Analisis Spasial Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa Pada Musim Timur dengan Menggunakan Data Digital Satelit Noaa16-Avhrr

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT
DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR
DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL
SATELIT NOAA16-AVHRR

Oleh :
MIRA YUSNIATI
C06498067

SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul
ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA
PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT

NOAA16-AVHRR
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, 01 Januari 2006

MIRA YUSNIATI
C06498067

RINGKASAN
MIRA YUSNIATI. Analisis Spasial Suhu Permukaan Laut di perairan Laut Jawa
pada Musim Timur dengan menggunakan data digital satelit NOAA16-AVHRR.
Dibimbing oleh Vincentius P. Siregar dan I Wayan Nurjaya.

Penelitian dengan topik Analisis Spasial Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan
Laut Jawa pada Musim Timur dengan menggunakan data digital satelit NOAA16AVHRR, dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2005, di Lembaga Antariksa dan
Penerbangan Nasional (LAPAN) Jakarta.
Data digital NOAA16-AVHRR yang digunakan adalah data pada bulan Juli,

Agustus dan September 2001. Pada ketiga bulan tersebut dipilih data yang bebas dari
pengaruh awan. Algoritma yang digunakan dalam perhitungan SPL ini adalah SPL =
{Tw4 + 2.702 (Tw4-Tw5) - 0.582} - 273°C, merupakan pengembangan metode hasil
McMillin dan Crosby (1984). Pemilihan algoritma ini karena algoritma ini dianggap
paling sesuai untuk perairan Indonesia dengan tingkat deviasi ± 0.8 °C untuk estimasi
malam hari dan ± 1.5 °C untuk estimasi siang hari dari perairan sebenarnya.
Perairan Laut Jawa yang menjadi pengamatan dalam penelitian ini adalah di
bagian utara Laut Jawa dengan koordinat 107.04°-115.02°T dan 3.40°-5.51°U, bagian
selatan pada koordinat 107.04°-112.75°T dan 5.34°-7.23°U, bagian barat pada koordinat
106.12°-107.65°T dan 3.40°-5.51°U dan bagian timur pada koordinat 113.63°-114.99°T
dan 3.99°-7.23°U.
SPL di perairan Laut Jawa bervariasi antara 22-31 °C, didominasi suhu antara 2426 °C pada bulan Juli dan Agustus, sedangkan pada bulan September didominasi suhu
antara 23-26 °C. Bagian utara SPL bervariasi antara 25-31 °C, di bagian selatan Laut
Jawa, SPL berkisar 27-31 °C, dan di bagian barat SPL bervariasi antara 23-29 °C serta di
bagian timur, SPL berkisar 22-26 °C. SPL pada bulan Agustus tidak jauh berbeda
dengan SPL bulan Juli, hal ini bisa di mengerti karena kedua bulan ini masih masuk
dalam angin musim yang sama yaitu musim timur.
Adanya proses upwelling di Laut Banda membawa massa air bersuhu dingin ke
Laut Flores lalu masuk ke perairan Laut Jawa dari arah timur, menyebabkan massa air
yang bersuhu hangat terdesak ke arah barat. Masukkan massa air yang bersuhu hangat

dari Laut Cina Selatan melalui Selat Karimata dan Selat Makasar juga menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi daerah di bagian barat suhunya lebih tinggi dibandingkan
suhu di bagian timur Laut Jawa.
Dari tampilan citra suhu permukaan laut ketiga bulan diatas, terlihat terdapat
kecenderungan, bahwa perairan di dekat pantai atau daratan suhunya lebih tinggi
daripada suhu perairan lepas pantai. Hal ini di sebabkan oleh adanya pengaruh masukan
air dari darat, baik dari sungai-sungai maupun dari pemukiman penduduk. Aktifitas
penangkapan ikan atau perikanan di wilayah pesisir juga dapat menyebabkan suhu
menjadi lebih panas, misalnya minyak buangan kapal, sampah-sampah, bahkan gerakan
motor kapal menyebabkan pengadukan air laut atau turbulensi.

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT
DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR
DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL
SATELIT NOAA16-AVHRR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :
MIRA YUSNIATI
C06498067

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

SKRIPSI

Judul

:

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT
DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR
DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL

SATELIT NOAA16-AVHRR

Nama Mahasiswa

:

Mira Yusniati

Nomor Pokok

:

C06498067

Disetujui :
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA

NIP. 131 471 372

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
NIP. 131 859 209

Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi
NIP. 130 805 031

Tanggal Lulus : 22 Desember 2005

KATA PENGANTAR
Dengan penuh kerendahan hati, Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah
SWT atas kasih dan tuntunan-Nya hingga skripsi ini yang berjudul “Analisis Spasial
Suhu Permukaan Laut di perairan Laut Jawa pada Musim Timur dengan
Menggunakan Data Digital NOAA16-AVHRR” dapat terselesaikan.
Penelitian ini merupakan tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana. Dalam penyusunannya, Penulis mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para Dosen,
terutama Komisi Pembimbing Skripsi penulis, Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc yang telah memberi bimbingan dan arahan hingga
penyelesaian skripsi. Juga kepada LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional) Divisi Penginderaan Jauh yang telah menyediakan data penelitian, keluarga
serta teman-teman semua yang turut memberi sumbang saran terhadap penelitian ini.
Penulis mengharapkan hasil penelitian nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi penulis sendiri.

Bogor, 01 Januari 2006

Mira Yusniati

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL

…………………………………………………………… …


ix

................................................................................. …….

x

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1.

............................................................................. ……

PENDAHULUAN

xii

………………………………………………………….

