Aplikasi Kalium Permanganat sebagai Oksidan Etilen dalam Penyimpanan Buah Pepaya IPB Callina.

APLIKASI KALIUM PERMANGANAT SEBAGAI OKSIDAN
ETILEN DALAM PENYIMPANAN BUAH PEPAYA IPB
CALLINA

HENY EKA PRATIWI
A24090058

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Kalium
Permanganat sebagai Oksidan Etilen dalam Penyimpanan Buah Pepaya IPB
Callina adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Heny Eka Pratiwi
NIM A24090058

ABSTRAK
HENY EKA PRATIWI. Aplikasi Kalium Permanganat sebagai Oksidan Etilen
dalam Penyimpanan Buah Pepaya IPB Callina. Dibimbing oleh KETTY SUKETI
dan WINARSO DRAJAD WIDODO.
Pepaya merupakan buah klimakterik yang memiliki kandungan gizi yang
baik. Permasalahan utama dalam pascapanen buah pepaya adalah daya simpan
buah yang pendek sehingga membutuhkan penanganan pascapanen untuk
meningkatkan daya simpan buah. Kalium permanganat (KMnO4) dapat
memperpanjang daya simpan dengan mengoksidasi etilen yang dilepaskan buah.
Perlakuan oksidan etilen diharapkan dapat memperpanjang daya simpan buah.
Penelitian bertujuan untuk memperoleh dosis oksidan etilen yang tepat dalam
penyimpanan buah pepaya IPB Callina dan mempelajari penghambatan laju
respirasi dengan perlakuan oksidan etilen. Buah dipanen saat stadium matang

hijau. Percobaan dilaksanakan dengan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) satu faktor yang dikelompokkan berdasarkan hari panen. Perlakuan yang
diberikan adalah oksidan etilen sebanyak 0 g (kontrol), 15 g, 30 g, dan 45 g untuk
1 buah pepaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 15 g dan 30 g
oksidan etilen dapat menunda respirasi klimakterik buah pepaya IPB Callina.
Buah dengan perlakuan 0 g, 15 g, dan 30 g oksidan etilen mencapai puncak laju
respirasi pada 8 hari penyimpanan. Puncak laju respirasi pada buah dengan
perlakuan oksidan etilen bertahan selama 2 hari, sedangkan buah tanpa oksidan
etilen langsung menurun. Perlakuan oksidan etilen belum dapat memperpanjang
umur simpan serta tidak mempengaruhi karakter fisik dan kimia buah pepaya pada
tingkat kematangan pascapanen yang sama.
Kata kunci: daya simpan, kematangan, klimakterik, laju respirasi, pascapanen

ABSTRACT
HENY EKA PRATIWI. Application of Pottasium Permanganate as Ethylene
Oxidant in Storage of IPB Callina Papaya Fruit. Supervised by KETTY SUKETI
and WINARSO DRAJAD WIDODO.
Papaya is a climacteric fruit that have good nutrient content. The main
problem in papaya fruit postharvest is short shelf life so it needs postharvest
handling to increase fruit shelf life. Pottasium permanganate (KMnO4) can extend

shelf life by oxidize ethylene that released by fruit. Ethylene oxidant treatment
was assumed can extend fruit shelf life. The research aims to obtain right dosage
of ethylene oxidant in storage of IPB Callina papaya fruit and to study inhibition
of respiration by ethylene oxidant treatment. The fruits were harvested at green
ripe stage. The experiment was conducted in one factor completely randomized
block design that blocked depend on harvest date. The treatment that given was
dosage of ethylene oxidant: 0 g (control), 15 g, 30 g and 45 g for one papaya fruit.
The results of this research indicated that 15 g and 30 g of ethylene oxidant could
delay climacteric respiration of IPB Callina papaya. Fruits with 0 g, 15 g, and 30 g

of ethylene oxidant treatment reached peak of respiration rate at 8 days of storage.
The peak of respiration rate in the fruit with ethylene oxidant treatment lasted for
2 days, while the fruits without ethylene oxidant straight decreased. Ethylene
oxidant treatment had not been able to extend shelf life and did not affect the
physical and chemical character of papaya fruit at same postharvest maturity
stages.
Keywords: climacteric, postharvest, respiration rate, ripening, shelf life

APLIKASI KALIUM PERMANGANAT SEBAGAI OKSIDAN
ETILEN DALAM PENYIMPANAN BUAH PEPAYA IPB

CALLINA

HENY EKA PRATIWI
A24090058
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Mei 2013 ini ialah oksidan etilen untuk

pascapanen pepaya, dengan judul Aplikasi Kalium Permanganat sebagai Oksidan
Etilen dalam Penyimpanan Pepaya IPB Callina.
Terima kasih penulis haturkan kepada Dr Ir Ketty Suketi, MSi dan Ir Winarso
Drajad Widodo, MS, PhD atas pengarahan yang telah diberikan dalam penyelesaian
skripsi. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Agus, laboran di
Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Bapak
Awang dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB atas bantuan yang diberikan
selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua yaitu Bapak Lik Tamaji dan Ibu Dewi Siti Masrukhah, serta seluruh
keluarga atas doa dan dukungan yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman Agronomi dan Hortikultura 46 yang telah membantu
selama penelitian.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Heny Eka Pratiwi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Hipotesis


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Pemanenan Buah Pepaya

2

Perubahan Fisiologi Selama Pematangan Buah

3

Penanganan Pascapanen

4

METODE PENELITIAN


6

Waktu dan Tempat

6

Bahan dan Alat

6

Metode Percobaan

7

Pelaksanaan Percobaan

7

HASIL DAN PEMBAHASAN


11

Umur Simpan Buah

11

Laju Respirasi

13

Karakter Fisik

16

Karakter Kimia

17

KESIMPULAN


19

DAFTAR PUSTAKA

19

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi sidik ragam pengamatan buah pepaya IPB Callina pada
skala warna 6
2 Susut bobot, kekerasan daging buah dan kekerasan kulit buah pepaya
Callina pada skala warna 6
3 Padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), dan kandungan
vitamin C buah pepaya IPB Callina pada skala warna 6

15
16
18

DAFTAR GAMBAR
1 Keragaan tanaman pepaya IPB Callina di kebun PKHT Tajur

2 Peletakkan buah pepaya, oksidan etilen, dan silica gel dalam wadah
plastik
3 Skor warna kulit buah pepaya IPB Callina hasil penelitian
4 Pengukuran laju respirasi pada buah pepaya
5 Perubahan indeks skala warna kulit buah pepaya IPB Callina selama
penyimpanan
6 Laju respirasi buah pepaya IPB Callina selama penyimpanan

