Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang

EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAPI PERAH PADA
MUSIM YANG BERBEDA DI KOPERASI PETERNAK
SAPI BANDUNG UTARA (KPSBU) LEMBANG

AYU LESTARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kecukupan
Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda di Koperasi Peternak Sapi
Bandung Utara (KPSBU) Lembang adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Ayu Lestari
NIM D24090099

ABSTRAK
AYU LESTARI. Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang
Berbeda di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang.
Dibimbing oleh DESPAL dan LUKI ABDULLAH.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kecukupan nutrien sapi
perah dan mengamati dampaknya terhadap produksi dan kualitas susu serta
membandingkan pengaruh curah hujan yang berbeda terhadap aspek kecukupan
nutrien. Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2012 sampai Juni 2013
melalui survei lapang dan analisis laboratorium. Peubah yang diamati adalah
bobot badan, pemberian pakan, komposisi nutrisi, produksi susu, dan kualitas
susu. Data dianalisis menggunakan uji T, korelasi, dan regresi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sapi perah di KPSBU Lembang telah terpenuhi kebutuhan
nutrien, kecuali mineral Ca. Pada akhir musim hujan, produksi susu, laktosa,

protein, dan SNF susu cenderung lebih rendah, tetapi kadar lemak susu lebih
tinggi dibandingkan dengan awal musim hujan. Tidak terdapat model pendugaan
produksi dan kualitas susu memuaskan dapat dibuat dari informasi yang ada yang
menggambarkan kurangnya pertimbangan performa ternak dalam pola pemberian
pakan.
Kata kunci: kecukupan nutrien, kualitas susu, produksi susu, sapi perah

ABSTRACT
AYU LESTARI. Seasonal Nutritional Status of Dairy Cattle Kept by Small
Holder Farmer Under KPSBU Lembang Administration. Supervised by DESPAL
and LUKI ABDULLAH.
This research was aimed at evaluating dairy cows nutritional status on milk
production and quality in different rainfall. The research was done from
September 2012 until June 2013 for field survey and laboratory analysis. Body
weight, feed intake, nutrient contents, milk production, and milk quality have been
measured and analyzed. The data were analyzed using T-test to compare the
differences rainfall effect, correlation between all parameters heve been tested and
regression model of milk production and quality have been made based on the
correlation test. The results showed that in average dairy cows kept by small
holder famer under KPSBU administration has been offered feed to fulfilled their

nutrients requirement,except for mineral Ca. During early rainy, milk production,
lactose, protein, and solid non fat (SNF) tends to be lower, but milk quality
especially fat content of milk were higher. No satisfaction regression of milk
production and quality model could be made from the parameters used which
show that farmers did not consider cow performance in feeding their cattle.
Keywords: dairy cows, milk production, milk quality, nutrient adequacy

EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAPI PERAH PADA
MUSIM YANG BERBEDA DI KOPERASI PETERNAK
SAPI BANDUNG UTARA (KPSBU) LEMBANG

AYU LESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda
di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang
Nama
: Ayu Lestari
NIM
: D24090099

Disetujui oleh

Dr Despal, SPt, MScAgr
Pembimbing I

Prof Dr Ir Luki Abdullah, MscAgr
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda
di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang
: A yu Lestari
Nama
: D24090099
NIM

Disetujui oleh

Dr Despal, SPt, MScAgr
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


0 7 JAN 2014

Prof Dr Ir Luki Abdullah, MscAgr
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penulisan skripsi ini adalah nutrisi ternak dengan
judul Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda di
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang. Skripsi ini ditulis
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan September 2012 sampai
Juni 2013. Ketersediaan pakan merupakan faktor penting dalam usaha peternakan
sapi perah. Namun, penyediaan pakan masih menjadi faktor pembatas pada curah
hujan 259 mm bulan dimana hijauan tumbuh lambat. Hal ini akan berpengaruh
terhadap performa sapi dan produksi susu. Perhatian khusus perlu diberikan pada
ketersediaan pakan agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang menunjang
produksi. Salah satu cara untuk mengetahui apakah manajemen pemberian pakan
sudah tepat adalah dengan melakukan evaluasi kecukupan nutrisi.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran
dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pada masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Ayu Lestari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
METODE PENELITIAN
2
Bahan
2
Alat
2
Lokasi dan Waktu Penelitian

2
Prosedur Penelitian
3
Survei dan Observasi Lapang
3
Teknik Pengambilan Data
3
Analisis Laboratorium
3
Analisis Data
4
Data yang diambil
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Lokasi
6
Karakteristik Peternak
7
Pemberian Pakan

8
Kebutuhan Nutrien
9
Kecukupan Nutrien
10
Bobot Badan,Body Condition Score (BCS),Produksi Susu,dan Kualitas Susu 11
Hubungan Pakan dengan Produksi Susu dan Kualitas Susu
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
18

