The Strategy of Development Communication by Al Munawar Bani Amin Salafiyah Islamic Boarding School.
STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
PESANTREN SALAFIYAH AL MUNAWAR BANI AMIN
KABUPATEN SERANG BANTEN
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Komunikasi
Pembangunan Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Kabupaten Serang Banten
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 9 Januari 2014
Ikhsan Ahmad
NRP. I352110031
RINGKASAN
IKHSAN AHMAD. Strategi Komunikasi Pembangunan Pesantren Salafiyah Al
Munawar Bani Amin. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan RETNO SRI HARTATI
SRI MULYANDARI.
Pesantren Salafiyah adalah lembaga pendidikan tertua, asli Indonesia dan
identik dengan Banten. Namun, pesantren dengan tipologi ini termarjinalkan.
Diskriminasi ini terjadi dalam pembangunan yang lekat dengan budaya Islam dan
mayoritas pendudukunya muslim, yakni 90% (9.608.439) dari 11.005.518 orang (BPS
Provnsi Banten, 2011) serta kepemimpinan informal yang kuat dari tokoh-tokoh
Pesantren Salafiyah. Penelitian ini bertujuan untuk: a) Menganalisis pola komunikasi
Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin. b) Menganalisis peran Pesantren
Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam pembangunan di Provinsi Banten. c)
Merumuskan strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam
meningkatkan perannya untuk mendukung pembangunan di Provinsi Banten.
Desain penelitian adalah kualitatif dengan metode Pentad Analysis, yakni suatu
metode yang mengkaji desain terminologi dan jalur relasi kepentingan serta motifmotif humanistik serta fungsi-fungsi dari istilah-istilah yang dipakai. Kemudian
menganalisis individu dalam suatu konteks tertentu dalam kerangka menyeleksi strategi
komunikasi pada situasi yang dihadapinya. Setiap konsep dari elemen Pentad Analysis
dalam implementasinya dapat disempitkan atau diluaskan. Hubungan setiap elemen
Pentad Analysis menyumbangkan analisis baru dan tajam terhadap motif dan tindakan
simbolik manusia yang menjelaskan hubungan kausalitas.
Budaya dan nilai-nilai Islam yang tumbuh sejak masa keemasan Kesultanan
Banten pada masa lalu telah diletakkan sebagai landasan pembangunan Banten pada
masa kini serta cita-cita pembangunan Banten pada masa mendatang, dituangkan
kedalam visi pembangunan provinsi Banten: menjadikan rakyat Banten sejahtera
berlandaskan Iman dan Taqwa. Kata Iman tersebar di setiap surat yang jumlahnya
sekitar enam ratusan dalam Al-Quran. Sedang kata Taqwa berjumlah ribuan.
Implementasi dari visi ini mengarahkan pembangunan di Banten agar beriman dan
bertaqwa di dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan dan membina masyarakatnya dalam rangka menjamin perkembangan dan
kemajuan dimasa yang akan datang dalam pemanfaatan potensi daerah dalam platform
otonomi daerah. Visi pembangunan suatu Negara sangat penting, bukan sekedar
landasan formal dan normatif belaka. Visi merupakan keyakinan yang dimiliki suatu
bangsa di masa mendatang (what do they want to have) dan menjadi inspirasi
pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan. Oleh karena itu, pendidikan
berkarakter di Banten tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Pesantren Salafiyah dan
pondasi pembangunan yang dibutuhkan di Provinsi Banten.
Hasil penelitian menunjukan, Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
memiliki karakteristik yang dibutuhkan dalam pendidikan di Banten, baik sebagai
modal sosial dan modal pendidikan. Ponpes Salafiyah menjadi kekuatan budaya yang
berperan membentuk mentalitas religius masyarakat. Diakui selama ratusan tahun
lulusannya menjadi manusia mandiri; ikhlas; beriman serta bertaqwa kepada Allah
SWT, hidup bermasyarakat dan berperan aktif di bidang sosial, budaya dan keagamaan.
Pesantren Salafiyah bersih dari sogok menyogok (korupsi), bebas dari pencitraan yang
mengakar pada upaya sistemik menjadikan nilai peserta didik pada target tertentu agar
lulus dan terkesan baik sehingga sulit dibedakan mana anak yang mampu menyerap
pelajaran dan mana yang tidak karena semua nilai sama bagusnya.
Kyai pesantren Salafiyah memiliki konsistensi yang tinggi dalam mengajarkan,
membina dan mengawasi santri selama 24 jam dalam rangka mengontrol keilmuan,
sikap perilaku dan mentalitasnya tanpa dibayar satu rupiahpun oleh santri. Bahkan
masih banyak pesantren Salafiyah yang justru
memfasilitasi santri dalam
kesehariannya, makan, penginapan, buku hingga biaya berobat ketika santri sakit.
Keunggulan pendidikan karakter Pesantren Salafiyah belum menjadi nilai-nilai
yang diadopsi dalam pembangunan di Banten. Padahal keunggulan pendidikan karakter
Pesantren Salafiyah dapat dijadikan dasar pendidikan di Banten. Pemerintah provinsi
Banten terlihat ragu membangun pondasi karakter dalam sistem pendidikannya yang
berakar dari budayanya sendiri. Karakter pendidikan di Banten sekuler dan hanya
berorientasi pada nilai akademik dan bagaimana lulusannya diserap dunia kerja, namun
kering secara budaya. Interaksi dan komunikasi dunia pendidikan di Banten dengan akar
budayanya sangat terbatas dan terkesan saling menghilangkan secara substantif.
Pemerintah Provinsi Banten nyaris tanpa peran dalam menjembatani kutub tradisional
pada pesantren Salafiyah dan kutub modern pada sekolah formal, padahal keduanya
dapat berpadu padan. Keberadaan Pesantren Salafiyah belum ditempatkan perannya
secara utuh pada keunggulan karakter dan kompetensinya dalam proses pembangunan
di Provinsi Banten.
Kata kunci : Banten, Komunikasi Pembangunan, Pesantren Salafiyah, Strategi
SUMMARY
IKHSAN AHMAD. The Strategy of Development Communication by Al
Munawar Bani Amin Salafiyah Islamic Boarding School. Supervised by PUDJI
MULJONO and RETNO SRI HARTATI SRI MULYANDARI.
Salafiyah Islamic Boarding School was the oldest educational institutions, native
to Indonesia and identical to Banten. However, this boarding typology had
marginalized. This discrimination occurs in closely with the development of islamic
culture and muslim people majority in 90 % (9,608,439 of 11,005,518 people) ( BPS
Provinsi Banten, 2011) as well as a strong informal leadership of religious figures. The
goals if this research were to: a) Analysis the communication pattern of Bani Amin Al Munawar Salafiyah Islamic Boarding School, b) Analysis the role of Al - Munawar
Bani Amin Salafiyah Islamic Boarding School in the development people of Banten
province, c) Formulate a communication strategy of Al - Munawar Bani Amin Salafiyah
Islamic Boarding School in supporting the Banten province development.
The study was designed as qualitative with Pentad Analysis method, i.e. a
method that was examined the design of terminology and paths of relationship interest,
humanistic motives and the function of terms used. And then was analyzed the
individual in a particular context within the framework of selecting a communication
strategy to the situation. Each concept of Pentad Analysis element contributed in its
implementation that can be narrowed or broadened. The relationship of each Pentad
Analysis element contributed a new and incisive analysis in the motives and actions
symbolic that can be explained the causality relation.
Cultures and Islamic values that growed since the golden age of Banten in the
past have been laid as the foundation of development in the present as well as the ideals
of development in the future, which was poured into the Banten province development
vision : Building the prosperous people of Banten based on faith and god-fearing . The
faith words spreaded in some letters that its amount about six hundreds in the Quran,
while god-fearing in thousands. Implementation of this vision directed the Banten
development could be faith and god-fearing in government service delivery,
implementation and foster community development in order to ensure the development
and future progress in exploiting the potential of the region in the platorm of regional
autonomy. Vision becomes important for a country's development foundation, not just
formal and normative foundation. Because vision is the belief of ownership by a nation
in the future (what do they want to have ) and an inspiration to the development that
will be and were being implemented. Therefore, the struggle in building character
education in Banten can not be separated from the presence Salafiyah Boarding.
The results showed that Bani Amin Al - Munawar Salafiyah Islamic Boarding
School had the characteristics that needed in education in Banten, both as social capital
and educational capital. The islamic boarding school also had became a cultural force
that played an important role in shaping the religious mentality of the people. It
recognized for hundreds years that created the graduates become self-sufficient, sincere,
faithful and god-fearing, society in social and cultural praxis of all time, clean in
corruption, free in imagery that rooted in systemic efforts maked the value of students in
certain targets in order to pass and well impressed so difficult to distinguish where the
child is able to absorb the lesson and which ones were not as good because of all the
values.
Head of Salafiyah have a high consistency in teaching, guiding and supervising
the students for 24 hours in order to control knowledge, attitudes and behavior of
mentality without paid by students. Even still many Salafiyah boarding that facilitated
their students in daily life, meals, lodging, guide to medical expenses when the students
sick. The excellence of education character of Salafiyah not be the values that adopted
in the development of Banten. Though can be used as a formal education base in
Banten. Banten provincial government seem shaky to build the character foundation in
the education system that was rooted in his own culture. Character education in Banten
was secular and oriented only in academic value and the ability to absorb the labor
force, but culturally dry .
Interaction and communication education in Banten with cultural roots arguably
very limited and seem to remove each other substantively. Government almost had not
existed in bridging the "presence" of the traditional pole in Salafiyah and modern pole
in formal schools that can not co-exist, even though both can be combined and matched.
The existence Salafiah was recognized, but in often times were not placed rightly as the
excellence and competence role in the development process.
Keywords: Banten, development communication, Islamic boarding School, Salafiyah,
strategy
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
PESANTREN SALAFIYAH AL MUNAWAR BANI AMIN
KABUPATEN SERANG BANTEN
IKHSAN AHMAD
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
Judul Tesis
Nama
NRP
: Strategi Komunikasi Pembangunan Pesantren Salafiyah Al
Munawar Bani Amin Kabupaten Serang Banten
: Ikhsan Ahmad
: I352110031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi.
Dr. Ir. Retno Sri Hartati Mulyandari, M.Si.
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 8 November 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih adalah
Strategi Komunikasi Pembangunan Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin.