6
8
9
10
12
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditas buah yang memiliki
potensi untuk dikembangkan. Buah pepaya di Indonesia termasuk dalam 5 besar buahbuahan yang memiliki hasil produksi tinggi. Produksi buah pepaya tahun 2012
mencapai 942 ribu ton (Kementan 2014). Konsumsi buah pepaya per kapita tahun 2011
mencapai 2.29 kg/tahun (PKHT 2013a). Peluang ekspor buah pepaya juga cukup besar.
Menurut Kemenperin (2011) buah pepaya, pisang, dan apokat mempunyai peluang
cukup besar untuk diekspor ke Singapura karena kualitasnya tidak kalah dengan produk
buah negara lain.
Pepaya merupakan buah klimakterik. Buah pepaya umumnya memiliki daya
simpan selama kurang lebih satu minggu. Rendahnya daya simpan buah pepaya
menjadi permasalahan utama yang dihadapi dalam pascapanen pepaya. Hal ini
disebabkan buah pepaya yang telah dipanen masih melakukan aktivitas metabolisme,
salah satunya adalah produksi gas etilen. Menurut Sankat dan Maharaj (1997) selama
proses pematangan terjadi perubahan-perubahan antara lain produksi etilen, karbohidrat,
asam organik, perubahan pigmen, perubahan struktur polisakarida dan perubahan
tekstur buah. Deell et al. (2003) menyebutkan bahwa etilen sering disebut gas
pematangan karena sangat berpengaruh terhadap pascapanen yaitu dalam percepatan
pematangan. Menurut Sankat dan Maharaj (1997) peningkatan produksi etilen buah
klimakterik sebanding dengan laju respirasi buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya
disertai oleh umur simpan buah yang pendek sehingga dapat digunakan sebagai
petunjuk laju kemunduran kualitas buah.
Daya simpan buah dapat diperpanjang dengan menghambat aktivitas
metabolisme buah setelah dipanen. Santoso dan Purwoko (1995) menyatakan salah
satu teknik untuk melindungi komoditas yang peka terhadap pengaruh etilen adalah
dengan pemberian kalium permanganat (KMnO4). Satuhu dan Supriyadi (1999) juga
menyatakan penyimpanan buah salah satunya dapat dilakukan dengan penggunaan
KMnO4.
KMnO4 merupakan oksidan kuat yang dapat mengoksidasi etilen, sehingga etilen
kehilangan kemampuannya dalam mempercepat kematangan buah (Santoso dan
Purwoko 1995). Hasil penelitian Priyono (2005) menunjukkan pemberian KMnO4
dapat mempertahankan kekerasan dan menunda perubahan warna kulit buah pepaya
serta mempengaruhi rasa dan tekstur buah. Menurut Rini (2008) penggunaan oksidan
etilen berupa KMnO4 dapat mempertahankan mutu fisik dan kimia buah pepaya selama
7 hari. Hasil penelitian Mulyana (2011) menunjukkan pemberian KMnO4 sebanyak
2.25 g dalam serat nilon dapat memperpanjang daya simpan pisang Raja Bulu hingga
14 hari penyimpanan.
Pengemasan oksidan etilen dalam penyimpanan buah perlu diperhatikan karena
mempengaruhi efektivitas penggunaannya. KMnO4 sebagai oksidan kuat lebih aktif
dalam bentuk larutan, namun hal tersebut menyulitkan dalam penerapan langsung pada
sistem pengemasan aktif sehingga oksidan etilen membutuhkan bahan pembawa.
Tanah liat adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pembawa.
Menurut Kholidi (2009) penggunaan 50 g campuran tanah liat dengan KMnO4 sebagai

2
bahan penyerap etilen dapat memperpanjang umur simpan pisang Raja Bulu hingga 21
hari penyimpanan.
Efektivitas oksidan etilen perlu diperhatikan dalam penyimpanan buah. Dosis
oksidan etilen yang tepat diharapkan dapat memperpanjang daya simpan buah. Hasil
penelitian Prasetyo (2013) menunjukkan perlakuan pembagian jumlah oksidan etilen
sebanyak 30 g untuk 4 buah pepaya IPB 9 (7.5 g oksidan etilen per buah) belum dapat
memperpanjang umur simpan dan tidak mempengaruhi kualitas buah pepaya.
Penelitian tersebut penentuan umur simpan buah belum dikaitkan dengan pengukuran
laju respirasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian oksidan
etilen dengan dosis yang lebih besar dalam penyimpanan buah pepaya dan perlu
dilakukan pengukuran laju respirasi untuk mengetahui efektivitas oksidan etilen.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dosis oksidan etilen yang tepat
dalam penyimpanan buah pepaya IPB Callina dan mempelajari penghambatan laju
respirasi buah pepaya dengan pemberian oksidan etilen.

Hipotesis
1. Pemberian oksidan etilen dapat memperpanjang daya simpan buah pepaya
IPB Callina.
2. Terdapat perlakuan dosis oksidan etilen yang tepat untuk memperpanjang
daya simpan buah pepaya IPB Callina.
3. Pemberian oksidan etilen dapat menghambat laju respirasi buah pepaya IPB
Callina.

TINJAUAN PUSTAKA
Pemanenan Buah Pepaya
Mutu buah-buahan yang baik diperoleh jika pemanenan hasil dilakukan pada
tingkat kematangan yang tepat. Buah yang belum matang, bila dipanen akan
menghasilkan mutu yang rendah dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya bila
pemanenan tertunda akan meningkatkan kepekaan buah terhadap pembusukan,
akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah. Kematangan buah dapat ditentukan dengan
melihat warna kulit, ukuran, masih adanya sisa tangkai putik (visual), mudahnya buah
terlepas dari tangkai, ketegaran, berat jenis (fisik), kandungan zat padat, pati, asam
(kimia), jumlah hari setelah bunga mekar (perhitungan), dan respirasi (fisiologi)
(Pantastico 1986). Menurut Dhatt dan Mahajan (2007) bentuk dan ukuran buah dapat
digunakan untuk menentukan kematangan buah, misalnya bentuk sisi yang
berdekatan dengan tangkai akan sempurna seiring kematangan buah mangga dan
linggir buah pisang akan berkurang seiring dengan perkembangan dan pematangan
buah.

3
Perhitungan jumlah hari setelah bunga mekar banyak digunakan untuk
menentukan umur petik buah pepaya, namun metode tersebut dipengaruhi oleh lokasi
penanaman. Menurut Suketi et al. (2010a) penggunaan kriteria umur panen dengan
penghitungan hari setelah antesis di daerah Bogor menghasilkan perubahan warna
kulit buah yang tidak teratur dan tidak sama pada setiap waktu panen. Metode lain
yang dapat digunakan untuk menentukan kematangan buah antara lain metode degree
days atau heat unit. Hasil penelitian Syakur (2012) menunjukkan metode heat unit
dapat memprediksi waktu pembungaan dan matang fisiologi buah tomat.
Tingkat kematangan pada saat pemanenan merupakan hal yang penting untuk
penyimpanan buah pepaya. Tingkat kematangan untuk dipanen bagi buah pepaya
ditentukan dengan adanya perubahan warna pada ujung buah (terdapat semburat
kuning). Buah yang dipanen pada tingkat ini akan matang dalam 4 sampai 5 hari.
Warna kuning pada permukaan yang sesuai untuk pemetikan sekurang-kurangnya
adalah 6%. Kriteria tersebut dianjurkan untuk petani sebagai tingkat kematangan
minimal (Pantastico et al. 1986). Menurut Sujiprihati dan Suketi (2010) untuk
memenuhi permintaan pasar lokal, kriteria buah pepaya yang dipanen adalah sudah
tua dengan kondisi buah 95% berwarna hijau disertai semburat kuning di antara
tengah dan ujung pepaya.

