Misi PT. TELKOM 2.3.1 Visi PT. TELKOM

Adapun Visi PT. TELKOM yaitu:

To become a leading Telecommunication, Information, Media & Edutainment (TIME) Player in the Region”. Yang memiliki arti untuk menjadi telekomunikasi terkemuka, informasi, media & edutainment pengguna di daerah.

2.3.2 Misi PT. TELKOM yaitu:

1. To Provide TIME Services with Excellent Quality & Competitive Price.

2. To be the Role Model as the Best Managed Indonesian Corporation.

Yang memiliki arti untuk menyediakan layanan waktu dengan cepat, kualitas dan harga kompetitif. Menjadi model peran sebagai peusahaan terbaik yang dikelola di Indonesia.


(21)

2.4 Logo PT. TELKOM Indonesia

Sebuah logo akan menjadi suatu Brand Images dimana dari suatu perusahaan. Logo juga bersifat persepsi kuat terhadap perusahaan. PT. TELKOM sekarang menggunakan logo terbarunya yang diluncurkan pada tahun 2009. Pada Gambar 2.1 merupakan logo PT. TELKOM.

Gambar 2.1 Logo PT. TELKOM Indonesia Keterangan logo PT. TELKOM Indonesia :

In Your Hand : Sebuah logo akan menjadi suatu Brand Images dimana dari suatu perusahaan. Sudah banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan transformasi visi dan misi melalui logo contohnya Telkom. Logo juga bersifat persepsi kuat terhadap perusahaan. Adapun arti dari simbol-simbol logo PT. TELKOM Indonesia :

1. Lingkaran: sebagai simbol dari kelengkapan produk dan layanan dalam portofolio bisnis baru TELKOM yaitu Telecommunication, Information, Media & Edutainment (TIME), Expertise.

2. Tangan yang meraih ke luar: Simbol ini mencerminkan pertumbuhan dan ekspansi ke luar, Empowering.


(22)

3. Jemari tangan: Simbol ini memaknai sebuah kecermatan, perhatian, serta kepercayaan dan hubungan yang erat, Assured.

4. Kombinasi tangan dan lingkaran: Simbol dari matahari terbit yang maknanya adalah perubahan dan awal yang baru, Progressive.

5. Telapak tangan : mencerminkan kehidupan untuk menggapai masa depan, Heart.

Warna-warna yang digunakan pada logo adalah :

1. Expert Blue pada teks Telkom melambangkan keahlian dan pengalaman yang tinggi.

2. Vital Yellow pada telapak tangan mencerminkan suatu yang atraktif, hangat, dan dinamis.

3. Infinite Sky Blue pada teks Indonesia dan lingkaran bawah mencerminkan inovasi dan peluang yang tak berhingga untuk masa depan.

2.5 Maskot PT. TELKOM Indonesia

Adapun nama maskot PT. TELKOM Indonesia adalah maskot Be bee yang berasal dari filosofi yang dinilai dari sifat dan perilaku. Gambar 2.2 merupakan Maskot Be bee PT. TELKOM.


(23)

Filosofi Maskot Be bee yaitu : lebah tergolong makhluk sosial yang senang bekerja sama, pekerja keras mempunyai kesisteman berupa pembagian peran operasional dan fungsional menghasilkan yang terbaik berupa madu yang bermanfaat bagi berbagai pihak. Di habitatnya lebih mempunyai dengung sebagai tanda keberadaannya dan loyal terhadap kelompok berupa perlindungan bagi koloninya, maka akan menyerang bersama bila diganggu. Lebah memiliki potensi diri yang baik berupa tubuh yang sehat, ligat dan kuat sehingga bias bergerak cepat, gesit dan efektif dalam menghadapi tantangan alam. Lebah berpandangan jauh ke depan dengan merancang bangun sarang yang kuat dan efisien, berproduksi, berkembang biak dan menyiapkan persediaan makanan bagi kelangsungan hidup koloninya. Lebah berwarna biru merupakan penggambara insane PT. TELKOM Indonesia, Tbk.

2.6 Struktur Organisasi PT. TELKOM

Struktur manajemen PT. TELKOM secara garis besar hanya meliputi kantor perusahaan besar dan beberapa divisi kantor perusahaan yang mempunyai struktur sederhana yang meliputi divisi Manager Area Consumer Service, Manager Area Access, dan Manager Regional V, dan tiap-tiap divisi tersebut memiliki tugas serta wewenang masing-masing. Struktur organisasi pada kantor PT. TELKOM Indonesia area Gresik atau tempat kerja praktek seperti pada Gambar 2.3, Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.


(24)

Gambar 2.3 Struktur Manager Area Consumer Service

Manager Area Consumer Service (MACS) bertugas untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan aktivitas-aktivitas prapenjualan dan pasca penjualan dalam sebuah organisasi. MACS melingkupi semua aspek yang berhubungan dengan calon pelanggan dan pelanggan saat ini, termasuk di dalamnya adalah pusat panggilan (call center), tenaga penjualan (sales force), pemasaran, dukungan teknis (technical support) dan layanan lapangan (field service) .


(25)

Gambar 2.4 Struktur Manager Area Access

Manager Area Access bertugas untuk monitoring anggaran operasional akses, monitoring kelancaran operasional di lapangan, dan memutuskan hal-hal yang urgent untuk dieksekusi.


(26)

Gambar 2.5 Struktur Manager Regional V

Manager Regional V bertugas sesuai bagian-bagian yang ada di divisi tersebut diantaranya menangani operasional dan maintenance perangkat-perangkat dalam jaringan (divisi infratel), monitoring koneksi client-server dan mengolah data informasi yang berhubungan dengan pelanggan (divisi sistem informasi), memberikan pelayanan dan solusi total Information and Communication Technology (ICT) bagi para pelanggan di level korporasi (divisi enterprise) dan lain sebagainya.


(27)

BAB III

LANDASAN TEORI

Pada bab tiga penulis menjelaskan tentang teori penunjang kerja praktek yang telah dikerjakan.

3.1. SERAT OPTIK (FIBER OPTIC) 3.1.1. SEJARAH FIBER OPTIC

Pada tahun 1917, dirinya menyampaikan sebuah teori tentang emisi terangsang (Theory Stimulated Emission), yang menyatakan mengenai keberadaan atom dalam tingkatan energi yang tinggi. Dimulai pada tahun 1950-an, perkembangan di bidang ilmu fisika mengalami kemajuan yang cukup pesat. Bermula dari Charles Hard Townes, lahir pada Tanggal 28 Juli 1915 di Greenville, Carolina Selatan. Seorang ahli fisika yang mengabdikan diri pada bidangnya dan punya kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan teknologi, khususnya pada era Perang Dunia II. Pada tahun 1953, Townes menerapkan teori pendahulunya, dan untuk pertama kalinya mendesain microwave amplification by stimulated emission of radiation (maser). Maser, merupakan realisasi dari teori quantum bahwa, molekul dari gas ammonia dapat memperkuat dan menghasilkan gelombang (frekuensi 1,25 cm). Pada tahun 1957, Townes bersama ahli fisika Arthur L. Schawlow bekerja bersama-sama untuk pengembangan “maser” dan pada tahun 1958 mempublikasikan paper yang menjelaskan tentang konsep laser dengan menunjukkan bahwa “maser”


(28)

dapat dibuat untuk dioperasikan pada daerah infra merah dan optik (light amplification by stimulated emission of radiation).

Pada tahun 1960-an dimulai dengan ditemukannya laser pertama oleh Theodore Maiman, seorang fisikawan dan insinyur elektro di Hughes Research Laboratories, pada bulan Mei 1960, dengan menggunakan sebuah kristal batu rubi sintesis sebagai medium. Setelah rubi laser, banyak sekali ditemukan laser-laser lainnya. Laser uranium pertama ditemukan oleh IBM Labs pada bulan November 1960, Helium-Neon Laser ditemukan oleh Laboratorium Riset Bell dan Ali Javan serta koleganya William Bennett, Jr. pada tahun 1961, Semikonduktor laser pertama ditemukan oleh Robert Hall dari General Electric Labs pada tahun 1962, Nd:YAG laser dan CO2 laser ditemukan pada tahun 1964 oleh Bell Laboratories, Chemical laser pada tahun 1965, Metal vapor laser di tahun 1966, dan masih banyak lagi ditemukannya laser-laser dari bahan lain.

