Penggunaan Kalium Permanganat sebagai Oksidan Etilen untuk Memperpanjang Daya Simpan Pisang Raja Bulu

PENGGUNAAN KALIUM PERMANGANAT SEBAGAI
OKSIDAN ETILEN UNTUK MEMPERPANJANG
DAYA SIMPAN PISANG RAJA BULU

MEI LIANTI ARISTA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Kalium
Permanganat sebagai Oksidan Etilen untuk Memperpanjang Daya Simpan Pisang
Raja Bulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Mei Lianti Arista
NIM A24090013

ABSTRAK
MEI LIANTI ARISTA. Penggunaan Kalium Permanganat sebagai Oksidan Etilen
untuk Memperpanjang Daya Simpan Pisang Raja Bulu. Dibimbing oleh
WINARSO DRAJAD WIDODO dan KETTY SUKETI.
Pisang merupakan buah klimakterik dengan laju respirasi yang meningkat.
Peningkatan laju respirasi selama proses pematangan dipicu oleh emisi etilen
secara autokatalitik. Laju respirasi pisang dapat dihambat dengan menonaktifkan
etilen dengan menggunakan perlakuan kimiawi, salah satunya dengan penggunaan
KMnO4. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari penghambatan laju respirasi
pisang Raja Bulu selama penyimpanan menggunakan KMnO4 dan memperoleh
konsentrasi KMnO4 untuk memperpanjang daya simpan pisang Raja Bulu.
Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan mulai dari Februari sampai Maret 2013 di
Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, yaitu
KMnO4 7.5%, 15%, 22.5%, dan kontrol (tanpa KMnO4). Data yang diperoleh
dianalisis dengan uji F dan perlakuan yang mempengaruhi dianalisis dengan uji
Duncan Multiple Range Test (DMRT). Parameter yang diukur adalah laju
respirasi, indeks skala warna kulit buah, umur simpan, susut bobot, edible part,
kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, asam tertitrasi total, dan kandungan
vitamin C. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan KMnO4 7.5%, 15%,
dan 22.5% dapat menghambat laju respirasi pisang selama penyimpanan sehingga
menunda puncak klimakterik pisang Raja Bulu 1-2 hari dibandingkan kontrol.
Penggunaan KMnO4 7.5%, 15%, dan 22.5% tidak mempengaruhi kualitas fisik
dan kimia pisang Raja Bulu.
Kata kunci: klimakterik, laju respirasi, pascapanen, pematangan

ABSTRACT
MEI LIANTI ARISTA. The Using of Permanganate Potassium as Ethylene
Oxidant for Extending The Storability of Raja Bulu Banana. Supervised by
WINARSO DRAJAD WIDODO and KETTY SUKETI.
Banana is a climacteric fruit which has an advance rate of respiration. The
increasing of respiration rate in the ripening process is triggered by emission of

ethylene in autocatalytic. The respiration rate of the banana can be inhibited by
deactivated the ethylene using chemical treatments, such as KMnO4. The aim of
this study are to study the inhibition of Raja Bulu banana respiration rate during
storage using KMnO4 and have KMnO4 concentration to extend the shelf-life of
Raja Bulu banana. This study was conducted during a month since from February
until March 2013 at Postharvest Laboratory, Department of Agronomy and
Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The
experimental design was arranged in a randomized complete block design with
4 treatments and 5 replications, which were KMnO4 7.5%, 15%, 22.5%, and
control (without KMnO4). Collected data was analyzed using F test method and if

the treatments result showed a significantly affect was analyzed by Duncan
Multiple Range Test (DMRT) test method. Parameters measured was the
respiration rate, peel color index, shelf-life, weight reduction, edible part, rind
firmness, total soluble solids, total titratable acids, and vitamin C. The results
showed that the use KMnO4 of 7.5%, 15%, and 22.5% can inhibited the
respiration rate of banana during storage so that suspend the peak of the
climacteric Raja Bulu banana 1-2 days compared to control. The use KMnO4 of
7.5%, 15%, and 22.5% was not affect the quality of the physical and chemical of
Raja Bulu banana.

Keywords: climacteric, postharvest, respiration rate, ripening

PENGGUNAAN KALIUM PERMANGANAT SEBAGAI
OKSIDAN ETILEN UNTUK MEMPERPANJANG
DAYA SIMPAN PISANG RAJA BULU

MEI LIANTI ARISTA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Penggunaan Kalium Permanganat sebagai Oksidan Etilen untuk
Memperpanjang Daya Simpan Pisang Raja Bulu
Nama
: Mei Lianti Arista
NIM
: A24090013

Disetujui oleh

Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD
Pembimbing I

Dr Ir Ketty Suketi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Penggunaan Kalium Permanganat sebagai Oksidan Etilen untuk
Memperpanjang Daya Simpan Pi sang Raja Bulu
: Mei Lianti Arista
Nama
: A24090013
NIM

Disetujui oleh

Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

2 4 JAN 2014

Dr Ir Ketty Suketi, MSi
Pembimbing II


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Maret 2013 ini ialah, Oksidan Etilen
untuk Pascapanen Pisang dengan judul Penggunaan Kalium Permanganat sebagai
Oksidan Etilen untuk Memperpanjang Daya Simpan Pisang Raja Bulu.
Terima kasih penulis haturkan kepada Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD
dan Dr Ir Ketty Suketi, MSi atas saran penelitian dan bimbingannya sampai
skripsi ini terselesaikan, Anggi Nindita, SP MSi atas saran untuk perbaikan
skripsi, Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSc atas bimbingan akademik selama kuliah.
Terima kasih kepada kedua orang tua, Mama (Yanti) dan Alm. Papa (M. Aan
Wijaya), Nenek (Wiwik), Adik-adik (Resky Alantio, Febri Kodariyansah, Riyan
Juniarto), dan semua saudara atas doa, dukungan, dan motivasi selama ini. Terima
kasih kepada Bapak Agus atas bantuannya selama penelitian, teman-teman
Agronomi dan Hortikultura 46 (Socrates), teman-teman Pondok Harmoni,
Keluarga Mahasiswa Lampung (KEMALA) atas kebersamaannya selama
menjalin pertemanan, dan semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Januari 2014
Mei Lianti Arista

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Penanganan dan Kriteria Pascapanen Pisang

2


Teknik-teknik Memperpanjang Daya Simpan Buah

3

Sifat-sifat dan Peranan Etilen

4

Kalium Permanganat

4

BAHAN DAN METODE

5

Tempat dan Waktu

5


Bahan dan Alat

5

Metode Percobaan

6

Pelaksanaan Percobaan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Laju Respirasi Buah

10

Kualitas Fisik Buah

11

Kualitas Kimia Buah

14

KESIMPULAN

15

DAFTAR PUSTAKA

15

DAFTAR TABEL
1 Laju respirasi rata-rata pisang Raja Bulu
2 Kualitas fisik pisang Raja Bulu
3 Kualitas kimia pisang Raja Bulu

11
12
14

DAFTAR GAMBAR
1 Skala warna kulit pisang Raja Bulu
2 Pola klimakterik respirasi dalam pematangan pisang Raja Bulu
3 Gejala serangan penyakit crown end root dan antraknosa