Perubahan Fisiologi Selama Pematangan Buah
Tahap-tahap pertumbuhan tanaman buah dan sayuran meliputi pembelahan sel,
pembesaran sel, pendewasaan sel (maturation), pematangan (ripening), kelayuan
(senescence) dan pembusukan (Winarno dan Wirakartakusumah 1981). Tahap
pendewasaan merupakan tingkat perkembangan menuju pencapaian kematangan
fisiologis dan tingkat akhir dari perkembangan buah sebelum dimulainya periode
pematangan buah. Tahap pematangan (ripening) adalah periode buah membentuk rasa,
tekstur dan aroma (Mattoo et al. 1993). Tahap senescence merupakan tahap akhir
dalam perkembangan buah (Santoso dan Purwoko 1995).
Perkembangan buah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan fisiologi yang
dapat mempengaruhi kualitas buah. Perubahan yang terjadi dalam proses pematangan
antara lain: perubahan warna, pelunakan buah, penurunan bobot, peningkatan jumlah
gula, penurunan asam-asam organik dan senyawa fenolik (Pantastico et al. 1986). Selain
itu selama pematangan buah klimakterik terjadi peningkatan aktivitas respirasi dan
produksi etilen (Sudheer dan Indira 2007).
Perubahan yang nyata dalam pematangan buah adalah perubahan warna kulit dan
kelunakan buah. Perubahan warna terjadi karena degradasi klorofil yang dipengaruhi
perubahan pH, kondisi oksidatif, sintesis karotenoid atau antosianin. Faktor suhu, lama
penyimpanan dan komposisi atmosfer penyimpanan juga dapat mempengaruhi
perubahan warna kulit pada buah klimakterik (Sudheer dan Indira 2007). Menurut hasil
penelitian Jayathunge et al. (2011) perubahan warna kulit buah pepaya dipengaruhi oleh
konsentrasi etanol. Perlakuan konsentrasi etanol 1%, 3%, 5% dan 7% dapat menghambat
perubahan warna kulit buah pepaya pada skala warna 2 (color break-1/4 kuning) selama
9 hari. Menurut Dhatt dan Mahajan (2007) pengukuran objektif warna kulit buah dapat
dilakukan dengan spektrofotometer transmisi cahaya.
Perubahan kelunakan buah terjadi karena perombakan protopektin yang tidak larut
menjadi pektin yang larut secara enzimatis (Mattoo et al. 1989). Enzim yang berperan

4
dalam proses perombakan protopektin adalah pectin methyl esterase, polygalacturonase
dan protopectinase (Sudheer dan Indira 2007). Menurut Mattoo et al. (1989) selama
pematangan buah kandungan pektat dan pektin yang larut akan meningkat sehingga
ketegaran buah akan berkurang.
Aktivitas metabolisme dalam buah akan terus berlangsung setelah buah dipetik.
Penurunan bobot buah disebabkan terjadinya transpirasi. Transpirasi merupakan proses
transfer massa dimana uap air berpindah dari permukaan buah ke udara luar. Hal ini
menyebabkan kandungan air dalam buah menurun dan membuat buah berkerut. Proses
transpirasi adalah penyebab utama kehilangan panen dan penurunan kualitas buah
(Deell et al. 2003).
Peningkatan jumlah gula sederhana dapat memberi rasa manis pada buah
(Pantastico et al. 1986). Karbohidrat yang terdapat dalam buah pepaya berupa sukrosa,
glukosa dan fruktosa. Pada awal fase perkembangan buah, glukosa merupakan gula
yang dominan. Namun saat fase pematangan buah, sukrosa meningkat dan menjadi
kandungan gula tertinggi dalam buah dibandingkan glukosa dan fruktosa (Sankat dan
Maharaj 1997).
Asam organik yang tidak menguap dibentuk sebagai komponen utama (sekitar
80-90%) dari total asam pada buah (Sankat dan Maharaj 1997). Mattoo et al. (1989)
menyatakan bahwa ada penurunan keasaman yang cukup banyak pada buah disertai
kenaikan pH saat pematangan buah. Asam yang berkurang dan hilang pertama-tama
adalah asam malat, disusul oleh asam sitrat. Menurut Sudheer dan Indira (2007)
kandungan asam yang menurun selama pematangan buah disebabkan penggunaan
asam organik untuk respirasi atau dikonversi ke gula. Pantastico et al. (1986)
menyatakan penurunan asam-asam organik dan senyawa fenolik dapat mengurangi rasa
sepet dan masam pada buah.
Pepaya merupakan buah klimakterik dengan tipe respirasi dan produksi etilen
pada buah terbentuk selama pematangan buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya
disertai oleh umur simpan buah yang pendek sehingga dapat digunakan sebagai
petunjuk laju kemunduran kualitas buah. Respirasi pada buah klimakterik sebanding
dengan peningkatan produksi etilen (Sankat dan Maharaj 1997). Etilen merupakan zat
pengatur tumbuh yang berbentuk gas pada suhu normal. Etilen dapat menginduksi
respon tanaman dalam konsentrasi yang sangat rendah dan berpengaruh pada seluruh
siklus hidup tanaman (pertumbuhan vegetatif, pembungaan, pembuahan, pematangan,
senescence dan dormansi). Etilen sering disebut gas pematangan karena sangat
berpengaruh terhadap pascapanen yaitu dalam percepatan pematangan dan senescence
(Deell et al. 2003).

Penanganan Pascapanen
Penanganan pascapanen yang tepat pada produk hortikultura menjadi
penting karena daya simpan buah-buahan dan sayuran rendah. Salah satu usaha
untuk menunda pematangan buah dapat dilakukan dengan menghambat aktivitas
metabolisme yang masih dilakukan buah setelah pemanenan. Penghambatan
aktivitas metabolisme tersebut dapat dilakukan dengan pemberian oksidan etilen,
penyimpanan dan pengemasan.
Etilen merupakan gas yang dihasilkan oleh buah atau sayuran saat
mengalami pematangan. Etilen dapat mempengaruhi kematangan komoditas lain

