Pengaruh Residu Steel Slag, Dolomit, Silica Gel, Dan Unsur Mikro Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut Dan Hasil Padi Pertanaman Ketiga

PENGARUH RESIDU STEEL SLAG, DOLOMIT, SILICA
GEL, DAN UNSUR MIKRO TERHADAP SIFAT KIMIA
TANAH GAMBUT DAN HASIL PADI
PERTANAMAN KETIGA

PUTRO HAIRUTOMO SETIKO
A151110051

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Residu Steel
Slag, Dolomit, Silica Gel, dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut
dan Hasil Padi Pertanaman ketiga adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Putro Hairutomo Setiko
NIM A151110051

RINGKASAN
PUTRO HAIRUTOMO SETIKO. Pengaruh Residu Steel Slag, Dolomit, Silica
Gel, dan Unsur Mikro Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut dan Hasil Padi
Pertanaman ketiga. Dibimbing oleh SUWARNO dan ARIEF HARTONO.
Di Indonesia, terdapat sekitar sembilan juta hektar lahan gambut yang sesuai
untuk pertanian. Gambut menjadi penting di masa depan sebagai lahan alternatif
untuk produksi pangan, khususnya padi sawah. Akan tetapi, tanah gambut
memiliki sifat yang unik dibandingkan tanah mineral. Tanah gambut memiliki
karakteristik : nilai pH rendah, hara makro dan mikro rendah, dan memiliki asam
organik yang tinggi. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki sifat kimia tanah gambut
diperlukan suatu bahan pembenah tanah.
Steel slag merupakan hasil sampingan dalam proses produksi baja. Steel
slag dapat dikelompokkan menjadi iron making slag (blast furnace slag) dan steel

making slag (converter slag dan electric furnace slag). Steel slag mengandung
silikon, kalsium, dan magnesium dalam jumlah yang besar, sehingga bermanfaat
sebagai bahan pengapuran dan sumber unsur hara bagi tanaman padi sawah di
tanah gambut.
Percobaan pot untuk mengevaluasi pengaruh steel slag terhadap perbaikan
sifat kimia tanah gambut dan pertumbuhan padi sawah telah dilakukan selama dua
musim tanam. Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa electric furnace slag
(EF slag) dan blast furnace slag (BF slag) dapat meningkatkan ketersediaan hara
makro dan mikro pada tanah gambut, serta meningkatan pertumbuhan dan
produksi padi sawah. Penelitian kedua menunjukkan bahwa residu EF slag lebih
baik dalam meningkatkan sifat kimia tanah gambut, dan meningkatkan
pertumbuhan dan hasil padi sawah dibandingkan residu BF slag.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon padi sawah
terhadap residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur mikro pada
pertanaman ketiga. Perlakuan yang diaplikasikan pada tanaman pertama terdiri
dari EF slag dan BF slag dengan dosis 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8% dari bobot
kering oven tanah, dolomit dan silica gel setara dosis EF slag, dan unsur mikro
(CuSO4 and ZnSO4) setara 0.03 g/kg tanah. Tanah yang dipergunakan pada
pertanaman ketiga yaitu sebanyak 3.30 kg bobot kering oven tanah/pot. Padi yang
dipergunakan pada penelitian ini yaitu Varietas IR 64. Pupuk yang diberikan yaitu

1.5 g/kg urea dan SP 36,dan 0.75 g/kg KCl.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mg-dapat ditukar, serta ketersediaan
Fe dan Mn dalam tanah pada residu EF slag nyata lebih tinggi bila dibandingkan
dengan residu BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur mikro. Selain itu, kandungan
Mg, Fe, dan Zn dalam jerami pada residu EF slag relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan residu BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur mikro. Hal ini
mengakibatkan tinggi tanaman padi, jumlah anakan maksimum, anakan produktif,
dan hasil padi pada residu EF slag relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan
residu BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur mikro. Kandungan As dan Cd dalam
beras pada residu EF slag dan BF slag masih di bawah batas cemaran logam berat
dalam pangan. Kandungan Pb dan Hg dalam beras pada residu EF slag dan BF
slag tidak terdeteksi nilainya. Oleh karena itu, beras yang berasal dari padi sawah
pada residu EF slag dan BF slag aman untuk dikonsumsi.
Kata kunci: anakan maksimum, bahan amelioran, logam berat, unsur mikro

SUMMARY
PUTRO HAIRUTOMO SETIKO. Residual Effect of Steel Slag, Dolomite, Silica
Gel, and Micro Nutrients on Peat Soil Chemical Properties and the Third Plant
Yield of Paddy Rice. Supervised by SUWARNO and ARIEF HARTONO.
In Indonesia, existed about nine million hectares of peat soil which suitable

for agriculture. Peat soil become important in the future as an alternative land for
food production, especially paddy rice. However, peat soil has unique properties
compared to mineral soil. Peat soil has characteristic : low value of pH, low macro
and micro nutrient, and high of organic acid. Therefore, to improve the soil
chemical properties of peat soil required an amendment substances.
Steel slag is a by-product of steel manufacturing. It grouped into iron
making slag (blast furnace slag) and steel making slag (converter slag and electric
furnace slag). Steel slag contains a high amount of silicon, calcium, and
magnesium, that are useful as liming material and nutrient source for paddy rice.
Pot experiment to evaluate the effect of steel slag to improve the chemical
properties of peat soil and the growth of paddy rice was carried out during two
season. The results in the first season showed that electric furnace slag (EF slag)
and blast furnace slag (BF slag) was improve the availability of macro and micro
nutrient of peat soil, and promoted the growth and production of paddy rice. The
second research showed that the residue of EF slag was better on improved the
chemical properties of peat soil, and promoted the growth and yield of paddy rice
than that of by BF slag residue.
The aim of this research was to study the response of paddy rice to the
residue of EF slag, BF slag, dolomite, silica gel, and micro nutrient in the third
growing season. The treatments were applied on the first season consisted of EF

slag and BF slag with dosage of 0 %, 2 %, 4 %, 6 %, and 8 % by weigth of the dry
soil, dolomite and silica gel equivalent EF slag dosage, and micro nutrients
(CuSO4 and ZnSO4) equivalent to 0.03 g/kg. The soil used before third planting as
much as 3.30 kg dry soil/pot. Rice variated used in this study was IR 64. Fertilizer
applied were 1.5 g/kg urea and SP 36, and 0.75 g/kg KCl.
The results showed that the exchangeable Mg and available Fe and Mn in
soil by EF slag residue were significantly higher than that of by residue of BF slag,
dolomit, silica gel, and micro nutrient. Furthermore, the content of Mg, Fe, and Zn
in straw by EF slag residue were relative higher than that of by residue of BF slag,
dolomit, silica gel, and micro nutrient. This caused the height of rice plant,
number of maximum tillers, productive tillers, and rice yield by EF slag residue
relatively higher than that of by residue of BF slag, dolomit, silica gel, and micro
nutrient. The content of As and Cd in brown rice by EF slag and BF slag residue
were still below the pollution threshold of heavy metals in food. The content of Pb
and Hg in brown rice under the EF and BF slags residue were not detected.
Consequently, the rice produced from paddy rice apllied EF and BF slags residue
are safe to consumed.
Keywords : ameliorant substance, heavy metals, maximum tillers, micro nutrients

