Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF DI WILAYAH DAS
CITARUM

RADHA SANTUNNIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat
dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Radha Santunnia
NIM. I34110016

ABSTRAK
RADHA SANTUNNIA. Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic
Tank Kolektif di wilayah DAS Citarum. Dibimbing oleh ARYA HADI
DHARMAWAN.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam
program pengadaan septic tank kolektif dua komunitas (Hulu dan Tengah). Penelitian
ini juga akan melihat hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal terhadap
tingkat partisipasi masyarakat. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode
kuantitatif dibantu dengan data kualitatif. Pengambilan data kuantitatif dilakukan
dengan menggunakan instrumen kuesioner dan data kualitatif didapatkan melalui

wawancara mendalam dengan informan. Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan
tingkat partisipasi di kedua tempat penelitian. Wilayah Hulu tingkat partisipasi
masyarakat tergolong tinggi, sedangkan di Wilayah Tengah tingkat partisipasi
masyarakat tergolong sedang. Wilayah Hulu, tingkat partisipasi berhubungan dengan
lama bergabung dalam komunitas, jenis kelamin, peran pemimpin, hubungan dalam
komunitas dan keteladanan pemimpin. Di wilayah Tengah, hanya faktor internal yang
memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Faktor-faktor internal
tersebut antara lain, usia, lama bergabung dalam komunitas dan tingkat pendidikan.
Kata Kunci : Tingkat Partisipasi, Komunitas, DAS Citarum
ABSTRACT
RADHA SANTUNNIA. Community Participation in Program of Creating
Collective Septic Tank at DAS Citarum Areas. Supervised by ARYA HADI
DHARMAWAN.
The purpose of this research is to analyze the level of community participation in
program of creating collective septic tank in two communities (Upper and Middle).
This research will also see the relationship between internal and external factors to
the level of community participation. This research was conducted using quantitative
method assisted with qualitative data. Quantitative approach performed using
questionnaire and qualitative data obtained through interviews with informants. The
research's results showed differences in the level of participation in both research

sites. In the upper region the community participation rate is high, while in the
central region the rate is moderate. Upper region, the level of participation was
affected by duration of joining the community, gender, the role of leaders, community
relations and exemplary leader. In the Central region, only the internal factors that
have a relationship with the level of community participation. Those internal factors
are age, duration of joining the community and education level.
Keywords: Level of Participation, Community, Citarum Watershed

4

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF DI WILAYAH DAS
CITARUM

RADHA SANTUNNIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic
tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum
: Radha Santunnia
: I34110016

Disetujui oleh

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

6

7

PRAKATA
Alhamdulilah, segala Puji dan Syukur hanya untuk Allah SWT. Berkat
rahmat, Hidayah dan Izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
laporan skripsi berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic
tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum” dengan baik.
Penulis menyadari dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini tidak
lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis ingin memberikan ucapan terimakasih

kepada :
1. Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, M.sc. Agr selaku dosen pembimbing. Terimakasih
untuk segala nasihat, masukan dan arahannya bagi penulis selama proses
penelitian.
2. Keluarga penulis Bapak Edi Susanto, Mama Sri Yatun, Adik Estoe Arif Wibowo
dan Adik Annisa Asta Izah yang menjadi motivasi terbesar penulis dalam
menjalani proses pendidikan ini. Terimakasih untuk waktu, kasih sayang, nasihat
dan doa yang dipanjatkan bagi penulis.
3. Fady Noor Ilmi, Ipah, Garry, Bapak Yoga dan anggota Komunitas WPL yang
membantu penulis dalam proses pengambilan data. Seluruh masyarakat Kampung
Dara Ulin dan Kampung Cilebak yang sudah menerima penulis dengan baik.
4. Keluarga besar KIR 27, Advokasi BEM TPB Madani, Sosling BEM FEMA
Trilogi, Sosling BEM FEMA Mozaik Tosca, INDEX 2014, dan Jejak Sepatu yang
memberikan penulis banyak pengalaman, pelajaran hidup dan keluarga baru.
5. Fatimah Azzahra, Siska Erma Lia dan Akselerasi 48, sahabat seperjuangan di
tingkat akhir. Sahabat yang siap membantu, menampung keluh kesah dan
kebahagiaan bersama.
6. Nihayatul F Alhasaniy, Dwi Setiyaningsih, Fitri Rabbani, Nanda Karlita, Afiefah
M, Soraya F dan keluarga besar SKPM 48, teman yang selalu menemani penulis
selama masa kuliah.

7. Fadila dan Kirana Fajar Rahmah terimakasih untuk setiap obrolan di dunia nyata
dan maya. Teman diskusi yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
dan pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan.
Bogor, Januari 2015

Radha Santunnia
I34110016

8

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM
Desa Nanjung, Kampung Dara Ulin
Desa Rancamanyar, Kampung Cilebak
PROFIL KOMUNITAS WARGA PEDULI LINGKUNGAN
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF
Tingkat Partisipasi Tahap Perencanaan
Tingkat Partisipasi Tahap Pelaksanaan

Tingkat Partisipasi Tahap Pemanfaatan Hasil
Tingkat Partisipasi Tahap Evaluasi dan Monitoring
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi di
Wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin)
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi di
Wilayah Tengah (Kampung Cilebak)
ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL (KARAKTERISTIK
INDIVIDU) DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT
Hubungan Usia Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat
Hubungan Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat
Hubungan Tingkat PendidikanTerhadap Tingkat Partisipasi
Masyarakat
Hubungan Tingkat Lama Bergabung Komunitas Terhadap Tingkat
Partisipasi Masyarakat
ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
(KOMUNITAS) TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT
Peran Pemimpin dalam Program Pengadaan septic Tank kolektif
Hubungan anggota Komunitas dalam Program Pengadaan Septic Tank

ix

x
xi
1
1
3
4
4
6
6
13
14
14
17
17
17
18
21
21
23
25

33
33
38
42
45
47
51
55
56
58
60
61
65
65
69

viii

kolektif
Keteladanan Pemimpin dalam Program Pengadaan Septic Tank
kolektif
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