5
yang berada disekitarnya. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) ada beberapa
teknik untuk melindungi komoditas yang peka terhadap pengaruh etilen, antara
lain pembuangan etilen dengan senyawa-senyawa seperti KMnO4, ozon, dan
arang aktif. Menurut Satuhu dan Supriyadi (1999) penyimpanan untuk buah pisang
dapat dilakukan dengan penyimpanan suhu rendah 10°C dan kelembaban 85-90%,
penyimpanan dengan pelapisan lilin, penyimpanan dengan KMnO4, dan
penyimpanan dengan CaCl2.
KMnO4 merupakan oksidan kuat yang dapat mengoksidasi etilen, sehingga
etilen kehilangan kemampuannya dalam mempercepat pematangan buah
(Santoso dan Purwoko 1995). Menurut Hein et al. (1984) KMnO4 dapat
mengoksidasi etilen menjadi etilen glikol, mangan dioksida dan kalium
hidroksida, reaksinya sebagai berikut:
C2H4 + KMnO4 + H2O  C2H4(OH)2 + MnO2 + KOH
Menurut hasil penelitian Priyono (2005) pemberian KMnO4 dapat
mempertahankan kekerasan dan menunda perubahan warna kulit buah pepaya
serta mempengaruhi rasa dan tekstur buah. Menurut hasil penelitian Rini (2008)
penggunaan oksidan etilen berupa zeolit yang telah direndam dalam KMnO4
jenuh dapat mempertahankan mutu fisik dan kimia buah pepaya selama 7 hari.
Hasil penelitian Mulyana (2011) menunjukkan perlakuan KMnO4 sebanyak 2.25 g
dalam serat nilon dapat memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu
hingga 14 hari penyimpanan. Hasil penelitian Sugistiawati (2013) menunjukkan
bahwa pemberian oksidan etilen dosis 30 g dengan pembagian pembungkus pada
pisang Raja Bulu dapat meningkatkan daya simpan buah 3 hari lebih lama
dibandingkan kontrol.
KMnO4 sebagai oksidan kuat lebih aktif dalam bentuk larutan. Namun
demikian dalam bentuk larutan menyulitkan dalam penerapan langsung pada
sistem pengemasan aktif sehingga oksidan etilen tersebut membutuhkan bahan
pembawa. Bahan penyerap etilen yang digunakan sebaiknya memiliki densitas
yang rendah, kapasitas penyerapan rendah namun memiliki kapasitas retensi
tinggi terhadap KMnO4 (Pantastico 1986). Jannah (2008) menyatakan bahwa
zeolit sebagai pembawa KMnO4 memiliki efektivitas sama dengan pengikat
etilen komersial. Namun, mineral zeolit relatif lebih mahal untuk petani
dibandingkan dengan tanah liat.
Tanah liat juga dapat digunakan sebagai bahan pembawa oksidan etilen.
Hasil penelitian Kholidi (2009) penggunaan campuran tanah liat dengan KMnO4
sebagai bahan penyerap etilen dapat memperpanjang umur simpan pisang Raja
Bulu hingga 21 hari penyimpanan. Perlakuan tersebut juga dapat
mempertahankan warna kulit buah pisang dan mengurangi terjadinya susut bobot
buah selama penyimpanan dibandingkan perlakuan tanpa bahan penyerap etilen
(kontrol).
Penyimpanan buah yang biasanya dilakukan adalah penyimpanan pada
suhu rendah. Pendinginan merupakan satu-satunya cara yang ekonomis untuk
penyimpanan jangka panjang bagi buah-buahan dan sayuran segar (Pantastico et
al. 1989). Kasmire dan Thompson (1992) menyatakan suhu rendah dapat
menekan laju respirasi dan transpirasi buah. Penyimpanan pada suhu rendah akan
menurunkan kelembaban udara sehingga menyebabkan susut bobot yang besar.

6
Pantastico et al. (1986) menganjurkan kondisi penyimpanan dingin yang sesuai
untuk buah pepaya yang masih hijau adalah suhu 50oF dengan kelembaban nisbi 8590%. Kondisi tersebut dapat mempertahankan daya simpan pepaya 3-4 minggu.
Kondisi penyimpanan dingin yang sesuai untuk buah pepaya yang menguning adalah
suhu 47oF dengan kelembaban nisbi 85-90% yang dapat mempertahankan daya
simpan pepaya 2-3 minggu. Menurut Kasmire dan Thompson (1992) pada umumnya
pendinginan pada suhu optimum dengan kelembaban yang tepat merupakan cara
yang terbaik untuk memperpanjang daya simpan komoditas buah dan sayur.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2013 di Laboratorium
Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Suhu
laboratorium berkisar antara 25-27oC.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah pepaya IPB
Callina pada stadium matang hijau (+ 130-135 hari setelah antesis) yang diperoleh
dari kebun pusat kajian hortikultura tropika (PKHT) Tajur dan dibudidayakan sesuai
dengan standar operasional prosedur (SOP) yang dikeluarkan oleh PKHT (2013b)
antara lain pemupukan dengan pupuk urea, SP 36 dan KCl dengan dosis masingmasing 20 g, 100 g, 150 g (sebulan setelah tanam) dan 70 g, 200 g, 50 g (3 bulan
sekali). Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dilakukan di
kebun adalah pengendalian dengan pestisida yang dilaksanakan setiap waktu (sesuai
fase tanaman). Keragaan tanaman pepaya kebun PKHT Tajur dapat dilihat pada
Gambar 1.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan terdiri atas: kalium permanganat
sebagai oksidan etilen, kertas serat nilon sebagai bahan pembungkus oksidan etilen,
kertas surat kabar, tanah liat, silica gel, larutan Sodium hipoklorit sebagai desinfektan,
larutan Iodine 0.01 N, NaOH 0.1 N dan aquades. Alat yang digunakan adalah
timbangan analitik, oven, loyang, wadah plastik, kosmotektor tipe XP-314, hand
refractometer, penetrometer, dan perangkat alat titrasi.

Gambar 1 Keragaan tanaman pepaya IPB Callina di kebun PKHT Tajur

7
Metode Percobaan
Percobaan dilaksanakan dengan faktor tunggal yaitu dosis oksidan etilen
yang terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu 0 g (kontrol), 15 g, 30 g dan 45 g untuk 1
buah pepaya dengan 5 ulangan. Jumlah satuan percobaan adalah 20 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 4 buah pepaya yang masingmasing diletakkan di dalam wadah plastik. Jumlah buah pepaya yang digunakan
sebanyak 80 buah.
Percobaan dilaksanakan dengan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) yang dikelompokkan berdasarkan hari panen. Model linier yang
digunakan adalah:
Yij = µ + αi + τj + εij
Keterangan:
Yij
= nilai pengamatan pada perlakuan dosis ke-i dan ulangan ke-j
µ
= nilai rata-rata umum
αi
= pengaruh perlakuan dosis ke-i, i = 1, 2, 3, 4.
τj
= pengaruh ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4, 5.
εij
= pengaruh galat percobaan yang menyebar normal.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam atau Analysis of
Variance (ANOVA) dengan menggunakan program The SAS System for Windows
versi 9.0. Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji jarak
berganda dari Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Pelaksanaan Percobaan
Pemanenan, Pengangkutan, dan Penanganan Buah
Buah pepaya diperoleh dari kebun PKHT Tajur dengan populasi tanaman
sekitar 56 pohon. Buah dipanen berdasarkan warna kulit dan ukuran buah.
Pemanenan buah pepaya dilakukan pada saat stadium matang hijau (+ 130-135 hari
setelah antesis). Umur petik ini mengacu pada hasil penelitian Febriyanti (2010) yang
menyatakan bahwa buah pepaya IPB 9 selfing mempunyai masa panen 20% kuning
rata-rata 20 minggu setelah penyerbukan (140 hari setelah penyerbukan). Menurut
PKHT (2013c) buah pepaya siap panen memiliki diameter 9.2-9.5 cm dan panjang
buah 23-24 cm dengan rata-rata bobot buah pepaya antara 1.2-1.3 kg.
Pepaya yang dibutuhkan untuk sekali panen sebanyak 16 buah. Pemanenan
buah dilakukan pada pagi hari dengan cara dipetik untuk menghindari terjadinya
goresan atau luka. Setiap buah dibungkus dengan koran lalu dimasukkan dalam
kardus. Setelah itu buah diangkut ke Laboratorium Pascapanen, Departemen
Agronomi dan Hortikultura. Buah yang telah dibawa ke Laboratorium dicuci dengan
air mengalir kemudian dikeringanginkan. Buah yang sudah kering dicelupkan dalam
larutan Sodium hipoklorit 10% untuk mengendalikan cendawan yang terdapat pada
kulit buah. Setelah itu, buah diletakkan ke dalam wadah plastik yang memiliki
volume 6 l. Silica gel sebanyak 20 g diletakkan di dalam wadah plastik untuk
menyerap uap air hasil respirasi buah. Peletakkan buah di dalam wadah plastik dapat
dilihat pada Gambar 2.

