Pengurangan Dosis Pupuk Anorganik Dengan Pemberian Kompos Blotong Pada Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum) Lahan Kering

PENGURANGAN DOSIS PUPUK ANORGANIK DENGAN PEMBERIAN
KOMPOS BLOTONG PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum) LAHAN KERING

MOHD AZREE BIN JAILI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengurangan Dosis
Pupuk Anorganik dengan Pemberian Kompos Blotong pada Budidaya Tanaman
Tebu (Saccharum officinarum) Lahan Kering adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir diskripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015
Mohd Azree Bin Jaili
NIM A24118005

ABSTRAK
MOHD AZREE BIN JAILI. Pengurangan Dosis Pupuk Anorganik dengan
Pemberian Kompos Blotong pada Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum) Lahan Kering. Dibimbing oleh PURWONO.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengurangan dosis pupuk
anorganik dengan pemberian kompos blotong pada budidaya tanaman tebu lahan
kering. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sengon, Kecamatan Prambanan,
Kabupaten Klaten di bawah PT. Madubaru, Yogyakarta pada bulan Desember
2014 hingga Juni 2015. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap
teracak satu faktor. Dosis pemupukan yang digunakan adalah P1 (kompos blotong
tanpa pupuk anorganik), P2 (kompos blotong + 50 % pupuk anorganik), P3
(kompos blotong + 75 % pupuk anorganik), P4 (kompos blotong + 100 % pupuk
anorganik) dan P5 (100 % pupuk anorganik tanpa kompos blotong). Dosis

pemberian kompos blotong adalah 5 ton ha-1 dan pupuk anorganik (ZA dan
Phonska) masing-masing adalah 5 kuintal (ku) ha-1. Peubah yang diamati adalah
jumlah batang per meter juring, panjang batang, diameter batang, bobot tebu, luas
daun, klorofil daun dan produktivitas tebu. Hasil penelitian menunjukkan dosis
pemupukan anorganik 75 % dengan kompos blotong tidak berbeda nyata dengan
dosis pemupukan anorganik 100 % tanpa kompos blotong terhadap produktivitas.
Kata kunci: tebu, dosis, kompos blotong, anorganik, lahan kering

ABSTRACT
MOHD AZREE BIN JAILI. Dose Reduction of Inorganic Fertilizer with Filter
cake Compost on the Upland Sugarcane (Saccharum officinarum) Cultivation.
Supervised by PURWONO.
This research was conducted to study the dose reduction of inorganic
fertilizer added with filter cake compost on the upland sugarcane cultivation. This
research was held at the Sengon Village, District of Prambanan, Klaten Regency
under PT. Madubaru, Yogyakarta in December 2014 until June 2015. This study
was randomized by a complete block design group with one factor. The treatment
doses of fertilizer used were P1 (filter cake compost without inorganic fertilizer),
P2 (filter cake compost + 50 % inorganic fertilizer), P3 (filter cake compost + 75
% inorganic fertilizer), P4 (filter cake compost + 100 % inorganic fertilizer) and

P5 (100 % inorganic fertilizer without filter cake compost). The dosage of
filtercake compost were 5 tons ha-1 and inorganic fertilizers (ZA and Phonska)
were 5 q ha-1. Variables measured were the number of stem/meter row, stem
length, stem diameter, the weight of the cane, leaves area and leaves chlorophyll.
The result showed the dosage of 75 % inorganic fertilizer with filter cake compost
is not differently to 100 % inorganic fertilizer without filter cake compost to the
number of production.
Keywords: sugarcane, dosage, filter cake compost, inorganic, upland

PENGURANGAN DOSIS PUPUK ANORGANIK DENGAN PEMBERIAN
KOMPOS BLOTONG PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum) LAHAN KERING

MOHD AZREE BIN JAILI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Pengurangan Dosis Pupuk Anorganik dengan Pemberian Kompos
Blotong pada Budidaya Tanaman Tebu

Lahan Kering
Nma
NIM

: Mohd Azree Bin J aili
: A24118005

Disetujui oleh

Dr Ir Purwono, MS

Pembimbing

Tanggal Lulus:

c

-B 0 CT 2015

(Saccharum oficinarum)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul Pengurangan Dosis Pupuk Anorganik dengan Pemberian Kompos
Blotong pada Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) Lahan Kering.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan jutaan terima kasih yang tidak
terhingga kepada:
1. Ayah dan ibu yang sentiasa sabar menanti keberhasilan anak pertama
mereka ini dalam mencapai segulung ijazah dan segala bentuk
dukungan material dan mental yang tidak pernah putus hingga saat ini.