8
10
13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki produksi
terbesar di Indonesia. Produksi pisang Indonesia pada tahun 2010 mencapai
5 755 073 ton dan tahun 2011 meningkat menjadi 6 132 695 ton (BPS 2012).
Potensi produksi pisang yang besar tersebut belum dikembangkan sebagai
keunggulan yang memiliki daya saing kuat sehingga pemanfaatan pisang kurang
terealisasikan dengan baik.
Pisang termasuk produk hortikultura yang tidak tahan lama, mudah rusak, dan
meruah. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat respirasi buah dan produksi
etilen endogen selama proses pematangan setelah dipanen. Menurut Sutowijoyo
(2013) semakin tua umur panen pisang maka pencapaian kematangan semakin
cepat. Pisang Raja Bulu yang berumur 100 hari setelah antesis (HSA) mencapai
kematangan pada hari ke-12. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) selama proses
pematangan pascapanen terjadi berbagai perubahan fisik dan kimia pada buah.
Perubahan secara fisik yang menyebabkan turunnya mutu buah antara lain:
perubahan tekstur, susut bobot, layu, dan keriput. Perubahan kimia yang terjadi
yaitu perubahan komposisi karbohidrat, asam organik, dan aroma. Menurut Satuhu
dan Supriyadi (1999) salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat
penurunan mutu buah pascapanen adalah dengan penggunaan kalium permanganat
(KMnO4).
Perlakuan KMnO4 bertujuan untuk mengoksidasi etilen yang diproduksi oleh
pisang sehingga proses pematangan buah dapat dihambat. Dengan perlakuan ini
pisang dapat dipertahankan kesegarannya hingga 3 minggu dengan disimpan pada
suhu ruang (Cahyono 2009). Penggunaan KMnO4 secara langsung tidak dianjurkan
karena bentuknya yang cair akan menurunkan penampilan fisik buah, sehingga
diperlukan suatu bahan pembawa. Beberapa bahan pembawa KMnO4 yang telah
diteliti antara lain: arang tempurung kelapa yang dibuat menjadi pellet (Sholihati
2004), zeolit (Jannah 2008), dan tanah liat (Kholidi 2009; Mulyana 2011; Sabrina
2012; Sugistiawati 2013).
Hasil penelitian Mulyana (2011) menunjukkan bahwa daya simpan pisang
terlama (14 hari penyimpanan) dan masih layak dikonsumsi diperoleh pada
penggunaan 30 g bahan oksidan etilen (campuran 27.75 g tanah liat dan
2.25 g KMnO4) dalam bungkus serat nilon. Selain itu setelah 12 hari penyimpanan,
penggunaan 30 g bahan oksidan etilen dalam serat nilon juga menunjukkan susut
bobot terkecil. Penggunaan bahan pembungkus serat nilon dengan 30 g bahan
oksidan etilen dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam penyimpanan
pisang Raja Bulu. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Sugistiawati (2013)
menunjukkan bahwa penggunaan 1 kemasan (30 g) bahan oksidan etilen dalam
serat nilon menghasilkan waktu simpan terpanjang yaitu 15 hari, sedangkan
penggunaan 3 kemasan (3 x 10 g) bahan oksidan etilen menghasilkan waktu simpan
terpendek yaitu 12 hari.
Pada penelitian sebelumnya penentuan waktu simpan belum dikaitkan dengan
pengukuran laju respirasi. Pengukuran laju respirasi perlu dilakukan dalam
penyimpanan pascapanen pisang untuk mengetahui efektivitas oksidan etilen.

2
Menurut Phan et al. (1986) laju respirasi merupakan petunjuk yang baik bagi daya
simpan buah setelah panen karena intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju
jalannya metabolisme dan sering dianggap sebagai petunjuk potensi daya simpan
buah.

Tujuan
1. Mempelajari penghambatan laju respirasi pisang Raja Bulu selama
penyimpanan menggunakan KMnO4.
2. Memperoleh konsentrasi KMnO4 untuk memperpanjang daya simpan pisang
Raja Bulu.

Hipotesis
1. Peningkatan konsentrasi KMnO4 akan menghambat laju respirasi pisang Raja
Bulu selama penyimpanan.
2. Peningkatan konsentrasi KMnO4 akan memperpanjang daya simpan pisang
Raja Bulu.

TINJAUAN PUSTAKA
Penanganan dan Kriteria Pascapanen Pisang
Penanganan pascapanen adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari
pengumpulan hasil panen sampai pada tahapan siap untuk dipasarkan. Perlakuan
pascapanen menentukan kualitas akhir buah (Cahyono 2009). Penanganan
pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kondisi segar dan menghambat
perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan (Mutiarawati 2007). Mutu
buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki, tetapi dipertahankan. Mutu
yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kematangan
yang tepat (Pantastico et al. 1986).
Tingkat kematangan pisang digolongkan menjadi beberapa tingkatan. Tujuan
penggolongan adalah untuk menentukan saat panen yang tepat agar sesuai dengan
kebutuhan pemasaran. Tingkat kematangan pisang terdiri atas 4 tahap, yaitu:
1) Tingkat kematangan pisang ¾ penuh dengan umur 80 hari dan bentuk linggir
buah masih tampak jelas; 2) Tingkat ketuaan pisang hampir penuh dengan umur
90 hari dan beberapa linggir buah masih tampak jelas; 3) Tingkat ketuaan penuh
dengan umur 100 hari dan linggir buah sudah tidak tampak lagi; dan 4) Tingkat
kematangan pisang benar-benar penuh dan bentuk linggir buah sudah tidak tampak
lagi dan kadang-kadang buah pecah dan 1-2 buah berwarna kuning (Satuhu dan
Supriyadi 1999).
Penentuan kematangan buah saat panen adalah faktor penting dalam hal
penyimpanan. Beberapa buah-buahan dipanen pada saat masih hijau mendekati
pematangan sehingga dapat mempertahankan sistem penanganan pascapanen yang

3
dikirim jarak jauh (Kader 1999). Menurut Harti et al. (2007) penentuan kriteria dan
waktu panen pisang dibagi berdasarkan 3 tujuan, yaitu tujuan pasar lokal, pasar
antar pulau dan luar negeri, dataran rendah dan dataran tinggi. Pemanenan untuk
tujuan pasar lokal memiliki kriteria buah tampak berisi atau padat (85-90% tua),
pasar antar pulau dan luar negeri memiliki kriteria tepi buah masih jelas tetapi jari
buah sudah tidak bersiku lagi (70-75% tua), dan dataran rendah memiliki kriteria
waktu panen 85-100 hari setelah berbunga sedangkan dataran tinggi memiliki
kriteria waktu panen 98-115 hari setelah berbunga.