Sampai saat ini (tahun 2013), penelitian tentang komunikasi pembangunan
pesantren Salafiyah masih sangat sedikit dikaji. Olehnya itu, penulis menyusun
karya ilmiah ini, yang berjudul Strategi Komunikasi Pembangunan Pesantren
Salafiyah Al Munawar Bani Amin Kota Serang.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi.
dan Dr. Ir Retno Sri Hartati Mulyandari, M.Si. selaku komisi pembimbing atas
segala arahan, saran, dan bimbingannya. Penulis sampaikan penghargaan kepada
Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin, Majelis Pesantren Salafiyah Banten,
Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Kementerian Agama Provinsi Banten yang
telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada orang tua, istri dan anak-anak tercinta atas doa dan
dukungannya. Terimakasih juga peneliti ucapkan kepada Ketua STIE Banten,
HER Taufik, dan pihak lain yang tidak bias disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 9 Januari 2014
Ikhsan Ahmad
NRP. I352110031
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
viii
viii
ix
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Strategi
Komunikasi
Pola Komunikasi
Strategi Komunikasi
Komunikasi Pembangunan
Teori Dramatisme
Teori Identitas
Kelembagaan Pendidikan Agama Islam: Pesantren
Tipologi Pesantren
Salafiyah
Penelitian Terdahulu
4
4
5
6
7
8
9
10
11
12
14
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran
17
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Data dan Sumber Data
Pengumpulan Data
Analisis Data
Validitas Penelitian
Tahapan Penelitian
23
25
25
26
27
28
29
SUBJEK PENELITIAN
Sejarah Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat di sekitar Ponpes
Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Kompetensi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Santri Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Metode Belajar Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Sebagai Identitas Budaya
Identitas Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Dalam Pembangunan di Provinsi Banten
31
32
33
34
37
38
40
POLA KOMUNIKASI PESANTREN SALAFIYAH AL MUNAWAR
BANI AMIN
Pola Komunikasi Internal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Eksternal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam
Pembangunan
Pola Komunikasi Kelompok Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Publik Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Massa Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Latar Pola Komunikasi Massa Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Organisasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
50
53
57
60
61
64
PERAN PESANTREN SALAFIYAH AL MUNAWAR BANI AMIN
DALAM PEMBANGUNAN DI PROVINSI BANTEN
Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
di Bidang Budaya dan Keagamaan
Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Pendidikan
Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Sosial
Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Politik
70
74
77
79
42
46
STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PONPES SALAFIYAH
AL MUNAWAR BANI AMIN DALAM MENINGKATKAN PERANNYA
UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN DI PROVINSI BANTEN
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
81
Strategi Komunikasi Organisasi
Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
83
Strategi Komunikasi Internal
Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
84
Strategi Komunikasi Eksternal
Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
85
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Dalam Bidang Budaya dan Keagamaan
88
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Dalam Bidang Pendidikan
90
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Dalam Bidang Sosial
92
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Dalam Bidang Politik
94
Konseptual Strategi Komunikasi
Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
95
Strategi yang Tergantung Pada Kondisi Sosiologis Masyarakat
97
Peristiwa Musrenbang
97
Peristiwa Reses DPRD Banten
99
Komunikasi dengan Media Lokal Banten
100
Memandang Slogan Pembangunan
104
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
105
105
105
106
110
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Aktifitas Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Urutan Orientasi Santri Setelah Lulus Dari Pondok
Kajian Pentad Analisis Sumber Pesan Ponpes Salafiyah Al-Munawar
Bani Amin
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Internal Ponpes Salafiyah Al
Munawar Bani Amin
Data Anak Sekolah di Provinsi Banten
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Eksternal Ponpes Salafiyah
Al Munawar Bani Amin
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin Dalam Pembangunan
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Kelompok
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam Pembangunan
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Publik Ponpes
Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Isi Pesan Tausiyah Kyai Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Intensitas Pola Komunikasi Massa
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi dan
Struktur Organisasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Jumlah pesantren di Banten
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin di Bidang Budaya dan Keagamaan
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin di Bidang pendidikan
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin di Bidang Sosial
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin di Bidang Politik
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Organisasi
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Internal
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Eksternal
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi kaderisasi
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi massa
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Budaya
dan Keagamaan
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi
35
36
44
45
47
49
51
55
58
59
62
65
67
74
76
79
80
84
85
86
87
88
89
di bidang pendidikan
25. Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi
dibidang sosial
26. Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes
Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam
strategi komunikasi dibidang politik
91
93
95
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kerangka Pemikiran
Urutan Motivasi Orang Tua Memasukan Anak ke Ponpes Salafiyah
Sumber Pesan Dalam Komunikasi Pesantren Salafiyah
Pola Komunikasi Internal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Eksternal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam
Pembangunan
7. Pola Komunikasi Kelompok Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
8. Pola Komunikasi Publik Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
dan Proses Transmisinya
9. Pengorganisasian Massa Istighotsah Nahdatul Ulama melalui
Pesantren Salafiyah medio Oktober 2012 yang
dihadiri lebih dari 6.000 orang
10. Pengorganisasian Kyai se-Banten dan massa dalam
istighotsah dan deklarasi Majelis Pesantren
Salafiyah, Mei 2011, menghadirkan lebih dari 4.000 orang.
11. Pola Dasar Komunikasi Organisasi
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
12. Struktur Komunikasi Pesantren Salafiyah
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
13. Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Budaya dan
Keagamaan
14. Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Pendidikan
15. Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Sosial
16. Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Politik
17. Strategi Komunikasi Organisasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
18. Strategi Komunikasi Internal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
19. Konseptual Strategi Komunikasi
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
17
37
43
45
48
50
55
57
63
64
64
65
73
76
78
80
83
84
96
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
Pedoman wawancara untuk kyai pimpinan ponpes Salafiyah
Pedoman wawancara untuk ustadz
Pedoman wawancara untuk santri
Pedoman wawancara untuk pimpinan media cetak Banten Raya
Pos
5. Pedoman wawancara untuk kementrian agama dan pendidikan
provinsi banten
6. Pedoman wawancara untuk wakil rakyat provinsi banten
7. Profile Pemilik Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
8. Riwayat Hidup Penulis
110
112
113
114
115
116
117
118
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Strategi komunikasi pembangunan adalah kajian proses komunikasi dalam
pembangunan terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pemenuhan totalitas
aspek kehidupan masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial,
jaminan keamanan, kesederajatan dalam politik, budaya dan agama. Strategi
komunikasi pembangun menelaah proses sosial pada perubahan pengetahuan, sikap
dan perilaku individu mau kelompok. Perubahan sosial yang terjadi akan sangat
tergantung pada timbulnya persepsi dan makna terhadap modal sosial dalam suatu
pembangunan, yakni seperangkat nilai-nilai sosial yang mengikat komitmen bersama
untuk bertindak dalam rangka mencapai kepentingan dan tujuan bersama atau
membangkitkan partisipasi masyarakat dalam suatu sistem komunikasi yang efektif
mencapai tujuan pembangunan.
Komunikasi pembangunan menjadi salah satu strategi menumbuhkan
partisipasi masyarakat melalui proses interaksi seluruh warga masyarakat,
menumbuhkan kesadaran dan menggerakan partisipasi masyarakat dalam proses
perubahan terencana, demi tercapainya perbaikan mutu hidup secara
berkesinambungan dengan menggunakan teknologi atau menerapkan ide-ide yang
sudah terpilih. Strategi komunikasi memiliki peran penting dalam pembangunan yang
berorientasi pada rakyat. Partisipasi tercipta melalui komunikasi dan dengan
komunikasi, pesan-pesan pembangunan dapat disampaikan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup dan mengoptimalkan sumberdaya manusia serta
sumberdaya alam sebaik mungkin.
Melalui komunikasi perencanaan dapat
disistematisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan komunikasi dalam
pembangunan didefenisikan sebagai situasi komunikasi yang memungkinkan
munculnya partisipasi masyarakat secara sadar, kritis, sukarela, murni dan
bertanggung jawab (Hamijoyo 2001).
Komunikasi dalam pembangunan dianggap berhasil ketika proses mencipta
kebermanfaatan bersama oleh pemerintah secara bersama melibatkan masyarakat di
dalamnya dengan peran yang saling mendukung dan menunjang, di antaranya peran
pemerintah
diharapkan menjaga kandungan nilai-nilai dasar pembangunan,
pencapaian tujuan dan makna atas pembangunan yang dilaksanakan. Keterlibatan
peran semua pihak dalam pembangunan tentu saja memerlukan strategi komunikasi
tersendiri guna menjaga efektifitas dan efisiensi keberhasilan pembanguan.
Keterlibatan pemerintah penting untuk menjaga karakteristik pembangunan agar
sesuai dengan tuntutan sejarah dan kebutuhan masa kini dan cita-cita masa depan.
Pembangunan yang berlangsung mesti berjalan dalam satu identitas budaya yang
jelas, dikenali, berakar kuat pada masyarakatnya dan dapat mengantarkan
pertumbuhan pembangunan yang didasari nilai-nilai luhur budaya yang diusung.
Identitas budaya yang jelas dalam lingkup pelaksanaan strategi komunikasi
pembangunan semakin mendesak kebutuhannya megingat keberlangsungan suatu
pembangunan biasanya mendapat gempuran budaya, nilai dan identitas asing yang
belum tentu cocok dengan kesinambungan pembangunan suatu masyarakat. Di
2
Banten, lembaga pendidikan paling tua dengan identitas budaya yang menjadi
representasi masa keemasan sejarah Kesultanan Banten serta tujuan kehidupan
dimasa mendatang ada pada adalah lembaga pendidikan islam tradisional tertua yang
identik dengan makna keislaman, diantaranya adalah Al-Munawar Bani Amin,
terletak di Kabupaten Serang Banten. Dalam penelitian ini, Pesantren Salafiyah Al
Munawar Bani Amin hendak di dalami peran, pola dan strategi komunikasinya dalam
meningkatkan peran Pesantren Salafiyah dalam pembangunan di Banten.
Dewasa ini keberadaan Pesantren Salafiyah atau yang dikenal dengan
pesantren kobong dapat dirasakan di Banten. Jumlah Pesantren Salafiyah lebih
banyak dibandingkan pesantren modern mau pesantren perpaduan tradisional dan
modern. Perkembangan pesantren ini tumbuh sejalan dengan banyaknya lulusan
Pesantren Salafiyah mendirikan kembali Pesantren Salafiyah dikampung halaman
santri atau tempat lain secara informal (tidak terdata secara resmi).
Diakui banyak pihak, keberadaan Pesantren Salafiyah berdampak positif
terhadap perkembangan karakter serta mentalitas masyarakat dilingkungan sekitar
Pesantren Salafiyah. Namun Pesantren Salafiyah belum menjadi salah satu pondasi
pembangunan keagamaan dan budaya di Banten. Kendati Pesantren Salafiyah
mengakar, tumbuh dan berbasis pada masyarakat, Pesantren Salafiyah tidak serta
merta mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Perumusan Masalah
Pesantren Al-Munawar Bani Amin adalah salah satu dari ribuan di Banten.
Menurut Perda No.17 tahun 2012, tentang penyelenggaraan pendidikan di Banten,
Pesantren Salafiyah dikelompokkan sebagai lembaga pendidikan non formal. Secara
tipologi, dimasukan dalam kelompok pesantren tradisional, dipersepsikan sebagai
representasi budaya serta nilia-nilai masyarakat lokal masa lalu. Keberadaan
Pesantren Salafiyah tersebar di sebagain besar wilayah pedesaan terutama di
Pandeglang, Serang, Lebak, Cilegon dan Tangerang. Eksistensi Pesantren Salafiyah
dirasakan
masyarakat
melalui
pola
kepemimpinan
informal
yang
mengkomunikasikan kesederhanaan dan nilai-nilai agama sebagai tuntutan dan
landasan bermasyarakat. Namun karakteristik peran yang dimiliki oleh Pesantren
Salafiyah ini dipandang sebagai sesuatu yang tak lagi dapat mendukung kemajuan
pembangunan dan arus perubahan pembangunan di Banten. Pesantren Salafiyah
dianggap masa lalu, tidak memiliki masa depan, tidak memiliki kompetensi, kumuh,
dan dipandang sebatas tempat belajar mengaji tanpa iptek.
Pesantren Salafiyah termarjinalkan dalam proses pembangunan. Minimnya
keberpihakan dan dukungan pemerintah terhadap Pesantren Salafiyah berdampak
terhadap eksistensi Pesantren Salafiyah. Jurang komunikasi yang muncul antara
“kaum sarungan” dengan pemerintah sebagai pelaksana pembangunan membuat
makna pesan komunikasi pembangunan masing-masing pihak berbeda sehingga
terjadi hubungan yang kurang harmonis antara pihak Pesantren dengan pemerintah.
Berdasarkan kajian masalah yang dilakukan maka rumusan masalah penelitian ini
adalah:
3
1. Bagaimana pola komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin?
2. Bagaimana peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam
pembangunan di Provinsi Banten?