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH RESIDU STEEL SLAG, DOLOMIT, SILICA
GEL, DAN UNSUR MIKRO TERHADAP SIFAT KIMIA
TANAH GAMBUT DAN HASIL PADI
PERTANAMAN KETIGA

PUTRO HAIRUTOMO SETIKO
A151110051

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dyah T. Suryaningtyas, M.Appl.Sc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga usulan rencana penelitian ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam usulan ini ialah Kimia dan Kesuburan Tanah, dengan
judul Pengaruh Residu Steel Slag, Dolomit, Silica Gel, dan Unsur Mikro Terhadap
Sifat Kimia Tanah Gambut dan Hasil Padi Pertanaman Ketiga.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suwarno, M.Sc dan
Bapak Dr. Ir. Arief Hartono, M.Sc selaku pembimbing, serta kepada Bapak Dr. Ir.
Atang Sutandi, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Tanah yang telah banyak
memberi saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada (Alm) Ibu Dr. Ir. Sri

Djuniwati, M.Sc atas nasehat yang telah beliau berikan merupakan ilmu yang
sangat bermanfaat. Penghargaan juga penulis berikan kepada Arfi Irawati, Eko N.
Ginting, M. Nuriman, Rike, Yoga, serta rekan-rekan Sarjana dan Pascasarjana
Ilmu Tanah IPB yang telah membantu selama penelitian dan pembuatan tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik, Erwinda
Rantika, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya tulis ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Putro Hairutomo Setiko

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian


vi
vi
vi
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambut
Tanaman Padi
Steel Slag
Pemanfaatan Steel Slag

4
4
5
6
7


3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Rancangan Percobaan
Pelaksanaan Penelitian

9
9
9
10
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Sifat Kimia Tanah Gambut
Perubahan Nilai pH, Ca-dd, dan Mg-dd pada Tanah Gambut
Perubahan Ketersediaan unsur mikro dan silikon pada Tanah Gambut
Perubahan Kandungan Pb dan Cd pada Tanah Gambut
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi
Pertumbuhan Tinggi Tanaman Padi

Jumlah Anakan Padi
Produksi Tanaman Padi Sawah
Analisis Kadar Ca, Mg, SiO2, Fe, Mn, Cu, dan Zn dalam Jerami Padi
Kandungan Logam Berat dalam Beras

12
12
12
14
16
18
18
20
21
22
26

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

27
27
27

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

27
33
66

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis dan dosis amelioran pertanaman pertama
Variabel dan metode ekstraksi tanah gambut
Pengaruh residu perlakuan terhadap nilai pH, Ca-dd, dan Mg-dd pada
tanah gambut sebelum pertanaman ketiga
Pengaruh residu perlakuan terhadap ketersediaan Fe, Mn, Cu, Zn, dan
SiO2-tersedia pada tanah gambut sebelum pertanaman ketiga
Pengaruh residu perlakuan terhadap kandungan Pb dan Cd pada tanah
gambut sebelum pertanaman ketiga
Pengaruh residu perlakuan terhadap tinggi tanaman padi pada 11
MST
Pengaruh residu perlakuan terhadap bobot kering jerami (BK jerami),
bobot gabah kering giling (BGKG), Persen gabah bernas (PGB), dan
persen gabah hampa (PGH)
Pengaruh residu perlakuan terhadap kadar Ca, Mg, dan SiO2dalam
jerami padi sawah
Pengaruh residu perlakuan terhadap kadar Fe, Mn, Cu, dan Zn dalam
jerami padi sawah
Pengaruh residu perlakuan terhadap kadar logam berat dalam beras

9
11
13
15
17
19
21
23
24
26

DAFTAR GAMBAR
1 Proses produksi pembuatan baja (Anon 1994; Horii et al. 2013).
2 Pengaruh perlakuan terhadap SiO2-tersedia tanah gambut pada
pertanaman pertama, kedua, dan ketiga. Sumber : pertanaman
pertama (Pohan 2012), pertanaman kedua (Banta 2014; Ulfah 2014).
3 Rata-rata tinggi tanaman padi pertanaman ketiga pada 11 MST yang
dipengaruhi oleh residu berbagai taraf dosis perlakuan.
4 Pengaruh residu berbagai taraf dosis perlakuan terhadap rata-rata
jumlah anakan maksimum padi sawah pertanaman ketiga.
5 Pengaruh residu berbagai taraf dosis perlakuan terhadap rata-rata
jumlah anakan produktif padi sawah pertanaman ketiga
6 Pengaruh perlakuan terhadap BGKG pada tanaman pertama, kedua,
dan ketiga. Sumber : tanaman pertama (Pohan 2012), tanaman kedua
(Banta 2014; Ulfah 2014).

6
16
18
20
20
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis awal sifat kimia tanah gambut sebelum pertanaman pertama
2 Hasil analisis sifat kimia BF slag Korea dan EF slag Indonesia
3 Hasil analisis sifat kimia dolomit
4 Metode analisis penetapan sifat kimia tanah dan tanaman

33
34
34
35

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Pengaruh EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur mikro
terhadap rata-rata nilai pH, Ca-dd, dan Mg-dd tanah gambut sebelum
pertanaman pertama
Pengaruh EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur mikro
terhadap rata-rata ketersediaan SiO2, Fe, Mn, Cu, dan Zn tanah
gambut sebelum pertanaman pertama
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap rata-rata nilai pH, Ca-dd, dan Mg-dd tanah gambut
sebelum pertanaman kedua
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap rata-rata ketersediaan SiO2, Fe, Mn, Cu, dan Zn tanah
gambut sebelum pertanaman kedua
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap pH tanah sebelum pertanaman ketiga
Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap nilai pH tanah gambut sebelum pertanaman
ketiga
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap Ca-dd tanah sebelum pertanaman ketiga
Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap Ca-dd tanah sebelum pertanaman ketiga
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap Mg-dd tanah sebelum pertanaman ketiga
Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap Mg-dd tanah sebelum pertanaman ketiga
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap Fe tersedia tanah sebelum pertanaman ketiga
Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap Fe tersedia tanah sebelum pertanaman
ketiga
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap Mn tersedia tanah sebelum pertanaman ketiga
Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap Mn tersedia tanah sebelum pertanaman
ketiga
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap Cu tersedia tanah sebelum pertanaman ketiga
Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap Cu tersedia tanah sebelum tanam ketiga
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap Zn tersedia tanah sebelum pertanaman ketiga
Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap Zn tersedia tanah sebelum pertanaman
ketiga
Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap SiO2 tersedia tanah sebelum pertanaman ketiga

