Pengelolaan tebu (Saccharum officinarum L.) di PT Gula Putih Mataram, Lampung Tengah dengan aspek khusus aplikasi blotong pada tanaman tebu lahan kering

PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.)
DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG TENGAH
DENGAN ASPEK KHUSUS APLIKASI BLOTONG
PADA TANAMAN TEBU LAHAN KERING

IKA YULI ASTUTI
A24063205

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
IKA YULI ASTUTI. Pengelolaan Tebu (Saccharum officinarum L.)
di PT Gula Putih Mataram, dengan Aspek Khusus Aplikasi Blotong pada
Tanaman Tebu Lahan Kering. Dibimbing oleh PURWONO.
Tebu merupakan bahan baku dalam pembuatan gula. Selain menghasilkan
gula, pabrik gula juga menghasilkan produk samping padat yang berupa ampas,
blotong, dan abu. Masalah yang dihadapi dalam budidaya tanaman tebu adalah
adanya peralihan budidaya dari lahan sawah ke lahan kering. Budidaya tebu lahan

kering memiliki masalah yaitu kandungan bahan organik yang rendah.
Kegiatan magang dilaksanakan di PT Gula Putih Mataram, Lampung
Tengah sejak 15 Maret hingga 15 Juli 2010. Kegiatan magang ini memiliki tujuan
umum untuk mengetahui dan memahami proses kerja secara nyata di lapangan
serta membandingkan teori yang telah dipelajari dengan kondisi nyata di
lapangan. Selain itu, untuk mempelajari teknik budidaya tebu di lahan kering.
Tujuan khususnya untuk mempelajari manajemen aplikasi blotong dan
mengetahui pengaruh aplikasi blotong pada tanaman tebu lahan kering di PT Gula
Putih Mataram. Metode yang dilakukan merupakan metode langsung yaitu dengan
mengikuti kegiatan di lapangan secara langsung yang terdiri atas aspek teknis,
aspek manajerial, dan aspek khusus. Selain itu, digunakan metode tidak langsung
yang diperoleh dari arsip di PT Gula Putih Mataram sebagai sumber data.
Luas areal tanam PT Gula Putih Mataram selama lima tahun terakhir terus
mengalami perluasan areal tanam, tetapi hasil produksi tebu dan produksi gula
cenderung berfluktuasi. Produksi terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar
1 506 954.06 ha tebu dan menghasilkan 136 736.26 ton gula. Penurunan produksi
disebabkan oleh kemarau panjang saat musim tanam dan pemberian irigasi yang
kurang maksimal.
Masalah yang dihadapi pada budidaya tebu di PT Gula Putih Mataram
yaitu kurangnya kandungan bahan organik tanah, sehingga perlu penambahan

bahan organik. Salah satu hasil samping pabrik gula yang dapat dijadikan sumber
bahan organik adalah blotong. Pada musim giling tahun 2009 jumlah blotong
yang dihasilkan sebanyak 5.01 ton/ha. Kebutuhan blotong di lahan adalah

2
40 ton/ha, sehingga blotong yang dihasilkan tidak dapat diberikan ke seluruh
wilayah PT Gula Putih Mataram. Aplikasi blotong diprioritaskan untuk lahan
replanting cane (RPC) yang dekat dengan pabrik, daerah miring (perimeter), dan
memiliki kandungan bahan organik rendah.
Pengangkutan blotong menggunakan

dumptruck dengan kapasitas

8 – 10 ton. Jarak tempuh dumptruck < 10 km karena jumlah dumptruck yang
tersedia tidak mampu menangani jumlah blotong yang dihasilkan oleh pabrik.
Apabila dumptruck tidak mampu menangani jumlah blotong yang keluar dari
pabrik maka blotong dibuang di lahan kosong dekat dengan pabrik (emergency).
Pembuangan blotong di emergency sering mengganggu kenyamanan karyawan
harian yang tinggal di sekitarnya. Penyebaran blotong di lahan dilakukan sebelum
pengolahan tanah dengan dosis 40 ton/ha. Akan tetapi, jumlah blotong yang

diberikan setiap satu hektar lahan berbeda-beda. Penyebaran dilakukan
menggunakan tenaga manusia dengan kapasitas kerja 20 – 30 ton/orang.
Pada musim giling tahun 2009 produksi tebu PT Gula Putih Mataram
sebesar 1 738 592. 08 ton tebu dan menghasilkan 111 965.33 ton blotong. Apabila
dalam satu musim giling terdapat 180 hari, maka rata-rata jumlah blotong yang
dihasilkan yaitu 622.03 ton/hari sehingga jumlah dumptruck yang dibutuhkan
sebanyak 16 unit (asumsi kapasitas dumptruck 8 ton dan mampu mengangkut
sebanyak 5 rit blotong). Akan tetapi, dumptruck yang tersedia di PT Gula Putih
Mataram sebanyak 6 unit, sehingga perlu penambahan unit dumptruck agar
blotong tidak dibuang di emergency.
Berdasarkan pengamatan terhadap tiga varietas tebu yaitu GP95-316,
GP95-218, dan TC 09, aplikasi blotong tidak berpengaruh secara nyata terhadap
tinggi batang, diameter batang, jumlah batang per meter dan produktivitas tebu.
Aplikasi di PT Gula Putih Mataram bertujuan untuk mengatasi limbah blotong
sehingga jumlah blotong yang diberikan ke lahan dan teknik aplikasi blotong
kurang diperhatikan. Selain itu, nisbah C/N ratio blotong yang tinggi
menyebabkan blotong sulit terdekomposisi secara alami sehingga unsur hara yang
terkandung dalam blotong tidak dapat tersedia langsung untuk tanaman tebu.