2. Dr Ir Purwono, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan waktunya dalam penulisan skripsi ini.
3. Ir Megayani Sri Rahayu, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan bimbingan dan semangat sepanjang
perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.
4. Dr Ir Heni Purnamawati, MSc Agr dan Dr Ir Supijatno, MSi Sebagai
dosen penguji ujian skripsi yang telah banyak memberikan saran
terhadap skripsi penulis.
5. Dr Ir Made Arwini Wiendi, MSc selaku dosen moderator dalam seminar
hasil penelitian.
6. Pabrik Gula Madukismo, Yogyakarta yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Staf Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Institut Pertanian Bogor yang membantu dalam memperoleh hasil
analisis kimia tanah dan kompos blotong.
8. Bapak dan ibu dosen AGH Institut Pertanian Bogor yang telah banyak
memberikan ilmunya kepada penulis.
9. Tunangan saya Noorsyakilah Binti Mohamud yang telah banyak
memberikan semangat dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 48 dan teman-teman

Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia (PKPMI) yang
telah banyak memberikan dukungan semangat selama ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan
skripsi ini. Namun semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca sebagai
referensi untuk penelitian maupun hal-hal yang bersangkutan dengan pendidikan.

Bogor, Oktober 2015
Mohd Azree Bin Jaili

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu

2

Syarat Tumbuh Tanaman Tebu

3

Karakteristik Lahan Kering

4

Kompos Blotong

4

Manfaat Kompos Blotong


5

METODE PENELITIAN

6

Waktu dan Tempat

6

Bahan dan Alat

6

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

7

Perlaksanaan Penelitian


7

Pengamatan

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Hasil

10

Pembahasan

15

KESIMPULAN DAN SARAN

18

Kesimpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Hasil analisis kimia tanah sebelum dilakukan pemupukan anorganik
dengan kompos blotong
Hasil analisis kimia kompos blotong
Rekapitulasi sidik ragam perlakuan pemupukan anorganik dengan
kompos blotong terhadap peubah tanaman tebu
Luas daun dan kandungan klorofil pada perlakuan pemupukan anorganik
dengan kompos blotong
Bobot tebu per meter dan diameter batang pada perlakuan pemupukan
anorganik dengan kompos blotong
Jumlah batang per meter juring dan panjang batang pada perlakuan
pemupukan anorganik dengan kompos blotong
Hasil taksasi dan pendugaan hasil panen pada perlakuan pemupukan
anorganik dengan kompos blotong
Hasil analisis kimia tanah setelah dilakukan pemupukan anorganik
dengan kompos blotong

10
11
11
12
12
13
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Deskripsi Tebu varietas Bululawang (BL)
Denah petak penelitian
Denah letak juringan tanaman
Kriteria penilaian sifat kimia tanah
Hasil analisis tanah sebelum perlakuan
Standar mutu pupuk organik
Kandungan unsur hara kompos blotong
Hasil analisis kimia tanah setelah dilakukan pemupukan anorganik
dengan kompos blotong (P1 – P3)
Hasil analisis kimia tanah setelah dilakukan pemupukan anorganik
dengan kompos blotong (P4 – P5)

23
24
25
26
27
28
29
30
31

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Curah hujan wilayah Kabupaten Klaten 2014 dan 2015
Kompos blotong yang diperoleh dari Pabrik Gula Madukismo
Persiapan lahan penelitian
Benih tebu diseleksi dan disortasi.
Pemupukan pertama pada saat tanaman tebu berumur 4MST
Pembumbunan pertama pada saat tanaman tebu 4 MST
Pengukuran panjang batang dengan mengunakan penggaris
Pengamatan diameter batang dengan mengunakan jangka sorong digital
Pengukuran klorofil daun tebu
Pengambilan sampel tanah pada saat umur tebu 4BST.
Diagram segitiga tekstur