Teknik-teknik Memperpanjang Daya Simpan Buah
Produk tanaman seperti buah, sayur, umbi, ubi, dan bunga yang telah dipanen
memerlukan beberapa tindakan atau perlakuan. Perlakuan bertujuan untuk
memperpanjang masa hidup produk pascapanen agar dapat disimpan lama dan
sampai ke konsumen dalam keadaan optimum. Tindakan perlakuan pascapanen
terdiri dari: perawatan, penghambatan tunas, penerapan fungisida, penyimpanan,
dan pengawetan (Soesanto 2006).
Penentuan cara dan panen pisang mempengaruhi kualitas buah yang
dihasilkan (Cahyono 1999). Menurut Satuhu dan Supriyadi (1999) pemanenan
pisang yang terlalu cepat menyebabkan mutu pisang rendah walaupun daya
simpannya lebih lama. Demikian sebaliknya, bila pemanenan terlalu lambat, pisang
tidak cocok lagi untuk diekspor karena cepat busuk. Penyimpanan dilakukan untuk
menghindari timbulnya kerusakan pisang secara cepat. Menurut Cahyono (1999)
penyimpanan pisang dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur teknologi yang
benar agar buah tetap baik walaupun telah disimpan lama. Pada dasarnya
penyimpanan pisang adalah menghambat proses enzimatis atau menghambat
terjadinya proses respirasi dan transpirasi.
Menurut Satuhu dan Supriyadi (1999) penyimpanan dapat dibagi menjadi
2 bagian, yaitu penyimpanan buah secara alami dan penyimpanan yang
menggunakan perlakuan tertentu. Penyimpanan dengan perlakuan seperti:
a) Penyimpanan suhu rendah dengan suhu 10°C dan kelembaban 85-90%.
Penyimpanan pada suhu ini dapat menekan terjadinya respirasi dan transpirasi,
sehingga proses pematangan buah berjalan lambat. Akibatnya daya simpan dapat
mencapai 2 minggu dan susut bobotnya menjadi minimal serta mutunya masih
baik; b) Penyimpanan dengan pelapisan lilin, yaitu penyimpanan buah dengan
mencelupkan ke dalam emulsi lilin dengan konsentrasi tertentu yang
dikombinasikan dengan fungisida. Cara ini dapat mempertahankan daya simpan
pisang selama 13 hari; c) Penyimpanan dengan KMnO4, yaitu penyimpanan yang
bertujuan untuk menyerap etilen yang dihasilkan oleh buah sehingga tahan
disimpan selama 3 minggu pada suhu ruang; d) Penyimpanan dengan CaCl2, yaitu
penyimpanan buah dengan mencelupkan ke dalam larutan CaCl2, sehingga buah
memiliki daya simpan selama 28 hari pada suhu 13oC.
Pada penelitian Purwoko dan Suryana (2000) mengenai perubahan kualitas
pisang Cavendish, penggunaan pelapis lilin dan penyimpanan suhu dingin dapat
menghambat proses pematangan pisang selama 26 hari, 11 hari lebih lama
dibandingkan disimpan pada suhu ruang. Pada penelitian Purwoko et al. (2002)
penggunaan putresina, spermidina, dan spermina dapat memperpanjang daya

4
simpan pisang Cavendish dengan menekan laju respirasi serta menunda terjadinya
puncak klimakterik pisang selama 1 hari dibandingkan tanpa penggunaan putresina,
spermidina, dan spermina. Menurut Sari et al. (2004) penggunaan larutan CaCl2
dapat memperpanjang umur simpan mangga Arumanis selama 10 sampai 12 hari
penyimpanan, 1 sampai 4 hari lebih lama dibandingkan tanpa penggunaan larutan
CaCl2. Basuki et al. (2010) mengemukakan bahwa penggunaan 300 g/l NaOH
dalam kemasan plastik polietilen dapat memperpanjang umur simpan mangga
Madu selama 21 hari penyimpanan, 2 minggu lebih lama dengan kadar gula reduksi
rendah, susut bobot kecil, tekstur kekerasan, dan persentase kerusakan paling
sedikit dan mendapat penilaian yang baik secara organoleptik dibandingkan dengan
penggunaan 0 g/l, 200 g/l, dan 400 g/l NaOH.

Sifat-sifat dan Peranan Etilen
Etilen adalah gas yang tidak berwarna, agak berbau, manis, mudah terdeteksi
pada konsentrasi rendah, dan tidak beracun untuk manusia dan hewan jika
konsentrasi di bawah 1 000 ppm (0.1%). Penggunaan gas etilen lebih efektif
dibandingkan karbit bila buah yang digunakan mengandung enzyme oxidase karena
gas etilen berfungsi sebagai koenzim. Gas etilen juga berfungsi untuk mengubah
warna kulit buah dari hijau menjadi kuning, mempercepat kemasakan buah dan
menyeragamkan kematangan buah (Satuhu dan Supriyadi 1999).
Pengertian lain etilen adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat
pengatur pertumbuhan (fitohormon) yang aktif dalam pematangan. Etilen tergolong
fitohormon karena dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan
tanaman dan merupakan senyawa organik. Etilen banyak dipengaruhi oleh O2 dan
CO2 yang digunakan dalam aspek penyimpanan buah-buahan, sehingga etilen
mendorong proses pematangan buah. Pada proses pematangan buah, etilen banyak
dihasilkan dan dilepaskan ke udara sekitarnya. Pematangan buah dapat diperlambat
dengan menghilangkan etilen atau mempertahankan kadar oksigen yang rendah di
sekitar buah (Wattimena 1988).
Buah-buahan seperti, pisang, apel, apokat, dan tomat merupakan buah
klimakterik (Srivastava 2002). Menurut Halton (2009) buah yang mencapai
klimakterik berhubungan dengan tingginya produksi etilen dan meningkatnya
respirasi. Hal tersebut mempengaruhi proses pematangan buah.
Etilen sangat berperan dalam pematangan buah. Pematangan diartikan
sebagai perwujudan dari mulainya proses kelayuan yang mengakibatkan organisasi
antar sel menjadi terganggu. Gangguan ini merupakan awal dari kegiatan hidrolisis
subsrat yang disebabkan campuran enzim yang ada di dalamnya. Selama proses
hidrolisis terjadi pemecahan klorofil, pati, pektin, dan tanin. Hasil dari pemecahan
senyawa-senyawa tersebut akan membentuk bahan-bahan seperti etilen, pigmen,
flavor, dan polipeptida (Winarno dan Wirakartakusumah 1981).

Kalium Permanganat
Kalium permanganat (KMnO4) merupakan senyawa oksidan etilen aktif yang
secara komersial digunakan sebagai bahan penyerap etilen (Kader dan Rolle 2004).

