Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Terhadap Kinerja Usaha Pada Sistem Integrasi Tanaman Dan Ternak (Kasus: Di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat).

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI
TERHADAP KINERJA USAHA PADA SISTEM
INTEGRASI TANAMAN DAN TERNAK
(Kasus:di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat)

KHAIRUM RAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Perilaku
Kewirausahaan Petani terhadap Kinerja Usaha pada Sistem Integrasi Tanaman
dan Ternak (Kasus: di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Khairum Rahmi
NIM H351130041

RINGKASAN
KHAIRUM RAHMI. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani terhadap Kinerja
Usaha pada Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak (Kasus: di Kabupaten Lima
Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat). Dibimbing oleh LUKMAN M. BAGA dan
ANNA FARIYANTI.
Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu daerah pelaksana
program sistem integrasi tanaman dan ternak di Provinsi Sumatera Barat. Usaha
yang dijalankan petani yaitu pengintegrasian tanaman padi, kakao, jagung dengan
ternak sapi. Pada saat ini teknologi yang digunakan petani masih sederhana dan
adanya kendala berupa keterbatasan modal, bahan baku pakan (produk sampingan
ternak), ketidakpastian pasar, dan risiko usaha yang besar, namun petani memiliki
aset berupa tenaga kerja dalam keluarga, daya juang, semangat gotong royong,
pengetahuan, dan pengalaman dalam usahatani yang mereka geluti. Meskipun

mengalami beberapa kendala petani masih bertahan untuk menjalankan usaha
integrasi, karena usaha ini dijalankan oleh petani yang memiliki semangat tinggi
yang tercermin dalam eksistensinya menjalankan usaha. Perilaku tersebut menjadi
keunikan pada petani dalam menjalankan usaha meskipun perkembangan
usahanya tidak signifikan. Keberhasilan sistem integrasi tanaman dan ternak dapat
dicapai melalui kewirausahaan dengan cara mengembangkan sikap maupun
kompetensi petani. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi
karakteristik petani yang menjalankan usaha integrasi tanaman dan ternak; (2)
menganalisis faktor individu dan lingkungan yang mempengaruhi perilaku
kewirausahaan petani; dan (3) menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan
terhadap kinerja usaha. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey yang
dilaksanakan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Sampel penelitian ini berjumlah 115
orang petani. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif
dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Pengolahan data
kuantitatif menggunakan Lisrel 8.72.
Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik petani yang menjalankan
usaha integrasi tanaman dan ternak terdiri dari: (1) secara umum berjenis kelamin
laki-laki dan berada pada umur produktif yaitu berkisar antara 40-55 tahun, (2)
usaha yang dijalankan petani masih tergolong kecil dan mayoritas berorientasi
pada kebutuhan sehari hari, (3) pada umumnya pendapatan petani dibawah Rp 1

000 000, dan (4) status kepemilikan lahan petani sebagian besar adalah milik
sendiri dan ternak yang diusahakan adalah milik kelompok. Hal ini menunjukkan
bahwa meskipun rata-rata petani berada pada umur yang produktif, tetapi belum
mampu meningkatkan kinerja karena perilaku petani dalam berusaha masih
bersifat subsisten. Faktor individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku kewirausahaaan, dengan koefisien pengaruh sebesar 0.25. Faktor individu
yang paling dominan mempengaruhi perilaku kewirausahaan adalah pengalaman
dan keinginan berusaha dengan muatan faktor (λ) sebesar 0,89. Berdasarkan hasil
diskusi dengan responden bahwa pemahaman petani mengenai manajemen dalam
pelaksanaan usaha integrasi didapatkan dari pengalaman bekerja sehingga petani
berkeinginan untuk terus berkomitmen menjalankan usaha integrasi agar
menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi dirinya maupun orang lain. Faktor
Lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku kewirausahaan

dengan koefisien pengaruh (ɣ=0.52). Faktor lingkungan yang paling dominan
mempengaruhi perilaku kewirausahaan petani adalah kekompakan antar petani
dengan nilai muatan faktor (λ) sebesar 0.90. Kekompakan tersebut terlihat dari
pengelolaan usaha tanaman dan ternak yang dilakukan secara bergotongroyong
serta petani saling berbagi informasi mengenai teknologi pengolahan produk
sampingan. Hasil lainnya menunjukkan bahwa kinerja usaha petani pada integrasi

tanaman dan ternak dipengaruhi oleh perilaku kewirausahaan yang berpengaruh
positif dan signifikan. Sementara faktor lingkungan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini disebabkan karena petani selama ini
mengandalkan kemampuan yang melekat pada dirinya masing-masing, seperti
tanggap terhadap peluang, inovatif, berani mengambil risiko, mandiri dan tekun
berusaha yang memiliki pengaruh terbesar yaitu (λ) 0.90. Kebijakan dari
pemerintah yang ada saat ini belum mampu membantu petani dalam menjalankan
usaha, misalnya lembaga keuangan yang belum tersedia untuk membantu
permodalan bagi petani dalam mengembangkan usaha integrasi, petani masih
menggunakan alat yang sederhana dalam mengolah produk sampingan dan
permasalahan lainnya, sehingga petani cenderung hanya mengandalkan
kemampuan pada dirinya. Oleh sebab itu, pelatihan sangat diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan dirinya dalam mengelola usaha agar menjadi petani
wirausaha yang sukses. Salah satu pembinaan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah yaitu mengadakan pelatihan yang dapat merubah orientasi petani yang
sebelumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari menjadi berorientasi
bisnis dan menyediakan bantuan modal bagi petani melalui koperasi atau
kelompok tani.