39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48

24 Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap SiO2tersedia tanah sebelum pertanaman
ketiga
25 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap kadar Pb dalam tanah sebelum pertanaman ketiga
26 Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap kadar Pb dalam tanah sebelum pertanaman
ketiga
27 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap kadar Cd dalam tanah sebelum pertanaman ketiga
28 Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap kadar Cd dalam tanah sebelum pertanaman
ketiga
29 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap tinggi tanaman padi sawah pertanaman ketiga pada 3
MST hingga 6 MST
30 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap tinggi tanaman padi sawah pertanaman ketiga pada 7
MST hingga 10 MST
31 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap tinggi tanaman padi sawah pertanaman ketiga pada 11
MST
32 Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap tinggi tanaman padi sawah pada 11 MST
33 Ulat tanduk hijau (kiri) dan kutu coklat (kanan, bukan ukuran
sebenarnya) yang menyerang padi sawah pertanaman ketiga pada
beberapa residu perlakuan.
34 Kondisi tanaman padi pada 17 MST akibat pengaruh residu blast
furnace slag dan electric furnace slag.
35 Kondisi tanaman padi pada 17 MST akibat pengaruh residu dolomit
dan electric furnace slag.
36 Kondisi tanaman padi pada 17 MST akibat pengaruh residu silica gel
dan electric furnace slag.
37 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap anakan maksimum padi sawah
38 Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap jumlah anakan maksimum padi sawah
39 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap anakan produktif padi sawah
40 Analisis ragam pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel,
dan unsur mikro terhadap jumlah anakan produktif padi sawah
41 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap bobot gabah kering panen
42 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap bobot gabah kering giling
43 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica gel, dan unsur
mikro terhadap bobot kering gabah bernas

48
49
49
50
50
51
52
53
53
54
54
55
55
56
56
57
57
58
58
59

44 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap bobot kering gabah hampa
45 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap bobot kering jerami padi sawah
46 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Ca tanaman padi sawah
47 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Mg tanaman padi sawah
48 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar SiO2 tanaman padi sawah
49 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Fe tanaman padi sawah
50 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Mn tanaman padi sawah
51 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Cu tanaman padi sawah
52 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Zn tanaman padi sawah
53 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Pb dalam beras
54 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Cd dalam beras
55 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar As dalam beras
56 Pengaruh residu EF slag, BF slag, dolomit, silica
mikro terhadap kadar Hg dalam beras

gel, dan unsur
59
gel, dan unsur
60
gel, dan unsur
60
gel, dan unsur
61
gel, dan unsur
61
gel, dan unsur
62
gel, dan unsur
62
gel, dan unsur
63
gel, dan unsur
63
gel, dan unsur
64
gel, dan unsur
64
gel, dan unsur
65
gel, dan unsur
65

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil padi sekaligus konsumen
beras terbesar di dunia. Pada tahun 2010 tercatat penduduk Indonesia berjumlah
237 juta jiwa dengan produksi padi sekitar 4.98 - 5.02 ton/ha/panen (BPS 2013).
Beras dibutuhkan oleh lebih dari 90% penduduk Indonesia (Puslitbangtan 2005),
sehingga kecukupan beras selalu menjadi isu politik dalam mendukung kebijakan
pemerintah (Rangkuti 2009). Pemerintah Indonesia sejak akhir tahun 60-an telah
memanfaatkan lahan gambut untuk meningkatkan penyediaan beras nasional.
Gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah yang memiliki
potensi untuk dikembangkan guna mendukung sistem kehidupan (Sabiham 2010).
Indonesia memiliki sekitar 9 juta ha lahan gambut yang sesuai untuk usaha
pertanian (Noor 2010). Lahan gambut secara agronomis cukup potensial untuk
pengembangan pertanian dan tersedia dalam hamparan yang luas (Las et al. 2012),
serta dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan produksi padi nasional
(Mulyani dan Noor 2011).
Perbedaan sifat kimia tanah gambut dengan tanah mineral merupakan salah
satu kendala dalam usaha budidaya tanaman padi. Gambut memiliki reaksi tanah
yang masam hingga sangat masam, unsur makro relatif tidak tersedia, serta kahat
unsur mikro seperti Cu, Zn, dan Mo (Allison 1973; De Datta 1981; Rachim 1995).
Selain itu, kandungan asam-asam organik yang tinggi dapat bersifat racun bagi
tanaman (Prasetyo 1996). Menurut Radjagukguk (2010), pemberian pupuk dan
bahan amelioran yang tepat dapat mengatasi permasalahan kesuburan pada tanah
gambut. Salah satu bahan amelioran yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah kesuburan pada tanah gambut yaitu steel slag.
Steel slag merupakan hasil sampingan yang terbentuk dari proses
pembuatan baja (Havlin et al. 1999). Anon (1996), mengelompokkan steel slag
menjadi iron making slag (blast furnace slag) dan steel making slag (converter
slag dan electric furnace slag). Ma dan Takahasi (2002), menyatakan bahwa steel
slag telah lama digunakan oleh negara-negara di Eropa dan Amerika sebagai
bahan pengapuran untuk tanah masam, sedangkan di Jepang steel slag digunakan
sebagai pupuk silikon untuk tanaman padi. Menurut Suwarno (2010), steel slag
belum dimanfaatkan dalam bidang pertanian di Indonesia. Padahal, telah banyak
penelitian yang menunjukkan manfaat aplikasi steel slag untuk bidang pertanian.
Steel slag dapat dijadikan sebagai bahan pengapuran pada Andisols dan
secara signifikan mampu meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman
komatsuna (Suwarno et al. 1999). Aplikasi steel slag pada tanah gambut juga
dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (Nicolas 2002), berpengaruh nyata
dalam meningkatkan unsur makro dan mikro tanah, meningkatkan jumlah anakan
produktif, serta menurunkan persentase gabah hampa pada tanaman padi sawah
(Susilawati et al. 2011; Syihabuddin 2011; Pohan 2012).
Indonesia masih mengkategorikan steel slag ke dalam limbah B3,
sedangkan di Amerika dan Jepang steel slag dikategorikan sebagai limbah khusus
yang dapat dimanfaatkan (Gunawan et al. 2011). Hal inilah yang menyebabkan
pemanfaatan steel slag di Indonesia tidak dapat berkembang seperti negara