UCAPAN TERIMA KASIH
18

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Umur, pendidikan, dan pengalaman beternak responden
Pemberian pakan sapi perah
Imbangan hijauan dan konsentrat
Kebutuhan nutrien sapi perah berdasarkan NRC 1989
Pemberian nutrien pakan sapi perah

Evaluasi kecukupan nutrien sapi perah
Rata-rata kecukupan nutrien sapi perah
Persentase sapi yang memenuhi kebutuhan nutrien
Bobot badan, body condition score (BCS), dan produksi susu
Rata-rata komposisi susu

7
8
8
9
10
10
11
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis korelasi antara pemberian pakan dengan produksi-kualitas susu
pada awal musim hujan
2 Analisis korelasi antara pemberian pakan dengan produksi-kualitas susu
pada akhir musim hujan

16
17

PENDAHULUAN
Peternakan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat membantu
menopang pembangunan ekonomi nasional. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik, produk domestik bruto (PDB) sektor peternakan menyumbang lebih dari
12% produk domestik bruto (PDB) pertanian selama periode 2005 sampai 2010
(BPS 2012). Sementara dari aspek penyerapan tenaga kerja, kontribusi sub sektor
peternakan lebih dari 11% terhadap sektor pertanian pada periode 2009 sampai
2011 (Pusdatin 2012). Peternakan sapi perah merupakan salah satu sub sektor
peternakan yang cukup mendapat perhatian dimana peternakan sapi perah
dikembangkan untuk memenuhi permintaan susu yang semakin meningkat dari
tahun ke tahun dan juga melihat peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan
kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya gizi.
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat
dengan jumlah rumah tangga peternak sebanyak 192 ribu RTP (rumah tangga
peternak) serta skala kepemilikan ternak 3 sampai 4 ekor per peternak dan ratarata produksi 11.51 liter ekor-1hari-1 (Ditjennak 2010; BPS 2011). Berdasarkan
data Dirjen Peternakan, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 5 125
ton, Indonesia masih mengimpor dari luar negeri sebanyak 4 150 ton (80%) sebab
kebutuhan dalam negeri hanya bisa memenuhi 975 ton (20%) (Ditjennak 2012).
Kebutuhan susu yang meningkat merupakan salah satu faktor pendorong bagi
perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia. Perkembangan peternakan
yang semakin meningkat membutuhkan manajemen yang baik. Manajemen pakan
merupakan hal paling penting dalam usaha peternakan sapi perah.
Pakan yang diberikan pada ternak akan mempengaruhi performa ternak itu
sendiri (Toharmat 2003). Jika produksi susu dari ternak itu baik, maka pakan yang
diberikan diperkirakan telah mencukupi kebutuhan nutrisi dari ternak tersebut.
Sebaliknya, jika performa dari ternak tidak seperti yang diharapkan, maka
diperkirakan terdapat kesalahan yang terjadi dalam manajemen pemberian pakan
tersebut. Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu,
dan produksi susu, terutama bagi beberapa sapi yang telah berproduksi (Sudono et al.
2003). Produksi optimal dapat tercapai dengan cara menyediakan cukup pakan,
baik kualitas maupun kuantitasnya, serta terpenuhinya kecukupan gizi sesuai
dengan kebutuhan ternak, tidak kekurangan maupun kelebihan (Santosa et al.
2009). Sudono (1999) menyatakan pakan yang diberikan pada sapi perah minimal
harus memenuhi tiga macam kebutuhan nutrisi pakan yaitu bahan kering, protein
kasar, dan total digestible nutrient (TDN).
Tujuan utama dari usaha beternak sapi perah adalah menghasilkan sapi-sapi
laktasi dalam kondisi yang baik agar dapat berproduksi secara optimal. Perhatian
khusus perlu diberikan pada ketersediaan pakan agar dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi yang menunjang produksi. Salah satu cara untuk mengetahui apakah
manajemen pemberian pakan sudah tepat adalah dengan melakukan evaluasi
kecukupan nutrien.
Kawasan peternakan KPSBU Lembang merupakan salah satu daerah sentra
peternakan sapi perah di Jawa Barat. Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara

2
(KPSBU) terletak di Kecamatan Lembang, 15 km sebelah utara kota Bandung.
KPSBU berdiri pada tanggal 8 Agustus 1971 dan memiliki jumlah anggotanya
sekitar 8 509 orang. Kegiatan usaha KPSBU Lembang meliputi usaha simpan
pinjam, perdagangan susu, penyediaan makanan ternak atau biasa disebut MAKO
(Makanan Konsentrat), pembibitan dan kesehatan hewan, dan usaha perdagangan.
Kawasan peternakan anggota KPSBU Lembang berada di daerah padat
penduduk yang terus berkembang. Potensi pariwisata yang tinggi menyebabkan
persaingan peruntukan lahan semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan
penyediaan pakan terutama hijauan untuk sapi perah semakin terbatas.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kecukupan nutrien sapi perah dan
mengamati dampak kecukupan nutrien terhadap produksi dan kualitas susu.
Penelitian ini juga ditujukan untuk membandingkan pengaruh curah hujan yang
berbeda terhadap aspek kecukupan nutrien. Hasil penelitian ini diharapkan
memberikan kontribusi dalam dunia peternakan, khususnya dalam manajemen
pemberian pakan sehingga dapat diaplikasikan oleh peternak.

METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan, meliputi ternak dan pakan. Ternak yang diamati,
yaitu sebanyak 113 ekor sapi laktasi peranakan Fries Holstein (FH) yang terdapat
pada peternakan sapi perah rakyat aggota KPSBU Lembang dengan jumlah
peternak sebanyak 30 peternak. Pakan yang diberikan di peternakan sapi perah
rakyat anggota KPSBU Lembang, antara lain hijauan dan konsentrat.
Alat
Peralatan yang digunakan, antara lain kuisioner untuk peternak, timbangan,
gelas takar, botol sampel susu, plastik, label, pita ukur, alat tulis, dan alat analisis
susu Lactoscan type S_L.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu pengambilan data di lapang
selama 4 bulan dari September sampai November 2012 dan Februari 2013 di
peternakan sapi perah rakyat anggota KPSBU Lembang dan pengujian sampel
selama 5 bulan dari November sampai Desember 2012 dan April sampai Juni
2013 di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB,
Laboratorium Kimia Fakultas MIPA IPB, dan Laboratorium PAU IPB.

3
Prosedur Penelitian
Survei dan Observasi Lapang
Survei dilakukan di peternakan sapi perah rakyat anggota KPSBU
Lembang. Pengamatan dilakukan bersamaan dengan wawancara kepada setiap
responden. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas
mengenai keterampilan teknis peternak. Pengamatan juga dilakukan sebagai
konfirmasi terhadap hasil wawancara.
Teknik Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dari pengukuran
dan wawancara di lapang yang disertai pengisian kuesioner. Responden diambil
secara random, yaitu sebanyak 6 responden masing-masing dari 5 daerah yang
berbeda. Berdasarkan data BMKG, curah hujan bulan Oktober-November 2012
sebesar 438 mm bulan-1 yang disebut sebagai periode awal musim hujan,
sedangkan curah hujan bulan Pebruari-Maret 2013 sebesar 259 mm bulan-1 yang
disebut sebagai akhir musim hujan (BMKG 2012 dan 2013).
Analisis Laboratorium
1.

Analisis Proksimat (Metode AOAC 1988)

Sampel pakan yang sudah dikoleksi untuk analisis kandungan nutrisi,
diambil sebanyak 1 kg (hijauan) dan 500 g (pakan penguat). Sampel hijauan
dikeringkan di bawah sinar matahari selama 15 jam intensitas matahari (Asti et al.
2010). Hijauan kering dan pakan penguat digiling hingga melewati saringan 0.5
mm. Sebanyak 50 g dari sampel hasil gilingan dipisahkan untuk analisis
proksimat. Analisis bahan kering (BK) dilakukan dengan mengeringkan ±4 g
sampel dalam wadah cawan porselin yang sudah diketahui beratnya menggunakan
oven 105 ºC selama 24 jam (hingga berat konstan). Persentase bahan kering (BK)
dihitung sebagai persentase dari berat sampel setelah oven dan sebelum oven.
Kandungan abu diperoleh setelah sampel yang sama diinsinerasi (dibakar) pada
oven (tanur) bersuhu 600 ºC selama 6 jam (hingga bahan organik hilang). Kadar
lemak ditentukan dengan ekstraksi petroleum benzene, sedangkan protein
dianalisis menggunakan metode Kjeldahl. Kandungan serat kasar diperoleh dari
sisa penyaringan setelah dilarutkan pada pelarut asam dan basa.
2.