Abstract

Internship activities was be held in PT Gula Putih Mataram, Lampung Central
15 March until 15 July 2010. The purpose of this internship is to learn the techniques of
sugarcane cultivation in dry land. The method is the direct and indirect methods. to
specific aspects of application management filtercake observed. Observations made
among others, the shape and nature of filtercake, filtercake per hectare needs,
priorities of land given filtercake, the process of transporting filtercake from the
factory, how the spread of filtercake in the fields, and observing the effect on sugarcane
crop. Filtercake is the result of solid waste in processing sugarcane juice
purification. Filtercake shaped like land and having the main content of C (35.52 %), N
(0.82 %), P (0.97 %), K (0.26 %), Ca (1.83 %), Mg (0.23 %), dan S (0.09 %) .
Filtercake needs for one hectare of land is 40 tons. However, based on field
observations the average amount filtercake are given per hectare of land that is 54.60
tons. Priority determination of land based on mileage dumptruck from the factory (< 10
km). Filtercake applied directly to the land by way of land sown before processing.
Transportation of filtercake is using dumptruck with a capacity of 8-10 tons. Spread of
filtercake by using human power with a capacity of 24-30 kg/person. Observations
indicate that the application of filtercake did not effect significantly on the growth of
sugarcane crop. Filtercake application is intended to overcome the sugar mill waste, so
that less attention filtercake application techniques.
Keywords : Sugarcane, dry land, filtercake


PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.)
DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG TENGAH
DENGAN ASPEK KHUSUS APLIKASI BLOTONG
PADA TANAMAN TEBU LAHAN KERING

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Ika Yuli Astuti
A24063205

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul


Nama
NRP

: PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.)
DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG
TENGAH DENGAN ASPEK KHUSUS APLIKASI
BLOTONG PADA TANAMAN TEBU LAHAN
KERING
: IKA YULI ASTUTI
: A24063205

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Purwono, MS.
NIP. 19580922 198203 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura


Agus Purwito
NIP. 19610106 198503 2 002

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Boyolali, Jawa tengah pada tanggal 3 Juli 1988.
Penulis merupakan anak pertama dari bapak Bagiya dan ibu Darminiatun.
Pendidikan yang telah diselesaikan oleh penulis adalah TK Satya Dharma
Sudjana Gunung Madu, Lampung tahun 1993; SD N 1 Gunung Madu, Lampung
tahun 1999; SMP Satya Dharma Sudjana Gunung Madu, Lampung tahun 2003;
dan SMU Bhinneka Karya 2 Boyolali tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan masuk ke Departemen Agronomi dan
Hortikultura pada tahun berikutnya.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengelolaan Tebu (Saccharum officinarum L.) di PT Gula Putih Mataram,
Lampung Tengah dengan Aspek Khusus Aplikasi Blotong pada Tanaman
Tebu Lahan Kering.”
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan kedua orang tua dan
keluarga yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Purwono, MS selaku dosen
pembimbing skripsi, Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dan Dr. Ir. Sugiyanta MSi. selaku
dosen penguji.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ir. H. Wahyu S. S. selaku
pembimbing lapang, Ir. Andi Heruwibowo beserta staf MIS Plantation dan
Ir. Asrul Hasibuan untuk semua data yang penulis peroleh, serta seluruh staf
plantation yang telah membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan magang
khususnya mas Imam E., mas Wicaksono, pak S. Joko, pak Jumiatno, pak Rohadi,
dan pak Edi M.
Ucapan terimakasih juga penulis berikan kepada teman – teman AGH 43
atas kebersamaannya selama tiga tahun ini, teman terdekat penulis (Vivi) atas
kebaikan dan kedewasaannya sampai saat ini serta Aa Ula atas dukungan dan
pengertiannya selama ini.
Semoga Allah SWT. memberikan balasan yang terbaik untuk mereka dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2011
Ika Yuli Astuti

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
PENDAHULUAN ............................................................................
Latar Belakang...................................................................................
Tujuan ...............................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
Budidaya Tebu di Lahan Kering ........................................................
Proses Pengolahan Tebu ....................................................................
Aplikasi Bahan Organik di Lahan Kering...........................................


METODE MAGANG ......................................................................
Tempat dan Waktu.............................................................................
Metode Pelaksanan ............................................................................
Pengamatan dan Pengumpulan Data...................................................
Analisis Data dan Informasi ...............................................................

KEADAAN UMUM ........................................................................
Sejarah Perusahaan ............................................................................
Letak Geografi dan Topografi ............................................................
Keadaan Iklim dan Tanah ..................................................................
Luas Areal dan Tata Guna Lahan .......................................................
Keadaan Tanaman dan Produksi ........................................................
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ...........................................
Keragaan Pabrik.................................................................................

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ...............................
Aspek Teknis .....................................................................................
Persiapan lahan (land preparation)................................................
Penanaman....................................................................................

Pemeliharaan tanaman secara mekanis (mecanical maintenace) ....
Pemeliharaan tanaman secara manual (manual maintenace) ..........
Pengendalian gulma tanaman tebu.................................................
Panen (Harvesting)........................................................................
Pengolahan hasil ...........................................................................
Aspek Manajerial...............................................................................
Pengumpulan Data, Pelaporan, dan Sistem Pembayaran ................

PEMBAHASAN ...............................................................................
Aspek Teknis .....................................................................................
Aplikasi Blotong................................................................................

iv
v
vii
1
1
2
3
3
4
5
7
7
7
7
9
10
10
11
12
12
13
14
16
17
17
17
29
34
38
41
44
49
53
54
55
55
55

iii

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
Kesimpulan........................................................................................
Saran .................................................................................................

57
57
58

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................

59

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan PT GPM, 2009 .........................

12

2.

Data Produksi PT GPM Tahun 2005 – 2009 .................................

14

3.

Jumlah Karyawan dan Tenaga Harian di Departemen Plantation,
PT GPM 2009.............................................................................. 15

4.

Kandungan Unsur Hara Blotong...................................................

20

5.

Jumlah Blotong yang Diberikan pada Lima Petak Pengamatan .....

22

6.

Rata-Rata Tinggi Tebu pada Umur 3, 6, dan 9 Bulan pada Tiga
Varietas ....................................................................................... 23

7.

Rata-Rata Diameter Batang Tebu pada Umur 3, 6, dan 9 Bulan
pada Tiga Varietas ....................................................................... 24

8.

Rata-Rata Jumlah Batang Tebu pada Umur 3, 6, dan 9 Bulan pada
Tiga Varietas ............................................................................... 24

9.

Data Hasil Produktivitas Tebu pada Tiga Varietas tahun 2009......

25

10. Dosis Pemupukan pada Tanaman RPC maupun RC......................

37

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Kegiatan field shape dan levelling................................................

17

2.

Kondisi lahan yang telah di kapur ................................................

18

3.

Kegiatan brushing........................................................................

19

4.

Aplikasi stillage pada lahan RC ...................................................

19

5.

Bentuk blotong ............................................................................

20

6.

Pengangkutan blotong di pabrik dan pembongkaran di lapang .....

21

7.

Penyebaran blotong di lahan ........................................................

23

8.

Kegiatan pembajakan...................................................................

25

9.

Kegiatan track marking................................................................

