Kajian Penggunaan Ruang Publik Dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku Studi Kasus: PKL Di Jalan Sutomo Medan Dan Sekitarnya

(1)

KAJIAN PENGGUNAAN RUANG PUBLIK DENGAN

PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU

Studi Kasus: PKL di Jalan Sutomo Medan dan sekitarnya

SKRIPSI

OLEH

SHELLA LIE

100406027

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KAJIAN PENGGUNAAN RUANG PUBLIK DENGAN

PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU

Studi Kasus : PKL di Jalan Sutomo Medan dan sekitarnya

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Simatera Utara

Oleh

SHELLA LIE

100406027

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERNYATAAN

KAJIAN PENGGUNAAN RUANG PUBLIK DENGAN

PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU

Studi Kasus : PKL di Jalan Sutomo Medan dan sekitarnya

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 7 Juli 2014.


(4)

Judul Skripsi : KAJIAN PENGGUNAAN RUANG PUBLIK DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU

Studi Kasus: PKL di Jalan Sutomo Medan dan sekitarnya Nama Mahasiswa : Shella Lie

Nomor Pokok :

Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing,

( Wahyuni Zahrah, ST,MS.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

Ir,Dr.Dwira Nirfalini Aulia, MSc. Ir.Nurinayat Vinky Rachman,MT.


(5)

Telah diuji pada Tanggal : 7 Juli 2014

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir,Dr. Nelson Manumpak Siahaan,Dipl.TP,M.Arch Anggota Komisi Penguji : 1. Wahyuni Zahrah, ST, MS.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya (penulis) ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-Nya akhirnya saya dapat mengerjakan dan menyelesaikan Skripsi Sarjana ini. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada saya, diantaranya :

1. Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS. selaku dosen pembimbing. “Betapa beruntungnya saya bisa mengenal dosen seperti Ibu, terima kasih banyak Bu. Pengetahuan dan masukan dari Ibu sangat membantu saya.”

2. Bapak Ir, Dr. Nelson Manumpak Siahaan, Dipl.TP, M.Arch dan bapak Hajar Suwantoro, ST, MT. selaku dosen penguji. Saran dan kritikan Beliau memberikan pandangan berbeda untuk saya.

3. Bapak Ir.Nurinayat Vinky Rachman,MT. dan bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA. selaku ketua dan sekretaris jurusan yang selalu membantu dan melancarkan perkuliahan kita.

4. Seluruh dosen dan staff arsitektur yang telah membimbing mulai dari awal perkuliahan sampai saya bisa menyelesaikan kuliah.

5. Penjual-penjual pada Pajak Bulan Medan, berkat merekalah skripsi saya dapat selesai dengan tepat waktu. Terima kasih ibu-ibu!

6. Kedua orangtua saya yang telah melahirkan dan menyekolahkan saya sampai ke jenjang ini. Dukungan mereka sangat luar biasa.

7. Nenek, saudara, dan teman-teman seperjuangan, yang selalu memberikan semangat kepada saya, tempat berbagi, dan tempat curhat saya.

8. Yang terakhir namun juga merupakan orang yang berperan paling besar dalam kelancaran skripsi saya, yaitu Frendy, ST. selaku pacar saya yang selalu menemani saya saat survei, membantu saya nge-print laporan, mengingatkan deadline tugas saat saya khilaf, dan memberikan semangat yang luar biasa. Terima kasih banyak, sayang! 

Medan, 7 Juli 2014. Shella Lie


(7)

ABSTRAK

Ruang publik merupakan salah satu elemen kota yang penting dalam meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan baik itu dari segi lingkungan, masyarakat maupun kota melalui fungsi penggunaan ruang di dalamnya. Namun dalam perkembangannya, ruang publik sering disalahgunakan. Salah satu contohnya adalah perubahan fungsi jalan arteri menjadi tempat berjualan para pedagang kaki lima (PKL). Skripsi ini bertujuan untuk memaparkan cara pelaku (PKL) menggunakan ruang publik sebagai sebuah freemarket dan cara adaptasi/adjustment yang dilakukan pelaku terhadap kondisi pasar tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam Skripsi Sarjana ini adalah penelitian kualitatif dengan metoda observasi untuk mendapatkan setting lapangan, pemetaan perilaku untuk mendapatkan pola aktivitas yang terjadi, dan kuesioner/wawancara untuk mendapatkan latar belakang sosial pengguna ruang. Melalui survey pada studi kasus PKL di Pajak Bulan Medan, dapat disimpulkan bahwa dalam satu kawasan tersebut terjadi beragam aktivitas yang berbeda dalam waktu yang berbeda, dan memerlukan setting fisik yang berbeda pula. Namun, beragam aktivitas tersebut belum terakomodasi sepenuhnya oleh setting fisik Pajak Bulan, sehingga pengguna ruang perlu melakukan adaptasi yang berupa tindakan langsung dan penyesuaian mental.


(8)

ABSTRACT

Public space is one of the important elements of the city in improving the quality of urban life both in terms of the environment, the community or city functions through the use of space in it. But in its development, public space is often misused. One of the example is the change in the function of the arterial road into a place for the street vendors. This research aims to explain how the street vendors use the public space as a freemarket and how they adapt / adjust with the market conditions. The type of research used is a qualitative research which methods are observation to obtain the field setting, behavioral mapping to obtain activity patterns that occur, and questionnaires / interviews to obtain social background of the users. Through a survey of the street vendors in “Pajak Bulan” Medan as a case studies , it can be concluded that in this region occurred in a variety of different activities at different times, and require different physical settings. However, the variety of activities have not been fully accommodated by the physical setting of the Pajak Bulan, so that users need to adapt in the form of direct action and mental adjustment.


(9)

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar………. i

Abstrak.………... ii

Abstract………. iii

DAFTAR ISI……….……… iv

DAFTAR TABEL………. vii

DAFTAR GAMBAR……… viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang………... 1

1.2.Perumusan Masalah………... 3

1.3.Tujuan Penelitian………... 4

1.4.Manfaat Penelitian………. 4

1.5.Kerangka berpikir……….. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembahasan Arsitektur Perilaku………. 6

2.1.1. Pengertian Behaviorisme (Perilaku)………. 6

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Behaviorisme………….. 7

2.1.3. Behaviorisme dalam Kajian Arsitektur ……… 8

2.2. Pembahasan Ruang……….. 10

2.2.1. Ruang Publik ……… 11

2.2.2. Teritori……….. 13

2.2.3. Crowding………...………... 14

2.2.4. Adaptasi dan Adjustment……….. 15


(10)

2.3.1. Asal Mula PKL………. 18

2.3.2. Karakteristik PKL……… 18

2.3.3. Pengendalian dan Pengaturan PKL……….. 20

2.3.4. Studi Banding PKL: Free Market……… 21

2.4. Pasar di Indonesia………... 22

2.4.1. Defenisi dan Fungsi Pasar ………... 22

2.4.2. Jenis-Jenis Pasar………... 23

2.4.3. Kriteria Perancangan Pasar Tradisional………... 25

2.5. Kesimpulan……….. 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………. 29

3.2. Variabel Penelitian………... 29

3.3 Populasi / Sampel ………. 31

3.4. Metoda Pengumpulan Data………. 32

3.5. Kawasan Penelitian……….. 33

3.6. Metoda Analisa Data……… 34

BAB IV. DESKRIPSI KAWASAN 4.1. Tata Guna Lahan……….. 35

4.2. Sistem keterkaitan ruang (sirkulasi, aksesibilitas, dan parkir)… 35 4.3. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)……… 40

4.4. Street Furniture………... 42

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Segmen 1 : Jalan Sutomo………. 46

5.1.1. Setting………... 46


(11)

5.1.3. Waktu………... 59

5.2. Segmen 2 : Jalan Bulan………... 65

5.2.1. Setting………... 65

5.2.2. Aktivitas………... 70

5.2.3. Waktu ………... 76

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ………. 81

6.2. Saran ………... 84

DAFTAR PUSTAKA……… 85


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

2.1 Tipe-tipe teritori……….14 2.2 Isu, tujuan, dan kriteria perancangan pasar tradisional…...26

dalam aspek arsitektur kota


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal

2.1 Uraian faktor yang mempengaruhi ruang publik………….13

2.2 Rumah susun dan rumah bolon merupakan contoh adjustment masyarakat………..16

2.3 Jin Tai Road Free Market, Beijing……….21

2.4 Hongdae Free Market, Seoul ……….22

2.5 Pemetaan Jenis-Jenis Pasar………23

3.1 Keyplan Kota Medan ……….31

4.1. Tata Guna Lahan Pajak Bulan………...36

4.2. Kelancaran jalan yang terganggu………...37

4.3 Diagram Tingkat Keamanan Pajak Bulan………...37

4.4 Keyplan Kondisi jalan di Pajak Bulan……….38

4.5 Diagram Tingkat Kebersihan Pajak Bulan ………...38

4.6 Akses masuk area Pajak Bulan………..39

4.7 Diagram Tingkat Aksesibilitas Pajak Bulan ………40

4.8 Keyplan kantong parkir……….41

4.9 Keyplan Pedestrian………42

4.10 Jalan Bulan dan Jalan Sutomo yang tidak terdapat jalur pedestrian………41

4.11 Jenis-jenis lampu yang ditemukan pada Pajak Bulan ………42

4.12 Tempat sampah yang tidak cukup menampung sampah Pajak Bulan………..43

4.13 Keyplan pepohonan………...44


(14)

4.15 Diagram Tingkat Fasilitas Pajak Bulan………45

5.1 Potongan Jalan Sutomo……….46

5.2 Setting fisik Jalan Sutomo……….47

5.3 Perbandingan aksesibilitas persimpangan jalan dan jalan linear………..48

5.4 Setting tempat jualan di jalan Sutomo………..50

5.5 Jawaban penjual terhadap perubahan fisik jalan………….50

5.6 Aktivitas yang terjadi di jalan Sutomo pada dini hari dan sore hari………....52

5.7 Diagram hubungan sosial antara penjual dan penjual ……....53

5.8 Diagram hubungan sosial antara penjual dan pembeli…….53

5.9 Diagram hubungan sosial antara pembeli dan penjual….…54 5.10 Diagram hubungan sosial antara pembeli dan pembeli…....54

5.11 Diagram alasan kedatangan pembeli……….55

5.12 Person-centered mappingseorang penjual di Jl.Sutomo…..58

5.13 Pemetaan perilaku di Jl.Sutomo pada durasi 00.00 – 02.00 .61 5.14 Pemetaan perilaku di Jl.Sutomo pada durasi 05.00 – 07.00 .62 5.15 Pemetaan perilaku di Jl.Sutomo pada durasi 10.00 – 12.00 .63 5.16 Pemetaan perilaku di Jl.Sutomo pada durasi 15.00 – 17.00.64 5.17 Potongan Jalan bulan ……….65