73
75
75
76
77
79
93

ix

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Metode pengumpulan data
Jumlah penduduk menurut wilayah RW dan jenis kelamin di desa Nanjung
tahun 2011
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat perencaaan di Kampung
Dara Ulin dan Cilebak tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut keterlibatan dalam rapat
perencanaan pembangunan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan
Kampung Cilebak tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pelaksanaan di Kampung
Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat evaluasi dan monitoring
di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di Kampung
Dara Ulin tahun 2014
Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di wilayah
tengah (Kampung Cilebak) tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi responden dan
usia di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan
usia di Kampung Cilebak tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan jenis kelamin
di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan jenis kelamin
di Kampung Cilebak tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan
tingkat pendidikan di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat
pendidikan di Kampung Cilebak tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat lama
bergabung dalam komunitas di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat lama
bergabung dalam komunitas di Kampung Cilebak tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat peran
pemimpin di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat
hubungan dalam komunitas di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan
tingkat keteladanan pemimpin di Kampung Dara Ulin tahun 2014

18
22
34

36
38
45
48
51
56
57
58
59
60
61
62
63
66
70
73

x

DAFTAR GAMBAR
1
2

Kerangka Pemikiran
Persentase responden menurut keterlibatan dalam penentuan letak, sistem dan
jalur pemipaan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung
Cilebak tahun 2014
3 Persentase responden menurut keterlibatan dalam pelaksanaan program septic
tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
4
Persentase responden menurut alasan mengikuti aktivitas lingkungan dari
WPL di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
5 Jumlah RT dalam penggunaan pembuangan limbah rumah tangga di Kampung
Dara Ulin tahun 2005
6 Persentase responden menurut penggunaan fasilitas septic tank komunal di
Kampung dara Ulin dan Cilebak
7 Jumlah responden berdasarkan kategori tingkat partisipasi masyarakat dalam
aktivitas septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak
tahun 2014
8 Persentase persepsi responden menurut persepsi keberadaan sosok pemimpin di
Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
9 Persentase responden menurut persepsi peranan pemimpin program septic tank
kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
10 Persentase responden menurut masalah yang dirasakan dalam kelompok di
Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
11 Persentase responden menurut pendapatnya dalam kelompok di Kampung Dara
Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
12 Persentase responden menurut tingkat interaksi antar anggota di Kampung
Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014

13

37
39
41
42
43

47
67
68
71
71
72

xi

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Peta Lokasi
Tabel Pelaksanaan Penelitian tahun 2014-2015
Kuesioner Penelitian
Panduan Wawancara Mendalam
Kerangka Sampling dan Data Responden
Dokumentasi Kegiatan Lapang

80
81
82
87
89
90

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Paradigma pembangunan pada zaman orde baru menjunjung tinggi nilainilai sentralisasi. Pendekatan sentralistik yang digunakan seringkali dilandaskan
kepada argumentasi seolah-olah ia merupakan konsekuensi dari sistem negara
kesatuan (Haris et al. 2007) Sentralisasi mengutamakan penyeragaman program
dan kebijakan daerah yang diatur langsung oleh pemerintah, sehingga menambah
kuatnya ketergantungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Basri 2003).
Sistem ini lama kelamaan membawa dampak yang kurang baik bagi masyarakat
Indonesia. Terabaikannya pemikiran lokal dalam perencanaan kebijakan
pemerintahan termasuk dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya alam.
Puncaknya, inflasi dan krisis ekonomi akut yang dialami Indonesia disinyalir juga
merupakan dampak dari sistem sentralisasi ini. Pemerintah pusat terlalu banyak
mengurusi masalah daerah yang sebenarnya dapat diatasi oleh pemerintah
daerahnya sendiri. Atas dasar inilah muncul UU No. 22 Tahun 1999 Tentang
Otonomi Daerah.
Munculnya UU Otonomi Daerah ini diharapkan mampu memberdayakan
pemerintah daerah dalam mengurus wilayahnya sendiri. Pemerintah daerah
dipandang sebagai pihak yang lebih mengetahui karakteristik dari masyarakat dan
wilayahnya. Penyelesaian masalah yang terjadi dapat melalui pendekatan budaya
yang dianut di tiap wilayah. Harapan indah otonomi daerah ternyata tak tampak
pada sistem pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada praktiknya, telah
terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan DAS yang awalnya
diatur dalam UU No. 5 Tahun 1974 menjadi UU No. 22 Tahun 1999. Setelah
implementasi otonomi daerah pengelolaan sumberdaya alam DAS dilakukan
secara terfragmentasi. Masing-masing daerah mengelola sendiri sumberdaya alam
(SDA) yang ada di daerahnya (Suwarno et al. 2011). Peraturan tersebut diperkuat
dengan munculnya UU No. 32 Tahun 2009 pasal 13 ayat 3 mengenai
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal ini menegaskan bahwa
pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup merupakan tanggung
jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan penanggung jawab usaha/kegiatan
sesuai dengan kewenangan dan peran masing-masing. Kecenderungan pemerintah
daerah adalah berupaya menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan
mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan termasuk sumberdaya DAS.
Pengelolaan DAS selama ini memperlihatkan bahwa lembaga pengelolaan DAS
hanya bekerja pada batas administrasi tertentu. Penyimpangan ini terjadi karena
lemahnya pengawasan terhadap kebijakan daerah yang awalnya berusaha untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Serta belum
berfungsinya kelembagaan yang melakukan pengawasan dan partisipasi
masyarakat dalam sistem pengelolaannya. Regulasi dalam pengelolaan
sumberdaya alam yang berubah secara fundamental menyebabkan banyak
permasalahan. Salah satunya adalah kerusakan dari sistem Daerah Aliran Sungai
atau DAS.
Sungai merupakan sumberdaya bersama atau biasa disebut common pool
resources (CPR). Persoalan konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya

2

alam adalah masalah klasik yang selalu menjadi wacana penting pengelolaan CPR
(Dharmawan 2003). Konflik kepentingan inilah yang seringkali menjadi akar
masalah dalam pengelolaan sumberdaya DAS. Hal tersebut menyebabkan
kerusakan DAS. Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di
Jawa Barat, Indonesia. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum seluas 12 000 km2
meliputi 12 wilayah administrasi kabupaten/kota antara lain Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang,
Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, Kota Bekasi dan Kota Cimahi 1.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri
Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984
dan PU.124/KPTS/1984 Tahun 1984 tanggal 4 April 1984 tentang Penanganan
Konservasi Tanah dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas,
DAS Citarum termasuk dalam 22 DAS prioritas di Indonesia. 2 Urutan DAS
disusun berdasarkan skoring seperti luasnya lahan yang kritis, tingginya erosi,
sedimentasi, tekanan pertumbuhan penduduk, pengamatan bendungan vital,
daerah miskin dan tertinggal, rawan banjir, daerah tangkapan air (DTA) bawah
tanah, dan pengamanan hutan lindung. DAS Citarum masuk kedalam DAS
golongan prioritas I, dimana kategori ini menunjukkan adanya desakan untuk
segera mengadakan pengelolaan untuk keberlanjutan dari DAS. DAS Citarum
merupakan DAS yang penting peranannya dalam kehidupan masyarakat. Sungai
Citarum merupakan pasokan air bersih ke kota besar seperti Jakarta dan Bandung.
Sungai Citarum juga menjadi sumber pengairan bagi 240 ribu hektare areal
persawahan di wilayah Jakarta, Kabupaten/kota Bekasi, Karawang, Subang, dan
sebagian Indramayu. Beberapa penelitian baik dari instansi pemerintahan maupun
akademisi hasilnya mengindikasikan bahwa DAS Citarum mengalami keracunan
limbah berat dan kualitas air memasuki kualitas IV atau hanya dapat digunakan
untuk irigasi bukan air baku minum. Hal ini dikarenakan kontribusi terbesar
dalam pembangunan Jawa Barat secara makro didominasi oleh sektor industri
pengolahan (60% berlokasi di Jawa Barat) yang akhirnya berimplikasi pada
sistem hidrologi3.
Pengelolaan DAS terpadu pada dasarnya merupakan peran partisipatif dari
berbagai pemangku kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya alam pada
tingkat DAS. Pemangku kepentingan seharusnya menyadari betapa pentingnya
peranan partisipasi masyarakat dalam sebuah kelembagaan pengelolaan DAS,
mulai dari perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan hingga pemungutan
manfaat (Halimatusadiah 2011). Kondisi sungai Citarum yang semakin parah
ternyata membangun pemikiran warga Citarum yang ingin menyelamatkan
kondisi Citarum. Warga Peduli Lingkungan (WPL) merupakan komunitas yang
Artikel di Citarum.org berjudul “Fakta Tentang Citarum” diakses pada 6 Juni 2014
pukul 22.51 di http://www.citarum.org/node/193
2
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 dan
PU.124/KPTS/1984 tentang Penanganan Konservasi Tanah Dalam Rangka
Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas diakses pada tanggal 5 Juni 2014 pukul
22.56 di www.hukumonline.com
3
Artikel di Citarum.org berjudul “Kondisi Sungai Citarum Saat Ini” diakses pada 6
Juni 2014 pukul 23.00 di
http://citarum.org/upload/upload/fact%20sheet%20citarum%20100325.doc
1

3

berusaha meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan membangun kesadaran
serta inisiatif lokal untuk memerangi polusi sungai yang diakibatkan oleh perilaku
buruk masyarakat. Septic tank kolektif merupakan salah satu program yang di
inisiasi oleh komunitas WPL bagi masyarakat bantaran sungai Citarum. Kegiatan
yang dilakukan oleh kelompok ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya sistem sanitasi yang baik. Masyarakat masih banyak
yang belum memiliki MCK. Mereka Buang Air Besar (BAB) di kebun bahkan di
sungai. Kegiatan ini memperburuk kondisi dan kualitas air sungai Citarum.
Mereka pun tahu, Sungai Citarum sebagai sumber air mereka sehari-hari.
Ironisnya, warga mengkonsumsi air tercemar tersebut sehingga menimbulkan
berbagai jenis penyakit. Keberhasilan program penyelamatan sungai ditentukan
oleh partisipasi aktif dari masyarakat sekitar untuk mempertahankan keberadaan
dan kebermanfaatan dari program penyelamatan sungai. Berdasarkan pemaparan
tersebut, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai
Partisipasi Masyarakat dalam Aktivitas Penyelamatan Lingkungan Daerah
Aliran Sungai (DAS).
Masalah Penelitian
Implementasi UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah membuat
sistem pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi terfragmentasi
berdasarkan wilayah administratif. Slogan“One river, one plan, one
management” dalam kelembagaan pengelolaan DAS tidak berjalan dengan baik.
Peran strategis pemerintah daerah dalam mengendalikan pengelolaan DAS untuk
menjaga keseimbangan ekologisnya ternyata tidak berdampak banyak. Pemerintah
daerah justru menjadikan wilayah DAS sebagai ladang untuk meningkatkan
Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) dan terkesan melupakan kebutuhan ekologis.
Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan kondisi
DAS dari kerusakan lingkungan yang semakin hari justru semakin sulit diatasi
(Fauzia dan Nasyiah 2005). Program yang dijalankan seringkali mempertajam
konflik sosial antar stakeholder terkait.
Masyarakat sebagai pemangku kepentingan dalam sistem pengelolaan
DAS juga memiliki peranan penting. Partisipasi aktif masyarakat menjadi salah
satu indikator dalam keberhasilan aktivitas penyelamatan sungai yang dilihat
melalui keberlanjutan sistem DAS. Penelitian Hidayat (2010) menunjukkan
bahwa pengelolaan DAS terpadu membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat
yang tinggal di wilayah DAS. Masyarakat harus terlibat mulai dari sesi
perencanaan sampai pada evaluasi dan monitoring. Peran pemangku kepentingan
menjadi hal yang sangat strategis karena pengelolaan DAS sangat bergantung
pada
individu/kelompok/organisasi/kelembagaan
yang
mengelolanya
(Halimatusadiah 2011).
Terbentuknya komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) lingkup DAS
Citarum merupakan inisiatif dari salah satu masyarakat yang tinggal di wilayah
DAS Citarum. Aktivitas dari komunitas ini adalah penyadaran kepada masyarakat
dan menjaga kelestarian sungai Citarum. Dalam pelaksanaan aktivitas
penyelamatan sungai sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat sebab
masyarakatlah yang hidup dekat dengan sungai. Program pengadaan septic tank
kolektif merupakan upaya WPL dalam menjaga kondisi lingkungan DAS Citarum

