Pengaruh Pemberian Blast Furnace Slag, Electric Furnace Slag, Dolomit dan Silica Gel terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut Dalam dari Desa Arang-Arang Jambi

PENGARUH PEMBERIAN BLAST FURNACE SLAG,
ELECTRIC FURNACE SLAG, DOLOMIT DAN SILICA GEL
TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT DALAM DARI
DESA ARANG-ARANG
JAMBI

ALFARIZI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Blast
Furnace Slag, Electric Furnace Slag, Dolomit dan Silica Gel terhadap Sifat Kimia
Tanah Gambut Dalam Desa Arang-Arang Jambi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Alfarizi
A14070094

RINGKASAN

ALFARIZI. Pengaruh Pemberian Blast Furnace Slag, Electric Furnace Slag,
Dolomit dan Silica gel terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut dalam dari Desa ArangArang, Jambi. Dibimbing oleh Suwarno dan Komaruddin Idris.
Tanah gambut merupakan tanah yang memiliki lapisan kaya bahan organik
(C-organik >18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun
tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna
karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Pemanfaatan tanah gambut
dalam bidang pertanian dihadapkan pada beberapa masalah terutama sifat kimia
tanah yang tidak menunjang pertumbuhan tanaman dengan baik. Sifat-sifat
tersebut antara lain adalah reaksi tanah yang sangat masam, kejenuhan basa yang
rendah, kapasitas tukar kationnya sangat tinggi dan keseimbangan hara yang
rendah. Untuk itu diperlukan perbaikan sifat kimia tanah di antaranya melalui
penambahan amelioran seperti terak baja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian blast
furnace slag (BF slag), electric furnace slag (EF slag), dolomit, dan silica gel
terhadap perubahan sifat kimia tanah gambut dan kandungan logam berat beracun
tersedia dalam tanah. Penelitian dilakukan melalui percobaan inkubasi di
laboratorium dengan menggunakan tanah gambut dalam yang berasal dari
Kumpeh, Jambi. Perlakuan yang diberikan adalah EF slag dan BF slag 0%, 2%,
4%, 6%, dan 8% serta dolomit dan silica gel ekuivalen dengan EF slag 0%, 2%,
4%, 6%, dan 8%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa BF slag, EF slag dan dolomit
nyata meningkatkan pH, Ca dan Mg-tersedia tanah. Semua perlakuan tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan K-tersedia dan N-total tanah. Perlakuan
EF slag dan BF slag nyata meningkatkan kandungan P-tersedia tanah, tetapi
perlakuan dolomit dan silica gel tidak. Perlakuan EF slag nyata meningkatkan
kandungan Fe-tersedia tanah, tetapi perlakuan BF slag, silica gel dan dolomit
tidak. Dolomit dan silica gel tidak nyata meningkatkan kandungan Mn-tersedia
tanah, sedangkan EF slag dan BF slag nyata meningkatkan. Dari hasil analisis
Cu-tersedia tanah, diketahui bahwa hanya perlakuan silica gel 8% yang mampu
meningkatkan kandungan Cu-tersedia tanah. Perlakuan EF slag dan silica gel
mampu meningkatkan kandungan Zn tersedia tanah, sedangkan perlakuan BF slag

dan dolomit tidak. Perlakuan BF slag dan EF slag, semua konsentrasi nyata
meningkatkan kandungan SiO2-tersedia tanah sedangkan perlakuan dolomit dan
silica gel tidak. Hasil uji DMRT kadar logam berat tersedia menunjukkan bahwa
semua perlakuan cenderung menurunkan kadar Pb-tersedia dan Cr-tersedia tanah,
tetapi tidak nyata menurunkan kadar Cd-tersedia dan Hg-tersedia tanah.
Kata kunci : Gambut, Slag, Dolomit, Silica Gel, kadar hara, dan kadar logam berat

,

ABSTRACT
Effect of Aplication of Blast Furnace Slag, Electric Furnace Slag,
Dolomite, and Silica Gel on Chemical Properties of Peat Soil from Arang-Arang
Village, Jambi. Under guidance of Suwarno and Komaruddin Idris.
Peat soil is soil having layers consisting high of organic materials (COrganic > 18 %) whitin the thickness 50 cm or more. Organic materials of peat
soil is formed by remnamt of decaying plants that have not been smashed perfecly
because saturated water environmental conditions and low nutrient. Utilization of
peat soil in agriculture is faced to several problems, especially chemical
characteristic of the soil that is not supporting the growth of plants well. The
characteristics are soil reaction which extremely acid, low base sarutation, very
high cation exchange capacity and low nutrient balancing. Consequently, it is

required improvements in chemical characteristic of soil such as application like
steel slag.
This research was purposed to investigate the effect of blast furnace slag
(BF slag), electric furnace slag (EF slag), dolomite, and silica gel on chemical
soil properties of peat soil and the availability of toxic heavy metal in the soil.
This research was conducted by incubation experiment in laboratory using peat
soil from Kumpeh, Jambi. Treatments applied were EF slag, BF slag 0 %, 2 %, 4
%, 6 %, and 8 %; dolomite and silica gel equivalent to EF slag 0 %, 2 %, 4 %, 6
%, and 8 %. The experimental design used was completely randomized design
(CRD).
The result of statistic analysis showed that BF slag, EF slag and dolomite
significantly increased soil pH, and available Ca and Mg in the soil. The effect of
treatments on available K and total N were not significant. EF and BF slag
significantly increased available P in the soil, but dolomite and silica gel did not.
EF slag treatment significantly increased available Fe in the soil, but BF slag,
silica gel and dolomite did not. Dolomite and silica gel did not increase available
Mn in the soil, but EF and BF slags significantly increased. Result of available Cu
analysis indicated that among treatments only silica gel 8% increased available Cu
in soil. EF slag and silica gel treatments increased Zn in the soil, but BF slag and
dolomite treatment did not. EF and BF slags significantly increased available SiO 2

in the soil, while dolomite and silica gel did not. The result of the heavy metal
analysis showed that all treatments significantly reduced available Pb and Cr in
the soil, but did not reduce available Cd and Hg in the soil.
Keywords: Peat, Slag, Dolomite, Silica gel, Nutrient level, and heavy metal levels.

PENGARUH PEMBERIAN BLAST FURNACE SLAG,
ELECTRIC FURNACE SLAG, DOLOMIT DAN SILICA GEL
TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT DALAM DARI
DESA ARANG-ARANG
JAMBI

ALFARIZI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Blast Furnace Slag, Electric Furnace Slag,
Dolomit dan Silica Gel terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut Dalam
dari Desa Arang-Arang Jambi
Nama
: Alfarizi
NIM
: A14070094

Disetujui oleh

Dr. Ir. Suwarno, M.Sc
NIP. 19621120 198811 1 001

Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.Sc
NIP. 19490303 197603 1 001


Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus. M. Sc
NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi ialah
Pengaruh Pemberian Blast Furnace Slag, Electric Furnace Slag, Dolomit dan
Silica Gel terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut Dalam Desa Arang-Arang Jambi.
Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.
Suwarno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dari awal proses penelitian sampai dengan
terciptanya tulisan ini. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayah dan ibu atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Galuh Tri Pudyastungkara yang telah
memberi semangat dan doa, teman-teman yang membantu dalam penelitian ini
Hastiana Utami, Sri Ginanjar, Ehsa Septy Listianti, Fiqolbi Nuro Pohan serta

teman-teman seperjuangan Farid Ridwan, M Suefi, Rhoma P, Aulia BM, Herdian
P, Khoirul Muna, Parubahan H, Luqmanul Abidin, Rahmat, Rendra EA yang telah
memberikan motivasi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun untuk ke depannya. Semoga skripsi ini memberikan manfaat.