5.18 Setting fisik Jalan Bulan………..66

5.19 Setting tempat berjualan di Jl.Bulan pada pagi hari dan siang hari………68

5.20 Area crowdingjalan Bulan ………69

5.21 Perbedaan aktivitas di Jl.Sutomo dan Jl.Bulan……….70


(15)

5.23 Person-centered mappingseorang penjual di Jl.Sutomo…..75 5.24 Pemetaan perilaku di Jl.Bulan pada durasi 00.00 – 02.00....77 5.25 Pemetaan perilaku di Jl.Bulan pada durasi 05.00 – 07.00…78 5.26 Pemetaan perilaku di Jl.Bulan pada durasi 10.00 – 12.00…79 5.27 Pemetaan perilaku di Jl.Bulan pada durasi 15.00 – 17.00…80


(16)

ABSTRAK

Ruang publik merupakan salah satu elemen kota yang penting dalam meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan baik itu dari segi lingkungan, masyarakat maupun kota melalui fungsi penggunaan ruang di dalamnya. Namun dalam perkembangannya, ruang publik sering disalahgunakan. Salah satu contohnya adalah perubahan fungsi jalan arteri menjadi tempat berjualan para pedagang kaki lima (PKL). Skripsi ini bertujuan untuk memaparkan cara pelaku (PKL) menggunakan ruang publik sebagai sebuah freemarket dan cara adaptasi/adjustment yang dilakukan pelaku terhadap kondisi pasar tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam Skripsi Sarjana ini adalah penelitian kualitatif dengan metoda observasi untuk mendapatkan setting lapangan, pemetaan perilaku untuk mendapatkan pola aktivitas yang terjadi, dan kuesioner/wawancara untuk mendapatkan latar belakang sosial pengguna ruang. Melalui survey pada studi kasus PKL di Pajak Bulan Medan, dapat disimpulkan bahwa dalam satu kawasan tersebut terjadi beragam aktivitas yang berbeda dalam waktu yang berbeda, dan memerlukan setting fisik yang berbeda pula. Namun, beragam aktivitas tersebut belum terakomodasi sepenuhnya oleh setting fisik Pajak Bulan, sehingga pengguna ruang perlu melakukan adaptasi yang berupa tindakan langsung dan penyesuaian mental.


(17)

ABSTRACT

Public space is one of the important elements of the city in improving the quality of urban life both in terms of the environment, the community or city functions through the use of space in it. But in its development, public space is often misused. One of the example is the change in the function of the arterial road into a place for the street vendors. This research aims to explain how the street vendors use the public space as a freemarket and how they adapt / adjust with the market conditions. The type of research used is a qualitative research which methods are observation to obtain the field setting, behavioral mapping to obtain activity patterns that occur, and questionnaires / interviews to obtain social background of the users. Through a survey of the street vendors in “Pajak Bulan” Medan as a case studies , it can be concluded that in this region occurred in a variety of different activities at different times, and require different physical settings. However, the variety of activities have not been fully accommodated by the physical setting of the Pajak Bulan, so that users need to adapt in the form of direct action and mental adjustment.


(18)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan ruang terbuka publik pada suatu kawasan di pusat kota sangat penting artinya karena dapat meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan baik itu dari segi lingkungan, masyarakat maupun kota melalui fungsi pemanfaatan ruang di dalamnya. Ruang terbuka publik pada perkembangannya sering digunakan tidak sebagaimana mestinya . Salah satu contohnya adalah perubahan fungsi jalan arteri menjadi tempat berjualan para PKL.

Pedagang kaki lima(PKL)merupakan sektor informal yang keberadaannya senantiasa diabaikan oleh pemerintah kota. PKL dapat ditemukan hampir di seluruh kota dan kebanyakan berada di ruang fungsional kota seperti pusat perdagangan, pusat rekreasi, taman kota, dan tempat-tempat umum yang dapat menarik sejumlah besar penduduk sekitar.

Menurut Kadir (2010), keberadaan PKL sebagai sektor informal dalam kegiatan perdagangan menimbulkan suatu dikotomi karena disatu sisi sektor informal mampu menyerap tenaga kerja terutama pada golongan masyarakat yang memilki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah serta modal kecil. Namun disisi lain sektor ini merupakan sektor yang tidak memiliki legalitas atau perlindungan hukum dan merugikan sektor formal karena menyebabkan permasalahan lingkungan kota. Hal ini terjadi karena pemerintah kota tidak pernah menyediakan ruang bagi PKL dalam Rencana Tata Ruang Kota. Salah


(19)

satu contoh penyebaran PKL pada kota Medan berada di kawasan jalan Sutomo, jalan Bulan dan sekitarnya, yang mana sudah semakin meluas dan disebut sebagai Pajak Bulan. Pajak Bulan merupakan salah satu pasar tradisional di Medan yang terbentuk dari deretan-deretan PKL di pinggir jalan.

Pasar tradisional umumnya terbentuk secara tidak terencana (organik), sehingga kurang maksimal dalam hal penataannya dan cenderung tidak permanen. Pasar ini berbasis atas permintaan dan penawaran (supply and demand) dan tidak atau jarang diintervensi oleh pemerintah, biasanya dikelola oleh penduduk lokal. Pasar seperti ini dikenal dengan istilah free market di negara lain.

Pajak Bulan merupakan salah satu free market di Medan yang terbentuk secara tidak terencana dan tidak permanen, namun masih eksis sampai saat ini. Pasar ini sangat menarik untuk dijadikan kawasan penelitian melihat beberapa pertimbangan seperti jenis dagangan, lokasi, dan jam pengoperasiannya. Dari analisis setting fisik Pajak Bulan, akan terekam bagaimana pelaku memanfaatkan ruang publik sebagai sebuah freemarket, seberapa jauh setting fisik dapat mempengaruhi perilaku pengguna ruangnya, dan mengidentifikasi pola adaptasi/adjustment pengguna ruang terhadap kondisi pasar tersebut.


(20)

1.2. Perumusan masalah

Kawasan jalan Bulan, jalan Bintang dan sekitarnya merupakan kawasan permukiman yang kemudian ruas jalannya dialih fungsikan menjadi sebuah pasar tradisional. Hal ini terjadi didasarkan oleh kebutuhan pokok manusia dan kebutuhan sosialnya. Dasar permasalahan penelitian terletak pada user (pengguna ruang), dengan beberapa aspek yang akan ditinjau adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaku memanfaatkan ruang publik menjadi sebuah pasar? 2. Bagaimana pola adaptasi / adjustment yang dilakukan pelaku terhadap

kondisi pasar?

Batasan-batasan proyek yang menjadi batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Skripsi Sarjana ini berfokus pada observasi mendalam tingkah laku pengguna ruang untuk mendapatkan informasi bagaimana mereka menggunakan ruang publik tersebut.

2. Skripsi Sarjana ini tidak melibatkan faktor ekonomi pasar, kebersihan, dan faktor lain diluar hubungan antara ruang, lingkungan, dan perilaku manusia.


(21)

1.3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis faktor fisik, perilaku, dan sosial dalam kaitannya dengan pemanfataan ruang di Pajak Bulan.

2. Mengidentifikasi pola adaptasi dan adjustment pengguna ruang terhadap kondisi pasar.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat praktis, memberi masukan bagi pemerintah kota dalam menetapkan regulasi perencanaan dan penataan pasar tradisional yang dapat tanggap setiap perilaku individu yang menempati ruang tersebut.

2. Manfaat teoritis, memberikan masukan studi dan memperkaya ilmu hubungan antara ruang terhadap perilaku manusia.


(22)

1.5. Kerangka Berpikir

LATAR BELAKANG

PROYEK :

- Ruang terbuka publik dalam perkembangannya sering disalahgunakan - Masyarakat Indonesia memiliki budaya berbelanja di pasar tradisional

untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial mereka. - Pajak Bulan memiliki potensi yang besar melihat lokasi dan sumber

bahan pokok yang diperdagangkan.

TEMA JUDUL :

Kajian Penggunaan Ruang Publik dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku

Studi Kasus : PKL di Jalan Sutomo Medan dan sekitarnya

MAKSUD DAN TUJUAN :

- Menganalisis faktor fisik, perilaku, dan sosial dalam kaitannya dengan pemanfataan ruang di Pajak Bulan.

- Mengidentifikasi pola adaptasi dan adjustment pengguna ruang terhadap kondisi pasar.

PERMASALAHAN :

1. Bagaimana pelaku memanfaatkan ruang publik menjadi sebuah pasar? 2. Bagaimana pola adaptasi /

adjustment yang dilakukan pelaku terhadap kondisi pasar?

METODOLOGI : - Observasi mendalam - Pemetaan perilaku - Kuisioner dan wawancara

ANALISA:

- Perilaku pengguna ruang

KELUARAN : - Memperkaya studi ilmu


(23)

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pembahasan Arsitektur Perilaku

Arsitektur merupakan seni dan ilmu dalam merancang yang senantiasa memperhatikan tiga hal dalam perancangannya yaitu fungsi, estetika, dan teknologi. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang semakin kompleks maka perilaku manusia semakin diperhitungkan dalam proses perancangan yang sering disebut sebagai pengkajian lingkungan perilaku dalam arsitektur.

2.1.1. Pengertian Behaviorisme (Perilaku)

Kata perilaku menunjukan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya (Tandal dan Egam, 2011).

Teori behaviorisme hanya menganalisa perilaku yang tampak , dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku manusia sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mempersoalkan apakah manusia itu baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.


(24)

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

Perilaku tertutup, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan / kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.

Perilaku terbuka, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek.

2.1.2. Faktor yang mempengaruhi Behaviorisme ( Perilaku)

Perilaku manusia dan hubungannya dengan suatu setting fisik sebenarnya tedapat keterkaitan yang erat dan pengaruh timbal balik diantara setting tersebut dengan perilaku manusia. Dengan kata lain, apabila terdapat perubahan setting yang disesuaikan dengan suatu kegiatan, maka akan ada imbas atau pengaruh terhadap perilaku manusia. Variabel – variabel yang berpengaruh terhadap perilaku manusia (Setiawan, 1995), antara lain :

Ruang. Hal terpenting dari pengaruh ruang terhadap perilaku manusia adalah fungsi dan pemakaian ruang tersebut. Perancangan fisik ruang memiliki variable yang berpengaruh terhadap perilaku pemakainya.


(25)

Ukuran dan bentuk. Ukuran dan bentuk ruang harus disesuaikan dengan fungsi yang akan diwadahi, ukuran yang terlalu besar atau kecil akan mempengaruhi psikologis pemakainya.

Perabot dan penataannya. Bentuk penataan perabot harus disesuaikan dengan sifat dari kegiatan yang ada di ruang tersebut. Penataan yang simetris memberi kesan kaku, dan resmi. Sedangkan penataan asimetris lebih berkesan dinamis dan kurang resmi.