3. Bagaimana strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
dalam meningkatkan perannya untuk mendukung pembangunan di Provinsi
Banten?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari perumusan masalah yang sudah
ditetapkan sebagai berikut:
1. Menganalisis pola komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
2. Menganalisis peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam
pembangunan di Provinsi Banten
3. Menganalisis strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
dalam meningkatkan perannya untuk mendukung pembangunan di Provinsi
Banten.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan berguna untuk memahami bagaimana proses komunikasi
pembangunan yang terjadi di Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dengan
masyarakat dan pemerintah. Secara spesifik kegunaan penelitian ini adalah :
1. Membantu mengembangkan pola komunikasi, peran dan strategi komunikasi
Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam proses pembangunan di
Banten.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu komunikasi, khususnya bagi penelitian
konstruktivis dalam membantu komunikasi pembangunan Pesantren Salafiyah AlMunawar Bani Amin.
3. Masukan praktis bagi pemerintah dan Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
dengan tujuan mencapai efektifitas komunikasi dan kesamaan makna pesan
pembangunan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Strategi
Strategi dalam perspektif teoritis dapat ditemui dalam berbagai studi, di
antaranya oleh Whittington (2001) menyebutkan ada empat teori tentang
strategi yakni: teori klasik, evolusioner, proses, dan sistem. Teori Klasik
menekankan pada perencanaan, evolusi menekankan keterbukaan, teori proses
menekankan sifat dinamis dan spontanitas, dan teori sistem menekankan pada aspek
sosiologis dan perilaku manusia. Gray (1999) memetakan strategi ke dalam tiga
kategori: People and Politics, Preparation for War, War Proper.
“People and Politics” adalah dimensi paling dasar dari strategi. Dalam
kategori ini strategi disusun dalam konstitusi dan dilaksanakan oleh kumpulan
masyarakat tertentu, terikat budaya dan isu metodologikal. Strategi dalam kategori ini
menempatkan proses penentuan kebijakan pada bidang politik. Dimana kebijakan
tersebut merupakan hasil dari proses berkelanjutan dari proses politik dan strategi itu
sendiri sebagai hasil dari proses pembuatan strategi. Kategori “preparation of war”
adalah gabungan dari dimensi sumber daya ekonomi organisasi pembuat strategi,
proses manajerial organisasi, informasi, proses pemikiran dan pemaknaan secara
bersungguh-sungguh melalui doktrin. Poin penting dari kategori ini, yaitu dimensi
teknologi, ekonomi dan logistik.
“War proper” adalah kategori yang menjadikan kondisi geografi sebagai
bagian penting menyusun strategi. Dimensi ini dianggap paling konstan dan
permanen, akan tetapi pengaruhnya berbeda terhadap konflik tertentu dan waktu
tertentu. Diantara semua dimensi strategi, ada dimensi yang paling kuat, yaitu Politik,
individu, dan waktu. Hubungan antar dimensi tersebut tidak pasti, tidak ada batas
yang jelas. Hal ini menjelaskan sifat alami subjek dan bagaimana subjek suatu
strategi bekerja. Strategi memberikan arti serta menentukan perilaku di lapangan.
Strategi bernilai ekstrinsik dan intrinsik. Ekstrinsik, untuk menjaga aset komunitas
tetap seimbang dengan dunia luar, sedangkan nilai intrinsiknya adalah peran suatu
strategi sebagai perantara dan aset yang dapat diaplikasikan untuk tanggung jawab
politik.
Komunikasi
Sifat komunikasi hadir dimana-mana dan melekat secara ensensial di setiap
aktifitas dasar manusia. Komunikasi menghubungkan manusia satu sama lainnya
(Muhammad, 2008). Strategi disampaikan melalui cara berkomunikasi. Bermacammacam definisi tentang komunikasi, disesuaikan dengan bidang dan tujuan-tujuan
tertentu yang terkandung pada konteks definisi tersebut berada. Berikut ini adalah
definisi dari komunikasi:
Komunikasi adalah proses suatu pesan dipindahkan lewat suatu saluran dari
suatu sumber kepada penerima dengan maksud mengubah perilaku, perubahan dalam
pengetahuan, sikap dan perilaku. Sekurang-kurangnya didapati empat unsur utama
dalam model komunikasi yaitu sumber (the source), pesan (the message), saluran (the
5
channel) dan penerima (the receiver). Komunikasi sendiri berasal dari bahasa Latin
communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi,
sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonnes)
dengan seseorang, berbagi informasi, ide atau sikap. Tujuan komunikasi adalah usaha
membuat penerima atau pemberi komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang
sama terhadap pesan tertentu (Suprapto, 2006).
Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar atau yang
salah, tetapi dilihat dari manfaat definisi tersebut dari suatu fenomena yang hendak
dijelaskan atau dievaluasi. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya
“Komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik”, atau lebih luas
lagi, misalnya “Komunikasi adalah interaksi antara dua pihak atau lebih sehingga
peserta komunikasi memahami pesan yang disampaikannya (Effendy, 2006)
Pola Komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari
seseorang kepada orang lain dapat berupa kelompok atau perorangan. Begitu pula
dengan penerima, dapat berupa perorangan atau kelompok. Komunikasi dapat
dianalogikan seperti udara, setiap kegiatan dan aktivitas manusia tidak dapat
dipisahkan dari komunikasi (Wayne dan Faules 2000).
Setiap orang yang berkomunikasi memiliki perbedaan proses pengiriman mau
penerimaan pesan, tergantung dari pemahaman mau pengalaman yang dimiliki
masing-masing. Berdasarkan kebutuhan akan berkomunikasi, ada 5 pola komunikasi
yaitu: ”Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok Kecil, Komunikasi
Organisasi, komunikasi massa, komunikasi publik.
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau
lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
sehingga dapat dipahami” (Djamarah, 2004). Dimensi pola komunikasi terdiri dari
pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial. Pola
komunikasi dicirikan oleh: komplementaris atau simetris. Dalam hubungan
komplementer, perilaku dominan mendatangkan perilaku tunduk. Dalam simetri,
interaksi dilakukan atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan dominasi atau
kepatuhan dengan kepatuhan” (Djuarsa, 2004).
Pola komunikasi melihat struktur atau sistem interaksi sebagai proses
merespon pemberi dan penerima pesan untuk menetukan jenis hubungan yang
mereka miliki. Pola komunikasi adalah pola hubungan antara dua orang atau lebih
dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang dikaitkan dua komponen, yaitu
gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan
komponen komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan
komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi (Wayne dan Faules 2000).
6
Strategi Komunikasi
Strategi
komunikasi merupakan paduan perencanaan
komunikasi
(communication planning) dan
manajemen komunikasi (communication
management) untuk mencapai tujuan tertentu melalui pendekatan (approach) yang
berbeda-beda, bergantung dari situasi dan kondisi. Strategi komunikasi akan sangat
menentukan efektifitas suatu kegiatan komunkasi. Oleh karena itu secara makro
(plammed multi-media strategi) mau mikro (single communication medium
strategi) strategi komunikasi mempunyai fungsi ganda (Effendi, 2000), yakni :
1. Mensistematisasi penyebarluasan pesan yang bersifat informatif, persuasif dan
instruktif kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal;
2. Menjembatani cultural gap yang diakibatkan oleh arus informasi yang tidak
seimbang.
Strategi komunikasi berdampak positif apabila tujuan program pembangunan
tercapai dan perubahan perilaku khalayak sasaran dapat diamati serta diukur.
Pencapaian tersebut menurut Arifin, A (2003) ditandai dengan: (1) timbulnya
kesadaran masyarakat untuk memahami manfaat inovasi, (2) perwujudan tindakan
kongkret masyarakat dalam bentuk mengadopsi inovasi tersebut, dan (3) timbulnya
sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai akibat adopsi inovasi. Kriteria
keberhasilan beragam strategi komunikasi pembangunan perlu dikaitkan dengan
kekhasan tiap inovasi pembangunan. Kriteria tersebut tidak hanya mengukur
keberhasilan atau kegagalan khalayak sasaran dalam nenerapkan inovasi, tetapi juga
kesuksesasn dan kegagalan pelaku komunikasi pembangunan dalam mengalihkan
informasi pembangunan dalam keterpaduan.
Keberhasilan strategi komunikasi menurut Arifin. A (2003) dicirikan oleh:
(1) unsur pemahaman, kepedulian, dan kemampuan masyarakat dalam menyeleksi
dan menerapkan beragam inovasi, (2) komitmen dan kesepakatan aktif untuk
meningkatkan kesuksesan beragam dimensi program pembangunan, dan (3) perluasan
kehidupan yang lebih baik. Sedangkan kriteria keberhasilan strategi komunikasi dari
sudut pelaku komunikasi dicirikan: (1) Citra positif pelaku komunikasi pembangunan
di mata masyarakat dengan cara memberikan kemudahan pelayanan komunikasi, (2)
penyampaian informasi pembangunan yang yang lengkap dan benar berkenaan
dengan prioritas utama pada kepentingan khalayak sasaran, dan (3) perluasan
jangkauan informasi, dan pemantapan kelembagaan masyarakat dengan
memperhatikan aspek kebudayaan setempat.
Berbicara tentang pemilihan strategi komunikasi pembangunan, ada hal-hal
yang tercakup di dalamnya: (1) alternatif pilihan strategi, (2) kondisi prioritas dan
penunjang komunikasi pembangunan, (3) sasaran komunikasi pembangunan, (4)
konsekuensi dari filosofi kegiatan dan (5) upaya meningkatkan dampak ganda dari
kegiatan yang dilakukan. Masih menurut Arifin. A (2003) ada tiga strategi
komunikasi pembangunan yang dapat dipilih untuk melakukan rekayasa sosial,
pemasaran sosial dan partisipasi sosial. Namun efektifitas strategi komunikasi
pembangunan tersebut akan bergantung pada motivasi khalayak sasaran dan kondisi
kelompok sasaran lebih lanjut.
7
Komunikasi Pembangunan
Konsep komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti yang luas dan
sempit. Dalam arti yang luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi
komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal-balik) diantara
semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat
dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan
penilaian terhadap pembangunan. Sedang dalam arti yang sempit, komunikasi
pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan,
dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang
memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Kegiatan
tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dapat memahami, menerima, dan
berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan.
Menurut Nasution (2004) ada tiga aspek komunikasi dalam pembangunan
yang berkaitan yaitu:
1. Aspek kebijakan komunikasi, merupakan pendekatan paling luas dan bersifat
umum. Aspek ini menekankan pada bagaimana media massa dapat fokus pada
pembangunan suatu bangsa. Politik dan fungsi-fungsi media massa dalam
pengertian yang umum merupakan objek studi, sekaligus masalah-masalah yang
menyangkut struktur organisasional dan pemilikan, serta kontrol terhadap media.
2. Aspek spesifik peranan media massa dalam pembangunan nasional, yaitu
bagaimana media secara efisien dapat mengajarkan pengetahuan tertentu bagi
masyarakat suatu bangsa.
3. Aspek orientasi perubahan pada komunitas lokal atau desa agar dapat menerima
ide-ide dan produk baru dalam pembangunan.
Masih menurut Nasution (2004), ada 12 peran yang dapat dilakukan komunikasi
dalam pembangunan, yakni:
1. Menciptakan iklim perubahan dengan menawarkan nilai-nilai, sikap mental, dan
bentuk perilaku yang menunjang modernisasi.
