Hubungan Distribusi Aerosol Dengan Ketinggian Planetary Boundary Layer (Studi Kasus: Riau Dan Sekitarnya).

HUBUNGAN DISTRIBUSI AEROSOL DENGAN
KETINGGIAN PLANETARY BOUNDARY LAYER
(Studi Kasus: Riau dan Sekitarnya)

SULVIANA WIDURI EKAYATNI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Distribusi
Aerosol Dengan Ketinggian Planetary Boundary Layer (Studi Kasus: Riau dan
Sekitarnya) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Sulviana Widuri Ekayatni
NIM G24110007

ABSTRAK
SULVIANA WIDURI EKAYATNI. Hubungan Distribusi Aerosol Dengan
Ketinggian Planetary Boundary Layer (Studi Kasus: Riau dan Sekitarnya).
Dibimbing oleh AHMAD BEY dan IDUNG RISDIYANTO.
Kebakaran sering terjadi di wilayah Indonesia, seperti di Sumatera dan
Kalimantan sehingga menjadi salah satu indikasi penyebab dari adanya sebaran
aerosol di atmosfer. Aerosol Optical Depth (AOD) merupakan tingginya aerosol
dalam satu kolom sampai puncak atmosfer. AOD sebagai indeks ketebalan optik
aerosol diasumsikan sebagai tebal aerosol yang ada di suatu lapisan udara dan
berkontribusi dalam pengurangan radiasi matahari ke permukaan bumi.
Berkurangnya panas yang diterima permukaan bumi berpengaruh pada penurunan
suhu yang berakibat pada proses berkurangnya tinggi planetary boundary layer
yang faktor berpengaruhnya berupa thermal (suhu), shear wind, letak topografi,
dll. Sehingga hubungan yang terjadi pada AOD dengan tinggi planetary boundary

layer adalah negatif karena semakin tebalnya AOD di suatu lapisan udara, maka
tinggi planetary boundary layer akan semakin rendah, sedangkan semakin tipisnya
AOD, maka tinggi planetary boundary layer akan semakin tinggi.
Kata kunci: Planetary Boundary Layer, metode empiris, AOD, ketebalan optik
aerosol, citra MODIS, kebakaran hutan gambut

ABSTRACT
SULVIANA WIDURI EKAYATNI. The Relationship of Aerosol Distributions
With Planetary Boundary Layer Height (Case Study: Riau Area). Supervised by
AHMAD BEY and IDUNG RISDIYANTO.
Aerosol concentrations within a planetary boundary layer may provide
useful information in identifying the likely occurrences of forest fires in regions,
like parts of Sumatera and Kalimantan, where such phenomena frequently occur,
especially, during dry months of July, August, September and October. Aerosol
Optical Depth (AOD) is a measure of the height of aerosol distributions in the
atmosphere, primarily, in the vertical. It is expressed in form of an index which
gives the aerosol optical thickness, and may be interpreted as aerosol thickness
within an air layer that affects to the reduction of solar radiation reaching the
earth's surface. As a consequence, the reduced heat flux arrived and, subsequently,
absorbed by the surface allows the lowering of surface temperature which may,

significantly, reduce planetary boundary layer thickness when other factors
remain constant. As inferred from theory, the analysis shows a tendency of
negative relationships between AOD and the height of planetary boundary layer;
namely, a large AOD index is accompanied by a relatively low planetary
boundary layer, and vice versa. Simple calculations in this work also derive a
single factor scenario which allows to estimate the impact of a prescribed
increased of an AOD index on the extent of planetary boundary height reductions.
Keywords: Planetary Boundary Layer, empirical methods, AOD, Aerosol Optical
Depth, MODIS image, peat forest fires

HUBUNGAN DISTRIBUSI AEROSOL DENGAN
KETINGGIAN PLANETARY BOUNDARY LAYER
(Studi Kasus: Riau dan Sekitarnya)