32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gula kristal putih (GKP) adalah hasil pengolahan tebu yang merupakan
salah satu komonitas strategis dalam perekonomian Indonesia. Kebutuhan gula
kristal putih dalam negeri selalu meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah
penduduk dan bertambahnya industri yang menggunakan bahan baku gula,
sehingga kebutuhan gula akan semakin meningkat sementara produksi gula
nasional masih belum mampu memenuhi hal tersebut. Pada tahun 2014 luas areal
lahan tebu seluas 476 735 ha dengan produksi gula nasional sebesar 2 632 424 ton
(BPS 2015). Sementara kebutuhan gula nasional diperkirakan pada tahun 2015
mencapai 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,8 juta ton gula kristal putih (GKP) untuk
konsumsi langsung masyarakat dan 2,9 juta ton gula kristal rafinasi (GKR) untuk
memenuhi kebutuhan industri (Kemenperin 2015). Hal ini menyebabkan impor
gula mentah (raw sugar) semakin meningkat untuk mengimbangi kebutuhan gula
dalam negeri.
Faktor utama menurunnya produktivitas, tebu adalah karena pergeseran
areal pertanaman tebu dari lahan sawah ke lahan kering. Menurut Sastrosumarjo
(1995), permasalahan yang dihadapi dalam penanaman tebu lahan kering karena
kandungan liat dan besi yang tinggi dan disertai rendahnya kandungan bahan
organik yang mengakibatkan tanah peka terhadap erosi dan pemadatan tanah.
Selain itu tanah bersifat masam, kesuburan tanah rendah, serta aktivitas liat rendah.
Kebutuhan unsur hara yang tinggi pada tanaman tebu menyebabkan kemerosotan
yang cepat akan unsur hara di dalam tanah. Tanah yang sangat subur sekalipun
tidak akan dapat terus-menerus menyediakan sejumlah hara yang begitu tinggi
selama beberapa tahun (Purwanti 2008). Usaha peningkatan kualitas lahan kering
untuk budidaya tebu sangat diperlukan. Pemupukan anorganik dengan kompos
blotong merupakan salah satu modifikasi aspek budidaya yang mempunyai
peranan penting dalam sistem pengelolaan tanaman tebu lahan kering.
Terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya penurunan produktivitas
dan kualitas tanaman tebu dalam industri gula nasional, antara lain terjadinya
penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan tanpa diimbangi dengan pupuk
organik hingga menyebabkan degradasi kesuburan lahan. Pupuk anorganik adalah
sumber hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan bertujuan untuk menambah sumber
hara yang tersedia di dalam tanah. Penggunaan pupuk anorganik yang terus
menerus mengakibatkan tanah berubah secara fisik dan kimia menjadi buruk
hingga menurunkan produktivitas tanaman tebu. Selain itu, pupuk anorganik dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal ini
adalah dengan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan memanfaatkan hasil
sampingan gula berupa kompos blotong (Ditjenbun 2015).
Blotong atau disebut “filter cake” adalah kotoran nira tebu dari proses
pengendapan yang dipisahkan dalam proses pemurnian nira. Pada proses
pengendapan ini akan menghasilkan nira jernih (clarified juice) dan nira kotor
(mud juice). Nira kotor yang dihasilkan akan diproses lagi untuk dipisahkan antara
zat padat dengan larutannya sehingga dihasilkan nira tapis dan blotong. Persentase
blotong ini cukup tinggi yaitu 3-5 % dari bobot tebu. Komponen kompos blotong

2
terdiri dari wax dan lemak kasar 5-14 %, protein kasar 5-15 %, sabut 15-30 %,
gula 5-15 %, total abu 9-20 %, SiO2 4-10 %, CaO 1-4 %, P2O5 1-3 % dan MgO 51.5 % (Lahuddin 1996). Kompos blotong dapat menyumbangkan unsur hara
makro seperti N, P2O5, K2O, dan Mg serta unsur hara mikro seperti Fe, Mn, Zn,
Mo, dan B ke dalam tanah. Hal ini berarti bahwa selain dapat memperbaiki sifat
fisik tanah, kompos blotong juga berguna sebagai sumber hara yang dapat
menguntungkan tanaman tebu lahan kering. Hasil sampingan gula tersebut dapat
dimanfaatkan menjadi salah satu alternatif solusi sebagai kompos organik dalam
budidaya tanaman tebu di lahan kering untuk meningkatkan produktivitas tebu
lahan kering.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai seberapa efektif
pengaruh kombinasi dosis pupuk anorganik dengan pemberian kompos blotong
yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman tebu lahan
kering.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos
blotong dari pengurangan pupuk anorganik pada tanaman tebu.