5
KMnO4 merupakan bahan penyerap etilen yang mudah didapat, harganya murah,
bersifat tidak menguap, dan dapat meminimalisasi kerusakan bahan kimia
(Wills et al. 1989). Menurut Scott et al. (1970) KMnO4 dapat mengurangi
konsentrasi etilen. Hal ini ditunjukkan pada pisang dalam kantong tanpa KMnO4
telah melunak setelah 29 hari sedangkan pisang dalam kantong berisi KMnO4 lebih
tahan dan pematangan mulai terjadi setelah 38 hari.
Studi pisang Raja Bulu menunjukkan bahwa perlakuan dengan KMnO4 dapat
menunda kematangan dan kesegaran buah mencapai 21 hari pada suhu ruang.
KMnO4 berfungsi mengoksidasi etilen menjadi CO2 dan H2O sehingga buahbuahan yang dihasilkan selama proses pematangan dapat menahan laju respirasi
buah (Sholihati 2004). Penggunaan bahan penyerap KMnO4 dengan media zeolit
secara nyata lebih baik dibandingkan tanpa bahan penyerap KMnO4 dalam
penghambatan perubahan warna kulit pisang, perubahan persentase susut bobot,
perbandingan daging dan kulit pisang, kelunakan kulit pisang, padatan terlarut total
dan asam tertitrasi total pisang selama 7 hari (Jannah 2008). Menurut Kholidi
(2009) penggunaan campuran tanah liat dan KMnO4 sebagai bahan penyerap etilen
dapat memperpanjang umur simpan pisang Raja Bulu dibandingkan dengan
perlakuan tanpa bahan penyerap etilen (kontrol). Perlakuan tanpa menggunakan
bahan penyerap etilen sudah tidak layak konsumsi pada 18 HSP sedangkan
perlakuan dengan bahan penyerap etilen masih layak konsumsi sampai 21 HSP.
Sabrina (2012) mengemukakan bahwa hasil campuran KMnO4 dan tanah liat
dengan berbagai jenis bahan pembungkus dapat memperpanjang umur simpan
pisang Raja Bulu 4 hari lebih lama dibandingkan tanpa oksidan etilen.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan dilakukan
selama 1 bulan mulai dari Februari sampai Maret 2013.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah pisang Raja Bulu
(Musa sp. AAB Group) dengan umur panen ±100 hari setelah pembungaan yang
diperoleh dari petani di Darmaga, Bogor. Bahan yang digunakan untuk perlakuan
terdiri atas: kalium permanganat (KMnO4) sebagai oksidan etilen, tanah liat, kertas
serat nilon, kotak kardus, stoples plastik, kertas koran, selang, silica gel, larutan
Natrium Hipoklorit, larutan fenolftalein, tepung kanji, akuades, iodine 0.01 N, dan
NaOH 0.1 N.
Alat-alat yang digunakan terdiri atas: oven dan loyang untuk pembuatan pasta
tanah liat, timbangan analitik untuk mengukur susut bobot dan bagian buah yang
dapat dimakan, kosmotektor untuk mengukur laju respirasi buah, penetrometer
untuk mengukur kekerasan kulit buah, refraktometer untuk mengukur padatan

6
terlarut total, alat-alat titrasi untuk menguji asam tertitrasi total dan kandungan
vitamin C, pisau, dan mortar.

Metode Percobaan
Percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak yang
terdiri atas 4 taraf perlakuan, yaitu perlakuan 30 g bahan oksidan etilen dengan
konsentrasi; KMnO4 7.5% (P1); KMnO4 15% (P2); KMnO4 22.5% (P3). Sebagai
pembanding digunakan perlakuan tanpa bahan oksidan etilen sebagai kontrol (P4).
Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij = Pengamatan perlakuan oksidan etilen ke-i dan kelompok ke-j
(i= 1, 2, 3, 4 ; j= 1, 2, 3, 4, 5)
μ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan oksidan etilen ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Galat percobaan perlakuan oksidan etilen ke-i dan
kelompok ke-j
Percobaan dilakukan dengan 5 ulangan, sehingga terdapat 20 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan berupa 1 sisir pisang yang terbagi dua. Data
yang diperoleh dianalisis dengan uji F dan jika perlakuan berpengaruh nyata
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Percobaan
Pembuatan Pasta Tanah Liat
Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pembuatan pasta tanah liat yang
dilakukan 3 hari sebelum perlakuan. Tanah liat diperoleh dari Kebun Percobaan
Cikabayan, Darmaga, Bogor. Tanah liat yang diperoleh berupa subsoil. Selanjutnya
tanah liat dihancurkan, diencerkan dengan akuades, dan diaduk hingga rata
berbentuk pasta. Jumlah tanah liat yang dijadikan pasta sesuai dengan perlakuan
bahan oksidan, yaitu: 250 g, 790 g, dan 925 g. Metode pembuatan pasta tanah liat
ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Mulyana (2011) dan
Sugistiawati (2013).
Persiapan Bahan Oksidan Etilen
Pelaksanaan pembuatan bahan oksidan etilen dilakukan 2 hari sebelum
perlakuan. Bahan oksidan etilen dibuat dengan mencampurkan pasta tanah liat yang
telah dibuat sebelumnya dengan larutan KMnO4 yang berbeda konsentrasinya pada
setiap perlakuan yaitu KMnO4 7.5% (campuran 925 g tanah liat dan 75 g KMnO4),
KMnO4 15% (campuran 250 g tanah liat dan 500 g oksidan etilen P3), dan
KMnO4 22.5% (campuran 790 g tanah liat dan 230 g KMnO4). Hasil campuran
tersebut kemudian dikeringkan dengan oven selama ±48 jam dengan suhu 80oC.

7
Setelah kering, bahan tersebut dihancurkan hingga berbentuk serbuk, kemudian
dikeringkan lagi dengan oven selama ±24 jam. Bahan oksidan etilen yang telah
kering dikemas dalam kertas serat nilon (kertas pembungkus teh celup) sesuai
dengan perlakuan. Perlakuan di dalam kardus untuk percobaan penyimpanan buah
dikemas dengan bobot 30 g dan perlakuan di dalam stoples plastik untuk
pengukuran laju respirasi buah dikemas dengan bobot 3.75 g.
Persiapan Buah
Pisang Raja Bulu yang digunakan berumur ±100 hari setelah pembungaan
yang diperoleh dari petani di Darmaga, Bogor. Pisang disortasi untuk menentukan
kelayakan buah yang digunakan dalam percobaan. Pisang yang digunakan yaitu
mempunyai kulit yang mulus tanpa luka serta dengan ukuran yang relatif seragam.
Kemudian pisang dibersihkan menggunakan desinfektan larutan Natrium
Hipoklorit 10% untuk mengendalikan cendawan yang terdapat pada kulit pisang,
lalu dikeringanginkan dan diletakkan ke dalam kotak kardus yang telah berisi kertas
koran dan ke dalam stoples plastik.
Pengemasan dan Penyimpanan
Kemasan yang digunakan untuk menyimpan pisang Raja Bulu berupa kotak
kardus berukuran 30 cm x 21 cm x 13 cm dan stoples plastik. Pengemasan
dilakukan dengan memasukkan pisang yang telah dibersihkan ke dalam kotak
kardus yang berisi kertas koran beserta bahan oksidan etilen berupa serbuk yang
berasal dari campuran tanah liat dengan KMnO4 dan silica gel sebanyak 5 g. Setiap
kotak kardus merupakan 1 satuan percobaan dan diisi 1 sisir pisang terbagi dua.
Kotak kardus kemudian ditutup dan diberi lakban. Pada penggunaan kemasan
stoples plastik, pisang yang dimasukkan ke dalam stoples plastik hanya 2 buah
beserta bahan oksidan etilen berupa serbuk yang berasal dari campuran tanah liat
dengan KMnO4 dan silica gel sebanyak 5 g. Stoples plastik ditutup dan diberi
selang. Penyimpanan dilakukan di atas meja dengan suhu ruang.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi: laju respirasi, karakter fisik, dan
karakter kimia. Karakter fisik yaitu indeks skala warna kulit buah, umur simpan
buah, susut bobot buah, bagian buah yang dapat dimakan (edible part), dan
kekerasan kulit buah. Karakter kimia yaitu padatan terlarut total (PTT) buah, asam
tertitrasi total (ATT) buah, dan kandungan vitamin C buah. Pengamatan skala
warna kulit buah dan pengukuran laju respirasi buah dilakukan setiap hari. Jika
pada waktu tertentu skala warna kulit buah sudah mencapai kematangan yang
optimum maka penyimpanan dihentikan lalu dilakukan pengamatan umur simpan
buah, susut bobot buah, bagian buah yang dapat dimakan, kekerasan kulit buah,
PTT, ATT, dan kandungan vitamin C.
Laju respirasi buah
Laju respirasi digunakan untuk mengetahui perbandingan kecepatan
pematangan pisang dari setiap perlakuan. Laju respirasi diukur menggunakan alat
kosmotektor. Pengukuran laju respirasi dilakukan setelah pengukuran volume udara
bebas dalam stoples, bobot pisang, dan penginkubasian selama 3.5 jam. Laju
respirasi diukur setiap hari dari awal perlakuan hingga pisang membusuk.