27

10. Kegiatan ripping ..........................................................................

28

11. Kegiatan furrowing dan basalt .....................................................

29

12. Menebang tebu di kebun bibit ......................................................

30

13. Pembongkaran bibit tebu di lahan ................................................

31

14. Bentuk sistem double overlapping 25 % ......................................

31

15. Pencacahan bibit dengan menggunakan golok tebang ..................

32

16. Irigasi dengan springkler pada lahan RPC....................................

33

17. Penutupan bibit setelah dicacah....................................................

33

18. Pemadatan menggunakan traktor khusus......................................

34

19. Kegiatan pengeprasan tunggul .....................................................

35

20. Kegiatan kultivasi pada tanaman RPC dan RC .............................

36

21. Kegiatan pemupukan dengan FA Pedang .....................................

37

22. Kegiatan FA combine ..................................................................

38

23. Peletakan bibit saat penyulaman ..................................................

38

24. Hasil kegiatan klentek dan ganco .................................................

40

25. Pre emergence menggunakan boom sprayer ................................

42

26. Post emergence menggunakan knapsack sprayer .........................

43

27. Penyiangan gulma merambat .......................................................

43

28. Aplikasi ripener pada areal yang akan di tebang...........................

46

29. Pembakaran Tebu sebelum ditebang ............................................

47

vi
30. Penumpukan tebu yang telah ditebang pada barisan .....................

48

31. Pemuatan tebu ikat ke truk pengangkut ........................................

48

32. Pemuatan tebu urai di lahan .........................................................

49

33. Meja tebu (feeding table) .............................................................

50

34. Metode Pembongkaran Tebu ke dalam feeding table....................

51

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Layout Petak Pengamatan .............................................................

62

2.

Peta Wilayah PT Gula Putih Mataram...........................................

63

3.

Struktur Organisasi Departemen Plantation PT GPM ....................

64

4.

Cara Peletakan Blotong di Lahan ..................................................

65

5.

Rata-Rata Curah Hujan PT GPM tahun 2000 – 2009.....................

66

6.

Data Rata-Rata Temperatur (ºC) Tahun 1999 – 2009, PT GPM.....

67

7.

Data Rata-Rata Kelembaban (%) Tahun 1999 – 2009, PT GPM....

68

8.

Analisis Tanah PT GPM ...............................................................

68

9.

Kandungan Unsur Hara Limbah Pabrik.........................................

70

10. Jurnal Harian Kegiatan Magang Penulis........................................

71

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan iklim tropis. Disinilah tumbuh
subur tanaman tebu dan bahkan Indonesia dikenal sebagai cikal bakal tebu dunia.
Tebu adalah bahan baku dalam pembuatan gula. Berdasarkan data Dewan Gula
Indonesia (2010), jumlah pabrik gula yang aktif pada musim giling tahun 2009
terdapat 61 pabrik gula di Indonesia yang aktif giling yaitu 49 di Jawa, 8 di
Sumatera dan 4 di Sulawesi. Luas areal perkebunan tebu nasional yaitu
443 832 ha dan produksi gula nasional tahun 2009 sebesar 2.85 juta ton/ha.
Peningkatan produksi tebu tersebut didukung oleh harga gula yang terus
meningkat, sehingga mendorong minat petani untuk menanam tebu.
Permasalahan budidaya tebu saat ini adalah adanya peralihan penanaman
tebu dari lahan sawah ke lahan kering. Menurut Arenloveu (2010) kendala
produksi di lahan kering antara lain rendahnya kesuburan tanah, tidak tersedianya
air sepanjang tahun, suhu yang tinggi, ketidakmerataan curah hujan dan
kerentanan tanah terhadap erosi. Pengolahan tanah yang intensif juga dapat
mempengaruhi rendahnya produktivitas lahan. Menurut Soepardi (1983),
pengolahan tanah yang terlalu sering mengakibatkan pengoksidasian bahan
organik. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas lahan perlu dilakukan
penambahan bahan organik.
Blotong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Berdasarkan hasil
analisis blotong diperoleh bahwa blotong mengandung C organik sekitar
3.58 – 37.12 %, sehingga cukup potensial untuk digunakan sebagai sumber bahan
organik tanah (Deptan, 2004). Fathir (2007) menyatakan penggunaan kompos
blotong belum nyata meningkatkan serapan hara pada tanaman. Namun,
pemberian kompos blotong dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara N dan K.
Sedangkan Kirana (2008) menyatakan pemberian kompos blotong tidak nyata
meningkatkan sifat kimia tanah tetapi meningkatkan unsur N dalam tanah dan
basa Ca dibandingkan tanpa kompos blotong.

2
Proses pengolahan tebu menjadi gula ada tujuh tahapan yaitu
pengumpulan tebu, penggilingan tebu, pemurnian, penguapan, kristalisasi,
pemutaran dan pengeringan, serta pengarungan. Toharisman (1991) menyatakan
selain menghasilkan produk utama berupa gula, pabrik juga menghasilkan produk
samping padat yang berupa ampas (bagas), blotong, dan abu ketel. Ampas tebu
diperoleh dari proses penggiligan tebu (32 % dari bobot tebu), Blotong dihasilkan
dari proses pemurnian nira (4 %), dan abu ketel diperoleh dari sisa hasil
pembakaran ampas tebu sebagai bahan bakar boiler (0.3 %).
Lahan perkebunan PT Gula Putih Mataram merupakan lahan kering yang
memiliki bahan organik tanah yang rendah. Sehingga apabila lahan tersebut
digunakan secara terus menerus maka akan mengurangi kandungan bahan organik
dalam tanah dan secara tidak langsung dapat mengurangi produksi tebu. Oleh
karena itu diperlukan aplikasi blotong di lahan kering untuk dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Selain itu juga dapat meningkatkan
produktivitas tanaman.

Tujuan
Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah untuk mengetahui dan
memahami proses kerja secara nyata di lapangan serta membandingkan teori yang
telah dipelajari dengan kondisi nyata di lapangan. Selain itu juga untuk
mempelajari teknik budidaya tebu di lahan kering.
Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah untuk mempelajari
manajemen aplikasi blotong dan mengetahui pengaruh aplikasi blotong pada lahan
kering di PT Gula Putih Mataram.