Kata Kunci: kewirausahaan, perilaku petani, Structural Equation Modelling

(SEM)

SUMMARY
KHAIRUM RAHMI. The Effect of Farmers‟ Entrepreneurship Behaviour on
Enterprise Performance on Integrated Farming and Livestock System (Case: Lima
Puluh Kota Regency, West Sumatera Province). Supervised by LUKMAN M
BAGA and ANNA FARIYANTI.
Lima Puluh Kota Regency is one of the implementers of system integration
of crops and livestock in the West Sumatra Province. The business that carried on
by farmers, namely the integration of the rice plant, cocoa, corn with cattle. At
this time the technology used by farmers still simple and the constraints on this
business such as lack of capital, raw material feed (side products of cattle), market
uncertainties and high business risks, nevertheless the farmers have assets in the
form of labor in the family, fighting spirit, the spirit of mutual cooperation,
knowledge, and theirs experience in farming. Although having some problems,
farmers still persist to carry on business integration, because this business is run
by farmers who have a passion that is reflected in their existence on this business.
Such behavior becomes unique to the farmer in running a business even though
the growth of business is not significant. The success of the integration of crop
and livestock systems can be achieved through entrepreneurship by developing

the attitude and competence of farmers. The purpose of this study are: (1) to
identify the characteristics of farmers who run the business integration of crops
and livestock; (2) to analyzing the individual and environmental factors that
influence entrepreneurial behavior of farmers; and (3) to analyze the effect of
entrepreneurial behavior on the performance of the business. This study was
conducted using a survey in the Lima Puluh Kota Regency with 115 farmers. The
analysis used is descriptive and quantitative analysis using Structural Equation
Modelling (SEM). Quantitative data processing using lisrel 8.72.
These results indicate the characteristics of farmers who run the business
integration of crops and livestock consists of: (1) the male sex which are in the
productive age ranged between 40-55 years, (2) a business carried on farmers is
still relatively small and the majority oriented on daily needs, (3) in general, the
income of farmers under Rp 1 million, and (4) the majority status of farmers' land
ownership is self-owned and livestock that are cultivated are the property of the
group. This result showed that although the average farmer are at a productive age,
but have not been able to improve performance due to the behavior of farmers in
integration still subsistent. Individual factors have significant positive effect on
the behavior of entrepreneural, the influence coefficient is 0.25. The most
dominant individual factors affecting entrepreneurial behavior is the experience
and desire trying with load factor (λ) 0.89. Based on discussions with the

respondents, the farmers' understanding of the management in the implementation
of the integration of business gained from the experience of working so that the
farmer wishes to continue to be committed to run the business integration in order
to produce something of value for themselves and others. Environmental Factors
have positive and significant effect on entrepreneurial behavior with the influence
coefficient (ɣ=0.52). The most dominant environmental factors that affect the
behavior of the entrepreneurial farmer is cohesiveness among farmers with a value
of load factor (λ) 0.90. Compactness is evident from the business management of

crops and livestock were carried cooporate and farmers share information
regarding processing technology of side products. Other results showed that the
business performance of farmers on the integration of crops and livestock is
affected by entrepreneurial behavior that is positive and significant impact. While
environmental factors significant negative effect on the performance of the
business. This happen because farmers have been relying on the inherent
capabilities of themselves such as responsiveness to opportunities, innovative,
risk-taking, self-contained and persevere that has the greatest influence, with load
factor (λ) 0.90. The current policy of the government that not able to help farmers
in running the business, such as financial institutions are not yet available to assist
capital for farmers in developing integration business, farmers are still using

simple tools in processing side products and other problems, so farmers tend to
rely ability on themselves. Therefore, training is needed to improve her skills in
managing the business in order to become a successful entrepreneur farmers.
Training is need by farmer from the government to change the orientation of
farmers who previously only to meet the daily needs into business-oriented and to
provide capital assistance for farmers through cooperatives or farmer groups.

Keywords: entrepreneurship, farmers„ behavior, Structural Equation Modelling
(SEM)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PETANI
TERHADAP KINERJA USAHA PADA SISTEM
INTEGRASI TANAMAN DAN TERNAK
(Kasus: di Kabupaten Lima Pulu Kota Provinsi Sumatera Barat)

KHAIRUM RAHMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Henny Kuswanti Suwarsinah, MEc
Penguji Program Studi


: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Maret 2015 ini adalah
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani terhadap Kinerja Usaha pada Sistem
Integrasi Tanaman dan Ternak (Kasus: di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi
Sumatera Barat). Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
dan memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik
atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini,
penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi
tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1. Dr Ir Lukman M. Baga MAEc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Ir
Anna Fariyanti, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
2. Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan

masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
3. Dr Ir Rr Heny K. Daryanto, MEc selaku dosen penguji luar komisi dan Prof
Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi
pada ujian tesis.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr
Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh
staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan dukungan yang diberikan
selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.
5. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIRJEN DIKTI),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah
memberikan Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negri sehingga penulis
dapat melanjutkan kuliah magisternya.
6. Petani yang menjalankan usaha integrasi tanaman dan ternak di Kabupaten
Lima Puluh Kota yang telah bersedia menjadi responden peneliti.
7. Sahabat Rumah Agribisnis, JWJ dan teman-teman seperjuangan Magister
Sains Agribisnis 4 atas masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan.
8. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada Ayahanda tercinta Zulkifli, Ibunda Zainibar, Kakanda
Josep Hendri, adik Willi Brand dan March Akmal, serta sepupu tersayang
Toni Ardi dan Donal Ardi.
9. Idris dan keluarga yang telah memberikan semangat dan do‟a.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2015
Khairum Rahmi

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Usaha Integrasi Tanaman dan Ternak
Kewirausahaan pada Petani
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kewirausahaan
Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Kerangka Pemikiran Konseptual
Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Responden
Variabel dan Pengukuran
Faktor Individu Petani Integrasi Tanaman dan Ternak
Faktor Lingkungan Petani Integrasi Tanaman dan Ternak
Perilaku Kewirausahaan
Kinerja Usaha
Analisis Data
5 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Perkembangan Usaha Integrasi Tanaman dan Ternak
Usaha Budidaya Tanaman
Usaha Ternak Sapi
Pengolahan dan Pemanfaatan Produk Sampingan Tanaman dan
Ternak
Pengembangan Usaha
Penerima Manfaat Sitem Integrasi Tanaman dan Ternak

1
3
7
7
7
7
7
9
11
12
12
12
14
16
19
20
21
21
21
22
22
22
22
23
24
25
27
27
30
31
32
33
34