Bogor, Juli 2014
Alfarizi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
Bahan

Alat
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
7

7
7
7
7
8
10
18
17
18
18
21
32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7
8
9

Kriteria penggolongan tingkat kesuburan tanah gambut
Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah gambut
Dosis perlakuan yang diberikan
Sifat kimia tanah gambut dari desa arang-arang
Komposisi hara pada steel slag
Pengaruh Perlakuan terhadap pH dan basa-basa dapat dipertukarkan
Pengaruh Perlakuan terhadap N dan P tanah
Pengaruh Perlakuan terhadap Fe, Mn, Cu, Zn, dan SiO2 tanah
Pengaruh Perlakuan terhadap logam berat (Cr, Hg, Cd, dan Pb) tanah

2
2
8
10
11
13
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1

Diagram Alur Proses Pemurnian Bijih Besi dalam Industri Baja

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Konsentrasi logam berat di tanah dan tanaman
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar N-Total Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar P tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap pH Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Mg tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar K tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Ca tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Fe tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Mn tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Cu tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Zn tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Pb tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Cd tersedia Tanah
Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica
terhadap Kadar Hg tersedia Tanah

22
Gel dan Dolomit
23
Gel dan Dolomit
23
Gel dan Dolomit
23
Gel dan Dolomit
23
Gel dan Dolomit
24
Gel dan Dolomit
25
Gel dan Dolomit
25
Gel dan Dolomit
25
Gel dan Dolomit
25
Gel dan Dolomit
26
Gel dan Dolomit
26
Gel dan Dolomit
26
Gel dan Dolomit
26

15
16
17
18
19
20

Analisis Ragam Pengaruh BF slag, EF slag, Silica Gel dan Dolomit
terhadap Kadar Cr tersedia Tanah
Pengaruh BF slag, EF slag, Silica Gel dan Dolomit terhadap pH, Mgdd dan Ca-dd tanah
Pengaruh BF slag, EF slag, Silica Gel dan Dolomit terhadap N, P,
dan K Tanah
Pengaruh BF slag, EF slag, Silica Gel dan Dolomit terhadap Mn,
Cu,dan Zn Tersedia Tanah
Pengaruh BF slag, EF slag, Silica Gel dan Dolomit terhadap Fetersedia dan SiO2 Tersedia Tanah
Pengaruh BF slag, EF slag, Silica Gel dan Dolomit terhadap Cr, Pb,
Hg dan Cd Tersedia Tanah

27
27
28
29
30
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah gambut merupakan tanah yang memiliki lapisan tanah kaya bahan
organik (C-organik >18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik
penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk
sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya,
lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang atau daerah cekungan
yang berdrainase buruk (Agus dan Subiksa 2008). Indonesia merupakan negara
yang mempunyai lahan gambut terluas keempat di dunia (Noor 2001). Menurut
Notohadiprawiro dalam Noor (2001), luas lahan gambut di Indonesia sekitar 17
juta hektar atau sekitar 10% luas daratan Indonesia.
Pemanfaatan tanah gambut dalam bidang pertanian dihadapkan pada
beberapa masalah terutama sifat-sifat kimia tanah yang tidak menunjang
pertumbuhan tanaman dengan baik. Sifat-sifat tersebut antara lain adalah reaksi
tanah yang sangat masam, kejenuhan basah yang rendah, kapasitas tukar
kationnya sangat tinggi, P dan basa-basa (Ca dan Mg) yang rendah. Menurut
Hardjowigeno (1996), secara umum pH tanah gambut di Indonesia berkisar dari 3
- 5 dan biasanya menurun dengan kedalaman. Tanah-tanah yang sangat masam
menyebabkan kekahatan N, P, K, Ca, Mg, Bo, dan Mo. Penanggulangan terhadap
tanah gambut sudah banyak dilakukan misalnya, melalui pemupukan baik unsurunsur makro ataupun mikro, pengapuran, percampuran dengan tanah mineral,
pencampuran dengan abu volkan dan sebagainya. Salah satu cara perbaikan sifat
kimia tanah gambut lainnya adalah dengan penambahan steel slag sebagai bahan
amelioran.
Pemanfaatan steel slag sudah banyak dilakukan di negara-negara maju.
Dalam bidang pertanian, steel slag sering digunakan sebagai bahan yang dapat
memperbaiki kualitas tanah. Bahkan sejak tahun 1955 steel slag telah banyak
digunakan di Jepang sebagai sumber pupuk silika (Ma dan Takahashi, 2002).
Pemberian steel slag juga nyata berpengaruh terhadap sifat kimia tanah seperti
kandungan basa-basa K, Ca dan Mg dapat ditukar, Si, Fe, Mn tersedia dan pH
tanah (Hidayatullah 2006). Menurut Tisdale et al. (1985) jenis steel slag yang
sering digunakan dalam pertanian adalah (1) blast furnace slag (2) basic slag (3)
electric furnace slag. Penggunaan bahan amelioran tersebut bermula dari
pertimbangan akan peran silikat yang dikandungnya dan memberikan pengaruh
yang menguntungkan dalam usaha meningkatkan hasil tanaman padi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. mengetahui pengaruh pemberian BF slag, EF slag, silica gel, dan dolomit,
terhadap sifat kimia tanah gambut.
2. mengetahui pengaruh pemberian BF slag, EF slag, silica gel, dan dolomit
terhadap kandungan logam berat beracun dalam tanah.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan gambut
Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian
mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan
marjinal yang dipilih terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang
penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. Tanah
gambut merupakan tanah yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik
(C-organik >18%) dengan ketebalan bahan organik 50 cm atau lebih. Bahan
organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum
melapuk sempurna karena kondisi lingkungan yang jenuh air. Oleh karenanya,
lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang atau daerah
cekungan yang berdrainase buruk (Agus dan Subiksa 2008).
Tanah gambut di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang sangat
beragam. Menurut Fleisher (Driessen dan Soepraptohardjo 1974), tanah gambut
dibagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan sifat kimia (status hara) yaitu gambut
eutropik dengan tigkat kesuburan baik, gambut mesotropik dengan tingkat
kesuburan sedang, dan gambut oligotropik dengan tingkat kesuburan rendah.
Penggolongan ini berdasarkan pada kandungan nitrogen (N), kalium (K), kalsium
(Ca), fosfor (P), dan kandungan abunya (Tabel 1), dan penilaian kesuburan tanah
gambut berdasarkan pH, N-total, P-tersedia, dan K-tersedia (Tabel 2).
Tabel 1. Kriteria Penggolongan Tingkat Kesuburan Tanah Gambut (Fleisher
dalam Driessen dan Soepraptohardjo dalam Syihabudin 2011)
Tingkat
kesuburan
Eutropik
Mesotropik
Oligotropik

