Prediksi Pola Aliran dan Distribusi Suhu Udara pada Rumah Tanaman Tipe Modified Standard Peak di Kecamatan Dramaga, Bogor

PREDIKSI POLA ALIRAN DAN DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA
RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED STANDARD PEAK
DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

WARTO

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prediksi Pola Aliran
dan Distribusi Suhu Udara pada Rumah Tanaman Tipe Modified Standard Peak di
Kecamatan Dramaga, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Warto
NIM F14090072

ABSTRAK
WARTO. Prediksi Pola Aliran dan Distribusi Suhu Udara pada Rumah Tanaman
Tipe Modified Standard Peak di Kecamatan Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh
HERRY SUHARDIYANTO.
Rumah tanaman adalah sebuah bangunan yang dirancang dan dibangun
untuk melindungi tanaman dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Rancangan rumah tanaman di daerah tropika harus dipertimbangkan agar suhu
udara di dalam rumah tanaman tidak terlalu tinggi. Kajian simulasi tentang
distribusi suhu sangat penting untuk dasar perancangan rumah tanaman. Tujuan
penelitian ini adalah mempelajari dan memprediksi pola aliran dan distribusi suhu
udara di dalam rumah tanaman tipe modified standard peak. Parameter yang
diukur dalam penelitian ini meliputi suhu udara, radiasi matahari, kelembaban
udara, dan kecepatan angin. Data dicatat setiap 30 menit, dimulai pada pukul
06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa suhu udara tertinggi terjadi di daerah sekitar atap karena pengaruh dari
chimney effect dan greenhouse effect. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
aliran udara bergerak dari luar rumah tanaman ke dalam rumah tanaman. Hal
tersebut terjadi karena perbedaan kerapatan udara. Hasil validasi diatas 90% dan
nilai erornya kurang dari 10%, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang
disimulasikan valid untuk lingkungan di dalam rumah tanaman.
Kata kunci: greenhouse effect, rumah tanaman, suhu udara

ABSTRACT
WARTO. Prediction of Air Flow Pattern and Temperature Distribution at
Modified Standard Peak Greenhouse in Dramaga District, Bogor. Supervised by
HERRY SUHARDIYANTO.
Greenhouse is a building disigned and built to protect the plants from
unfavorable environmental conditions. Design of greenhouse in tropics must be
considered, so that air temperature in greenhouse are not too high. Simulation
study of air temperature distribution is very important for basic design of
greenhouse. The purpose of this research was to study and predict air flow pattern
and temperature distribution in modified standard peak greenhouse. Parameters
measured in this research were air temperature, solar radiation, air humidity, and
wind speed. Data were recorded every 30 minutes, started from 06.00 am to 06.00

pm. Results showed that the highest air temperature occured in around the roof
area, as influenced by chimney effect and greenhouse effect. Results also showed
that air flowed from outside to inside greenhouse. It were caused by differences in
air density. Validation results were 90% and errors less than 10% , so it can be
concluded that simulated model was valid for environment greenhouse.
Keywords: air temperature, greenhouse, greenhouse effect

PREDIKSI POLA ALIRAN DAN DISTRIBUSI SUHU UDARA
PADA RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED STANDARD PEAK
DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

WARTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biositem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Prediksi Pola Aliran dan Distribusi Suhu Udara pada Rumah
Tanaman Tipe Modified Standard Peak di Kecamatan Dramaga,
Bogor
Nama
: Warto
NIM
: F14090072

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Mei 2013. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah lingkungan pada
rumah tanaman, dengan judul Prediksi Pola Aliran dan Distribusi Suhu Udara
pada Rumah Tanaman Tipe Modified Standard Peak di Kecamatan Dramaga,
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, MSc
selaku dosen pembimbing. Dr Leopold O. Nelwan, STP MSi dan Dr Ir Gatot
Pramuhadi, MSi selaku dosen penguji, Bapak Ahmad, Bapak Darma, Bapak Agus
yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan menyediakan fasilitas selama
penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu, Bapak,
kakak dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, teman-teman
Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 46 khususnya Dani, Koi, Waqif, Ina,
Nurul, Riska, Zaki, dan teman satu asrama Sylvapinus serta tidak lupa kepada
sahabatku Wildan, Robi, dan Taufik Hidayat atas dukungan dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang
berkepentingan.
Bogor, April 2014
Warto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Rumah Tanaman


2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Aliran dan Distribusi Suhu Udara