Pada tahun 1966, Charles Kao dan George Hockham, peneliti dari Standard Telecommunication Laboratories Inggris, mempublikasikan paper yang mendemonstrasikan bahwa fiber optic dapat mentransmisikan sinar laser pertama dan apabila menggunakan jenis gelas yang sangat murni, dapat memperkecil redaman sinar. Dengan penemuan ini, kemudian para peneliti memfokuskan pada pembuatan dan pemurnian bahan gelas. Hingga tahun 1970, ilmuwan Corning Glass Works, yaitu Donald Keck, Piter Schultz, dan Robert Maurer melaporkan penemuan mengenai fiber optic yang memenuhi standar yang telah ditentukan oleh Kao dan Hockham. Gelas paling murni tersebut terdiri atas gabungan silika dalam tahap uap


(29)

dan mampu mengurangi redaman cahaya kurang dari 20 dB/Km. Pada tahun 1972, tim ini menemukan gelas dengan redaman cahaya hanya 4 dB/Km. Juga pada tahun 1970, Morton Panish dan Izuo Hayashi dari Bell Laboratories dengan tim Ioffe Physical Institute di Leningrad, mendemontrasikan semikonduktor laser yang dapat dioperasikan pada temperatur ruang. Kedua penemuan tersebut merupakan terobosan dalam komersialisasi penggunaan fiber optic. Pada tahun 1973 Proses Chemical vapor deposition John MacChesney dan Paul O. Connor dari Bell Laboratories mengembangkan proses chemical vapor deposition process yang memanaskan uap kimia dan oksigen ke bentuk ultra transparent glass yang dapat diproduksi massal ke dalam fiber optic yang mempunyai redaman sangat kecil. Tahun 1975, Insinyur dari Laser Diode Labs mengembangkan semikonduktor laser komersial pertama yang dapat dioperasikan pada suhu kamar. Tahun 1977, Perusahaan telepon memulai penggunaan fiber optic untuk pertama kalinya yang membawa lalu lintas telepon. GTE membuka jalur antara Long Beach dan Artesia, California, yang menggunakan transmisi light-emitting diode. Bell Labs mendirikan sambungan yang sama pada sistem telepon di Chicago dengan jarak 1,5 mil di bawah tanah yang menghubungkan 2 switching station.

Pada tahun 1980 Sambungan fiber optic telah ada di kota-kota besar di Amerika, AT&T mengumumkan akan menginstal fiber optic yang menghubungkan kota kota antara Boston dan Washington D.C. Dua tahun kemudian, MCI mengumumkan untuk melakukan hal yang sama. Pada tahun1987, “Dopedfiber amplifiers, David Payne dari University of Southampton memperkenalkan fiber


(30)

amplifiers yang dikotori oleh elemen erbium. Optical amplifiers baru ini mampu menaikkan sinyal cahaya tanpa harus mengkonversikan terlebih dahulu ke dalam energi listrik. Tahun 1988, Fiber-Optic Cable Translantic yang pertama ditemukan dengan menggunakan fiber glass yang sangat transparan sehingga repeater hanya dibutuhkan ketika sudah mencapai 40 mil. Tahun 1991, Optical Amplifiers Emmanuel Desurvire di Bell Laboratories serta David Payne dan P. J. Mears dari University of Southampton mendemontrasikan optical amplifiers yang terintegrasi dengan kabel fiber optic tersebut. Keuntungannya adalah dapat membawa informasi 100 kali lebih cepat dari pada kabel electronic amplifier. Tahun 1996, optic fiber cable yang menggunakan optical amplifiers ditaruh di samudera pasifik TPC-5, yang merupakan fiber optic pertama yang menggunakan optical amplifiers. Kabel ini melewati samudera pasifik mulai dari San Luis Obispo, California, ke Guam, Hawaii, dan Miyazaki, Japan, dan kembali ke Oregon Coast dan mampu untuk menangani 320,000 panggilan telepon. Tahun 1997, Kabel fiber optic telah menghubungkan seluruh dunia, Fiber Optic Link Around the Globe (FLAG) menjadi jaringan kabel terpanjang di seluruh dunia yang menyediakan infrastruktur untuk generasi internet terbaru.

Sedangkan sejarah fiber optic di Indonesia diawali dan dimotori oleh BPPT (IPTEK-NET), UI, LAPAN & ITB, kegiatan ini dimulai pada tahun 1992. Selang beberapa tahun kemudian, berkembang jaringan yang lebih profesional dan komersial yang dilakukan oleh beberapa operator jaringan.


(31)

3.1.2. STRUKTUR DASAR FIBER OPTIC

Fiber optic adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Berdasarkan mode transmisi yang digunakan fiber optic terdiri atas Multimode Step Index, Multimode Graded Index, dan Singlemode Step Index. Bentuk kabel fiber optic seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Kabel Fiber Optic

Fiber optic pada umumnya memiliki struktur dasar yang terdiri dari inti serat (core), pelapis serat (cladding), dan lapisan pelindung (coating) yang terdiri atas inner jacket. Core terbuat dari bahan kuarsa dengan kualitas yang sangat tinggi berdiameter sebesar 9,3 µm dengan indeks bias n=1,48, core berfungsi untuk menentukan cahaya merambat dari satu ujung ke ujung lainnya. Kabel fiber optic memiliki urutan warna core cable yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan saat pemasangan. Urutan warna core cable-nya adalah biru, oranye, hijau, coklat, abu-abu, putih, merah, hitam, kuning, ungu, pink, tosca (mirip biru muda). Cladding terbuat dari bahan glass (kaca/silika) berdiameter sebesar 125 µm dengan


(32)

indeks bias n=1,46, cladding berfungsi sebagai cermin, yakni memantulkan cahaya agar dapat merambat ke ujung lainnya. Coating terbuat dari bahan plastik yang berfungsi sebagai pelindung mekanis sebagai pengkodean warna.

Hubungan indeks bias antara core dan cladding akan mempengaruhi perambatan cahaya pada core (mempengaruhi besarnya sudut kritis) sehingga indeks bias (n) core harus selalu lebih besar daripada indek bias cladding (Nc > Nd). Bentuk struktur dasar fiber optic dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Struktur Fiber Optic (Sumber : File Presentasi PT. TELKOM hlm. 11) 3.1.3. JENIS FIBER OPTIC

A. Single-mode

Single-mode adalah sebuah sistem transmisi data berwujud cahaya yang didalamnya hanya terdapat satu buah indeks sinar tanpa terpantul yang merambat sepanjang media tersebut dibentang sehingga hanya mengalami sedikit gangguan.

Single-mode dilihat dari segi strukturalnya merupakan teknologi fiber optic yang bekerja menggunakan inti (core) fiber yang berukuran sangat kecil yang diameternya berkisar 8 sampai 10 µm. Dengan ukuran core fiber yang sangat kecil, sinar yang mampu dilewatkan hanya satu mode sinar dengan panjang gelombang 1310 nm atau 1550 nm. Single-mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih besar


(33)

dibandingkan dengan multi-mode fiber optic, tetapi teknologi ini membutuhkan sumber cahaya dengan lebar spektral yang sangat kecil dan ini berarti sebuah sistem yang mahal. Single-mode dapat membawa data lebih cepat dan 50 kali lebih jauh dibandingkan dengan multi-mode. Core yang digunakan single-mode lebih kecil dari

multi-mode, dengan demikian gangguan-gangguan di dalamnya akibat distorsi dan

overlapping pulsa sinar menjadi berkurang. sehingga single-mode fiber optic menjadi lebih reliabel, stabil, cepat, dan jauh jangkauannya. Untuk model pembiasan single-mode dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Model Pembiasan Single-mode (Sumber : File Presentasi PT. TELKOM hlm. 16)

B. Multi-mode

Multi-mode fiber optic merupakan teknologi transmisi data melalui media

fiber optic dengan menggunakan beberapa buah indeks cahaya di dalamnya. Cahaya yang dibawa akan mengalami pemantulan berkali-kali hingga sampai di tujuan. Sinyal cahaya dalam teknologi multi-mode fiber optic dapat dihasilkan hingga 100 mode cahaya. Banyaknya mode yang dapat dihasilkan oleh teknologi ini bergantung dari besar kecilnya ukuran core fiber dan sebuah parameter yang diberi nama

Numerical Aperture (NA). Dengan semakin besarnya ukuran core dan membesarnya NA, maka jumlah mode di dalam komunikasi ini juga bertambah.


(34)

Dilihat dari faktor strukturalnya, teknologi multi-mode merupakan teknologi fiber optic yang menggunakan ukuran core yang cukup besar dibandingkan dengan single-mode. Ukuran core kabel multi-mode secara umum adalah berkisar antara 50 µm sampai dengan 100 µm. Biasanya ukuran NA yang terdapat di dalam kabel multi-mode pada umumnya adalah berkisar antara 0,20 hingga 0,29. Ukuran

core yang besar dan NA yang tinggi membawa beberapa keuntungan, yaitu sinar informasi akan bergerak dengan lebih bebas di dalam kabel fiber optic tersebut. Ukuran besar dan NA tinggi juga mempermudah dalam melakukan penyambungan

core tersebut jika perlu disambung. Di dalam penyambungan atau yang lebih dikenal dengan istilah splicing, keakuratan dan ketepatan posisi antara kedua core yang ingin disambung menjadi hal yang tidak begitu kritis terhadap lajunya cahaya data. Keuntungan lainnya, teknologi ini memungkinkan penggunaan LED sebagai sumber cahayanya, sedangkan single-mode harus menggunakan laser sebagai sumber cahayanya. Namun, teknologi ini juga memiliki kekurangan yaitu ketika jumlah dari mode tersebut bertambah, pengaruh dari efek modal dispersion juga meningkat.