SULVIANA WIDURI EKAYATNI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah
kajian atmosfer, dengan judul Hubungan Distribusi Aerosol Dengan Ketinggian
Planetary Boundary Layer (Studi Kasus: Riau dan Sekitarnya).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Ahmad Bey selaku
pembimbing satu yang paling banyak memberikan bimbingan, perhatian,
semangat, serta wawasan baru selama penelitian dan penyusunan skripsi ini,
Bapak Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc selaku pembimbing dua yang telah banyak
memberi arahan, saran, juga semangat, serta kepada Ibu Dr Ir Tania June, M.Sc
selaku dosen penguji yang baik, sabar, dan atas dukungan yang diberikan dalam

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman
GFM 48 yang telah memberikan saran, masukan dan motivasinya terutama para
sahabat, serta kakak GFM 46, GFM 47 dan adik GFM 49 yang memberikan
bantuan-bantuan demi terwujudnya penelitian ini.
Ungkapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada ibu, nenek,
seluruh keluarga, serta teman sejati yang senantiasa memberi kekuatan, dukungan
disaat apapun dan atas segala doa serta kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Sulviana Widuri Ekayatni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA
Aerosol Optical Depth (AOD)


2
2

Pengertian AOD

2

Arti Nilai Indeks AOD

2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Planetary Boundary Layer

3

Turbulence Kinetic Energy (TKE)

3

Komponen Stabilitas Atmosfer


3

METODE

4

Waktu dan Tempat

4

Alat

4

Bahan

4

Prosedur Analisis Data


4

Pengolahan Awal Data Citra

4

Konversi Data MOD-04

4

Penentuan Ketebalan Aerosol

5

Penentuan Ketinggian Planetary Boundary Layer

6

Metode Suhu Potensial


6

Metode Kelembaban Spesifik (q)

7

Metode Kelembaban Relatif (RH)

7

Metode Refraktiviti (N)

7

Metode Elevated Inversion (EI)

7

Metode Surface-Based Inversion (SBI)


8

Pengolahan Akhir Data Citra

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
AOD (Plot 1, Plot 2, dan Plot 3)

8
8

Tinggi Planetary Boundary Layer Menggunakan Metode Empiris

12

Hubungan AOD dengan Tinggi Planetary Boundary Layer

17

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1
2
3

Data AOD pada beberapa plot Provinsi Riau dan sekitarnya setiap
tanggal 1 bulan Juli sampai Oktober tahun 2007-2012.
Tinggi dalam satuan meter dengan penghitungan menggunakan
rumus.
Data tinggi planetary boundary layer menggunakan metode empiris
Kabupaten Pelalawan, Riau setiap tanggal 1 bulan Juli sampai
Oktober tahun 2007-2012.

23
23

24

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7

8

9

Nilai AOD menggunakan citra MODIS pada beberapa plot di Riau
dan sekitarnya per tanggal 1 bulan Juli hingga Oktober tahun 2007
hingga 2012.
Peta AOD dari data MOD-04 Aerosol Product 1 Juli 2009 plot 1.
Peta AOD dari data MOD-04 Aerosol Product 1 Juli 2009 plot 2.
Peta AOD dari data MOD-04 Aerosol Product 1 Juli 2009 plot 3.
Peta AOD dari data MOD-04 Aerosol Product 1 Agustus 2012 plot
3.
Peta AOD dari data MOD-04 Aerosol Product 1 Agustus 2012 plot
4.
Tinggi planetary boundary layer dari data radiosonde menggunakan
metode gradien suhu potensial di Pelalawan bulan Juli hingga
Oktober tahun 2007 hingga 2012.
Plotting time series tinggi planetary boundary layer dan nilai AOD
plot 1 setiap tanggal 1 pada bulan Juli sampai Oktober tahun 20072012.
Plotting time series tinggi planetary boundary layer dan nilai AOD
plot 2 setiap tanggal 1 pada bulan Juli sampai Oktober tahun 20072012.

9
10
10
11
12
12

13

15

16

10

11
12
13
14

Plotting time series tinggi planetary boundary layer dan nilai AOD
plot 3 setiap tanggal 1 pada bulan Juli sampai Oktober tahun 20072012.
Hubungan AOD pada plot 1 dengan tinggi planetary boundary layer
per tanggal 1 bulan Juli hingga Oktober tahun 2007 hingga 2012.
Hubungan AOD pada plot 2 dengan tinggi planetary boundary layer
per tanggal 1 bulan Juli hingga Oktober tahun 2007 hingga 2012.
Hubungan AOD pada plot 3 dengan tinggi planetary boundary layer
per tanggal 1 bulan Juli hingga Oktober tahun 2007 hingga 2012.
Hubungan AOD pada plot 4 dengan tinggi planetary boundary layer
per tanggal 1 bulan Juli hingga Oktober tahun 2007 hingga 2012.