4

Computational Fluid Dynamics (CFD)

7

METODOLOGI PENELITIAN

9

Waktu dan Tempat Penelitian

9

Bahan


9

Alat

9

Prosedur Penelitian

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Radiasi Matahari

13

Suhu Udara


14

Simulasi CFD

16

Hasil Simulasi

21

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran


28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1 Input kondisi awal simulasi rumah tanaman
2 Sifat bahan polycarbonate, concrete, dan steel mild
3 Titik boundary conditions

16
20
21

DAFTAR GAMBAR
1 Bentuk-bentuk atap rumah tanaman
2 Sudut yang dibentuk oleh radiasi matahari dan atap penutup rumah
3 Hubungan antara sudut datang radiasi matahari dan transmisivitas
(%)
4 Hubungan bahan atap, panjang gelombang, dan transmisivitas
5 Diagram alir penelitian
6 Grafik perbedaan radiasi matahari di dalam rumah tanaman dan di
luar rumah tanaman pada tanggal 23 Mei 2013
7 Grafik perbedaan suhu udara di dalam rumah tanaman dan di luar
rumah tanaman pada tanggal 23 Mei 2013
8 Pengaturan tipe analisis pertama pada kasus 1
9 Pengaturan tipe analisis kedua pada kasus 1
10 Pengaturan jenis fluida dan tipe aliran yang dianalisis pada kasus 1
11 Pengaturan kondisi batas pada kasus 1
12 Pengaturan wall condition pada kasus 1
13 Pengaturan kondisi awal pada kasus 1
14 Titik boundary conditions
15 Distribusi suhu udara pada saat radiasi 0 W/m2. (a) tampak depan, (b)
tampak samping
16 Distribusi suhu udara pada saat radiasi 520 W/m2. (a) tampak depan,
(b) tampak samping
17 Pola aliran udara pada saat radiasi matahari 0 W/m2. (a) tampak
depan, (b) tampak samping
18 Pola aliran udara pada saat radiasi matahari 520 W/m2. (a) tampak
depan, (b) tampak samping
19 Grafik validasi suhu pengukuran dan suhu simulasi

3
5
5
6
12
13
15
17
17
18
18
19
19
21
23
24
25
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
4
5
6
7

Validasi titik suhu simulasi pada saat radiasi matahari 0 W/m2
Validasi titik suhu simulasi pada saat radiasi matahari 520 W/m2
Diagram analisis flow simulation pada solidwork
Titik-titik pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman
Data parameter lingkungan
Data titik validasi suhu udara
Struktur rumah tanaman tampak depan
Struktur rumah tanaman tampak samping

30
31
32
33
34
36
39
40

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap tanaman memiliki lingkungan tumbuh optimal yang khas.
Lingkungan tumbuh yang optimal akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
produksi yang baik. Lingkungan tumbuh yang tidak optimal akan menyebabkan
tanaman tidak tumbuh dengan baik. Pada fase pembibitan, tanaman membutuhkan
lingkungan yang steril agar memperoleh bibit yang baik. Pada fase perkembangan,
lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gugur bunga dan
produktifitas yang tidak optimal.
Rumah tanaman adalah bangunan yang dirancang dan dibangun untuk
melindungi tanaman dari kondisi cuaca yang tidak mendukung maupun serangan
hama dan penyakit tanaman. Rumah tanaman juga memungkinkan terjadinya
pengendalian lingkungan baik secara alami maupun mekanik. Pengendalian
lingkungan antara lain meliputi beberapa parameter seperti cahaya, suhu,
kelembaban, dan konsentrasi CO2. Teknologi rumah tanaman memungkinkan
produksi tanaman dilakukan secara lebih terencana dari segi kualitas, kuantitas,
dan waktu panen. Penggunaan rumah tanaman merupakan salah satu wujud
budidaya tanaman dalam lingkungan yang terkendali (controlled environmental
agriculture) dimana lingkungan pertumbuhan tanaman dijaga untuk berada atau
mendekati kondisi optimal bagi tanaman yang dibudidayakan (Suhardiyanto
2009).
Penggunaan rumah tanaman di Indonesia biasanya ditujukan untuk
melindungi tanaman dari hujan deras serta terpaan angin kencang yang dapat
merusak tanaman. Hal ini berbeda dengan tujuan pembuatan rumah tanaman di
daerah subtropika yang bertujuan untuk melindungi tanaman dari suhu udara yang
sangat rendah pada musim dingin.
Pada proses penerapannya, rumah tanaman di Indonesia mengalami banyak
kendala. Salah satunya adalah suhu di dalam rumah tanaman yang tinggi.
Berdasarkan penelitian Suhardiyanto (2009) suhu udara di dalam rumah tanaman
mencapai 35oC. Hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan suhu udara bagi tanaman
yang hanya di bawah 30oC. Permasalahan ini disebabkan karena faktor iklim yang
berbeda untuk setiap negara. Setiap negara akan menerapkan tipe rumah tanaman
yang berbeda sesuai dengan kondisi iklimnya. Rancangan rumah tanaman akan
mempengaruhi kondisi lingkungan di dalam rumah tanaman.
Penggunaan computational fluid dynamic (CFD) merupakan salah satu
teknik simulasi aliran udara untuk memprediksi pola aliran udara dan distribusi
suhu udara di dalam rumah tanaman. Dengan menggunakan metode ini, kondisi
lingkungan di dalam rumah tanaman dapat diprediksi.
Perumusan Masalah
Suhu udara yang tinggi di dalam rumah tanaman merupakan kendala dalam
penggunaan rumah tanaman sebagai bangunan perlindungan tanaman di daerah
beriklim tropika basah. Lingkungan eksternal yang berubah-ubah, adanya efek
bouyancy, dan efek chimney menyebabkan suhu udara yang tidak merata di dalam