2. Mengajarkan keterampilan-keterampilan baru pada masyarakat lokal.
3. Menjadikan media massa sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.
4. Menjadikan media massa sebagai pengantar pengalaman-pengalaman yang
seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis
untuk menciptakan kepribadian yang mobile.
5. Meningkatkan aspirasi untuk memotivasi bertindak nyata.
6. Membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan masa
transisi.
7. Mendorong orang untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah
kehidupan masyarakat.
8. Mengubah struktur kekuasaan masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan
membawa pengetahuan kepada massa.
9. Menciptakan rasa kebangsaan untuk mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
8
10. Menyadari pentingnya arti masyarakat sebagai warga negara, sehingga dapat
membantu meningkatkan aktivitas politik.
11. Memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan
yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk
12. Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi
suatu proses yang berlangsung sendiri (self-perpetuating)
Teori Dramatisme
Richard (2008), mengemukakan teori dramatisme mengonseptualisasikan
kehidupan manusia sebagai sebuah drama, dimana kritik yang timbul menempati
posisi penting dalam suatu adegan yang dimainkan oleh berbagai pemain di dalamnya
dalam kerangka menyingkap motivasi. Sebagai sebuah metodelogi, dramatisme
membahas tindakan komunikasi antara teks dan khalayak, serta tindakan di dalam
teks itu sendiri. Ada tiga alasan mengapa drama dianggap sebagai metafora yang
penting dalam mengungkap motivasi manusia: (1) drama menggambarkan hubungan
manusia yang didasarkan pada interaksi atau dialog, (2) drama cenderung mengikuti
tipe-tipe atau genre yang mudah dikenali: komedi, musikal, melodrama dan lainnya,
(3) drama selalu ditujukan pada khalayak, dimana sastra adalah “peralatan untuk
hidup”, artinya teks dapat mengkomunikasikan pengalaman dan permasalahan hidup
seseorang serta memberikan reaksi di dalamnya.
Dramatisme mengkaji cara-cara dimana bahasa dan penggunaannya
berhubungan dengan khalayak. Dramatisme berangkat dari asumsi: (1) Manusia
adalah hewan yang menggunakan simbol, terutama bahasa, (2) bahasa dan simbol
membentuk sebuah sistem penggunaan kata-kata, pemikiran, dan tindakan yang
memiliki hubungan yang sangat dekat satu sama lain, (3) manusia selalu membuat
pilihan dan dramatisme adalah sebuah kemampuan aktor sosial untuk bertindak
sebagai hasil pilihannya.
Dramatisme adalah retorika yang menekankan pada identifikasi dan faktorfaktor parsial “tidak sadar” dalam mengajukan pernyataannya. Berbeda dengan
retorika konvensional yang menekankan pada persuasi dan desain yang terencana.
Ketika terdapat ketumpangtindihan diantara dua orang pada substansi yang sama,
maka semakin besar ketumpangtindihan yang terjadi, makin besar identifikasi yang
terjadi. Sebaliknya, semakin kecil tingkat ketumpangtindihan individu, makin besar
pemisahannya. Kenyataannya tidak ada ketumpangtindihan satu dengan lainnya
secara penuh, selalu ada “ambiguitas substansi”, dimana identifikasi selalu terletak
pada kesatuan dan pemisahan. Retorika dibutuhkan untuk menjembatani pemisahan
dan membangun kesatuan. Proses ini disebut konsubstansiasi (ketika permohonan
dibuat untuk meningkatkan ketumpangtindihan antara orang) atau meningkatkan
identifikasi mereka satu sama lain.
Proses retorika berhubungan dengan siklus rasa bersalah, dimana rasa bersalah
dapat dihilangkan sebagai hasil identifikasi dan pemisahan. Proses rasa bersalah dan
penebusan mengamankan keseluruhan konsep simbolisasi. Rasa bersalah (tekanan,
rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang menyebalkan lainnya) adalah
9
motif utama untuk semua aktifitas simbolik. Rasa bersalah secara luas mencakup
berbagai jenis ketegangan, rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang
tidak menyenangkan lainnya. Rasa bersalah bersifat intrinsik dalam kondisi manusia.
Ketika merasa diri bersalah oleh karenanya diperlukan usaha memurnikan diri sendiri
dari ketidaknyamanan rasa bersalah. Proses merasa bersalah dan berusaha untuk
menghilangkannya ada di dalam satu siklus mengikuti pola:
1. Tatanan atau hierarki (peringkat yang ada dalam masyarakat terutama karena
kempuan kita untuk menggunakan bahasa).
2. Negatifitas (menolak tempat seseorang dalam tatanan sosial; memperlihatkan
resistensi).
3. Pengorbanan (cara dimana kita berusaha untuk memurnikan diri kita dari rasa
bersalah yang kita rasakan sebagai bagian dari menjadi manusia). Ada dua metode
untuk memurnikan diri dari rasa bersalah, dengan menyalahkan diri sendiri dan
mengkambinghitamkan dengan menyalahkan orang lain.
4. Penebusan (penolakan sesuatu yang tidak bersih dan kembali pada tatanan baru
setelah rasa bersalah diami sementara).
Teori Identitas
Morissan dan Wardhany (2009), mengatakan bahwa berbagai elemen
masyarakat dalam pembangunan perlu dilihat sebagai identitas dan entitas dari caracara menempatkan diri mereka secara sosial. Identitas dan entitas berbagai elemen
masyarakat dalam pembangunan memiliki implikasi penting sebagai komuikator,
dimana dalam teori identitas, sebagian besar anggota masyarakat dari masing-masing
elemen itu pada umumnya memiliki pandangan sama bahwa mereka menerima
perlakuan yang dirasakan sama oleh mereka. Perlakuan yang diterima secara bersama
oleh mereka inilah yang akan menjadi identitas utama, misalnya rasa ketidakadilan.
Berdasarkan identitas itu maka mereka membuat organisasi bersama. Oleh karena itu,
Morissan dan Wardhany (2009) membahas teori identitas ini menjadi tiga bagian:
1. Standpoint theory, adalah konstruksi masyarakat (sosial world) yang didapat dari
perhatian dan pemahaman individu melalui cara yang berbeda, kemudian
digunakan untuk mengkontruksikan kembali kondisi atau situasi dimana
masyarakat berada. Secara epistemologi, teori ini membedakan variasi komunikasi
individu tersebut ketika memahami suatu pengalaman yang didapatinya dan ketika
mengkonstruksi pemahaman tersebut. Ide teori ini adalah pandangan berlapis
(layered understanding), setiap individu memiliki banyak identitas yang tumpang
tindih sehingga menghasilkan pandangan yang unik.
2. Konstruksi Identitas. Setiap identitas saling berkaitan (interlocking identities).
Tidak ada identitas yang berada diluar kontruksi sosial dan budaya. Sebagian besar
identitas berasal dari konstruksi yang ditawarkan kelompok sosial
dimana
identitas tersebut menjadi bagian di dalamnya.
3. Queer Theory. Teori ini menentang segala hal yang bersifat berpasangan dalam
segala bentuknya namun menawarkan gagasan bahwa identitas lebih dari sekedar
kategori kaku yang bersifat dikotomis.
10
Kelembagaan Pendidikan Agama Islam: Pesantren
Menurut Jauhari (2012), Pesantren adalah wacana yang hidup. Selagi mau,
memperbincangkan pesantren senantiasa menarik, segar, aktual, dan perlu dicatat
tidak mudah. Banyak aspek yang mesti dilalui ketika diskursus Pesantren digelar.
Dari sisi keberadaannya saja, pesantren memiliki banyak dimensi terkait (multi
dimensional). Dalam lilitan multidimensional itu, menariknya, Pesantren sangat
percaya diri (self confident) dan penuh pertahanan diri (self defensive) dalam
menghadapi tantangan di luar dirinya. Karena itu hingga sekarang, orang kesulitan
mencari sebuah definisi yang tepat tentang Pesantren. Pesantren kelihatan berpola
seragam, tetapi beragam; tampak konservatif, tetapi diam-diam atau terang-terangan
mengubah diri dan mengimbangi denyut perkembangan zamannya. Ambisi
merumuskan Pesantren secara tunggal, apalagi coba-coba memaksakan suatu konsep
tertentu untuk pesantren, tampaknya tidak mungkin berhasil.
Rahmad Pulung Sudibyo (2010) mendefinisikan pesantren sebagai institusi
pendidikan Islam di Indonesia dengan ciri-ciri khas tersendiri. Pesantren berasal dari
bahasa sansekerta, “san” artinya orang baik (laki-laki) disambung “tra” artinya suka
menolong, “santra” berarti orang baik baik yang suka menolong. Pesantren berarti
tempat membina manusia menjadi orang baik. Pesantren memiliki komponenkomponen (Dhofier, 1985) berikut:
Kyai, berasal dari bahasa Jawa (Ziemek, 1986) dipakai untuk: (1) gelar
kehormatan barang yang dianggap keramat. Contohnya "Kyai garuda kencana"
(kereta emas di Kraton Yogyakarta), (2) gelar kehormatan bagi orang yang di
tuakan, dan (3) gelar ahli agama Islam dan pimpinan pesantren yang berperan
penting dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah
pesantren. Keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan
kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan Kyai.
2. Masjid sangat berkaitan erat dengan pendidikan Islam. Sejak dahulu, kaum
muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai
tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani, sosial dan
politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari
yang sangat penting bagi masyarakat. Masjid dianggap sebagai "tempat yang
paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima
waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik"
(Dhofier 1985).
3. Santri merupakan unsur penting, keberadaan santri di rumah seorang alim,
menyebabkan seorang alim tadi disebut Kyai. (Dhofier, 1985).
4. adalah tempat sederhana, tempat tinggal Kyai bersama para santrinya. Di Jawa,
besarnya tergantung pada jumlah santrinya. Adanya yang sangat kecil dengan
jumlah santri kurang dari seratus sampai yang memiliki tanah yang luas dengan
jumlah santri lebih dari tiga ribu.
5. Kitab kuning atau kitab safinah merupakan kitab tradisional berisi pelajaran
agama islam (diraasah al-islamiyyah), mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq/
tasawuf, tata bahasa arab ('ilmu nahwu dan 'ilmu. sharf), hadits, tafsir, 'ulumul qufaan, hingga
1.
11
pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu'amalah). Kitab kuning disebut juga kitab
gundul karena tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun), tidak seperti
kitab al-Quran pada umumnya.
Tipologi Pesantren
Muin (2007) mengelompokkan Pesantren ke dalam tipologi kelompok sebagai
berikut:
1. Pesantren Salafiyah
Pesantren Salafiyah adalah Pesantren tradisional yang menetapkan kurikulum
pesantren dan tradisi yang dijalaninya sebagai sesuatu yang baku dan tidak bisa
diubah. Umumnya, Pesantren ini mengambil bentuk-bentuk pelayanan pendidikan
pada: (1) Madrasah Salafiyah menggunakan kurikulum Pesantren; (2) Majelis
Taklim meliputi: Majelis Taklim kelompok orangtua, Majelis Taklim kelompok
alumni Pesantren yang berangkutan, Majelis Taklim kelompok remaja (putri dan
putra), Majelis Taklim dengan program khusus Masyayih (lanjut usia), (3) Bustanul
Athfal, (4) Al- Ma'had A1 Aly (Perguruan Tinggi Ilmu-Ilmu Salafiyah), (5)
peringatan hari-hari besar islam, (6) setiap hari Jum'at menugaskan santrinya untuk
menjadi Khatib dan Imam pada masjid, khususnya masjid yang di sekitar pondok,
(7) setiap bulan Ramadhan menugaskan sa
PESANTREN SALAFIYAH AL MUNAWAR BANI AMIN
KABUPATEN SERANG BANTEN
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Komunikasi
Pembangunan Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Kabupaten Serang Banten
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 9 Januari 2014
Ikhsan Ahmad
NRP. I352110031
RINGKASAN
IKHSAN AHMAD. Strategi Komunikasi Pembangunan Pesantren Salafiyah Al
Munawar Bani Amin. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan RETNO SRI HARTATI
SRI MULYANDARI.