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Tebu di Lahan Kering
Budidaya tebu adalah upaya menciptakan kondisi fisik lingkungan
tanaman tebu, berdasarkan ketersediaan sumberdaya lahan, alat dan tenaga yang
memadai agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya, sehingga
menghasilkan produksi (gula) seperti yang diharapkan. Dewasa ini budidaya yang
efisien adalah pengelolaan tanaman tertentu yang diusahakan menyesuaikan
dengan lingkungan agroklimat (ketersediaan lahan). Karekteristik agroklimat
terdiri dari iklim, kesuburan tanah dan topografi. Budidaya tebu hendaknya
menyesuaikan dengan kondisi karakteristik agroklimat di lahan tegalan yang
umumnya dijumpai untuk tanaman tebu. Produktivitas tebu ditentukan oleh
karakteristik agroklimat yang paling minimum (Cerianet, 2008).
Permasalahan budidaya tebu saat ini salah satunya karena adanya
peralihan lahan dari lahan sawah ke lahan kering. Menurut Mulyani et al. (2003)
lahan kering didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang tidak pernah
digenangi atau tergenang air pada sebagian waktu dalam setahun. Budidaya tebu
lahan tegalan bercirikan pada teknik mengelola tebu tanpa pengairan (tadah
hujan), pengolahan tanah dengan sistem bajak, tanpa saluran drainase yang
intensif, pertanaman yang dikelola sampai keprasan kedua atau lebih, serta
penggunaan tenaga kerja yang terbatas (72-120 hari kerja pria/hektar).
Menurut Arenloveu (2010) kendala produksi di lahan kering antara lain
rendahnya kesuburan tanah, tidak tersedianya air sepanjang tahun, suhu yang
tinggi, ketidakmerataan curah hujan dan kerentanan tanah terhadap erosi.
Kuntohartono (1982) juga menambahkan kendala hidrologi di lahan kering adalah
ketersedian air dalam jumlah dan penyebarannya. Tanaman tebu meskipun toleran
kering tetapi merupakan tanaman yang selalu membutuhkan air pada awal
pertumbuhannya. Hal ini sangat mempengaruhi fase pertumbuhan tanaman tebu
yaitu perkecambahan, pembentukan anakan, pemanjangan batang, dan pemasakan
yang pada akhirnya akan menurunkan produksi tebu.

4
Pengolahan tanah yang intensif juga dapat mempengaruhi rendahnya
produktivitas lahan. Menurut Soepardi (1983), pengolahan tanah yang terlalu
sering mengakibatkan pengoksidasian bahan organik. Kandungan bahan organik
yang optimal adalah lima persen sedangkan untuk kategori sedang adalah tiga
persen. Oleh karena itu untuk mempertahankan produktivitas lahan perlu
dilakukan penambahan bahan organik.

Proses Pengolahan Tebu
Proses pengolahan tebu menjadi gula pasir melalui beberapa tahapan
antara lain: penimbangan tebu, persiapan tebu di meja tebu, penggilingan tebu
menjadi

nira,

pemurnian,

penguapan,

pengkristalan,

pengeringan,

dan

pengemasan.
Selain menghasilkan produk utama berupa gula kristal, pengolahan gula
dari tebu menghasilkan hasil samping berupa ampas, blotong dan tetes. Hasil
samping ini merupakan bahan baku potensial dari berbagai industri. Akan tetapi,
hasil samping ini belum optimal dikembangkan oleh industri gula padahal pasar
ekspor masih terbuka.
Ampas dihasilkan dari proses pemerahan tebu. Sebagian besar ampas
digunakan sebagai bahan bakar untuk memproduksi uap dalam proses pengolahan
gula. Ampas yang dihasilkan dalam satu tahun sekitar 9 – 10 juta ton. Kelebihan
ampas sekitar 0.9 – 1 juta ton per tahun (P3GI, 1998). Ampas tebu mengandung
air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk akan mengalami
pengomposan yang menghasilkan panas. Jika suhu tumpukan mencapai 94 °C
akan terjadi kebakaran spontan (Hutasoit dan Toharisman, 1994).
Blotong dihasilkan dari proses penjernihan nira. Blotong merupakan bahan
organik yang berpotensi untuk dijadikan kompos, campuran pakan ternak, bahan
bakar, dan bahan baku gas bio. Selain untuk kompos dan bahan bakar,
pemanfaatan kompos belum optimal (P3GI, 1998).
Tetes dihasilkan pada tahap kristalisasi pada proses pengolahan gula. Tetes
yang masih mengandung gula ini merupakan bahan baku potensial bagi industri

5
hilir seperti alkohol, ethyl asetat dan monosodium glutamate, L-lysin, dan asam
sitrat. Setiap tahunnya kurang lebih 1.4 juta ton tetes dihasilkan (P3GI, 1998).

Aplikasi Bahan Organik di Lahan Kering
Bahan organik adalah kumpulan beragam (continuum) senyawa-senyawa
organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik
berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil
mineralisasi (disebut biontik), termasuk mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang
terlibat (biotik). Bahan organik tanah berperan secara fisik, kimia, maupun
biologis, sehingga menentukan status kesuburan suatu tanah (Hanafiah, 2005).
Bahan organik tanah juga merupakan salah satu indikator kesehatan tanah.
Tanah yang sehat memiliki kandungan bahan organik tinggi, sekitar 5%.
Sedangkan tanah yang tidak sehat memiliki kandungan bahan organik yang
rendah. Kesehatan tanah penting untuk menjamin produktivitas pertanian
(isroi, 2009).
Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan berpengaruh pada sifat
fisik, biologi, dan kimia tanah. Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah
diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan
kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologi tanah adalah
meningkatkan aktivitas mikrorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan
transfer hara tertentu seperti N, P, K, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat
kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga dapat
mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur dalam Sarwono, 2003).
Hasil samping padat pabrik gula yang memiliki potensi yang sangat besar
sebagai sumber bahan organik yaitu blotong. Blotong sangat berguna dalam usaha
memperbaiki sifat fisik tanah, sehingga daya menahan airnya meningkat. Jumlah
blotong berkisar antara 4 – 5 % berat tebu dan untuk tiap ton blotong berkadar air
70 % mengandung hara setara dengan 28 kg ZA, 22 kg TSP, dan 1 kg KCl
(Suhadi et al., 1988).
Hasil penelitian Mulyadi (2000) menyatakan bahwa pemberian blotong
nyata meningkatkan tinggi tebu, diameter batang, jumlah tanaman per rumpun,