N
2.50
2.00
0.80

Kandungan hara (% bahan kering)
K2O
P2O5
CaO
0.10
0.25
4.00
0.10
0.20
1.00
0.03
0.05
0.24

Abu
10.00
5.00
2.00

Tabel 2. Kriteria Penilaian Tingkat Kesuburan Tanah Gambut (Tim IPB 1976
dalam Prasetyo 1996)
Sifat tanah
pH
N-total (%)
P-tersedia (ppm)
K-tersedia
(me/100g)

Rendah
0.75

Tanah gambut umumnya memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi
dengan kejenuhan basa (KB) rendah. Kapasitas tukar kation tanah gambut lebih
tinggi dibandingkan tanah mineral dan semakin tinggi dengan meningkatnya
kandungan bahan organik. Nilai KTK tanah gambut memegang peranan penting

3
dalam pengelolaan tanah dan dapat menjadi penciri kesuburan tanah. Kapasitas
tukar kation pada tanah umumnya bergantung pada jumlah muatan negatif yang
berada pada kompleks jerapan.
Steel Slag (Terak Baja)
Steel slag (terak baja) adalah produk sampingan yang terbentuk dalam
proses pembuatan baja (Anonymous dalam Suwarno 2010). Boxus dalam Rahim
(1995) menyatakan bahwa slag memiliki komposisi kimia yang kompleks. Slag
juga mengandung unsur-unsur sekunder yang terdiri dari Magnesium (Mg),
Silikon (Si), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Kobalt (Co), dan Molibdenum (Mo)
sehingga slag dianggap sangat baik digunakan untuk pertanian. Ada tiga jenis slag
dari industry baja, masing – masing nama diberikan berdasarkan prosesnya: blast
rurnace (BF) slag, basic oxygen furnace (BOF) slag, dan electric furnace (EF)
slag. Blast furnace slag digunakan dalam memproduksi besi, sementara EF slag
dan BOF slag digunakan untuk memproduksi baja. ketiga jenis slag terutama
terdiri dari bahan pelarut (terutama kapur) yang digunakan selama proses
pembuatan besi dan baja. Diagram alur proses pemurnian bijih besi dalam industri
baja disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alur Proses Pemurnian Bijih Besi dalam Industri Baja
(American Iron and Steel Institute dalam http://www. Steel.org//).
Blast furnace slag (BF slag), komposisi terutama silika dan alumina dari
bijih besi asli, dengan kalsium dan magnesium oksida dari fluks yang
ditambahkan. Agen fluxing juga digunakan dalam proses BOF slag dan EF slag,
dan dengan demikian komposisi dari proses ini mirip dengan BF slag. Namun,
kadar besi dan mangan BOF slag dan EF slag secara substansial lebih tinggi.

4
Setelah slag didinginkan dan dipadatkan, komponen logam akan dipindahkan dan
dimasukkan kembali ke dalam pabrik baja, slag bukan logam dihancurkan dengan
fraksi diameter berkisar 10 - 1 inci atau kurang (Proctor et al., 2000).
Proses Basic Oxygen Furnaces (BOF) slag
Pada industri baja, biasanya instalasi proses BOF slag selalu berintegrasi
dengan instalasi blast furnace. Besi cair yang berasal dari BF slag dimasukkan ke
dalam BOF slag untuk diproses lebih lanjut dikombinasikan dengan potongan
baja (scrap). Besi cair yang ditambahkan berkisar antara 80-90%, sedangkan
potongan baja sekitar 10-20%. Penambahan potongan baja berperan penting untuk
menjaga keseimbangan suhu dalam pemanas pada kisaran 1600 0C-16500C
(American Iron and Steel Institute dalam http://www. Steel.org//).
Pada tahap awal, potongan baja dimasukkan ke dalam tungku pemanas.
Selanjutnya besi cair disiramkan di atas potongan baja, kemudian dialirkan
oksigen dengan kemurnian diatas 90%. Pada proses pengaliran oksigen (selama
20-25 menit), terjadi reaksi oksidasi yang sangat intensif sehingga bahan pengotor
pada baja dapat dikurangi. Karbon teroksidasi membentuk karbon monoksida,
mengakibatkan peningkatan suhu mencapai 16000C-17000C. Pada suhu ini
potongan baja mencair dan kadar karbon pada baja menurun. Untuk menurunkan
kadar bahan yang tidak diinginkan pada baja ditambahkan fluxing agent, yaitu
CaO atau MgCa(CO3)2. Selama pengaliran oksigen, bahan yang tidak diinginkan
teroksidasi, kemudian berikatan dengan bahan kapur membentuk BOF slag yang
mengapung di atas besi cair (Yildirim dan Prezzi 2011).
a.

Proses Electric Furnace slag (EF slag)
Pada proses electric furnace slag sumber panas diperoleh dari percikan api
yang berasal dari listrik bertegangan tinggi. Tungku electric dilengkapi dengan
elektroda grafit dan ketel besar dengan lubang pengeluaran di bagian atas ketel.
Pada bagian atas ketel juga dilengkapi dengan poros yang digunakan untuk
memutar ketel pada saat menuangkan besi cair. Proses EF slag tidak tergantung
dengan proses BF slag, karena bahan yang digunakan adalah potongan baja yang
berasal dari baja-baja bekas (American Iron and Steel Institute dalam http://www.
Steel.org//).
Proses EF slag dimulai dengan memasukkan potongan baja ke dalam
tungku pemanas elektrik. Kemudian elektroda grafit diturunkan hingga masuk ke
dalam tungku. Ketika dialirkan aliran listrik, pertemuan antara elektroda dan
potongan baja akan menghasilkan panas. Ketika potongan baja meleleh, elektroda
ditekan lebih dalam. Ketika semua potongan baja telah meleleh, kemudian
dilanjutkan proses pemurnian. Selama proses pemurnian dialirkan oksigen
kemurnian tinggi. Beberapa besi (Fe) dan berbagai material yang tidak diinginkan
termasuk Al, Si, Mn, P, dan C teroksidasi. Komponen yang teroksidasi ini
berkombinasi dengan CaO maupun MgO membentuk terak (Yildirim dan Prezzi
2011).
b.