Hipotesis
1. Pemberian kompos blotong dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
2. Pemberian kompos blotong dapat meningkatkan produktivitas tebu.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penggunaan pupuk anorganik dengan pemberian kompos blotong yang efektif
untuk meningkatkan produktivitas tebu lahan kering.

TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk tanaman C4 yang
sudah mengalami adaptasi dari tanaman liar (Saccharrum robustum L.). Tebu
termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminales
dan famili Graminae (Deptan 2005). Dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya dapat dibagi menjadi dua bagian penting, yaitu secara vegetatif
dan reproduktif. Penggolongan ini sangat penting diketahui mengingat tujuan
akhir pengusahaan tanaman tebu adalah hasil gula (sukrosa) yang merupakan
resultan dari hasil batang tebu dan kandungan gula yang dikandungnya. Faktor

3
yang mempengaruhi hasil tanaman tebu adalah varietas, lingkungan termasuk
tanah, iklim, suplai air, teknik budidaya, dan umur tanaman.
Secara umum tanaman tebu dikembangbiakkan secara vegetatif
menggunakan stek tanaman. Pertumbuhan tebu dibagi menjadi 4 fase, yaitu (1)
perkecambahan sampai dengan tunas muncul di permukan tanah; (2)
pembentukan anakan sampai dengan pembentukan kanopi secara penuh; (3)
pembentukan dan pemanjangan batang; dan (4) pematangan (Wiedenfeld 2000).
Batang tebu padat, tidak bercabang dengan buku-buku (bagian tumbuhnya
mata dan akar) dan internode (ruas-ruas batang). Daun-daun melekat pada batang
pada bagian dasar node, bergantian dalam dua baris dengan berlawanan sisi.
Setiap daun terdiri atas dua bagian; pelepah dan lembaran daun (lamina) (James
2004). Pelepah berbentuk tabung yang berperan dalam fungsi struktural karena
mengandung proporsi sel kolenkema yang tinggi tapi proporsi sel fotosintetik
dalam jumlah yang rendah (Moore dan Botha 2014). Akar tumbuh sesaat setelah
stek ditanam, ada dua macam akar yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek
tumbuh dari cincin akar dan akar tunas tumbuh dari akar primordia tunas/anakan
yang baru tumbuh. Akar stek hidup hanya sementara dan digantikan oleh akar
tunas/anakan. Hidup akar tunas/anakan juga sementara, tetapi sistem akar secara
keseluruhan diperbaharui dengan setiap tunas/anakan yang tumbuh menghasilkan
akarnya sendiri (James 2004).

Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
Tanaman tebu lahan kering dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan
curah hujan berkisar antara 1000-1300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya
3 bulan kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah
pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm
per bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah
hujan 125 mm dan 4-5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm per bulan
yang merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan
generatif dan pemasakan tebu (Indrawanto et al. 2010).
Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrosa pada tebu
cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24º C sampai dengan
34º C dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10º C.
Pembentukan sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada
suhu 30º C. Sukrosa yang terbentuk akan disimpan pada batang dimulai dari ruas
paling bawah pada malam hari. Proses penyimpanan sukrosa ini paling efektif dan
optimal pada suhu 15º C. Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam
setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman
memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang
berawan pada siang hari akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibat
pada menurunnya proses fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat
(Indrawanto et al. 2010).

4
Persyaratan lahan yang dibutuhkan tanaman tebu adalah daerah dengan
ketinggian 0-1400 m di atas permukaan laut, tetapi mulai ketinggian 1200 m di
atas permukaaan laut pertumbuhan tebu relatif lambat. Bentuk lahan
bergelombang antara 0-15 % dengan kemiringan kurang dari 8 %, kemiringan
10 % dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisasi. Sifat fisik tanah yang
ideal adalah tanah gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang
sempurna. Tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan
air cukup dan porositas 30 %. Kedalaman solum minimal 50 cm dengan tidak ada
lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm (Deptan 2005).
Derajat kemasaman tanah untuk pertumbuhan tebu yang paling optimal
berkisar antara 6.0-7.5, namun masih toleran pada pH 4.5-8.5. Tanaman tebu
tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah Aluvial, Grumusol, Latosol
dan Regosol. Jenis tanah Latosol dan Podsolik Merah Kuning dengan solum
dalam, mempunyai struktur dan tekstur yang baik adalah jenis tanah yang
ditanami tebu di luar Jawa pada umumnya (Deptan 2005).