6
dan bobot kering tebu bagian atas berumur 4 bulan dengan dosis efektif
40 ton/ha. Parinduri (2005) menyatakan pemberian dosis 20 ton/ha blotong saja
dapat meningkatkan jumah anakan, luas daun, bobot kering tajuk, dan bobot
kering tanaman tebu terhadap kontrol pada umur 3.5 bulan berturut-turut 11.02 %,
20.43 %, 8.43 %, dan 5.33 %.
Hasil penelitian Setiawan (2006) menyatakan bahwa pemberian kompos
blotong belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan vegetatif
berupa jumlah rumpun tebu per juring, jumlah batang tebu per juring, tinggi
tanaman dan diameter batang tebu, begitu juga dengan produksi tebu pada
tanaman pertama. Fathir (2007) menambahkan bahwa penggunaan kompos
blotong belum nyata meningkatkan serapan hara pada tanaman. Namun,
pemberian kompos blotong dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara N dan K.
Kirana (2008) juga menyatakan pemberian kompos blotong tidak nyata
meningkatkan sifat kimia tanah tetapi meningkatkan unsur N dalam tanah dan
basa Ca dibandingkan tanpa kompos blotong. Dosis 7.5 ton/ha sampai 10 ton/ha
kompos blotong menghasilkan sifat kimia tanah optimum bagi ketersediaan hara
dalam tanah. Apabila merujuk pada kajian-kajian tersebut dan ketersediaannya,
blotong memiliki potensi yang besar sebagai sumber bahan organik tanah.

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan di PT Gula Putih Mataram, Desa Mataram
Udik, Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi
Lampung, pada tanggal 15 Maret – 15 Juli 2010.

Metode Pelaksanan
Kegiatan magang yang dilakukan oleh penulis merupakan kegiatan praktik
di lapangan dan manajerial, baik di kebun maupun di kantor kebun. Kegiatan
tersebut disesuaikan dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh pihak kebun tempat
penulis melaksanakan kegiatan magang. Metode pelaksanaan yang dilaksanakan
selama magang meliputi metode langsung dan metode tidak langsung. Metode
langsung dilakukan dengan mengikuti kegiatan teknis kebun mulai dari persiapan
tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama, pemanenan dan
pengolahan hasil, serta manajerial. Metode tidak langsung dilakukan melalui studi
pustaka kebun (laporan harian, bulanan, dan tahunan).
Aspek khusus yang diamati penulis mengenai aplikasi blotong pada
tanaman tebu lahan kering. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengamatan
terhadap proses pengangkutan blotong dari pabrik ke lahan, penyebaran blotong di
lahan, serta mengetahui pengaruh aplikasi blotong terhadap pertumbuhan tanaman
tebt.

Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan terhadap semua kegiatan
yang berlangsung di lapangan, wawancara dan diskusi dengan tenaga harian,
mandor maupun dengan para staf.

8
Aspek khusus yang dilakukan selama magang adalah mengenai aplikasi
blotong pada tanaman tebu lahan kering. Adapun pengamatan yang dilakukan
terkait dengan aplikasi blotong antara lain sebagai berikut: bentuk dan sifat
blotong, kebutuhan blotong per hektar, prioritas penentuan lahan, proses
pengangkutan blotong dari pabrik ke lahan, cara penyebaran blotong di lahan, dan
pengamatan terhadap pengaruh pemberian blotong terhadap tanaman.
Pengamatan dilakukan pada varietas GP95-316, GP95-287, dan TC09
dengan dosis blotong 0 dan 40 ton/ha dengan penambahan pupuk standar
283 kg/ha urea, 100 kg/ha TSP, 240 kg/ha KCl, dan 100 kg/ha ZA. Masingmasing varietas diamati pada dua petak pengamatan (diberikan blotong dan tanpa
blotong), sehingga terdapat 6 contoh petak pengamatan. Pengamatan dilakukan
sepanjang 5 meter pada sistem tanam double row dengan sepuluh kali ulangan.
Setiap ulangan diamati secara diagonal (Lampiran 1). Adapun peubah yang
diamati meliputi:
a. Tinggi batang
Pengamatan dilakukan dengan memilih empat batang tebu secara acak dan
mengukur tinggi batang tebu dari permukaan tanah sampai dengan “titik
patah” (daun ke lima dari atas)
b. Diameter batang
Pengamatan dilakukan dengan memilih empat batang tebu secara acak dan
mengukur diameter batang setinggi 50 cm dari permukaan tanah.
c. Jumlah batang per hektar
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah batang yang tumbuh setiap
ulangan.
d. Produktivitas per hektar
Produktivitas diperoleh dari data sekunder TCH (ton cane per hectare) setelah
pemanenan.
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi dokumentasi yang
telah tersedia di perusahaan (laporan bulanan dan laporan tahunan), keadaan
umum perusahaan, keadaan iklim perkebunan, tata guna lahan, pola produksi dan
produktivitas.

9
Analisis Data dan Informasi
Data dan informasi yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan
menjabarkan data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan, wawancara dan
diskusi dengan tenaga harian, mandor maupun dengan para staf, serta data
sekunder yang diperoleh dari perusahaan. Analisis kuantitatif diperoleh dari data
yang diperoleh dari peubah yang diamati. Data tersebut kemudian dirata-ratakan
dan untuk mengetahui pengaruh aplikasi blotong terhadap data yang diperoleh
dianalisis dengan uji t.

KEADAAN UMUM

Sejarah Perusahaan
PT Gula Putih Mataram (GPM) merupakan salah satu perusahaan yang
didirikan sebagai wujud swasembada nasional untuk mengatasi permasalahan
ekonomi yang timbul di Indonesia, terutama pada masalah konsumsi gula.
Perusahaan ini berbentuk perseroan terbatas (PT) swasta penuh degan status
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang bergerak dalam bidang industri
gula dengan mengelola perkebunan tebu dan pabrik gula sebagai unit usaha di
sektor agoindustri. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 21 April 1988
dengan akte notaris Imas Fatimah, SH. No. 33 dan surat izin No.
064/SITU/BKPMD/II/1988.
PT GPM tergolong perusahaan yang padat modal dan padat karya. Hal ini
tercermin dari besarnya investasi yang ditanam dan jumlah tenaga kerja yang
diserap. PT GPM senantiasa membawa misi pembangunan ekonomi secara utuh
di dalam menjalankan usahanya. PT GPM didirikan dengan tujuan:
1. Diharapkan mampu berperan dalam menunjang program-program pemerintah,
yaitu dalam hal pengadaan gula nasional dan penyediaan lapangan kerja baru.
2. Mendayagunakan lahan yang kurang produktif menjadi lahan yang lebih
produktif dan menggali potensi, pengalaman, serta pengetahuan mengenai
budidaya tebu di lahan kering.
3. Mampu menunjang dan mewjudkan upaya peningkatan kondisi sosial
ekonomi masyarakat sekitar lingkungan perusahaan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut tergantung oleh banyak faktor,
diantaranya melalui pelaksanaan program secara terpadu dan kerja sama yang
terjalin baik dengan instansi pemerintah maupun swasta, serta hubungan dengan
masyarakat sekitar perusahaan.