Pesantren Salafiyah adalah lembaga pendidikan tertua, asli Indonesia dan
identik dengan Banten. Namun, pesantren dengan tipologi ini termarjinalkan.
Diskriminasi ini terjadi dalam pembangunan yang lekat dengan budaya Islam dan
mayoritas pendudukunya muslim, yakni 90% (9.608.439) dari 11.005.518 orang (BPS
Provnsi Banten, 2011) serta kepemimpinan informal yang kuat dari tokoh-tokoh
Pesantren Salafiyah. Penelitian ini bertujuan untuk: a) Menganalisis pola komunikasi
Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin. b) Menganalisis peran Pesantren
Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam pembangunan di Provinsi Banten. c)
Merumuskan strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam
meningkatkan perannya untuk mendukung pembangunan di Provinsi Banten.
Desain penelitian adalah kualitatif dengan metode Pentad Analysis, yakni suatu
metode yang mengkaji desain terminologi dan jalur relasi kepentingan serta motifmotif humanistik serta fungsi-fungsi dari istilah-istilah yang dipakai. Kemudian
menganalisis individu dalam suatu konteks tertentu dalam kerangka menyeleksi strategi
komunikasi pada situasi yang dihadapinya. Setiap konsep dari elemen Pentad Analysis
dalam implementasinya dapat disempitkan atau diluaskan. Hubungan setiap elemen
Pentad Analysis menyumbangkan analisis baru dan tajam terhadap motif dan tindakan
simbolik manusia yang menjelaskan hubungan kausalitas.
Budaya dan nilai-nilai Islam yang tumbuh sejak masa keemasan Kesultanan
Banten pada masa lalu telah diletakkan sebagai landasan pembangunan Banten pada
masa kini serta cita-cita pembangunan Banten pada masa mendatang, dituangkan
kedalam visi pembangunan provinsi Banten: menjadikan rakyat Banten sejahtera
berlandaskan Iman dan Taqwa. Kata Iman tersebar di setiap surat yang jumlahnya
sekitar enam ratusan dalam Al-Quran. Sedang kata Taqwa berjumlah ribuan.
Implementasi dari visi ini mengarahkan pembangunan di Banten agar beriman dan
bertaqwa di dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan dan membina masyarakatnya dalam rangka menjamin perkembangan dan
kemajuan dimasa yang akan datang dalam pemanfaatan potensi daerah dalam platform
otonomi daerah. Visi pembangunan suatu Negara sangat penting, bukan sekedar
landasan formal dan normatif belaka. Visi merupakan keyakinan yang dimiliki suatu
bangsa di masa mendatang (what do they want to have) dan menjadi inspirasi
pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan. Oleh karena itu, pendidikan
berkarakter di Banten tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Pesantren Salafiyah dan
pondasi pembangunan yang dibutuhkan di Provinsi Banten.
Hasil penelitian menunjukan, Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
memiliki karakteristik yang dibutuhkan dalam pendidikan di Banten, baik sebagai
modal sosial dan modal pendidikan. Ponpes Salafiyah menjadi kekuatan budaya yang
berperan membentuk mentalitas religius masyarakat. Diakui selama ratusan tahun
lulusannya menjadi manusia mandiri; ikhlas; beriman serta bertaqwa kepada Allah
SWT, hidup bermasyarakat dan berperan aktif di bidang sosial, budaya dan keagamaan.
Pesantren Salafiyah bersih dari sogok menyogok (korupsi), bebas dari pencitraan yang
mengakar pada upaya sistemik menjadikan nilai peserta didik pada target tertentu agar
lulus dan terkesan baik sehingga sulit dibedakan mana anak yang mampu menyerap
pelajaran dan mana yang tidak karena semua nilai sama bagusnya.
Kyai pesantren Salafiyah memiliki konsistensi yang tinggi dalam mengajarkan,
membina dan mengawasi santri selama 24 jam dalam rangka mengontrol keilmuan,
sikap perilaku dan mentalitasnya tanpa dibayar satu rupiahpun oleh santri. Bahkan
masih banyak pesantren Salafiyah yang justru
memfasilitasi santri dalam
kesehariannya, makan, penginapan, buku hingga biaya berobat ketika santri sakit.
Keunggulan pendidikan karakter Pesantren Salafiyah belum menjadi nilai-nilai
yang diadopsi dalam pembangunan di Banten. Padahal keunggulan pendidikan karakter
Pesantren Salafiyah dapat dijadikan dasar pendidikan di Banten. Pemerintah provinsi
Banten terlihat ragu membangun pondasi karakter dalam sistem pendidikannya yang
berakar dari budayanya sendiri. Karakter pendidikan di Banten sekuler dan hanya
berorientasi pada nilai akademik dan bagaimana lulusannya diserap dunia kerja, namun
kering secara budaya. Interaksi dan komunikasi dunia pendidikan di Banten dengan akar
budayanya sangat terbatas dan terkesan saling menghilangkan secara substantif.
Pemerintah Provinsi Banten nyaris tanpa peran dalam menjembatani kutub tradisional
pada pesantren Salafiyah dan kutub modern pada sekolah formal, padahal keduanya
dapat berpadu padan. Keberadaan Pesantren Salafiyah belum ditempatkan perannya
secara utuh pada keunggulan karakter dan kompetensinya dalam proses pembangunan
di Provinsi Banten.
Kata kunci : Banten, Komunikasi Pembangunan, Pesantren Salafiyah, Strategi
SUMMARY
IKHSAN AHMAD. The Strategy of Development Communication by Al
Munawar Bani Amin Salafiyah Islamic Boarding School. Supervised by PUDJI
MULJONO and RETNO SRI HARTATI SRI MULYANDARI.
Salafiyah Islamic Boarding School was the oldest educational institutions, native
to Indonesia and identical to Banten. However, this boarding typology had
marginalized. This discrimination occurs in closely with the development of islamic
culture and muslim people majority in 90 % (9,608,439 of 11,005,518 people) ( BPS
Provinsi Banten, 2011) as well as a strong informal leadership of religious figures. The
goals if this research were to: a) Analysis the communication pattern of Bani Amin Al Munawar Salafiyah Islamic Boarding School, b) Analysis the role of Al - Munawar
Bani Amin Salafiyah Islamic Boarding School in the development people of Banten
province, c) Formulate a communication strategy of Al - Munawar Bani Amin Salafiyah
Islamic Boarding School in supporting the Banten province development.
The study was designed as qualitative with Pentad Analysis method, i.e. a
method that was examined the design of terminology and paths of relationship interest,
humanistic motives and the function of terms used. And then was analyzed the
individual in a particular context within the framework of selecting a communication
strategy to the situation. Each concept of Pentad Analysis element contributed in its
implementation that can be narrowed or broadened. The relationship of each Pentad
Analysis element contributed a new and incisive analysis in the motives and actions
symbolic that can be explained the causality relation.
Cultures and Islamic values that growed since the golden age of Banten in the
past have been laid as the foundation of development in the present as well as the ideals
of development in the future, which was poured into the Banten province development
vision : Building the prosperous people of Banten based on faith and god-fearing . The
faith words spreaded in some letters that its amount about six hundreds in the Quran,
while god-fearing in thousands. Implementation of this vision directed the Banten
development could be faith and god-fearing in government service delivery,
implementation and foster community development in order to ensure the development
and future progress in exploiting the potential of the region in the platorm of regional
autonomy. Vision becomes important for a country's development foundation, not just
formal and normative foundation. Because vision is the belief of ownership by a nation
in the future (what do they want to have ) and an inspiration to the development that
will be and were being implemented. Therefore, the struggle in building character
education in Banten can not be separated from the presence Salafiyah Boarding.
The results showed that Bani Amin Al - Munawar Salafiyah Islamic Boarding
School had the characteristics that needed in education in Banten, both as social capital
and educational capital. The islamic boarding school also had became a cultural force
that played an important role in shaping the religious mentality of the people. It
recognized for hundreds years that created the graduates become self-sufficient, sincere,
faithful and god-fearing, society in social and cultural praxis of all time, clean in
corruption, free in imagery that rooted in systemic efforts maked the value of students in
certain targets in order to pass and well impressed so difficult to distinguish where the
child is able to absorb the lesson and which ones were not as good because of all the
values.
Head of Salafiyah have a high consistency in teaching, guiding and supervising
the students for 24 hours in order to control knowledge, attitudes and behavior of
mentality without paid by students. Even still many Salafiyah boarding that facilitated
their students in daily life, meals, lodging, guide to medical expenses when the students
sick. The excellence of education character of Salafiyah not be the values that adopted
in the development of Banten. Though can be used as a formal education base in
Banten. Banten provincial government seem shaky to build the character foundation in
the education system that was rooted in his own culture. Character education in Banten
was secular and oriented only in academic value and the ability to absorb the labor
force, but culturally dry .
Interaction and communication education in Banten with cultural roots arguably
very limited and seem to remove each other substantively. Government almost had not
existed in bridging the "presence" of the traditional pole in Salafiyah and modern pole
in formal schools that can not co-exist, even though both can be combined and matched.
The existence Salafiah was recognized, but in often times were not placed rightly as the
excellence and competence role in the development process.
Keywords: Banten, development communication, Islamic boarding School, Salafiyah,
strategy
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
PESANTREN SALAFIYAH AL MUNAWAR BANI AMIN
KABUPATEN SERANG BANTEN
IKHSAN AHMAD
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
Judul Tesis
Nama
NRP
: Strategi Komunikasi Pembangunan Pesantren Salafiyah Al
Munawar Bani Amin Kabupaten Serang Banten
: Ikhsan Ahmad
: I352110031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi.
Dr. Ir. Retno Sri Hartati Mulyandari, M.Si.
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 8 November 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih adalah
Strategi Komunikasi Pembangunan Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin.