16
17
17
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1

Metadata MOD-04 Juli 2009

25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fenomena kebakaran hutan di Indonesia saat ini menjadi hal yang tidak
asing karena kejadian tersebut sudah sering terjadi. Kebakaran hutan akan
mengakibatkan kerugian pada sumber daya alam yaitu berupa hutan, selain itu
juga pada pelepasan emisi materi ke atmosfer sehingga memberikan resiko
peningkatan polutan di udara, contohnya berupa aerosol. Aerosol dapat
didefinisikan sebagai suspense dari larutan atau partikel padat di udara dengan
ukuran partikel antara 109 – 10-4 m (Poschl 2005). Tingkat bahaya menjadi lebih
tinggi jika kebakaran terjadi di area lahan gambut karena emisi yang dihasilkan
dapat menjadi lebih banyak dan lebih pekat bahkan sulit dipadamkan karena
kebakaran terjadi di bawah permukaan sehingga suhu permukaan dan suhu udara
akan lebih tinggi dari keadaan normal. Menurut Harisson et al (2009), Kalimantan
dan Sumatera merupakan area kebakaran lahan gambut terluas di dunia yang
menjadi sumber aerosol di Indonesia. Tercatat pada tahun 1997/1998 adalah
kejadian kebakaran yang terbesar dan menjadi sejarah di bidang kehutanan. Pada
masa kini, terjadinya kebakaran karena berkaitan dengan aktivitas pembukaan
lahan seperti konversi hutan menjadi perkebunan.
Menggunakan citra satelit seperti citra MODIS, pendugaan kebakaran di
suatu wilayah dapat dilakukan. Pendugaan dapat dilihat dari nilai suhu permukaan
wilayah kajian atau dengan nilai ketebalan aerosol di atmosfer yaitu menggunakan
indeks AOD (Aerosol Optical Depth). Aerosol dapat dinilai sebagai emisi hasil
dari proses kebakaran yang memberikan kontribusi pada besar konsentrasi polutan
di udara dan akan berkaitan penting pada kualitas lingkungan. Aerosol yang
terdapat di udara berhubungan dengan kondisi atmosfer karena dapat
mempengaruhi jumlah radiasi matahari yang diserap oleh permukaan bumi dan
tergantung pada sifat suatu aerosol karena ada tipe aerosol yang dapat menyerap
radiasi matahari dan yang memantulkan radiasi matahari sehingga mempengaruhi
ketinggian planetary boundary layer (PBL) yang salah satu faktor pembentuknya
adalah suhu permukaan. Pendugaan tinggi PBL dapat dilakukan menggunakan
beberapa parameter meteorologi yang diperoleh dari data radiosonde sehingga
dapat dianalisis dengan metode empiris.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketebalan aerosol yang dihasilkan
akibat kebakaran hutan gambut dengan mengambil Riau dan sekitarnya sebagai
studi kasus dan hubungannya terhadap ketinggian planetary boundary layer.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Aerosol Optical Depth (AOD)
Pengertian AOD
AOD merupakan tebal aerosol dalam satu kolom atmosfer sampai puncak
atmosfer sehingga dapat diketahui juga jumlah sinar yang terhamburkan atau
terserap oleh partikel udara tersebut. Menurut Puruitaningrum (2010), AOD
adalah kedalaman optik sebagai ukuran transparansi yang merupakan logaritma
negatif dari fraksi radiasi yang tidak tersebar atau terserap pada suatu medium
lapisan udara. Kedalaman optik atmosfer dapat diukur dengan alat pengukur
cahaya pencitraan.
Arti Nilai Indeks AOD
AOD ditunjukkan melalui indeks yang tidak bersatuan dan fungsinya juga
beragam yaitu untuk pengukuran ketebalan aerosol pada suatu kolom udara.
Menurut Carmichael dkk (2009), nilai AOD