1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... ……

1.2. Tujuan …………………………………………………………………..

1
2

2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... ……
2.1. Kondisi Umum Perairan Laut Jawa ............................................... ……
2.2. Suhu Permukaan Laut .................................................................... ……
2.3. Deteksi Suhu Permukaan Laut ....................................................... ……
2.4. Aplikasi Suhu Permukaan Laut
.………………………………………

3
3
6
8
14

3. BAHAN DAN METODA ..................................................................... ……
3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................... ……

3.2. Bahan dan Alat .............................................................................. ……
3.3. Prosedur dan Metode Pengolahan Data ........................................ ……
3.3.1. Data Citra Satelit NOAA16-AVHRR ................................... ……
3.3.1.1. Import Data …………………………………………………..
3.3.1.2. Koreksi Geometrik …………………………………………..
3.3.1.3. Koreksi Radiometrik …………………………………………
3.3.1.4. Koreksi Nilai Radian …………………………………………
3.3.1.4.1. Kalibrasi Radian …………………………………………
3.3.1.4.2. Komputasi Suhu Kecerahan ……………………………..
3.3.1.4.3. Komputasi Suhu Air …………………………………….
3.3.1.4.4. Analisi Hasil Liputan Awan …………………………….
3.3.2. Perhitungan Suhu Permukaan Laut ………………………….….
3.4. Metoda Analisis Data
………………………………………………..
3.4.1 Analisis Visual dan Spasial Data Suhu Permukaan Laut ………..

16
16
16
17

17
18
18
19
19
19
21
22
23
24
24
24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………
4.1. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa
Pada Bulan Juli ………………………………………………………..
4.2. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa
Pada Bulan Agustus ……………………………………………………
4.3. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa

26
26
31

Pada Bulan September
5.

…………………………………………………

35

KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
5.1. Kesimpulan
………………………………………………………...
5.2. Saran ………………………………………………………………..
46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

45

................................................................................ …

…………………………………………………………………

49

45

47

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Nilai K onstantaá dan â padaKanal 4 dan Kanal 5
2. Nilai K onstantaãpadaK anal 4 dan K anal 5

………………………..

22

………………………………

3. SPL Minimum dan Maksimum pada bagian
utara, selatan, timur dan barat Laut Jawa ………………………………….
4. SPL Minimun dan Maksimum pada bagian
Barat dan Timur Laut Jawa
………….……………………………………

41

43

23

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Pola arus permukaan pada musim Barat di perairan Indonesia

……………

2.

Pola arus permukaan pada musim Timur di perairan Indonesia

…………..

3.

Pola arus permukaan pada musim Peralihan II bulan September
di perairan Indonesia ………………………………………………………
Sebaran Salinitas Rata-rata pada bulan Agustus……………………………...

5.

Tranpor air pada bulan Agustus

6.

Peta lokasi penelitian

7.

Bagan Alir Pengolahan Citra NOAA16-AVHRR

8.

Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 7 Juli 2001 ………………………………………………………..

27

Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 8 Juli 2001 ………………………………………………………..

27

10a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 10 Juli 2001 ……………………………………………………...

29

10b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 17 Juli 2001 ………………………………………………………

29

10c. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 18 Juli 2001 ………………………………………………………

30

11. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 29 Juli 2001 ………………………………………………………

30

9.

4

4

4.

5

…………………………………………...

………………………………………………………

3

6
16

………………………….

17

12. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 5 Agustus 2001 ……………………………………………………

31

13a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 6 Agustus 2001 …………………………………………………...

32

13b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 8 Agustus 2001 ……………………………………………………

33

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT
DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR
DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL
SATELIT NOAA16-AVHRR

Oleh :
MIRA YUSNIATI
C06498067

SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul
ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA
PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT
NOAA16-AVHRR
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, 01 Januari 2006

MIRA YUSNIATI
C06498067

RINGKASAN
MIRA YUSNIATI. Analisis Spasial Suhu Permukaan Laut di perairan Laut Jawa
pada Musim Timur dengan menggunakan data digital satelit NOAA16-AVHRR.
Dibimbing oleh Vincentius P. Siregar dan I Wayan Nurjaya.

Penelitian dengan topik Analisis Spasial Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan
Laut Jawa pada Musim Timur dengan menggunakan data digital satelit NOAA16AVHRR, dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2005, di Lembaga Antariksa dan
Penerbangan Nasional (LAPAN) Jakarta.
Data digital NOAA16-AVHRR yang digunakan adalah data pada bulan Juli,
Agustus dan September 2001. Pada ketiga bulan tersebut dipilih data yang bebas dari
pengaruh awan. Algoritma yang digunakan dalam perhitungan SPL ini adalah SPL =
{Tw4 + 2.702 (Tw4-Tw5) - 0.582} - 273°C, merupakan pengembangan metode hasil
McMillin dan Crosby (1984). Pemilihan algoritma ini karena algoritma ini dianggap
paling sesuai untuk perairan Indonesia dengan tingkat deviasi ± 0.8 °C untuk estimasi
malam hari dan ± 1.5 °C untuk estimasi siang hari dari perairan sebenarnya.
Perairan Laut Jawa yang menjadi pengamatan dalam penelitian ini adalah di
bagian utara Laut Jawa dengan koordinat 107.04°-115.02°T dan 3.40°-5.51°U, bagian
selatan pada koordinat 107.04°-112.75°T dan 5.34°-7.23°U, bagian barat pada koordinat
106.12°-107.65°T dan 3.40°-5.51°U dan bagian timur pada koordinat 113.63°-114.99°T
dan 3.99°-7.23°U.
SPL di perairan Laut Jawa bervariasi antara 22-31 °C, didominasi suhu antara 2426 °C pada bulan Juli dan Agustus, sedangkan pada bulan September didominasi suhu
antara 23-26 °C. Bagian utara SPL bervariasi antara 25-31 °C, di bagian selatan Laut
Jawa, SPL berkisar 27-31 °C, dan di bagian barat SPL bervariasi antara 23-29 °C serta di
bagian timur, SPL berkisar 22-26 °C. SPL pada bulan Agustus tidak jauh berbeda
dengan SPL bulan Juli, hal ini bisa di mengerti karena kedua bulan ini masih masuk
dalam angin musim yang sama yaitu musim timur.
Adanya proses upwelling di Laut Banda membawa massa air bersuhu dingin ke
Laut Flores lalu masuk ke perairan Laut Jawa dari arah timur, menyebabkan massa air
yang bersuhu hangat terdesak ke arah barat. Masukkan massa air yang bersuhu hangat
dari Laut Cina Selatan melalui Selat Karimata dan Selat Makasar juga menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi daerah di bagian barat suhunya lebih tinggi dibandingkan
suhu di bagian timur Laut Jawa.
Dari tampilan citra suhu permukaan laut ketiga bulan diatas, terlihat terdapat
kecenderungan, bahwa perairan di dekat pantai atau daratan suhunya lebih tinggi
daripada suhu perairan lepas pantai. Hal ini di sebabkan oleh adanya pengaruh masukan
air dari darat, baik dari sungai-sungai maupun dari pemukiman penduduk. Aktifitas
penangkapan ikan atau perikanan di wilayah pesisir juga dapat menyebabkan suhu
menjadi lebih panas, misalnya minyak buangan kapal, sampah-sampah, bahkan gerakan
motor kapal menyebabkan pengadukan air laut atau turbulensi.