Warna. Warna memiliki peranan penting dalam mewujudkan suasana ruang dan mendukuing terwujudnya perilaku-perilaku tertentu. Pada ruang, pengaruh warna tidak hanya menimbulkan suasana panas atau dingin, tetapi warna juga dapat mempengaruhi kualitas ruang tersebut. Suara, Temperatur dan Pencahayaan. Suara diukur dengan decibel, akan berpengaruh buruk bila terlalu keras. Demikian pula dengan temperatur dan pencahayaan yang dapat mempengaruhi psikologis seseorang.

2.1.3. Behaviorisme dalam Kajian Arsitektur

Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah lepas dari lingkungan yang membentuk diri mereka. Diantara sosial dan arsitektur dimana bangunan yang didesain manusia, secara sadar atau tidak sadar, mempengaruhi pola perilaku manusia yang hidup didalam arsitektur dan lingkungannya tersebut. Sebuah arsitektur dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dan sebaliknya, dari arsitektur itulah muncul kebutuhan manusia yang baru kembali (Tandal dan Egam, 2011).


(26)

Arsitektur Membentuk Perilaku Manusia

Manusia membangun bangunan demi pemenuhan kebutuhan pengguna, yang kemudian bangunan itu membentuk perilaku pengguna yang hidup dalam bangunan tersebut dan mulai membatasi manusia untuk bergerak, berperilaku, dan cara manusia dalam menjalani kehidupan sosialnya. Hal ini menyangkut kestabilan antara arsitektur dan sosial dimana keduanya hidup berdampingan dalam keselarasan lingkungan.

Skema ini menjelaskan mengenai “Arsitektur membentuk Perilaku Manusia”, dimana hanya terjadi hubungan satu arah yaitu desain arsitektur yang dibangun mempengaruhi perilaku manusia sehingga membentuk perilaku manusia dari desain arsitektur tersebut.

Perilaku Manusia membentuk Arsitektur

Setelah perilaku manusia terbentuk akibat arsitektur yang telah dibuat, manusia kembali membentuk arsitektur yang telah dibangun atas dasar perilaku yang telah terbentuk, dan seterusnya.

Desain Arsitektur Perilaku Manusia


(27)

Pada skema ini dijelaskan mengenai “Perilaku Manusia membentuk Arsitektur” dimana desain arsitektur yang telah terbentuk mempengaruhi perilaku manusia sebagai pengguna yang kemudian manusia mengkaji kembali desain arsitektur tersebut sehingga perilaku manusia membentuk kembali desain arsitektur yang baru.

2.2. Pembahasan Ruang

Ruang merupakan salah satu komponen arsitektur terpenting dalam pembahasan studi hubungan arsitektur lingkungan dan perilaku dikarenakan fungsinya adalah sebagai wadah untuk menampung aktivitas manusia. Konsep mengenai ruang dari masa ke masa selalu mengalami perkembangan. Menurut Setiawan (1995), tiga pendekatan ruang yang paling mendominasi adalah :

Pendekatan ekologi. Pendekatan ini melihat ruang sebagai suatu ekosistem dan menganggap bahwa komponen-komponen ruang adalah saling terkait dan berpengaruh secara mekanistis. Pendekatan ini cenderung melihat ruang sebagai suatu sistem yang tertutup dan mengesampingkan dimensi-dimensi sosial, ekonomi, dan politis dalam ruang.

Pendekatan fungsional dan ekonomi. Pendekatan ini lebih mengutamakan fungsionalitas ruang dan analisis ekonominya. Pendekatan ini melihat ruang sebagai sebuah wadah aktivitas dimana lokasi dan jarak merupakan faktor utama. Penataan ruang bukanlah sesuatu yang penting


(28)

dalam pendekatan ini karena mekanisme pasar akan dengan sendirinya menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran.

Pendekatan sosial politik. Pendekatan ini menekankan pada aspek “penguasaan” ruang. Pendekatan ini melihat ruang tidak saja sebagai sarana produksi akan tetapi juga sebagai sarana mengakumulasi power. Aspek teritori ruang sangat ditekankan, yakni mengaitkan satuan-satuan ruang dengan satuan-satuan organisasi sosial tertentu.

2.2.1. Ruang Publik

1. Defenisi dan Tipologi Ruang Publik

Berdasarkan ruang lingkupnya ruang publik dapat dibagi menjadi beberapa tipologi (Carmona, et al ,2003) antara lain :

External public space. Ruang publik ini berbentuk ruang luar yang dapat diakses oleh semua orang seperti taman kota, alun-alun, jalur pejalan kaki, dan lain sebagainya.

Internal public space. Ruang publik ini berupa sebuah bangunan fasilitas umum yang dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara bebas tanpa ada batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi, dan pusat pelayanan warga lainnya.

External and internal “quasi” public space. Ruang publik ini berupa fasilitas umum yang dikelola oleh sektor privat dan ada batasan atau aturan yang harus dipatuhi warga, seperti mall, restoran dan lain sebagainya.


(29)

Salah satu fungsi public space adalah sebagai simpul kegiatan. Oleh karenanya, public space yang memiliki fungsi ini harus memperhatikan aspek aksesibilitas sarana transportasi serta pemberhentiannya (perparkiran). Ketersediaan jalur sirkulasi dan area parkir merupakan elemen penting bagi suatu kota dan merupakan suatu alat ampuh untuk menata lingkungan perkotaan. Sirkulasi dapat menjadi alat kontrol bagi pola aktivitas penduduk kota dan mengembangkan aktivitas tersebut. Selain mampu menampung kuantitas perjalanan, sirkulasi di harapkan juga memberikan kualitas perjalanan melalui

experiencenya (Davit dan Kulash dalam Naupan, 2007). Dan sirkulasi yang baik memiliki beberapa indikator, antara lain kelancaran, keamanan dan kenyamanan.

2. Aktivitas dan Interaksi Sosial

Aktivitas sosial dapat diartikan sebagai kegiatan yang membutuhkan kehadiran orang lain (Zhang dan Lawson, 2009). Kegiatan ini dapat berupa tatap muka, perbincangan, maupun aktivas fisik lainnya seperti bermain atau berolahraga. . Penanganan ruang publik yang kreatif dapat mendukung terbentuknya aktivitas sosial antara orang-orang yang tidak saling mengenal sebelumnya. Sebuah perencanaan ruang publik dapat dikatakan berhasil apabila dapat menampung aktivitas publik secara fungsional, memiliki aksesibilitas yang mudah, nyaman dan terjadi interaksi sosial yang baik didalamnya. Faktor-faktor tersebut juga dapat diuraikan secara terperinci pada gambar 2.1.


(30)

2.2.2. Teritori

Teritori merupakan pola perilaku individu atau sekelompok individu yang didasarkan pada kepemilikan ruang fisik yang terdefinisi, objek atau ide yang melibatkan pertahanan, personalisasi, dan penandaan. Faktor kunci dalam pengelompokan teritori adalah tingkat kebutuhan privasi, keanggotaan atau akses yang diperbolehkan untuk masing-masing tipe. Tipologi teritori secara ringkas disampaikan oleh I. Altman (1975) dalam tabel 2.1.

Gambar 2.1. Uraian faktor yang mempengaruhi ruang publik Sumber : PPS (Project for Public Space)


(31)

Tipe teritori Daya Akses Contoh Teritori Primer Tinggi. Penghuni memiliki

kontrol penuh terhadap suatu ruang.

Domisili seseorang (rumah, apartemen, kantor)

Teritori Sekunder Sedang. Memiliki kekuatan selama periode tertentu ketika individu merupakan penghuni yang sah.

Bangku favorit seseorang di kelas, meja di kantin.

Teritori Publik Rendah. Kontrol sangat sulit untuk diakses.

Pantai, taman, ruang tunggu, transportasi umum.

Teritori dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah faktor personal dimana jenis kelamin, usia, kepribadian dan tingkat intelektual mengambil peran. Faktor yang kedua adalah faktor situasional seperti seting fisik, iklim, dan sosial dalam suatu lingkungan mempengaruhi teritori seseorang.

2.2.3. Crowding

Crowding adalah suatu situasi dimana seseorang atau sekelompok orang sudah tidak mampu mempertahankan ruang privatnya. Crowding tidak selalu berarti rasio fisik yang tinggi, namun dapat juga berarti pemahaman subjektif seseorang bahwa individu yang hadir di sekelilingnya terlalu banyak. Sama halnya dengan teritori, crowding juga dapat dipengaruhi oleh faktor personal, sosial, dan situasional.

Tabel 2.1. Tipe-tipe teritori


(32)

2.2.4. Adaptasi dan Adjustment

Dalam skema persepsi yang telah dibahas sebelumnya disebutkan bahwa setelah seseorang mempersepsikan lingkungannya, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama adalah rangsang yang dipersepsikan berada dalam batas optimal sehinga timbulah kondisi homoestatis. Kemungkinan kedua adalah rangsang yang dipersepsikan berada diatas batas optimal atau dibawahnya yang mengakibatkan stress dan manusia harus melakukan perilaku penyesuaian diri. Menurut Sarwono (1992), perilaku penyesuaian diri ini terdiri dari dua jenis, yang pertama adalah mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan yang disebut dengan adaptasi dan yang kedua adalah mengubah lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku yang disebut adjustment.

1. Adaptasi

Seperti pembahasan diatas, perilaku penyesuaian diri terhadap lingkungan diawali dengan stress, yaitu suatu keadaan dimana lingkungan mengancam atau membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang (Baum 1985:188). Reaksi terhadap stress bisa berupa tindakan langsung maupun penyesuaian mental. Contoh dari tindakan langsung adalah migrasi. Misal warga dari suatu wilayah bermigrasi ke negara bagian lain dengan alasan kualitas lingkungan yang mulai rusak, air bersih susah didapat, harga perumahan yang mahal, dan sebagainya. Namun, masih terdapat sebagian warga yang memilih untuk tinggal di daerah tersebut dengan anggapan daripada pindah ke tempat lain yang belum tentu lebih baik keadaannya, lebih baik tetap tinggal di tempat lama.


(33)

Reaksi jenis ini tergolong penyesuaian mental. Karena relativitas persepsi dan sifat manusia yang mampu belajar dari pengalaman, perubahan tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan baru bisa dilakukan secara bertahap.