Analisis Mineral
Preparasi Sampel (Metode Reitz et al. 1987)

Sebanyak ±1 g sampel pakan/rumput dimasukkan ke dalam erlenmeyer
ukuran 125 ml/100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 (p) dan didiamkan
selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Selanjutnya, erlenmeyer dipanaskan
di atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4 sampai 6 jam (dalam ruang
asam), kemudian didiamkan semalam dalam keadaan sampel ditutup. Setelah itu,
ke dalam erlenmeyer ditambahkan 0.4 ml H2SO4 (p) dan dipanaskan di atas hot
plate hingga larutan berkurang (lebih pekat) ±1 jam. Selanjutnya, ke dalam
erlenmeyer ditambahkan 2 sampai 3 tetes larutan campuran HClO4 : HNO3 (2 : 1).
Sampel masih tetap di atas hot plate dengan pemanasan sampai terjadi perubahan

4
warna dari coklat kuning tua menjadi kuning muda (±1 jam). Setelah ada
perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10 sampai 15 menit,
kemudian sampel dipindahkan lalu didinginkan dan ditambahkan 2 ml aquadest
dan 0.6 ml HCl (p). Selanjutnya, erlenmeyer dipanaskan kembali sampai sampel
larut (±15 menit) kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.
Apabila ada endapan disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah dianalisa
menggunakan AAS atau spektrofotometer untuk analisa berbagai mineral.
Namun, sebelumnya sampel dipreparasi terlebih dahulu dengan faktor
pengenceran yang dibutuhkan dan penambahan bahan kimia untuk
menghilangkan ion-ion pengganggu (Cl3La.7H2O).
Preparasi Larutan
Larutan yang diperlukan untuk analisis mineral, yaitu larutan A yang dibuat
dengan melarutkan sebanyak 17 g TCA dengan aquadest sampai 100 ml, larutan B
yang dibuat dengan melarutkan 10 g (NH4)6Mo7O24.4H2O dengan 60 ml aquadest
dan ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap dimana larutan tersebut
dibuat sampai 100 ml dengan menambah aquadest, kemudian didinginkan dalam
suhu kamar, larutan C yang dibuat dengan melarutkan 10 ml larutan B, 60 ml
aquadest, dan 5 g FeSO4.7H2O dalam 100 ml dengan menambah aquadest, larutan
standar untuk P yang dibuat dengan melarutkan 4.394 g KH2PO4 dalam aquadest
sampai 1000 ml, larutan pengikat anion-anion pengganggu (Cl3La.7H2O) yang
dibuat dengan melarutkan 6.6838 g Cl3La.7H2O dalam aquadest sampai 25 ml.
Analisis Mineral Phospor (P) (Metode Taussky dan Shorr 1953)
Konsentrasi larutan standar P = 2,3,4 dan 5 ppm dibuat dengan melarutkan
0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml KH2PO4 dalam 5 ml pengencer. Masing-masing volume
tersebut ditambahkan 2 ml larutan C dan aquadest sampai volume akhir 5 ml.
Selajutnya, filtrat sampel dipipet ke dalam tabung (ukuran volume sampel yang
dipipet tergantung kadar P pada sampel), kemudian ditambahkan 2 ml larutan C.
Setelah itu, untuk mengetahui nilai absorbansi digunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 660 nm.
Analisis Mineral Calcium (Ca) (Metode AOAC 2003)
Konsentrasi larutan standar Ca : 2,4 dan 6 ppm dibuat dengan memipet
sebanyak 0.25 ml filtrat ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0.05 ml
Cl3La.7H2O. Selanjutnya, ke dalam tabung reaksi ditambahkan aquadest sampai
volume larutan 5 ml dan disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit. Setelah itu,
untuk mengetahui nilai absorbansi digunakan AAS (Spektrofotometer Serapan
Atom).
Analisis Data
Data yang diambil
1.

Bobot Badan
Pendugaan bobot badan dilakukan dengan mengukur lingkar dada (LD)
setiap ternak yang dijadikan sampel. Pendugaan bobot badan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus Schoorl (Sudono 2003) yaitu :

5
BB

= (LD + 22)2/100

Keterangan :
BB
: bobot badan (kg)
LD
: lingkar dada (cm)
2.

Body Condition Score (BCS)
Penilaian kondisi tubuh dilakukan dengan cara pengamatan dan perabaan
terhadap deposit lemak pada bagian tubuh ternak, yaitu pada bagian
punggung dan seperempat bagian belakang, seperti pada bagian processus
spinosus, processus spinosus ke processus transversus, processus
transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber
ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri, dan pangkal ekor ke
tuber ischiadicus dengan skor 1-5 (skor 1 = sangat kurus, skor 3 = sedang,
dan skor 5 = sangat gemuk) skala 0.25 (Edmonson et al. 1989).

3.

Produksi Susu
Pengukuran produksi susu dilakukan dengan cara mengukur susu yang
dihasilkan oleh setiap sapi laktasi pada saat pemerahan pagi dan sore hari.
Pengukuran susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember perah
ke milk can dengan menggunakan gelas ukur 2000 ml. Jumlah produksi
susu yang telah diukur dicatat dalam satuan liter.

4.