Modal dispersion adalah sebuah efek yang disebabkan karena mode-mode cahaya yang berjumlah banyak tersebut tiba di ujung penerimanya dengan waktu yang tidak sinkron satu dengan yang lainnya. Perbedaan waktu ini akan menyebabkan pulsa-pulsa cahaya menjadi tersebar penerimaannya. Pengaruh yang ditimbulkan dari efek ini adalah bandwidth yang dicapai tidak dapat meningkat, sehingga komunikasi tersebut menjadi terbatas bandwidth-nya. Maka dari itu perlu adanya modifikasi sedemikian rupa terhadap kabel yang dibuatnya sehingga bandwidth yang dihasilkan


(35)

oleh multi-mode fiber optic ini menjadi maksimal. Model pembiasan multi-mode

seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Model Pembiasan Multi-mode (Sumber : File Presentasi PT. TELKOM hlm. 15)

3.1.4. SISTEM KOMUNIKASI FIBER OPTIC

Fiber optic memiliki keunggulan yang signifikan dibandingkan media transmisi kawat konvensional. Keunggulan tersebut antara lain adalah:

- Rugi transmisi rendah - Bandwidth lebar

- Ukuran kecil dan ringan

- Tahan gangguan elektromagnetik dan elektrik

Untuk itu biasanya fiber optic digunakan untuk media transmisi sinyal digital. Untuk pemilihan fiber optic memiliki pilihan single-mode atau multi-mode dan pilihan antara step index atau graded index. Pemilihan ini tergantung jenis sumber cahaya yang digunakan dan besarnya dispersi maksimum yang diijinkan. Untuk sumber cahaya Light Emitting Diode (LED), biasanya digunakan serat multi-mode, meskipun LED jenis edgeemitting bisa digunakan dengan serat single-mode dengan laju sampai 560 Mbps sepanjang beberapa kilometer. Untuk laser dioda, bisa digunakan


(36)

single-mode atau multi-mode. Serat single-mode mampu menyediakan produk laju data-jarak yang sangat bagus (mampu mencapai 30 Gbps/km).

3.1.5. RUGI-RUGI DAN DISPERSI DI DALAM FIBER OPTIC 3.1.5.1.Rugi-rugi di dalam fiber optic

A. Rugi-rugi Penyebaran Rayleigh

Penyebaran Rayleigh terjadi sebagai akibat tidak homogennya indeks bias pada core fiber optic. Apabila pada core fiber optic terjadi perubahan indeks bias yang lebih pendek daripada panjang gelombang sinar yang dirambatkan, maka akan terjadi hamburan seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Penyebaran Rayleigh (Sumber : File Presentasi PT. TELKOM hlm. 35)

Rumus yang digunakan untuk rugi-rugi penyebaran rayleigh, sebagai berikut:

S =

34,748 �

3(21)2

�.��.��


(37)

Keterangan:

S = Rugi-rugi Rayleigh (dB)

βT= Koefisien kemampatan isothermis bahan = 7.10-11 m2/N n = Indeks bias inti = 1.46

kB = Konstanta Boltzman = 1.38 x 10-23 Joule/0K

Tf = Suhu dimana fluktuasi kerapatan melebur dalam glass = 1400K λ = Panjang gelombang (m).

B. Rugi-rugi Pembengkokan (Bending Losses)

Ada dua jenis pembengkokan yang menyebabkan rugi-rugi dalam fiber optic yaitu pembengkokan-mikro (microbending) dan pembengkokan-makro (macrobending). Keduanya timbul karena alasan yang berbeda, dan menimbulkan rugi-rugi dengan dua macam mekanisme yang berbeda pula. Pembengkokan mikro adalah suatu pembengkokan mikroskopis dari inti fiber yang disebabkan oleh laju penyusutan (contraction) thermal yang sedikit berbeda antara bahan inti dan bahan pelapis. Pembengkokan mikro dapat juga timbul bila fiber berulang kali digulung menjadi suatu serat kabel majemuk (multi-fiber cable), atau bila digulung pada kelos-kelos untuk memudahkan pengangkutannya. Semakin tajam belokan itu dibuat, semakin banyak pula ragam-ragam yang terlepas pada belokan. Pembengkokan makro adalah pelengkungan fiber optic.


(38)

Bentuk pembengkokan microbending dan pembengkokan macrobending seperti pada Gambar 3.6 dan Gambar 3.7.

Gambar 3.6 Pembengkokan Microbending (Sumber : File Presentasi PT. TELKOM hlm. 35)

Gambar 3.7 Pembengkokan Macrobending (Sumber : File Presentasi PT. TELKOM hlm. 37)

C. Rugi-rugi Penggandengan Ragam (Mode Coupling Losses)

Daya yang sudah dilepaskan dengan baik ke dalam suatu ragam yang merambat mungkin kemudian digandengkan ke dalam suatu ragam bocor atau ragam radiasi pada sebuah titik yang agak jauh pada fiber. Efek penggandengan ini dapat terjadi karena rugi-rugi ini timbul pada saat fiber optic disambungkan dengan sumber cahaya atau photo detector. Rugi-rugi coupling dapat diperkecil dengan penambahan lensa di depan sumber cahaya


(39)

atau pembentukan permukaan tertentu (misalnya spherical-surface) pada sumber cahaya atau ujung fiber. Bentuk rugi-rugi mode coupling seperti pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Mode Coupling Losses (Sumber : File Presentasi PT. TELKOM hlm. 36)

Untuk persamaan rugi-rugi penggandengan ragam secara umum adalah sebagai berikut:

L =

10 log

μ

Dimana µ didapat dari persamaan:

µ

= Pin

Pout

Apabila yang diketahui η , maka menggunakan persamaan:

L =

10 log

η

Dimana η didapat dari persamaan:

η =

2

cos

−1

2�

2�

1

2� 2


(40)

Keterangan:

L = Rugi-rugi (dB)

Pin = Daya yang dimasukkan ke dalam fiber optic (Watt) Pout= Daya yang dipancarkan oleh sumber cahaya (Watt) µ, η= Efisiensi penyambungan

d = Lebar antara sambungan (µm) a = Lebar kabel fiber (cm)

D. Rugi-rugi Penyambungan

Rugi-rugi penyambungan dengan fusion splice. Rugi-rugi ini ditimbulkan sebagai akibat tidak sempurnanya kegiatan penyambungan (splice) sehingga sinar dari fiber optic yang satu tidak dapat dirambatkan seluruhnya ke dalam serat yang lainnya. Beberapa kesalahan penyambungan yang menimbulkan rugi-rugi:

- Sambungan kedua fiber optic membentuk sudut - Sumbu kedua fiber optic tidak sejajar

- Sumbu kedua fiber optic berimpit namun masih ada celah diantaranya - Ada perbedaan ukuran antara kedua fiber optic yang disambung E. Rugi-rugi Penyerapan Bahan

Tiga mekanisme yang berbeda memberikan sumbangannya pada rugi-rugi penyerapan (absorption losses) dalam fiber glass. Ini adalah berturut-turut penyerapan ultraviolet, penyerapan infra merah, dan penyerapan resonansi ion.


(41)

3.1.5.2. Dispersi fiber optic

Ada tiga macam dispersi pada fiber, yang disebabkan oleh tiga mekanisme, yaitu:

1. Dispersi Antar Ragam

Timbulnya dipersi antar ragam karena alur total yang ditempuh oleh suatu sinar pada setiap ragam adalah zigzag, dan mempunyai panjang total yang berbeda dari setiap sinar-sinar ragam yang lain.

2. Dispersi Bahan

Dispersi bahan terjadi bila pulsa cahaya yang dipancarkan mengandung komponen-komponen dengan beberapa panjang gelombang yang berbeda yang terpusat pada suatu panjang gelombang tengah.

3. Dispersi Waveguide

Jika fiber dapat dioperasikan sedemikian sehingga dispersi antar-ragam dan bahan keduanya dihilangkan, maka mekanisme dispersi yang ketiga akan menjadi penting, hal ini mencegah dicapainya keadaan tanpa dispersi total, kecuali untuk kasus cahaya monokromatis yang ideal.