8
a

b

Oksidan etilen

Silica gel

Gambar 2 Peletakkan buah pepaya, oksidan etilen, dan silica gel dalam wadah plastik. a:
perlakuan dengan oksidan etilen, b: perlakuan tanpa oksidan etilen.
Pembuatan Oksidan Etilen dan Pemberian Perlakuan
Pembuatan bahan perlakuan terdapat 2 tahap yaitu pembuatan pasta tanah
liat dan pembuatan bahan oksidan etilen. Bahan oksidan etilen (10% KMnO4)
dibuat dengan melarutkan 100 g KMnO4 ke dalam 100 ml aquades kemudian
dicampur dengan 900 g tanah liat sampai berbentuk pasta. Pasta tanah liat
dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 72 jam. Setelah kering, bahan
tersebut dihancurkan sampai berbentuk serbuk dan dibungkus dengan kertas serat
nilon dengan dosis sesuai perlakuan. Oksidan etilen yang telah dibungkus
diletakkan di dalam wadah plastik.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam percobaan meliputi susut bobot buah,
indeks skala warna kulit buah, kekerasan buah dan kekerasan kulit buah, laju
respirasi, kandungan padatan terlarut total (PTT), kandungan asam tertitrasi total
(ATT), dan kandungan vitamin C.
a. Susut bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan cara menimbang buah
pepaya pada hari ke-0 setelah panen (bobot awal) dan pada saat buah
mencapai skala warna 6 (bobot akhir). Hasil susut bobot buah dihitung
dengan rumus yang mengacu pada penelitian Suketi et al. (2010b) dan
Prasetyo (2013):
Susut bobot =

bobot awal - bobot akhir
x 100%
bobot awal

b. Warna kulit buah
Pengamatan perubahan warna buah dilakukan dengan membedakan warna
hijau hingga kuning dan memperhitungkan intensitas perubahan warna pada
kulit buah. Perubahan warna kulit buah diamati dengan menggunakan skor
warna yang dapat dilihat pada Gambar 3. Skor warna yang digunakan mengacu
pada penelitian Rini (2008). Pengamatan warna kulit buah digunakan untuk
mengetahui umur simpan buah.

9

Gambar 3 Skor warna kulit buah pepaya IPB Callina hasil penelitian. 1: Hijau, 2:
Hijau dengan sedikit kuning, 3: Hijau kekuningan, 4: Kuning lebih
banyak dari hijau, 5: Kuning dengan ujung hijau. 6: Kuning penuh.
c. Kekerasan daging buah dan kekerasan kulit buah
Pengukuran kekerasan daging buah dan kekerasan kulit buah
dilakukan dengan menggunakan penetrometer pada 3 bagian buah yang
berbeda yaitu: ujung, tengah dan pangkal buah. Nilai kekerasan buah
didapatkan dari nilai penetrasi jarum penetrometer terhadap buah.
Semakin besar nilai penetrasi maka buah semakin lunak. Satuan yang
diperoleh dari alat adalah mm/50 g/5 detik dan data dikonversi ke dalam
satuan mm g-1 detik-1 . Untuk pengukuran kekerasan daging buah, buah
pepaya dikupas terlebih dahulu sedangkan pengukuran kekerasan kulit
buah dilakukan tanpa dikupas. Pengukuran dilakukan saat buah mencapai
skala warna 6. Metode pengukuran ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan Suketi et al. (2010b) dan Prasetyo (2013).
d. Laju respirasi
Pengukuran laju respirasi dilakukan berdasarkan produksi gas CO2
yang dihasilkan oleh buah pepaya. Pengamatan laju respirasi dilaksanakan
setiap hari. Alat yang digunakan adalah kosmotektor tipe XP-314 skala
tinggi (0-100). Pengukuran laju respirasi buah dilakukan dengan cara:
buah dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan diinkubasi selama 3 jam
kemudian dihubungkan dengan 2 pipa plastik pada alat kosmotektor
sebagai saluran pengeluaran CO2. Setelah itu diukur sampai jarum pada
skala kosmotektor tidak berubah. Nilai kadar CO2 adalah angka yang
ditunjuk oleh jarum. Laju respirasi dihitung dengan rumus:
L=

V x K x 1.76
WxB

Keterangan:
L = Laju respirasi (mg CO2/kg/jam)
V = Volume udara bebas dalam wadah plastik (ml)
K = Kadar CO2 (%)
W = Waktu inkubasi (jam)
B = Bobot bahan (kg)
Nilai 1.76 merupakan konstanta gas

10
Volume udara bebas dalam wadah ditentukan dengan memasukkan
sejumlah air yang telah diukur volumenya dan dikurangi dengan volume
buah. Metode pengukuran mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Novita (2000) untuk buah pepaya Solo. Cara pengukuran laju respirasi dalam
percobaan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengukuran laju respirasi pada buah pepaya
e. Kandungan padatan terlarut total
Kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur menggunakan alat
hand refractometer. Pengukuran kandungan PTT dalam buah dilakukan
dengan cara: buah dikupas dan dipotong-potong, kemudian dihancurkan
dan disaring. Hasil saringan diteteskan pada permukaan prisma hand
refractometer. Kandungan PTT dapat diketahui dengan melihat angka
yang tertera pada skala alat. Satuan yang digunakan adalah oBrix.
Pengukuran PTT dilakukan saat buah mencapai skala warna 6. Metode
pengukuran ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Suketi et al.
(2010b) dan Prasetyo (2013) pada buah pepaya tipe Bangkok dan IPB 9.
f. Kandungan asam tertitrasi total
Kandungan asam tertitrasi total (ATT) diukur berdasarkan netralisasi
asam organik yang terkandung dalam buah oleh basa kuat yang digunakan.
Pengukuran kandungan ATT buah dilakukan dengan cara menghancurkan
daging buah sebanyak 25 g kemudian daging buah tersebut disaring
dengan menambahkan akuades dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml.
Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan
indikator Phenolphthalein sebanyak 2 tetes, kemudian dititrasi dengan
NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda.
Pengukuran dilakukan saat buah mencapai skala warna 6. Kandungan
ATT dalam buah dihitung dengan menggunakan rumus:
Asam Tertitrasi Total (mg/100 g bahan) =

ml NaOH x fp x 100
Bobot contoh (g)

fp: faktor pengenceran = 4
Metode pengukuran ini mengacu pada penelitian yang dilakukan
Suketi et al. (2010b) dan Prasetyo (2013) pada buah pepaya tipe Bangkok
dan IPB 9.