rumah tanaman. Hal ini menuntut adanya rancangan rumah tanaman yang tepat.
Kajian tentang simulasi pola aliran dan distribusi udara sangat penting untuk
menjadi dasar perancangan rumah tanaman. Berdasarkan hal tersebut,
permasalahannya dapat dirumuskan antara lain bagimana perbedaan antara radiasi
matahari dan suhu udara di dalam rumah tanaman dan di luar rumah tanaman,
bagaimana prediksi pola aliran dan distribusi suhu udara menggunakan
computational fluids dynamic, dan bagaimana hasil simulasi suhu udara
menggunakan CFD divalidasikan dengan hasil pengukuran.
Tujuan Penelitian
1. Membandingkan radiasi matahari dan suhu udara di dalam dan di luar rumah
tanaman.
2. Melakukan simulasi pola aliran dan distribusi suhu udara pada rumah tanaman
tipe modified standard peak.
3. Melakukan validasi hasil simulasi suhu udara menggunakan CFD dengan hasil
pengukuran.

TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Tanaman
Rumah tanaman merupakan bangunan yang dirancang dan dibangun untuk
melindungi tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Nelson (1978)
mendefinisikan rumah tanaman sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman
yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya.
Kondisi iklim yang berbeda mempengaruhi fungsi dari rumah tanaman. Di
daerah subtropik rumah tanaman berfungsi untuk melindungi tanaman dari suhu
udara yang rendah pada saat musim dingin. Hal ini berbeda pada pemanfaatan
rumah tanaman di daerah gurun. Di daerah gurun rumah tanaman berfungsi
melindungi tanaman dari suhu udara yang tinggi. Menurut Suhardiyanto (2009),
pemanfaatan rumah tanaman di daerah tropika lebih ditujukan untuk melindungi
tanaman dari hujan, angin, hama dan penyakit tanaman, mengurangi intensitas
radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun, dan juga
untuk memudahkan dalam kegiatan perawatan tanaman. Hal ini sesuai dengan
konsep rumah tanaman yang memanfaatkan umbrella effect yang diusulkan Rault
(1988) dalam Suhardiyanto (2009) untuk daerah tropika basah seperti Indonesia.
Interaksi antara struktur rumah tanaman dengan parameter iklim di sekitar
rumah tanaman menciptakan iklim mikro di dalam rumah tanaman yang berbeda
dengan iklim di sekitar rumah tanaman. Peristiwa ini disebut greenhouse effect
atau efek rumah kaca. Menurut Bot (1983) dalam Suhardiyanto (2009) peristiwa
greenhouse effect terjadi karena pergerakan udara di dalam rumah tanaman yang
relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan dan radiasi matahari gelombang
pendek yang masuk ke dalam rumah tanaman melalui atap diubah menjadi radiasi
gelombang panjang. Gambar 1 merupakan bentuk-bentuk rumah tanaman menurut
SNI (2010).