2. Adjustment

Perubahan lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku manusia dapat dilihat pada berbagai jenis rumah hunian manusia. Manusia mengubah atau memperbaiki lingkungan yang telah ada untuk memenuhi kebutuhan dan tingkah laku mereka. Di pedalaman Sumatera dan Kalimantan terdapat rumah-rumah panggung agar manusia terhindar dari banjir dan binatang buas dimana kolong panggung juga bias dijadikan kandang ternak, lumbung, maupun tempat penampungan air. Rumah di permukiman kumuh kota-kota besar dibuat bersusun keatas agar dapat menampung lebih banyak penduduk. Dari contoh kasus-kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa manusia selalu berusaha untuk merekayasa lingkungan agar sesuai dengan kondisi dirinya. Proses rekayasa lingkungan melibatkan tingkah laku merancang lingkungan dan perwujudannya dalam bentuk nyata. Keseluruhan kegiatan dari merancang sampai melaksanakannya itulah yang dinamakan adjustment.


(34)

2.3. Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pedagang kaki lima merupakan sektor informal yang keberadaannya senantiasa diabaikan oleh pemerintah kota. PKL dapat ditemukan hampir di seluruh kota dan kebanyakan berada di ruang fungsional kota seperti pusat perdagangan, pusat rekreasi, taman kota, dan tempat-tempat umum yang dapat menarik sejumlah besar penduduk sekitar. Sektor informal menurut Ahmad (2002:73) merupakan kegiatan ekonomi yang bersifat marjinal (kecil-kecilan) yang memiliki beberapa ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh peraturan, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap dan berdiri sendiri, berlaku di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah, tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, lingkungan kecil, serta tidak mengenal perbankan, pembukuan maupun perkreditan.

Menurut Kadir (2010), keberadaan PKL sebagai sektor informal dalam kegiatan perdagangan menimbulkan suatu dikotomi karena disatu sisi sektor informal mampu menyerap tenaga kerja terutama pada golongan masyarakat yang memilki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah serta modal kecil. Namun disisi lain sektor ini merupakan sektor yang tidak memiliki legalitas atau perlindungan hukum dan merugikan sektor formal karena menyebabkan permasalahan lingkungan kota. Hal ini terjadi karena pemerintah kota tidak pernah menyediakan ruang bagi PKL dalam Rencana Tata Ruang Kota.


(35)

2.3.1. Asal Mula Pedagang Kaki Lima

Istilah pedagang kaki lima konon berasal dari jaman pemerintahan Rafles, Gubernur Jenderal pemerintahan Kolonial Belanda, yaitu dari kata ”five feet

yang berarti jalur pejalan kaki di pinggir jalan selebar lima kaki. Ruang tersebut digunakan untuk kegiatan berjualan pedagang kecil sehingga disebut dengan pedagang kaki lima (dalam Widjajanti, 2000:28). Kemudian muncul beberapa ahli yang mengemukakan defenisi dari pedagang kaki lima diantaranya menurut McGee (1977:28) menyebutkan PKL sebagai hawkers adalah orang-orang yang menawarkan barang-barang atau jasa untuk dijual di tempat umum, terutama jalan-jalan trotoar.

2.3.2. Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan tipe komoditas yang dijual PKL, MCGee dan Yeung (1977:81) mengelompokkan PKL menjadi empat kategori, yaitu :

a. Makanan yang tidak diproses dan semi olahan. Makanan yang tidak diproses, termasuk makanan mentah seperti daging, buah-buahan atau sayuran. Sedangkan makanan yang semi olahan seperti beras.

b. Makanan siap saji, yakni penjual makanan yang sudah dimasak.

c. Barang bukan makanan , kategori ini terdiri dari barang-barang dalam skala yang luas, mulai dari tekstil hingga obat-obatan.

d. Jasa , yang terdiri dari beragam aktivitas seperti jasa perbaikan sol sepatu dan tukang cukur.


(36)

Berdasarkan sifat layanannya, MCGee & Yeung (1977:82-83) mengelompokkan PKL ke dalam tiga tipe, yaitu :

a. Pedagang keliling (mobile), pedagang yang dengan mudah dapat membawa barang daganngannya berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mulai dari menggunakan sepeda, gerobak atau keranjang.

b. Pedagang semi menetap (semistatic), pedagang ini mempunyai sifat menetap sementara, dimana kios dan tempat usahanya akan berpindah setelah beberapa waktu berjualan di tempat tersebut.

c. Pedagang Menetap (static), sifat layanan pedagang ini memiliki frekuensi menetap yang paling tinggi, dimana lokasi tempat usahanya permanen di suatu tempat seperti di jalan atau ruang-ruang publik dengan membangun kios, maupun jongko.

Berdasarkan pola penyebaran aktivitas PKL, Mc.Gee dan Yeung (1977:37-38) mengelompokkan PKL menjadi dua kategori, yaitu:

a. Pola penyebaran mengelompok (focus aglomeration), biasa terjadi pada mulut jalan, disekitar pinggiran pasar umum atau ruang terbuka. Pengelompokkan ini terjadi merupakan suatu pemusatan atau pengelompokan pedagang yang memiliki sifat sama / berkaitan. Pengelompokan pedagang yang sejenis dan saling mempunyai kaitan, akan menguntungkan pedagang, karena mempunyai daya tarik besar terhadap calon pembeli. Aktivitas pedagang dengan pola ini dijumpai


(37)

pada ruang-ruang terbuka (taman, lapangan, dan lainnya). Biasanya dijumpai pada para pedagang makanan dan minuman.

b. Pola penyebaran memanjang (linier aglomeration), pola penyebaran ini dipengaruhi oleh pola jaringan jalan. Pola penyebaran memanjang ini terjadi di sepanjang/pinggiran jalan utama atau jalan penghubung. Pola ini terjadi ber-dasarkan pertimbangan kemudahan pencapaian, sehingga mempunyai kesempatan besar untuk mendapatkan konsumen. Jenis komoditi yang biasa diperdagangkan adalah sandang / pakaian, kelontong, jasa reparasi, buah-buahan, rokok/obat-obatan, dan lain-lain.

2.3.3. Pengendalian dan Pengaturan Pedagang Kaki Lima

Keberadaan PKL dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak yang bersangkutan apabila PKL tersebut “dikendalikan” dalam suatu peraturan. Daripada berusaha untuk memberantas PKL, akan lebih baik jika membuat suatu peraturan sebagai kepastian untuk PKL sehingga dapat menjadi suatu potensi yang baik. Beberapa keuntungan dari PKL yang telah terkendali, yaitu:

a. Mengurangi pengangguran, PKL menjadi salah satu solusi pekerjaan bagi masyarakat berketerampilan rendah agar tetap mampu menampung beban ekonomi keluarganya.

b. Keramahtamahan PKL, keunikan dari gerobak , suasana terbuka, dan aktivitas yang ditimbulkan menciptakan suasana dengan karakter yang lebih hidup yang tidak dapat ditemukan di toko-toko lain.


(38)

c. Mengawasi keamanan di area berjualan serta memberikan petunjuk jalan bagi orang yang masi asing di daerah tersebut.

d. Membangkitkan aktivitas positif pada suatu daerah.

2.3.4. Studi Banding PKL : Free Market

Free market merupakan sebuah area yang dikhususkan untuk para petani menjual barang produksi mereka kepada konsumen secara langsung tanpa campur tangan pemerintah dalam perkembangan, pendistribusian, dan penetapan harganya. Sistem pengoperasiannya ditetapkan berdasarkan permintaan dan penawaran (supply and demand) dalam sektor pasar privat.

1. Jin Tai Road Free Market, Beijing

Sepanjang salah satu jalan utama Beijing di Distrik Chaoyang adalah Jin Tai Road Free Market, pasar yang terorganisir dengan rapi dan berkembang dengan baik. Kios-kios berbaris di sepanjang trotoar di salah satu sisi jalan (gambar 2.3). Terdapat 150 bilik stand untuk para penjual yang mayoritas merupakan pedagang kaki lima, bukan petani. Free market ini beroperasi setiap hari dari pagi hingga siang hari.


(39)

2. Hongdae Free Market di Seoul, Korea.

Beroperasi hanya setiap hari sabtu dari jam 13.00 – 18.00 pada bulan Maret sampai November. Berbeda dengan “fleamarket”yang menjual barang bekas, free market ini merupakan pasar yang penuh dengan karya seni seperti lukisan, kerajinan, dll. Hongdae Free market ini juga sudah merupakan salah satu tempat pariwisata di Korea (gambar 2.4).

2.4. Pasar di Indonesia

2.4.1. Defenisi dan Fungsi Pasar

Pasar merupakan suatu mekanisme yang mempertemukan pembeli (konsumen) dengan penjual (produsen) sehingga keduanya dapat berinteraksi untuk membentuk suatu kesepakatan harga. Cakupan pasar sebenarnya lebih luas dibandingkan dengan pengertian pasar sehari-hari, transaksi pembelian dapat dilakukan melalui alat-alat komunikasi, misalnya telepon, surat, dan internet. Barang-barang yang diperdagangkan pun tidak hanya sebatas barangbarang konsumsi, tetapi juga barang-barang produksi, seperti mesin, bahan mentah, tenaga kerja, dan jasa. Dalam kehidupan sehari-hari, pasar memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai sarana distribusi yang bertugas memperlancar proses


(40)

penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen,sebagai pembentuk harga, dan sebagai sarana promosi.

2.4.2. Jenis-Jenis Pasar

Secara umum, pasar terdiri dari dua, yaitu pasar konkrit dan pasar abstrak. Pasar konkret adalah pasar tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang dilakukan secara langsung. Misalnya ada los-los, toko-toko dan lain-lain. Di pasar konkret, produk yang dijual dan dibeli juga dapat dilihat dengan kasat mata. Sedangkan pasar Abstrak adalah pasar yang lokasinya tidak dapat dilihat dengan kasat mata.konsumen dan produsen tidak bertemu secara langsung. Biasanya dapat melalui internet, pemesanan telepon dan lain-lain. Dari dua jenis pasar ini, dikelompokan lagi berdasarkan jenis barang, cara transaksi, cakupan, waktu, dan juga strukturnya (gambar 2.5.).

1. Menurut Jenis Barang yang Diperjual-belikan

Menurut jenis barang yang diperjual-belikan, pasar terdiri dari dua jenis. Yang pertama adalah pasar barang konsumsi, dimana barang yang diperjual belikan adalah barang siap pakai atau barang jadi seperti kebutuhan hidup. Pasar


(41)

jenis kedua adalah pasar faktor produksi, dimana barang yang diperjualbelikan berupa sumber daya seperti tenaga kerja.

2. Menurut Cara transaksi

Menurut cara transaksinya, pasar terbagi menjadi pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional adalah pasar dimana terjadi tawar menawar secara langsung, barang yang diperjual-belikan juga merupakan bahan pokok. Sedangkan pada pasar modern barang yang diperjual-belikan sudah tertera dalam harga pas dan dengan layanan sendiri. Contohnya di mall dan plaza.

3. Menurut Luas Kegiatan Distribusi

Berdasarkan luasan kegiatan distribusi, pasar terbagi empat jenis yaitu pasar lokal (dalam satu kota), pasar daerah (satu wilayah daerah), pasar nasional (satu negara), dan pasar internasional (seluruh dunia).