Karakteristik Lahan Kering
Menurut Kuntohartono, Sasongko dan Tarmani (1982) lahan tegalan/ lahan
kering adalah lahan yang dalam keadaan alamiah lapisan atas dan bawah tubuh
tanahnya (top dan subsoilnya) sepanjang tahun atau hampir sepanjang tahun tidak
jenuh air dan tidak tergenang. Budidaya tebu lahan tegalan bercirikan pada teknik
mengelola tebu tanpa pengairan (tadah hujan), pengolahan tanah dengan sistem
bajak, tanpa saluran drainase yang intensif, pertanaman yang dikelola sampai
keprasan kedua atau lebih, serta penggunaan tenaga kerja yang terbatas (72-120
hari kerja pria/hektar). Kendala-kendala produksi tebu di lahan tegalan antara lain
adalah potensi produktivitas yang lebih rendah daripada di lahan sawah
berpengairan, waktu penanaman dan pemeliharaan yang relatif sempit, serta
gangguan gulma dan hama cukup besar (Kuntohartono et al. 1982).
Ciri-ciri lahan kering yang lain yaitu kandungan liat dan besi yang tinggi dan
disertai rendahnya kandungan bahan organik mengakibatkan tanah menjadi peka
terhadap erosi dan pemadatan tanah. Kandungan besi yang tinggi mengakibatkan
rendahnya kapasitas menyimpan air pada akhirnya menghambat penetrasi akar
serta pertumbuhan akar. Tanah bersifat masam, kesuburan tanah rendah dan
kandungan bahan organik rendah. Sebagian besar areal lahan kering bagian hulu
di Indonesia bertopografi bergelombang (kemiringan lahan 8-15 %) dan berbukit
(15-30 %). Kejenuhan basa dan KTK rendah, serta kapasitas fiksasi fosfat tinggi.
Di kawasan Barat Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropik basah dan suhu tinggi,
sedangkan di kawasan Timur Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropik kering dan
suhu tinggi (Sastrosumarjo 1995).

Kompos Blotong
Menurut Kurniawan (1982) blotong merupakan sisa tapisan dari proses
pemurnian gula, mempunyai sifat sebagai bahan padat, tetapi kadang-kadang

5
tercampur dengan air bekas cucian tapisan sehingga dalam pabrik-pabrik tertentu
blotong yang dibuang tercampur dalam air. Menurut Tedjowahjono dan
Kurniawan (1982) blotong merupakan sisa tapisan, mempunyai sifat sebagai
bahan padat, berwarna hitam dan komposisinya bergantung pada proses pabrik
gulanya. Selain kandungan bahan organik, blotong juga kaya dengan unsur Ca (48 %), K2O (1.2-3.2 %) serta P2O5 (1.5-3.4 %). Jumlah basa-basa semakin
meningkat pada jenis blotong karbonatasi.
Kompos blotong dibuat dari campuran 60 % blotong dan 40 % abu ketel,
tiap satu ton dengan tambahan dua kilogram tetes yang dicampur dengan satu liter
EM4 dan 300 liter air. Langkah pertama dalam pembuatan kompos ini adalah
mencampurkan blotong dan abu ketel lalu diaduk hingga merata dan disiram
dengan campuran tetes, air dan EM4. Campuran ini diaduk merata dan ditutup
rapat. Bila suhu kompos melebihi 50º C maka tutup dibuka dan dibiarkan sampai
turun. Setelah lima hari kompos diangin-anginkan sebelum digunakan (Setiawan
2006).
Blotong sangat berguna dalam usaha memperbaiki sifat fisik tanah, sehingga
daya menahan airnya meningkat. Jumlah blotong berkisar antara 4-5 % berat tebu
dan untuk tiap ton blotong berkadar air 70 % mengandung hara setara dengan 28
kg ZA, 22 kg TSP dan 1 kg KCl (Suhadi et al. 1988). Hara tersebut mengandung
5.88 kg N, 9.9 kg P2O5 dan 0.6 kg K2O.
Tahap pertama pengomposan kompos blotong adalah pengeringan bahan
pada tanaman tebu. Pengeringan dilakukan dengan cara dijemur di bawah terik
matahari dengan melakukan pembolak-balikan bahan. Pengeringan dilakukan
sampai kondisi pada saat bahan terdekomposisi dan bisa dihancurkan dengan
crusher. Penghalusan dimaksudkan untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan
blotong sehingga membentuk butiran-butiran atau serbuk. Penghalusan secara
manual dengan cara ditumbuk. Penghalusan dengan mesin menggunakan mesin
crusher. Penggunaan mesin menghasilkan kompos yang lebih halus. Pengayakan
digunakan untuk mendapatkan ukuran yang seragam. Pengayakan menggunakan
ayakan (screen) halus. Pengayakan dilakukan secara menggunakan mesin ayak.
Bahan yang tidak lolos ayakan dikembalikan ke mesin penghalus/pencacah untuk
dihaluskan kembali. Bahan-bahan yang telah halus kemudian dicampur dengan
mesin mixer atau dapat dilakukan secara manual menggunakan sekop.
Pencampuran dilakukan sampai bahan tercampur dengan homogen.