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT
DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR
DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL
SATELIT NOAA16-AVHRR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
MIRA YUSNIATI
C06498067

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

SKRIPSI

Judul

:

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT
DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR
DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL
SATELIT NOAA16-AVHRR

Nama Mahasiswa

:

Mira Yusniati

Nomor Pokok

:

C06498067

Disetujui :
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA
NIP. 131 471 372

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
NIP. 131 859 209

Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi
NIP. 130 805 031

Tanggal Lulus : 22 Desember 2005

KATA PENGANTAR
Dengan penuh kerendahan hati, Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah
SWT atas kasih dan tuntunan-Nya hingga skripsi ini yang berjudul “Analisis Spasial
Suhu Permukaan Laut di perairan Laut Jawa pada Musim Timur dengan
Menggunakan Data Digital NOAA16-AVHRR” dapat terselesaikan.
Penelitian ini merupakan tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana. Dalam penyusunannya, Penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para Dosen,
terutama Komisi Pembimbing Skripsi penulis, Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc yang telah memberi bimbingan dan arahan hingga
penyelesaian skripsi. Juga kepada LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional) Divisi Penginderaan Jauh yang telah menyediakan data penelitian, keluarga
serta teman-teman semua yang turut memberi sumbang saran terhadap penelitian ini.
Penulis mengharapkan hasil penelitian nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi penulis sendiri.

Bogor, 01 Januari 2006

Mira Yusniati

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL

…………………………………………………………… …

ix

................................................................................. …….

x

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1.

............................................................................. ……

PENDAHULUAN

xii

………………………………………………………….

1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... ……
1.2. Tujuan …………………………………………………………………..

1
2

2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... ……
2.1. Kondisi Umum Perairan Laut Jawa ............................................... ……
2.2. Suhu Permukaan Laut .................................................................... ……
2.3. Deteksi Suhu Permukaan Laut ....................................................... ……
2.4. Aplikasi Suhu Permukaan Laut
.………………………………………

3
3
6
8
14

3. BAHAN DAN METODA ..................................................................... ……
3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................... ……
3.2. Bahan dan Alat .............................................................................. ……
3.3. Prosedur dan Metode Pengolahan Data ........................................ ……
3.3.1. Data Citra Satelit NOAA16-AVHRR ................................... ……
3.3.1.1. Import Data …………………………………………………..
3.3.1.2. Koreksi Geometrik …………………………………………..
3.3.1.3. Koreksi Radiometrik …………………………………………
3.3.1.4. Koreksi Nilai Radian …………………………………………
3.3.1.4.1. Kalibrasi Radian …………………………………………
3.3.1.4.2. Komputasi Suhu Kecerahan ……………………………..
3.3.1.4.3. Komputasi Suhu Air …………………………………….
3.3.1.4.4. Analisi Hasil Liputan Awan …………………………….
3.3.2. Perhitungan Suhu Permukaan Laut ………………………….….
3.4. Metoda Analisis Data
………………………………………………..
3.4.1 Analisis Visual dan Spasial Data Suhu Permukaan Laut ………..

16
16
16
17
17
18
18
19
19
19
21
22
23
24
24
24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………
4.1. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa
Pada Bulan Juli ………………………………………………………..
4.2. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa
Pada Bulan Agustus ……………………………………………………
4.3. Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa

26
26
31

Pada Bulan September
5.

…………………………………………………

35

KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
5.1. Kesimpulan
………………………………………………………...
5.2. Saran ………………………………………………………………..
46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

45

................................................................................ …

…………………………………………………………………

49

45

47

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Nilai K onstantaá dan â padaKanal 4 dan Kanal 5
2. Nilai K onstantaãpadaK anal 4 dan K anal 5

………………………..

22

………………………………

3. SPL Minimum dan Maksimum pada bagian
utara, selatan, timur dan barat Laut Jawa ………………………………….
4. SPL Minimun dan Maksimum pada bagian
Barat dan Timur Laut Jawa
………….……………………………………

41

43

23

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Pola arus permukaan pada musim Barat di perairan Indonesia

……………

2.

Pola arus permukaan pada musim Timur di perairan Indonesia

…………..

3.

Pola arus permukaan pada musim Peralihan II bulan September
di perairan Indonesia ………………………………………………………
Sebaran Salinitas Rata-rata pada bulan Agustus……………………………...

5.

Tranpor air pada bulan Agustus

6.

Peta lokasi penelitian

7.

Bagan Alir Pengolahan Citra NOAA16-AVHRR

8.

Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 7 Juli 2001 ………………………………………………………..

27

Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 8 Juli 2001 ………………………………………………………..

27

10a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 10 Juli 2001 ……………………………………………………...

29

10b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 17 Juli 2001 ………………………………………………………

29

10c. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 18 Juli 2001 ………………………………………………………

30

11. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 29 Juli 2001 ………………………………………………………

30

9.

4

4

4.

5

…………………………………………...

………………………………………………………

3

6
16

………………………….

17

12. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 5 Agustus 2001 ……………………………………………………

31

13a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 6 Agustus 2001 …………………………………………………...

32

13b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 8 Agustus 2001 ……………………………………………………

33

14a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 13 Agustus 2001 ………………………………………………..

34

14b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 14 Agustus 2001 ………………………………………………..

34

14c. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 27 Agustus 2001 ………………………………………………..

35

15. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 7 September 2001 ………………………………………………

36

16. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 14 September 2001 ……………………………………………

37

17. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 15 September 2001 …………………………………………….

37

18a. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 20 September 2001 …………………………………………….