4. Menurut waktu terjadinya

Berdasarkan waktu terjadinya pasar, pasar terbagi empat jenis yaitu pasar harian, mingguan, bulanan, dan tahunan (contohnya pekan raya Jakarta).

5. Menurut bentuk atau strukturnya

Menurut strukturnya pasar terbagi dalam dua jenis. Yang pertama dinamakan pasar persaingan sempurna dimana barang yang diperdagangkan homogeny sehingga perseorangan penjual maupun pembeli tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Jenis kedua adalah pasar persaingan tidak sempurna dimana penjual dan pembeli memiliki kekuasaan terhadap harga pasar karena barang yang ditawarkan berbeda. Contoh pasar persaingan tidak sempurna seperti monopoli/monopsoni, oligopoli/oligopsoni, dan persaingan monopolistik.


(42)

2.4.3. Kriteria Perancangan Pasar tradisional

Meskipun dewasa ini banyak pasar tradisional yang dibangun kembali, upaya revitalisasi ini belum menunjukkan keberhasilan secara signifikan. Hal ini ditandai dengan tidak bertambah ramainya pasar tradisional. Kekurangberhasilan revitalisasi pasar tradisional ini pada beberapa kasus akibat kegagalan dari perancangan bangunan. Keberhasilan perancangan tersebut terlihat pada kenyamanan, aksesibilitas, dan ruang sosial. Kenyamanan pada ruang pasar ditandai dengan pasar yang terlihat bersih, tertata, lapang, tidak pengap dan sumpek, serta terang. Aksesibilitas pasar tradisional ditandai dengan mudah dijangkaunya kios-kios di dalam pasar oleh pengunjung. Ruang sosial di dalam pasar terlihat dengan adanya ruang untuk berinteraksi sosial antara pengunjung, pedagang, dan pelaku lainnya.

Sebuah kriteria perancangan pasar diungkapkan oleh Duerk (1993) dengan model perancangan pasar berbasis isu. Salah satu aspek terpenting perancangan pasar adalah dari segi aspek arsitektur kota. Permasalahan perancangan pasar tradisional yang termasuk di dalam aspek arsitektur kota menyangkut keberadaan pasar ini didalam kota. Keberadaan pasar tradisional dipengaruhi dan mempengaruhi konteks perkotaan tempat pasar ini akan dibangun. Isu-isu yang termasuk dalam aspek arsitektur kota adalah keterkaitan dengan fungsi sekitar, aksesibilitas dan sistem sirkulasi eksternal, dan respon terhadap bentuk dan ruang kota. Isu, tujuan, dan kriteria perancangan pasar tradisional dalam aspek arsitektur kota tersaji dalam tabel 2.2.


(43)

Isu Tujuan Kriteria Keterkaitan

dengan fungsi sekitar

Menentukan fasilitas di dalam pasar yang merespon fungsi-fungsi yang ada di sekitarnya

Fasilitas yang disediakan harus sesuai dengan skala pelayanan pasar

Beberapa fungsi harus disediakan berdasarkan analisis potensi kebutuhan pasar untuk menarik pengunjung

Aksesibilitas dan sistem sirkulasi eksternal

Mengatur jalur sirkulasi eksternal yang efektif dan tidak menyebabkan gangguan sekitar

Aksesibilitas dan sistem sirkulasi eksternal harus jelas, efisien, dan tidak menyebabkan kemacetan. Menyediakan luas area

parkir yang cukup untuk menampung kendaraan pengunjung

Luas area parkir harus menampung kendaraan pengunjung

Menjadikan area parkir

sebagai “generator” Area parkir harus diletakkan berkaitan dengan pintu masuk

Menempatkan area loading-unloading barang yang tidak menganggu aktivitas

perdagangan

Area loading-unloading barang sebaiknya

ditempatkan di area yang tidak menganggu sirkulasi pengunjung.

Jalur pembuangan sampah harus dirancang untuk memudahkan pengangkutan sampah ke tempat

pembuangan sampah Respon terhadap

bentuk dan ruang

Mendapatkan gubahan bentuk bangunan pasar yang sesuai dengan konteks arsitekttur kota

Gubahan bentuk pasar harus merespon struktur morfologi Wajah pasar harus selaras dengan karakter arsitektur setempat.

Tabel 2.2. Isu, tujuan, dan kriteria perancangan pasar tradisional dalam aspek arsitektur kota


(44)

2.5. Kesimpulan

Ruang merupakan salah satu elemen arsitektur terpenting yang berfungsi untuk mewadahi aktivitas manusia. Pasar adalah salah satu contoh ruang luar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Setiap individu memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Sebagian besar masyarakat Medan masih menganggap pasar tradisional sebagai tempat yang paling cocok untuk membeli kebutuhan pokok mereka dengan pertimbangan harga, jangkauan, dan kebiasaan.

Meskipun berbagai upaya revitalisasi sudah dilakukan pada sejumlah pasar tradisional di Indonesia, masih belum ditemukan keberhasihan yang signifikan. Kegagalan dari perencanaan pasar merupakan salah satu sebabnya dimana pengunjung merasa tidak nyaman berada disana. Sebuah perencanaan ruang publik dapat dikatakan berhasil apabila dapat menampung aktivitas publik secara fungsional, memiliki aksesibilitas yang mudah, nyaman dan terjadi interaksi sosial yang baik didalamnya. Salah satu kriteria yang dapat dijadikan pedoman dalam perancangan pasar adalah perancangan berbasis isu oleh Deurk (1993) terkait aspek arsitektur kota.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, perilaku manusia semakin dijadikan tolak ukur dalam perencanaan yang disebut dengan pendekatan arsitektur perilaku (behavioral architecture). Manusia membangun sebuah bangunan atau ruang luar untuk memenuhi kebutuhan manusia dimana setiap individu memiliki persepsi yang berbeda terhadap lingkungan tersebut.


(45)

Apabila rangsang yang dipersepsikan oleh individu telah berada diatas batas optimal, akan terjadi stress yang berujung pada dua hal, yaitu manusia harus mencocokan dirinya dengan lingkungan tersebut (adaptasi), atau manusia harus mengubah lingkungannya agar sesuai dengan perilaku mereka (adjustment) (Sarwono , 1992).


(46)

BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada Skripsi Sarjana ini adalah penelitian kualitatif dimana penulis berkeinginan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti (Herdiansyah, 2010: 9). Penulis menggunakan jenis penelitian ini melihat kasus yang akan ditinjau merupakan perilaku manusia terhadap ruang yang merupakan kondisi alamiah, dan untuk memahami makna tersembunyi dari interaksi sosial tersebut, diperlukan kebenaran data dari lapangan lalu dianalisis dan dipaparkan secara deskriptif untuk membandingkan atau melihat kesesuaian maupun perbedaan data di lapangan dengan teori.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel-variabel penelitian yang akan dibutuhkan sebagai kepentingan analisis nantinya, antara lain sebagai berikut:

1. Setting

Setting merupakan data fisik ruang yang diteliti dengan observasi langsung ke lapangan. Data-data fisik tersebut dapat berupa :

a) Tata guna lahan, berupa peta lokasi proyek yang akan diteliti. b) Jalur pedestrian, berupa peta jalur sirkulasi untuk pejalan kaki .


(47)

d) Aksesibilitas, berupa peta yang menggambarkan titik–titik akses menuju pasar.

e) Street furniture, berupa peta yang menggambarkan titik-titik penempatan street furniture dan segala fasilitas yang ada yang berfungsi untuk membantu proses kelancaran jual-beli di pasar. 2. Pola aktivitas pada setting

Pola aktivitas meliputi segala kegiatan dan interaksi sosial yang dilakukan oleh seluruh pengguna ruang baik pembeli, penjual maupun penduduk sekitar di Pajak Bulan. Aktivitas-aktivitas tersebut akan digambarkan dalam pemetaan perilaku yang menunjukkan titik-titik aktivitas spesifik yang dilakukan pada durasi-durasi tertentu, yaitu:

Durasi I : 00.00 – 02.00 WIB Durasi II : 05.00 – 07.00 WIB Durasi III : 10.00 – 12.00 WIB Durasi IV : 15.00 – 17.00 WIB

3. Social background pengguna ruang

Selain data setting ruang dan pola aktivitas pengguna, social background

pengguna ruang juga merupakan variabel yang berpengaruh terhadap penelitian ini. Untuk mendapatkan data yang lebih detail meliputi persepsi dan karakteristik pengunjung, peneliti dapat memperolehnya dengan melakukan wawancara maupun kuesioner.


(48)

3.3. Populasi / Sampel

Teknik sampling dilakukan untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya mengingat kawasan studi yang sangat luas dan waktu studi yang juga terbatas. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini meliputi penjual, pembeli dan penduduk sekitar adalah 105 sampel dengan masing-masing kategori 35 sampel yang mana merupakan jumlah sampel yang minim, seperti yang diutarakan Bailey dalam Soehartono (1995) bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah 30. Dengan demikian, kategori populasi atau sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah :

1. Penjual : Para penjual merupakan pelaku utama yang menciptakan ruang pasar tersebut terbentuk. Untuk itu, perilaku penjual merupakan fokus utama peneliti termasuk social background para penjual.

2. Pembeli : Masyarakat yang datang berbelanja ke pasar sebagai pembeli juga merupakan pemakai ruang yang penting untuk ditinjau. Pembeli yang datang bisa saja memiliki persepsi dan social background yang berbeda-beda.

3. Penduduk sekitar : Pajak Bulan merupakan pasar yang sangat ramai dan beroperasi dalam waktu yang cukup panjang. Untuk itu, penduduk tentu saja merasakan dampak yang disebabkan oleh pasar yaitu keributan, kemacetan, dan lain-lain.


(49)

3.4. Metoda Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendapatkan data dengan survey langsung ke lapangan (data primer) dan mendapatkan data melalui sumber instansi-instansi terkait (data sekunder).

1. Data primer

Dalam mendapatkan data primer ini, peneliti akan melakukan beberapa teknik riset yang dipaparkan seperti pada tabel 3.1.

Variabel Penelitian Sub-Variabel Penelitian Teknik Riset Setting - Jalur pedestrian

- Parkir - Aksesibilitas - Street furniture

Observasi lapangan: dalam bentuk foto dan sketsa gambar setting.

Pola Aktivitas Semua kegiatan dan interaksi sosial yang terjadi.

Pemetaan perilaku (behavioral mapping): menggambarkan perilaku manusia dalam bentuk peta. Social Background -Data pribadi pengguna

ruang

-Persepsi pengguna ruang

Kuesioner dan wawancara yang dilakukan secara bersamaan.