4

serta membangun kesadaran kritis dari masyarakat. Melalui program ini,
diharapkan masyarakat dapat menyadari pentingnya memiliki sistem sanitasi yang
higienis. Program pengadaan septic tank kolektif juga sebagai upaya
menghentikan kebiasaan buruk masyarakat Buang Air Besar (BAB) di sungai.
Tujuan ini tidak akan terwujud tanpa melibatkan peran penting masyarakat.
Pengadaan septic tank kolektif dilaksanakan di dua tempat berbeda. Kedua
wilayah ini memiliki struktur sosial dan karakteristik masyarakat yang berbeda.
Kondisi tersebut memungkinkan adanya perbedaan partisipasi masyarakat dalam
program tersebut. Penting bagi komunitas WPL mengetahui kondisi masyarakat
dan berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat untuk keberlanjutan program
septic tank kolektif ini.
Penulis bermaksud meneliti keterlibatan masyarakat dalam program inisiasi
komunitas WPL dalam hal:
1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan
septic tank kolektif di kedua komunitas?
2. Bagaimana hubungan faktor-faktor internal (karakteristik individu)
terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic
tank kolektif di kedua komunitas?
3. Bagaimana hubungan faktor-faktor eksternal (komunitas) terhadap tingkat
partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di
kedua komunitas?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan
septic tank kolektif di kedua komunitas dilihat melalui empat tahapan
partisipasi.
2. Menganalisis hubungan faktor-faktor internal (karakteristik individu)
terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan
septic tank di kedua komunitas.
3. Menganalisis hubungan faktor-faktor eksternal (komunitas) terhadap
tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank
kolektif di kedua komunitas.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran
dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik terkait.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran
mengenai salah satu program penyelamatan kondisi DAS Citarum yang
dilaksanakan Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL), sehingga

5

mampu memberikan inspirasi bagi terbentuknya komunitas peduli DAS di
wilayah lainnya.
3. Bagi komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL), penelitian ini
diharapkan mampu memberikan gambaran sosial masyarakat binaan
Komunitas WPL dan kondisi keberlanjutan program. Penelitian dapat
menjadi gambaran bagi komunitas dalam pengembangan program melalui
partisipasi masyarakat.

6

7

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka

Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut
dan ke danau (Effendi 2008). Batas suatu DAS tidak hanya batas di permukaan
tanah saja tetapi juga terdapat batas didalam tanah, dimana batas keduanya tidak
selalu bersesuaian. Batas di dalam tanah (dibawah permukaan tanah) relatif lebih
sulit ditetapkan dan cenderung bersifat dinamis, sehingga dalam kegiatan praktis,
batas suatu DAS haya menggunakan batas di permukaan tanah, yang bersifat
definitif untuk aliran permukaan dan bersifat indikatif untuk aliran di dalam
tanah.
Secara institusional Kartodihadjo et al. (2004) mendefinisikan DAS
sebagai sumberdaya alam berupa stock dalam ragam kepemilikan dan berfungsi
sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan/atau kelompok,
masyarakat maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan saling
ketergantungan atau interdependensi antar pihak, individu dan/atau kelompok
masyarakat serta antar lembaga. Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi
kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah
resapan air yang di banyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia.
Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku,
keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya
dengan pengaturan kelembagaan/ institutional arrangement (Suharno 2005).
Berdasarkan pengertian para ahli, dapat dikatakan pula bahwa DAS
merupakan suatu cakupan wilayah dimana air hujan yang jatuh diwilayah tesebut
akan mengalir ke area sungai. DAS merupakan suatu keutuhan dari berbagai
wilayah administratif yang dalam penanganannya tidak bisa dipisahkan secara
bagian sektor, harus menjadi satu kesatuan.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah serangkaian kegiatan dengan
berbagai area yang terkait dengan penuh pertimbangan untuk mencapai suatu
tujuan. Pengelolaan daerah aliran sungai bertujuan untuk memberikan manfaat
yang maksimal dan berkesinambungan bagi kelestarian dan kesejahteraan
manusia. Pengelolaan DAS terpadu didefinisikan oleh Cahyono et al (2003)
sebagai proses formulasi dan implementasi suatu rangkaian kegiatan yang
menyangkut sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan
memperhitungkan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan faktor institusi yang ada di
DAS tersebut dan sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial yang lebih spesifik.
Pengelolaan DAS merupakan suatu tata aturan dalam mengolah, menjaga,