Pemanfaatan steel slag dalam Bidang Pertanian
Menurut Susilawati et al. (2011), pemanfaatan slag sebagai bahan
amelioran dapat menekan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dan meningkatkan
produksi padi pada tanah gambut sebesar 14%. Suwarno (2010), menyatakan

5
bahwa slag dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi komatsuna lebih baik
daripada dolomit serta tidak menimbulkan defisiensi B dan Mn. Steel slag
Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi Acacia cracicarpa yang
di tanam pada tanah gambut.
Beberapa manfaat slag dalam bidang pertanian telah banyak ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian terdahulu, antara lain steel slag dapat berfungsi untuk
meningkatkan pH tanah sama seperti kapur, penyedia unsur Ca, K, dan P, serta
mampu menurunkan efek toksik dari Al pada tanah masam (Ali dan Sedaghat
2007). Penambahan steel slag pada tanaman padi di lahan gambut mampu
meningkatkan bobot kering gabah bernas sebesar 65-96% dan meningkatkan
kandungan basa-basa yang dapat dipertukarkan seperti K, Ca, dan Mg
(Hidayatulloh 2006). Kristen dan Erstad (1996), menyatakan bahwa pemberian
slag dapat meningkatkan P dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh kandungan SiO2
dalam steel slag. Unsur Si dapat mengurangi fiksasi P oleh Al dan Fe sehingga
ketersedian P dalam tanah meningkat. Senyawa SiO2 pada steel slag terhidrolisis
membentuk anion SiO44- yang mampu mendorong anion P sehingga P dibebaskan
ke dalam larutan tanah (Yuwono dan Yukamgo 2007).
Dolomit sebagai bahan amelioran
Kemasaman tanah dan keadaan hara yang menyertainya merupakan akibat
dari kekurangan kation basa yang dapat dipertukarkan. Jumlah kation-kation
demikian menentukan persentase kejenuhan basa dan oleh karenanya secara tidak
langsung menentukan kepekatan ion H+ dalam larutan tanah. Dua kation yang
paling cocok untuk mengurangi kemasaman tanah ialah kalsium dan magnesium
(Soepardi 1983).
Kapur yang diberikan ke dalam tanah gambut akan memperbaiki kondisi
tanah gambut dengan cara: menaikkan pH tanah, mengurangi ketersediaan
senyawa-senyawa organik beracun, meningkatkan kejenuhan basa, menambah
unsur Ca dan Mg, menambah ketersedian hara, dan memperbaiki kehidupan
mikroorganisme tanah termasuk yang berada di dalam bintil-bintil akar. Dolomit
merupakan salah satu jenis kapur yang digunakan untuk kesuburan tanah dan
mengurangi keasaman, dolomit [CaMg(CO3)2] mengandung Ca=21.73%,
Mg=13.18%, C=13.03%, O=52.06%, CaO=30.4%, MgO=21.7%, CO2=47.9%
(Djuhariningrum dan Rusmadi 2004). Reaksi pelarutan partikel kapur dalam tanah
sebagai berikut:
CaMg(CO3)2 + 2H2O → Ca2+ + Mg2+ + 2HCO3- + 2OHKapur banyak mengandung unsur Ca tetapi pemberian kapur ke dalam tanah
pada umumnya bukan karena tanah kekurangan Ca melainkan karena kemasaman
tanh. Ada beberapa jenis bahan pengapur yang dapat digunakan yaitu kapur bakar
(CaO), kapur hidrat (Ca(OH)2), kapur kalsit (CaCO3), dan kapur dolomit
(CaMg(CO3)2) (Hardjowigeno 2003). Kalsit dan dolomit adalah senyawa karbonat
yang sering digunakan sebagai bahan pengapuran pada tanah pertanian. Kedua
senyawa ini mempunyai perbedaan dalam hal kecepatan bereaksi, kalsit bereaksi
lebih cepat dari dolomit (Soepardi 1983). Pemberian kapur, selain dapat
mengurangi kemasaman tanah, juga dapat meningkatkan kandungan kation-kation
basa, yaitu Ca dan Mg, dan meningkatkan kejenuhan basa tanah gambut
(Hardjowigeno 1986).

6

Silica gel
Silica gel adalah butiran seperti kaca dengan bentuk butiran granular. Silica
gel dibuat secara sintetis dari natrium silikat yang dikenal dengan nama silica gel
padat. Silica gel adalah mineral alami yang dimurnikan dan diolah menjadi salah
satu bentuk butiran atau manik-manik. Silica gel merupakan suatu bentuk dari
silika yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO 2). Sol
mirip agar-agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau
butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silica gel
dimanfaatkan sebagai zat penyerap, pengering dan penyangga katalis. Silica gel
mulai banyak diproduksi dalam bentuk silica gel biasa maupun nano silica gel,
yang memiliki keunggulan sebagai pupuk Si yang cepat tersedia bagi tanaman
(http://id.wikipedia.org/wiki/gel_silica).
Kelemahan penggunaan silica gel adalah rendahnya efektivitas dan
selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam berat, sehingga silica
gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif untuk ion logam berat.
Hal ini terjadi karena gugus aktif yang ada hanya berupa gugus silanol (Si-OH)
dan siloksan (Si-O-Si). Akan tetapi, kekurangan ini dapat diatasi dengan
memodifikasi permukaan dengan menggunakan gugus aktif yang sesuai untuk
mengadsorpsi ion logam berat yang dikehendaki (Astuti et al. 2012)
Logam berat
Menurut Fardiaz dalam Sudarmadji (2006), logam berat adalah unsur yang
mempunyai densitas lebih dari 5 g/cm3. Menurut Soepardi (1983), hingga batas
tertentu logam berat sangat beracun bagi manusia atau binatang, dimana
Kadmium (Cd) dan arsen (As) sangat beracun; air raksa (Hg), timah (Sn), nikel
(Ni), dan flour (F) mempunyai tingkat racun yang sedang; dan boron (B), tembaga
(Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn) mempunyai tingkat racun terendah.
Menurut Darmawan dan Wada (1999) logam berat dalam tanah terdapat
dalam lima fraksi, yaitu: (1) fraksi terlarut; (2) fraksi yang dapat dipertukarkan;
(3) fraksi yang terikat pada oksida dan hidroksida Fe dan Mn; (4) fraksi khelat
bahan organik; dan (5) residu. Fraksionasi logam berat dipengaruhi oleh reaksi
yang terjadi di dalam tanah, jenis mineral liat, serta kandungan bahan organik.
Proses utama yang berkaitan dengan mobilitas logam di dalam tanah dijelaskan
oleh Ross (1994) antara lain: pelapukan mineral, pelarutan, pengendapan, serapan
oleh tanaman, imobilisasi oleh mikro organisme, pertukaran kation dalam tanah,
adsorpsi, pengkhelatan, dan pencucian. Pada prinsipnya, proses yang
mempengaruhi terlarutnya logam berat dalam tanah adalah pH, kadar bahan
organik terlarut, dan reaksi redoks tanah. Proses pengikatan logam dalam tanah
lebih dominan terjadi jika dibandingkan dengan proses pencucian.
Darmono (1995) menyatakan limbah yang mengandung As, Cd, Pb dan
Hg selain berasal dari limbah penggunaan batu bara dan minyak juga berasal dari
limbah pabrik peleburan besi dan baja, pengabuan sampah, pabrik produksi semen
dan limbah dari penggunaaan logam yang bersangkutan untuk hasil produksinya
(pabrik baterai atau aki, listrik, pigmen atau cat warna atau tekstil, pestisida, gelas,
keramik dan lain-lain). Berdasarkan PP No 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, steel slag termasuk dalam kategori
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah B3 yaitu sisa suatu usaha dan