2. Data Sekunder.

Data-data sekunder seperti tata guna lahan dan pemetaan lokasi dapat didapatkan dari instansi terkait seperti Dinas Tata Ruang Medan dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Medan.


(50)

3.5. Kawasan Penelitian

Kawasan penelitian dimulai dari persimpangan Jl.Sutomo simpang Jl.Veteran sampai persimpangan Jl.Thamrin simpang Jl.Sei Kera. Dalam kawasan penelitian meliputi jalan-jalan kecil daerah permukiman penduduk seperti Jl.Bulan, Jl.Bintang, Jl.Flores, Jl.Ambon, dan lain sebagainya. Berikut ini merupakan gambaran lokasi wilayah penelitian :


(51)

3.6. Metoda Analisa Data

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Alasan pemilihan metode kualitatif deskriptif dikarenakan variable-variabel yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah variabel kualitatif. Metode analisis kualitatif deskriptif ini dilakukan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi di wilayah penelitian.

Tahap analisa data yang pertama adalah menjabarkan pola pemanfaatan ruang publik sebagai pasar. Dari data fisik ruang yang didapat, akan dideskripsikan fungsi ruang yang sebenarnya lalu bagaimana penjual dapat menyebar keseluruh kawasan penelitian tersebut serta memetakan pola kegiatan dan pola pengelompokan yang terjadi di dalam setting dengan teknik behavioral mapping. Behavioral mapping menurut Sommer (1980) merupakan suatu teknik survei yang menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitannya dengan wujud perancangan yang spesifik.

Tahap analisa data yang kedua adalah mendeskripsikan pola adaptasi yang dilakukan, bagaimana pengguna ruang menyesuaikan diri terhadap setting pasar. Tahap ketiga adalah mendeskripsikan pola adjustment yang dilakukan, bagaimana pengguna ruang mengubah setting yang telah ada untuk memenuhi kebutuhan ruang dan perilaku mereka.


(52)

BAB IV.

DESKRIPSI KAWASAN

4.1. Tata Guna Lahan

Merujuk teori Carmora, et al (2003), maka Pajak Bulan merupakan ruang publik eksternal yang dapat diakses oleh semua orang. Pajak Bulan terletak di antara jalan besar Sutomo, jalan Bintang, jalan Veteran, dan jalan Sei kera dengan luas area berkisar ±107924m². Jalan Sutomo dimayoritasi oleh toko-toko komersil, Jalan Sei Kera dan Seram Baru merupakan kawasan permukiman, dan sisanya merupakan kawasan mix-used yaitu toko dimana pemilik tinggal di lantai atas. Seluruh rumah pada kawasan Pajak Bulan bertipe ruko selebar 4 m dan panjang yang beragam. (gambar 4.1)

4.2. Sistem keterkaitan ruang (sirkulasi, aksesibilitas, dan parkir)

Sirkulasi pada Pajak Bulan merupakan sirkulasi manusia (pejalan kaki) dan sirkulasi kendaraan (becak dan mobil). Menurut Davit dan Kulash dalam Naupan (2007) sirkulasi yang baik (dalam konteks transportasi/lalu-lintas) memiliki beberapa indikator, antara lain kelancaran, keamanan dan kenyamanan. Berikut analisis sistem sirkulasi di Pajak Bulan jika diukur dari indikator-indikator adalah sebagai berikut:

1. Aspek kelancaran mengalami gangguan pada jam-jam tertentu saat pajak sedang beroperasi yaitu antara jam 00.00-06.00 tengah malam merupakan puncak kemacetan pada jalan Sutomo yang disebabkan oleh keberadaan pasar tersebut. Terlihat banyak mobil-mobil penggangkut barang, becak-


(53)

G

am

ba

r 4.1. T

at a G una L aha n P aj ak Bul an S um be r : D at a p im er d iol ah,2014


(54)

becak barang yang berlawanan arah, motor dan becak yang berhenti ditengah jalan untuk berbelanja, dan lain lain (gambar 4.2).

2. Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner, 55% pemakai ruang (penjual, pembeli, dan penduduk) mengaku daerah pasar ini tergolong aman dan rentan terjadi tindak kriminalitas maupun kecelakaan.(gambar 4.3)

7%

31%

55%

7%

KEAMANAN

Tidak aman Lumayan Aman Sangat aman Gambar 4.2. Kelancaran jalan yang terganggu

Sumber : Data Primer Diolah, 2014

Gambar 4.3. Diagram tingkat keamanan Pajak Bulan Sumber : Data Primer Diolah, 2014


(55)

3. Aspek kenyamanan pada sirkulasi pasar ini masih memiliki banyak kekurangan dimana masih belum tersedianya jalur khusus pejalan kaki, sepeda, dan mobil barang. Disamping itu, keadaan jalan yang berlubang, kotor dan sering terjadinya banjir mengakibatkan terganggunya aktivitas jalan pada Pajak Bulan (gambar 4.4). Dari hasil kuisioner 38% responden merasa kebersihan pasar ini sangat buruk, 53% merasa buruk, dan sisanya lumayan.(gambar 4.5)

38%

53% 9% 0%

KEBERSIHAN

Sangat Buruk Buruk Lumayan

Gambar 4.4. Keyplan Kondisi jalan di Pajak Bulan


(56)

Sedangkan untuk aksesibilitas ke pajak Bulan, penjungung dapat dengan mudah mengaksesnya dari setiap persimpangan jalan yang berbatasan langsung dengan jalan Sutomo, jalan Veteran, jalan Sei kera, maupun jalan Bintang (gambar 4.6). Titik pangkal pajak ini berawal dari persimpangan jalan Sutomo dan Veteran dari Tugu Medan Perjuangan . Daerah pajak Bulan dinilai sangat mudah dicapai baik menggunakan kendaraan umum seperti angkot dan becak, maupun kendaraan pribadi dikarenakan lokasinya yang berada di inti kota Medan. Dari hasil kuisioner, 30% responden menyatakan aksesibilitas pajak Bulan baik, 8% menyatakan sangat baik dan 40 % menyatakan lumayan. (gambar 4.7)

Gambar 4.6. Akses masuk area Pajak Bulan Medan. Sumber: Data Sekunder Diolah, 2014


(57)

Mengenai fasilitas parkir, pada daerah Pajak Bulan sama sekali belum ditemukan area parkir umum. Mobil angkutan, becak barang, maupun mobil pribadi pengunjung diparkir dibadan jalan dan sekeliling Tugu Medan Perjuangan (gambar 4.8). Bahkan, beberapa penjual toko serba ada mengaku memarkirkan mobilnya di Medan Mall dan para penduduk menyimpan mobil pribadi mereka di tempat penitipan dikarekan tidak adanya tempat untuk memarkirkan mobil mereka di depan rumah.

4.3. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)

Di sepanjang ruas jalan-jalan Pajak Bulan, sangat sulit ditemukan jalur khusus pejalan kaki. Trotoar hanya dapat ditemukan disebagian jalan Sutomo simpang jalan Veteran dan di sebagian jalan Sei Kera. Trotoar selebar 1.2m tersebut pun sudah dialih fungsikan menjadi tempat jualan para PKL pada jam-

Gambar 4.7. Diagram tingkat Aksesibilitas Sumber: Data Primer Diolah, 2014


(58)

jam tertentu (gambar 4.9). Dapat disimpulkan bahwa jalan-jalan di Pajak Bulan masih belum terdapat pemisah antara jalur untuk pejalan kaki dan jalur untuk kendaraan (gambar 4.10).

Gambar 4.8. Keyplan kantong parkir Sumber: Data Primer Diolah, 2014


(59)

4.4. Street furniture

Elemen–elemen pendukung (street furniture) yang dapat ditemukan pada area Pajak Bulan adalah sebagai berikut:

a. Ground Cover, yang digunakan pada jalur kendaraan adalah aspal sedangkan pada jalur pejalan kaki sebagian menggunakan paving block.

b. Lampu, terdiri dari lampu jalan, lampu TL yang dipasang pada setiap rumah penduduk, dan lampu pijar yang dibawa sendiri oleh masing-masing penjual (gambar 4.11). Jarak antar lampu jalannya 30-40 meter dimana sudah memenuhi standar lampu jalan.

Gambar 4.9. Keyplan Pedestrian Sumber: Data Primer Diolah, 2014


(60)

c. Signage, yang banyak ditemukan pada area Pajak Bulan berupa

signage reklame iklan. Sedangkan signage rambu seperti “Dilarang Parkir” dan “Dilarang Membuang Sampah” tidak dapat ditemukan. Satu-satunya signage rambu yang dapat ditemukan hanyalah signage panah “Satu arah” pada jalan Sei Kera, yang dinilai masih tidak efektif dikarenakan masih banyak mobil yang datang berlawanan arah. d. Sculpture, yang hadir pada area pasar ini adalah Tugu Medan

Perjuangan yang terletak di persimpangan jalan Sutomo dan jalan Veteran juga merupakan pangkal dari Pajak Bulan ini.

e. Bangku, merupakan elemen yang tidak dapat ditemukan pada area ini. Adapun bangku dan meja yang dipakai oleh penjual merupakan barang bawaan mereka sendiri.

f. Tempat sampah, yang tersedia terlihat sangat kumuh dan tidak menarik serta jumlahnya yang tidak dapat menampung seluruh sampah Pajak Bulan tersebut sehingga masih banyak orang yang membuang sampah di jalan (gambar 4.12).

Gambar 4.12. Tempat sampah yang tidak cukup menampung sampah Pajak Bulan


(61)

g. Pohon, terdapat dua ruang terbuka hijau pada Pajak Bulan yaitu di Jl.Bulan dan Jl.Bintang, serta beberapa pohon di persimpangan Jl.Sutomo dan Jl.Veteran (gambar 4.13)

h. Toilet umum, sudah tersedia di beberapa pojokan jalan namun dalam keadaan yang masih sangat memprihatinkan dan seadanya (gambar 4.14). Begitupun, para penjual yang ingin menggunakan toilet umum tersebut harus membayar sebesar Rp 1000,- setiap kali masuknya.

Gambar 4.14. Toilet umum di Pajak Bulan Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Gambar 4.13. Keyplan pepohonan Sumber: Data Primer Diolah, 2014


(62)

Fasilitas dan elemen pendukung Pajak Bulan termasuk sangat miskin dan tidak memenuhi kriteria, sebanyak 12% responden mengaku fasilitas di Pajak Bulan sangat buruk, 45% responden menjawab buruk, namum 39% responden menjawab lumayan, bahkan 4% mengaku baik. (gambar 4.15)

12%

45% 39%

4%

FASILITAS

Sangat Buruk Buruk Lumayan Baik

Gambar 4.15. Diagram tingkat fasilitas Pajak Bulan Sumber: Data Primer Diolah, 2014


(63)

BAB V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dikarenakan luas area Pajak Bulan yang terlalu besar yaitu ±107924m², maka peneliti mengambil dua jalan utama sebagai sampel dari pemetaan perilaku penelitian ini. Kedua sampel tersebut adalah jalan Sutomo yang merupakan jalan terlebar dan menjadi pusat kegiatan jual-beli grosiran dan jalan Bulan yang merupakan nama asal dari pasar tradisional ini dan merupakan pusat kegiatan jual-beli eceran.