38

18b. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 21 September 2001 …………………………………………….

39

18c. Sebaran suhu permukaan laut citra satelit NOAA16-AVHRR
tanggal 27 September 2001 …………………………………………….

39

19.

20.

SPL Maksimum dan Minimum di bagian
Utara perairan Laut Jawa ……………………………………………….
SPL Maksimum dan Minimum di bagian
barat dan timur perairan Laut Jawa ……………………………………

42

44

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Nilai Slope dan Intercept Band 4 dan band 5

………………………………..

49

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam bidang
kelautan, eksplorasi sumber daya hayati telah banyak dilakukan baik secara konvensional
maupun dengan penginderaan jauh melalui satelit. Kegiatan eksplorasi tersebut
dilakukan untuk memetakan lokasi sumberdaya perairan laut, agar dalam usaha
eksploitasi menjadi efisien. Salah satu faktor penting dalam kegiatan eksplorasi
sumberdaya laut yang harus diperhatikan adalah Suhu Permukaan Laut (SPL).
SPL merupakan faktor yang mendapat perhatian khusus dalam pengkajianpengkajian kelautan. SPL sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di dalam laut,
contohnya fitoplankton, zooplankton, ikan kecil dan ikan besar.
Mengingat besarnya pengaruh suhu terhadap sumberdaya perairan, hal ini
mendorong diadakan berbagai penelitian tentang SPL. Penelitian tersebut pada
umumnya menggunakan kapal penelitian atau secara konvensional banyak mengalami
hambatan, yaitu waktu yang diperlukan dalam pengambilan data relatif lebih lama
dibandingkan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, faktor human error
dalam pemasangan alat, faktor cuaca yang dapat menghambat pengambilan data, dan
keterbatasan kapal dalam mencapai posisi yang sulit di laut serta biaya yang relatif besar.
Penginderaan jauh melalui satelit dapat mengamati fenomena laut secara sinoptik yaitu
pengamatan suatu wilayah yang luas secara menyeluruh dalam waktu yang bersamaan.
Satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) merupakan
salah satu jenis satelit lingkungan dan cuaca yang digunakan untuk mengobservasi

perairan laut. Dengan menggunakan sensor Advanced Very High Resolution
Radiometric (AVHRR) satelit NOAA mampu mengukur SPL.
Pengamatan terhadap fenomena yang terjadi di laut melalui penginderaan jauh
satelit NOAA16-AVHRR diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk
pengembangan bidang perikanan laut, khususnya pada perairan Laut Jawa, karena di
perairan ini banyak dilakukan penangkapan ikan dan penambakan ikan oleh para nelayan
dari Pulau Jawa. Kegiatan ini lebih sering dilakukan pada musim timur, beberapa faktor
yang menjadi alasan dilakukan pada musim timur diantaranya adalah faktor cuaca, angin
dan gelombang. Pada musim timur, angin dan gelombang relatif lebih tenang
dibandingkan pada musim barat

1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sebaran SPL secara spasial dengan
menggunakan data digital penginderaan jauh satelit NOAA16-AVHRR pada bulan Juli,
Agustus dan September 2001.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Perairan Laut Jawa
Laut Jawa dengan luas permukaan 467.000 km2 terletak dibagian tenggara
paparan sunda. Kedalaman rata-rata adalah 40 meter dengan kedalaman maksimum
dibagian utara Pulau Madura (Wrytki, 1961).
Kondisi hidrologi Laut Jawa sangat dipengaruhi adanya dua jenis angin muson,
yaitu angin muson barat (Gambar 1) dan angin muson timur (Gambar 2). Kedua pola
angin tersebut menyebabkan timbulnya perubahan yang sangat nyata pada pola arus dan
kecepatan arus, salinitas dan suhu di perairan ini.

Gambar 1. Pola arus permukaan pada musim barat di perairan
Indonesia (Wyrtki, 1961)

Gambar 2. Pola arus permukaan pada musim timur di perairan Indonesia
(Wyrtki, 1961)

Gambar 3. Pola arus permukaan pada musim peralihan II
Bulan September di perairan Indonesia (Wyrtki, 1961)

Puncak musim barat berlangsung sekitar bulan Desember sampai dengan bulan
Februari, sedangkan puncak musim timur terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan
Agustus. Keadaan Laut Jawa tersebut akan berganti pada bulan April atau Mei yaitu

angin muson peralihan I dan pada bulan September atau Oktober berganti dengan angin
muson peralihan II (Gambar 3).
Pada bulan Agustus, saat itu terjadi musim kemarau dibagian barat Indonesia
sehingga pengenceran di paparan Sunda terjadi lebih sedikit dibandingkan musim barat
(musim hujan). Air bersalinitas tinggi berbalik arah, kini mengalir dari arah timur
mendorong air bersalinitas rendah kembali ke barat. Akibatnya isohalin 33 ‰ masuk
sampai pertengahan Laut Jawa, kira-kira sampai Semarang. Sedangkan pada bagian
timur Indonesia, mulai dari sebelah utara Jawa Timur, sebagian Selat Makasar, Selat
Flores, Laut Banda dan Maluku salinitasnya tinggi, yaitu 34 ‰ (Gambar 4).
Pada musim timur terjadi pula penaikan air (upwelling) di Laut Banda bagian
timur yang mengangkat air dari lapisan dalam ke permukaan.

Gambar 4. Sebaran Salinitas rata-rata (‰) pada bulan Agustus
(Wyrtki, 1961)

Menurut Boely dan Linting (1986), salinitas Laut Jawa bervariasi antara 33 ‰ –
34 ‰. Suhu permukaan di Laut Jawa antara 27 -31 °C.
Masuknya massa air dingin ini berasal dari Samudera Pasifik karena arus berasal
dari timur. Adapun salah satu jalur masuknya massa air dari Samudera Pasifik ke
perairan Indonesia adalah melalui Utara Pulau Halmahera, Laut Maluku, Selat
Lifomatola, Laut Buru, Laut Banda Selatan menuju Laut Flores dan Laut Jawa (Wyrtki,
1961) (Gambar 5).