2
Amerika dan Jepang. Selain itu, belum banyak penelitian yang mengkaji residu
steel slag terhadap perbaikan sifat kimia tanah gambut. Sampai saat ini, baru
Ulfah (2014) dan Banta (2014) yang telah melakukan penelitian pengaruh residu
steel slag terhadap padi sawah pertanaman kedua di tanah gambut. Berdasarkan
hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh
residu steel slag terhadap sifat kimia tanah gambut dan hasil padi sawah
pertanaman ketiga.
Perumusan Masalah
Luas lahan gambut di Indonesia yaitu sekitar 20.9 juta ha atau 10.8 % dari
luas daratan Indonesia (Wahyunto dan Mulyani 2011). Luas lahan gambut
tersebut cukup potensial untuk dikembangkan sebagai areal pertanian tanaman
pangan dan dapat memberikan nilai tambah ekonomis bagi penggarapnya (Las et
al. 2012). Secara hidrologis lahan gambut berperan penting sebagai penyimpan air
dan sebagai cadangan karbon yang besar (Mulyani dan Noor 2011). Gambut
berpotensi untuk budidaya padi sawah karena memiliki kandungan bahan organik
yang tinggi, tersedia dalam hamparan luas dengan topografi relatif datar, dan
ketersediaan air relatif terjaga. Namun, pemanfaatan lahan gambut untuk areal
pertanian harus dilakukan secara hati-hati mengingat tanah gambut tergolong
bersifat marjinal.
Tanah gambut yang berasal dari Desa Arang-Arang, Provinsi Jambi
merupakan tanah gambut dengan kadar C-organik sebesar 55.54%, kadar N-total
sebesar 3.72%, kadar Ca, Mg, K dan Na-dd berturut-turut sebesar 5.54, 3.11, 2.90,
dan 1.84 me/100g (Analisis awal sifat kimia tanah gambut sebelum pertanaman
pertama disajikan pada Lampiran 1). Kondisi tersebut tidak dapat menunjang
pertumbuhan dan produksi tanaman budidaya padi sawah. Berdasarkan penelitian
Pohan (2012), kondisi padi sawah yang ditanam pada tanah gambut yang berasal
dari Desa Arang-Arang dengan pemberian pupuk urea, SP-36, dan KCl cenderung
tidak berkembang, kerdil, dan akhirnya mati pada umur 8 MST. Oleh sebab itu,
diperlukan bahan amelioran yang dapat memperbaiki sifat kimia tanah dan dapat
menyediakan unsur hara bagi tanaman padi sawah.
Steel slag merupakan hasil sampingan dari industri baja yang dapat
diaplikasikan sebagai bahan amelioran untuk tanah gambut. Electric furnace slag
Indonesia (EF slag) diketahui mengandung 0.05% P2O5; 26% CaO; 7.9% MgO;
12.7% SiO2 ; 43.2% Fe2O3; 7.2% Al2O3; dan 12400 ppm Mn. Blast furnace slag
Korea (BF slag) mengandung 0.21% P2O5; 40.8% CaO; 4.8% MgO; 34.4% SiO2 ;
0.8% Fe2O3; 16.1% Al2O3; dan 2750 ppm Mn (Analisis sifat kimia BF slag Korea
dan EF slag Indonesia disajikan pada Lampiran 2). Berdasarkan hal tersebut maka
EF slag dan BF slag memiliki potensi sebagai bahan amelioran, sekaligus sebagai
sumber hara makro dan mikro bagi tanaman padi sawah.
Penelitian pengaruh aplikasi EF slag, BF slag, silica gel, dolomit, dan unsur
mikro pada tanah gambut terhadap padi sawah pertanaman pertama telah
dilakukan oleh Pohan (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Ca-dd,
ketersediaan P, Fe, Mn, dan Zn pada tanah gambut yang diaplikasi EF slag nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan BF slag, silica gel, dolomit, dan unsur mikro.
Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan dan produksi padi sawah pada