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani Responden
Jenis Kelamin
Umur
Luas Lahan
Pendapatan
Kepemilikan Lahan dan Ternak
Faktor Individu
Pendidikan
Pengalaman
Motivasi Berprestasi
Persentase terhadap Usaha
Keinginan Berusaha
Faktor Lingkungan
Ketersediaan Input
Penyuluhan dan Pelatihan
Permodalan
Promosi dan Pemasaran
Dukungan Pemerintah
Kekompakan Antar Petani
Perilaku Kewirausahaan
Tekun Berusaha
Tanggap terhadap Peluang
Inovatif
Berani Mengambil Risiko
Bersikap Mandiri
Kinerja Usaha
Perluasan Pemasaran
Peningkatan Pendapatan
Keunggulan Bersaing
Analisis Perilaku Kewirausahaan Petani terhadap Kinerja Usaha
dengan Pendekatan Structural Equation Models (SEM)
Analisis Kecocokan Keseluruhan Model
Uji Validitas
Uji Reliabilitas
Kecocokan Model Struktural
Analisa Model Struktural
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan
Petani dan Kinerja Usaha
Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan
Petani
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha
Integrasi Tanaman dan Ternak

35
35
35
35
36
37
39
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
47
48
49
49
50
51
51
52
52
53
53
54
57
57
57
59
60
63

Implikasi Kebijakan
7 SIMPULAN DAN SARAN

67
69

Simpulan
Saran

69
70

DAFTAR PUSTAKA

70

LAMPIRAN

76

RIWAYAT HIDUP

88

DAFTAR TABEL
1. Populasi ternak (ekor) di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008 - 2012
2. Luas panen (Ha) dan produksi (ton) tanaman pangan, hortikultura dan
perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008-2012
3. Variabel indikator / Manifest faktor individu (X1)
4. Variable indikator / Manifest faktor lingkungan (X2)
5. Variabel manifest perilaku kewirausahaan (Y1)
6. Variabel manifest kinerja usaha (Y2)
7. Rincian pemberian dana bantuan
8. Pendapatan usaha integrasi tanaman dan ternak per ha per musim tanam
9. Persentase penilaian petani terhadap faktor individu
10. Persentase penilaian petani terhadap faktor lingkungan
11. Persentase penilaian petani terhadap perilaku kewirausahaan
12. Persentase penilaian petani terhadap kinerja usaha
13. Hasil uji kecocokan model (Goodness of Fit Test) sebelum respesifikasi
14. Hasil uji kecocokan model (Goodness of Fit Test) setelah respesifikasi
15. Muatan faktor dan t-hitung variabel manifest
16. Pengujian reliabilitas model pengukuran
17. Evaluasi terhadap koefesien model struktural dan kaitannya dengan
hipotesis penelitian
18. Komposisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
kewirausahaan petani dan kinerja usaha
19. Daftar lokasi kegiatan integrasi tanaman ternak ruminansia tahun 2012

4
4
22
23
23
24
30
39
41
44
47
51
54
54
55
57
58
60
76

DAFTAR GAMBAR
1. Model umum dari perilaku kewirausahaan dan kinerja bisnis
2. Kerangka berpikir tentang kewirausahaan
3. Kerangka pemikiran konseptual pengaruh perilaku kewirausahaan petani
terhadap kinerja usaha
4. Kerangka pemikiran operasional
5. Structural Equation Model (SEM) pengaruh perilaku kewirausahaan
petani terhadap kinerja usaha
6. Sebaran responden menurut jenis kelamin
7. Sebaran responden menurut umur
8. Luas lahan responden
9. Sebaran pendapatan responden
10. Kepemilikan lahan responden
11. Kepemilikan ternak responden
12. Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku
kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha
13. Nilai t hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan petani
terhadap kinerja usaha

18
18
19
20
24
35
36
37
38
39
40
58
59

14. Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku
kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha
15. Nilai t hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan petani
terhadap kinerja usaha
16. Model sistem integrasi tanaman dan ternak di Kabupaten Lima Puluh
Kota
17. Peta Kabupaten Lima Puluh Kota

85
85
86
87

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Daftar lokasi kegiatan integrasi tanaman dan ternak ruminansia 2012
Rumus untuk menghitung construct reliability dan variance extracted
Hasil pengolahan data dengan Lisrel 8.72
Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku
kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha sebelum di respesifikasi
Model sistem integrasi tanaman dan ternak di Kabupaten Lima Puluh
Kota
Peta Kabupaten Lima Puluh Kota

76
77
78
85
86
87

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Program integrasi tanaman dan ternak merupakan program nasional dalam
rangka mengatasi persoalan semakin sempitnya lahan dan semakin tingginya
permintaan masyarakat akan produk ternak serta menciptakan pertanian yang
ramah terhadap lingkungan, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi
diwilayah pedesaan. Daerah penerima bantuan pengembangan program integrasi
tanaman dan ternak dapat dilihat pada Lampiran 1. Fungsi pokok integrasi
tanaman dan ternak yaitu memperbaiki kesejahteraan dan mendorong
pertumbuhan ekonomi, memperkuat ketahanan pangan dan memelihara
keberlanjutan lingkungan, dengan ciri utamanya adalah terdapat keterkaitan yang
saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat
dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masingmasing komponen yang merupakan faktor pemicu dalam mendorong
pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah
yang berkelanjutan (Dikjennak 2012). Model sistem integrasi tanaman dan ternak
tidak hanya mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainable), tetapi juga
aspek ramah lingkungan (environmentally tolerable). Sehingga model tersebut
dapat diterima secara sosial (socially acceptable), secara ekonomi (economically
feasible) dan politis (politically desirable) serta di masa depan akan terus
dikembangkan. Sehingga dengan melakukan sistem integrasi tanaman dan ternak
dapat memberikan added value bagi petani jika mampu mengelolanya.
Hal tersebut dapat dicapai dengan memberikan inovasi, kreativitas dan
bersedia menanggung risiko usaha yang dijalankan. Melalui inovasi dan teknologi
pertanian yang baik, petani dapat mengubah produk sampingan tanaman dan
ternak menjadi sumberdaya. Teknologi yang diintroduksikan dalam sistem
integrasi tanaman dan ternak menurut Diwyanto et al. (2001) mencakup
teknologi pengelolaan limbah untuk pakan ternak dan pengelolaan kotoran ternak
untuk pupuk organik. Inovasi yang mendukung keberhasilan pengembangan pola
ini yaitu sistem perkandangan, inovasi veteriner, serta pemanfaatan plasma nutfah
yang tepat dan strategi peningkatan mutu genetik.
Sistem usahatani terintegrasi dapat dijadikan model untuk meningkatkan
efesiensi usahatani sehingga menghasilkan produk yang lebih berdaya saing dan
kemudian dapat meningkatkan pendapatan petani. Konsep integrasi memberikan
suatu keuntungan yang sinergis, yakni suatu keuntungan yang berlipat ganda yang
diperoleh dari tanaman dan ternak hasil interaksi keduanya. Interaksi dari kedua
komoditas usahatani tersebut terjadi melalui pemanfaatan hasil sampingan
tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk pakan ternak dan sebaliknya ternak
memberikan pupuk kandang pada tanaman, selain itu petani dapat memperluas
dan memperkuat sumber pendapatan sekaligus menekan risiko kegagalan usaha.
Pendapatan utama tidak hanya dari usahatani saja namun juga dari sektor
peternakan. Sektor peternakan juga dapat dijadikan simpanan agar suatu saat jika
terjadi risiko kegagalan usahatani, ternak dapat menjadi salah satu alternatif
penyelesaiannya (Dinakeswan Kabupaten Lima Puluh Kota 2012).