Keterangan:
+ air naik (upwelling), • air tenggelam (sinking)

Gambar 5. Transpor air pada bulan Agustus (Wyrtki, 1961)

2.2. Suhu Permukaan Laut
SPL biasanya berkisar antara 27 oC – 29 oC di daerah tropis dan 15 oC – 20 oC di
daerah subtropik (King, 1963).

Menurut Wyrtki (1961), kondisi lapisan permukaan laut tropis adalah hangat dan
variasi suhu tahunannya adalah kecil, tetapi variasi suhu hariannya tinggi. Variasi suhu
rata-rata tahunannya lebih kecil dari 2 oC di daerah khatulistiwa, namun beberapa tempat
seperti di Laut Banda, Laut Arafura, Laut Timor dan Selatan Jawa mempunyai variasi
yang lebih besar yaitu 3 oC – 4 oC.
SPL mempunyai hubungan dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di
bawahnya, sehingga data SPL dapat dipergunakan sebagai indikator untuk mendeteksi
fenomena yang terjadi di laut seperti front (pertemuan dua massa air), arus, pengangkatan
massa air atau upwelling dan aktivitas biologis organisme (Robinson, 1985). Suhu air
laut dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi di dalam laut itu sendiri seperti proses
fisika dan kimia (Johnstone in Indrawati, 2000). Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi
SPL adalah arus permukaan, keadaan awan, penguapan, gelombang, gerakan konveksi,
upwelling, divergensi, pembekuan dan pencairan es di daerah kutub (Laevastu dan Hela,
1970).
Lapisan air permukaan pada umumnya menyebar hingga kedalaman tertentu
sebelum mencapai kedalaman yang lebih dingin di bawahnya. Pada permukaan air
terjadi pencampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya angin, arus dan pasut
sehingga merupakan lapisan homogen (Wyrtki, 1961).
SPL dapat dideteksi dengan alat pengindera suhu yaitu sensor infra merah termal.
Lokasi upwelling dapat dideteksi oleh alat pengindera suhu karena massa air tersebut
mempunyai suhu yang lebih dingin, sehingga suhu permukaan akan menjadi lebih dingin
dibandingkan dengan suhu air di sekitarnya (Sumardjo, 1983).

SPL Indonesia secara umum berkisar antar 26 oC – 29 oC, karena perairan
Indonesia dipengaruhi oleh angin musim, maka sebaran SPL-nya pun mengikuti
perubahan musim. Pada musim Barat, SPL di Kawasan Barat Indonesia (KBI) pada
umumnya relatif lebih rendah daripada musim timur. SPL di dekat Laut Cina Selatan
pada waktu musim barat berkisar antara 26 oC – 28 oC sedangkan di kawasan timur
Indonesia berkisar antara 28 oC – 29 oC, sebaliknya terjadi pada musim yang lainnya,
yaitu SPL diperairan KTI berkisar antara 26 oC – 28 oC, sedangkan di perairan KBI
antara 28 oC – 29 oC (Ilahude dan Birowo, 1987). Suhu di Laut Jawa hampir sama
dengan Perairan Indonesia pada umumnya. Pada musim barat SPL di bagian barat Laut
Jawa lebih rendah daripada musim timur, demikian pula dengan bagian timur, SPL pada
musim barat relatif lebih tinggi daripada musim timur.

2.3. Deteksi Suhu Permukaan Laut
Proses dan elemen yang terkait di dalam sistem penginderaan jauh untuk sumber
daya alam meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen
dalam proses pengumpulan data meliputi : sumber energi, interaksi energi dengan
atmosfer, interaksi antara energi dengan muka bumi, sensor wahana pesawat terbang atau
satelit, dan hasil pembentukan data. Proses analisis data meliputi : pengujian informasi
dalam bentuk peta, tabel atau tulisan, dan proses pengambilan keputusan.
Sistem penginderaan yang paling sering digunakan bekerja pada satu atau
beberapa spektrum sinar tampak, inframerah pantulan, inframerah thermal, atau spektrum
gelombang mikro. Inframerah termal secara langsung berkaitan dengan penginderaan
jauh mengenai panas.

Lillesand dan Kiefer (1990), menyatakan bahwa interaksi energi elektromagnetik
dengan benda dijelaskan dengan teori partikel. Teori partikel menyatakan bahwa radiasi
elektromagnetik terdiri dari beberapa bagian terpisah yang disebut foton atau quanta.
Tenaga satu quanta dirumuskan sebagai berikut:

E = h⋅ f
f =

c
λ

E = h⋅

c
λ

Dimana:
E = Tenaga quanta (Joule)
h

= Tetapan plank (6.626 x 10-34 Joule/s)

f

= Frekuensi gelombang elektromagnetik (S-1)

c

= Kecepatan gelombang elektromagnetik (ms-1)

ë = Panjang gelombang elektromagmentik (m)
Dengan demikian dapat dilihat bahwa tenaga foton secara proposional berbanding
terbalik dengan panjang gelombang, semakin besar panjang gelombang yang digunakan,
maka semakin rendah tenaganya. Sifat ini mempunyai implikasi yang penting dalam
penginderaan jauh, karena radiasi panjang gelombang yang besar dipancarkan secara
alamiah seperti pancaran gelombang mikro oleh kenampakan medan, lebih sulit diindera
dari pada radiasi dari panjang gelombang yang lebih pendek. Rendahnya tenaga radiasi
panjang gelombang pada umumnya mempunyai arti bahwa sistem penginderaan yang

bekerja pada panjang gelombang yang besar harus mengamati daerah muka bumi yang
luas pada waktu tertentu agar dapat memperoleh sinyal tenaga yang dapat dideteksi.
Salah satu asumsi yang dipakai dalam penentuan SPL adalah radiasi benda hitam
dengan menganggap bahwa bumi merupakan benda hitam yang akan memancarkan panas
yang dimiliki atau menyerap seluruh energi panas yang datang secara sempurna. Salah
satu formulasi yang digunakan sebagai pendekatan radiasi benda hitam adalah
berdasarkan teori Plank yang dirumuskan sebagai berikut (Cracknell, 1981):





c 
1

Wλ = 15 

λ   c2  
exp


 λT − 1  
Dimana :
Wë= Distribusi spektral
c1 = 2ð h c² (3.7405 x 10-16 Wm²)
c2 = h.c / k (1,43879 x 10-2 m K-1)
ð = 3.14
h = Konstanta Plank (6.626 x 10-31 J.s-1)
k = Konstanta Boltzman (1,38005 x 10-27 J.K-1)