8
Perubahan indeks skala warna kulit pisang (pisang membusuk/menghitam)
digunakan sebagai parameter dalam menentukan waktu berhentinya penyimpanan.
Perhitungan laju respirasi mengacu pada metode penelitian Permatasari (2011)
dalam pengukuran laju respirasi kedelai yang dihitung dengan rumus:

Keterangan :

L = Laju respirasi (ml/kg.jam)
V = Volume udara bebas dalam toples (ml)
K = Kadar CO2 (%)
W = Waktu inkubasi (jam)
B = Bobot bahan (kg)
1.76 = Konstanta gas

Kualitas fisik buah
Indeks skala warna kulit buah. Perubahan warna kulit pisang Raja Bulu
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tahapan pematangan pisang. Derajat
kekuningan kulit pisang dinilai dengan skala warna antara 1 sampai 5 yang
mengacu pada hasil penelitian Sugistiawati (2013) (Gambar 1).

1

2

3

4

5

Gambar 1 Skala warna kulit pisang Raja Bulu; (Sumber: Sugistiawati 2013)
Nilai derajat kekuningan kulit pisang tersebut adalah:
1 : Hijau
2 : Hijau dengan sedikit kuning (10-15% kuning)
3 : Kuning lebih banyak dari hijau (75% kuning)
4 : Kuning dengan ujung hijau (90% kuning)
5 : Kuning penuh (100% kuning)
Umur simpan. Umur simpan digunakan untuk mengetahui perbandingan
lamanya penyimpanan pisang pada setiap perlakuan dalam proses mempertahankan
kesegaran pisang. Pengukuran umur simpan pisang dilakukan dengan melihat
perubahan indeks skala warna kulit pisang. Indeks skala warna kulit pisang nomor
5 (Gambar 1) digunakan sebagai parameter dalam menentukan waktu berhentinya
penyimpanan dan umur simpan pisang.

9
Susut bobot. Susut bobot diukur menggunakan timbangan analitik.
Pengukuran susut bobot pisang dilakukan dengan membandingkan bobot masingmasing pisang sebelum perlakuan dan saat pengamatan. Rumus yang digunakan:

Edible part. Edible part diukur menggunakan timbangan analitik.
Pengukuran edible part dilakukan dengan menimbang bobot pisang sebelum dan
setelah dikupas. Edible part dihitung dengan menggunakan rumus:

Kekerasan kulit buah. Kekerasan kulit buah diukur menggunakan
penetrometer. Pengukuran dilakukan pada pisang yang belum dikupas kulitnya.
Pisang diletakkan di atas penetrometer hingga stabil. Jarum penetrometer
ditusukkan pada 3 tempat, yaitu ujung, tengah, dan pangkal pisang. Ketiga data
yang diperoleh kemudian diambil rata-ratanya. Metode pengukuran kekerasan kulit
buah ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Mulyana (2011) dan
Sugistiawati (2013).
Kualitas kimia buah
Kualitas kimia buah dilihat dari PTT, ATT, dan vitamin C. Pengukuran PTT
dilakukan menggunakan refraktometer. Kandungan PTT diukur dengan
menghancurkan daging pisang kemudian diambil sarinya dengan menggunakan
kertas saring. Sari pisang yang telah diperoleh diteteskan pada lensa refraktometer.
Kadar PTT dilihat pada alat dalam satuan oBrix. Lensa refraktometer harus selalu
dibersihkan dengan akuades pada saat sebelum dan sesudah pengamatan.
Pengukuran ATT dilakukan dengan titrasi. Kandungan ATT diukur dengan
mengahancurkan daging pisang kemudian ditimbang sebanyak 12.5 g lalu disaring
dengan diberi akuades hingga 50 ml dalam labu takar. Larutan sari pisang diambil
sebanyak 25 ml dan ditambahkan indikator fenolftalein 2 tetes, dititrasi dengan
NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Kandungan ATT
dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:

Fp: faktor pengenceran (50 ml/25 ml)

Pengukuran vitamin C dilakukan dengan titrasi. Kandungan vitamin C diukur
dengan menghancurkan daging pisang kemudian ditimbang sebanyak 12.5 g lalu
disaring dengan diberi akuades hingga 50 ml dalam labu takar. Larutan sari pisang
diambil sebanyak 25 ml dan diberi 3-4 tetes indikator larutan amilum dan dititrasi
dengan iodine. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna biru tua yang stabil.
Kandungan vitamin C dihitung dengan rumus :

10

Keterangan

: 1 mg iodine 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat
Fp: faktor pengenceran (50 ml/25 ml)

Metode pengukuran kualitas kimia buah ini mengacu pada penelitian yang
telah dilakukan oleh Mulyana (2011) dan Sugistiawati (2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Respirasi Buah

Laju Respirasi (mg CO2/kg.jam)

Laju respirasi pisang berpola klimakterik. Pola klimakterik terjadi karena
kenaikan jumlah CO2 yang kemudian menurun sampai mendekati proses kelayuan
(Gambar 2). Pisang tanpa penggunaan KMnO4 (P4) mengalami laju respirasi
tercepat (puncak klimakterik) pada 8 hari setelah perlakuan (HSP). Hal tersebut
ditunjukkan pisang tanpa penggunaan KMnO4 memiliki laju respirasi rata-rata
tertinggi yaitu 367.32 mg CO2/kg.jam dibandingkan ketiga perlakuan lainnya
dengan penggunaan KMnO4 (Tabel 1). Hal ini diduga pisang tidak mengalami
penghambatan pematangan sehingga laju respirasi berjalan lebih cepat. Menurut
Tranggono dan Sutardi (1990) umur simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju
respirasi rendah, sedangkan umur simpan yang pendek ditandai dengan laju
respirasi yang tinggi.
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0