5.1. Segmen 1 : Jalan Sutomo 5.1.1. Setting

Berdasarkan settingnya, jalan Sutomo yang memiliki lebar 15 meter merupakan jalan arteri pada area Pajak Bulan (gambar 5.1). Jalan Sutomo juga merupakan pusat komersil yang sebagian besar merupakan toko sepatu, showroom mobil, dan bank. Kondisi jalannya pun masih sangat bagus dan tidak berlubang namun akan terserang banjir jika hujan deras menerpa Kota Medan. Kekurangan pada jalan Sutomo ini terletak pada fasilitas jalannya seperti trotoar, bangku, tong sampah, dan pepohonan rindang susah ditemukan disini. Hanya lampu jalannya yang masih memenuhi standar elemen pendukung (gambar 5.2).


(64)

Penjual-penjual grosiran pada jalan Sutomo umumnya menggunakan ruang seluas ± 9-16 M² untuk menjajarkan barangnya dan mereka memiliki area-area favorit yang paling ramai ditempati oleh penjual. Area tersebut adalah area-area di sekeliling Tugu Medan Perjuangan yang juga merupakan persimpangan jalan Sutomo dengan jalan Veteran. Area ini merupakan pusat crowding dari jalan Sutomo ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1). persimpangan jalan memiliki aksesibilitas yang lebih baik daripada jalan linear satu arah (gambar 5.3), dan (2). Tugu Medan Perjuangan sudah menjadi sebuah simbol entrance

pada pasar ini.

Gambar 5.2. Setting fisik jalan Sutomo Sumber: Data primer diolah,2014


(65)

Para penjual juga sangat jarang yang ditemukan menggunakan meja maupun tenda dikarenakan barang jualannya yang sangat banyak, dijual dalam bentuk per keranjang/per goni sehingga tidak memerlukan meja. Beberapa dari mereka hanya bermodalkan tikar dan kursi, beberapa bahkan tidak membawa tikar maupun kursi. Kebanyakan dari penjual menggunakan tikar maupun kursi hanya sebagai penanda teritori mereka yaitu menandakan kepemilikan suatu ruang fisik. Sesuai dengan teori Altaian, I. (1975), Pajak Bulan merupakan teritori publik yang dapat diakses oleh semua orang tanpa kecuali. Sedangkan

Gambar 5.3. Perbandingan aksesibilitas persimpangan jalan dan jalan linear Sumber: Data Primer diolah,2014


(66)

tempat jualan setiap penjual merupakan teritori sekunder yang mana penjual memiliki kekuatan penuh atas ruang tersebut selama periode tertentu (jam pengoperasian pasar) ketika individu merupakan penghuni yang sah. Penjual dapat dikatakan sudah menjadi penghuni yang sah apabila sudah membayar iuran pasar kepada PD Pasar. Iuran pasar tersebut dikutip per harinya oleh anggota PD Pasar dengan harga yang tidak dapat dipastikan, harga iuran tiap penjual berbeda-beda tergantung pada seberapa lama penjual sudah menempati tempat tersebut, jika penjual yang sudah berjualan selama 20tahun, iuran pasar hanya berkisar Rp.5000,- ; namun untuk penjual baru iuran pasar dapat mencapai Rp 20.000,- bahkan lebih per harinya. Iuran PD Pasar ini termasuk didalamnya iuran kebersihan dan keamanan, namun tidak termasuk biaya listrik. Walaupun jalan Sutomo sudah dilengkapi dengan lampu jalan setiap 30 meter, penerangan dari lampu jalan tidak cukup untuk memenuhi aktivitas jual-beli di pasar dimana pembeli akan memilih-milih sayur, penjual akan mengupas sayur, serta transaksi bayar-membayar yang tidak boleh salah. Maka dari itu, setiap penjual membayar iuran listrik seharga Rp10.000,-/lampu per harinya. Lampu pijar dan listriknya akan disediakan oleh PD pasar yang bersumber dari PLN (gambar 5.4). Selain daripada peralatan yang dibawa oleh para penjual, 100% dari penjual yang ditanyai mengaku tidak pernah mengubah fisik jalan untuk kebutuhan mereka. Mereka hanya menggunakan ruang tersebut apa adanya dan membawa peralatan yang mereka butuhkan lalu membawanya pulang setelah selesai berjualan. (gambar 5.5)


(67)

0%

100%

Merubah fisik jalan

Pernah Tidak pernah

Sesuai dengan teori Setiawan (1995) bahwa perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh suatu setting fisik (ruang, ukuran dan bentuk, perabot dan penataannya, warna, suara, temperatur dan pencahayaan), perilaku para penjual dan pembeli juga terbentuk dari kondisi setting fisik Pajak Bulan seperti ruangnya yang terbatas dan kecil, penataan ruang jalan yang tidak teratur, pencahayaan yang kurang pada dini hari, dan suara yang bising. Kondisi-kondisi

Gambar 5.4. Setting tempat jualan di jalan Sutomo Sumber: Data primer diolah

Gambar 5.5. Jawaban penjual terhadap perubahan fisik jalan Sumber: Data primer diolah


(68)

inilah yang memunculkan perilaku informal dan kacau pada pengguna ruangnya. Hal ini membuktikan bahwa suatu desain arsitektur dapat mempengaruhi dan membentuk perilaku manusia di dalamnya

5.1.2. Aktivitas

Jalan Sutomo yang seharusnya berfungsi sebagai sirkulasi kendaraan, sudah beralih fungsi menjadi sebuah freemarket pada jam-jam tertentu. Para PKL pun sudah berjajaran mulai dari persimpangan jalan Veteran sampai persimpangan jalan Sei Kera. Pada dini hari, pasar tradisional ini memperdagangkan sayur-mayur dan buah-buahan dalam jumlah besar (grosiran). Sedangkan pada sore hari, ruas jalan ini kembali beralih fungsi menjadi pasar loak yang memperdagangkan barang-barang bekas. Pasar loak ini masih berskala kecil yang hanya berorientasi di sekitaran tugu dan sering disebut sebagai Pajak Ular. (gambar 5.6.)

Selain aktivitas jual-beli, pada pasar ini juga terekam interaksi sosial antara penjual dengan pembeli, penjual dengan penjual, dan pembeli dengan pembeli. Hal ini menunjukkan bahwa pasar ini bukan hanya dianggap sebagai tempat jual-beli semata, namun juga merupakan tempat bertemunya masyarakat, berkomunikasi, dan sebagai pusat keramaian. Para penjual dan pembeli di pasar ini memiliki hubungan sosial yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuisioner dimana 51% penjual mengaku mengenal penjual-penjual lainnya dan


(69)

Universitas


(70)

berkomunikasi setiap hari (gambar 5.7). Selain itu, sebanyak 29% penjual mengaku mengenal semua pembeli langganannya (gambar 5.8) dan 66% pembeli mengaku mengenal beberapa penjual di pasar tersebut (gambar 5.9). Di samping itu, sebanyak 51% pembeli yang mengaku mengenal pembeli lainnya (gambar 5.10).

51% 49%

0%

Penjual - Penjual

Kenal semua Kenal beberapa Tidak kenal

29%

71%

0%

Penjual - Pembeli

Kenal semua Kenal beberapa Tidak kenal Gambar 5.7. Diagram hubungan sosial antara penjual dengan penjual

Sumber: Data primer diolah


(71)

Gambar 5.9. Diagram hubungan sosial antara pembeli dengan penjual Sumber: Data primer diolah

Gambar 5.10. Diagram hubungan sosial antara pembeli dengan pembeli Sumber: Data primer diolah


(72)

Melihat kondisi ekonomi dan sosial pada jalan ini, maka dapat dikatakan bahwa jalan Sutomo sudah merupakan sebuah ruang publik yang aktif dan vital bagi daerah sekelilingnya. Meskipun banyak komentar buruk mengenai kebersihan Pajak Bulan, namun kehadiran pasar tradisional ini masih dianggap sangat penting bagi masyarakaat setempat. Dari survey kuisioner yang dilakukan mengenai alasan pembeli datang ke pajak Bulan, 60% pembeli menjawab alasan mereka datang dikarenakan harga barangnya yang murah 17% dikarenakan barangnya yang lengkap, dan 23% dikarenakan lokasinya yang dekat dengan rumah mereka. (gambar 5.11)

60% 17%

23%

Alasan Kedatangan

Harganya murah Barangnya lengkap Dekat dengan rumah

Menurut Setiawan (1995), tiga pendekatan ruang yang paling mendominasi adalah: (1). Pendekatan ekologi, melihat ruang sebagai suatu ekosistem dan menganggap bahwa komponen-komponen ruang adalah saling terkait dan berpengaruh secara mekanistis. (2). Pendekatan fungsional dan

Gambar 5.11. Diagram alasan kedatangan pembeli Sumber: Data primer diolah


(73)

ekonomi, lebih mengutamakan fungsionalitas ruang dan analisis ekonominya, dan (3). Pendekatan sosial politik, menekankan pada aspek “penguasaan” ruang. Pajak Bulan, dalam hal ini lebih melihat ruang dari segi fungsionalitas dan ekonominya. Fungsionalitas adalah ruang tersebut dapat menampung seluruh aktivitas yang berlangsung di pasar. Faktor lokasi dan jarak juga merupakan hal yang penting. Ekonomi adalah mekanisme pasar tersebut tergantung pada keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Sehingga, penataan dan setting ruang sebenarnya bukan merupakan kekhawatiran utama mereka.

Menurut Setiawan (1995), terdapat dua cara melakukan pemetaan perilaku yaitu Place-centered Mapping dan Person-centered Mapping. Place-centered mapping digunakan untuk mengetahui bagaimana sekelompok manusia menggunakan dan mengakomodasi perilakunya dalam suatu waktu dan tempat tertentu. Sedangkan person-centered mapping digunakan untuk melihat pergerakan dan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang khusus diamati.