11
Letak Geografi dan Topografi
PT GPM memiliki kantor direksi di Jakarta dan kantor pembantu yaitu
kantor purchasing (purchase office/TKO) di Bandar Lampung dan instalasi tetes
(molasses installation) di Pelabuhan Panjang. Perkebunan tebu dan pabrik gula
PT GPM terletak di Desa Mataram Udik, Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten
Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Jarak dari ibukota Provinsi Lampung
(Bandar Lampung) ke lokasi PT GPM sekitar 144 km. Lokasi perkebunan terletak
di tengah-tengah areal perkebunan.
Letak geografis PT GPM pada 105°26’18” - 105°30’22” BT dan
4°42’50” LS dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah selatan dan timur

: PT Gunung Madu Plantations

Sebelah barat bagian selatan

: PT Great Giant Pineapple Company

Sebelah barat bagian utara

: Way terusan dan PT Sweet Indo Lampung

Sebelah timur dan utara

: Way terusan, PT Sweet Indo Lampung, dan
PT Indolampung Perkasa

Bentuk wilayah PT GPM pada umumnya datar sampai bergelombang dan
sebagian besar memiliki tingkat kemiringan 9 – 15 %, terutama pada daerah yang
dekat dengan sungai. Lahan PT GPM berada pada ketinggian 105 – 127 m di atas
permukaan laut (dpl) dan sekitar 75 % areal ini berasal dari hutan sekunder dan
selebihnya adalah hutan primer.
Perkebunan tebu di PT GPM dibagi menjadi lima divisi produksi, yaitu
divisi 1, 2, 3, 4, dan 5. Pembagian wilayah divisi berdasarkan jalan utama (main
road) menjadi empat kuadran. Titik pusat (0.0) dari kuadran ini terletak di pabrik.
Peta wilayah PT GPM dapat dilihat pada Lampiran 2. Letak masing-masing divisi
tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Divisi 1 : mulai dari km 5 – km 17 timur utara
2. Divisi 2 : mulai dari km 2 timur selatan – ujung barat selatan
3. Divisi 3 : mulai ujung barat utara – km 5 timur utara
4. Divisi 4 : mulai dari km 2 timur selatan – km 17 timur selatan
5. Divisi 5 : mulai dari km 17 timur – ujung timur

12
Keadaan Iklim dan Tanah
Keadaan tanah di PT GPM berasal dari sedimen turf masam dan pH
sekitar 4 – 5 dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang. Jenis tanah di areal
perkebunan PT GPM yaitu ultisol dan aluvial. Rata-rata curah hujan dari tahun
2000 – 2009 adalah 186.42 mm/bulan dengan rata-rata bulan basah 8.3 dan bulan
kering 2.4. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, tipe iklim perkebunan dan
pabrik adalah tipe iklim B. Rata-rata suhu tahun 2008 yaitu 26.44 ºC dengan
kelembaban 80.4 %.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Luas perkebunan PT GPM secara keseluruhan 35 827.63 ha, dengan areal
yang ditanami tebu 24 515.98 ha dan 462. 65 ha digunakan untuk pabrik,
perkantoran, perumahan, dan fasilitas perusahaan lainnya. Sisanya berupa hutan,
rawa-rawa, dan sungai. Data tata guna lahan PT GPM dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Areal dan Tata Guna Lahan PT GPM, 2009
No.
1

Pemanfaatan Lahan
Luas Areal Tanam
Divisi 1
Divisi 2
Divisi 3
Divisi 4
Divisi 5 (Inti dan Plasma)
Research and Development
2
Emplacement
Areal Pabrik
Areal Perkantoran dan Parkir
Areal Perumahan dan Bedeng
Lapangan Udara dan Lapangan Olahraga
Areal Bagas, Laterit, dan pond stillage
3
Jalan, Rawa, Tanah Tidak Produktif
Total

Sumber: Departemen Plantation (2009)

Luas (ha)
5 027.34
4 444.47
4 941.54
4 970.79
4 990.97
140.87
22.07
60.06
292.14
23.45
64.93
10 849
35 827.63

13
Keadaan Tanaman dan Produksi
PT GPM memiliki 2 kategori tanaman tebu yang dibudidayakan yaitu
replanting cane (RPC) dan ratoon cane (RC). RPC merupakan tanaman tebu yang
ditanam pada bekas areal tanaman tebu yang telah dibongkar, sedangkan RC
(tanaman keprasan) merupakan tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama
yang telah ditebang, kemudian tunggul-tunggulnya dipelihara kembali menjadi
tanaman baru. Luas areal RPC dan RC masing-masing yaitu 9 241.29 ha dan
15 104.86 ha. Luas areal tanam sekitar 24 515.98 ha yang terdiri dari areal tanam
produksi seluas 22 249.67, areal kebun bibit 2 096.48 ha, areal Riset and
Development 140.87 ha dan areal break crop 28.96 ha. Sistem tanam yang
digunakan oleh PT GPM yaitu sistem tanam ganda (double row). Varietas yang
dominan ditanam pada musim tanam 2009/2010 adalah GP 95-287, GP 95-316,
dan TC 09.
Hasil utama PT GPM adalah gula kristal putih sedangkan hasil
sampingnya berupa tetes (molasses), ampas tebu (bagase), dan blotong. Molasses
digunakan sebagai bahan baku pembuatan alkohol, ampas tebu digunakan sebagai
bahan bakar pabrik, sedangkan blotong digunakan sebagai pupuk organik dan
pengaplikasian di lapang dicampur dengan sisa abu bagas (bagase ash).
Luas areal tanam PT GPM selama lima tahun terakhir terus mengalami
perluasan areal tanam, tetapi hasil produksi tebu dan produksi gula cenderung
berfluktuasi. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar
1 752 219.61 ton tebu dan menghasilkan 168 264.64 ton gula. Hal tersebut
disebabkan oleh pertambahan areal tanam terbesar selama lima tahun terakhir
yaitu seluas 899.08 ha.
Produksi terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 1 506 954.06 ha
tebu dan menghasilkan 136 736.26 ton gula. Penurunan produksi terjadi akibat
adanya kemarau panjang saat musim tanam dan pemberian irigasi yang kurang
maksimal. Data produksi gula PT GPM tahun 2004 – 2009 dapat dilihat pada
Tabel 2 berikut.