11
g. Kandungan vitamin C
Kandungan vitamin C diukur dengan melakukan titrasi larutan Iodine
0.01 N dengan indikator amilum. Persiapan yang dilakukan sampai sebelum
titrasi sama dengan persiapan penentuan kandungan ATT. Filtrat buah
sebanyak 25 ml dititrasi dengan larutan Iodine 0.01 N. Indikator amilum
dibuat dengan melarutkan 1 g amilum ke dalam 100 ml akuades yang
dididihkan. Sebelum titrasi filtrat ditambah indikator amilum. Akhir titrasi
ditandai dengan terjadinya warna biru dari Iod-amilum. Perhitungan vitamin
C dengan standarisasi larutan Iodine yaitu setiap 1 ml Iodine 0.01 N
ekuivalen dengan 0.88 mg asam askorbat. Kandungan vitamin C dihitung
dengan rumus:
Vitamin C (mg/100 g bahan) =

ml Iodine 0.01 N x 0.88 x fk x 100
Bobot contoh (g)

Keterangan:
fk = faktor konversi (100 ml/ 25 ml)
Metode pengukuran ini mengacu pada penelitian yang dilakukan
Suketi et al. (2010b) dan Prasetyo (2013) pada buah pepaya tipe Bangkok
dan IPB 9.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur Simpan Buah
Pengamatan umur simpan buah dilakukan dengan cara melihat perubahan
fisik buah, yaitu dari perubahan indeks skala warna kulit buah. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa buah pepaya setiap perlakuan mengalami peningkatan skala
warna kulit buah selama penyimpanan (Gambar 5). Warna kulit bua h pepaya
setiap perlakuan berubah dari skala warna 2 (hijau dengan sedikit kuning) ke skala
warna 6 (kuning penuh). Skala warna 6 dijadikan acuan dalam percobaan ini.
Menurut Prasetyo (2013) penggunaan indeks skala warna > 4 dijadikan acuan
dalam menentukan umur simpan buah.
Rata-rata setiap perlakuan mencapai skala warna 2 pada umur simpan 5.1 hari,
mencapai skala warna 3 pada umur simpan 6.5 hari, mencapai skala warna 4 pada
umur simpan 7.6 hari, mencapai skala warna 5 pada umur simpan 8.8 hari dan
mencapai skala warna 6 pada umur simpan 10.2 hari. Hasil ini sama dengan hasil
penelitian Novita (2000) bahwa warna kulit buah pepaya yang disimpan pada suhu
ruang mencapai skor warna 6 (100% kuning pada kulit buah) sekitar 9-12 hari.
Namun buah pepaya dalam percobaan ini mencapai skala warna lebih dari 4 lebih
cepat dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo (2013) yang menyatakan indeks
skala warna dengan skor 4 dicapai oleh tipe pepaya Bangkok dan IPB 9 pada umur
simpan 12 hari. Hal ini diduga ketidakseragaman umur petik buah yang digunakan.
Menurut Rafikasari (2006) warna kulit buah pada pepaya genotipe IPB 10A betina
dan Str 6-4 x PB 174 hermaprodit dipengaruhi oleh umur petik. Hasil penelitian

12

Umur simpan (hari)

Manenoi et al. (2006) menunjukkan perlakuan 1-MCP dapat menunda
perkembangan warna kulit buah pepaya kultivar Gold dan Rainbow, kontrol (tanpa
perlakuan) mencapai warna kulit buah kuning penuh sekitar 10 hari sedangkan
perlakuan 1-MCP mencapai warna kulit buah kuning penuh sekitar 15 hari.
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
2

3
K0

4
Skala warna
K1
K2

5

6
K3

Gambar 5 Perubahan indeks skala warna kulit buah pepaya IPB Callina selama
penyimpanan. K0: tanpa oksidan etilen, K1: 15 g oksidan etilen, K2:
30 g oksidan etilen, K3: 45 g oksidan etilen.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan kalium permanganat
sebagai oksidan etilen belum dapat memperpanjang daya simpan buah pepaya IPB
Callina. Hasil yang sama diperoleh Prasetyo (2013) bahwa perlakuan pembagian
jumlah oksidan etilen dengan dosis 30 g belum dapat memperpanjang umur
simpan pepaya tipe Bangkok dan IPB 9. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian
Mulyana (2011) yang menunjukkan perlakuan KMnO4 sebanyak 2.25 g dalam
serat nilon dapat memperpanjang daya simpan buah pisang raja bulu hingga 14
hari penyimpanan. Menurut hasil penelitian Widodo et al. (2012) perlakuan
oksidan etilen dengan bahan pembungkus kertas tissue dapat mempertahankan
umur simpan buah pisang paling lama yaitu 27 hari, sedangkan oksidan etilen
dengan bahan pembungkus kain kasa dapat mempertahankan umur simpan buah
pisang hingga 24 hari dan oksidator etilen dengan bahan pembungkus kertas
semen dapat mempertahankan umur simpan buah hingga 26 hari. Hasil penelitian
Sugistiawati (2013) menunjukkan bahwa pemberian oksidan etilen dosis 30 g
dengan pembagian pembungkus pada pisang Raja Bulu dapat meningkatkan daya
simpan buah 3 hari lebih lama dibandingkan kontrol.
Semakin lama umur simpan buah maka warna kulit buah yang hijau
semakin menguning. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Purba (2006) yang
menyatakan semakin tua umur panen dan waktu simpan, maka persentase warna
kulit buah yang berwarna kuning semakin besar dan buah semakin lunak. Menurut
Sudheer dan Indira (2007) perubahan warna pada kulit buah terjadi karena
degradasi klorofil yang dipengaruhi perubahan pH, kondisi oksidatif, sintesis
karotenoid atau antosianin.