3.1.6. ATENUASI DI DALAM FIBER OPTIC

Atenuasi mengacu pada pelemahan sinyal selama perjalanan melalui kabel fiber optic. Atenuasi biasanya disebut sebagai roll off. Selama sinyal mengalir melalui kawat, gelombang kotaknya berubah bentuk sejauh ia mengalir. Jadi, atenuasi sebenarnya adalah fungsi dari panjang kabel. Jika sinyal mengalir terlalu jauh, maka bisa menurunkan kualitasnya sehingga stasiun penerimanya tidak mampu lagi menginterpretasikan dan komunikasi akan gagal. Dalam arti lain atenuasi adalah


(42)

melemahnya sinyal yang diakibatkan oleh adanya jarak yang semakin jauh yang harus ditempuh oleh suatu sinyal dan juga makin tingginya frekuensi sinyal tersebut.

Dalam bentuk operasi matematik sebagai pendekatannya, peristiwa ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

y(t) = att x(t)

Dalam hal ini nilai att < 1, yang merupakan konstanta pelemahan yang terjadi. Kejadian tersebut sering muncul pada sistem transmisi, dan munculnya konstanta pelemahan dihasilkan oleh berbagai proses yang cukup komplek dalam suatu media transmisi. Besarnya nilai konstanta sinyal amp >1, dan penguatan sinyal seringkali dinyatakan dalam besaran deci Bell, yang didefinisikan sebagai:

amp_dB = 10 log (output / input)

Dalam domain waktu, bentuk sinyal asli dan setelah mengalami penguatan adalah seperti Gambar 3.9.


(43)

Pada Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa proses penguatan dan pelemahan sinyal merupakan dua hal yang hampir sama. Dalam penguatan sinyal amplitude sinyal output lebih tinggi dibanding sinyal input, sementara pada pelemahan sinyal amplitudo sinyal output lebih rendah dibanding sinyal input. Tetapi pada kedua proses operasi tersebut bentuk dasar sinyal tidak mengalami perubahan.

3.1.7. SUMBER CAHAYA FIBER OPTIC

Sumber cahaya untuk fiber optic adalah laser atau LED. Laser atau LED merupakan alat yang memancarkan cahaya pada frekuensi-frekuensi tertentu, karena dalam operasinya, elektron-elektron yang dipicu (excited) yang bebas untuk menghantarkan berkombinasi kembali (recombine) dengan lubang-lubang (holes) dan masing-masing melepaskan sebuah foton cahaya dalam proses tertentu. Foton cahaya ini adalah hasil dari konversi energi potensial elektron, ketika elektron tersebut terjebak oleh atom yang mengandung lubang. Spektrum cahaya dinyatakan dalam panjang gelombang dan bukannya frekuensi, tetapi keduanya dihubungkan oleh persamaan

f =

�0

Keterangan : f = Frekuensi (Hz)

c = Kecepatan Cahaya = 3x108 m s-1 λ= Panjang Gelombang (m)


(44)

3.2. OPTICAL TIME DOMAIN REFLECTOMETER (OTDR) 3.2.1. PENGENALAN OTDR

OTDR merupakan instrument opto-elektronik yang digunakan untuk mengkarakterisasi sebuah fiber optic dengan menyuntikkan deretan pulsa-pulsa optik ke dalam fiber optic yang dites dan juga mengambil (dari fiber optic yang sama) cahaya yang terhambur (Rayleigh Backscatter) atau dipantulkan kembali dari titik-titik di sepanjang fiber optic. Kuatnya pulsa yang kembali kemudian diukur dan diintegrasikan sebagai fungsi waktu, lalu diplot sebagai fungsi dari panjang fiber optic. OTDR dapat digunakan untuk memperkirakan panjang fiber optic dan atenuasi secara keseluruhan, termasuk splice dan rugi-rugi pada konektor. OTDR juga dapat digunakan untuk mencari letak kerusakan seperti perpatahan dan juga mengukur return loss optical. Untuk mengukur peredaman dari beberapa serat, maka diperlukan memeriksa satu-satu kemudian merata-ratakan hasilnya.

Sebagai tambahan dari peralatan optik dan elektronik yang khusus, OTDR juga mempunyai kemampuan menghitung yang cukup baik dan tampilan grafik, sehingga dapat menghasilkan otomasi tes yang berarti. Bagaimanapun, untuk mengoperasikan peralatan dengan tepat dan melakukan interpretasi dari sebuah jejak OTDR, diperlukan pelatihan teknis secara khusus dan pengalaman.

OTDR umumnya digunakan untuk mengkarakterisasi rugi-rugi dan panjang dari serat optik saat dikirim dari manufaktur awal, menuju pengkabelan, penyimpanan saat digulung dengan drum, instalasi, dan splicing. Hasil tes OTDR


(45)

selalu disimpan dengan seksama, untuk berjaga- jaga jika sewaktu-waktu terjadi kegagalan serat optik ataupun untuk klaim garansi.

OTDR sering juga digunakan untuk mencari kegagalan dari sistem yang sudah terpasang. Dalam hal ini, acuan berupa jejak OTDR saat instalasi sangat berguna untuk menentukan dimana perubahan telah terjadi. Penggunaan OTDR untuk mencari letak kegagalan memerlukan operator berpengalaman yang dapat menentukan pengaturan instrumen yang tepat untuk mencari solusi masalah yang benar. Hal ini terutama diperlukan untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan jarak yang jauh dan splice atau konektor yang jaraknya saling berdekatan.

OTDR tersedia dengan bermacam-macam jenis serat optik dan panjang gelombang, untuk menyesuaikan dengan aplikasi yang umum. Biasanya, pengetesan OTDR dengan panjang gelombang yang lebih panjang seperti 1550 nm atau 1625 nm dapat digunakan untuk mengidentifikasi atenuasi serat optik yang disebabkan oleh masalah serat optik.

Jarak dinamik optikal dari OTDR dibatasi dengan kombinasi dari daya keluaran pulsa optikal, lebar pulsa optikal, sensitivitas input, dan waktu integrasi sinyal. Semakin tinggi daya optis keluaran, semakin baik sensitivitas input, dan berhubungan secara langsung dengan rentang pengukuran yang semakin jauh. Daya keluaran pulsa optikal ini biasanya merupakan fitur yang tidak dapat diubah-ubah. Tetapi, lebar pulsa optikal dan waktu integrasi sinyal dapat diatur oleh pengguna. Dalam hal ini, berlaku trade-off yang membuatnya spesifik pada aplikasi tertentu.


(46)

Pulsa laser yang lebih panjang memperbagus rentang dinamik dan resolusi pengukuran atenuasi dengan mengorbankan resolusi jarak. Sebagai contoh, dengan menggunakan pulsa yang panjang, dapat mengukur atenuasi pada jarak lebih dari 100 km. Tetapi, dalam kasus ini peristiwa optikal hanya dapat muncul pada jarak lebih dari 1 km. Skenario ini berguna untuk karakterisasi link secara keseluruhan, tetapi akan kurang berguna untuk mencari kerusakan. Pulsa yang pendek akan memperbaiki resolusi jarak dari peristiwa optikal, tetapi juga mengurangi rentang pengukuran dan resolusi pengukuran atenuasi.

Pada suatu hubungan serat optik, terutama pada jarak yang sangat panjang,pasti terdapat berbagai macam cacat yang disebabkan karena banyak faktor. Cacat-cacat yang dapat dideteksi OTDR yaitu:

1. Kontaminasi 2. Celah udara

3. Jenis serat yang berbeda 4. Pergeseran lateral 5. Microbending 6. Macrobending


(47)

Gambar 3.10 Optical Time Domain Reflectometer (OTDR)

3.2.2. PRINSIP KERJA OTDR

OTDR memancarkan laser berdaya tinggi dengan menggunakan clock tertentu, melalui coupler, menuju serat optik yang sedang dites. Kemudian di dalam serat optik terjadi fenomena backscatter, sehingga menyebabkan ada sebagian cahaya yang terpencar dan kembali menuju coupler. Dari coupler, sinyal optik yang lemah tersebut menuju Avalanche Photodiode (APD) dan amplifier untuk dideteksi sekaligus dikuatkan dalamwujud sinyal elektrik. Sinyal elektrik yang sudah lebih kuat tersebut menuju sample and hold yang mampu mengambil sampel dari sinyal yang secara terus menerus berubah dan menahan (mengunci) nilainya pada level yang konstan selama periode waktu tertentu. Setelah didapatkan sinyal yang nilainya sudah konstan, sinyal menuju Analog to Digital Converter (ADC) untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital agar dapat diproses lebih lanjut. Sinyal digital tersebut kemudian menuju Digital Signal Processor (DSP) untuk diproses. Hasil proses dari DSP kemudian masuk ke prosesor dan memori untuk kemudian ditampilkan pada layar OTDR. Prinsip kerja pada OTDR seperti pada Gambar 3.11.