7
atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena
sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lainnya. Terak baja memiliki kandungan yang berupa unsur-unsur logam berat
yaitu As, Cd, Cr, Pb, Hg, Zn, Cu, dan Mn yang dapat bersifat toksik dan
mencemarkan, karena hal itulah steel slag berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999
dikategorikan sebagai limbah B3. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Syihabuddin (2011) menunjukkan bahwa kandungan logam berat beracun pada
perlakuan steel slag sangat sedikit, bahkan sama sekali tidak ada pada beberapa
perlakuan. Nilai kelarutan logam berat beracun lebih banyak terdapat pada
perlakuan pemupukan standar. Hal ini menunjukkan bahwa logam berat itu sendiri
sebenarnya sudah terdapat dalam tanah dan kelarutan logam berat semakin
menurun pada perlakuan steel slag karena peningkatan pH. Dengan pH tanah
dipertahankan agar tetap tinggi unsur-unsur tersebut menjadi kurang mobil dan
kurang tersedia.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pot plastik sebagai
wadah inkubasi, plastik, hand sprayer, timbangan, beberapa peralatan untuk
analisis tanah dan tanaman di laboratorium yaitu labu kjeldahl digestion,
destilator dan labunya, spectrophotometer, flamephotometer, atomic absorption
spectrophotometer (AAS) serta alat-alat analisis lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : tanah gambut
yang berasal dari Kumpeh, Jambi. Contoh tanah (bulk sample) diambil dari
kedalaman 0-20 cm. Sebagai perlakuan digunakan EF slag yang berasal dari PT.
Krakatau Steel, BF slag yang berasal dari Korea, dolomit dengan daya netralisasi
(DN) sebesar 107.07, dan silica gel. Serta beberapa bahan kimia digunakan untuk
analisis tanah.
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan tanah gambut dari Kumpeh, Jambi dilakukan pada bulan Oktober
2011. Percobaan inkubasi dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai
dengan Januari 2012 yang dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian inkubasi tanah di laboratorium terdiri dari 20 perlakuan dan 3
kali ulangan sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 60 satuan percobaan.
Perlakuan yang diberikan tertera pada Tabel 3.

8
Tabel 3. Dosis Perlakuan yang Diberikan.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Perlakuan
BF 0%
BF 2%
BF 4%
BF 6%
BF 8%
EF 0%
EF 2%
EF 4%
EF 6%
EF 8%
SG 0%
SG 2%
SG 4%
SG 6%
SG 8%
DM 0%
DM 2%
DM 4%
DM 6%
DM 8%

BF slag
EF slag
Silica gel
Dolomit
…………………………… (g/pot)…………………………
0
2.00
4.00
6.00
8.00
0
2.00
4.00
6.00
8.00
0
0.25
0.50
0.75
1.00
0
1.23
2.47
3.70
4.97

Keterangan: BF = blast furnace slag; EF = electric furnace slag; SG = silica gel setara EF; DM =
dolomit setara EF. 1, 2,..,5 = Dosis yang diberikan 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8%

Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap (RAL).
Adapun model matematika rancangan ini adalah sebagai berikut:
� =�+� +ℇ
Dimana :
i
= 1, 2, …, t dan j = 1, 2, …,r
Yij
= perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
�
= Rataan umum
Ï„i
= Pengaruh perlakuan ke-i
ℇ
= Galat
Data hasil penelitian dianalisis statistik dengan menggunakan analisis ragam
(ANOVA). Apabila perlakuan berpengaruh nyata selanjutnya dilakukan analisis
lanjutan dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) atau uji
wilayah Berganda Duncan pada taraf α = 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Analisis pendahuluan dilakukan terhadap sampel tanah untuk mengetahui
kadar air tanah. Sebelum dilakukan pengukuran kadar air, semua tanah gambut
yang diambil dan kemudian diaduk hingga kira-kira cukup rata. Setelah itu sampel
diambil secara komposit.

9
Bobot tanah untuk percobaan inkubasi di laboratorium yaitu 100 g (setara
bobot kering oven) per pot. EF slag, BF slag, silica gel dan dolomit (setara
dengan daya netralisasi EF slag) masing-masing diberikan dengan dosis 0%, 2%,
4%, 6%, dan 8%, lalu dicampur dengan tanah, diairi, dan diinkubasi di
laboratorium selama 1 bulan.
Setelah inkubasi selesai, dilakukan analisis sifat kimia tanah yang
meliputi; pH tanah (pH H2O 1:5), basa-basa dapat dipertukarkan (Ca-dd dan Mgdd) dengan metode ekstraksi NH4OAc pH 7, N total (Kjeldahl), P-Bray I, SiO2tersedia dengan metode ekstraksi natrium asetat pH 4, unsur mikro tersedia (Fe,
Mn, Cu, dan Zn) dengan metode ekstraksi DTPA pH 7.3, serta unsur logam berat
tersedia di tanah (Pb, Hg, Cd dan Cr) dengan metode ekstraksi HCl 0.05 N.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.

Sifat Kimia Tanah Awal
Gambut pedalaman dari desa Arang-arang termasuk ke dalam gambut
oligotropik dimana gambut jenis ini termasuk gambut miskin hara. Menurut
kriteria penggolongan tingkat kesuburan tanah gambut (Fleisher dalam Driessen
dan Soepraptohardjo dalam Syihabudin 2011), pH tanah gambut pedalaman yang
digunakan termasuk sangat rendah yaitu sebesar 3.50, N-total tanah sangat tinggi
yaitu sebesar 3.72%, P tersedia sedang yaitu sebesar sebesar 24.50 ppm, dan K
tersedia tanah sangat tinggi yaitu sebesar 2.49 me/100g.
Tabel 4. Sifat Kimia Tanah Gambut dari Desa Arang-arang
Unsur Kimia

Satuan

pH (H2O)1:1
C-organik (Walkley & Black)
%
N-total (Kjeldahl)
%
P- tersedia (Bray 1)
ppm
Ca-dd
me/100g
Mg-dd
me/100g
K-dd
me/100g
Unsur Kimia
Satuan
Na-dd
me/100g
KTK
me/100g
KB
%
Al-dd
me/100g
H-dd
me/100g
Si tersedia
ppm
Kadar abu
%
Unsur mikro tersedia (1 N DTPA) pH 7.3)
Fe
ppm
Cu
ppm
Zn
ppm
Mn
ppm
Unsur logam berat tersedia ( HCl 0,05 N)
Pb
Cd
Cr
As
Hg
*tr : tidak terukur

ppm
ppm
ppm
ppm
ppb

Nilai
3.50
55.54
3.72
24.50
5.54
3.11
2.49
Nilai
1.84
133.68
9.71
3.28
5.99
65.00
4.24
923.20
17.94
57.92
142.51
2.90
tr
1.82
tr
22.70

11
Tanah gambut pedalaman dari Desa Arang-arang ini memiliki kandungan unsur
mikro seperti Fe, Cu, Zn dan Mn, dimana Fe menempati nilai tertinggi yaitu
sebesar 923.20 ppm, kemudian Mn sebesar 142.51 ppm, Zn sebesar 57.92 ppm,
dan terendah pada Cu sebesar 17.94 ppm.
Selain pH, N-total, P dan K tersedia serta unsur mikro (Fe, Cu, Zn dan Mn),
logam berat tanah turut diukur, diantaranya Pb, Cd, Cr dan Hg. Kandungan logam
berat tertinggi pada unsur Pb yaitu sebesar 2.9 ppm, Cr sebesar 1.82 ppm,
kemudian Hg sebesar 22.70 ppb. Akan tetapi, unsur Cd tidak terukur pada tanah
gambut pedalaman yang digunakan.
Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah gambut dari Desa Arang-arang
(Tabel 4) dapat terlihat KTK tanah sebesar 133.68 me/100g dan kejenuhan basa
sebesar 9.71%, dimana nilai KTK ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan
KTK pada tanah mineral serta nilai Kejenuhan Basa sangat rendah dibandingkan
Kejenuhan Basa pada tanah mineral menurut Kriteria Penilaian Analisis tanah
(Pusat Penelitian Tanah 2005). Diharapkan pemberian perlakuan EF slag, BF slag,
silica gel dan dolomit dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut pedalaman
dari Desa Arang-arang.
3.2.