Pemberian Pakan
Pakan hijauan dan konsentrat diukur dengan menggunakan timbangan pada
saat peternak akan memberi makan ternak dan mengambil sampel pakan
yang diberikan. Jumlah pakan yang diberikan dicatat dalam satuan kg.
Sampel yang diambil sebanyak 1-2 kg untuk hijauan dan 0.5-1 kg untuk
konsentrat. Sampel dianalisis untuk kandungan proksimat dan mineral
pakan.

5.

Komposisi Susu
Sampel susu hasil pemerahan pagi dan sore tiap ekor sapi laktasi diambil
sebanyak ±20 ml. Sampel diambil segera setelah selesai pemerahan dan
dimasukkan ke dalam botol sampel susu. Komposisi susu diuji dengan
menggunakan lactoscan type S_L.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi
peternakan di kawasan peternakan sapi perah rakyat anggota KPSBU
Lembang, karakteristik peternak, mendeskripsikan bobot badan, produksi susu,
body condition score (BCS), pemberian pakan, analisis pakan, dan analisis
kualitas susu.
2. Uji T
Uji-T digunakan untuk membandingkan variabel antar musim. Persamaan uji T
adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1995) :

6

Keterangan :
t
: koefisien t-student
xi
: rata-rata kelompok ke-i
ni
: jumlah data kelompok sampel ke-i
s
: standar deviasi sampel
3. Analisis korelasi dan regresi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
pemberian pakan dengan produksi dan kualitas susu. Apabila terdapat korelasi
nyata maka dilanjutkan dengan mencari persamaan regresinya. Koefisien
korelasi dihitung dengan menggunakan rumus Walpole (1982) sebagai berikut
:

Regresi linear pendugaan produksi dan kualitas susu mengikuti persamaan
sebagai berikut :
y = a + b1x1 + b2x2 + .... + bnxn
Keterangan :
y
: produksi dan kualitas susu
xi
: komposisi nutrien
a
: intersep
b
: koefisien komposisi nutrien
n
: jumlah sampel yang digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi
Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten
Bandung Barat yang berjarak 15 km sebelah utara kota Bandung dan merupakan
salah satu kawasan yang cocok dalam pengembangan sapi perah. Kecamatan
Lembang berbatasan dengan : Kabupaten Subang di sebelah Utara, Kabupaten
Sumedang dan Kecamatan Cimenyan di sebelah Timur, Kota Bandung di sebelah
Selatan, dan Kecamatan Parompong di sebelah Barat.
Luas total wilayah Kecamatan Lembang adalah 8952.48 ha yang terdiri dari
16 desa dan 43 dusun. Berdasarkan topografinya, Kecamatan Lembang memiliki
ketinggian tempat 1200 sampai 1257 m dpl. Temperaturnya berkisar antara 15.6
sampai 16.8 ºC pada musim hujan dan 30.5 sampai 32.7 ºC pada curah hujan 259
mm bulan. Keadaan lingkungan tersebut sangat sesuai untuk usaha peternakan
sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1981) bahwa daerah sejuk dan
kering yang sesuai untuk sapi perah adalah pegunungan dengan ketinggian
minimal 800 m dpl dan bersuhu 18.3 ºC.

7
Karakteristik Peternak
Hasil pengukuran karakteristik peternak responden meliputi umur,
pendidikan, dan pengalaman beternak.
Tabel 1 Umur, pendidikan, dan pengalaman beternak responden
No.
1

2

3

Uraian
Umur (tahun)
24 – 39 (muda)
40 – 55 (sedang)
56 -70 (tua)
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Universitas
Pengalaman beternak (tahun)
1 - 12 (baru)
13 – 26 (berpengalaman)
27 – 39 (sangat berpengalaman)

Jumlah Peternak
Orang
%
17
10
3

57
33
10

20
3
5
2

67
10
17
6

10
15
5

33
50
17

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa peternak responden yang
melakukan usaha sapi perah mempunyai umur terendah 24 tahun dan tertinggi 70
tahun. Sebagian besar peternak (90%) berada pada usia kerja produktif (24-55
tahun). Hal tersebut merupakan potensi tenaga kerja yang sangat besar. Menurut
Rasyaf (1995) dalam Nuraeni dan Purwanta (2006) bahwa umur 25-55 tahun
merupakan umur produktif, sedangkan umur di atas 55 tahun tingkat produksinya
telah melewati titik optimal dan akan menurun sejalan dengan pertambahan umur.
Pendidikan formal secara langsung maupun tidak langsung sangat
mempengaruhi pola pikir peternak dan kinerja peternak dalam mengelola usaha
sapi perah. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa 67% peternak
berpendidikan sekolah dasar, 27% berpendidikan sekolah menengah dan sebanyak
6% sudah mengenyam pendidikan di universitas. Komposisi pendidikan yang
demikian cukup ideal untuk pelaksanaan suatu peternakan dimana terdapat
peternak yang memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi dapat memberikan
contoh kepada peternak lainnya yang memiliki latar belakang pendidikan lebih
rendah namun berpengalaman dalam beternak.
Pengalaman beternak adalah lamanya seseorang menekuni usaha
peternakan sapi perah yang dinyatakan dalam tahun. Berdasarkan Tabel 1 dapat
diketahui bahwa sebagian besar (67%) peternak sudah memiliki pengalaman lebih
dari 12 tahun dan 17% peternak berpengalaman 1-12 tahun. Pengalaman beternak
sapi perah yang demikian dapat menjadi modal yang sangat penting dalam
keberhasilan usaha sapi perah.