8

melestarikan serta mempertahankan keberadaan sumberdaya DAS yang
dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi, politik dan kebudayaan setempat.
Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan,
pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap
upaya-upaya pokok berikut :
1. Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan
konservasi tanah dalam arti yang luas.
2. Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan
dan pengendalian daya rusak air.
3. Pengelolaa vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi
terestria1 lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap
tanah dan air.
4. Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan
kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana,
sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS.
Bentuk pengelolaan daerah aliran sungai di berbagai wilayah juga
beragam. Pada penelitian Sumarna et al. (2010), masyarakat Kampung Kuta
memanfaatkan kearifan lokal yang mereka miliki untuk melakukan pengelolaan
sumberdaya airnya. Upaya masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian dari air
mereka dengan melakukan konservasi hutan dan pengendalian daya rusak air.
Kearifan lokal yang diterapkan dalam masyarakat Kuta sangat berhasil dalam
menjaga kelestarian sumberdaya air di wilayah Kuta, lain halnya dengan yang
terjadi di Danau Tondano, masyarakat Danau Tondano melakukan pengelolaan
DAS melalui pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam ikut berperan
dalam upaya pengelolaan DAS. Pada penelitian Umboh dan Pangemanan (2002)
dikatakan bahwa riset ini dilakukan dengan action research terhadap penerapan
pupuk organik EM-plus yang berfokus pada peran perempuan sebagai penggerak
utama. Perempuan sebagai fokus dalam penlitian ini diberikan pelatihan dan
pendidikan tentang pupuk ramah lingkungan. Perempuan yang diberikan
pendidikan merasa statusnya lebih tinggi dari sebelumnya.
Nasdian (2005) menyebutkan bahwa tujuan pengelolaan DAS meliputi :
(1) terjaminnya penggunaan sumberdaya alam yang lestari; (2) tercapainya
keseimbangan ekologis lingkungan sebagai sistem penyangga kehidupan; (3)
terjaminnya kuantitas dan kualitas air sepanjang tahun; (4) mengendalikan aliran
permukaan banjir; dan (5) mengendalikan erosi tanah dan proses degradasi lahan
lainnya. Kartodihardjo et al. (2004) mengatakan, pengelolaan DAS dikatakan
telah efektif jika tujuan manajemen dapat dicapai bersamaan dengan peningkatan
kesejahteraan sosial masyarakat penghuninya. Keberhasilan pengelolaan DAS
akan lebih mudah jika :
1. Sumberdaya di dalam DAS menghasilkan manfaat yang besar.
2. Peluang pendapatan masyarakat lokal sejalan dengan aktivitas rehabilitas
DAS
3. Hak atas lahan (tenureship) jelas, terjamin dan terdistribusi dengan adil
4. Ada insentif bagi mereka yang bersedia mengorbankan manfaat jangka
pendeknya (manfaat individu) untuk memperoleh manfaat jangka panjang
(manfaat sosial) dan
5. Adanya kerjasama antar pemangku kepentingan pengelolaaan DAS.

9

Upaya Penyelamatan wilayah DAS
Kualitas Lingkungan hidup sangat bergantung dari aktivitas yang
dilakukan oleh manusia. lingkungan yang baik akan menciptakan daya dukung
lingkungan yang mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya
(Hardoyono 2009). Hardoyono (2009) menilai bahwa selama ini proses
pembangunan manusia lebih banyak ditujukan bagi pembangunan fisik dan
ekonomi, dan kegiatan pembangunan tersebut seringkali menimbulkan penurunan
kualitas lingkungan hidup. Alokasi anggaran pemerintah dalam upaya
penyelamatan kualitas lingkungan hidup sangatlah minim, sedangkan seluruh
dunia kini mengalami masalah yang sama dengan bumi yang ditempatkan saat ini.
Bencana, wabah penyakit, penurunan kuantitas lahan hijau sampai pada global
warming issues. Masalah ini pun yang terlihat dalam skala wilayah yang spesifik
seperti DAS. Wilayah DAS kini banyak dijadikan lahan pembangunan ekonomi.
Berkembangnya industrialisasi di wilayah hulu menjadi bencana di wilayah hilir.
Suganda et al. (2009) menyebutkan bencana yang banyak terjadi di wilayah hulu
adalah erosi, tanah longsor dan sedimentasi. Bencana ini terjadi karena salah satu
sebab adanya eksploitasi negatif lingkungan seperti pembangunan pemukiman
seperti halnya yang terjadi di wilayah situ Gintung.
Menanggapi masalah lingkungan yang banyak terjadi khususnya di wilayah
DAS, saat ini banyak aksi kemasyarakatan yang mengusung tema-tema
penyelamatan sungai. Upaya penyelamatan sungai menjadi titik balik dalam
pembangunan berkelanjutan yang menyelaraskan tiga aspek penting, yaitu
lingkungan, ekonomi dan sosial (Suganda et al. 2009). Nasdian (2005)
menerangkan lebih lanjut bahwa prinsip keberlanjutan (sustainability) menjadi
acuan dalam pengelolaan DAS, yakni fungsi ekologis, ekonomi dan sosial budaya
dapat terjamin dan berimbang di berbagai sumberdaya DAS. Hasil penelitian
Yunus dan Dharmawan (2005), dalam pelaksanaan pengelolaan DAS Citanduy,
ada prasayarat yang harus dipenuhi untuk pengelolaan DAS berkelanjutan antara
lain :
1. Secara sosial, masyarakat terlibat langsung dalam pengelolaan DAS perlu
diperhatikan agar tujuan sosial mereka tercapai bersamaan dengan tercapainya
kelestarian lingkungan. Pemberdayaan bagi masyarakat sangat diperlukan bagi
keberlanjutan dari sistem DAS. Apabila tidak, maka akan berpengaruh pada
kemiskinan dan keberhasilan jangka panjang program pengelolaan DAS yang
direncanakan.
2. Secara ekonomi, pengelolaan DAS yang berkelanjutan harus mempunyai
relevansi terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat yang terlibat secara
langsung dalam upaya rehabilitasi DAS. Pengelolaan DAS citanduy tidak akan
dikatakan sukses apabila kehidupan ekonomi masyarakat yang terlibat
langsung dalam pengelolaan DAS tidak stabil, dan penuh ketidakpastian.
Tingkat pendapatan masyarakat harus mampu memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Kebutuhan hidup yang terpenuhi dapat menghindari masyarakat dari
aksi eksploitasi yang berlebihan, seperti adanya penebangan pohon secara
illegal.