2

4

6

8

10

12

Waktu Penyimpanan (Hari)
P1 = 7.5% KMnO4

P2 = 15% KMnO4

P3 = 22.5% KMnO4

P4 = Kontrol

Gambar 2 Pola klimakterik respirasi dalam pematangan pisang Raja Bulu
Puncak klimakterik pisang ditandai oleh adanya kematangan secara fisiologis
dan morfologis. Puncak klimakterik pisang dengan perlakuan KMnO4 7.5% (P1),
15% (P2), dan 22.5% (P3) berturut-turut terjadi pada 10 HSP, 10 HSP, dan 9 HSP

11
(Gambar 2). Ketiga perlakuan tersebut memiliki laju respirasi rata-rata yang tidak
berbeda nyata (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan KMnO4 pada
ketiga perlakuan memiliki pengaruh yang sama dalam menghambat pematangan
pisang. Pematangan pisang dihambat dengan menekan laju respirasi pisang selama
penyimpanan sehingga menunda puncak klimakterik pisang Raja Bulu 1-2 hari
dibandingkan kontrol dan daya simpan pisang dapat diperpanjang. Sama halnya
dengan penelitian Sugistiawati (2013) yang menyatakan bahwa penggunaan
KMnO4 dapat memperpanjang daya simpan pisang Raja Bulu 2-4 hari
dibandingkan kontrol.
Hasil tersebut didukung oleh kondisi yang terjaga dari pengaruh etilen bahan
penelitian lain. Pengemasan pisang menggunakan stoples plastik tertutup diduga
memperkecil masuknya pengaruh etilen yang menguap dalam ruang penyimpanan
ke dalam kemasan sehingga KMnO4 yang digunakan menjadi efektif menghambat
laju respirasi pisang selama pematangan.
Tabel 1 Laju respirasi rata-rata pisang Raja Bulu
Perlakuan
P1: KMnO4 7.5%
P2: KMnO4 15%
P3: KMnO4 22.5%
P4: Kontrol
a

Laju respirasi (mg/kg.jam)a
208.37b
193.39b
227.75b
367.32a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Timbulnya cendawan pada pisang selama penyimpanan diduga dapat
mendukung laju produksi CO2 yang dihasilkan menjadi meningkat. Keadaan
tersebut sama halnya dengan penelitian Sholihati (2004) yang menyatakan bahwa
peningkatan produksi CO2 terjadi kembali diduga akibat pertumbuhan kapang dan
laju respirasi yang terukur pada pisang Raja Bulu. Menurut Trinurasih (2012)
peningkatan laju produksi CO2 belimbing pada hari ke-16 disebabkan oleh
munculnya bintik-bintik hitam yang merupakan indikator pertumbuhan cendawan.
Menurut Hayati (2013) salak di dalam stoples yang terserang cendawan
menghasilkan perubahan nilai CO2 menjadi lebih tinggi.

Kualitas Fisik Buah
Pengamatan kualitas fisik buah terdiri atas: perubahan warna, susut bobot,
kekerasan kulit buah, dan edible part. Perubahan warna diamati menggunakan
derajat kekuningan kulit buah dengan skala warna antara 1 sampai 5 yang mengacu
pada hasil penelitian Sugistiawati (2013). Hasil percobaan menunjukkan bahwa
pisang mengalami perubahan warna secara bertahap mulai dari skala warna 1
sampai 5. Beberapa pisang mengalami perubahan warna langsung dari skala warna
1 ke skala warna 3.
Serangan penyakit crown end root dan antraknosa diduga menjadi penyebab
perubahan indeks skala warna kulit pisang yang cepat selama penyimpanan. Selain
itu produksi etilen yang tinggi dalam pisang mempengaruhi pematangan buah
secara cepat yang ditandai dengan hilangnya warna hijau pada kulit buah sehingga

12
penggunaan KMnO4 menjadi kurang efektif dalam menghambat pematangan. Buah
yang semakin matang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau
menjadi kuning. Perubahan warna kulit buah yang umumnya terjadi selama
pematangan akibat degradasi klorofil. Menurut Robinson (1999) perubahan warna
kulit pisang dari hijau gelap menjadi kuning karena selama pematangan terjadi
degradasi klorofil secara bertahap yang tidak tertutupi oleh pigmen karotenoid.
Indeks skala warna kulit buah digunakan sebagai parameter dalam mengukur
umur simpan pisang dengan mengamati pisang secara visual. Pisang yang telah
mencapai indeks skala warna 5 ditentukan umur simpannya yang dihitung sejak
awal mulai perlakuan. Hasil pengukuran umur simpan pisang hingga mencapai
skala warna 5 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kualitas fisik pisang Raja Bulu
Perlakuan
P1: KMnO4 7.5%
P2: KMnO4 15%
P3: KMnO4 22.5%
P4: Kontrol
a

Umur simpan
(HSP)a
12.394
12.458
12.500
12.140

Susut bobot
(%)
21.836
20.285
21.539
21.657

Kekerasan
kulit buah
(mm/50 g/5 detik)
63.163
43.514
54.615
55.881

Edible part
(%)
54.741
57.318
55.979
55.155

HSP: hari setelah perlakuan.

Penggunaan KMnO4 dengan beberapa konsentrasi yang berbeda tidak
mempengaruhi umur simpan pisang selama 12 hari penyimpanan (Tabel 2). Hal ini
karena beberapa pisang banyak yang terserang penyakit, antara lain crown end root
dan antraknosa. Gejala penyakit crown end root dan antraknosa ditimbulkan pada
saat penyimpanan.
Gejala penyakit crown end root mulai muncul pada hari ke-7 penyimpanan
yang ditandai dengan munculnya pembusukan yang terjadi pada pangkal sisir
pisang (Gambar 3). Menurut Satuhu dan Supriyadi (1999) pembusukan pada
pangkal sisir pisang merupakan gejala crown end root yang disebabkan oleh infeksi
jasad renik Colletotrichum musae. Menurut Lassois (2010) crown end root atau
busuk mahkota disebabkan oleh jamur miselium seperti Colleotrichum musae yang
dapat mempengaruhi kualitas buah karena perkembangan nekrosis pada buah dan
dapat memicu pematangan awal pisang selama pengiriman.
Pada hari ke-9 penyimpanan gejala yang muncul berupa terdapatnya
perubahan warna pada bagian-bagian tertentu dari hijau menjadi kuning, kemudian
menjadi cokelat tua atau hitam yang disebut penyakit antraknosa (Gambar 3).
Menurut Cahyono (2009) penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan
Colletotrichum musae. Infeksi cendawan tersebut akan mempercepat kerusakan
buah ketika sudah matang dalam penyimpanan sehingga buah menjadi cepat
membusuk.
Faktor lain yang diduga mempengaruhi pematangan pisang secara
cepat adalah kondisi tempat penyimpanan. Tempat penyimpanan yang
digunakan dalam penelitian ini bersamaan dengan penelitian lain. Bahan
penelitian yang digunakan sama-sama memproduksi etilen yang tinggi
sehingga etilen dapat menguap dan menyebar ke seluruh penyimpanan. Hal
ini mengakibatkan produksi etilen dalam pisang menjadi semakin banyak