Sampai saat ini (tahun 2013), penelitian tentang komunikasi pembangunan
pesantren Salafiyah masih sangat sedikit dikaji. Olehnya itu, penulis menyusun
karya ilmiah ini, yang berjudul Strategi Komunikasi Pembangunan Pesantren
Salafiyah Al Munawar Bani Amin Kota Serang.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi.
dan Dr. Ir Retno Sri Hartati Mulyandari, M.Si. selaku komisi pembimbing atas
segala arahan, saran, dan bimbingannya. Penulis sampaikan penghargaan kepada
Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin, Majelis Pesantren Salafiyah Banten,
Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Kementerian Agama Provinsi Banten yang
telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada orang tua, istri dan anak-anak tercinta atas doa dan
dukungannya. Terimakasih juga peneliti ucapkan kepada Ketua STIE Banten,
HER Taufik, dan pihak lain yang tidak bias disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 9 Januari 2014
Ikhsan Ahmad
NRP. I352110031
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
viii
viii
ix
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Strategi
Komunikasi
Pola Komunikasi
Strategi Komunikasi
Komunikasi Pembangunan
Teori Dramatisme
Teori Identitas
Kelembagaan Pendidikan Agama Islam: Pesantren
Tipologi Pesantren
Salafiyah
Penelitian Terdahulu
4
4
5
6
7
8
9
10
11
12
14
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran
17
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Data dan Sumber Data
Pengumpulan Data
Analisis Data
Validitas Penelitian
Tahapan Penelitian
23
25
25
26
27
28
29
SUBJEK PENELITIAN
Sejarah Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat di sekitar Ponpes
Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Kompetensi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Santri Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Metode Belajar Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Sebagai Identitas Budaya
Identitas Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Dalam Pembangunan di Provinsi Banten
31
32
33
34
37
38
40
POLA KOMUNIKASI PESANTREN SALAFIYAH AL MUNAWAR
BANI AMIN
Pola Komunikasi Internal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Eksternal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam
Pembangunan
Pola Komunikasi Kelompok Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Publik Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Massa Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Latar Pola Komunikasi Massa Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Organisasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
50
53
57
60
61
64
PERAN PESANTREN SALAFIYAH AL MUNAWAR BANI AMIN
DALAM PEMBANGUNAN DI PROVINSI BANTEN
Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
di Bidang Budaya dan Keagamaan
Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Pendidikan
Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Sosial
Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Politik
70
74
77
79
42
46
STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PONPES SALAFIYAH
AL MUNAWAR BANI AMIN DALAM MENINGKATKAN PERANNYA
UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN DI PROVINSI BANTEN
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
81
Strategi Komunikasi Organisasi
Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
83
Strategi Komunikasi Internal
Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
84
Strategi Komunikasi Eksternal
Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
85
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Dalam Bidang Budaya dan Keagamaan
88
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Dalam Bidang Pendidikan
90
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Dalam Bidang Sosial
92
Strategi Komunikasi Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Dalam Bidang Politik
94
Konseptual Strategi Komunikasi
Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
95
Strategi yang Tergantung Pada Kondisi Sosiologis Masyarakat
97
Peristiwa Musrenbang
97
Peristiwa Reses DPRD Banten
99
Komunikasi dengan Media Lokal Banten
100
Memandang Slogan Pembangunan
104
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
105
105
105
106
110
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Aktifitas Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Urutan Orientasi Santri Setelah Lulus Dari Pondok
Kajian Pentad Analisis Sumber Pesan Ponpes Salafiyah Al-Munawar
Bani Amin
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Internal Ponpes Salafiyah Al
Munawar Bani Amin
Data Anak Sekolah di Provinsi Banten
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Eksternal Ponpes Salafiyah
Al Munawar Bani Amin
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin Dalam Pembangunan
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Kelompok
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam Pembangunan
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi Publik Ponpes
Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Isi Pesan Tausiyah Kyai Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin
Intensitas Pola Komunikasi Massa
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Kajian Pentad Analisis Pola Komunikasi dan
Struktur Organisasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Jumlah pesantren di Banten
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin di Bidang Budaya dan Keagamaan
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin di Bidang pendidikan
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin di Bidang Sosial
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin di Bidang Politik
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Organisasi
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Internal
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Eksternal
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi kaderisasi
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi massa
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Budaya
dan Keagamaan
Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi
35
36
44
45
47
49
51
55
58
59
62
65
67
74
76
79
80
84
85
86
87
88
89
di bidang pendidikan
25. Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes Salafiyah
Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi
dibidang sosial
26. Kajian Pentad Analisis Peran Ponpes
Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam
strategi komunikasi dibidang politik
91
93
95
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kerangka Pemikiran
Urutan Motivasi Orang Tua Memasukan Anak ke Ponpes Salafiyah
Sumber Pesan Dalam Komunikasi Pesantren Salafiyah
Pola Komunikasi Internal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Eksternal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
Pola Komunikasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Dalam
Pembangunan
7. Pola Komunikasi Kelompok Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
8. Pola Komunikasi Publik Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
dan Proses Transmisinya
9. Pengorganisasian Massa Istighotsah Nahdatul Ulama melalui
Pesantren Salafiyah medio Oktober 2012 yang
dihadiri lebih dari 6.000 orang
10. Pengorganisasian Kyai se-Banten dan massa dalam
istighotsah dan deklarasi Majelis Pesantren
Salafiyah, Mei 2011, menghadirkan lebih dari 4.000 orang.
11. Pola Dasar Komunikasi Organisasi
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
12. Struktur Komunikasi Pesantren Salafiyah
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
13. Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Budaya dan
Keagamaan
14. Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Pendidikan
15. Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Sosial
16. Peran Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin di Bidang Politik
17. Strategi Komunikasi Organisasi Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
18. Strategi Komunikasi Internal Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
19. Konseptual Strategi Komunikasi
Ponpes Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
17
37
43
45
48
50
55
57
63
64
64
65
73
76
78
80
83
84
96
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
Pedoman wawancara untuk kyai pimpinan ponpes Salafiyah
Pedoman wawancara untuk ustadz
Pedoman wawancara untuk santri
Pedoman wawancara untuk pimpinan media cetak Banten Raya
Pos
5. Pedoman wawancara untuk kementrian agama dan pendidikan
provinsi banten
6. Pedoman wawancara untuk wakil rakyat provinsi banten
7. Profile Pemilik Ponpes Salafiyah Al Munawar Bani Amin
8. Riwayat Hidup Penulis
110
112
113
114
115
116
117
118
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Strategi komunikasi pembangunan adalah kajian proses komunikasi dalam
pembangunan terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pemenuhan totalitas
aspek kehidupan masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial,
jaminan keamanan, kesederajatan dalam politik, budaya dan agama. Strategi
komunikasi pembangun menelaah proses sosial pada perubahan pengetahuan, sikap
dan perilaku individu mau kelompok. Perubahan sosial yang terjadi akan sangat
tergantung pada timbulnya persepsi dan makna terhadap modal sosial dalam suatu
pembangunan, yakni seperangkat nilai-nilai sosial yang mengikat komitmen bersama
untuk bertindak dalam rangka mencapai kepentingan dan tujuan bersama atau
membangkitkan partisipasi masyarakat dalam suatu sistem komunikasi yang efektif
mencapai tujuan pembangunan.
Komunikasi pembangunan menjadi salah satu strategi menumbuhkan
partisipasi masyarakat melalui proses interaksi seluruh warga masyarakat,
menumbuhkan kesadaran dan menggerakan partisipasi masyarakat dalam proses
perubahan terencana, demi tercapainya perbaikan mutu hidup secara
berkesinambungan dengan menggunakan teknologi atau menerapkan ide-ide yang
sudah terpilih. Strategi komunikasi memiliki peran penting dalam pembangunan yang
berorientasi pada rakyat. Partisipasi tercipta melalui komunikasi dan dengan
komunikasi, pesan-pesan pembangunan dapat disampaikan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup dan mengoptimalkan sumberdaya manusia serta
sumberdaya alam sebaik mungkin.
Melalui komunikasi perencanaan dapat
disistematisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan komunikasi dalam
pembangunan didefenisikan sebagai situasi komunikasi yang memungkinkan
munculnya partisipasi masyarakat secara sadar, kritis, sukarela, murni dan
bertanggung jawab (Hamijoyo 2001).
Komunikasi dalam pembangunan dianggap berhasil ketika proses mencipta
kebermanfaatan bersama oleh pemerintah secara bersama melibatkan masyarakat di
dalamnya dengan peran yang saling mendukung dan menunjang, di antaranya peran
pemerintah
diharapkan menjaga kandungan nilai-nilai dasar pembangunan,
pencapaian tujuan dan makna atas pembangunan yang dilaksanakan. Keterlibatan
peran semua pihak dalam pembangunan tentu saja memerlukan strategi komunikasi
tersendiri guna menjaga efektifitas dan efisiensi keberhasilan pembanguan.
Keterlibatan pemerintah penting untuk menjaga karakteristik pembangunan agar
sesuai dengan tuntutan sejarah dan kebutuhan masa kini dan cita-cita masa depan.
Pembangunan yang berlangsung mesti berjalan dalam satu identitas budaya yang
jelas, dikenali, berakar kuat pada masyarakatnya dan dapat mengantarkan
pertumbuhan pembangunan yang didasari nilai-nilai luhur budaya yang diusung.
Identitas budaya yang jelas dalam lingkup pelaksanaan strategi komunikasi
pembangunan semakin mendesak kebutuhannya megingat keberlangsungan suatu
pembangunan biasanya mendapat gempuran budaya, nilai dan identitas asing yang
belum tentu cocok dengan kesinambungan pembangunan suatu masyarakat. Di
2
Banten, lembaga pendidikan paling tua dengan identitas budaya yang menjadi
representasi masa keemasan sejarah Kesultanan Banten serta tujuan kehidupan
dimasa mendatang ada pada adalah lembaga pendidikan islam tradisional tertua yang
identik dengan makna keislaman, diantaranya adalah Al-Munawar Bani Amin,
terletak di Kabupaten Serang Banten. Dalam penelitian ini, Pesantren Salafiyah Al
Munawar Bani Amin hendak di dalami peran, pola dan strategi komunikasinya dalam
meningkatkan peran Pesantren Salafiyah dalam pembangunan di Banten.
Dewasa ini keberadaan Pesantren Salafiyah atau yang dikenal dengan
pesantren kobong dapat dirasakan di Banten. Jumlah Pesantren Salafiyah lebih
banyak dibandingkan pesantren modern mau pesantren perpaduan tradisional dan
modern. Perkembangan pesantren ini tumbuh sejalan dengan banyaknya lulusan
Pesantren Salafiyah mendirikan kembali Pesantren Salafiyah dikampung halaman
santri atau tempat lain secara informal (tidak terdata secara resmi).
Diakui banyak pihak, keberadaan Pesantren Salafiyah berdampak positif
terhadap perkembangan karakter serta mentalitas masyarakat dilingkungan sekitar
Pesantren Salafiyah. Namun Pesantren Salafiyah belum menjadi salah satu pondasi
pembangunan keagamaan dan budaya di Banten. Kendati Pesantren Salafiyah
mengakar, tumbuh dan berbasis pada masyarakat, Pesantren Salafiyah tidak serta
merta mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Perumusan Masalah
Pesantren Al-Munawar Bani Amin adalah salah satu dari ribuan di Banten.
Menurut Perda No.17 tahun 2012, tentang penyelenggaraan pendidikan di Banten,
Pesantren Salafiyah dikelompokkan sebagai lembaga pendidikan non formal. Secara
tipologi, dimasukan dalam kelompok pesantren tradisional, dipersepsikan sebagai
representasi budaya serta nilia-nilai masyarakat lokal masa lalu. Keberadaan
Pesantren Salafiyah tersebar di sebagain besar wilayah pedesaan terutama di
Pandeglang, Serang, Lebak, Cilegon dan Tangerang. Eksistensi Pesantren Salafiyah
dirasakan
masyarakat
melalui
pola
kepemimpinan
informal
yang
mengkomunikasikan kesederhanaan dan nilai-nilai agama sebagai tuntutan dan
landasan bermasyarakat. Namun karakteristik peran yang dimiliki oleh Pesantren
Salafiyah ini dipandang sebagai sesuatu yang tak lagi dapat mendukung kemajuan
pembangunan dan arus perubahan pembangunan di Banten. Pesantren Salafiyah
dianggap masa lalu, tidak memiliki masa depan, tidak memiliki kompetensi, kumuh,
dan dipandang sebatas tempat belajar mengaji tanpa iptek.
Pesantren Salafiyah termarjinalkan dalam proses pembangunan. Minimnya
keberpihakan dan dukungan pemerintah terhadap Pesantren Salafiyah berdampak
terhadap eksistensi Pesantren Salafiyah. Jurang komunikasi yang muncul antara
“kaum sarungan” dengan pemerintah sebagai pelaksana pembangunan membuat
makna pesan komunikasi pembangunan masing-masing pihak berbeda sehingga
terjadi hubungan yang kurang harmonis antara pihak Pesantren dengan pemerintah.