2
Potensi lahan dan pakan ternak yang tersedia dari subsektor tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan kehutanan tersedia cukup banyak dan melimpah.
Hal tersebut terlihat dari ketersediaan lahan seperti lahan sawah, lahan pasang
surut, lahan perkebunan dan lahan lainnya (Kusnadi 2008). Produksi produk
sampingan dari lahan pertanian tersebut berdasarkan bahan kering menunjukkan
nilai yang cukup besar yakni 2 126 606 ton setara dengan hampir delapan kali
produksi hijauan dari lahan pengembalaan. Tetapi pada kenyataannya, saat ini
pemanfaatan produk sampingan pertanian sangat rendah dan pengembangan
ternak ruminansia masih didasarkan pada rumput atau hijuan yang ada (Syamsyu
et al. 2009). Menurut beberapa penelitian, kombinasi antara pengusahaan ternak
dan berbagai jenis tanaman, perikanan dan kehutanan terbukti dapat
meningkatkan hasil usahatani. Petani yang mengusahakan integrasi tanaman dan
ternak pendapatannya dapat meningkat hingga 100 persen apabila dibandingkan
dengan dengan tanaman yang diusahakan tanpa ternak, sekitar 40 persen hasil
tersebut berasal dari nilai tambah pupuk organik yang diperoleh dari ternak sapi,
akan tetapi pada umumnya sistem integrasi tanaman dan ternak belum dirasa
maksimal dalam meningkatkan usahatani di pedesaan (Diwyanto et al. 2001). Hal
tersebut diduga karena keterbatasan faktor pendidikan, sikap dan pengaruh sosial
budaya petani. Sehingga kegiatan ini perlu terus didorong di wilayah-wilayah
pengembangan peternakan yang mempunyai potensi dalam mengusahakan
integrasi tanaman dan ternak melalui transfer teknologi dan inovasi.
Transfer teknologi dan inovasi dapat dilakukan dengan keragaman sosial,
ekonomi, pendidikan dan pengalaman petani melalui proses perubahan sikap dan
kompetensi petani. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia yaitu
petani menjadi salah satu kunci untuk mencapai tujuan dari program integrasi
tanaman dan ternak melalui kewirausahaan, dimana kewirausahaan petani
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan usaha yang
berorientasi pasar (Darmadji 2012), karena pertanian saat ini bukan hanya sekedar
usahatani saja tetapi menyangkut pengolahan, pemasaran dengan harga yang
bersaiang dan distribusi. Sehingga petani dituntut untuk memiliki jiwa
kewirausahaan agar dapat menciptakan produk pertanian yang memiliki nilai
tambah. Seorang petani wirausaha akan mempertimbangkan aspek pasar,
memperhitungkan analisis usahatani, mampu melihat dan mengelola peluang,
serta memiliki kemampuan manajemen, berpikir dan bertindak untuk terus
mengembangkan hal-hal baik dari yang diusahakan saat ini sehingga diperoleh
hasil yang lebih menguntungkan.
Seorang petani wirausaha akan mampu menghasilkan produk yang bersaing
dipasar dan membuka peluang bisnis bagi dirinya sendiri. Namun saat ini petani
yang mampu menghasilkan produk turunan pertanian masih sangat sedikit, karena
pada umumnya patani belum mempunyai jiwa kewirausahaan. Sebagaimana
menururt hasil penelitian Dumasari (2014), petani yang belum dan kurang
mempunyai jiwa kewirausahaan senantiasa kesulitan mengelola dan
mengembangkan diversifikasi usaha secara produktif ditengah potensi
sumberdaya lokal yang melimpah. Untuk itu, tidak dapat dipungkiri
kewirausahaan memang mempunyai fungsi penting sebagai motor penggerak
petani dalam mengembangakan usaha pertanian, sehingga kinerja petani tidak lagi
hanya diukur melalui teknik budidaya saja.

3
Menurut Krisnamurthi (2001) kewirausahaan dipandang bukan hanya
sekedar sebagai pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya
hidup dan prinsip-prinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja usaha, jika
konsep ini dimiliki oleh semua pelaku pertanian, maka dapat dipastikan pertanian
akan lebih berkembang dan tumbuh dengan pesat. Hal tersebut dapat tercermin
melalui perilaku kewirausahaan yang dimiliki petani, diantaranya yaitu gigih
berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya yang tersedia, mampu
memanfaatkan perubahan dan perkembangan tren serta preferensi konsumen
sebagai sumber inovasi peluang bisnis, mampu mencari peluang baru di tengah
persaingan, inovatif dengan menciptakan produk dan teknik usaha baru, bekerja
dengan lebih efektif dan efisien, serta berani mengambil risiko untuk
mengembangkan bisnisnya (Dirlanudin 2010). Berdasarkan pemaparan di atas
diduga bahwa adanya perilaku kewirausahaan pada petani dapat berpengaruh
terhadap kinerja usaha. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian secara lebih
mendalam untuk mengetahui perilaku kewirausahaan petani, serta melihat
pengaruhnya terhadap kinerja petani, yang pada akhirnya dapat berpengaruh
terhadap perkembangan kinerja sistem integrasi tanaman dan ternak.