14
Tabel 2. Data Produksi PT GPM Tahun 2005 – 2009
GPM dan
Plasma
Luas
areal
produksi (ha)
Produksi tebu
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
Rendemen
(%)
Hablur
(ton/ha)
Produksi gula
(ton)

2005

2006

2007

2008

2009

21 471.64

21 589.61

21 630.20

22 529.28

22 338.54

1 749 311.97

1 506 954.06

1 636 211.05

1 752 219.61

1 738 592.08

81.47

69.80

75.64

77.78

77.83

8.61

9.09

9.47

9.60

8.80

7.11

6.33

7.16

7.47

6.85

152 608.62

136 736.26

154 904.36

168 264.64

153 045.08

Sumber : Departemen Plantation (2010)

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Struktur organisasi
PT Gula Putih Mataram (GPM) merupakan salah satu perusahaan dari
Sugar Group Companies (SGC). SGC terdiri atas 4 perusahaan yaitu:
PT GPM, PT Indolampung Perkasa, dan PT Indolampung Destilery. SGC
dipimpin oleh seorang manajer umum (general manager) yang bertanggung jawab
kepada direksi. Untuk melaksanakan tugasnya manajer umum dibantu oleh
beberapa wakil manajer umum (vice general manager) yang membawahi
beberapa departemen yang dipimpin oleh kepala departemen. Masing-masing
departemen dibagi menjadi beberapa divisi dan dipimpin oleh kepala divisi.
Manajer umum (general manager) merupakan staf operasional yang
membantu direksi melaksanakan pengelolaan perusahaan termasuk melakukan
hubungan dengan instasi di luar perusahaan. Manajer umum bertanggung jawab
dalam mengawasi semua kegiatan baik teknis di lapangan maupun administrasi
dengan berpedoman kepada Rencana Jangka Panjang (RJP), Rencana Kerja dan
Anggaran Pendapatan (RKAP) dan kebijakan atau petunjuk direksi. Manager
umum dibantu oleh manajer pertanian, manajer workshop, manajer warehouse,
manajer pabrik, manajer administrasi, dan manajer bisnis dan keuangan.
Manajer Pertanian (Plantation) bertanggung jawab dalam mengelola
seluruh kegiatan budidaya yaitu dari kegiatan penanaman, perawatan, sampai

15
pengangkutan tebu ke cane yard. Keberadaan divisi ini sangat penting karena
menentukan produktivitas kebun dan kualitas tebu yang diharapkan. Manajer
Plantation dibantu oleh Kepala Divisi (Divisi I, II, III, IV, V, administrasi dan
pemanenan), officer, pengawas, dan pekerja kebun. Struktur organisasi
Departemen Plantation, PT GPM dapat dilihat pada Lampiran 3.
Manajer Workshop PT GPM bertanggung jawab dalam mengelola
perbaikan, perawatan, serta pengadaan barang sparepart seluruh alat dan mesin
yang ada di PT GPM. Manajer Warehouse bertanggung jawab atas pengelolaan
stock material, yang berkenaan dengan kebutuhan dari perusahaan misalnya BBM,
pupuk, spare part traktor dan lain-lain. Manajer pabrik (factory) bertanggung
jawab dalam mengelola seluruh kegiatan yang berada di pabrik mulai dari cane
yard dampai dengan pengemasan gula beserta kegiatan perawatan alat-alatnya.
Manajer

Administrasi

bertanggung

jawab

dalam

hubungannya

dengan

kesejahteraan karyawan dan pendataan. Manajer bisnis dan keuangan (finance)
bertanggung jawab dengan persoalan keuangan intern perusahaan dan pada pihakpihak yang bekerja sama dengan perusahaan.

Ketenagakerjaan
Berdasarkan sifat hubungan kerja tenaga kerja PT GPM dibedakan atas
karyawan dan tenaga harian. Karyawan dibedakan atas karyawan staf dan non
staf. Karyawan staf terdiri dari manajer, kepala divisi, dan asisten kepala divisi
(officer). Karyawan non staf terdiri dari pengawas (supervisor), teknisi lapang
(field assistant), mandor, mekanik, dan operator. Karyawan staf dan non staf
berdasarkan sifatnya terdiri dari karyawan tetap dan karyawan kontrak. Tenaga
harian berdasarkan sifatnya ada kontraktual dan musiman. Tenaga harian
kontraktual bekerja sepanjang tahun, sedangkan tenaga harian musiman bekerja
hanya pada musim tertentu yaitu pada musim panen dan tanam.
Tabel 3. Jumlah Karyawan dan Tenaga Harian di Departemen Plantation,
PT GPM 2009
Karyawan
Staf
Non Staf

Jumlah (orang)
72
744

Sumber : Departemen Plantation (2010)

Jenis Tenaga Kerja
Kontraktual
Musiman

Jumlah (orang)
38 243
9 058

16
Keragaan Pabrik
PT GPM sebagai perusahan gula memiliki pabrik yang dibangun pada
tahun 1986 dan mulai beroperasi penuh pada tahun 1987. Kapasitas giling awal
8 000 – 10 000 ton tebu/hari, pada tahun 1994 kapasitas giling meningkat menjadi
10 000 – 12 000 ton tebu/hari. Waktu giling pabrik mulai bulan April hingga
Oktober.
Pengolahan tebu di PT GPM menggunakan sulfitasi yaitu pengolahan
dengan pemberian kapur dan belerang dioksida pada saat pemurnian. Mutu gula
yang dihasilkan adalah SHS 1A yaitu mutu yang sesuai dengan standar yang
diberikan oleh P3GI. Produk “Gulaku” yang dijual dipasaran merupakan produk
yang dihasilkan oleh PT Gula Putih Mataram.
Kebutuhan listrik dipenuhi dengan memiliki sumber listrik sendiri yaitu
dengan menggunakan dua boiler yang menggunakan bahan bakar ampas tebu
(bagasse)dengan komposisi 120 ton bagasse/jam/unit, tiga unit turbo generator
dengan kapasitas 6000 KVA/unit dan tiga unit diesel generator dengan kapasitas
750 KVA/unit.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis
Persiapan lahan (land preparation)
Persiapan lahan merupakan kegiatan yang dilakukan setelah kegiatan
tebang pada lahan yang akan dibongkar dan ditanami kembali (Replanting cane).
Kegiatan ini memerlukan waktu minimal 2 minggu hingga lahan siap untuk
ditanami tebu kembali. Berikut merupakan rangkaian kegiatan land preparation:
1) Field shape dan levelling
Sebelum dilakukan kegiatan pengolahan tanah, dilakukan kegiatan
field shape dan levelling. Field shape adalah kegiatan perbaikan bentuk petak.
Sedangkan leveling adalah kegiatan gusur-timbun yang dilakukan oleh
bulldozer. Selain bulldozer, alat yang digunakan yaitu excavator dan
dumptruck tergantung pada kondisi arealnya. Kegiatan tersebut bertujuan
untuk membentuk petak kebun agar lay out-nya menjadi lebih baik,
menghilangkan genangan-genangan (water log) pada petak pertanaman,
mengembalikan tanah yang tererosi ke petak pertanaman, memperbaiki sistem
drainase, membantu memudahkan operasional peralatan berikutnya, dan
memudahkan supervisi petak.