(48)

Gambar 3.11 Prinsip Kerja Pada OTDR (Sumber : www.scribd.com/doc/47073894/41/Prinsip-Kerja-OTDR) 3.2.3. PARAMETER-PARAMETER KUNCI OTDR

Untuk dapat menganalisis sistem komunikasi serat optik dengan menggunakan OTDR, diperlukan parameter-parameter kunci pada OTDR yaitu : 1. Panjang gelombang, digunakan cahaya dengan panjang gelombang 850 nm, 1300

nm, 1310 nm, 1550 nm.

2. Rentang, untuk mendapatkan tampilan grafik yang baik, umumnya digunakan pengaturan rentang pengukuran sepanjang 1,5 kali panjang link.

3. Lebar pulsa, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Pulsa sempit, digunakan untuk menemukan peristiwa-peristiwa yang jaraknya saling berdekatan, mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi, tetapi terbatas untuk jarak link yang pendek.

b. Pulsa lebar, tidak dapat membedakan peristiwa-peristiwa yang berdekatan, tetapi mampu mengukur jarak link yang panjang.


(49)

4. Jumlah rata-rata, hasil jejak yang diperoleh OTDR merupakan hasil rata-rata dari ratusan atau ribuan pulsa yang ditangkap OTDR. Terjadi trade off antara waktu yang diperlukan untuk pengukuran dengan kualitas jejak. Pada umumnya, semakin lama banyak pulsa yang dirata-ratakan, semakin halus jejak yang diperoleh. Tetapi jika sudah terlalu lama dilakukan rata-rata, maka jejak yang diperoleh akan sama saja / tidak bertambah baik.

3.3. ALAT PENYAMBUNG FIBER OPTIC (SPLICER)

Penyambungan kabel optik dikenal dengan istilah splicing, Dalam penyambungan fiber optic diperlukan alat khusus yaitu splicer . Terdapat 2 metode dalam penyambungan optik yaitu fusion splicing dan mechanical splicing. Fusion splicing memiliki redaman lebih kecil yaitu sekitar 0.1 dBm dibandingkan Mechanical splicing yang mencapai 0.5 sampai 0.75 dbm di setiap sambungannya. Fusion splicing melakukan penyambungan dengan cara menyelaraskan / meluruskan kedua ujung serat optik yang ingin disambung, memanaskan dan melebur nya hingga menjadi 1 bagian yang tersambung. Fusion splicer menggunakan nichrome wire, laser CO2 atau gas api untuk melelehkan fiber optic yang ingin disambung.

Dengan semakin canggih teknologi terdapat fusion splicer yang mampu melakukan splicing sampai 24 core bersamaan. Bentuk splicer seperti pada Gambar 3.12.


(50)

Gambar 3.12 Splicer (Sumber : www.vembazax.com/wp-content/uploads/2011/03/fujikura-splicer.jpg ) 3.4. OPTICAL POWER METER

Digunakan untuk mengukur panjang gelombang dan power dari sinyal optik. Dari informasi power yang diterima, seorang engineer dapat mengetahui apakah kualitas power masih dalam spesifikasi perangkat yang digunakan atau tidak, dan dapat digunakan untuk mensegmentasi permasalahan untuk men-trace apakah sumber masalah dari SFP yang power-nya sudah lemah, Patch cord yang bermasalah dan core yang berada pada ODF / OTB atau dari lintasan optik yang membentang di luar sana. Bentuk dari power meter seperti pada Gambar 3.13.


(51)

3.5. OPTICAL CONNECTOR

Optical connector digunakan untuk menyambungkan dua ujung fiber optik, yang digunakan pada titik-titik fiber berakhir pada pemancar dan penerima. Karena sebuah fiber harus selalu berakhir pada sebuah pemancar di salah satu ujungnya dan pada sebuah penerima di ujung yang lain sehingga terdapat rugi pada konektor. Faktor yang mempengaruhi rugi dalam konektor pada suatu panjang kabel, yaitu: 1. Ketidaksesuaian ukuran inti

2. Kesalahan letak inti melintang 3. Pemisahan celah memanjang 4. Rugi-rugi celah optis

5. Kesalahan letak sudut

6. Persiapan ujung fiber yang tidak sempurna 7. Kotoran.

Beberapa jenis optical connector dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Jenis-jenis Optical Connector (Sumber :


(52)

Redaman dari optical connector fiber optic didefinisikan sebagai berikut

A = -10 log [P

out

/P

in

]

Keterangan :

A = Atenuasi (dB)

Pin = Daya optik sebelum titik koneksi (Watt) Pout = Daya optik setelah titik koneksi (Watt). 3.6. SMALL FORM PLUGABLE (SFP)

merupakan hot-pluggable tranceiver yaitu device yang mengirim dan menerima sinyal informasi dengan media fiber optic. SFP dipasang pada port pada modul sebuah perangkat komunikasi data / telco. Hot-plugable artinya device ini akan auto-detect saat dipasang pada perangkat. Spesikasi dari SFP bergantung pada panjang gelombang yang dibutuhkan yang berhubungan dengan jarak transmisi, besar bandwidht yang sanggup diantarkan dalam satu waktu, jenis / tipe connector (LC / SC ) dan bekerja pada single-mode atau multi-mode.

Spesifikasi ini harus dipatuhi dalam implementasinya, bila tidak dapat menyebabkan kerusakan pada SFP atau sinyal transmisi tidak dapat diterima dengan baik. Spesifikasinya seperti berikut :

1. 850 nm sampai 550m, multi-mode fiber (SX) 2. 1310 nm sampai 10 km, single-mode fiber (LX) 3. 1490 nm-10 km, single-mode fiber (BS-D)

4. 1550 nm sampai 40 km ( XD), 80 km (ZX), 120 km (EX or EZX)


(53)

Pada SFP terdapat Transmit (Tx) dan Receive (Rx). Transmit di perangkat A harus bertemu dengan Receive di perangkat B, dan sebaliknya. Bentuk SFP dapat dilihat pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15 SPF (Sumber : www.vembazax.com/wp-content/uploads/2011/03/sfp1.jpg)

3.7. OPTICAL TERMINATION BOX (OTB)

Optical Terminal Box atau yang sering disebut OTB digunakan untuk menghubungkan kabel fiber optic indoor maupun outdoor dan patchcord. OTB dapat dipasang di dinding maupun tiang. Bentuk OTB seperti pada Gambar 3.16.


(54)

3.8. ADD DROP MULTIPLEXER (ADM)

Add Drop Multiplexer atau disebut juga dengan ADM merupakan elemen penting dari sebuah jaringan fiber optic. Sebuah multiplexer mengkombinasikan atau memultiplexikan beberapa aliran bandwidth rendah menjadi satu. Sebuah ADM juga memiliki kemampuan untuk menambah satu atau lebih bandwidth yang lebih rendah menjadi aliran data bandwidth yang tinggi dan pada saat yang bersamaan mengarahkannya ke beberapa jaringan yang lain. Keluaran dari ADM dapat berupa aliran data sebesar STM-1 sebesar 155,52 Mbit/s, STM-4 sebesar 622.08 Mbit/s, STM-16 sebesar 2.488,32 Mbit/s atau mendekati 2,5 Gbps , maupun STM-64 sebesar 9.953,28 Mbit/s atau mendekati 10Gbps. Bentuk ADM seperti pada Gambar 3.17.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran dan pengecekan rugi-rugi fiber optic berdasarkan nilai data yang diperoleh dari hasil kerja praktek di PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA area Gresik, divisi Infrastruktur Telekomunikasi (infratel) mendapatkan hasil yang berupa data pengukuran dan perhitungan.

4.1. JENIS KABEL

Jenis fiber optic yang digunakan untuk saluran transmisi dalam kerja praktek adalah jenis optik step index single-mode. Mempunyai ukuran diameter inti serat sebesar 9,3 µm dan diameter pelapis serat sebesar 125 µm, seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Jenis Fiber Optic 4.2. TIPE KABEL

Tipe kabel yang digunakan kabel fiber optic indoor merupakan kabel fiber optic yang ditempatkan di dalam ruangan. Tipe kabel ini untuk aplikasi indoor umumnya menggunakan konstruksi tight buffered yang diperkuat dengan polyaramid serta bahan PVC jacket yang khusus sehingga menghasilkan kabel


(56)

dengan ketahanan terhadap benturan dan tarikan sekaligus aman dari bahaya kebakaran. Struktur tipe kabel indoor seperti pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Struktur Kabel Fiber Optic Tipe Indoor 4.3. PROSEDUR PENGUKURAN

Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam proses pengambilan data rugi-rugi fiber optic menggunakan OTDR adalah.

1. Menghubungkan OTDR dengan terminal / switch yang akan diukur 2. Mengaktifkan OTDR, ketika OTDR diaktifkan maka parameter OTDR

akan secara otomatis diatur sehingga muncul tampilan seperti pada Gambar 4.3.