Komposisi Hara pada Steel Slag

Steel slag atau terak baja adalah produk sampingan yang terbentuk dalam
proses pembuatan baja. Dalam percobaan ini digunakan dua jenis slag (Tabel 5),
Tabel 5. Komposisi Hara pada Steel Slag

g kg-1
g kg-1
g kg-1
g kg-1
g kg-1
g kg-1
g kg-1
g kg-1
g kg-1
mg kg-1
mg kg-1

BF slag
Korea
7.9
408
344
47.7
160.7
4.1
2.1
2.3
2.8
108
27.1

EF slag
Indonesia
431.8
260
127
78
72
0.4
0.5
3.3
12.4
22
79

%

84.8

66.1

Kadar Total

Satuan

Fe2O3
CaO
SiO2
MgO
Al2O3
K2O
P2O5
Na2O
Mn
Cu
Zn
DayaNetralisasi
Kadar Total

Satuan

As
Cd
Cr
Pb
Hg

mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1

*tr : tidak terukur

BF slag Korea
Logam Berat
10.9
28.5
tr
242
2.1

EF slag Indonesia
3.2
0.2
832
5
0.1

12
yaitu BF slag (Blast furnace slag) dari Korea dan EF slag (Electric furnace slag)
dari Indonesia. Data hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa masingmasing slag memiliki kandungan basa-basa (CaO dan MgO) yang cukup tinggi
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengapuran pada tanah masam.
Kandungan CaO dan MgO pada masing-masing slag menunjukkan bahwa
kandungan CaO BF slag lebih tinggi dibandingkan pada EF slag, namun
kandungan MgO pada EF slag lebih tinggi dibandingkan BF slag.
Selain Ca dan Mg, steel slag juga memiliki kandungan unsur mikro
dengan kadar yang berbeda pada masing-masing jenis steel slag. BF slag
memiliki kandungan Cu yang lebih tinggi dibandingkan EF slag yaitu sebesar 108
ppm pada BF slag dan 22 ppm pada EF slag. Meskipun EF slag memiliki
kandungan Cu yang lebih rendah, EF slag memiliki kandungan Fe, Mn dan Zn
lebih tinggi dibandingkan BF slag.
Selain kandungan basa - basa dan unsur mikro, steel slag juga memiliki
kandungan SiO2 dimana SiO2 berperan sebagai benefecial element yang diserap
tanaman akumulator Si seperti padi dalam jumlah banyak sehingga steel slag
dapat dijadikan sebagai pupuk Si pada tanaman padi. Ketersediaan Si yang cukup
dalam tanah juga meningkatkan ketahanan tanaman terhadap ketidakseimbangan
unsur hara seperti kelebihan N, kekurangan dan kelebihan P, dan keracunan Na,
Fe, Mn, Al.
Kedua steel slag juga mengandung logam berat Pb, Cd, Hg, dan Cr. BF
slag memiliki kandungan logam berat Cd, Pb dan Hg yang lebih tinggi
dibandingkan EF slag yaitu Cd sebesar 28.5 ppm, Pb sebesar 242 ppm dan Hg
sebesar 2.1 ppm. sedangkan pada EF slag Cd sebesar 3.2 ppm, Pb sebesar 5 ppm,
Hg sebesar 0.1 ppm. EF slag memiliki kandungan Cr sebesar 832 ppm sedangkan
Cr pada BF slag tidak terukur.
3.3. Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Kimia Tanah
3.3.1. pH dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan
pH tanah. Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan nyata
meningkatkan pH tanah pada semua perlakuan dimana pH tertinggi ditunjukkan
oleh perlakuan DM 8% dan terendah pada kontrol. Pada perlakuan dengan dosis
2%, 4%, 6%, dan 8%, semua perlakuan nyata meningkatkan pH tanah dengan
urutan peningkatan pH dari yang terbesar ke yang terkecil adalah dolomit > BF
slag > EF slag > silica gel. Nilai pH pada perlakuan BF slag lebih tinggi
dibandingkan EF slag. Hal ini disebabkan karena kandungan Ca BF slag yang
lebih tinggi dibandingkan Ca pada EF slag. Pemberian dolomit menghasilkan pH
tanah lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian slag. Hal ini disebabkan
karena dolomit lebih cepat larut dan tersedia, serta daya netralisasi dolomit yang
lebih tinggi. Akan tetapi, bukan berarti bahwa dolomit lebih baik dalam
memperbaiki sifat kimia tanah gambut dibandingkan dengan slag.
Kalsium Dapat Dipertukarkan (Ca-dd). Perlakuan dengan dosis 2%, 4%,
6% dan 8%, nyata menigkatkan kandungan Ca-dd kecuali pada perlakuan silica
gel. Hal ini disebabkan silica gel tidak memiliki kandungan Ca yang dapat di
lepaskan ke tanah. Kandungan Ca-dd tertinggi pada perlakuan DM 8% sebesar
49.60 me/100g dan terendah pada perlakuan kontrol sebesar 4.43 me/100g. Pada
konsentrasi 2%, 4%, 6%, dan 8%, urutan pengaruh perlakuan dari yang paling

13
besar ke yang paling kecil adalah dolomit > BF slag > EF slag > silica gel.
Kandungan Ca-dd pada perlakuan BF slag cenderung lebih tinggi dibandingkan
EF Slag, hal ini diduga disebabkan karena kandungan Ca yang dapat
dipertukarkan pada bahan perlakuan BF slag lebih tinggi dibandingkan EF slag.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap pH dan Basa-basa dapat dipertukarkan
Tanah
Perlakuan
Kontrol
BF 2%
BF 4%
BF 6%
BF 8%
EF 2%
EF 4%
EF 6%
EF 8%
SG 2%
SG 4%
SG 6%
SG 8%
DM 2%
DM 4%
DM 6%
DM 8%

pH
3.50
4.07
4.28
4.37
4.53
3.73
4.03
4.18
4.35
3.77
3.73
3.70
3.73
4.22
4.63
4.77
5.07

i
fg
de
d
c
h
g
ef
d
h
h
h
h
e
c
b
a

Ca
Mg
K
………………(me/100g) ……………….
4.43 g
3.63 fg
2.13
17.74 ef
4.37 efg
1.97
26.76 c
5.67 cd
2.03
26.37 c
6.10 c
1.87
35.87 b
7.30 b
2.03
15.04 f
5.83 c
1.93
20.97 de
7.23 b
1.80
23.33 cd
7.43 b
1.87
27.93 c
8.93 a
1.80
5.82 g
3.23 g
1.97
5.27 g
4.00 fg
1.97
6.73 g
3.77 fg
2.07
6.39 g
3.92 fg
2.08
18.62 def
3.73 fg
1.87
37.25 b
4.60 def
1.90
45.23 a
5.33 cde
1.83
49.60 a
5.74 cd
1.92

Keterangan: BF = Blast furnace slag; EF = Electric furnace slag; SG = Silica gel setara EF; DM =
Dolomit setara EF. 1, 2,..,5 = Dosis yang diberikan kontrol 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8%.