10

Sistem pengelolaan DAS sedikit yang berhasil dalam ketiga fungsi DAS
tersebut. Pada penelitian Suganda et al. (2009) terlihat adanya
ketidakseimbangan ketiga fungsi dalam sistem pengelolaan DAS Ciliwung. Hal
ini terlihat dari bagaimana pemerintah daerah memegang peranan penting dalam
pengelolaan ini justru merusak DAS Ciliwung, dengan adanya UU tentang
otonomi daerah, pemerintah daerah lebih mementingkan keberlanjutan
perekonomian daerah, tanpa memikirkan dampak ekologi dan sosial yang terjadi
akibat kebijakan tersebut. Begitu pula yang banyak terjadi di hulu sungai
ciliwung di wilayah Puncak Bogor. Pemerintah daerah mengubah wilayah yang
seharusnya menjadi konservasi ke perumahan atau villa besar demi menambah
pendapatan daerah. Akibatnya, ruang serap air di puncak menjadi berkurang.
Akibat dari berkurangnya ruang vegetasi di puncak tidak berakibat langsung di
daerah hulu, tetapi ke daerah hilir. Banjir di Jakarta tiap kali Bogor diguyur
hujan menjadi indikator dalam menilai kegagalan sistem pengelolaan di DAS
Ciliwung. Studi lain di dua negara besar China dan Denmark memperlihatkan
hasil bahwa pertumbuhan penduduk dan sistem regulasi menjadi faktor yang
juga berpengaruh terhadap rusaknya sungai atau sumberdaya air lainnya.
Pertumbuhan penduduk akan dibarengi dengan menjamurnya industri dan
perkembangan teknologi dan limbah industri menjadi penyumbang kerusakan
sungai (Su Liya et al. 2010). Kerusakan sungai tidak juga mampu dicegah
dengan adanya regulasi yang jelas terkait perlindungan sumberdaya air dan
sungai di kedua negara.
Aktivitas penyelamatan wilayah DAS sangat beragam. Penelitian Sumarna
(2010) menjelaskan aturan adat sebagai upaya masyarakat dalam menjaga
kualitas air di Kampung Kuta ternyata sangat efektif. Masyarakat Kampung
Kuta memegang teguh aturan adat demi menjaga kelestarian sumberdaya air
yang mereka miliki. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pembentukan
kelompok/komunitas atau bahkan kelembagaan lokal kemasayarakatan bisa
menjadi arena dalam upaya penyelamatan sungai. Organisasi Islam di Jawa
Barat menggunakan unsur dakwah dalam memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang pengelolaan air bersih. Ormas ini banyak memberikan
penyuluhan serta praktek praktis pengelolaan air bersih yang sudah dijadwalkan
secara rutin dalam agenda lembaga islam perempuan tersebut (Suprihatin dan
Fauziah 2010). Pemanfaatan sisi feminis juga digunakan dalam aksi pengelolaan
pupuk organik di Danau Tondano. Mereka mulai kampanye, praktek dan
pencerdasan kepada masyarakat untuk menggunakan pupuk organik supaya
tidak merusak lingkungan di Danau Tondano.
Forum komunikasi DAS Citarum merangkum kegiatan mereka selama
tahun 2013. Aktivitas rutin seperti minggu bersih, penanaman pohon, susur
sungai, diskusi lingkungan hidup, advokasi kepada stakeholder terkait,serta
perkumpulan komunitas.4 Tak ubahnnya komunitas lainnya, komunitas pecinta
Ciliwung (KPC) yang terbagi dalam segmen aliran DAS juga melakukan upaya
penyelamatan lingkungan. kegiatan di Hulu dengan penanaman lahan kosong
dengan tanamanan sayuran, obat-obatan dan pohon berbuah besar. Lain dengan
komunitas di Cawang yang mengolah pupuk kompos dari sampah organik dan
4

Artikel dalam Forkadascitarum.blogspot.com (situs resmi forum Komunikasi DAS
Citarum) diakses pada 8 Juni 2014 di http://forkadascitarum.blogspot.com/2014/01/susuricitarum-part-3-di-akhir-tahun.html

11

melakukan penanaman di bantaran sungai. Komunitas lain di wilayah Lenteng
Agung tak mau kalah dengan aksi bank sampahnya dalam menjaga pembuangan
sampah ke sungai. 5
Konsep Partisipasi
Menurut Kumar (2002) yang dikutip oleh Prabawaputra (2009)
partisipasi adalah sebuah proses dimana pihak-pihak yang berkepentingan
memberikan kontribusi secara sukarela dalam program masyarakat yang ditujukan
untuk pembangunan nasional. Menurut Pretty et al. (1995) seperti dikutip oleh
Prabawaputra (2009) dalam pandangannya tentang partisipasi merupakan proses
dimana pihak-pihak yang berkepentingan memengaruhi dan memegang kendali
atas kebijakan pembangunan, keputusan, dan sumberdaya yang memengaruhi
mereka.
Uphoff et al. (1979) membagi partisipasi menjadi 4 kategori, yaitu :
1. Partisipasi dalam membuat keputusan : Secara lebih spesifik, partisipasi ini
melihat peran masyarakat dalam memberikan keseluruhan ide, formulasi
pilihan, evaluasi pilihan dan membuat keputusan atas pilihan-pilihan tersebut.
Melihat strategi yang terbaik untuk mengambil keputusan dan melihat dampak
dari keputusan tersebut
2. Partisipasi dalam pengambilan keuntungan : Partisipasi ini melihat bagaimana
sebuah program memberikan keuntungan bagi masyarakat. Setidaknya ada tiga
jenis keuntungan yaitu, keuntungan materi, sosial dan pribadi. Partisipasi ini
relatif pasif, namun inilah tujuan yang diinginkan dari adanya sebuah program.
3. Partisipasi dalam implementasi : Partisipasi ini dapat dilihat dari keterlibatan
masayarakat dalam memberikan sumbangan sumberdaya, administrasi dan
koordinasi serta pendataan aktivitas program.
4. Partisipasi dalam evaluasi : Partisipasi ini berupa penilaian terkait pencapain
program, serta memberikan masukan dan arahan bagi program agar lebih
berkembang.
Astuti (2011) dalam penelitiannya, melihat partisipasi menjadi empat
kategori, yaitu :
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini berhubungan langsung
dengan peran masyarakat dalam memberikan ide atau gagasan untuk
memperoleh keputusan bagi kepentingan bersama. Partisipasi ini ditandai
dengan aktifnya dalam kehadiran rapat, diskusi, menyumbang ide/gagasan,
serta menyampaikan aspirasinya dalam menolak dan menerima pendapat orang
lain dalam forum.
2. Partsipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi pada kategori ini meliputi
penggerakan sumber dana, kegiatan administratif, koordinasi dan penjabaran
program. Partisipasi ini merupakan kelanjutan dari partisipasi perencanaan
yang telah digagas sebelumnya.