13
dan KMnO4 yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini kurang
efektif dalam menghambat pematangan pisang. Menurut Soesanto (2006)
etilen dapat mengganggu penyimpanan buah yang disimpan dalam ruang
simpan yang sama karena pengaruhnya pada buah lain di sekitarnya
sehingga akan mempercepat pematangannya.

a

b
Gambar 3 Gejala serangan penyakit a) crown end root, b) antraknosa

Penggunaan KMnO4 tidak mempengaruhi susut bobot pisang selama
penyimpanan (Tabel 2). Susut bobot pisang tidak dapat dipertahankan tetap rendah
selama penyimpanan. Hal ini diduga pisang tidak mengalami penghambatan
pematangan selama penyimpanan sehingga kehilangan bobot akibat proses
transpirasi dan respirasi yang terjadi di dalam pisang relatif sama pada semua
perlakuan. Menurut penelitian Sugistiawati (2013) bobot pisang menyusut seiring
dengan lamanya penyimpanan. Menurut Lodh et al. (1971) setelah 2 sampai 4 hari
bobot pisang Dwarf Cavendish mulai berkurang bersamaan dengan perubahanperubahan pada proses pematangan. Purwoko dan Juniarti (1998) mengemukakan
bahwa persentase susut bobot pisang Cavendish mengalami peningkatan selama
pematangan. Pisang mengalami kehilangan air karena aktivitas respirasi dan
transpirasi. Kehilangan bobot pisang akibat transpirasi dapat menyebabkan
pengeriputan yang mengurangi nilai keragaan pisang. Menurut Sabrina (2012) susut
bobot pisang yang meningkat menunjukkan bahwa pisang menggunakan cadangan
makanannya untuk proses metabolisme.
Penggunaan KMnO4 tidak mempengaruhi kekerasan kulit pisang selama
penyimpanan (Tabel 2). Kekerasan kulit pisang memiliki hubungan dengan susut
bobot. Semakin rendah susut bobot maka semakin lunak kulit pisang. Menurut
Sugistiawati (2013) semakin lama penyimpanan maka semakin lunak kulit pisang.
Menurut penelitian Adeyemi dan Oladiji (2009) terjadi peningkatan kadar air dan
perubahan komposisi mineral selama pematangan. Hal ini menjelaskan tekstur
pelunakan pisang menjadi parameter dari hasil pematangan. Menurut Matto et al.
(1986) menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak
larut menjadi pektin yang larut atau hidrolisis zat pati atau lemak. Menurut Ali dan
Goukh (2005) selama pematangan tomat, pektin yang larut meningkat sedangkan
jumlah pektin yang tidak larut semakin menurun.
Penggunaan KMnO4 tidak mempengaruhi edible part (Tabel 2). Edible part
berkaitan dengan kandungan air dalam daging dan kulit pisang. Menurut Simmonds
(1966) persentase bobot daging pisang pada awal perkembangan buah sangat

14
rendah, sedangkan persentase bobot kulit sangat tinggi. Semakin matangnya pisang
maka bobot daging pisang bertambah disertai sedikit demi sedikit pengurangan
bobot kulitnya. Pengurangan ini disebabkan perubahan selulosa dan hemiselulosa
dalam kulit menjadi zat pati selama proses pematangan. Menurut Diennazola
(2008) uji korelasi yang dilakukan antara edible part dengan rasio daging pisang
dan kulit pisang memiliki korelasi yang positif. Hal ini diduga adanya pengaruh
kandungan air daging pisang yang semakin meningkat selama penyimpanan karena
terjadinya perpindahan air dari kulit pisang ke daging pisang. Perpindahan air
tersebut menyebabkan bobot kulit pisang semakin berkurang dan bobot daging
pisang semakin bertambah.

Kualitas Kimia Buah
Pengamatan kualitas kimia buah terdiri atas: PTT, ATT, dan kandungan
vitamin C. Penggunaan KMnO4 tidak mempengaruhi PTT pisang selama
penyimpanan. Pisang pada semua perlakuan menunjukkan nilai yang sama dalam
mempertahankan PTT selama penyimpanan (Tabel 3). Hal ini diduga pisang tidak
mengalami penghambatan pematangan selama penyimpanan sehingga perombakan
pati menjadi gula relatif sama. Menurut Sarode dan Tayade (2009) PTT pisang
meningkat dengan meningkatnya lama penyimpanan. Menurut Soltani et al. (2010)
PTT pisang meningkat selama pematangan dari 7.8% Brix pada tahap hijau menjadi
18.6% Brix pada tahap kematang penuh (kuning).
Penggunaan KMnO4 tidak mempengaruhi ATT pisang selama penyimpanan.
Pisang pada penggunaan KMnO4 tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam
mempertahankan ATT dibandingkan pisang tanpa penggunaan KMnO4 (Tabel 3).
Penggunaan KMnO4 tidak dapat mempertahankan kandungan asam pisang tetap
rendah selama penyimpanan. Menurut Tapre dan Jain (2012) nilai keasaman pisang
meningkat secara bertahap sampai mencapai kematangan penuh. Menurut Santoso
dan Purwoko (1995) kandungan asam organik pisang tinggi pada kematangan
penuh dan setelah itu akan menurun.
Tabel 3 Kualitas kimia pisang Raja Bulu
Perlakuan
P1: KMnO4 7.5%
P2: KMnO4 15%
P3: KMnO4 22.5%
P4: Kontrol

PTT
(oBrix)
25.859
28.863
25.703
27.108

ATT
(mg/100 g bahan)
54.230
55.147
52.300
59.050

Rasio
PTT/ATT
0.494
0.544
0.504
0.493

Vitamin C
(mg/100 g bahan)
45.575
44.347
38.060
44.795

Penggunaan KMnO4 tidak mempengaruhi rasio PTT/ATT pisang selama
penyimpanan (Tabel 3). Hal tersebut berkaitan dengan nilai PTT dan ATT pisang
pada semua perlakuan menunjukkan nilai yang sama sehingga rasio dari keduanya
atau rasio PTT/ATT juga menunjukkan tidak adanya perbedaan. Rasio PTT/ATT
memiliki keterkaitan hubungan dalam penentuan rasa yang terkandung dalam
pisang. Menurut Sugiarto et al. (1991) yang paling penting dalam menentukan
selera konsumen pada jeruk manis adalah rasio gula/asam atau keseimbangan
antara rasa manis dan asam.