Gambar 1. Kegiatan field shape dan levelling

18
2) Pengapuran
Kondisi tanah di PT Gula Putih Mataram memiliki pH tanah sekitar
4 – 5. Oleh karena itu dibutuhkan penambahan kapur untuk meningkatkan pH
tanah dan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. Bahan yang
digunakan untuk pengapuran yaitu gypsum (CaSO4.2H2O) dan lime (CaCO3).
Dosis gypsum dan lime yang digunakan masing-masing yaitu 1 ton/ha dan
2 ton/ha.
Cara aplikasinya yaitu dengan ditebar langsung secara manual dan
dilakukan oleh tenaga borongan. Kapasitas kerja yang digunakan dalam
kegiatan pengapuran yaitu 10 – 15 ha/hari.

Gambar 2. Kondisi lahan yang telah di kapur
3) Brushing
Kegiatan brushing bertujuan untuk mencacah sampah dan tunggul dari
perakaran tebu yang masih tersisa setelah kegiatan tebang. Sampah sisa dari
kegiatan tebang tidak dibakar, karena dapat dijadikan sebagai bahan organik.
Adanya kegiatan ini diharapkan tunggul mati dan lahan menjadi lebih rata
sehingga kegiatan pengolahan tanah dapat dilakukan dengan mudah.
Implemen yang digunakan pada kegiatan ini adalah garu offset dengan
28 scalloped disc. Diameter dari masing-masing disc adalah 64 cm dengan
lebar kerja pengolahan 250 cm. Implemen tersebut ditarik dengan traktor
medium berdaya ≥ 140 HP pada kecepatan putaran engine pada
1 900 – 2 000 rpm. Kapasitas kerja alat ini yaitu 1.2 ha/jam.

19

Gambar 3. Kegiatan brushing
Arah kegiatan brushing yaitu searah dengan barisan tanam (row) untuk
mencegah kerusakan pada implemen yang digunakan. Keadaan tanah yang
optimum untuk kegiatan brushing adalah pada kapasitas lapang, dimana tanah
tidak terlalu basah atau tidak dalam kondisi hujan.

4) Aplikasi stillage
Stillage merupakan hasil samping dari proses lanjut pengolahan
molasses menjadi etanol. Stillage mempunyai kandungan unsur hara kalium
2.22 % sedangkan kandungan C dan Mg dalam stillage masing-masing adalah
0.40 % dan 0.17 % (Divisi Stillage, 2010).

Gambar 4. Aplikasi stillage pada lahan RC

20
Stillage diaplikasikan ke lahan sebagai pengganti pupuk KCl. Dosis
pemberian stillage yaitu 10 000 liter/ha. Pelaksanaan aplikasi stillage di
lapangan menggunakan traktor small berdaya 76 – 90 HP untuk menarik
tangki stillage berkapasitas 5 000 liter.

5) Penebaran blotong
Proses pemurnian nira di PT GPM menggunakan sistem sulfitasi,
dimana dalam proses pemurniannya menggunakan susu kapur dan gas SO 2.
Blotong merupakan limbah padat hasil pemurnian nira dari pengolahan tebu.
Blotong berbentuk seperti tanah, berwarna hitam, mengandung kadar air tinggi
(76.08 %), dan memiliki bau menyengat. Kandungan unsur hara blotong dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Blotong
Unsur Hara
C-organik
N
P
K
Ca
Mg
S

Kandungan (% berat kering)
35.52
0.82
0.97
0.26
1.83
0.23
0.09

Sumber : Dept. Research and Development (2009)

Gambar 5. Bentuk blotong

21
Blotong yang dihasilkan PT GPM diaplikasikan langsung ke lahan
tanpa melalui proses pengomposan dengan cara ditabur sebelum pengolahan
tanah. Hal ini dilakukan karena PT GPM membutuhkan penanganan yang
cepat dalam mengatasi limbah blotong tersebut.
Proses pengangkutan blotong dari pabrik
PT GPM menyediakan enam unit dumptruck (DT) untuk mengangkut
blotong. DT beroperasi 24 jam non-stop selama musim giling. Namun, tenaga
kerja yang berperan dalam proses pengangkutan blotong dibagi menjadi tiga
shift. Tenaga kerja tersebut merupakan tenaga harian yang terdiri dari supir
DT, helper, dan petugas pencatat tiket blotong.
Blotong yang keluar dari corong pembuangan limbah pabrik langsung
diterima DT dengan kapasitas 8 – 10 ton. Setelah itu, DT menuju jembatan
timbang untuk mengetahui bobot kotor blotong, kemudian blotong diangkut
ke lahan. Setiap pengangkutan blotong diletakkan menjadi satu tumpukan.
Selanjutnya, DT kembali ke jembatan timbang untuk mengetahui bobot
kosong DT sehingga dapat diperoleh bobot bersih blotong. Penimbangan
dilakukan satu kali pada setiap shift tenaga kerja.

Gambar 6. Pengangkutan blotong di pabrik dan pembongkaran di lapang
Blotong diletakkan pada lahan yang sebelumnya telah diberikan
pancang (tanda) oleh mandor blotong agar blotong dapat tersebar merata.

22
Setiap satu hektar lahan, pancang diletakkan di tengah lahan dengan jarak
antar tumpukan 45 m (Lampiran 4). Namun, saat musim hujan DT tidak dapat
masuk ke lahan karena ban slip apabila dipaksa masuk ke lahan. Akibatnya,
blotong hanya diletakkan di tepi lahan sehingga aplikasi blotong hanya
dilakukan di sekitar tepi lahan saja.
Kebutuhan blotong dalam satu hektar lahan rata-rata 40 ton. Namun,
berdasarkan pengamatan di lapang, jumlah blotong yang diberikan ke lahan
berbeda-beda (Tabel 5). Hal ini disebabkan karena aplikasi blotong dilakukan
untuk menangani limbah pabrik, sehingga jumlah blotong yang diberikan ke
lahan kurang