Pada persamaan tersebut di atas dapat dilihat hubungan antara gradien amittance
dengan panjang gelombang dan suhu. Dengan mensubstitusikan rumus sebagai berikut
(Cracknell, 1981):

t=

h⋅c
K ⋅T ⋅ λ

 h⋅c 
dt = −
 dλ
 K ⋅T ⋅ λ² 
 K ⋅T ⋅ λ² 
dλ = − 
dt
 h⋅c 

Kedalam persamaan diintegrasikan terhadap waktu akan diperoleh persamaan
Stefan-Blotzman tentang energi total dari radiasi benda hitam, dapat dinyatakan dengan
sebagai berikut (Hasyim, 1984):

 2λ 5 ⋅ K 4  4
T
Wt = 
3
3 

15
h
c


Wt = σ ⋅ T 4
ó = Konstanta Stefan - Boltzman

Teori radiasi hitam dari Plank dan Stefan - Boltzman ini merupakan dasar
penurunan persamaan spectral radiance yang terdeteksi oleh satelit. Bumi yang
diasumsikan sebagai benda hitam sempurna ternyata dalam kenyataannya bukanlah
penyerap yang sempurna, karena termal yang diterima selain diserap sebagian juga
direfleksikan kembali ke atmosfer. Dengan demikian dapat diambil perbandingan antara
radiasi di permukaan yang sebenarnya terhadap radiasi benda hitam pada suhu (T) yang
dinyatakan sebagai berikut (Hasyim, 1984):

ε (λ , T ) =

E (λ ⋅ T )
W (λ ⋅ T )

Dimana:
å(ë, T ) = Emisivitas
E (ë, T ) = Radiasi termal yang diterima
W (ë, T ) = Radiasi termal yang dipancarkan
Persamaan di atas tersebut dikenal dengan persamaan radiasi Kirchoff dan untuk
gelombang elektromagnetik pada daerah inframerah (8 - 12 ì m),
harga å ( ë, T ) mendekati 1 (satu), spectral radiance I ( ë, Ö ) yang terdeteksi oleh
radiometer satelit dalam keadaan atmosfer tak berawan dapat ditulis sebagai berikut:
I (λ , Φ) = ε λ ⋅ Wλ ⋅ (T0 ) ⋅ τ ( P0 , Φ ) + ∫ E λ (T1 )δ ⋅ τ λ (
Dimana:
Ö = Sudut zenith dari lokasi yang discan
T1 = Suhu permukaan bumi
To = Suhu atmosfer
P0= Tekanan udara di permukaan bumi
P = Tekanan udara di atmosfer
ë = Panjang gelombang
åë = Emisivitas permukaan bumi
Wë (T0) = Energi radiasi permukaan bumi
Ôë(P0, Ö) = Spektral transmittance permukaan bumi
E (ë, T ) = Spektral emittance

P⋅Φ
)dp
dp

Ôë (P,Ö) = Spektral transmittance atmosfer
Åë.Wë.(T0).ôë (P0,Ö) = Spektral radiance permukaan bumi

 P, Φ  
dp
INT Eë(T) δ ⋅ τλ 
 δp  


= Spektral radiance atmosfer

Hubungan antara spectral radiance dengan suhu kecerahan Tb dinyatakan dengan :
Tb = C2.ë-1 {In (C1.ë-5(Ië + 1)-1)}-1
Dimana:
C1 = Konstanta (3.7405 x 10-16 Wm²)
C2 = Konstanta (1,43879 x 10-2 m K-1)
Ië = Spektral radiance
Akibat pengaruh uap air dan partikel-partikel lain yang ada di atmosfer maka suhu
permukaan yang terdeteksi oleh radiometer satelit lebih rendah dibandingkan dengan
suhu permukaan yang sebenarnya. Dengan demikian diperlukan korelasi radiometik agar
suhu yang dihasilkan sesuai dengan suhu yang diperoleh dengan pengamatan lokal
(Hasyim, 1984).
Koreksi radiometik ini berupa penambahan ÄT yang merupakan fungsi dari suhu
kecerahan Tb dan suhu profile radiometer yang dapat dinyatakan dengan:
ÄT = a0 + a1 . Tb + a2 . Tw
Dimana:
ÄT = Koreksi suhu
a0 , a1 , a2 = Parameter koreksi

Tw = Suhu emisitas
Sehingga suhu permukaan yang diperoleh adalah :
T s = T b + ÄT
Dimana:
Ts = Suhu permukaan laut
Tb = Suhu kecerahan

2.4. Aplikasi Suhu Permukaan Laut (SPL)
Pendeteksian SPL dengan tehnik penginderaan jauh dapat digunakan untuk
mengamati pergerakan massa air. Sebagai contoh pergerakan massa air yang dapat
dideteksi oleh satelit NOAA yaitu pergerakan massa air hangat Gulf Stream di Samudera
Atlantik bagian barat laut (Thurman, 1988). Front ditandai dengan adanya gradient suhu
permukaan laut yang tinggi antara kedua sisi front sehingga gejala ini pun dapat dideteksi
dengan alat pengindera suhu (Sumardjo, 1983).
Pendeteksian SPL juga dapat digunakan untuk mengamati terjadinya upwelling di
laut (Hengky, 2002), dengan melihat adanya suhu rendah yang terjadi pada perairan.
Data SPL dapat juga digunakan untuk mengetahui lokasi penangkapan ikan oleh para
nelayan ( Indrawati, 2000).
SPL dipengaruhi oleh aktivitas matahari tahunan, tetapi tidak begitu dominan.
Faktor dominan yang mempengaruhi SPL adalah fenomena El Nino yang meningkatkan
suhu muka laut serta La Nina yang menurunkan SPL dan suhu daratan yang relatif dekat

dengan letak SPL yang ditinjau, diduga berpuran pula dalam kenaikan SPL (Sinambela,
1998).
Analisis distribusi SPL dan klorofil yang diperoleh dari satelit penginderaan jauh
dapat memberikan indikasi daerah potensian penangkapan ikan. Lokasi-lokasi potensial
untuk penangkapan ikan yang dapat diidentifikasi dari pola distribusi SPL adalah
upwelling, front dan eddie. Sebaran klorofil menunjukkan tingkat kesuburan perairan
yang mengindikasikan daerah potensial perikanan (ISDAL, 2000).
Data yang diperoleh dari citra satelit yang diolah untuk mendapatkan nilai SPL
dan kandungan klorofil, kemudian dianalisis berdasarkan fenomena dan kenampakan
masing-masing parameter yang digabung dengan karakteristik ikan untuk memperoleh
informasi tentang daerah potensi penangkapan ikan. Hasil analisa tersebut menjadi
informasi dalam bentuk peta zona potensi ikan (ZPI) (PPRUK, 2004).

3. BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2005 hingga Juli 2005. Data di peroleh dari
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Pekayon, Jakarta Timur, pada
bulan Juli sampai dengan September 2001. Lokasi penelitian dapat dilihat dari Gambar
6.

Skala 1 : 1.000.000
Sumber : Citra Satelit NOAA16-AVHRR

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Citra Satelit NOAA16-AVHRR,2001)
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data citra satelit NOAA16AVHRR. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah software ER Mapper ver. 5.5,
Ms. Word ME 2000, Ms.Excel ME 2000, Paint Shop ME 2000, WordPad ME 2000,
Paint Shop Pro 5, peta digital Ind.Pul.erv, dan peta jawavek.

3.3. Prosedur dan Metoda Pengolahan Data
3.3.1. Data Citra Satelit NOAA16-AVHRR
Pengolahan data raster secara sistematis, dapat dilihat dalam Gambar 6.
Bagan Alir Pengolahan Citra NOAA16-AVHRR
MULAI
Data Citra
NOAA16/AVHRR
Impor ke Hardisk
Peta Digital
Ind.Pul.erv
Skala 1:1000000

Cropping Citra
Citra Kanal 1, 2, 4, 5
Koreksi Geometrik

Citra Kanal 4

Citra Kanal 5

Koreksi nilai radian

Koreksi nilai radian

Temperatur Kecerahan

Temperatur Kecerahan

Temperatur air

Temperatur air
Citra SPL Kanal 4 dan 5
Citra Suhu Permukaan Laut

Masking Darat dan
Laut (Peta Jawavek)
Skala 1 : 1.000.000

Pengkelasan Suhu Awan
Peta Distribusi SPL
Analisis Visual dan Spasial
Pola Perubahannya
SELESAI

Gambar 7. Bagan Alir Pengolahan Citra NOAA16-AVHRR

3.3.1.1. Import Data
Data satelit yang masih berupa data mentah (raw data) harus diolah menjadi suatu
bentuk data yang lebih informatif dan dapat diinterpretasikan dengan mudah.
Kegiatan pengolahan data satelit dari awal hingga akhir terdiri dari pemasukan
data (import data) dari CD-Rom ke komputer dalam bentuk ASCII Simple Binary 8-bit
BIP grid. Pengolahan ini menggunakan perangkat lunak ER Mapper 5.5 dan akan
menghasilkan keluaran berupa data pada media penyimpanan.

3.3.1.2. Koreksi Geometrik
Data yang ditransmisikan dari satelit ke bumi akan mengalami distorsi geometrik
dan radiometrik. Agar citra dapat dipergunakan perlu dilakukan koreksi atas distorsi
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat energi objek, letak objek pada peta dan
geometrik kenampakan objek citra itu nilai digitalnya dipengaruhi oleh atmosfer.
Koreksi data berfungsi untuk menanggulangi dan mengurangi distorsi yang ada sehingga
akan menciptakan data citra yang lebih teliti.
Distorsi geometrik terjadi karena adanya pergeseran piksel dari letak yang
sebenarnya. Distorsi ini dapat dikurangi dengan koreksi geometrik melalui dua tahap,
yaitu coordinate transformation (transformasi geometrik) dan resampling.
Transformasi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan titik
kontrol ikat (ground control point) pada hasil output citra yang baru. Ground Control
Point (GCP) adalah suatu kenampakan geografis yang spesifik dan stabil sifat geometrik
dan radimetriknya serta lokasinya dapat diketahui dengan tepat.
Syarat ground control point antara lain harus tersebar merata di seluruh citra dan
permanen dalam kurun waktu yang lama. Proses penerapan alih ragam geometrik

terhadap data asli disebut resampling. Resampling adalah penentuan titik keabuan piksel
yang telah dikoreksi dengan harga keabuan piksel tetangganya pada citra semua. Proses
tersebut untuk melakukan eliminasi koordinat GCP sampai menghasilkan nilai RMS
(Root Mean Square Error) lebih kecil dari 0.5 sehingga data yang dihasilkan berada pada
posis yang lebih sesuai dengan keadaan pada peta acuan.

3.3.1.3. Koreksi Radiometrik
Pengaruh atmosfer (scattering dan absorpsi), noise pada waktu transmisi data,
radiasi, dan perubahan cahaya dapat menyebabkan distorsi radiometrik. Hal ini dapat
diatasi dengan melakukan koreksi radiometrik yang mana koreksi ini sudah dilakukan
oleh stasiun penerima.

3.3.1.4. Koreksi nilai radian
3.3.1.4.1. Kalibrasi radiansi
Sebelum menghitung nilai SPL maka dilakukan pengolahan untuk mengkonversi
nilai radiansi masing-masing piksel menjadi nilai suhu perairan. Untuk mendapatkan
nilai radiansi (Li), harus diketahui nilai G (slope) dan I (intercept). Parameter input yang
digunakan untuk perhitungan koefisien slope dan intercept adalah data telemetri, data
`count` internal target dan data `count` angkasa yang terdapat dalam header citra.
Sebagai acuan radiansi, dan PRT (Platinum Resistance Target) pada satelit yang berperan
sebagai internal target, adalah radiansi dari objek dibumi yang terukur oleh sensor.
Koreksi radiansi terdiri dari koreksi radiansi linier dan non-linier.