Rumusan Masalah
Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu daerah pelaksana
program sistem integrasi tanaman dan ternak di Provinsi Sumatera Barat. Program
ini dilaksanakan dari tahun 2011 melalui penerapan berbagai macam teknologi
dan inovasi pengolahan bahan baku pakan dan kotoran ternak sebagai sumber
bahan baku organik. Produk teknologi pengolahan diharapkan mampu
mendukung kegiatan usahatani melalui penyediaan pupuk organik dan penyediaan
bahan pakan ternak yang berkelanjutan untuk sapi potong.
Pengembangan sistem integrasi tanaman dan ternak dilaksanakan dengan
tujuan untuk: (1) mendukung upaya mempertahankan dan sekaligus memperbaiki
struktur dan tekstur lahan pertanian serta menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman pertanian yang seimbang; (2) mendukung upaya peningkatan
produktivitas tanaman padi (sebagai produk utama) dan daging (sebagai produk
ikutan); (3) peningkatan populasi ternak sapi yang sekaligus; dan (4)
meningkatkan pendapatan petani. Sedangkan keluaran atau output langsung yang
diharapkan pemerintah dari kegiatan ini adalah: (1) penambahan populasi ternak
sapi pada lokasi integrasi; (2) adanya kelompok penerima kegiatan; dan (3)
pemanfaatan lima jenis bahan pakan yaitu jerami padi, limbah jagung, dedak,
limbah sawit, dan limbah sorghum (Dinakeswan Kabupaten Lima Puluh Kota
2013). Usaha integrasi yang dilakukan didaerah ini yaitu pengintegrasian antara
tanaman (pangan, holtikultura dan perkebunan) dengan ternak sapi. Hal tersebut
didukung dengan keberadaan ternak sapi yang lebih mendominasi dibandingkan
dengan ternak lainnya (Tabel 1).
Namun demikian, meskipun ternak sapi mempunyai peluang yang sangat
besar untuk dikembangkan, tetapi populasinya terus mengalami penurunan setiap
tahunnya. Hal tersebut diakibatkan karena produktivitas ternak yang masih rendah
dan ketersediaan hijauan sebagai pakan ternak semakin sulit didapatkan.
Semestinya pakan ternak dapat dipenuhi melalui peningkatan mutu gizi pakan

4
dengan melakukan pengolahan bahan baku (hasil sampingan tanaman)
menggunakan teknologi dan memberikan inovasi sehingga populasi ternak sapi
dapat terus ditingkatkan. Dimana dengan adanya daya dukung lahan, 1 ekor sapi
per hektar akan mengasilkan daging 73-109.5 kg/ha/tahun (Kusnadi 2008).
Tabel 1 Populasi ternak (ekor) di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008 - 2012
Tahun
2012
2011
2010
2009
2008

Populasi Ternak
Kambing
Sapi
21 242
33 994
27 218
32 625
25 561
65 577
23 768
63 214
22 214
61 735

Kuda
93
118
116
195
253

Kerbau
13 330
12 952
22 643
21 560
21 363

Sumber: BPS Kabupaten Lima Puluh Kota ( 2013)

Mata pencarian utama masyarakat dibidang pertanian mencapai 62 persen,
hal ini merupakan peluang yang sangat besar untuk mendukung penyediaan pakan
baik berupa hijauan maupun produk sampingan pertanian. Pada Tabel 2 dapat
dilihat gambaran luas panen dan produksi tanaman di wilayah ini. Potensi yang
cukup besar dari produk sampingan tanaman tersebut, dapat mengurangi
ketergantungan sarana produksi dari luar, sehingga keberlanjutan ternak dapat
terjamin. Keputusan dalam pelaksanaan sistem pengelolaan sumberdaya pertanian
dimulai dari tingkat yang paling rendah, yakni tingkat pengambilan keputusan dari
rumahtangga petani. Hal ini terkait dengan karakteristik petani yang spesifik dari
sistem integrasi tanaman dan ternak terhadap perilaku petani yang dilakukan.
Tabel 2 Luas panen (Ha) dan produksi (ton) tanaman pangan, hortikultura dan
perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2008-2012
Tahun

Tanaman Pangan

Tanaman Hortikultura

Luas panen Produksi Luas panen Produksi

Tanaman Perkebunan
Luas panen Produksi

2012

686

497.12

1 330.68

11 317.9

6 821.75

2 835.07

2011

564

298.32

2 098.71

14 744.46

5 395.56

4 192.43

2010

473

345.30

1 576.77

12 563.20

5 518.38

3 334.84

2009

1 127

232.01

1 418.14

10 278.30

5 899.95

3 073.01

2008

1 173

189.00

1 093.33

7 478.20

3 164.00

3 236.04

Sumber: BPS Kabupaten Lima Puluh Kota (2013)

Pada pelaksanaannya, penggunaan teknologi dan inovasi dalam pengolahan
produk sampingan tanaman dan ternak pada sistem integrasi ini belum
sepenuhnya dimanfaatkan oleh petani, sehingga pemanfaatannya belum optimal.
Pemanfaatan produk sampingan tanaman dan ternak akan dapat dioptimalkan jika
petani memiliki kreativitas serta aktivitas penunjang melalui unit pengolahan
limbah, karena beberapa dari produk sampingan tersebut tidak dapat dimanfaatkan