3
perlakuan EF slag relatif lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Selain itu, kandungan logam berat Pb dan Hg dalam beras yang diaplikasikan EF
slag tidak terdeteksi nilainya, sedangkan kandungan Cd masih berada di bawah
batas maksimum kandungan logam berat dalam pangan.
Penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh residu EF slag, BF slag,
dolomit, dan unsur mikro pada pertanaman kedua telah dilakukan oleh Banta
(2014) dan Ulfah (2014). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai pH,
Ca-dd, Mg-dd, dan Fe-tersedia tanah gambut pada residu EF slag nyata lebih
tinggi dibandingkan dengan residu BF slag, dolomit, dan unsur mikro. Hal
tersebut mengakibatkan pertumbuhan dan produksi padi sawah pertanaman kedua
pada residu EF slag relatif lebih tinggi dibandingkan dengan residu perlakuan
lainnya. Selain itu, kandungan logam berat Pb, As, dan Hg dalam beras pada
residu EF slag tidak terdeteksi nilainya, sedangkan kandungan Cd masih berada di
bawah batas maksimum kandungan logam berat dalam pangan.
Tantangan dalam meneliti bahan amelioran untuk tanah gambut adalah
sampai seberapa lama pengaruh bahan tersebut dalam memperbaiki sifat kimia
tanah, pertumbuhan, dan produksi tanaman padi sawah. Berdasarkan hal tersebut
maka perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan pengaruh residu EF slag,
BF slag, silica gel, dolomit, dan unsur mikro terhadap pertumbuhan dan produksi
padi pertanaman ketiga.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh
residu EF slag terhadap perbaikan sifat kimia tanah gambut, serta pertumbuhan
dan produksi padi sawah bila dibandingkan dengan residu BF slag, silica gel,
dolomit, dan unsur mikro. Dalam penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui
kadar hara yang membatasi pertumbuhan dan produksi padi sawah pada
pertanaman ketiga. Selain itu, tujuan penelitian ini ingin mengetahui keamanan
beras terhadap kandungan logam berat dalam pangan dari tanaman yang
diaplikasikan EF slag dan BF slag.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan gambaran kepada pemerintah, petani, dan
masyarakat bahwa EF slag dan BF slag merupakan limbah sampingan industri
baja yang masih bermanfaat. Aplikasi EF slag dan BF slag sudah saatnya
dikembangkan dalam bidang pertanian, terutama sebagai bahan pembenah tanah
gambut. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa EF slag dan BF slag memiliki
prospek yang baik sebagai bahan pembenah tanah gambut karena memiliki efek
residu jangka panjang bagi pertumbuhan dan produksi padi sawah.
Hipotesis Penelitian
Masih terdapat pengaruh residu EF slag terhadap perubahan sifat kimia
tanah gambut sebelum pertanaman ketiga. Pertumbuhan dan produksi padi pada
residu EF slag masih lebih baik dibandingkan dengan residu BF slag, silica gel,
dolomit, dan unsur mikro. Kandungan logam berat dalam beras masih dibawah
ambang batas maksimum logam berat dalam pangan, sehingga aman untuk
dikonsumsi.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambut
Penduduk Indonesia mengenal tanah organik dengan sebutan tanah gambut
atau peat soil, sedangkan menurut U.S Soil Taxonomy masuk ke dalam Histosols
(Tan 2008). Menurut Soil Survey Staff (2010), Histosols adalah tanah yang selalu
tergenang air selama 30 hari atau lebih dalam satu tahun, memiliki lapisan bahan
organik setebal 60 cm atau lebih jika bahan penyusunnya sedikit terdekomposisi
(fibrik), dengan berat jenis tanah dalam kondisi lembab yaitu kurang dari 0.1
g/cm3; atau memiliki bahan organik setebal 40 cm atau lebih jika bahan
penyusunnya telah terdekomposisi sedang (hemik) sampai lanjut (saprik), dengan
berat jenis tanah dalam keadaan lembab lebih dari 0.1 g/cm3. Menurut Muñoz et
al. (2008), bahan induk Histosols yaitu sisa tanaman yang baru atau telah melapuk
dan dapat berasosiasi dengan pasir, debu, atau klei. Menurut Wahyunto et al.
(2005), tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik, yaitu sisasisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan dapat
mencapai lebih dari 50 cm dan selalu tergenang air. Syahbuddin dan Alwi (2013),
menyatakan bahwa lahan gambut mempunyai sifat multifungsi sebagai kawasan
pengembangan kegiatan produksi petanian, perkebunan, dan peternakan, sebagai
kawasan penyangga, dan sebagai kawasan konservasi.
Ekosistem dan penyebaran tanah gambut dipengaruhi oleh tempat bahan
organik diakumulasikan, seperti pada daerah deposit bahan organik dan tergenang
air (Tan 2009). Menurut Ritung et al. (2013), tanah gambut yang dipengaruhi oleh
luapan air sungai disebut gambut topogen, sedangkan yang terletak jauh di
pedalaman dan hanya dipengaruhi oleh air hujan disebut gambut ombrogen.
Menurut Subiksa dan Wahyunto (2011), gambut topogen umumnya relatif subur
(eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral, sedangkan gambut ombrogen
mempunyai kesuburan yang lebih rendah (mesotrofik – oligotrifik) dibandingkan
gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral.
Sifat kimia tanah gambut terutama dicirikan oleh ketersediaan unsur hara
yang rendah dan kandungan asam-asam organik yang tinggi, sehingga dapat
meracuni tanaman (Najiati et al. 2005). Menurut Suriadikarta (2013), gambut
mempunyai reaksi tanah yang sangat masam, memiliki ketersediaan hara yang
rendah terutama basa-basa (K, Ca, Mg) dan unsur mikro (Cu, Zn, Mn, Fe), serta
memiliki asam fenolat yang beracun bagi tanaman. Salampak (1999), menyatakan
bahwa kapasitas tukar kation tanah gambut dipengaruhi oleh perubahan nilai pH.
Menurut Hartatik et al. (2011), kesuburan tanah gambut sangat beragam
bergantung kepada ketebalan lapisan gambut, kandungan mineral, jenis bahan
induk, tingkat dekomposisi, dan tempat pembentukan gambut.
Pulau Sumatera memiliki lahan gambut lebih dari 7.2 juta ha, dan luas lahan
gambut di Provinsi Jambi menempati urutan ketiga terluas setelah Provinsi Riau
dan Sumatera Selatan (Wahyunto dan Mulyani 2011). Secara alamiah tanah
gambut memiliki tingkat kesuburan rendah dan mengandung beragam asam
organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman (Hartatik et al. 2011). Gambut
mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran nilai pH 3 - 5

5
(Agus dan Subiksa 2008). Menurut Najiati et al. (2005), sejumlah unsur seperti N,
Ca, Mg, K, B, Cu, dan Mo relatif tidak tersedia di tanah gambut.
Pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman padi perlu memperhatikan
pengelolaan air, pengolahan lahan, ameliorasi lahan dan pemupukan, serta pola
tanam dan pemilihan varietas (Anwar 2013). Pengelolaan air yang tepat yaitu
dengan mempertahankan kadar air gambut di atas batas kritis, sesuai dengan
kebutuhan air tanaman dan mencegah sifat kering tak balik (Sabiham 2010).
Penggunaan alat berat dalam mengolah tanah perlu dihindari, karena dapat
mengakibatkan pemadatan tanah dan mempercepat hilangnya lapisan gambut
(Noor 2013). Teknologi ameliorasi dan pemupukan perlu diaplikasikan untuk
mengatasi kendala kemasaman tanah, mengurangi asam organik yang meracuni
tanaman, dan mengurangi kahat unsur hara (Subardja dan Suryani 2013).
Tanaman Padi
Tanaman padi termasuk ke dalam famili graminae dan genus oryzae
dengan nama latin Oryza sativa (De Datta 1981). Tanaman padi sawah dalam
ilmu botani tidak digolongkan sebagai tanaman akuatik, tetapi tanaman padi
sawah tumbuh dengan baik di tanah yang tergenang air (Moormann dan Breemen
1978). Menurut BBP2TP (2008), pada lahan basah (sawah irigasi) curah hujan
bukan merupakan faktor pembatas tanaman padi dan suhu optimum untuk
pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24 – 29 ºC.
Padi yang ditanam pada lahan gambut memerlukan bahan amelioran dan
pupuk untuk memperbaiki sifat kimia dan kesuburan tanahnya. Umumnya bahan
amelioran yang diberikan dapat berupa kapur 1 - 2 ton/ha, pupuk kandang 5 - 10
ton/ha, terak baja 2 - 5 ton/ha, atau abu 10 - 20 ton/ha (Agus dan Subiksa 2008).
Pupuk anorganik yang biasa dipergunakan adalah Urea, TSP, KCl dengan dosis
mengacu pada anjuran Dinas Pertanian setempat. Menurut Najiati et al. (2005),
untuk padi unggul yang ditanam pada tanah gambut dapat menggunakan dosis per
ha 100 - 200 kg Urea, 100 - 150 kg TSP/SP 36 dan 74 - 125 kg KCl yang disertai
dengan pemberian pupuk mikro berupa ZnSO4 dan CuSO4 masing-masing 4 - 5
kg/ha.
Umur tanaman dan lama fase pertumbuhan tanaman padi berbeda-beda
menurut varietas dan tinggi tanaman. Varietas IR 64 memiliki umur tanaman 110
- 120 hari, dengan masa vegetatif selama 45 hari, reproduktif 35 hari dan
pematangan 30 hari. Bentuk tanamannya tegak dengan tinggi antara 115 - 126 cm.
Varietas ini umumnya memiliki 20 - 35 batang anakan produktif, bentuk
gabahnya ramping panjang dengan warna kuning bersih. Rata-rata hasil IR 64
yaitu sekitar 5 ton/ha dengan potensi hasil hingga 6 ton. Tanaman padi Varietas
IR 64 ini tahan terhadap wereng coklat biotipe 1,2 dan agak tahan biotipe 3, serta
agak tahan hawar daun bakteri strain IV dan tahan virus kerdil rumput (BB
Litbang TP 2010).
Tanaman padi memiliki 4 fase pematangan yaitu masak susu, masak kuning,
masak penuh dan masak mati. Masak susu terjadi pada saat 10 hari setelah
berbunga, ketika gabah mulai terisi cairan serupa susu. Masak kuning terjadi 7
hari setelah masak susu, seluruh bagian tanaman telah menguning, batang
mengering dan gabah mengeras. Masak penuh yaitu 7 hari setelah masak kuning,
seluruh bagian tanaman telah menguning dan gabah mengeras, tetapi malai masih