Magnesium Dapat Dipertukarkan (Mg-dd). Pada perlakuan dengan dosis
2%, semua perlakuan tidak nyata meningkatkan Mg-dd tanah kecuali pada
perlakuan EF slag. Pada dosis 4%, perlakuan DM 4%, BF 4% dan EF 4% nyata
meningkatkan kandungan Mg-dd tanah sedangkan perlakuan SG 4% tidak. Kadar
Mg-dd pada perlakuan EF 4% lebih tinggi dari perlakuan BF 4%. Pada perlakuan
dengan dosis 6% dan 8%, dolomit, EF slag dan BF slag nyata meningkatkan
kandungan Mg-dd tersedia tanah dengan pengaruh perlakuan dari yang paling
besar ke yang paling kecil adalah EF slag > BF slag > dolomit > silica gel. Kadar
Mg-dd tanah pada perlakuan EF slag cenderung lebih tinggi dibandingkan BF
slag. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan MgO pada EF slag lebih tinggi
dibandingkan BF slag.
Kalium Dapat Dipertukarkan (K-dd). Pada Tabel 6, menunjukkan semua
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan K tersedia tanah dengan
kandungan K-dd tertinggi pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan EF
4% dan EF 8%. Semua perlakuan tidak nyata meningkatkan kandungan K-dd
tanah disebabkan karena steel slag, dolomit, dan silaca gel tidak memiliki

14
kandungan K yang tinggi untuk meningkatkan kandungan K-dd tanah. Akan
tetapi, kandungan K-dd tanah pada perlakuan BF slag cenderung lebih tinggi
dibandingkan K-dd EF slag. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kandungan
K pada bahan pelakuan BF slag yang lebih tinggi dari bahan perlakuan EF slag.
3.3.2. N-total dan P tersedia Tanah
N-total. Kandungan N-total tanah sangat tinggi dan nisbah C/N sedang
yaitu sebesar 14,92. Pada tabel 7 ditunjukkan bahwa semua perlakuan tidak nyata
meningkatkan kadar N-total tanah. Kandungan N-total tertiggi pada perlakuan BF
2% dan terendah pada perlakuan BF 6%. Pada semua perlakuan N – total tanah
setelah diinkubasi cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena terjadinya peningkatan pH tanah selama inkubasi
pada semua perlakuan sehingga terjadi penigkatan proses dekomposisi bahan
organik oleh bakteri heterotropik yang merubah N-organik menjadi N2O dan
kemudian lepas ke udara.
P Tersedia. Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan BF slag dan EF slag
nyata meningkatkan kandungan P-tersedia tanah, sedangkan perlakuan dolomit
dan silica gel tidak nyata meningkatkan kandungan P-tersedia tanah. Kadar Ptersedia tanah tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan EF 8% dan menurun
berdasarkan dosis slag dan kadar P-tersedia terendah pada perlakuan kontrol. Pada
dosis 2% dan 4% perlakuan BF slag dan EF slag nyata meningkatkan kandungan
P-tersedia tanah, sedangkan perlakuan dolomit dan silica gel tidak nyata
meningkatkan kandungan P-tersedia tanah.
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap N dan P Tanah
Perlakuan

N
(%)

Kontrol
BF 2%
BF 4%
BF 6%
BF 8%
EF 2%
EF 4%
EF 6%
EF 8%
SG 2%
SG 4%
SG 6%
SG 8%
DM 2%
DM 4%
DM 6%
DM 8%

1.30
1.41
1.39
0.90
1.15
1.15
1.27
1.19
1.30
1.10
1.16
1.07
1.17
1.07
1.14
1.29
1.13

P
(ppm)
48.68 e
88.17 bc
79.91 cd
66.20 cde
77.73 cde
80.96 cd
86.54 bc
109.02 ab
119.82 a
63.04 cde
73.97 cde
69.37 cde
64.22 cde
59.07 cde
56.45 de
52.28 de
69.15 cde

Keterangan: BF = Blast furnace slag; EF = Electric furnace slag; SG = Silica gel setara EF; DM =
Dolomit setara EF. 1, 2,..,5 = Dosis yang diberikan kontrol 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8%.

15
Pada dosis 6% dan 8%, BF slag, silica gel dan dolomit tidak nyata meningkatkan
kandungan P tersedia sedangkan EF slag nyata meningkatkan kandungan P
tersedia tanah.
Kandungan P-tersedia pada Perlakuan EF slag meningkat sesuai dosis,
sedangkan pada perlakuan BF slag kadar P-tersedia menurun sesuai dosis dan
mulai meningkat lagi pada taraf 8%. Pemberian silica gel dan dolomit cenderung
meningkatkan P-tersedia dalam tanah, dimana terlihat kadar P-tersedia pada
perlakuan silica gel dan dolomit cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol. Kadar P pada perlakuan steel slag cenderung lebih tinggi dibandingkan
perlakuan silica gel dan dolomit. Hal ini disebabkan steel slag memiliki
kandungan P yang dapat dilepaskan ke tanah.
3.3.3. Fe, Mn, Cu, Zn, dan SiO2 Tanah
Fe tersedia. Tabel 8 menunjukkan pemberian EF slag nyata meningkatkan
Fe tersedia tanah pada semua dosis perlakuan. Nilai Fe tersedia terbesar
ditunjukkan EF 8% dan terendah pada DM 4%. Fe tersedia BF slag pada taraf 2%
dan 4% cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol, akan tetapi menurun pada
taraf 6% dan meningkat kembali pada taraf 8%. Pada perlakuan silica gel, Fe
tersedia pada taraf 2% dan 4% cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol akan
tetapi menurun pada taraf 6% dan meningkat kembali pada taraf 8%. Pada
perlakuan dolomit, Fe tersedia pada semua taraf perlakuan cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol. BF slag, silica gel dan dolomit pada taraf 2%, 4%,
6%, dan 8% tidak nyata meningkatkan kandungan Fe tersedia tanah sedangkan
pemberian EF slag nyata meningkatkan Fe tersedia tanah. Hal ini diduga
disebabkan karena kandungan Fe pada bahan perlakuan EF slag yang lebih tinggi
dibandingkan kandungan Fe pada bahan perlakuan BF slag serta silica gel dan
dolomit tidak memiliki kandungan Fe yang dapat disumbangkan bagi tanah.
Mn tersedia. Tabel 8 menunjukkan perlakuan dolomit dan silica gel pada
semua konsentrasi perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap Mn tersedia tanah,
sedangkan pada perlakuan BF slag dan EF slag pada semua konsentrasi
berpengaruh nyata meningkatkan kandungan Mn tersedia tanah dengan
kandungan Mn tersedia tertinggi pada perlakuan EF 8%. Pada taraf 2%
kandungan Mn tersedia BF slag lebih tinggi dibandingkan EF slag. Akan tetapi
pada konsentrasi 4%, 6% dan 8%, kandungan Mn tersedia EF slag lebih tinggi
dibandingkan BF slag. Tingginya kandungan Mn tersedia pada perlakuan EF slag
disebabkan karena lebih tingginya kandungan Mn pada EF slag sebagai bahan
perlakuan dibandingkan kandungan Mn tersedia pada BF slag.
Zn tersedia. Pada semua taraf perlakuan, perlakuan BF slag tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap Zn tersedia tanah. Pada perlakuan EF slag
dan silica gel, konsentrasi 2% dan 4% tidak nyata meningkatkan kandungan Zn
tersedia tanah, tetapi pada konsentrasi 6% dan 8% nyata meningkatkan kandungan
Zn tersedia tanah. Pada perlakuan dolomit, semua taraf perlakuan tidak nyata
meningkatkan kandungan Zn tersedia tanah meskipun kandungan Zn tersedia pada
semua taraf menunjukkan nilai yang cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Peningkatan yang nyata pada perlakuan EF slag terlihat pada konsentrasi 6% dan
8%, sedangkan pada perlakuan BF slag dengan konsentrasi 6% dan 8% cenderung