5
secara langsung dalam aktivitas usahatani. Jerami sebagai produk sampingan
tanaman padi dapat diperoleh untuk setiap hektar adalah 4 ton dan setelah
melewati proses fermentasi dapat menyediakan bahan pakan untuk sapi sebanyak
2 ekor per tahun. Jumlah produk ikutan jagung berupa daun, batang dan tongkol
dapat diperoleh bekisar antara 2.5 sampai 3.4 ton bahan kering per hektar. Jumlah
tersebut dapat menyediakan bahan baku pakan pengganti hijauan sejumlah 1 ST
(bobot hidup setara 250 kg, konsumsi bahan kering 3 persen bobot hidup) dalam
setahun (Dinas Peternakan Sumatera Barat 2013).
Pada saat ini teknologi yang digunakan petani masih sederhana dan adanya
kendala berupa keterbatasan modal, bahan baku pakan (produk sampingan ternak),
ketidakpastian pasar, dan risiko usaha yang besar, namun petani memiliki aset
berupa tenaga kerja dalam keluarga, daya juang, semangat gotong royong,
pengetahuan, dan pengalaman dalam usahatani yang digeluti. Meskipun
mengalami beberapa kendala petani masih bertahan untuk menjalankan usaha
integrasi, karena usaha ini dijalankan oleh petani yang memiliki semangat tinggi
yang tercermin dalam eksistensinya menjalankan usaha. Perilaku tersebut menjadi
keunikan pada petani dalam menjalankan usaha meskipun perkembangan
usahanya tidak signifikan. Aset yang sudah dimiliki petani seperti pengetahuan
dan pengalaman dalam menjalankan usahatani merupakan peluang besar dalam
pengembangan integrasi tanaman dan ternak. Melalui pengalaman seseorang
dapat belajar banyak hal, karena bila hanya dengan satu pengalaman seorang
wirausaha tidak akan sanggup menghadapi, memecahkan permasalahan, dan
mencapai peluang yang akan dihadapi (Ucbasaran et al. 2005). Selanjutnya yang
harus dikembangkan oleh petani adalah semangat wirausaha, karena saat ini
kewirausahaan merupakan salah satu kebutuhan strategis bagi petani dalam
mengelola usaha. Kemampuan petani baik sikap, pengetahuan dan keterampilan
yang diaktualisasikan dalam menjalankan usahataninya mulai dari persiapan
tanam sampai pemasaran produk yang dihasilkan akan menentukan keberhasilan
petani mencapai kinerja usaha yang tinggi, yang juga didukung oleh pendidikan,
luas lahan dan adopsi teknologi (Darmadji 2012).
Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan dan beberapa studi literatur
diketahui bahwa penerapan sistem integrasi tanaman dan ternak diwilayah ini
tidak hanya terbatas pada pembagian lahan tetapi telah sampai pada pemanfaatan
masing-masing limbah pertanian dan peternakan. Meskipun deminian,
berdasarkan program Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (BP4K) Kabupaten Lima Puluh Kota (2013) diketahui masih terdapat
masalah dalam penerapan teknologi budidaya tanaman, ternak dan pemanfaatan
limbah serta masih lemahnya dukungan kelembagaan petani seperti lembaga
permodalan (perbankkan, KUD, maupun Lumbung Pitih Nagari atau LPN).
Disamping itu, secara umummasih rendanya kinerja petani dalam mengusahakan
integrasi tanaman dan ternak disebabkan karena masih kurangnya kompetensi
yang dimiliki petania, seperti: (1) kurangnya penguasaan terhadap teknologi
pengolahan hasil; (2) kurangnya koordinasi antar petani dan penyuluh terkait
dengan pengembangan usaha; dan (3) kurang tanggap terhadap informasi pasar
yang berguna untuk peningkatan produksi dan mutu, jaminan kontinuitas pasokan,
dan pengelolaan usaha secara profesional.
Kinerja petani yang kurang optimal dalam pengelolaan saprotan,
manajemen usaha, permodalan, dan pemasaran hasil mengakibatkan peningkatan

6
pendapatan tidak tercapai. Peningkatan kinerja petani dalam usaha integrasi
tanaman dan ternak dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia (SDM),
sebagaimana yang diungkapkan oleh
Pambudy dan Dabukke (2010)
pengembangan SDM pertanian atau pengusahatani (wirausaha-agribisnis)
merupakan prioritas yang perlu diperhatikan, sebab SDM pertanian tersebut yang
merencanakan, melaksanakan dan menanggung risiko produksi, juga memutuskan
untuk mengadopsi atau menunda penerapan suatu teknologi untuk mendapatkan
nilai tambah. Selain itu pentingnya peran sumberdaya manusia dalam pencapaian
keunggulan kompetitif juga diungkapkan oleh Krisnamurthi (2001), yaitu faktor
manusia menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian
keunggulan kompetitif, karena pada manusia akan diperoleh kreativitas dan
inovasi, pada manusia juga melekat kemampuan dan keberanian serta sikap
memanfaatkan peluang dan mengatasi kesulitan. Penguasaan dan pemanfaatan
teknologi serta inovasi juga akan terletak pada manusia, disamping kemampuan
untuk mendapatkan modal, informasi dan jaringan usaha. Inovasi pada sistem
integrasi tanaman padi dan ternak ruminansia dipengaruhi oleh entrepreneurial
skill yaitu berupa diversifikasi, pola integratif, orientasi pemanfaatan sumber
daya lokal, dan teknologi pengolahan hasil (Ningsih 2014).
Penerapan konsep perilaku kewirausahaan pada petani yang menjalankan
sistem integrasi, diharapkan dapat mempengaruhi kinerja usahanya. Perilaku
kewirausahaan yang melekat pada petani akan terbangun menjadi lebih aktif
dalam memanfaatkan dan mengembangkan potensi bisnis, inovatif dalam proses
produksi maupun penciptaan produk baru, serta berani mengambil risiko usaha.
Berdasarkan model pengembangan kewirausahaan petani pada integrasi tanaman
dan ternak yang diteliti oleh Ningsih (2014), mengatakan bahwa pembentukan
entrepreneur farmer yang memiliki kapasitas kewirausahaan entrepreneurial skill
(professional, management, cooperative, opportunity, strategy) dalam level yang
cukup akan tercapai apabila penerapan adopsi inovasi yang dilakukan oleh petani
disertai dengan entrepreneurial learning process serta didukung oleh lingkungan
yang kondusif. Penelitian ini dimulai dengan mengetahui hubungan karakteristik
personal yang tercermin dari perilaku petani dengan kinerja usaha. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui hubungan perilaku yang melekat pada diri
wirausaha petani dengan kinerja usaha. Ini dikarenakan untuk menilai apakah
suatu kinerja usaha berjalan baik atau tidak dilihat dari perilaku petani, sebelum
dipengaruhi oleh jiwa kewirausahaan yang ada pada tiap individu dan pengaruh
lingkungan yang senantiasa berubah-ubah. Selanjutnya analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja usaha yang dijalankan petani juga diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana perilaku kewirausahaan mempengaruhi kinerja petani
dalam usaha integrasi tanaman dan ternak. Berdasarkan uraian diatas, penelitian
ini difokuskan pada perilaku kewirausahaan petani melalui sifat dan kebiasaannya
dalam menjalankan usaha. Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah karakteristik petani yang menjalankan integrasi tanaman dan
ternak?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan petani dalam
integrasi tanaman dan ternak?
3. Bagaimanakah pengaruh perilaku kewirausahaan petani dapat meningkatkan
kinerja usaha pada sistem integrasi tanaman dan ternak?