6
segar. Masak mati ditunjukkan dengan ciri-ciri isi gabah keras serta kering,
cabang-cabang mudah dipatahkan dan gabah sudah mulai rontok dari malainya
(De Datta 1981; BBP2TP 2008). Padi umumnya dapat dipanen ketika masak
penuh dimana gabah matang berkembang penuh, keras dan berwarna kuning.
Steel Slag
Steel slag merupakan hasil sampingan yang terbentuk dari proses
pembuatan baja (Havlin et al. 1999). Menurut Tisdale dan Nelson (1985), steel
slag merupakan material yang diklasifikasikan sebagai limbah, namun sangat
diperlukan dalam bidang pertanian. Anon (1996), mengelompokan steel slag
menjadi iron making slag (blast furnace slag) dan steel making slag (converter
slag dan electric furnace slag).

Gambar 1 Proses produksi pembuatan baja (Anon 1994; Horii et al. 2013).
Gambar di atas menunjukkan pengolahan bijih besi secara iron making
process dengan menggunakan metode tungku pembakaran atau blast furnace.
Hasil pembakaran tersebut berupa leburan besi cair yang dinamakan molten,
sedangkan hasil sampingannya dinamakan blast furnace slag (BF slag). Molten
yang berasal dari Iron making process mengandung sejumlah karbon sehingga
mudah hancur dan kualitasnya rendah (Anon 1996). Oleh karena itu, molten
diolah kembali secara steel making process dengan menggunakan metode
converter atau electric furnace. Proses tersebut dapat menghasilkan bahan baja
yang kuat dan memiliki kualitas yang baik. Adapun hasil sampingannya
dinamakan converter slag (C slag) dan electric furnace slag (EF slag).

7
Metode pengolahan baja dan bahan baku yang dipergunakan akan
mempengaruhi jenis mineral dan kandungan unsur kimia dalam steel slag. EF
slag Indonesia dan Converter slag Jepang diketahui mengandung bermacammacam mineral seperti akermanite, dicalcium ferrite, forsterite ferroan, iron,
larnite, magnetite, dan wuestite (Suwarno dan Goto 1997a). BF slag Amerika
diketahui mengandung sejumlah mineral seperti akermanite, gehlenite,
wollastonite, dicalcium silicate, merwinite, anorthite, dan monticellite (Lewis
1982).
Kandungan unsur-unsur dalam steel slag sangat bervariasi, bergantung dari
jenis steel slag itu sendiri. BF slag yang berasal dari PT Posco Korea diketahui
memiliki kandungan 0.8% Fe2O3, 40.8% CaO, 34.4% SiO2, 4.8% MgO, 0.4%
K2O, 0.21% P2O5 dan 16.1% Al2O3, sedangkan EF slag yang berasal dari PT
Krakatau steel Indonesia diketahui mengandung 43.2% Fe2O3, 26% CaO, 12.7%
SiO2, 7.9% MgO, 0.04% K2O, 0.05 % P2O5 dan 7.2% Al2O3 (Pohan 2012).
Pemanfaatan Steel Slag
Hasil sampingan industri pengolahan baja semakin meningkat jumlahnya
setelah perang dunia kedua. Total produksi EF slag Indonesia telah mencapai 540
ribu ton/tahun, sebanyak 240 ribu ton diproduksi oleh PT. Krakatau Steel dan 300
ribu ton diproduksi oleh pabrik-pabrik lain (Suwarno 2010). Pemanfaatan steel
slag sangat bergantung kepada peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Menurut Gunawan et al. (2011), pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa steel slag termasuk dalam
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Akan tetapi Amerika, Jepang, dan
negara-negara di Eropa telah menyatakan bahwa steel slag merupakan limbah
khusus yang berguna bagi lingkungan.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 menyebutkan
bahwa limbah B3 adalah zat, energi, dan atau komponen lain yang karena sifat,
konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat mencemarkan dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Penelitian Gunawan et al.
(2011), menunjukkan bahwa kelarutan logam berat yang berasal dari EF slag PT.
Krakatau Steel masih di bawah baku mutu standar lingkungan hidup PP. Nomor
85 tahun 1999. Selain itu, hasil uji toksisitas yang dilakukan selama 96 jam
menunjukkan bahwa tidak ditemukan kematian mencit jantan dan betina setiap
pemberian dosis EF slag 5 - 15 000 ppm/berat badan. Berdasarkan hasil kajian
lingkungan tersebut, maka steel slag dapat dikategorikan sebagai bahan yang tidak
berbahaya.
Negara Amerika pada tahun 2000 telah memanfaatkan sebanyak 8.9 juta ton
BF slag sebagai bahan konstruksi jalan, campuran agregat aspal, campuran
semen,dan berbagai macam produk campuran lainnya (Kalyoncu 2000). EF slag
juga direkomendasikan sebagai landfill cover untuk negara-negara di Eropa
(Andreas et al. 2005). BF slag dan steel making slag juga dimanfaatkan sebagai
bahan reklamasi air laut untuk menekan fenomena eutrofikasi (Takahashi dan
Yabuta 2002).