Berdasarkan kajian masalah yang dilakukan maka rumusan masalah penelitian ini
adalah:
3
1. Bagaimana pola komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin?
2. Bagaimana peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam
pembangunan di Provinsi Banten?
3. Bagaimana strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
dalam meningkatkan perannya untuk mendukung pembangunan di Provinsi
Banten?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari perumusan masalah yang sudah
ditetapkan sebagai berikut:
1. Menganalisis pola komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
2. Menganalisis peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam
pembangunan di Provinsi Banten
3. Menganalisis strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
dalam meningkatkan perannya untuk mendukung pembangunan di Provinsi
Banten.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan berguna untuk memahami bagaimana proses komunikasi
pembangunan yang terjadi di Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dengan
masyarakat dan pemerintah. Secara spesifik kegunaan penelitian ini adalah :
1. Membantu mengembangkan pola komunikasi, peran dan strategi komunikasi
Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam proses pembangunan di
Banten.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu komunikasi, khususnya bagi penelitian
konstruktivis dalam membantu komunikasi pembangunan Pesantren Salafiyah AlMunawar Bani Amin.
3. Masukan praktis bagi pemerintah dan Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin
dengan tujuan mencapai efektifitas komunikasi dan kesamaan makna pesan
pembangunan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Strategi
Strategi dalam perspektif teoritis dapat ditemui dalam berbagai studi, di
antaranya oleh Whittington (2001) menyebutkan ada empat teori tentang
strategi yakni: teori klasik, evolusioner, proses, dan sistem. Teori Klasik
menekankan pada perencanaan, evolusi menekankan keterbukaan, teori proses
menekankan sifat dinamis dan spontanitas, dan teori sistem menekankan pada aspek
sosiologis dan perilaku manusia. Gray (1999) memetakan strategi ke dalam tiga
kategori: People and Politics, Preparation for War, War Proper.
“People and Politics” adalah dimensi paling dasar dari strategi. Dalam
kategori ini strategi disusun dalam konstitusi dan dilaksanakan oleh kumpulan
masyarakat tertentu, terikat budaya dan isu metodologikal. Strategi dalam kategori ini
menempatkan proses penentuan kebijakan pada bidang politik. Dimana kebijakan
tersebut merupakan hasil dari proses berkelanjutan dari proses politik dan strategi itu
sendiri sebagai hasil dari proses pembuatan strategi. Kategori “preparation of war”
adalah gabungan dari dimensi sumber daya ekonomi organisasi pembuat strategi,
proses manajerial organisasi, informasi, proses pemikiran dan pemaknaan secara
bersungguh-sungguh melalui doktrin. Poin penting dari kategori ini, yaitu dimensi
teknologi, ekonomi dan logistik.
“War proper” adalah kategori yang menjadikan kondisi geografi sebagai
bagian penting menyusun strategi. Dimensi ini dianggap paling konstan dan
permanen, akan tetapi pengaruhnya berbeda terhadap konflik tertentu dan waktu
tertentu. Diantara semua dimensi strategi, ada dimensi yang paling kuat, yaitu Politik,
individu, dan waktu. Hubungan antar dimensi tersebut tidak pasti, tidak ada batas
yang jelas. Hal ini menjelaskan sifat alami subjek dan bagaimana subjek suatu
strategi bekerja. Strategi memberikan arti serta menentukan perilaku di lapangan.
Strategi bernilai ekstrinsik dan intrinsik. Ekstrinsik, untuk menjaga aset komunitas
tetap seimbang dengan dunia luar, sedangkan nilai intrinsiknya adalah peran suatu
strategi sebagai perantara dan aset yang dapat diaplikasikan untuk tanggung jawab
politik.
Komunikasi
Sifat komunikasi hadir dimana-mana dan melekat secara ensensial di setiap
aktifitas dasar manusia. Komunikasi menghubungkan manusia satu sama lainnya
(Muhammad, 2008). Strategi disampaikan melalui cara berkomunikasi. Bermacammacam definisi tentang komunikasi, disesuaikan dengan bidang dan tujuan-tujuan
tertentu yang terkandung pada konteks definisi tersebut berada. Berikut ini adalah
definisi dari komunikasi:
Komunikasi adalah proses suatu pesan dipindahkan lewat suatu saluran dari
suatu sumber kepada penerima dengan maksud mengubah perilaku, perubahan dalam
pengetahuan, sikap dan perilaku. Sekurang-kurangnya didapati empat unsur utama
dalam model komunikasi yaitu sumber (the source), pesan (the message), saluran (the
5
channel) dan penerima (the receiver). Komunikasi sendiri berasal dari bahasa Latin
communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi,
sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonnes)
dengan seseorang, berbagi informasi, ide atau sikap. Tujuan komunikasi adalah usaha
membuat penerima atau pemberi komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang
sama terhadap pesan tertentu (Suprapto, 2006).
Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar atau yang
salah, tetapi dilihat dari manfaat definisi tersebut dari suatu fenomena yang hendak
dijelaskan atau dievaluasi. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya
“Komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik”, atau lebih luas
lagi, misalnya “Komunikasi adalah interaksi antara dua pihak atau lebih sehingga
peserta komunikasi memahami pesan yang disampaikannya (Effendy, 2006)
Pola Komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari
seseorang kepada orang lain dapat berupa kelompok atau perorangan. Begitu pula
dengan penerima, dapat berupa perorangan atau kelompok. Komunikasi dapat
dianalogikan seperti udara, setiap kegiatan dan aktivitas manusia tidak dapat
dipisahkan dari komunikasi (Wayne dan Faules 2000).
Setiap orang yang berkomunikasi memiliki perbedaan proses pengiriman mau
penerimaan pesan, tergantung dari pemahaman mau pengalaman yang dimiliki
masing-masing. Berdasarkan kebutuhan akan berkomunikasi, ada 5 pola komunikasi
yaitu: ”Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok Kecil, Komunikasi
Organisasi, komunikasi massa, komunikasi publik.
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau
lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
sehingga dapat dipahami” (Djamarah, 2004). Dimensi pola komunikasi terdiri dari
pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial. Pola
komunikasi dicirikan oleh: komplementaris atau simetris. Dalam hubungan
komplementer, perilaku dominan mendatangkan perilaku tunduk. Dalam simetri,
interaksi dilakukan atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan dominasi atau
kepatuhan dengan kepatuhan” (Djuarsa, 2004).
Pola komunikasi melihat struktur atau sistem interaksi sebagai proses
merespon pemberi dan penerima pesan untuk menetukan jenis hubungan yang
mereka miliki. Pola komunikasi adalah pola hubungan antara dua orang atau lebih
dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang dikaitkan dua komponen, yaitu
gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan
komponen komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan
komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi (Wayne dan Faules 2000).
6
Strategi Komunikasi
Strategi
komunikasi merupakan paduan perencanaan
komunikasi
(communication planning) dan
manajemen komunikasi (communication
management) untuk mencapai tujuan tertentu melalui pendekatan (approach) yang
berbeda-beda, bergantung dari situasi dan kondisi. Strategi komunikasi akan sangat
menentukan efektifitas suatu kegiatan komunkasi. Oleh karena itu secara makro
(plammed multi-media strategi) mau mikro (single communication medium
strategi) strategi komunikasi mempunyai fungsi ganda (Effendi, 2000), yakni :
1. Mensistematisasi penyebarluasan pesan yang bersifat informatif, persuasif dan
instruktif kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal;
2. Menjembatani cultural gap yang diakibatkan oleh arus informasi yang tidak
seimbang.
Strategi komunikasi berdampak positif apabila tujuan program pembangunan
tercapai dan perubahan perilaku khalayak sasaran dapat diamati serta diukur.
Pencapaian tersebut menurut Arifin, A (2003) ditandai dengan: (1) timbulnya
kesadaran masyarakat untuk memahami manfaat inovasi, (2) perwujudan tindakan
kongkret masyarakat dalam bentuk mengadopsi inovasi tersebut, dan (3) timbulnya
sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai akibat adopsi inovasi. Kriteria
keberhasilan beragam strategi komunikasi pembangunan perlu dikaitkan dengan
kekhasan tiap inovasi pembangunan. Kriteria tersebut tidak hanya mengukur
keberhasilan atau kegagalan khalayak sasaran dalam nenerapkan inovasi, tetapi juga
kesuksesasn dan kegagalan pelaku komunikasi pembangunan dalam mengalihkan
informasi pembangunan dalam keterpaduan.
Keberhasilan strategi komunikasi menurut Arifin. A (2003) dicirikan oleh:
(1) unsur pemahaman, kepedulian, dan kemampuan masyarakat dalam menyeleksi
dan menerapkan beragam inovasi, (2) komitmen dan kesepakatan aktif untuk
meningkatkan kesuksesan beragam dimensi program pembangunan, dan (3) perluasan
kehidupan yang lebih baik. Sedangkan kriteria keberhasilan strategi komunikasi dari
sudut pelaku komunikasi dicirikan: (1) Citra positif pelaku komunikasi pembangunan
di mata masyarakat dengan cara memberikan kemudahan pelayanan komunikasi, (2)
penyampaian informasi pembangunan yang yang lengkap dan benar berkenaan
dengan prioritas utama pada kepentingan khalayak sasaran, dan (3) perluasan
jangkauan informasi, dan pemantapan kelembagaan masyarakat dengan
memperhatikan aspek kebudayaan setempat.
Berbicara tentang pemilihan strategi komunikasi pembangunan, ada hal-hal
yang tercakup di dalamnya: (1) alternatif pilihan strategi, (2) kondisi prioritas dan
penunjang komunikasi pembangunan, (3) sasaran komunikasi pembangunan, (4)
konsekuensi dari filosofi kegiatan dan (5) upaya meningkatkan dampak ganda dari
kegiatan yang dilakukan. Masih menurut Arifin. A (2003) ada tiga strategi
komunikasi pembangunan yang dapat dipilih untuk melakukan rekayasa sosial,
pemasaran sosial dan partisipasi sosial. Namun efektifitas strategi komunikasi
pembangunan tersebut akan bergantung pada motivasi khalayak sasaran dan kondisi
kelompok sasaran lebih lanjut.
7
Komunikasi Pembangunan
Konsep komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti yang luas dan
sempit. Dalam arti yang luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi
komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal-balik) diantara
semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat
dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan
penilaian terhadap pembangunan. Sedang dalam arti yang sempit, komunikasi
pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan,
dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang
memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Kegiatan
tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dapat memahami, menerima, dan
berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan.
Menurut Nasution (2004) ada tiga aspek komunikasi dalam pembangunan
yang berkaitan yaitu:
1. Aspek kebijakan komunikasi, merupakan pendekatan paling luas dan bersifat
umum. Aspek ini menekankan pada bagaimana media massa dapat fokus pada
pembangunan suatu bangsa. Politik dan fungsi-fungsi media massa dalam
pengertian yang umum merupakan objek studi, sekaligus masalah-masalah yang
menyangkut struktur organisasional dan pemilikan, serta kontrol terhadap media.
2. Aspek spesifik peranan media massa dalam pembangunan nasional, yaitu
bagaimana media secara efisien dapat mengajarkan pengetahuan tertentu bagi
masyarakat suatu bangsa.
3. Aspek orientasi perubahan pada komunitas lokal atau desa agar dapat menerima
ide-ide dan produk baru dalam pembangunan.
Masih menurut Nasution (2004), ada 12 peran yang dapat dilakukan komunikasi
dalam pembangunan, yakni:
1. Menciptakan iklim perubahan dengan menawarkan nilai-nilai, sikap mental, dan
bentuk perilaku yang menunjang modernisasi.