8
Pemberian Pakan
Rata-rata pemberian hijauan dan konsentrat relatif sama pada kedua kondisi
curah hujan, yaitu secara berurutan 13.65 (kg BK ekor-1 hari-1) dan 10.78 (kg BK
ekor-1 hari-1) pada awal musim hujan serta 13.71 (kg BK ekor-1 hari-1) dan 10.78
(kg BK ekor-1 hari-1) pada akhir musim hujan. Pemberian hijauan berdasarkan
bahan segar (BS) sudah memenuhi patokan pemberian hijauan, yaitu 10% dari
bobot badan (Sudono 2003). Data pemberian pakan sapi perah dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Pemberian pakan sapi perah
Jenis pakan
Hijauan
BS kg e-1 hari-1
BK kg e-1 hari-1
% BB dari BS
% BB dari BK
Konsentrat
BS kg e-1 hari-1
BK kg e-1 hari-1
% BB dari BS
% BB dari BK

Curah hujan
Awal musim hujan Akhir musim hujan

Uji T

60.22±32.80
13.65±7.19
14.03±7.98
3.18±1.75

61.94±30.18
13.71±7.07
14.10±7.27
3.14±1.71

0.688
0.454
0.469
0.510

24.71±10.11
10.78±3.82
5.72±2.37
2.48±0.86

23.88±9.39
10.78±3.51
5.45±2.21
2.46±0.84

0.249
0.459
0.150
0.265

BS : bahan segar; BK : bahan kering; BB : bobot badan

Imbangan hijauan dan konsentrat berdasarkan bahan kering pada akhir
musim hujan lebih tingggi dibandingkan dengan awal musim hujan, yaitu 56:44
pada akhir musim hujan dan 55:45 pada awal musim hujan. Hal ini disebabkan
bervariasinya jenis hijauan yang diberikan pada akhir musim hujan.
Tabel 3 Imbangan hijauan dan konsentrat
Musim
Awal musim
hujan
BS kg e-1 hari-1
BK kg e-1 hari-1
% BB dari BS
% BB dari BK
Akhir musim
hujan
BS kg e-1 hari-1
BK kg e-1 hari-1
% BB dari BS
% BB dari BK

Jenis pakan
Hijauan
Konsentrat

Imbangan

60.22±32.80
13.65±7.19
14.03±7.98
3.18±1.75

24.71±10.11
10.78±3.82
5.72±2.37
2.48±0.86

71 : 29
55 : 45

61.94±30.18
13.71±7.07
14.10±7.27
3.14±1.71

23.88±9.39
10.78±3.51
5.45±2.21
2.46±0.84

72 : 28
56 : 44

BS : bahan segar; BK : bahan kering; BB : bobot badan

9
Menurut Siregar (1992), untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan
tetap mempertahankan kadar lemak susu dan memenuhi persyaratan kualitas,
perbandingan antara bahan kering hijauan dan konsentrat adalah 60:40. Namun,
apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah, perbandingan bergeser menjadi
55:45, sedangkan apabila hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai
tinggi, perbandingan dapat berubah menjadi 64:36. Selain itu, Musnandar (2011)
menyatakan bahwa imbangan hijauan dan konsentrat 50% lebih baik karena
memberikan keseimbangan gizi yang lebih baik dan saluran pencernaan relatif
sehat.
Kebutuhan Nutrien
Dalam penyusunan ransum sapi perah khususnya periode laktasi dibutuhkan
informasi dari bobot badan, kadar lemak, dan produksi susu (NRC 1989).
Semakin tinggi bobot badan, kadar lemak, dan produksi susu maka kebutuhan
nutrien semakin tinggi pula. Sudono (1999) menyatakan pakan yang diberikan
pada sapi perah minimal harus memenuhi tiga macam kebutuhan nutrisi pakan
yaitu bahan kering, protein kasar, dan total digestible nutrient (TDN). Pakan yang
dikonsumsi oleh sapi perah pada dasarnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan kebutuhan untuk berproduksi.
Rata-rata kebutuhan BK, PK, Ca, P, dan TDN sapi pada awal musim hujan
dan akhir musim hujan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini disebabkan bobot
badan dan produksi susu sapi tidak jauh berbeda selama periode tersebut sehingga
kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu relatif sama. Data kebutuhan
nutrien sapi perah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kebutuhan nutrien sapi perah berdasarkan NRC 1989
Kebutuhan
Awal musim hujan
nutrien
µ ±std
min-maks
(kg)
BK
14.53±2.15 10.99-21.99
PK
2.03±0.49
1.15-3.68
Ca
0.07±0.01
0.05-0.14
P
0.05±0.01
0.03-0.08
TDN
9.40±1.81
6.09-15.31