Artikel di buletin.teaterkinasih.org “Mat Peci, Selamatkan Ciliwung Untuk Masa Depan”
diakses pada 25 Mei 2014 pukul 20.56 di http://www.buletin.teaterkinasih.org/kontenutama/nusantara/item/154-mat-peci,-selamatkan-ciliwung-untuk-masa-depan

5

12

3. Partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan
manfaat tidak terlepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang
berkaitan dengan kualitas dan kuantitas.
4. Partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi ini ditandai dengan pengetahuan
mengenai ketercapaian program yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Salampesy et al. (2009) mengidentifikasi pastisipasi masyarakat dalam 4
kategori, antara lain :
1. Perencanaan : partisipasi di wilayah perencanaan dapat terlihat dari proses
keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan survey, pemberian informasi sampai
pada pengajuan usul dan saran
2. Pelaksanaan : partisipasi ada kategori ini dapat dinilai berdasar keaktifan
masyarakat dalam pelaksanaan. Masyarakat mampu memberikan sumbangan
tenaga, sumbangan pikiran dan sumbangan materi.
3. Penerimaan manfaat : pada bagian ini, masyarakat daat menikmati hasil
kegiatanan. Dalam penelitiannya di Hutan Lindung Gunung Nona, dilihat
melalui peningkatan pendapatan, manfaat hutan dan ketergantungan terhada
hutan.
4. Monitoring dan evaluasi : fase ini sudah melibatkan masyarakat dalam
mengawasi kegiatan ini. seperti, monitoring hutan limdung, mengawasi hutan
lindung dan mengevaluasi hutan lindung.
Pendekatan DAS terpadu memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat
sekitar DAS. Masyarakat harus dilibatkan mulai dari tahap perencanaan sampai
dengan pelaksanaannya (Suganda et al. 2009). Namun, sebagian besar penelitian
mengenai tingkat pasrtisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan
masih tergolong rendah. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan
atau perbaikan lingkungan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal serta
faktor pribadi dan faktor kelembagaan. Salampessy et al. (2009) dalam
penelitiannya di Hutan Lindung Gunung Nona meyebutkan faktor individu
(pengetahuan, luas dusung, status kepemilikan, pendapatan, nilai aset, dan lama
keterlibatan dalam organisasi) serta faktor organisasi (hubungan dalam organisasi,
komunikasi, pemahaman aturan organisasi, pengambilan keputusan dan
penyelesaian masalah) menjadi variabel yang berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi. Penelitian Prabawaputra (2009) diketahui bahwa faktor internal yang
berpengaruh nyata terhadap tingkat pasrtisipasi adalah lama tinggal dan faktor
eksternal seperti peran tokoh masyarakat, iuran pengangkutan sampah dan
fasilitas tidak memberikan pengaruh nyata. Studi di masyarakat Hilir sungai
Ciliwung memiliki partisipasi yang rendah dalam sistem pengelolaan lingkungan
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dipengaruhi oleh rendahnya tingkat
pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan membuat masyarakat hilir sungai
Ciliwung enggan untuk mengikuti aktivitas lingkungan yang diusung oleh
pemerintah maupun masyarakat setempat. Hal ini juga disebabkan representasi
masyarakat terhadap sungai Ciliwung masih sebatas tempat membuang sampah,
membuang hajat, dan keperluan MCK. Bukan sebagai sektor yang dimanfaatkan
bagi kelangsungan hidup mereka.

13

Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan aksi penyelamatan sungai merupakan hasil kolaborasi antar
stakeholder yang terlibat. Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) adalah
kelompok masyarakat yang peduli dengan kondisi DAS Citarum dan berusaha
mengurangi dampak kerusakan DAS Citarum. Kegiatan utama dari kegiatan WPL
adalah mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga sungai dan penyadaran
akan kepentingan menjaga kondisi sungai. Keberhasilan dari komunitas WPL
tidak terlepas dari partisipasi masyarakat sebagai stakeholder yang berinteraksi
dengan sungai. Partisipasi masyarakat dapat dipengaruhi dari faktor pribadi dan
faktor komunitas. Faktor internal terdiri tingkat pendidikan, lama tinggal, tingkat
pendapatan, jenis kelamin dan curahan waktu luang. Faktor eksternal terdiri dari
komunikasi dalam komunitas, hubungan dalam komunitas dan peran tokoh
pemimpin.

Faktor internal (karakteristik
pribadi) (X1)
1. Usia (X1.1)
2. Jenis Kelamin (X1.2)
3. Tingkat Curahan Waktu
Luang (X1.3)
4. Tingkat kesehatan (X1.4)
5. Tingkat Lama Tinggal
(X1.5)
6. Tingkat Pendidikan (X1.6)
7. Tingkat Lama bergabung
dalam komunitas (X1.7)

Tingkat Partisipasi dalam
penyelamatan DAS (Y1)
Tingkat Perencanaan (Y1.1)
Tingkat Pelaksanaan (Y1.2)
Tingkat Pemanfaatan Hasil (Y1.3)
Tingkat Evaluasi dan monitoring
(Y1.4)

Faktor eksternal (komunitas) (X2)
1. Tingkat peran pemimpin (X2.1)
2. Tingkat hubungan dalam komunitas (X2.2)
3. Tingkat interaksi antar anggota (X2.3)
Gambar
1. Kerangka
Pemikiran
4. Tingkat
keteladanan
pemimpin (X2.4)
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
KETERANGAN :
: Memiliki hubungan