Tipe A : shed/lean to
Tipe B : gable/standard peak/even span greenhouse
Tipe C : flat
Tipe D : monitor
Tipe E : tunnel/quonset
Tipe F : sawtooth
Tipe G : arch
Tipe H : uneven arch
Tipe I : arch saw
Tipe J : gable berkanopi/ modified standard peak
Gambar 1 Bentuk-bentuk atap rumah tanaman

Kontruksi rumah tanaman dengan penampang melintang flat (Gambar 1C)
dan shed/lean to (Gambar 1A) banyak digunakan di kawasan beriklim subtropika
untuk persemaian (Suhardiyanto 2009). Tipe sawtooth (Gambar 1F) merupakan
modifikasi dari tipe shed/lean to dengan bentuk atapnya mirip dengan gigi gergaji.
Bentuk arch (Gambar 1G) dikembangkan untuk menekan biaya kontruksi (Tiwari
dan Goyal 1998). Biaya pembangunan untuk atap arch dapat ditekan menjadi
75% dibandingkan dengan bentuk atap peak. Tipe arch saw, uneven arch dan
tunnel/quonset merupakan modifikasi dari tipe arch. Tipe standard
peak/gable/even span greenhouse (Gambar 1B) banyak digunakan di kawasan
beriklim subtropika untuk memaksimalkan transmisi cahaya matahari. Tipe
modified standard peak/gable berkanopi (Gambar 1J) merupakan modifikasi dari
tipe standard peak. Bentuk atap bukaannya memungkinkan terjadinya ventilasi
alamiah, walaupun tidak ada angin. Tipe modified standard peak banyak
digunakan di Indonesia karena sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang
memiliki intensitas radiasi matahari dan curah hujan yang tinggi.
Faktor yang Mempengaruhi Pola Aliran dan Distribusi Suhu Udara
Radiasi Matahari
Dalam rumah tanaman, bahan dan struktur bangunan berpengaruh terhadap
radiasi matahari yang ditransmisikan (Mastalerz 1977). Hal ini menentukan
kondisi iklim mikro di dalam rumah tanaman antara lain seperti suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan angin, dan kadar karbondioksida di dalam rumah
tanaman. Oleh karena itu dalam perancangan rumah tanaman, pemilihan struktur
bangunan menjadi faktor penting.
Dalam perancangan rumah tanaman, sangat penting untuk memperhatikan
kemiringan atap (Suhardiyanto 2009) dan tinggi dinding (Bot 1983). Radiasi
matahari yang mengenai atap rumah tanaman akan membentuk sudut terhadap
garis normal (Gambar 2). Besarnya sudut yang dihasilkan menentukan radiasi
matahari yang ditransmisikan ke dalam rumah tanaman. Jika sudut yang
dihasilkan mendekati garis normal atau mendekati 0o, maka besarnya radiasi
matahari yang ditransmisikan semakin besar. Walls (1993) menyatakan bahwa
penentuan sudut kemiringan atap rumah tanaman di kawasan yang beriklim
subtropika harus mempertimbangkan sudut datang radiasi matahari. Pada Gambar
3 disajikan hubungan antara sudut yang dihasilkan dengan prosentase radiasi yang
ditransmisikan.

Gambar 2 Sudut yang dibentuk oleh radiasi matahari dan atap penutup rumah
tanaman

Gambar 3 Hubungan antara sudut datang radiasi matahari dan transmisivitas (%)

Bahan penyusun atap sangat menentukan kondisi termal rumah tanaman,
sehingga pemilihan bahan atap harus mempertimbangkan karakteristik fisik,
termal, dan optik (Suhardiyanto 2009). Menurut Nelson (1978) bahan yang umum
digunakan sebagai atap rumah tanaman adalah glass, film plastic, dan rigid panel.
Perbedaan bahan tersebut mempengaruhi besarnya radiasi matahari yang
ditransmisikan. Menurut Boodley (1996) faktor pemilihan bahan yang digunakan,
menentukan prosentase cahaya matahari yang transmisikan. Selain itu, kerapatan
dan konduktifitas bahan penyusun rumah tanaman juga berpengaruh dalam
menciptakan kondisi termal di dalam rumah tanaman. Penelitian yang dilakukan
oleh Holley et al. (1966) pada rumah tanaman dengan ukuran yang sama tetapi
menggunakan bahan penutup atap yang berbeda menghasilkan kesimpulan bahwa
bahan glass dan bard mampu mentransmisikan radiasi matahari paling tinggi
daripada bahan frost white fiberglass, opaque PVC, crystal clear PVC yaitu
sebesar 7108 g cal cm-2 atau 72.3%. Pada bahan frost white fiberglass yaitu 4975
g cal cm-2 atau 50.6%, Opaque PVC yaitu 4709 g cal cm-2 atau 47.9%, Crystal
clear PVC yaitu 6117 g cal cm-2 atau 62.2%. Gambar 4 menyajikan ilustrasi
pengaruh bahan penutup atap rumah tanaman dengan panjang gelombang dan
transmisivitas radiasi matahari.