15
Penggunaan KMnO4 tidak mempengaruhi kandungan vitamin C pisang
selama penyimpanan (Tabel 3). Hal ini diduga pergerakan pola peningkatan
kandungan vitamin C dalam pisang berbeda-beda selama pematangan namun tidak
menunjukkan adanya penghambatan pematangan pisang. Menurut Miller dan
Bazore (1945) dalam Pantastico (1986) kandungan vitamin C mengikuti pola yang
tidak teratur selama pertumbuhan dan perkembangan buah. Menurut Purwoko dan
Juniarti (1998) kandungan vitamin C berfluktuasi pada buah yang mengalami
perlakuan pascapanen. Menurut Pujimulyani (2009) vitamin C yang ada di dalam
daging buah mudah mengalami kerusakan akibat O2 karena teroksidasi.

KESIMPULAN
Penggunaan KMnO4 7.5%, 15%, dan 22.5% dapat menghambat laju respirasi
pisang selama penyimpanan sehingga menunda puncak klimakterik pisang Raja
Bulu 1-2 hari dibandingkan kontrol. Penggunaan KMnO4 7.5%, 15%, dan 22.5%
tidak mempengaruhi kualitas fisik dan kimia pisang Raja Bulu.

DAFTAR PUSTAKA
Adeyemi OS, Oladiji AT. 2009. Compositional changes in banana (Musa ssp.)
fruits during ripening. J Biotech. 8(5):858-859.
Ali MB, Goukh ABAA. 2005. Changes in pectic substances and cell wall degrading
enzymes during tomato fruit ripening. UKJ Agric Sci. 13(2):202-222.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi buah-buahan di Indonesia. [Internet].
[diunduh 2013 Maret 10]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
Basuki E, Praruridiyanto A, Wiliyanto U. 2010. Pengaruh konsentrasi NaOH
terhadap kualitas mangga cv madu selama penyimpanan dalam kemasan
plastik polietilen. Agroteksos. 20(1):31-40.
Cahyono B. 2009. Pisang Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Diennazola R. 2008. Pengaruh sekat dalam kemasan terhadap umur simpan dan
mutu buah pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Halton B. 2009. From small rings to big things: Fruit ripening, floral display and
cyclopropenes. Chem in New Zealand. 73(1):34-37.
Harti H, Sobir, Harjadi SS, Suhartanto MR. 2007. Acuan Standar Operasional
Produksi (SOP) Pisang. Bogor (ID): Pusat Kajian Buah-buahan Tropika,
LPPM-IPB.
Hayati N. 2013. Pengaruh pelilinan pada ujung buah salak pondoh pascapanen
dengan suhu yang berbeda terhadap investasi penyakit [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Jannah UF. 2008. Pengaruh bahan penyerap larutan kalium permanganat terhadap
umur simpan pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

16
Kader AA. 1999. Fruit maturity, ripening, and quality relationship. Di dalam:
Michalzuk L, editor. Proc. Int. Symp. on Effect of Pre and Post Harvest
Factors on Storage of Fruit [Internet]. California (USA): Acta Hort. hlm 203208; [diunduh 2013 Okt 16]. Tersedia pada: ucce.ucdavis.edu/files/
datastore/234-167.pdf.
Kader AA, Rolle RS. 2004. The role of postharvest management in assuring the
quality and safety horticultural crops. Rome (IT): FAO.
Kholidi. 2009. Studi tanah liat sebagai pembawa kalium permanganat pada
penyimpanan buah pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Lassois L, Jijakli MH, Chillet M, Bellaire LL. 2010. Preharvest factors involved in
postharvest disease development and integrated control methods. Plant
Disease. 94(6):648-658.
Lodh SB, Ravel P, Selvaraj Y, Kohli RR. 1971. Biochemical changes associated
with growth and development of ‘Dwarf Cavendish’ banana. Ind J Hort.
28(1):38-45.
Matto AK, Murata T, Pantastico EB, Chachin K, Phan CT. 1986. Perubahanperubahan Kimiawi selama Pematangan dan Penuaan. Di dalam: Pantastico
EB, editor. Fisiologi Pascapanen, Penanganan, dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Kamariyani,
penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Terjemahan dari:
Postharvest Physiology, Handling, and Utilization of Tropical and Sub
Tropical Fruits and Vegetables.
Mulyana E. 2011. Studi pembungkus bahan oksidator etilen dalam penyimpanan
pascapanen pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB GROUP) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Mutiarawati T. 2007. Penanganan pascapanen hasil pertanian. Prosiding dari
Workshop Pemandu Lapangan I (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP). Dep. Pertanian [Internet]. Bandung
(ID): Unpad. hlm 1-17; [diunduh 2013 Okt 1]. Tersedia pada:
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/penanganan_pasca_
panen_hasil_pertanian.pdf.
Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan, dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Kamariyani,
penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Terjemahan dari:
Postharvest Physiology, Handling, and Utilization of Tropical and Sub
Tropical Fruits and Vegetables.
Pantastico EB, Subramanyam H, Bhatti MB, Ali N, Akamine EK. 1986. Petunjukpetunjuk untuk Pemanenan Hasil. Kamariyani, penerjemah. Yogyakarta (ID):
Gajah Mada University Pr. Terjemahan dari: Postharvest Physiology,
Handling, and Utilization of Tropical and Sub Tropical Fruits and
Vegetables.
Permatasari OSI. 2011. Pengembangan uji cepat vigor benih kedelai (Glycine max
L. Merr.) menggunakan metode respirasi dengan alat kosmotektor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

17
Phan CT, Pantastico EB, Ogata K, Chachin K. 1986. Respirasi dan Puncak
Respirasi. Di dalam: Pantastico EB, editor. Fisiologi Pascapanen,
Penanganan, dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika
dan Sub Tropika. Kamariyani, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Pr. Terjemahan dari: Postharvest Physiology, Handling, and
Utilization of Tropical and Sub Tropical Fruits and Vegetables.
Pujimulyani D. 2009. Teknologi Pengolahan Sayur-sayuran dan Buah-buahan.
Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Purwoko BS, Juniarti D. 1998. Pengaruh beberapa perlakuan pascapanen dan suhu
penyimpanan terhadap kualitas dan daya simpan buah pisang Cavendish. Bul
Agron. 26(2):19-28.
Purwoko BS, Suryana K. 2000. Efek suhu simpan dan pelapis terhadap perubahan
kualitas buah pisang Cavendish. Bul Agron. 28(3):77-84.
Purwoko BS, Utoro P, Mukhtasar, Harjadi SS, Susanto S. 2002. Infiltrasi poliamina
menghambat pemasakan buah pisang Cavendish. Hayati. 9(1):19-23.
Robinson JC. 1999. Bananas and Plantains. New York (US): CABI.
Sabrina B. 2012. Efektivitas bahan pembungkus oksidator etilen untuk memperpanjang
masa simpan buah pisang Raja Bulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Santoso B, Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman
Hortikultura Indonesia. Indonesia Australia Eastern Universities Project.
Sari FE, Trisnowati S, Mitrowihardjo S. 2004. Pengaruh kadar CaCl2 dan lama
perendaman terhadap umur simpan dan pematangan buah mangga Arumanis.
Ilmu Pertanian. 11(1):42-50.
Sarode SC, Tayade NH. 2009. Physiochemical changes d