Akhir musim hujan
µ ±std

min-maks

14.54±2.06
2.06±0.54
0.08±0.02
0.05±0.01
9.56±1.93

10.80-22.83
0.83-3.72
0.04-0.14
0.02-0.09
5.30-15.70

Uji T
0.496
0.316
0.213
0.206
0.257

BK : bahan kering; PK : protein kasar; Ca : calcium; P : phospor; TDN : total digestible nutrient

Kebutuhan bahan kering (BK) untuk sapi perah adalah sekitar 2.5 sampai
3% dari bobot badannya (NRC 1989). Kebutuhan energi (TDN) untuk sapi perah
adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak
susu dan, kebutuhan untuk reproduksi (Schmidt et al. 1988). Disamping energi,
protein merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh
(Sudono 1999). Jumlah protein yang dibutuhkan sapi laktasi tergantung pada berat
badan, jumlah susu yang dihasilkan dan kadar lemak susu yang dihasilkan
(Siregar 1972). Mineral di dalam ransum sapi perah digunakan untuk efisiensi
produksi susu, memelihara kesehatan dan reproduksi (Mc Dowell 1985).

10
Kecukupan Nutrien
Jumlah pemberian BK, LK, PK, SK, Ca, P, dan TDN pakan dapat dilihat
pada Tabel 5. Pemberian BK, SK, Ca, P, dan TDN tidak berbeda nyata antara
awal musim hujan dan akhir musim hujan. Rata-rata pemberian bahan kering
(BK) pada awal musim hujan adalah sebesar 24.43±8.09 (kg ekor-1 hari-1),
sedangkan pada akhir musim hujan adalah 24.48±7.70 (kg ekor-1 hari-1).
Tabel 5 Pemberian nutrien pakan sapi perah
Pemberian
nutrien
(kg)
BK
LK
PK
SK
Ca
P
TDN

Awal musim hujan

Akhir musim hujan

µ ±std

min-maks

µ ±std

min-maks

24.43±8.09
0.85±0.29
2.98±1.13
5.41±2.15
0.05±0.02
0.07±0.02
15.21±4.76

12.34-43.24
0.37-1.51
1.43-6.10
2.41-10.53
0.03-0.12
0.04-0.11
7.56-24.11

24.48±7.70
0.87±0.26
2.99±0.93
5.34±2.12
0.04±0.01
0.06±0.02
15.31±4.34

12.24-43.24
0.39-1.43
1.46-4.94
2.41-11.56
0.02-0.08
0.03-0.11
7.52-23.54

Uji T
0.458
0.069
0.343
0.475
1.000
1.000
0.400

BK : bahan kering; LK : lemak kasar; PK : protein kasar; SK : serat kasar; Ca : calcium; P :
phospor; TDN : total digestible nutrient

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pemberian pakan
telah memenuhi bahkan melebihi kebutuhan. Namun, masih terdapat kekurangan
Ca, baik pada awal musim hujan maupun akhir musim hujan. Hal ini disebabkan
rendahnya kandungan mineral dalam pakan.
Tabel 6 Evaluasi kecukupan nutrien sapi perah
Rata-rata
Pemberian
(kg)
Kebutuhan
(kg)
Nutrient
balance
(kg)

Awal musim hujan

Akhir musim hujan

BK

PK

Ca

P

TDN

BK

PK

Ca

P

TDN

24.43

2.98

0.05

0.07

15.21

24.48

2.99

0.04

0.06

15.31

14.53

2.03

0.08

0.05

9.40

14.54

2.07

0.08

0.05

9.56

+9.90

+0.95

-0.03

+0.02

+5.81

+9.94

+0.92

-0.04

+0.01

+5.75

BK : bahan kering; PK : protein kasar; Ca : calcium; P : phospor; TDN : total digestible nutrient

Rata-rata kecukupan nutrien sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7. Pada
Tabel 7 terlihat bahwa persentase kecukupan nutrien sapi perah telah memenuhi
bahkan melebihi kebutuhan sapi perah, kecuali pemenuhan mineral Ca yang
kurang dari 100%.