Gambar 5.12 merupakan person-centered mapping salah seorang penjual tomat grosiran di jalan Sutomo. Sebelum penjual datang, anggota dan mobil

pickup sudah datang terlebih dahulu, lalu anggota dan supirnya lah yang menurunkan barang dari mobil, Sebanyak 2 mobil pickup atau kurang lebih 50keranjang tomat diturunkan, anggota yang akan menyusun keranjang-keranjang tomat dan memastikan kebagusan barangnya. Setelah selesai, mobil

pickup tersebut pun akan langsung pulang dan selesailah tugas supir tersebut. Penjual akan datang sekitaran jam 12.30 dengan sepeda motor tanpa membawa


(74)

barang apapun dan siap untuk berjualan. Seluruh transaksi jual-beli dan penawaran harga dilakukan langsung antara penjual dan pembeli, anggota hanya bertugas mengangat keranjang tomat ke mobil pickup / becak barang pembeli. Crowding pada tempat jualan ini terjadi pada jam 2- jam3 dimana penjual harus melayani dua sampai tiga pembeli sekaligus. Pada jam 6, tomat yang tersisa pun hanya satu keranjang, dan penjual memutuskan untuk pulang. Sisa tomat tersebut akan dibawa ke gudang mereka oleh anggotanya menggunakan becak barang. Pada person-centered mapping ini, terlihat penjual yang tidak membawa kit jualan apapun, penjual hanya membutuhkan lampu untuk penerangan. Sedangkan beberapa penjual lainnya ditemukan ada yang membawa kursi dan tikar. Penjual-penjual pada Pajak Bulan tidak ada yang berjualan sendiri, kebanyakan satu teritori dimiliki oleh dua orang ataupun seorang penjual yang menyewa seorang anggota untuk membantunya. Teritori penjual pun ditandai dengan keranjang-keranjang tomat jualannya, yang mana teritorinya tidak berbentuk persegi empat, namun bentuk yang tidak teratur.


(75)

Gambar 5.12. Person-centered Mapping seorang penjual di jalan Sutomo

Universitas


(76)

5.1.3. Waktu

Pemetaan perilaku berdasarkan placed-centered mapping pada segmen jalan Sutomo ( gambar 5.13, 5.14, 5.15, dan 5.16 ) menggambarkan :

a. Pada durasi waktu 00.00 - 02.00 WIB, penjual lebih mendominasi area persimpangan dan sekeliling tugu sehingga area tersebut menjadi pusat kemacetan yang dipenuhi oleh mobil-mobil angkutan dan becak-becak. b. Penjual mulai berdatangan mulai dari jam 11 malam dan yang paling telat

pada jam 1 dini hari sehingga pada durasi 00.00 – 02.00 WIB mayoritas aktivitas penjual adalah menjajarkan barang dan mengupas sayur. Para penjual menjajarkan sayurnya di badan jalan, sedangkan sempadan rumah digunakan untuk menaruh barang mereka seperti keranjang, kardus-kardus, maupun kursi.

c. Pembeli-pembeli yang datang pada durasi 00.00 – 02.00 WIB umumnya merupakan pembeli grosiran sehingga transportasi yang digunakan pun berupa becak barang, mobil pickup, ataupun motor yang dibawa kemanapun bersama mereka. Jam 02.00 WIB merupakan durasi teramai pasar dan menyebabkan crowding, yaitu situasi dimana seseorang sudah tidak mampu mempertahankan ruang privatnya.

d. Pada durasi 05.00 – 07.00 WIB, terlihat bahwa jalan di tepi kiri (barat) sudah lebih sepi daripada jalan di tepi kanan (timur) hal ini disebabkan oleh perumahan di sisi kiri jalan merupakan toko-toko yang beroperasi


(1)

jualan? c. dsb,………. 14.Apa yang dilakukan penjual jika

tempat jualan anda tergenang air (becek) atau tertimbun sampah?

a. Membersihkannya sendiri b.Mencari tempat baru

c.dsb,……… 15.Apa yang dilakukan penjual ketika

penjual tidak dapat menemukan tempat sampah?

a.Biarkan saja sampahnya b. Dibakar

c. dsb, ………

16.Apakah penjual pernah merubah fisik lahan Pajak Bulan? Jika ya, perubahan seperti apa.

a. Ya, merubah………

b. Tidak pernah 17.Apakah penjual mengenal penjual lain

disekeliling tempat jualannya? (nama, alamat, dan jumlah anaknya)

a.Ya, tahu semuanya b. Hanya tahu beberapa c. Tidak tahu sama sekali 18.Seberapa sering penjual ngobrol dan

bercanda gurau dengan penjual lain?

a. Setiap hari b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 19.Apakah penjual pernah berkunjung ke

rumah penjual lain?

a. Sering

b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 20.Apakah penjual mengenal pembeli

yang sering datang berbelanja? (nama, alamat, dan jumlah anaknya)

a.Ya, tahu semuanya b. Hanya tahu beberapa c. Tidak tahu sama sekali 21.Seberapa sering penjual ngobrol dan

bercanda gurau dengan pembeli?

a. Setiap kali datang b. Kadang-kadang c. Tidak pernah


(2)

KUESIONER PENELITIAN (PEMBELI)

I. DATA PRIBADI

1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat :

4. Barang yang sering dibeli: a.Sayur-mayur

b.Buah-buahan

c………

5. Jenis pembelian : a. Grosir b.Eceran c. ……. 6. Waktu kunjungan : a. Jam 12 –

6 pagi

b. Jam 6 – 12 siang

c. ……..

7. Transportasi ke pasar : a. Mobil b. Gerobak c. …….. 8. Sudah berapa lama pembeli

berlangganan dengan pajak bulan?

a. < 3 tahun b. 3- 10 tahun

c. ……..

9. Dulu pembeli berbelanja dimana? a.Pusat pasar

b.Pasar sambu

c. ……...

10.Apakah pembeli datang setiap hari? a. Ya b. Tidak c. …….. 11.Apakah pembeli selalu membeli

barang dengan penjual yang sama?

a. Ya b. Tidak c. ……..

12.Dimanakah pembeli memarkirkan kendaraannya?

a. Di jalan b.Dibawa kemanapun

c. ……..

II. PERSEPSI PEMBELI

1. Menurut pendapat pembeli, bagaimana kebersihan Pajak Bulan saat ini?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

2. Menurut pendapat pembeli , seberapa penting nilai kebersihan itu?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

3. Menurut pendapat pembeli, bagaimana keamanan Pajak Bulan saat ini?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

4. Menurut pendapat pembeli, seberapa penting keamanan itu?


(3)

5. Menurut pendapat p pembeli, seberapa mudah tingkat pencapaian ke Pajak Bulan??

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

6. Menurut pendapat pembeli, seberapa penting tingkat pencapaian tujuan itu?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

7. Menurut pendapat pembeli, bagaimana fasilitas/ sarana pendukung Pajak Bulan saat ini? (toilet, lampu jalan, tempat duduk, tempat parkir)

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

8. Menurut pendapat pembeli, seberapa penting fasilitas/ sarana pendukung itu? Sebutkan fasilitas yang dianggap paling penting.

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

9. Menurut pendapat pembeli, bagaimana kondisi jalan (berlubang atau becek) Pajak Bulan saat ini?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

10.Menurut pendapat pembeli, seberapa penting kondisi jalan itu?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

11.Mengapa pembeli memilih Pajak Bulan sebagai pasar yang sering dikunjungi?

a. Barangnya lengkap b. Harganya murah c. Dekat dengan rumah

d. dsb, …………..

12.Apa yang pembeli lakukan jikatidak mendapatkan tempat untuk memarkirkan mobil atau kendaraan?

a.Putar beberapa kali sampai dapat b.Tidak jadi berbelanja

c. dsb, ………

13.Apa yang pembeli lakukan saat ingin menggunakan toilet tetapi tidak dapat menemukannya atau tidak dapat digunakan?

a.Menahan sampai pulang

b.Menumpang pada toko yang ada

c. ……….

14.Apa yang pembeli lakukan jika hari sebelumnya hujan deras dan hari ini pasar sangat becek?

a. Membatalkan niat ke pasar

b.Tetap kepasar memakai sepatu boot


(4)

15.Apakah pembeli mengenal penjual yang sering dikunjungi? (nama, alamat, dan jumlah anaknya)

a.Ya, tahu semuanya b. Hanya tahu beberapa c. Tidak tahu sama sekali 16.Seberapa sering pembeli ngobrol dan

bercanda gurau dengan penjual?

a. Setiap kali datang b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 17.Apakah pembeli mengenal pembeli

lainnya? (nama, alamat, dan jumlah anaknya)

a.Ya, tahu beberapa b.T idak tahu sama sekali

Keterangan :

1 = Sangat Buruk, 2 = Buruk, 3 = Lumayan, 4 = Baik, 5 = Sangat Baik


(5)

KUESIONER PENELITIAN (PENDUDUK)

II. DATA PRIBADI

1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat :

4. Sudah berapa lama penduduk tinggal disana?

a. < 3tahun b.3-10 tahun c. ……..

5. Apakah rumah yang sekarang ditinggali sudah dibeli atau sedang disewa?

a.Beli b. Sewa c. ……...

6. Apakah penduduk juga membuka toko di rumahnya? Jika ya, sebutkan toko apa.

a.Ya,

toko……... b. Tidak

7. Apakah penduduk sering berbelanja di Pajak Bulan?

a. Ya b. Tidak c. ……….

8. Dimana penduduk memarkirkan kendaraannya?

a.Tempat penitipan

b.Di depan rumah

c. ……….

13.PERSEPSI PENDUDUK

1. Menurut pendapat penduduk, bagaimana kebersihan Pajak Bulan saat ini?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

2. Menurut pendapat penduduk, seberapa penting nilai kebersihan itu?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

3. Menurut pendapat penduduk, bagaimana keamanan daerah sekitar?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

4. Menurut pendapat penduduk, seberapa penting keamanan itu?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

5. Menurut pendapat penduduk, bagaimana kondisi jalan (berlubang atau becek) sekitar saat ini?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

6. Menurut pendapat penduduk, seberapa penting kondisi jalan itu?


(6)

7. Menurut pendapat penduduk, bagaimana tingkat kebisingan yang disebabkan oleh Pajak Bulan?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

8. Menurut pendapat penduduk, seberapa penting ketenangan dibutuhka?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5

9. Bagaimana penduduk awalnya dapat tinggal disana?

a.Sudah turun temurun

b.Ingin membuka usaha disana

c.dsb, ………

10.Mengapa penduduk memilih untuk tetap tinggal disana?

a.Malas untuk pindah b.Sudah merasa nyaman

c.dsb,………..

11.Apakah didepan rumah penduduk ada penjual yang berjualan? Bagaimana respon penduduk terhadap situasi ini?

a.Ada, sudah sering diusir b.tidak ada

c. dsb,………..

12.Bagaimana tanggapan penduduk mengenai pasar ini?

a.Sangat menganggu kehidupan penduduk b.Saling menguntungkan

c. dsb, ………..

13.Apakah penduduk menjalin hubungan dengan penjual di Pajak Bulan?

a. Ya, lumayan dekat b. Hanya seperlunya c. Tidak pernah

Keterangan :

1 = Sangat Buruk, 2 = Buruk, 3 = Lumayan, 4 = Baik, 5 = Sangat Baik