Gambar 4 Hubungan bahan atap, panjang gelombang, dan transmisivitas

Pertimbangan lokasi adalah langkah penting dalam membangun rumah
tanaman. Menurut Nelson (1978) beberapa faktor yang mempengaruhi radiasi
matahari dalam rumah tanaman salah satunya adalah orientasi. Orientasi berkaitan
dengan arah mata angin (Hanan et al. 1978). Lawrence (1963) dalam
Suhardiyanto (2009) menunjukkan bahwa rumah tanaman yang berorientasi arah
timur-barat lebih banyak menerima radiasi matahari dibandingkan dengan
orientasi arah utara-selatan.

Kecepatan Angin
Angin adalah udara yang bergerak karena perbedaan tekanan udara. Udara
bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah
atau dari daerah yang memiliki suhu udara rendah ke daerah suhu udara tinggi
(Esmay dan Dixon 1986). Angin yang menerpa rumah tanaman menyebabkan
perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Perbedaan tekanan
di sekeliling rumah tanaman menyebabkan terjadinya aliran udara. Papadakis et al.
(1996) dalam Suhardiyanto (2009) menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin
di atas 1.8 m/s efek termal terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan
angin cukup tinggi maka perbedaan suhu udara di luar dan di dalam rumah
tanaman menjadi kecil. Dalam mendistribusikan panas, faktor angin lebih
dominan daripada faktor termal. Peristiwa ini dinamakan ventilasi akibat faktor
angin.
Suhu Udara
Suhu udara adalah faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Suhu udara sangat ditentukan oleh radiasi matahari, pindah panas
konveksi, laju evaporasi, intensitas radiasi matahari, kecepatan angin, dan arah
angin. Suhu udara secara tidak langsung berpengaruh terhadap proses fisik,
mekanik, kimia tanaman, dan selanjutnya akan mempengaruhi proses biologi pada
pertumbuhan tanaman. Secara fisik, jika suhu udara terlalu tinggi atau terlalu
rendah maka akan merusak stuktur tanaman baik itu struktur morfologi maupun
fisiologi.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara dinyatakan dalam kelembaban mutlak dan kelembaban
relatif. Kelembaban relatif atau relative humidity adalah rasio antara tekanan uap
air aktual pada suhu tertentu dengan tekanan uap air jenuh pada suhu tersebut.
Faktor yang mempengaruhi kelembaban relatif adalah suhu udara di dalam rumah
tanaman dan laju migrasi air dari tanaman atau tanah ke udara karena adanya
perbedaan tekanan uap. Kelembaban yang terlalu rendah menyebabkan tanaman
kehilangan air yang berlebihan dalam proses transpirasi. Kelembaban yang terlalu
tinggi akan menyebabkan tumbuhnya organisme pengganggu tanaman seperti
jamur dan lumut.
Computational Fluid Dynamics (CFD)
Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara
memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya
dengan menyelesaikan persamaan–persamaan matematika. CFD mampu
memprediksi aliran berdasarkan model matematika (persamaan diferensial parsial),
metode numerik (teknik solusi dan diskritasi), dan tools perangkat lunak. Menurut
Nelwan et al. (2008) computational fluid dynamics (CFD) adalah suatu analisis
sistem yang meliputi aliran fluida, pindah panas, dan fenomena lainnya seperti
reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD dapat