7
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik petani yang menjalankan integrasi tanaman dan
ternak.
2. Menganalisis faktor individu dan lingkungan yang mempengaruhi perilaku
kewirausahaan petani.
3. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan petani terhadap kinerja usaha.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan sistem integrasi tanaman
dan ternak yang berdaya saing khususnya di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui apakah dengan menganalisis
perilaku kewirausahaan petani dapat dijadikan alternatif pendekatan lain dalam
peningkatan kinerja usaha petani. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
memperkaya khazanah ilmiah dibidang kewirausahaan, dan dapat digunakan
sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dalam meningkatkan dan
mengembangkan kewirausahaan.

Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai studi
kasus, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah
lain. Selain itu petani responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah
petani yang menjalankan usaha integrasi tanaman dan ternak yang mendapatkan
bantuan dari pemerintah setempat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Usaha Integrasi Tanaman dan Ternak
Program sistem integrasi tanaman dan ternak dicanangkan oleh pemerintah
Indonesia secara nasional dalam rangka mengatasi penurunan populasi ternak
ruminansia yang diduga terjadi karena semakin sempitnya lahan panganan ternak,
yang dikonversi menjadi lahan-lahan perkebunan dan semakin kecilnya
kepemilikan lahan usaha bagi petani. Dalam rangka mengatasi permasalahan
tersebut beberpa praktisi dari peternakan dan pertanian memberikan beberapa
solusi teknologi berupa integrasi tanaman (holtikultura, pangan, dan perkebunan)
dan ternak ruminansia (Dinas Peternakan Sumatera Barat 2013). Jika dikaitkan
dengan kebijakan pengembangan usaha ternak sapi potong, pada dasarnya juga
mempunyai hubungan yang sinergis dengan usaha pertanian khususnya tanaman
pangan di mana hubungan tersebut selain memberikan manfaat ekonomi, juga

8
memberikan keuntungan dalam konversi lahan dan meningkatkan produktivitas
lahan 1 . Sinergisme tersebut dapat terlihat dari keterpaduan antara tanaman dan
ternak dengan mengoptimalisasikan sumberdaya lokal sehingga dapat
memaksimalkan produksi dalam jangka panjang melalui diversifikasi usaha.
Konsep integrasi tanaman dan ternak (zero waste) yang dilakukan
dibeberapa tempat telah terbukti dapat melestarikan lingkugan. Hal ini dapat
dilihat bahwa limbah hasil dari kegiatan usaha menjadi input bagi kegiatan usaha
atau produksi lain, dimana jerami padi digunakan sebagai pakan ternak dan
kotoran ternak menjadi biogas dan pupuk organik yang digunakan untuk tanaman.
Berdasarkan hasil analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum,
aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan yang dilakukan
Sumantri dan Anna (2011) menunjukkan hasil bahwa kegiatan pengembangan
usaha tanaman (padi) yang berintegrasi dengan sapi potong pada kondisi normal
dan incremental net benefit layak untuk diusahakan. Selain itu, analisis kelayakan
finansial pengembangan usaha padi yang berintegrasi dengan sapi potong pada
kondisi risiko produksi dan harga output padi juga layak untuk diusahakan.
Kegiatan pengembangan usaha padi yang berintegrasi dengan sapi potong sangat
sensitif terhadap perubahan produktivitas padi dan tingkat risiko yang paling
tinggi ada pada risiko produksi. Hal ini dapat dilihat dari indikator kriteria
investasi yang menunjukkan nilai NPV mencapai Rp 511 329 761.71, IRR
mencapai 19.8 persen, Net B/C mencapai 1.24, dan payback period mencapai 6
tahun 2 bulan 16 hari. Menurut Suwandi (2005) jika dibandingkan dengan petani
yang tidak mengadopsi pola sistem integrasi tanaman dan ternak, usaha padi
sawah dengan pola ini mampu meningkatkan produksi padi sebesar 23.6 persen
dengan keuntungan 14.7 persen lebih tinggi. Peningkatan penggunaan pupuk
kandang sebesar satu unit dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0.125
dengan peningkatan keuntungan usahatani sebesar 0.134.
Penerapan model integrasi yang lebih baik dapat mencapai total keuntungan
yang maksimum melalui aktivitas-aktivitas usahatani, salah satunya yaitu sistem
integrasi tanaman dan ternak yang berskala wilayah melalui hubungan kerjasama.
Maudi (2010) menyebutkan bahwa sangat besarnya skala ekonomi masing-masing
aktivitas usahatani yang diusahakan menyebabkan setiap aktivitas usaha yang
diintegrasikan perlu diusahakan pada tingkat kelompok tani. Cara ini dapat
memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan, pelatihan dan
mengintensifkan komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara anggota
kelompok dan pemerintah (Elly et al. 2008). Kerjasama antara pemerintah dengan
petani-peternak sangat dibutuhkan dalam pengembangan pola integrasi ini.
Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan sistem integrasi tanaman
dan ternak dapat berupa strategi agresif dan diversifikatif. Pemerintah juga perlu
memberikan bantuan modal, penyuluhan, pelatihan, dan introduksi tanaman
hijauan pakan unggul yang dapat ditanam oleh petani.
Pemerintah telah aktif mendorong pelaksanaan integrasi tanaman dan ternak
di kawasan yang cocok sebagai pengembangan dan sesuai dengan konsep tersebut
(Makka 2012) karena hampir seluruh wilayah di Indonesia berpotensi dalam
1