11
Tabel 7 Rata-rata kecukupan nutrien sapi perah
Kebutuhan nutrien
Bahan Kering
Protein Kasar
Calcium
Phospor
Total Digestible Nutrient

Awal musim hujan
(%)
171.83
155.63
69.08
140.04
167.34

Akhir musim hujan
(%)
172.51
156.33
57.94
134.10
167.44

Rata-rata jumlah sapi yang telah memenuhi kebutuhan BK, PK, Ca, P, dan
TDN pada awal musim hujan dan akhir musim hujan dapat dilihat pada Tabel 8.
Bervariasinya persentase sapi yang memenuhi kebutuhan nutrien diduga
disebabkan kualitas pakan yang beragam, efisiensi pakan, dan tingkat kecernaan
pakan. Kecernaan bahan pakan tergantung dari keseimbangan nutrisi pakannnya,
semakin seimbang nutrisi pakan semakin baik koefisien cernanya (McDonald et
al. 1992). Pada akhir musim hujan lebih banyak sapi yang terpenuhi kebutuhan
BK dan TDN, namun PK, Ca, dan P lebih sedikit terpenuhi. Hal tersebut
disebabkan kandungan BK bahan pakan yang lebih tinggi pada akhir musim
hujan, namun kualitas protein menurun.
Tabel 8 Persentase sapi yang memenuhi kebutuhan nutrien
Kebutuhan nutrien
Bahan Kering
Protein Kasar
Calcium
Phospor
Total Digestible Nutrient

Awal musim hujan
(%)

Akhir musim hujan
(%)

84.35
77.39
15.65
70.43
82.61

91.30
73.91
5.22
66.09
88.69

Bobot Badan,Body Condition Score (BCS),Produksi Susu,dan Kualitas Susu
Rata-rata bobot badan, body condition score (BCS) dan produksi susu sapi
pada awal musim hujan tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan akhir
musim hujan. Body Condition Score (BCS) sepanjang laktasi minimum dan
maksimum masing-masing adalah 2.25 dan 3.25. Hasil ini sesuai penelitian
Sukandar et al. (2008) yang menyatakan bahwa Body Condition Score (BCS)
sepanjang laktasi minimum dan maksimum masing-masing adalah 2.00 dan 3.75.
Namun, nilai BCS tersebut masih di bawah rekomendasi Penn State (2004) yang
menyatakan bahwa nilai BCS sepanjang laktasi minimum dan maksimum adalah
3.00 dan 3.25. Kondisi tubuh sapi dewasa yang ideal berkaitan erat dengan
produksi susu optimal. Sapi dewasa yang berada pada kondisi tubuh terlalu gemuk
atau terlalu kurus akan menurunkan produksi susu. Hal ini sesuai dengan
pernyatan Taylor dan Field (2004), yang menyatakan bahwa setelah beranak sapi
perah akan mengalami kesulitan menyediakan nutrisi untuk produksi susu karena
konsumsi pakan terbatas, sehingga cadangan lemak tubuh digunakan untuk

12
memenuhi kebutuhan. Oleh karenanya, sapi perah akan mengalami kehilangan
bobot tubuh selama peningkatan produksi susu sehingga BCS menurun. Data
bobot badan, body condition score (BCS), dan produksi susu dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9 Bobot badan, body condition score (BCS), dan produksi susu
Peubah

Awal musim
hujan

Akhir musim
hujan

Uji T

Bobot badan (kg)
Body Condition Score
Produksi susu (kg e-1 h-1)

434.42±35.85
2.65±0.19
18.73±6.07

441.90±35.10
2.66±0.22
18.31±6.05

0.052
0.912
0.324

Rataan kandungan lemak, laktosa, protein, dan solid non fat (SNF) masingmasing sebesar 4.17%, 4.28%, 2.93%, dan 7.75% pada awal musim hujan,
sedangkan rataan kandungan lemak, laktosa, protein, dan solid non fat (SNF) pada
akhir musim hujan sebesar 4.55%, 4.17%, 2.91%, dan 7.53%. Kadar lemak dan
protein telah memenuhi syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia
(2011), yaitu minimum kadar protein susu sebesar 2.8% dan kadar lemak susu
3%. Namun, untuk kadar solid non fat (SNF) masih di bawah syarat minimum
susu segar, yaitu 7.8%.
Tabel 10 Rata-rata komposisi susu
Komposisi susu
Lemak
Laktosa
Protein
Solid Non Fat

Rata-rata (%)
Awal musim hujan Akhir musim hujan
4.17
4.55
4.28
4.17
2.93
2.91
7.75
7.53

Uji T
0.034*
0.000*
0.304
0.000*

** sangat berbeda nyata (P