13
Umur simpan buah pepaya dengan perlakuan kalium permanganat
sebagai oksidan etilen berkisar 9-11 hari. Hasil ini tidak jauh terbeda dengan
hasil penelitian sebelumnya. Menurut Prasetyo (2013) perlakuan pembagian
jumlah oksidan etilen dengan dosis 30 g untuk 4 buah pepaya (7.5 g per buah)
menghasilkan umur simpan buah pepaya IPB 9 antara 12-15 hari, sedangkan
menurut penelitian Rini (2008) perlakuan sekat dan penambahan penyerap
KMnO4 pada pepaya IPB 9 menghasilkan umur simpan 7 hari. Menurut
Krongyut et al. (2011) perlakuan 1-MCP pada pepaya kultivar Kaek Dum
menghasilkan umur simpan 8 hari dan kultivar Red Maradol menghasilkan
umur simpan 10 hari.
Perlakuan 45 g oksidan etilen hanya menghasilkan umur simpan 9 hari,
hal ini diduga karena umur petik buah yang digunakan berbeda. Saat
pelaksanaan penandaan buah, buah ditandai berdasarkan perkiraan warna
sehingga memungkinkan adanya umur buah yang berbeda meskipun warna
buah sama. Menurut Suketi et al. (2010a) buah yang dipanen pada jumlah hari
setelah antesis berbeda, ada yang menunjukkan keragaan warna kulit buah
yang sama. Penggunaan kriteria umur panen dengan penghitungan hari setelah
antesis di daerah Bogor menghasilkan perubahan warna kulit buah yang tidak
teratur dan tidak sama pada setiap waktu panen buah. Hal ini menunjukkan
warna kulit buah tidak menjadi kriteria kematangan pada buah pepaya.
Umur petik buah berdasarkan perkiraan warna diduga dapat
mempengaruhi perlakuan sehingga menghasilkan pengaruh yang tidak nyata
terhadap peubah yang diamati. Umur petik buah yang berbeda akan
menghasilkan buah dengan stadia kematangan yang berbeda. Perkiraan umur
petik buah pepaya yang tepat mungkin dapat diduga dari akumulasi degree
days atau heat unit. Miller et al. (2001) menyatakan masing-masing fase
perkembangan organisme memiliki total kebutuhan panas sendiri.
Perkembangan tanaman dapat diperkirakan dengan mengumpulkan derajat hari
(degree days) antara suhu tinggi dan rendah sepanjang musim. Penelitian
Syakur (2012) menunjukkan bahwa metode heat unit dapat memprediksi waktu
pembungaan dan matang fisiologis pada tanaman tomat. Heat unit tanaman
tomat yang ditumbuhkan di dalam rumah tanaman sejak semai sampai matang
fisiologis sebesar 1661 oC hari dengan rata-rata suhu udara selama
pertumbuhan sebesar 27.1 oC, rata-rata kelembaban udara sebesar 74.2% dan
rata-rata intensitas radiasi surya sebesar 9.3 MJ m-2 hari-1 .
Laju Respirasi
Kondisi di dalam wadah plastik selama pengamatan cukup lembab. Hal
ini dibuktikan dengan berubahnya warna silica gel dari warna biru (ungu)
menjadi warna merah. Silica gel di dalam wadah plastik diganti setiap 2 hari
sekali. Buah pepaya secara alami mengeluarkan uap air dan etilen. Pada
perlakuan oksidan etilen, uap air dan etilen diduga bereaksi dengan KMnO4
menghasilkan etilen glikol, mangan dioksida dan kalium hidroksida sehingga
dapat menekan laju respirasi sedangkan pada perlakuan tanpa oksidan etilen
tidak terjadi reaksi sehingga tidak terjadi penghambatan laju respirasi pada
buah pepaya.

14
Laju respirasi (mg CO2 kg-1 jam-1)

300
250
200
150
100
50
0
0

2
K0

4

6
8
Umur simpan (hari)
K1

K2

10

12

14

K3

Gambar 6 Laju respirasi buah pepaya IPB Callina selama penyimpanan. K0: tanpa
oksidan etilen, K1: 15 g oksidan etilen, K2: 30 g oksidan etilen, K3: 45 g
oksidan etilen.
Pengamatan terhadap laju respirasi buah pepaya Callina menunjukkan bahwa
terdapat pola klimakterik pada setiap perlakuan. Buah dengan perlakuan 0 g, 15 g,
dan 30 g oksidan etilen mencapai puncak laju respirasi pada 8 hari penyimpanan.
Puncak laju respirasi pada buah dengan perlakuan oksidan etilen bertahan selama 2
hari, sedangkan buah tanpa oksidan etilen langsung menurun (Gambar 6). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian oksidan etilen dapat menunda respirasi klimakterik
pada buah pepaya IPB Callina. Hasil yang sama diperoleh penelitian Arista (2014)
yang menunjukkan bahwa penggunaan KMnO4 mampu menekan laju respirasi
pisang Raja Bulu sehingga dapat menunda puncak klimakterik pisang 1-2 hari lebih
lambat dibandingkan kontrol. Menurut Krongyut et al. (2011) buah pepaya kultivar
Kaek Dum dan Red Maradol tanpa perlakuan (kontrol) mencapai puncak klimakterik
pada umur simpan 4 hari dan perlakuan 1-MCP puncak klimakterik pada umur
simpan 6 hari kemudian mengalami penurunan. Laju respirasi pada puncak klimakterik
pada kontrol sekitar 130 ml CO2 kg-1 hr-1 dan perlakuan 1-MCP sekitar 105 ml CO2 kg-1
hr-1. Hasil penelitian yang dilakukan Manenoi et al. (2006) menunjukkan laju
respirasi buah pepaya Gold dan Rainbow dengan perlakuan 1-MCP tidak
menunjukkan puncak klimakterik yang jelas dan pada awalnya laju repirasi menurun
lalu meningkat perlahan selama 15 hari selanjutnya sedangkan pada kontrol mencapai
laju respirasi maksimum setelah 10 hari. Menurut Novita (2000) laju respirasi buah
pepaya Solo dengan perlakuan suhu ruang dan suhu dingin membentuk pola yang
terus meningkat selama penyimpanan namun memiliki puncak respirasi pada hari
yang berbeda.
Hasil uji F menunjukkan bahwa pemberian oksidan etilen tidak mempengaruhi
laju respirasi kecuali pada 4 hari setelah perlakuan (Tabel 1). Buah pepaya pada
perlakuan 45 g oksidan etilen mencapai respirasi klimakterik pada 7 HSP. Buah pada
perlakuan tersebut banyak yang mengalami pembusukan. Hal ini diduga disebabkan
buah pepaya yang digunakan memiliki umur dan tingkat kematangan yang lebih tua
sehingga buah pada perlakuan tersebut mencapai respirasi klimakterik lebih cepat
dibandingkan dengan perlakuan lain.

15
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pengamatan buah pepaya IPB Callina pada
skala warna 6a
Perlakuan

Kelompok
(hari panen)

KK (%)

Umur simpan

tn

tn

13.22

Laju respirasi
1 HSP
2 HSP
3 HSP
4 HSP
5 HSP
6 HSP
7 HSP
8 HSP
9 HSP

tn
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn

**
**
**
**
**
**
**
*
tn

11.59
13.34
10.99
18.69
25.09
34.00
32.59
5.44
10.26

Susut bobot
Kekerasan daging buah
Kekerasan kulit buah
Padatan terlarut total (PTT)
Asam tertitrasi total (ATT)
Vitamin C
PTT/ATT

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
*
tn
**
tn

10.26
22.13
18.25
6.55
16.96
10.84
11.84

Peubah

a

tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%, * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada
taraf 1%.

Laju respirasi sangat erat kaitannya dengan konsentrasi CO2 dan etilen.
Semakin besar konsentrasi CO2 maka semakin besar laju respirasi buah pepaya
IPB Callina. Menurut hasil penelitian Jayathunge et al. (2011) konsentrasi CO2
dan etilen meningkat sedangkan konsentrasi O2 menurun seiring dengan
bertambahnya umur simpan buah pepaya varietas Rathne. Pepaya yang diberi
perlakuan KMnO4 dan MgO+KMnO4 menunjukkan konsentrasi etilen terendah
selama penyimpanan. Menurut Sankat dan Maharaj (1997) pepaya merupakan
buah klimakterik dengan tipe respirasi dan produksi etilen pada buah terbentuk
selama pematangan buah. Respirasi pada buah klimakterik sebanding dengan
peningkatan produksi etilen. Menurut penelitian Paramita (2010) pola respirasi
dan produksi etilen buah mangga (Mangifera indica L.) varietas gedong gincu
selama penyimpanan dipengaruhi perlakuan memar. Buah mangga yang
mengalami memar/luka akan mengakibatkan pola respirasi dan produksi etilen
meningkat. Penyimpanan pada suhu 10oC, menunjukkan laju respirasi dan
produksi etilen paling rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 20oC
dan 25oC.
Buah pepaya mengalami serangan cendawan setelah 7 HSP. Serangan
cendawan ditandai dengan hifa putih yang berawal dari pangkal buah atau
bagian buah yang terluka. Serangan cendawan pada pepaya diduga
mempengaruhi laju respirasi buah. Menurut penelitian Arista (2014) timbulnya
cendawan pada pisang Raja Bulu selama penyimpanan diduga dapat