16
turun. Hal ini diduga disebabkan karena kandungan Zn tersedia pada bahan
perlakuan EF slag yang lebih tinggi dibandingkan bahan perlakuan BF slag.
Tabel 8. Pengaruh Perlakuan terhadap Fe, Mn, Cu, Zn, dan SiO2 Tanah
Perlakuan
Kontrol
BF 2%
BF 4%
BF 6%
BF 8%
EF 2%
EF 4%
EF 6%
EF 8%
SG 2%
SG 4%
SG 6%
SG 8%
DM 2%
DM 4%
DM 6%
DM 8%

Fe

Mn

Cu

Zn

SiO2

……………………………….(ppm)…………………………………
204.99 cd
3.21 f
7.94 b-e
6.02 d-g
42.06 e
239.17 c
19.22 e
9.26 ab
5.18 g
392.24 bc
236.41 c
23.75 d
7.36 def
5.91 d-g 468.35 b
175.13 d
19.49 e
6.53 f
5.18 g
312.44 cd
187.78 cd 31.76 b
7.66 c-f
5.34 fg
738.78 a
294.03 b
18.73 e
8.67 abc
6.29 c-f 240.02 d
341.94 b
27.33 c
7.18 def
5.49 efg 293.67 d
418.46 a
33.62 b
7.10 ef
7.04 abc 277.66 d
427.60 a
40.68 a
8.65 abc
7.38 ab
257.86 d
220.19 cd
4.55 f
6.40 f
5.89 d-g
67.18 e
205.39 cd
5.47 f
8.87 abc
6.45 b-e
74.72 e
204.81 cd
4.45 f
8.77 abc
7.48 a
74.01 e
214.06 cd
2.78 f
9.38 a
7.58 a
71.71 e
201.41 cd
4.67 f
9.39 a
6.50 bcd
29.72 e
165.09 d
4.16 f
9.12 ab
6.10 c-g
56.17 e
197.64 cd
4.03 f
8.44 a-d
6.10 c-g
48.53 e
196.67 cd
4.58 f
8.85 abc
6.75 a-d
42.52 e

Keterangan: BF = Blast furnace slag; EF = Electric furnace slag; SG = Silica gel setara EF; DM =
Dolomit setara EF. 1, 2,..,5 = Dosis yang diberikan kontrol 0%, 2%, 4%, 6%, 8%.

Si tersedia. Hasil analisis SiO2 terlihat pada Tabel 8, BF slag memiliki
kandungan SiO2 tersedia tertinggi dan terendah pada perlakuan DM 2%. Pada
konsentrasi 2%, 4%, 6% dan 8%, perlakuan silica gel dan dolomit tidak
memberikan pengaruh yang nyata meningkatkan kandungan SiO2 tanah, akan
tetapi berdasarkan hasil analisis SiO2 tersedia perlakuan dolomit dan silica gel
menunjukkan jumlah SiO2 tanah yang cenderung lebih tinggi dibandingkan
kontrol. Pada perlakuan BF slag dan EF slag, semua konsentrasi nyata
meningkatkan kandungan SiO2 tanah. Perlakuan BF slag menyumbang SiO2 lebih
tinggi dibandingkan perlakuan EF slag pada semua konsentrasi perlakuan. Hal ini
disebabkan karena BF slag memiliki kandungan SiO2 yang lebih tinggi
dibandingkan kandungan EF slag.
3.3.4. Pengaruh Slag terhadap Logam Berat (Cr, Hg, Cd, dan Pb) Tanah
Hasil analisis logam berat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh nyata menurunkan kadar Pb dan Cr tersedia tanah akan tetapi tidak
nyata menurunkan kadar Cd dan Hg tersedia. Kandungan Pb tertinggi terdapat
pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan EF 2%. Pada konsentrasi 2%
dan 4% , perlakuan BF slag tidak berpengaruh nyata menurunkan kandungan Pb

17
tersedia sedangkan pada perlakuan EF slag, SG dan DM nyata menurunkan
kandungan Pb tersedia tanah. Pada konsentrasi 6%, perlakuan EF slag tidak nyata
menurunkan kandungan Pb tersedia tanah. Pada perlakuan BF slag, SG dan DM
nyata menurunkan kandungan Pb tersedia tanah. Pada konsentrasi 8%, semua
perlakuan nyata menurunkan kandungan Pb tersedia tanah.
Kandungan Cr tertinggi pada kontrol dan terendah pada SG 8%. Pada
konsentrasi 2%, 4% dan 8%, semua perlakuan nyata menurunkan kandungan Cr
tersedia tanah kecuali perlakuan EF slag tidak nyata menurunkan Cr tersedia
tanah. Pada konsentrasi 6%, semua perlakuan nyata menurunkan kandungan Cr
tersedia tanah. EF slag memiliki kandungan Cr tersedia cenderung lebih tinggi
dibandingkan BF slag. Hal ini disebabkan karena kandungan Cr tersedia pada EF
slag lebih tinggi yaitu sebesar 832.00 ppm sedangkan bahan perlakuan BF slag
tidak terukur. Pada pengamatan Hg dan Cd tersedia tanah, semua perlakuan tidak
nyata menurunkan kandungan Hg dan Cd tersedia tanah. Kandungan Pb, Cr, Hg,
Cd kontrol diduga disebabkan karena pH tanah yang rendah.
Tabel 9. Pengaruh Perlakuan terhadap Logam Berat (Cr, Hg, Cd, dan Pb) Tanah
Perlakuan
Kontrol
BF 2%
BF 4%
BF 6%
BF 8%
EF 2%
EF 4%
EF 6%
EF 8%
SG 2%
SG 4%
SG 6%
SG 8%
DM 2%
DM 4%
DM 6%
DM 8%

Pb

Cr

Cd

Hg

………â€