Untuk mendapatkan nilai radiansi linier (Li), harus diketahui nilai G (slope) dan I
(intercept). Rumus perhitungan G (slope) dan I (intercept) dalam proses koreksi nilai
radiansi adalah sebagai berikut :
G=

Li, s − Li, t
Ni, s − Ni, t

Ii = Li, s − Gi, t

Dimana:
Li,s = Radiansi untuk kanal ke-i
Li,t = Radiansi internal target untuk kanal ke-i
Ni,s = Radiansi digital kanal ke-i
Ni,t = Bilangan digital internal target kanal ke-i
Gi = Nilai slope untuk kanal ke-i
Ii= Nilai intercept untuk kanal ke-i
Proses kalibrasi nilai digital (radiometer count) menjadi nilai radiansi dirumuskan
sebagai berikut :
Li = Gi x Ni.F + Ii
Dimana:
Li =Radiansi linier kanal ke-i
Gi = Slope kanal ke-i
Ni = Nilai digital (digital number)
F = Konstanta kesetaraan data AVHRR
F = 1 untuk data 10 bit; F = 4 untuk data 8 bit
Ii = Intercept kanal ke-i
Data masukan yang digunakan adalah data AVHRR 8 bit sehingga digunakan
konstanta F sama dengan 4 sebagai koreksi dalam persamaan tersebut.

Pada kanal 4 dan 5, dilakukan koreksi radiansi non-linier terhadap nilai radiansi
yang diperoleh berdasarkan nilai slope dan intercept, data slope dan intercept dalam
dilihat dalam Lampiran 1.
* Koreksi radiansi non-liner terhadap kanal 4 (i=4)
L4 lin = G4 * N4.F + I4
L4 non-lin = 3.72-0.0763 * L4 lin + 0.0003833 * LA lin^2
L4 total = L4 + L4 non-lin
* Koreksi radiansi non-linier terhadap kanal 5 (i=5)
L5 lin = G5 * N5.F + 15
L5 non-lin = 2.00-0.381 * L5 lim + 0.0001742 * L5 lin^2
L5 total = L5 lin + L5 non-lin

3.3.1.4.2. Komputasi suhu kecerahan
Suhu kecerahan (tb) diperoleh dari proses konversi nilai radiansi (Li),
menggunakan algoritma multikanal yaitu kanal 4 dan kanal 5.
Suhu kecerahan (brihtness temperature) diperoleh dengan menggunakan
persamaan.
Tb =

β
{Ln(Li) − α }

Dimana:
Tb = Suhu kecerahan
Li = Radiansi kanal ke-i
á,â = Konstanta

K onstantaá dan â untuk masing-masing kanal 4 dan kanal 5 AVHRR satelit
NOAA ditabulasikan pada Tabel 1:
T abel 1. Nilai K onstantaá dan â padakanal 4 dan kanal 5
Kanal
K onstantaá
K onstantaâ
4

9.2227

-1352.250

5

8.9824

-1244.250

Sumber : LAPAN, 2005

Lalu hasil dari perhitungan suhu kecerahan ini dikoreksi terhadap ketidak linieran
sensor, dengan perhitungan sebagai berikut:
Ttb = a2 + b2 Tb ë
Dimana:
Ttb

= Suhu kecerahan yang sudah dikoreksi

Tb

= Suhu kecerahan

a, b, ë = Parameter koreksi

3.3.1.4.3. Komputasi suhu air
Suhu air untuk masing-masing kanal diperoleh dengan memasukan nilai koreksi
emisivitas air (å) yang nilainya0.98. Persamaan yang digunakan untuk menghitung suhu
air (Twn) adalah (Harsanugraha, 1992):
TW =

C 2 ⋅ λn

 C ⋅γ
ln 1 − ε + ε ⋅ exp 2 n
 Tb






Dimana:
Tw = Suhu air
C2 = Konstanta radiasi surya (1.438833 cmoK)
ãn = Bilangan gelombang radiansi efektif untuk kanal tertentu
Tb = Suhu kecerahan
å=

Emisivitas air (0.98 yang digunakan oleh LAPAN)

K onstantaãuntuk masing-masing kanal 4 dan 5 AVHRR untuk satelit NOAA
ditabulasikan pada Tabel 2 :
T abel 2. Nilai K onstantaãpadakanal 4 dan kanal 5
Kanal
K onstantaã
4

927.73

5

838.35

Sumber : LAPAN, 2005

3.3.1.4.4. Analisis hasil liputan awan
Proses selanjutnya, yang akan dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak ER Mapper 5.5, adalah memisahkan antara daratan, laut dan awan sehingga awan
dan darat mempunyai nilai yang sama, tetapi berbeda dengan nilai laut. Nilai suhu awan
yang berasal dari tiga kelas kisaran suhu, yaitu 31 oC. Kedua
kelas pertama diberi nilai 0 º C pada tampilan citra dan kelas ketiga diberi nilai 32 oC.
Sedangkan yang termasuk dalam kelas suhu laut adalah 22 oC-31 oC.
Untuk menentukan SPL dengan data satelit cuaca NOAA16-AVHRR diasumsikan
bahwa atmosfer dalam keadaan cerah. Analisa liputan awan dilakukan dengan

menggunakan kanal 2. Penggunaan kanal 2 bertujuan untuk memeriksa wilayah yang
diamati bebas dari awan sehingga nilai suhu yang diperoleh dari estimasi data digital
mempunyai nilai bias yang kecil dari SPL yang sebenarnya.

3.3.2. Perhitungan SPL
Algoritma yang digunakan untuk perhitungan SPL dalam penelitian ini adalah
yang hanya menggunakan dua kanal yaitu metode dari hasil pengembangan McMillin
dan Crosby. Pemilihan metode ini adalah karena metode ini dianggap paling sesuai
untuk perairan Indonesia dengan tingkat deviasi ± 0.8 oC untuk estimasi malam hari dan
± 1.5 oC untuk estimasi siang hari dari perairan sebenarnya.
Rumus perhitungan SPL berdasarkan McMillin & Crosby (1984) tersebut yaitu:
SPL = {Tw4 + 2.702 (Tw4 - Tw5) - 0.582} - 273oC
Dimana