(57)

3. Menekan tombol Run/Stop pada OTDR untuk memulai scanning pada jalur yang diukur / dicek.

4. Grafik yang didapatkan akan di simpan di memori internal OTDR menggunakan tombol storage.

4.4. HASIL DISPLAY TAMPILAN OTDR

Pada OTDR yang harus diperhatikan dalam pembacaan grafis, yaitu panjang gelombang, jarak dan waktu. Dalam hal ini, panjang gelombang yang digunakan sebesar 1310 nm untuk komunikasi optik. Panjang kabel fiber optic pda pengukuran yang dipakai adalah 6 Km dan di OTDR jaraknya diatur 10 Km sehingga didapatkan hasil data yang lebih teliti dibandingkan jika jaraknya diatur lebih dari 10 Km akan menghasilkan data yang kurang teliti. Waktu yang diset pada OTDR selama 30 detik berfungsi untuk membaca hasil pantulan sinar dari awal sampai akhir kabel fiber optic, dapat dilihat pada Gambar 4.4.


(58)

Pada Gambar 4.4 merupakan hasil display tampilan OTDR yang terdiri dari penyebaran Rayleigh (simbol ), panjang kabel fiber optic (simbol ),

titik sambungan (simbol ) dan ujung kabel serat (simbol ). Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran Rayleigh yaitu panjang gelombang 1310 nm didapatkan hasil pantulan refleksi sebesar -44 dB. Semakin besar panjang gelombang maka semakin kecil refleksinya karena terjadi kebocoran di core. Pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 5,037 Km terdapat rugi-rugi sebesar 1,726 dB sedangkan pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 1,033 Km terdapat rugi-rugi sebesar 0,366 dB maka dapat disimpulkan bahwa semakin panjang kabel fiber optic semakin besar rugi-ruginya. Pada kabel fiber optic yang berjarak 5,037 Km lebar pulsa terjadi penurunan daya terhadap jarak disebabkan adanya atenusi sebesar 0,34 dB dan kabel fiber optic berjarak 1,033 Km lebar pulsa terjadi penurunan daya terhadap jarak disebabkan adanya atenuasi sebesar 0,35 dB. Untuk titik sambungan berdasarkan data di PT. TELKOM nilai ruginya sebesar 0,5 dB sedangkan di OTDR nilai rugi-ruginya sebesar 0,496 dB, hal ini disebabkan karena sambungan yang dibentuk dengan kurang sempurna, penurunan dayanya disebabkan adanya pantulan fresnel yaitu daya masukan akan terpantul kembali menimbulkan lonjakan sesaat. Pada ujung kabel fiber optic didapatkan nilai refleksi sebesar > -35,9 dB, karena cahaya telah menjalani 2 kali panjang lintasan yang menyebabkan penurunan daya yang lebih jauh dari seharusnya. Pantulan fresnel pada ujung fiber terbuka sehingga menyebabkan terjadinya grafis yang tidak beraturan seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.4. Setelah mendapatkan hasil rugi-rugi dan refleksi dilakukan pengukuran dengan menekan tombol mesurement didapatkan hasil rugi-rugi total


(59)

sebesar 2,587 dB dan konstanta atenuasi (Av Loss) sebesar 0,426 dB/Km dengan jarak 6,070 Km, dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Tampilan OTDR Setelah Mesurement

4.5. PERHITUNGAN RUGI-RUGI PENGHAMBURAN RAYLEIGH Untuk perhitungan rugi-rugi penghamburan Rayleigh menggunakan rumus yang terdapat pada teori sehingga dapat membandingkan hasil dari perhitungan dan pengukuran rugi-rugi. Rumus yang digunakan adalah

S =

34,748 �

3(21)2

�.��. � �4


(60)

Dengan menggunakan persamaan perhitungan rugi-rugi penghamburan Rayleigh dapat dilakukan berdasarkan data dari referensi PT. TELKOM, dapat lihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Nilai Perhitungan Rugi-rugi Penyebaran Rayleigh

π λ n kB Tf t S

3,14 1310 nm 1,4681 1,38x10-23 1400K 7x10-11 m2/N -31.99 dB

Dari hasil perhitungan rugi-rugi penyebaran Rayleigh diperoleh perbandingan antara data perhitungan dengan data pengukuran rugi-rugi yang dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Perbandingan Data Rerhitungan Dengan Data Pengukuran Menggunakan OTDR

hasil dari perhitungan hasil dari pengukuran Selisih -31.99 dB -44 dB 12,01 dB

Pada analisis penyebaran Rayleigh didapatkan nilai rugi-rugi yang berbeda antara perhitungan berdasarkan teori dengan hasil pengukuran rugi-rugi menggunakan OTDR. Dengan sumber panjang gelombang sebesar 1310 nm nilai hasil perhitungan rugi-rugi berdasarkan teori sebesar -31.99 dB sedangkan hasil pengukuran menggunakan OTDR sebesar -44 dB sehingga didapatkan nilai selisih sebesar 12,01 dB. Hal ini disebabkan karena pada waktu penyebaran, banyaknya sinar yang keluar dari kabel fiber optik kondisinya sudah tidak layak dipakai.


(61)

4.6. PERHITUNGAN RUGI-RUGI PENGGANDENGAN RAGAM

Dalam hal ini perhitungan rugi-rugi penggandengan berdasarkan teori menggunakan nilai data yang diperoleh dari PT. TELKOM. Pada pengukuran rugi-rugi penggandengan menggunakan konektor dan perhitungannya menggunakan persamaan berikut.

L =

10 log

η

Dengan persamaan η

η =

2

cos

−1 �

2�

2�

1

2� 2

Dari persamaan tersebut maka dapat dilihat nilai rugi-rugi pergandengan pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Nilai Rugi-rugi Penggandengan lebar antara

sambungan (d)

lebar kabel fiber (a)

effisiensi (η)

Rugi-rugi Penggandengan

(L) 1 µm 0,2 cm 0,999676 0,001406 dB 2 µm 0,2 cm 0,999352 0,002813 dB 3 µm 0,2 cm 0,999028 0,004221 dB 4 µm 0,2 cm 0,998704 0,005629 dB 5 µm 0,2 cm 0,998380 0,007038 dB


(62)

Pada Tabel 4.3 merupakan hasil rugi-rugi teknik penggandengan berlandaskan teori sedangkan untuk pengukurannya ditetapkan sebesar 0.5 dB/buah. Sehingga perbandingan selisih antara perhitungan dengan pengukuran rugi-rugi sangat jauh. Hal ini disebabkan tidak optimalnya konektor yang dipakai, rugi-rugi intrinsik yang timbul dari perbedaan serat yang disambung termasuk dari variasi dalam core dan diameter sebelah luar, serta perbedaan profil yaitu kelonjongan.

4.7. PERHITUNGAN RUGI-RUGI PENYAMBUNGAN

Dalam penelitian di Telkom, nilai dari rugi-rugi penyambungan berdasarkan pengukuran kabel fiber optic. Saat melakukan penyambungan mendapatkan hasil pada fusion splicer seperti pada Gambar 4.6


(63)

Untuk hasil perbandingan nilai rugi-rugi saat di splicer dengan di OTDR dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Nilai Rugi-rugi Penyambungan Panjang

gelombang (λ)

Jarak (Km) Redaman (dB) Fusion splicer OTDR 1310 nm 5,037 0,03 0,496

Pada hasil teknik penyambungan dengan menggunakan fusion splicer dan OTDR didapatkan hasil pengukuran rugi-rugi yang berbeda. Pada fusion splicer rugi-ruginya sebesar 0,03 dB dan pada OTDR sebesar 0.496 dB. Hal ini disebabkan pada waktu proses pemasangan kabel kemungkinan terjadi adanya noise di dalam core sehingga hasil penyambungan core tidak optimal.

4.8. PERHITUNGAN RUGI-RUGI PEMBENGKOKAN

Dalam hal ini nilai rugi-rugi pembengkokan berdasarkan teori menggunakan nilai data yang diperoleh di PT. TELKOM, perhitungan rugi-rugi difokuskan pada lekukan dengan menggunakan rumus

L = jumlah loss kabel tanpa lekukan -

γ

bend

Dengan

γ

bend

= 10 log

+2 2 �Δ


(64)

Keterangan :

R : Radius pelengkungan

α : Profil graded index

∆ : Perbedaan indeks bias inti a : Radius serat optic

bend : Jumlah loss pada fiber optic yang melengkung

Dengan panjang gelombang (λ) sebesar 1310 nm yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Nilai Rugi-rugi Pembengkokan

R α ∆ a bend Loss tanpa lekukan L

5 cm 1 0,1 0,2 cm 0,969 dB 0,496 dB 0,473 dB

Pada hasil teknik pembengkokan, dengan radius lekukan sebesar 5 cm dengan sumber panjang gelombang sebesar 1310 nm didapatkan nilai rugi-rugi dititik penyambungan tanpa lekukan sebesar 0.496 dB (dari nilai proses penyambungan pada Tabel 4.4) sedangkan rugi-rugi dititik penyambungan dengan lekukan sebesar 0.969 dB sehingga didapatkan nilai L sebesar 0.473 dB.