Manfaat Kompos Blotong
Penelitian yang dilakukan Mulyadi (2000) menunjukkan bahwa pemberian
blotong nyata meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah rumpun, dan
bobot kering kering tebu bagian atas berumur 4 bulan yang ditanam di tanah
kandiudoxs. Dosis efektif yang digunakan adalah sekitar 40 ton ha-1 dibanding
perlakuan tanpa blotong. Hasil yang diperolehi menunjukkan peningkatan tinggi
tanaman 58 %, diameter batang sebesar 31 %, jumlah tanaman/rumpun sebesar
25 % dan bobot kering tanaman bagian atas sebesar 225 %.
Berdasarkan penelitian Parinduri (2005), dosis blotong 20 ton ha-1 saja dapat
meningkatkan jumlah anakan tebu 11.02 %, bobot kering tajuk 8.43 %, bobot
kering tanaman 5.33 %, bobot kering dan luas daun 20.43 % dibandingkan dengan

6
perlakuan pemupukan anorganik N, P2O5, K2O dan ZA. Sedangkan tinggi
tanaman menurun 7.69 %, diameter batang menurun 5.37 %, dan bobot kering
akar menurun 23.17 %.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kirana (2008), pengaruh pemupukan
kompos blotong terhadap pertumbuhan tanaman nyata pada jumlah daun 6 MST
dan diameter batang 12 MST. Pengaruh pemberian kompos blotong terhadap
pertumbuhan tebu lahan kering terjadi dalam waktu yang tidak secepat
penggunaan pemupukan anorganik. Pertumbuhan tinggi tanaman dan luas daun
tebu berjalan lebih lambat daripada tanpa pemberian kompos blotong. Dosis
kompos blotong 7.5 ton ha-1 sampai 10 ton ha-1 meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah daun, luas daun, dan jumlah anakan (umur tiga bulan setelah tanam)
daripada kontrol. Pada bobot kering akar dan bobot kering tajuk, pemberian
kompos blotong yang diberikan masih terlalu rendah untuk menghasilkan
pertumbuhan yang melebihi pertumbuhan tanaman tanpa kompos blotong. Dalam
penelitiannya, pemberian kompos blotong tidak meningkatkan sifat kimia tanah
tetapi meningkatkan unsur N dalam tanah daripada tanpa kompos blotong. Dosis
7.5 ton ha-1 sampai 10 ton ha-1 kompos blotong menghasilkan sifat kimia tanah
optimum bagi ketersediaan hara dalam tanah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwono (2011), dosis blotong
cukup nyata mempengaruhi frekuensi penyiraman. Di dalam penelitiannya,
aplikasi blotong 5 ton ha-1 dapat mengurangi frekuensi penyiraman dari tiap
minggu menjadi 2 minggu sekali. Aplikasi blotong harus diprioritaskan untuk
daerah-daerah yang memiliki kadar organik tanah