Haryati Y, Nuhati I dan Gustiani E. Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman Ternak
Mendukung Pertanian Organik. Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring
Litkaji Sistem Integrasi Tanaman–Ternak. [Internet]. [diakses pada 26 Juli 2015]. Tersedia pada:
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/psitt07-35.pdf?secure=1

9
pengembangan integrasi tanaman dan ternak. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Diwyanto et al. (2001) bahwa sistem integrasi tanaman dan ternak
berpeluang untuk terus dikembangkan baik di daerah dengan luasan lahan
pertanian yang terbatas (Jawa dan Bali) maupun di daerah dengan potensi lahan
pertanian yang luas (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua) karena dapat
diterima oleh petani. Sistem integrasi tanaman dan ternak dikembangkan untuk
mengoptimalkan usaha agribisnis, dan efisiensi input produksi dengan tetap
mempertahankan kelestarian sumberdaya alam untuk menghasilkan produk
pertanian (tanaman atau ternak) yang berdaya saing sekaligus peningkatan
pendapatan petani. Namun sistem integrasi tanaman dan ternak tidak dapat
dikatakan berhasil karena sebagian daerah yang menerima program tidak dapat
menjalankan prinsip ini dan pada akhirnya kembali kepada bentuk tradisional
(Muslim β006). Untuk mengatasi masalah tersebut Arfa‟i (β001) mengatakan ada
beberapa strategi yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan program integrasi
diantaranya: (a) peningkatan modal usaha melalui pemberian kredit lunak pada
petani; (b) penerapan teknologi tepat guna berbasis petani dalam manajemen
pemeliharaan, budidaya reproduksi, dan pengolahan limbah ternak; (c)
pengembangan kawasan sentra pembibitan sapi potong melalui pengembangan
sistem kelembagaan kelompok sehingga akan membantu mempercepat
pencapaian swa-sembada daging sapi; (d) peningkatan efisiensi melalui
peningkatan skala usaha; dan (e) optimalisasi fungsi kelompok melalui penguatan
fungsi koperasi, penerapan manajemen yang transparan, dan pendampingan yang
intensif. Sedangkan program yang dapat dilaksanakan pemerintah terdiri dari;
penguatan modal usaha, menjalin kemitraan dengan instansi terkait terutama
dibidang pemasaran, penguatan lembaga keuangan mikro, peningkatan kualitas
SDM khususnya petani dengan mengadakan pelatihan, pendamping, petugas
teknis, penataan kawasan sentra pembibitan melalui sistem kelembagaan
kelompok dan penyediaan bibit.

Kewirausahaan pada Petani
Salah satu variabel human capital dari petani yang diabaikan selama ini
adalah kewirausahaan. Hal ini karena wirausaha selalu dikonotasikan dengan
pelaku bisnis di luar pertanian. Wirausaha dan petani dianggap sebagai individu
yang berbeda kutub, sehingga tidak mungkin ada istilah wirausaha pertanian atau
kewirausahaan petani 2 . Padahal kewirausahaan merupakan faktor kunci bagi
kelangsungan hidup bagi petani skala kecil dalam perubahan ekonomi yang
semakin kompleks. Agar petani dapat mengembangkan usahanya dengan baik dan
mendapatkan laba yang selalu meningkat, maka petani harus memahami dan
menerapkan jiwa-jiwa kewirausahaan, antara lain mempunyai tujuan ke depan,
percaya diri, mau bekerja keras, mampu menghadapi risiko, mau bekerjasama
dengan orang lain, menghargai kritik dan saran, selalu mempunyai ide-ide yang

2

Burhanuddin. Petani Bukan Wirausaha? Salah Kaprah!. [Internet]. [diakses pada 26 Juli 2015].
Tersedia
pada:
http://suaraagraria.com/detail-20299-petani-bukan-wirausaha-salahkaprah.html#.VbTlxPmqqko

10
baru, mencari dan memanfaatkan peluang 3 . Untuk menjadi seorang wirausaha,
petani kecil (gurem) sangat membutuhkan sifat-sifat tersebut dan dituntut untuk
mempunyai wawasan agar mampu berinovasi. Menurut Kahan (2012), seorang
petani wirausaha akan melihat usaha pertanian yang dilakukan petani sebagai
bisnis, petani melihat pertanian sebagai sarana mendapatkan keuntungan,
mempunyai gairah dalam usaha pertanian, dan bersedia untuk mengambil risiko
yang diperhitungkan untuk mencapai keuntungan serta mengembangkan usaha.
Pembangunan kewirausahaan petani berawal dari kualitas petani itu sendiri
sebagai pelaku utama. Petani yang berkualitas merupakan wujud kompetensi yang
dimilikinya. Kompetisi tersebut dapat berupa keterampilam, yang dapat
ditingkatkan melalui pengetahuan dan sikap petani. Sehingga keterbatasan petani
yang dikarenakan sempitnya lahan yang dimiliki, tingkat pendidikan yang rendah,
tidak adanya kepastian harga dan pasar dapat diatasi (Mcelwee 2006 dan
Damihartini et al. 2005). Oleh karena itu, dalam pengembangan jiwa
kewirausahaannya, petani membutuhkan dukungan dari pemerintah. Misalnya,
menghapus kebijakan impor produk pertanian, menyediakan asuransi untuk petani,
menjalankan reforma agraria, menambah alokasi dana APBD untuk sektor
pertanian, menyediakan informasi pasar, serta perbaikan infrastruktur pedesaan
(jalan, listrik, sarana komunikasi, dan irigasi) dan menyediakan akses
modal/kredit yang biasa menjadi alasan klasik mengapa petani kesulitan
megembangkan usaha pertaniannya 4 . Dalam menjalankan usahatani yang lebih
intensif dan memiliki risiko tinggi membutuhkan modal besar serta membutuhkan
kewirausahaan yang lebih tinggi (Darmadji 2012). Alternatif yang dapat
dilakukan yaitu menyediakan kredit untuk petani melalui koperasi atau kelompok
tani serta mengembangkan pemasaran berupa kemitraan yang sali