4.9. PERHITUNGAN RUGI-RUGI PADA KONEKTOR

Dalam hal ini perhitungan rugi-rugi redaman pada konektor berdasarkan teori menggunakan nilai data yang diperoleh dari PT. TELKOM dan menggunakan persamaan


(65)

Setelah dihitung didapatkan nilai data rugi-rugi redaman pada konektor, lihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Rugi-rugi Konektor

λ Pin Pout Loss

1310 nm 6,598x10-4 W 4,07x10-5 W 12,098 dB

Pada hasil perhitungan di atas maka didapat hasil perbandingan antara hasil perhitungan dengan hasil pengukuran yang dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Perbandingan Nilai Perhitungan dengan Nilai Pengukuran

λ Rugi-rugi perhitungan

Rugi-rugi pengukuran

Selisih

1310 nm 12,098 dB 19,8 dB 7,702 dB

Analisis rugi-rugi redaman pada konektor menghasilkan nilai rugi-rugi yang berbeda antara perhitungan berdasarkan teori dengan hasil pengukuran rugi-rugi menggunakan OTDR. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.7 yaitu sumber panjang gelombang sebesar 1310 nm, daya optik sebelum titik koneksi (Pin) sebesar 6.598x10-4 W, daya optik sesudah koneksi (Pout) sebesar 4.07x10-5 W maka didapat hasil atenuasi sebesar 12,098 dB sedangkan hasil pengukuran dengan OTDR didapat sebesar 19,8 dB sehingga mendapatkan nilai selisih antara hasil perhitungan dengan hasil pengukuran menggunakan OTDR sebesar 7,702 dB.


(66)

4.10. PEMERIKSAAN JALUR KABEL FIBER OPTIC

4.10.1 PEMERIKSAAN DI RUANG TRANSMISI GEDUNG PT. TELKOM GRESIK

Pemeriksaan dilaksanakan di ruang transmisi di gedung PT. TELKOM Gresik untuk mengetahui kondisi jalur kabel fiber optic yang tersambung dalam kondisi baik atau bermasalah. Pada saat pemeriksaan di gedung PT. TELKOM Gresik dilakukan menggunakan OTDR YOKOGAWA.

Salah satu jalur yang diperiksa adalah jalur menuju daerah Kalianak menggunakan OTDR dan mendapatkan hasil seperti pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8


(67)

Gambar 4.8 Keterangan dari Grafik Kalianak

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jalur menuju Kalianak tidak terdapat kerusakan dan didapatkan hasil pantulan refleksi sebesar -32,1 dB. Pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 6,313 Km (sambungan fiber optic) terdapat rugi-rugi sebesar 1,330 dB sedangkan pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 6,492 Km (pembengkokan) terdapat rugi-rugi sebesar 0,259 dB. Pada kabel fiber optic yang berjarak 9,147 Km (sambungan fiber optic) terdapat rugi-rugi sebesar 2,030 dB dan kabel fiber optic berjarak 15,602 Km (ujung kabel) didapatkan nilai refleksi sebesar > -18,0 dB.

Setelah melakukan pemeriksaan jalur menuju daerah Kalianak maka dilakukan pemeriksaan jalur menuju ke daerah Pongangan.


(68)

Pada jalur menuju daerah Pongangan juga tidak terdapat kerusakan dan pada OTDR didapatkan hasil seperti pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.1

Gambar 4.9 Tampilan OTDR untuk Wilayah Pongangan

Gambar 4.9 Tampilan OTDR Keterangan dari Grafik Pongangan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jalur menuju Pongangan didapatkan hasil pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 1,244 Km (sambungan fiber optic) terdapat rugi-rugi sebesar 0,250 dB sedangkan pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 11,092 Km (pembengkokan) terdapat rugi-rugi sebesar 0,176 dB.


(69)

Pada kabel fiber optic yang berjarak 11,559 Km terdapat 2 penyebab rugi-rugi yaitu sambungan fiber optic dengan rugi-rugi 0,122 dB dan pembengkokan dengan rugi-rugi sebesar 0,307 dB sehingga total rugi-rugi pada lokasi tersebut adalah 0,429 dB. Pada kabel fiber optic berjarak 12,679 Km (ujung kabel) didapatkan nilai refleksi sebesar -19,5 dB dan rugi-rugi akibat sambungan fiber optic sebesar 0,278 dB.

Setelah melakukan pemeriksaan jalur menuju Kalianak dan Pongangan maka dilakukan pemeriksaan jalur menuju daerah Kedamean dan dari hasil yang diperoleh ternyata terjadi kerusakan sehingga data tidak dapat terkirim. Hasil tampilan OTDR untuk jalur menuju daerah Kedamean seperti pada Gambar 4.10

Gambar 4.10 Terjadi Masalah Pada Jalur Menuju Kedamean

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jalur menuju Kedamean didapatkan hasil grafik yang langsung drop ketika pada lokasi 0,011 Km. Kesimpulan dari grafik tersebut adalah data hanya dapat melewati sampai lokasi 0,011 Km, hal ini disebabkan karena terjadi jalur yang putus pada titik tersebut sehingga diperlukan


(70)

perbaikan dengan cara instalasi kabel fiber optic pada titik yang bermasalah supaya tidak mengganggu koneksi.

Jalur fiber optic akan diperbaiki dengan cara instalasi kabel ketika kabel rusak atau kabel memiliki nilai rugi-rugi terlalu besar dan melebihi batas maksimal kelayakan pakai, batas maksimalnya adalah berbeda-beda tergantung panjang jarak tempuhnya. PT. TELKOM menetapkan batas kelayakan pakai untuk kabel fiber optic adalah memiliki rugi-rugi maksimal 0,05 dB untuk jarak dekat sedangkan untuk jarak jauh kabel dengan batas maksimal 0,05 dB tidak digunakan dan diganti dengan kabel dengan batas maksimal kelayakan pakai yang memiliki rugi-rugi maksimal 0,01 dB.

Pemeriksaan jalur berikutnya dilakukan pada jalur menuju PT. TELKOM Gresik di Jalan Wachid Hasyim no.11 divisi Consumer Service (CS). Mendapatkan hasil seperti pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12


(71)

Gambar 4.12 Tampilan OTDR Keterangan Dari Grafik TELKOM Divisi CS Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jalur menuju PT. TELKOM divisi CS didapatkan hasil pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 0.035 Km terjadi refleksi cahaya sebesar -67,8 dB dan terdapat rugi-rugi sebesar 0,056 dB sedangkan pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 6,025 Km (sambungan kabel fiber optic) terdapat rugi-rugi sebesar 1,201 dB dan atenuasi 0,20 dB. Pada kabel fiber optic berjarak 6,060 Km didapatkan nilai refleksi sebesar -28,4 dB. 4.10.2 PEMERIKSAAN DI RUANG TRANSMISI GEDUNG PT. TELKOM

CABANG PONGANGAN

Pemeriksaan juga dilakukan di ruang transmisi gedung PT. TELKOM cabang Pongangan pada saat terdapat jalur fiber optic yang terputus di daerah tersebut. Pada pemeriksaan di tempat tersebut digunakan OTDR ANRITSU yang dihubungkan pada OTB di ruang transmisi untuk mengetahui posisi terputusnya jalur kabel fiber optic.


(72)

Setelah dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan OTDR maka di dapat hasil seperti Gambar 4.13

Gambar 4.13 Terdeteksi Titik Yang Putus

Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan hasil grafik yang langsung drop ketika pada lokasi 1,7752 Km. Penjelasan dari grafik tersebut adalah terjadinya kabel yang terputus di lokasi 1,7752 Km, setelah mendapatkan informasi posisi terputusnya kabel maka dilakukan peninjauan ke lokasi tersebut. Dari hasil peninjauan didapatkan kesimpulan bahwa kabel terputus karena tidak sengaja terkena peralatan konstruksi proyek perbaikan jalan di daerah sekitar lokasi terputusnya kabel. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukan penyambungan (instalasi) kabel oleh petugas PT. TELKOM yang bersangkutan.

Pemeriksaan juga dilakukan pada jalur menuju daerah Kebomas untuk memastikan bahwa jalur kabel fiber optic yang telah diperbaiki karena terkena ranting pohon yang patah telah berjalan dengan baik.