8
Steel slag juga telah banyak diaplikasikan secara bebas untuk bidang
pertanian di dunia, kecuali Indonesia. Pada tahun 1955, negara Jepang untuk
pertama kalinya di dunia menjadikan steel slag sebagai pupuk Si bagi tanaman
padi sawah (Ma dan Takahashi 2002). Aplikasi steel slag dapat digunakan sebagai
bahan pengapuran untuk tanah masam dan sebagai sumber pupuk Si untuk padi
sawah (Ma dan Takahashi 2002; Branca dan Colla 2012). Penelitian yang
dilakukan Suwarno et al. (1999), menunjukkan bahwa aplikasi steel slag pada
tanah Andisol dapat meningkatkan nilai pH tanah, Ca dan Mg-dd, serta
meningkatkan ketersediaan P, B, dan Mn tanah. Penelitian Muna (2013),
menunjukkan pemberian steel slag setara 6 ton/ha pada tanah Latosol dapat
meningkatkan jumlah anakan produktif sebanyak 19 batang/pot, serta
meningkatkan produksi padi. Suwarno dan Goto (1997b), mengevaluasi
penggunaan EF slag Indonesia sebagai pupuk Si untuk tanaman padi varietas
Koshihikari pada tanah Alluvial dan Regosol. Aplikasi EF slag pada tanah
Alluvial mampu meningkatkan bobot gabah bernas dari 19.1 g/pot menjadi 26.3
g/pot, sedangkan pada Regosol bobot gabah bernas meningkat dari 18.7 g/pot
menjadi 25.4 g/pot.
Steel slag juga dapat diaplikasikan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia
tanah gambut. Steel slag diketahui dapat meningkatkan stabilitas tanah gambut
dan memperkecil rata-rata kehilangan karbon sebanyak 28 % pada gambut
pedalaman, 30 % pada gambut transisi, dan 31 % pada gambut pantai (Mario
2002). Aplikasi steel slag dengan dosis 0 %, 2.5 %, dan 5 % pada tanah gambut
dari Dendang-Jambi, secara nyata meningkatkan nilai pH tanah, Ca-dd, Mg-dd,
dan ketersediaan Si (Suwarno 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Syihabuddin
(2011), menunjukkan bahwa pemberian steel slag pada tanah gambut berpengaruh
nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman dan anakan produktif. Hasil penelitian
Pohan (2012), menunjukkan bahwa aplikasi EF slag di tanah gambut lebih baik
dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi sawah bila dibandingkan dengan
BF slag, silica gel, dolomit, dan unsur mikro. Hasil penelitian Ulfah (2014); dan
Banta (2014), menunjukkan bahwa masih terdapat residu EF slag terhadap
perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan, dan hasil padi sawah pertanaman kedua.

9

3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan dan
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
berlangsung dari bulan Februari hingga Agustus 2014.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu meteran, timbangan
analitik, botol kocok, tabung digestion, tabung centrifuge, cawan porselen, oven,
tanur, shaker, digestion blok,waterbath, dan atomic absorption spectrophotometer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanah gambut seberat 3.30 kg
bobot kering oven/pot yang berasal dari penelitian residu pertanaman kedua.
Pupuk urea dengan dosis 1.5 g/kg tanah, SP-36 sebanyak 1.5 g/kg tanah, KCl
sebanyak 0.75 g/kg tanah, dan benih Padi Varietas IR 64 dari kebun percobaan
Balitpa Muara. Jenis dan dosis amelioran yang telah diaplikasikan pada
pertanaman pertama disajikan pada Tabel 1 (Hasil analisis sifat kimia EF slag dan
BF slag disajikan pada Lampiran 2, sedangkan hasil analisis sifat kimia dolomit
disajikan pada Lampiran 3).
Tabel 1 Jenis dan dosis amelioran pertanaman pertama
Perlakuan
Dosis (g/kg tanah)
Kontrol
0.00
CuSO4 + ZnSO4
0.03
EF slag 2 %*
10.61
EF slag 4 %
21.21
EF slag 6 %
31.82
EF slag 8 %
42.42
BF slag 2 %*
10.61
BF slag 4 %
21.21
BF slag 6 %
31.82
BF slag 8 %
42.42
Dolomit setara EF slag 2%**
6.54
Dolomit setara EF slag 4%
13.09
Dolomit setara EF slag 6%
19.64
Dolomit setara EF slag 8%
26.18
Silica gel setara EF slag 2%***
1.35
Silica gel setara EF slag 4%
2.69
Silica gel setara EF slag 6%
4.04
Silica gel setara EF slag 8%
5.39
Keterangan : *)
**)

% dari bobot kering mutlak tanah.
berdasarkan penyetaraan DN EF slag (66.1 %) terhadap DN dolomit
(107.1 %) dari setiap dosis EF slag.
***) berdasarkan penyetaraan % SiO2 EF slag (12.7 %) terhadap % SiO2
silica gel (100 %) dari setiap dosis EF slag.