16
mendukung laju produksi CO2 yang dihasilkan menjadi meningkat. Menurut
Kartasapoetra (1994) ketika buah matang, substrat-substrat yang dibutuhkan
cendawan untuk melakukan metabolisme tersedia, sehingga cendawan dapat
berkembang biak dengan baik.
Karakter Fisik
Pemberian oksidan etilen tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap susut bobot buah pepaya Callina pada skala warna 6. Hasil yang sama
diperoleh penelitian Rini (2008) bahwa perlakuan penggunaan sekat dan
penambahan penyerap KMnO4 dalam pengemasan pepaya tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada peubah susut bobot. Menurut Deell et al. (2003)
penurunan bobot buah disebabkan terjadinya transpirasi. Transpirasi
merupakan proses transfer massa dimana uap air berpindah dari permukaan
buah ke udara luar. Hal ini menyebabkan kandungan air dalam buah menurun
dan membuat buah berkerut. Proses transpirasi adalah penyebab utama
kehilangan panen dan penurunan kualitas buah.
Buah pepaya mengalami penurunan bobot selama penyimpanan. Susut
bobot buah pepaya Callina saat mencapai skala 6 berkisar 2.45-2.61% (Tabel
2). Susut bobot pada perlakuan 45 g oksidan etilen cenderung memiliki susut
bobot yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Menurut penelitian Rini
(2008) buah pepaya IPB 9 mengalami kenaikan susut bobot selama masa
simpan. Susut bobot buah pepaya pada 7 HSP berkisar 1.31-1.79% dan pada
10 HSP berkisar 5.87-10.79%. Hasil penelitian lain, Prasetyo (2013),
menunjukkan susut bobot pepaya IPB 9 selama 9 hari penyimpanan sebesar
0.0135%.
Tabel 2 Susut bobot, kekerasan daging buah dan kekerasan kulit buah pepaya
Callina pada skala warna 6a
Perlakuan

Susut bobot
(%)

Kekerasan daging buah
(mm g -1 detik -1 )

Kekerasan kulit buah
(mm g -1 detik -1 )

K0

2.48

0.26

0.14

K1

2.49

0.24

0.13

K2

2.61

0.24

0.13

K3

2.45

0.26

0.12

a

Data diolah pada uji F taraf 5%; K0: tanpa oksidan etilen, K1: 15 g oksidan etilen, K2: 30 g
oksidan etilen, K3: 45 g oksidan etilen.

Pemberian oksidan etilen tidak mempengaruhi kekerasan daging buah
dan kekerasan kulit buah pepaya IPB Callina pada skala warna 6. Hasil ini
sama dengan penelitian Prasetyo (2013) yang menyatakan bahwa jumlah
kemasan bahan oksidan etilen (7.5 g oksidan etilen per buah) tidak
mempengaruhi kekerasan kulit buah pepaya Bangkok dan IPB 9. Begitu pula

17
dengan hasil penelitian Widodo et al. (2012) menunjukkan perlakuan bahan
pembungkus oksidan etilen tidak berpengaruh nyata untuk mempertahankan
kekerasan kulit buah pisang Raja Bulu. Menurut Sugistiawati (2013) perlakuan
pembungkus bahan oksidan etilen tidak mempengaruhi kekerasan kulit buah
pisang Raja Bulu selama 12 hari penyimpanan.
Kekerasan daging buah pepaya pada skala 6 berkisar 0.24-0.26 mm g-1 detik-1
(Tabel 2). Daging buah pepaya Callina hasil penelitian ini lebih lunak dibandingkan
hasil penelitian sebelumnya. Kekerasan daging buah pepaya IPB 9 stadia kematangan
100% (skala 6 pada penelitian ini) berkisar 0.08 mm g-1 detik-1 (Widyastuti 2009;
Suketi et al. 2010b) sedangkan pada buah pepaya IPB 1 berkisar 0.07 mm g-1 detik-1
(Handayani 2010). Kekerasan daging buah pepaya IPB 1 hasil penelitian Nurlan
(2009) berkisar 11.70-20.04 mm detik-1.
Kekerasan kulit buah pepaya pada skala 6 berkisar 0.12-0.14 mm g-1 detik-1
(Tabel 2). Kulit buah pepaya Callina hasil penelitian ini lebih lunak dibandingkan
hasil penelitian sebelumnya. Kekerasan kulit pepaya IPB 9 stadia kematangan
100 % (skala 6 pada penelitian ini) berkisar 0.04 mm g -1 detik-1 (Widyastuti 2009;
Suketi et al. 2010b) sedangkan pada buah pepaya IPB 1 berkisar 0.03 mm g -1
detik-1 (Handayani 2010). Kekerasan kulit buah pepaya IPB 1 hasil penelitian
Nurlan (2009) berkisar 4.56-6.26 mm detik -1 .
Perlakuan tanpa oksidan etilen cenderung memiliki nilai kekerasan
daging buah dan kulit buah yang lebih besar daripada perlakuan lainnya.
Semakin tinggi nilai kekerasan buah maka semakin lunak buah tersebut.
Menurut Purba (2006) waktu simpan mempengaruhi kekerasan buah. Semakin
lama waktu simpan, maka kekerasan buah semakin berkurang. Menurut Mattoo
et al. (1989) perubahan kelunakan buah terjadi karena perombakan protopektin
yang tidak larut menjadi pektin yang larut secara enzimatis. Selama
pematangan buah kandungan pektat dan pektin yang larut akan meningkat
sehingga ketegaran buah akan berkurang.
Karakter Kimia
Karakter kimia buah pepaya IPB Callina yang meliputi padatan terlarut total
(PTT), asam tertitrasi total (ATT), rasio PTT/ATT dan kandungan vitamin C
dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil percobaan menunjukkan perlakuan oksidan etilen
tidak berpengaruh nyata terhadap PTT, ATT, rasio PTT/ATT dan vitamin C buah
pepaya IPB Callina. Hasil yang sama diperoleh Prasetyo (2013) bahwa perlakuan
jumlah kemasan bahan oksidan etilen tidak mempengaruhi nilai padatan terlarut
total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), dan vitamin C buah pepaya Bangkok dan
IPB 9.
Kandungan PTT buah pepaya Callina saat mencapai skala 6 berkisar 8.579.91 obrix dan kandungan ATT buah saat mencapai skala 6 berkisar 11.55-15.28
mg/100 g (Tabel 3). Nilai PTT yang didapatkan lebih rendah dibandingkan
penelitian Suketi et al. (2010b) yang menyatakan pepaya Callina (IPB 9) memiliki
nilai PTT sebesar 10.33 obrix. Hal ini diduga karena buah tidak seragam dalam
umur petik. Menurut Rafikasari (2006) kandungan PTT pada pepaya genotipe IPB
10A berkorelasi positif terhadap umur petik. Menurut Suketi et al. (2010a)
padatan terlarut total (PTT) buah pepaya pa