(73)

Dari pemeriksaan yang dilakukan menggunakan OTDR yang sama maka didapatkan hasil seperti Gambar 4.14

Gambar 4.14 Tampilan OTDR Pada Jalur Kebomas

Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan hasil bahwa jalur tersebut telah berjalan dengan baik karena data terkirim sampai titik akhir yaitu di OTB receiver pada ruang transmisi gedung PT. TELKOM cabang Kebomas yang berjarak sekitar 19 Km dari tempat dilakukannya pengukuran. Dari hasil tersebut juga didapatkan pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 7,2824 Km terdapat rugi-rugi sebesar -0,091 dB sedangkan pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 13,3878 Km terdapat rugi-rugi sebesar -0,059 dB. Pada kabel fiber optic yang berjarak 16,3629 Km terdapat rugi-rugi sebesar 0,197 dB. Pada kabel fiber optic berjarak 18,3449 Km terdapat rugi-rugi sebesar 0,064 dB dan pada ujung kabel terjadi refleksi sebesar -21,220 dB. Sehingga diperoleh besar rugi-rugi


(74)

keseluruhan sebesar 5,007 dB dengan splice loss sebesar -9,505 dB dan refleksi splice loss sebesar -21,215 dB.

Pengukuran dengan cara menggunakan OTDR dan perhitungan secara teori telah diperoleh hasil berupa grafik dan tabel yang dapat dijadikan bahan untuk membandingkan dan menganalisa data tersebut. Pada proses pemeriksaan jalur juga mendapatkan hasil berupa grafik dari OTDR sehingga dapat mengetahui apabila terjadi jalur yang rusak dan dapat segera memperbaikinya. Karena proses pengukuran dan pemeriksaan mendapatkan hasil-hasil yang cukup konkrit maka pelaksanaan pengukuran dan pemeriksaan jalur kabel fiber optic telah berjalan dengan lancar.


(75)

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN

1. Secara umum rugi-rugi yang terjadi pada fiber optic yaitu rugi-rugi penyebaran Rayleigh, rugi-rugi penggandengan, rugi-rugi penyambungan dan rugi-rugi pembengkokan sedangkan rugi-rugi redaman pada konektor merupakan rugi-rugi tambahan yang terjadi di fiber optic.

2. Untuk analisis rugi-rugi pada fiber optic dengan melihat hasil simulasi yang ditampilkan pada alat OTDR digunakan panjang gelombang sebesar 1310 nm.

3. Rugi-rugi Rayleigh disebabkan karena pada waktu penyebaran, banyaknya sinar yang keluar dari kabel fiber optic kondisinya sudah tidak layak dipakai.

4. Rugi-rugi penggandengan terjadi saat tidak optimalnya konektor yang dipakai dan terjadinya perbedaan diameter core pada saat instalasi.

5. Rugi-rugi penyambungan disebabkan pada waktu proses pemasangan kabel kemungkinan terjadi adanya noise di dalam core sehingga hasil penyambungan core tidak optimal.

6. Semakin besar radius lekukan maka semakin besar rugi-rugi yang ditimbulkan.

7. Rugi-rugi konektor dipengaruhi oleh adanya ketidakseimbangan besarnya daya sebelum koneksi dan sesudah koneksi. Kualitas konektor juga sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya rugi-rugi yang ditimbulkan.


(1)

Setelah dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan OTDR maka di dapat hasil seperti Gambar 4.13

Gambar 4.13 Terdeteksi Titik Yang Putus

Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan hasil grafik yang langsung drop ketika pada lokasi 1,7752 Km. Penjelasan dari grafik tersebut adalah terjadinya kabel yang terputus di lokasi 1,7752 Km, setelah mendapatkan informasi posisi terputusnya kabel maka dilakukan peninjauan ke lokasi tersebut. Dari hasil peninjauan didapatkan kesimpulan bahwa kabel terputus karena tidak sengaja terkena peralatan konstruksi proyek perbaikan jalan di daerah sekitar lokasi terputusnya kabel. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukan penyambungan (instalasi) kabel oleh petugas PT. TELKOM yang bersangkutan.

Pemeriksaan juga dilakukan pada jalur menuju daerah Kebomas untuk memastikan bahwa jalur kabel fiber optic yang telah diperbaiki karena terkena ranting pohon yang patah telah berjalan dengan baik.


(2)

Dari pemeriksaan yang dilakukan menggunakan OTDR yang sama maka didapatkan hasil seperti Gambar 4.14

Gambar 4.14 Tampilan OTDR Pada Jalur Kebomas

Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan hasil bahwa jalur tersebut telah berjalan dengan baik karena data terkirim sampai titik akhir yaitu di OTB receiver pada ruang transmisi gedung PT. TELKOM cabang Kebomas yang berjarak sekitar 19 Km dari tempat dilakukannya pengukuran. Dari hasil tersebut juga didapatkan pada panjang kabel fiber optic yang berjarak 7,2824 Km terdapat rugi-rugi sebesar -0,091 dB sedangkan pada panjang kabel fiber optic yang berjarak


(3)

keseluruhan sebesar 5,007 dB dengan splice loss sebesar -9,505 dB dan refleksi splice loss sebesar -21,215 dB.

Pengukuran dengan cara menggunakan OTDR dan perhitungan secara teori telah diperoleh hasil berupa grafik dan tabel yang dapat dijadikan bahan untuk membandingkan dan menganalisa data tersebut. Pada proses pemeriksaan jalur juga mendapatkan hasil berupa grafik dari OTDR sehingga dapat mengetahui apabila terjadi jalur yang rusak dan dapat segera memperbaikinya. Karena proses pengukuran dan pemeriksaan mendapatkan hasil-hasil yang cukup konkrit maka pelaksanaan pengukuran dan pemeriksaan jalur kabel fiber optic telah berjalan dengan lancar.


(4)

BAB V PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

1. Secara umum rugi-rugi yang terjadi pada fiber optic yaitu rugi-rugi penyebaran Rayleigh, rugi-rugi penggandengan, rugi-rugi penyambungan dan rugi-rugi pembengkokan sedangkan rugi-rugi redaman pada konektor merupakan rugi-rugi tambahan yang terjadi di fiber optic.

2. Untuk analisis rugi-rugi pada fiber optic dengan melihat hasil simulasi yang ditampilkan pada alat OTDR digunakan panjang gelombang sebesar 1310 nm.

3. Rugi-rugi Rayleigh disebabkan karena pada waktu penyebaran, banyaknya sinar yang keluar dari kabel fiber optic kondisinya sudah tidak layak dipakai.

4. Rugi-rugi penggandengan terjadi saat tidak optimalnya konektor yang dipakai dan terjadinya perbedaan diameter core pada saat instalasi.

5. Rugi-rugi penyambungan disebabkan pada waktu proses pemasangan kabel kemungkinan terjadi adanya noise di dalam core sehingga hasil penyambungan core tidak optimal.


(5)

8. OTDR sangat cocok digunakan untuk proses pengukuran dan pemeriksaan jalur kabel fiber optic.

9. Meski dalam keadaan baik suatu jalur bisa mengalami rugi-rugi pada beberapa titik dan akan menyebabkan melemahnya data yang diterima. 10. Faktor penyebab terputusnya jalur kabel fiber optic yang sering terjadi

adalah terkena peralatan pada saat ada penggalian proyek perbaikan jalan atau gedung, terkena ranting pohon yang patah dan faktor alami seperti umur kabel yang sudah tua, faktor cuaca, dimakan hewan pengerat, dan lain sebagainya.

5.2. SARAN

Selama melaksanakan kerja praktek dan menyusun laporan, serta ditunjang oleh pengamatan dan pengalaman yang di dapat dari informasi serta data-data yang diperoleh, penulis menyimpulkan saran bahwa untuk mendapatkan hasil nilai pengukuran fiber optic yang sesuai maka perlu diadakan pengamatan di lapangan dan optimasi fiber optic yang berkelanjutan serta perlu ditunjang peralatan ukur yang lebih lengkap dan canggih sehingga akan lebih mudah memahami alat tersebut.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Coolen. John and Dennis Roddy, Electronic Communications, Third Edition, Reston Pbl.Com inc, 1984.

2. Freeman. Roger L, Telecommunications Transmission Handbook, Fourth Edition, John Wiley And Sons inc, 1998.

3. Kantor Perusahaan PT Telkom, Divisi Operation and Maintanance Network, Karakteristik FO.

4. Kantor Perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia, Laboratorium JARLOKAF, Divisi Riset Teknologi Informasi, Jarinagn Lokal Akses Fiber (JARLOKAF). 5. Manolakis. Dimitris G and John G. Proakis,Digital Signal Processing;

Principle, Algoritms, and Applications, Third Edition, Prentice Hall inc, 1995. 6. Mooney. William J, Optoelectronic devices and Principles, Prenticce Hall