10
Dosis steel slag yang telah diaplikasikan pada pertanaman pertama yaitu EF
slag dan BF slag dengan dosis 0 %, 2 %, 4 %, 6 %, dan 8% dari bobot kering
oven tanah, dolomit dan silica gel setara EF slag 0 %, 2 %, 4 %, 6 %, dan 8%,
serta unsur mikro (CuSO4 dan ZnSO4) dengan dosis 0.03 g/kg tanah. Banyaknya
pot percobaan pertanaman pertama yaitu 108 pot (54 pot ditanami padi Varietas
Air Tenggulang, 54 pot ditanami IR 64), dimana bobot tanah gambut yaitu 1.75
kg BKM/pot.
Penelitian pertanaman kedua telah dilakukan untuk menguji residu bahan
amelioran pada tanah gambut. Penelitian tersebut menggunakan padi Varietas IR
64, varietas ini dipergunakan karena menunjukkan tanggapan yang baik terhadap
aplikasi bahan amelioran jika dibandingkan dengan padi Varietas Air Tenggulang
pertanaman pertama. Bobot tanah gambut yang dipergunakan pada penelitian ini
yaitu 3.40 kg bobot kering oven/pot yang berasal dari penggabungan pot dengan
perlakuan dan ulangan yang sama (1.75 + 1.75 = 3.50 kg bobot kering oven/pot),
kemudian diambil contoh tanah sebanyak 100 g bobot kering oven/pot untuk
analisis sifat kimia tanah sehingga bobot tanah yang dicobakan menjadi 3.40 kg
bobot kering oven/pot. Pada penelitian pertanaman ketiga menggunakan tanah
gambut sebanyak 3.30 kg bobot kering oven/pot (bobot pertanaman kedua 3.40 kg
dikurangi 100 g untuk analisis sifat kimia tanah sebelum pertanaman ketiga).
Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan percobaan faktor tunggal dengan 18 perlakuan dan
tiga ulangan sehingga diperoleh 54 satuan percobaan. Rancangan yang dipakai
adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan model matematika sebagai
berikut :
Yij = μ + αi + єij
dimana :
Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Seluruh data hasil pengamatan dan analisis sifat kimia tanah dianalisis ragam
dengan menggunakan uji F, kemudian perlakuan yang berpengaruh nyata diuji
lanjutan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diawali dengan pengambilan contoh tanah sebanyak
100 g/pot yang dilakukan setelah panen pertanaman kedua. Contoh tanah tersebut
dikeringkan, selanjutnya diekstraksi untuk penetapan beberapa sifat kimia tanah
(Tabel 2). Tahap selanjutnya dilakukan penyemaian benih padi sawah selama 18
hari. Pindah tanam bibit padi sawah dilakukan sebanyak 2 batang/pot. Satu hari
sebelum pindah tanam dilakukan pemupukan. Pupuk dasar yang diaplikasikan
yaitu pupuk urea 1/3 bagian (0.5 g/kg tanah), pupuk SP-36 sebanyak 1.5 g/kg
tanah, dan pupuk KCl 1/2 bagian (0.375 g/kg tanah).

11
Tabel 2 Variabel dan metode ekstraksi tanah gambut
No.
Variabel
1.
pH
2.
SiO2-tersedia
3.
Ca-dd
4.
Mg-dd
6.
Fe-tersedia
7.
Mn-tersedia
8.
Cu-tersedia
9.
Zn-tersedia
10.
Cd-tersedia
11.
Pb-tersedia

Metode Ekstraksi
H20
NaOAc 1 N pH 4
NH4OAc 1 N pH 7
NH4OAc 1 N pH 7
DTPA pH 7.3
DTPA pH 7.3
DTPA pH 7.3
DTPA pH 7.3
HCl 0.05 N
HCl 0.05 N

Pemeliharaan tanaman padi sawah yang dilakukan meliputi penyiraman,
pemupukan lanjutan, dan pengendalian hama tanaman. Penyiraman dilakukan
dengan menambahkan air setiap hari sebanyak ± 2 cm dari permukaan tanah.
Pemupukan lanjutan yaitu dengan memberikan pupuk urea sebanyak 1/3 bagian
(0.5 g/kg tanah) saat 21 hari setelah tanam (HST) dan 35 HST, sedangkan pupuk
KCl sebanyak 1/2 bagian (0.375 g/kg tanah) saat 35 HST. Pengendalaian hama
tanaman padi seperti ulat dan kutu dilakukan dengan menggunakan tangan,
sedangkan serangan hama lainnya seperti belalang dikendalikan dengan
memasang jaring di sekeliling tanaman padi.
Variabel yang diamati selama masa vegetatif yaitu tinggi tanaman dan
jumlah anakan pada umur 21 - 105 HST. Panen dilakukan ketika gabah telah
masak penuh yaitu saat umur tanaman mencapai 120-127 hari, serta terdapat ciriciri fase pematangan ditandai dengan bulir malai yang sudah menguning sebanyak
95 %. Selanjutnya gabah yang telah dipanen dipisahkan dari malai dan ditimbang
untuk mengetahui bobot gabah kering panen (BGKP). Gabah kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 60 ºC selama 24 jam dan kembali ditimbang
untuk mengetahui bobot gabah kering giling (BGKG). Tahap terakhir yaitu
memisahkan gabah bernas dan gabah hampa untuk mengetahui bobot kering
gabah bernas (BKGB) dan bobot kering gabah hampa (BKGH).
Jerami padi sawah diambil untuk selanjutnya dicuci dengan air bebas ion
untuk menghilangkan kotoran yang dapat memberikan kesalahan pada hasil.
Contoh tanaman tersebut secepatnya dikeringkan dalam oven pada suhu 70ºC.
Setelah kering, jerami kemudian digiling dengan mesin grinder yang
menggunakan filter dengan kehalusan 0.5 mm. Selanjutnya, dilakukan penetapan
unsur Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, dan Zn menggunakan metode pengabuan basah
dengan pereaksi HNO3 dan HClO4. Penetapan SiO2 dilakukan menggunakan
metode gravimetri dengan menambahkan HCl 12 N. Selain itu, beras dianalisis
untuk penetapan kadar logam beratnya seperti Pb, Cd, As, dan Hg menggunakan
metode pengabuan basah dengan pereaksi HNO3 dan HClO4 (Metode analisis
penetapan sifat kimia tanah dan tanaman disajikan pada Lampiran 4).

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Sifat Kimia Tanah Gambut
Perubahan Nilai pH, Ca-dd, dan Mg-dd pada Tanah Gambut
Nilai pH, serta ketersediaan unsur makro dan mikro tanah gambut yang
diaplikasi EF slag dan BF slag nilainya terus meningkat dari pertanaman pertama
hingga pertanaman kedua (Lampiran 5, 6, 7, dan 8). Pada pertanaman ketiga, nilai
pH serta ketersediaan unsur makro dan mikro tanah pada kedua residu perlakuan
tersebut relatif mengalami penurunan. Nilai pH tanah gambut pertanaman pertama
pada perlakuan silica gel dan unsur mikro terus meningkat hingga pertanaman
ketiga. Namun, nilai pH tanah pada residu silica gel dan unsur mikro tidak sebaik
residu EF slag dan BF slag. Sedangkan tanah gambut yang diaplikasi dolomit
terus mengalami peningkatan nilai pH hingga pertanaman ketiga.
Hasil percobaan yang disajikan pada Tabel 3 dan Lampiran 9 menunjukkan
bahwa masih terdapat pengaruh residu perlakuan terhadap perubahan nilai pH
tanah gambut sebelum pertanaman ketiga. Nilai pH tanah gambut pada residu
perlakuan EF slag 8 % dan BF slag 2 % nyata lebih tinggi bila dibandingkan
dengan residu EF slag 2 % - 6 %, BF slag 4 % - 8