14

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diduga terdapat hubungan antara faktor-faktor internal (karakteristik
individu) dengan tingkat partisipasi.
2. Diduga terdapat hubungan antara faktor-faktor internal (karakteristik
individu) dengan tingkat partisipasi.
Definisi Operasional
Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Tingkat partisipasi masyarakat : Keterlibatan masyarakat dalam ativitas
komunitas dalam upaya pengadaan program septic tank kolektif.
Keterlibatan ini dinilai melalui tahap perencanaan sampai pada monitoring
dan evaluasi. Indikator berupa partisipasi tinggi (10-12 poin), partisipasi
sedang (7-9 poin), partisipasi rendah (4-6 poin). Data yang diambil data
ordinal.
2. Tingkat perencanaan : Keterlibatan masyarakat dalam merancang program
septic tank kolektif. Kegiatannya meliputi menentukan letak, jalur pemipaan
dan sistem dari septic tank kolektif. Hal ini diukur dari intensitas kehadiran
rapat, sumbangan ide/gagasan, keaktifan mengajukan pertanyaan,
keterlibatan dalam rapat serta keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Partisipasi tinggi (24-30 poin), partisipasi sedang (17-23 poin), partisipasi
rendah (10-16 poin). Data yang diambil data ordinal.
3. Tingkat Pelaksanaan : Keterlibatan masyarakat pada pelaksanaan
program/aktivitas septic tank kolektif. Hal ini diukur berdasarkan
keikutsertaan dalam program, sumbangan tenaga, sumbangan bahan
material serta sumbangan dana. Indikator berupa partisipasi tinggi (13-16
poin), partisipasi sedang (10-12 poin), partisipasi rendah (7-9 poin). Jenis
data yang diambil adalah ordinal.
4. Tingkat Pemanfaatan Hasil : Keterlibatan masyarakat dalam menerima
manfaat program pengadaan septic tank kolektif. Hal ini diukur mulai dari
akses penggunaan dan menerima manfaat adanya program. Indikatornya
dibedakan dalam partisipasi tinggi (6 poin), partisipasi sedang (5 poin),
partisipasi rendah (3-4 poin). Jenis data yang diambil adalah Ordinal.
5. Fase Evaluasi dan monitoring : Keterlibatan masyarakat dalam
mengevaluasi dan memantau kegiatan penyelamatan sungai. Hal ini diukur
berdasarkan kehadiran dalam rapat evaluasi dan penyampaian ide untuk
mengadakan aktivitas yang lebih baik lagi. Selain itu, partisipasi ini juga
diukur melalui sejauh mana masyarakat terlibat dalam memantau kegiatan
dan memelihara fasilitas yang telah dimiliki. Indikatornya dibedakan dalam
partisipasi tinggi (8-10 poin), partisipasi sedang (6-7 poin), partisipasi
rendah (4-5 poin). Jenis data yang diambil adalah Ordinal.
6. Usia : Rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Jenis data yang
diambil adalah rasio.

15

7. Jenis kelamin : pembeda masyarakat segi biologis. Indikatornya adalah lakilaki dan perempuan. Jenis data yang diambil data nominal.
8. Lama pendidikan : Jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh. Jenis
data yang diambil adalah rasio. Diukur melalui lama responden menempuh
masa pendidikan.
9. Lama tinggal : jumlah tahun lama responden menetap di wilayah DAS
Citarum sampai penelitian dilaksanakan. Jenis data yang diambil adalah
rasio.
10. Tingkat kesehatan : kondisi kesehatan jasmani masyarakat yang
mendukung aktivitas mereka. Jenis data berupa data interval.
11. Curahan waktu luang : proporsi waktu yang dimiliki responden untuk
melakukan aktivitas diluar kebiasaan sehari-hari. Jenis data adalah rasio.
12. Tingkat interaksi antar anggota : tingkat interaksi responden dengan
komunitas atau anggota kelompok lain dan informasi yang didapatkan dari
responden. kategori tinggi (6 poin), sedang (5 poin) dan rendah (3-4). Jenis
data yang diambil ordinal.
13. Kontak hubungan dalam komunitas : keharmonisan responden dengan
anggota kelompok lain. Dinilai melalui konflik yang muncul dan
penyebaran informasi yang merata. Kategori tinggi (10-12 poin ), sedang (9
poin) dan rendah (6-8 poin). Jenis data yang diambil adalah ordinal.
14. Tingkat peran pemimpin : kehadiran tokoh pemimpin yang dirasakan
responden dalam mengingatkan dan mengajak responden dalam
berpartisipasi di aktivitas pengadaan septic tank kolektif. Peran tinggi (1012 poin), peran sedang (9 poin), peran rendah (6-8 poin)
15. Tingkat keteladanan tokoh pemimpin : kehadiran tokoh yang dirasakan
responden mampu memberikan motivasi dan contoh baik bagi masyarakat.
jenis data yang diambil ordinal. Dengan indikator keteladanan tinggi (6
poin), keteladanan sedang (5 poin) dan keteladanan rendah (3-4 poin)

16

17

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Dara Ulin, Desa Nanjung dan
Kampung Cilebak, Desa Rancamanyar, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat
(Lampiran 1). Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja. Kedua
lokasi merupakan Desa binaan Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) yang
menjalankan program pengadaan septic tank kolektif. Lokasi penelitian berada di
dua sektor sungai yang berbeda. Kampung Dara Ulin merupakan bagian Hulu dari
Sub DAS Cikapundung (DAS Citarum), sedangkan Kampung Cilebak masuk
pada bagian Tengah Sub DAS yang sama. Pemilihan lokasi ini didasari dari
perbedaan karakteristik masyarakat dan struktur sosial. Peneliti melakukan
observasi melalui penjajakan ke lokasi penelitian dan penelusuran literatur
melalui internet. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi,
kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data,
penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama
pelaksanaan penelitian sekitar 6 bulan (Lampiran 2).
Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan
informasi dalam penelitian adalah metode kuantitatif yang didukung dengan data
kualitatif. Pendekatan penelitian yang dilakukan di wilayah Hulu adalah survei
dengan mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat penggumpul data (Singarimbun dan Efendi 2008) (Lampiran 3).
Sedangkan di wilayah Tengah menggunakan pendekatan sensus karena responden
merupakan populasi. Pengumpulan data secara kualitatif menggunakan
pendekatan wawancara mendalam terhadap informan (Lampiran