2. Mengajarkan keterampilan-keterampilan baru pada masyarakat lokal.
3. Menjadikan media massa sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.
4. Menjadikan media massa sebagai pengantar pengalaman-pengalaman yang
seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis
untuk menciptakan kepribadian yang mobile.
5. Meningkatkan aspirasi untuk memotivasi bertindak nyata.
6. Membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan masa
transisi.
7. Mendorong orang untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah
kehidupan masyarakat.
8. Mengubah struktur kekuasaan masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan
membawa pengetahuan kepada massa.
9. Menciptakan rasa kebangsaan untuk mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
8
10. Menyadari pentingnya arti masyarakat sebagai warga negara, sehingga dapat
membantu meningkatkan aktivitas politik.
11. Memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan
yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk
12. Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi
suatu proses yang berlangsung sendiri (self-perpetuating)
Teori Dramatisme
Richard (2008), mengemukakan teori dramatisme mengonseptualisasikan
kehidupan manusia sebagai sebuah drama, dimana kritik yang timbul menempati
posisi penting dalam suatu adegan yang dimainkan oleh berbagai pemain di dalamnya
dalam kerangka menyingkap motivasi. Sebagai sebuah metodelogi, dramatisme
membahas tindakan komunikasi antara teks dan khalayak, serta tindakan di dalam
teks itu sendiri. Ada tiga alasan mengapa drama dianggap sebagai metafora yang
penting dalam mengungkap motivasi manusia: (1) drama menggambarkan hubungan
manusia yang didasarkan pada interaksi atau dialog, (2) drama cenderung mengikuti
tipe-tipe atau genre yang mudah dikenali: komedi, musikal, melodrama dan lainnya,
(3) drama selalu ditujukan pada khalayak, dimana sastra adalah “peralatan untuk
hidup”, artinya teks dapat mengkomunikasikan pengalaman dan permasalahan hidup
seseorang serta memberikan reaksi di dalamnya.
Dramatisme mengkaji cara-cara dimana bahasa dan penggunaannya
berhubungan dengan khalayak. Dramatisme berangkat dari asumsi: (1) Manusia
adalah hewan yang menggunakan simbol, terutama bahasa, (2) bahasa dan simbol
membentuk sebuah sistem penggunaan kata-kata, pemikiran, dan tindakan yang
memiliki hubungan yang sangat dekat satu sama lain, (3) manusia selalu membuat
pilihan dan dramatisme adalah sebuah kemampuan aktor sosial untuk bertindak
sebagai hasil pilihannya.
Dramatisme adalah retorika yang menekankan pada identifikasi dan faktorfaktor parsial “tidak sadar” dalam mengajukan pernyataannya. Berbeda dengan
retorika konvensional yang menekankan pada persuasi dan desain yang terencana.
Ketika terdapat ketumpangtindihan diantara dua orang pada substansi yang sama,
maka semakin besar ketumpangtindihan yang terjadi, makin besar identifikasi yang
terjadi. Sebaliknya, semakin kecil tingkat ketumpangtindihan individu, makin besar
pemisahannya. Kenyataannya tidak ada ketumpangtindihan satu dengan lainnya
secara penuh, selalu ada “ambiguitas substansi”, dimana identifikasi selalu terletak
pada kesatuan dan pemisahan. Retorika dibutuhkan untuk menjembatani pemisahan
dan membangun kesatuan. Proses ini disebut konsubstansiasi (ketika permohonan
dibuat untuk meningkatkan ketumpangtindihan antara orang) atau meningkatkan
identifikasi mereka satu sama lain.
Proses retorika berhubungan dengan siklus rasa bersalah, dimana rasa bersalah
dapat dihilangkan sebagai hasil identifikasi dan pemisahan. Proses rasa bersalah dan
penebusan mengamankan keseluruhan konsep simbolisasi. Rasa bersalah (tekanan,
rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang menyebalkan lainnya) adalah
9
motif utama untuk semua aktifitas simbolik. Rasa bersalah secara luas mencakup
berbagai jenis ketegangan, rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang
tidak menyenangkan lainnya. Rasa bersalah bersifat intrinsik dalam kondisi manusia.
Ketika merasa diri bersalah oleh karenanya diperlukan usaha memurnikan diri sendiri
dari ketidaknyamanan rasa bersalah. Proses merasa bersalah dan berusaha untuk
menghilangkannya ada di dalam satu siklus mengikuti pola:
1. Tatanan atau hierarki (peringkat yang ada dalam masyarakat terutama karena
kempuan kita untuk menggunakan bahasa).
2. Negatifitas (menolak tempat seseorang dalam tatanan sosial; memperlihatkan
resistensi).
3. Pengorbanan (cara dimana kita berusaha untuk memurnikan diri kita dari rasa
bersalah yang kita rasakan sebagai bagian dari menjadi manusia). Ada dua metode
untuk memurnikan diri dari rasa bersalah, dengan menyalahkan diri sendiri dan
mengkambinghitamkan dengan menyalahkan orang lain.
4. Penebusan (penolakan sesuatu yang tidak bersih dan kembali pada tatanan baru
setelah rasa bersalah diami sementara).
Teori Identitas
Morissan dan Wardhany (2009), mengatakan bahwa berbagai elemen
masyarakat dalam pembangunan perlu dilihat sebagai identitas dan entitas dari caracara menempatkan diri mereka secara sosial. Identitas dan entitas berbagai elemen
masyarakat dalam pembangunan memiliki implikasi penting sebagai komuikator,
dimana dalam teori identitas, sebagian besar anggota masyarakat dari masing-masing
elemen itu pada umumnya memiliki pandangan sama bahwa mereka menerima
perlakuan yang dirasakan sama oleh mereka. Perlakuan yang diterima secara bersama
oleh mereka inilah yang akan menjadi identitas utama, misalnya rasa ketidakadilan.
Berdasarkan identitas itu maka mereka membuat organisasi bersama. Oleh karena itu,
Morissan dan Wardhany (2009) membahas teori identitas ini menjadi tiga bagian:
1. Standpoint theory, adalah konstruksi masyarakat (sosial world) yang didapat dari
perhatian dan pemahaman individu melalui cara yang berbeda, kemudian
digunakan untuk mengkontruksikan kembali kondisi atau situasi dimana
masyarakat berada. Secara epistemologi, teori ini membedakan variasi komunikasi
individu tersebut ketika memahami suatu pengalaman yang didapatinya dan ketika
mengkonstruksi pemahaman tersebut. Ide teori ini adalah pandangan berlapis
(layered understanding), setiap individu memiliki banyak identitas yang tumpang
tindih sehingga menghasilkan pandangan yang unik.
2. Konstruksi Identitas. Setiap identitas saling berkaitan (interlocking identities).
Tidak ada identitas yang berada diluar kontruksi sosial dan budaya. Sebagian besar
identitas berasal dari konstruksi yang ditawarkan kelompok sosial
dimana
identitas tersebut menjadi bagian di dalamnya.
3. Queer Theory. Teori ini menentang segala hal yang bersifat berpasangan dalam
segala bentuknya namun menawarkan gagasan bahwa identitas lebih dari sekedar
kategori kaku yang bersifat dikotomis.
10
Kelembagaan Pendidikan Agama Islam: Pesantren
Menurut Jauhari (2012), Pesantren adalah wacana yang hidup. Selagi mau,
memperbincangkan pesantren senantiasa menarik, segar, aktual, dan perlu dicatat
tidak mudah. Banyak aspek yang mesti dilalui ketika diskursus Pesantren digelar.
Dari sisi keberadaannya saja, pesantren memiliki banyak dimensi terkait (multi
dimensional). Dalam lilitan multidimensional itu, menariknya, Pesantren sangat
percaya diri (self confident) dan penuh pertahanan diri (self defensive) dalam
menghadapi tantangan di luar dirinya. Karena itu hingga sekarang, orang kesulitan
mencari sebuah definisi yang tepat tentang Pesantren. Pesantren kelihatan berpola
seragam, tetapi beragam; tampak konservatif, tetapi diam-diam atau terang-terangan
mengubah diri dan mengimbangi denyut perkembangan zamannya. Ambisi
merumuskan Pesantren secara tunggal, apalagi coba-coba memaksakan suatu konsep
tertentu untuk pesantren, tampaknya tidak mungkin berhasil.
Rahmad Pulung Sudibyo (2010) mendefinisikan pesantren sebagai institusi
pendidikan Islam di Indonesia dengan ciri-ciri khas tersendiri. Pesantren berasal dari
bahasa sansekerta, “san” artinya orang baik (laki-laki) disambung “tra” artinya suka
menolong, “santra” berarti orang baik baik yang suka menolong. Pesantren berarti
tempat membina manusia menjadi orang baik. Pesantren memiliki komponenkomponen (Dhofier, 1985) berikut:
Kyai, berasal dari bahasa Jawa (Ziemek, 1986) dipakai untuk: (1) gelar
kehormatan barang yang dianggap keramat. Contohnya "Kyai garuda kencana"
(kereta emas di Kraton Yogyakarta), (2) gelar kehormatan bagi orang yang di
tuakan, dan (3) gelar ahli agama Islam dan pimpinan pesantren yang berperan
penting dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah
pesantren. Keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan
kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan Kyai.
2. Masjid sangat berkaitan erat dengan pendidikan Islam. Sejak dahulu, kaum
muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai
tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani, sosial dan
politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari
yang sangat penting bagi masyarakat. Masjid dianggap sebagai "tempat yang
paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima
waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik"
(Dhofier 1985).
3. Santri merupakan unsur penting, keberadaan santri di rumah seorang alim,
menyebabkan seorang alim tadi disebut Kyai. (Dhofier, 1985).
4. adalah tempat sederhana, tempat tinggal Kyai bersama para santrinya. Di Jawa,
besarnya tergantung pada jumlah santrinya. Adanya yang sangat kecil dengan
jumlah santri kurang dari seratus sampai yang memiliki tanah yang luas dengan
jumlah santri lebih dari tiga ribu.
5. Kitab kuning atau kitab safinah merupakan kitab tradisional berisi pelajaran
agama islam (diraasah al-islamiyyah), mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq/
tasawuf, tata bahasa arab ('ilmu nahwu dan 'ilmu. sharf), hadits, tafsir, 'ulumul qufaan, hingga
1.
11
pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu'amalah). Kitab kuning disebut juga kitab
gundul karena tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun), tidak seperti
kitab al-Quran pada umumnya.
Tipologi Pesantren
Muin (2007) mengelompokkan Pesantren ke dalam tipologi kelompok sebagai
berikut:
1. Pesantren Salafiyah
Pesantren Salafiyah adalah Pesantren tradisional yang menetapkan kurikulum
pesantren dan tradisi yang dijalaninya sebagai sesuatu yang baku dan tidak bisa
diubah. Umumnya, Pesantren ini mengambil bentuk-bentuk pelayanan pendidikan
pada: (1) Madrasah Salafiyah menggunakan kurikulum Pesantren; (2) Majelis
Taklim meliputi: Majelis Taklim kelompok orangtua, Majelis Taklim kelompok
alumni Pesantren yang berangkutan, Majelis Taklim kelompok remaja (putri dan
putra), Majelis Taklim dengan program khusus Masyayih (lanjut usia), (3) Bustanul
Athfal, (4) Al- Ma'had A1 Aly (Perguruan Tinggi Ilmu-Ilmu Salafiyah), (5)
peringatan hari-hari besar islam, (6) setiap hari Jum'at menugaskan santrinya untuk
menjadi Khatib dan Imam pada masjid, khususnya masjid yang di sekitar pondok,
(7) setiap bulan Ramadhan menugaskan sa