digunakan untuk analisis aliran fluida pada suatu bangunan dengan terlebih
dahulu menyelesaikan persamaan-persamaan fluida yang mengatur aliran fluida.
Dalam bidang pertanian, penelitian dengan menggunakan CFD sudah
banyak dilakukan sebelumnya, misalnya alat pengering (Nelwan et al. 2008).
Penelitian menggunakan CFD terutama ditujukan untuk menganalisis dan
mengetahui pola aliran serta distribusi suhu iklim mikro di dalam suatu bangunan
atau material.
Proses CFD memiliki tiga tahapan pemrosesan yaitu prapemrosesan
(preprocessor), pencarian solusi (solver), dan pascapemrosesan (postprocessor).
Hasil dari analisis berupa visualisasi warna yang meliputi hasil dari geometri dan
grid yang telah dibentuk, plot berdasarkan vector, plot berdasarkan kontur, dan
plot berdasarkan permukaan (dua dimensi atau tiga dimensi).
Elemen preprocessor terdiri dari input masalah aliran ke dalam program
CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan operator dan
transformasi input berikutnya menjadi bentuk yang sesuai dengan pemecahan
solver. Input yang diberikan seperti penjelasan berikut ini.
1. Pendefinisian geometri dari daerah yang dianalisis.
2. Penentuan jenis aliran (eksternal atau internal).
3. Pemilihan fenomena fisik seperti kecepatan angin dan jenis material.
4. Penentuan sifat-sifat fluida seperti konduktifitas, panas jenis, massa jenis, dan
kerapatan.
5. Penentuan mesh.
6. Penentuan domain.
7. Penentuan kondisi batas yang sesuai.
8. Penentuan goal atau keluaran yang ingin dicapai.
Pemecahan masalah aliran yang meliputi kecepatan, tekanan, maupun suhu
udara dapat didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Ketepatan dari hasil
CFD dibentuk oleh sejumlah sel dalam grid, sehingga secara umum semakin besar
jumlah sel maka ketelitian hasil pemecahan akan semakin baik (Tuakia 2008).
Pencarian solusi atau solver merupakan salah satu bentuk pemecahan model
persamaan dasar aliran fluida yang meliputi persamaan konversi massa atau
kontinuitas, momentum, dan energi yang dilakukan menggunakan analisa numerik.
Persamaan dasar aliran fluida yang berupa persamaan diferensiasi parsial
ditransformasikan ke dalam persamaan aljabar sederhana yang disebut dengan
metode diskritisasi. Metode diskritisasi adalah proses transformasi persamaan
diferensial parsial menjadi persamaan matematik yang lebih sederhana.
Persamaan diskrit yang dihasilkan dari proses integrasi persamaan diferensial
parsial pada volum kontrol berbentuk persamaan implisit, untuk menyelesaikan
persamaan implisit yang terdiri dari persamaan individual diperlukan metode
iterasi. Metode iterasi adalah membuat sebuah tebakan terhadap nilai variabelvariabel yang terdapat pada persamaan implisit. Proses iterasi terus menerus
dilakukan sampai selisih antara ruas kiri dan ruas kanan persamaan (residual
error) mencapai nilai tertentu yang mendekati nol atau dapat dinyatakan
konvergen.
Pascapemrosesan atau postprocessor adalah tahap akhir pada CFD. Pada
tahap solver, apabila keadaan konvergen terjadi maka properti fluida dan aliran
akan ditampilkan. Properti fluida dan aliran ditampilkan berupa model pindah

panas yang dihasilkan oleh distribusi suhu udara, vector, dan distribusi kecepatan
angin berupa bentuk tampilan geometri domain dan grid, plot vector, tracking
partikel, manipulasi pandangan, dan output berwarna.

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan November 2013.
Penelitian dilaksanakan pada rumah tanaman tipe modified standard peak di Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor,
Dramaga, Bogor.
Bahan
Tipe rumah tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah modified
standard peak dengan bahan atap menggunakan solartuff flat. Ukuran rumah
tanaman adalah (20 x 8 x 8) m. Kerangkanya menggunakan besi baja sedangkan
dindingnya menggunakan kawat kasa.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah hybrid
recorder merek Yokogawa, tipe NV 1000, digunakan untuk mencatat suhu pada
titik-titik pengukuran dengan sensor thermocouple tipe TC, dan anemometer yang
digunakan untuk mengukur kecepatan udara di dalam rumah tanaman.
Pyranometer digunakan untuk mengukur radiasi di dalam rumah tanaman. Stasiun
cuaca (weather station) digunakan untuk mengukur parameter lingkungan di luar
rumah tanaman yaitu radiasi matahari, kecepatan angin, dan suhu. Personal
computer (PC) digunakan untuk proses simulasi menggunakan CFD.
Prosedur Penelitian
Pengumpulan Data Teknik
Dimensi rumah tanaman seperti luas dan tinggi bangunan, kemiringan atap,
luas ventilasi, dan bahan penyusun rumah tanaman seperti atap, tiang, lantai,
dinding dibutuhkan dalam pembuatan geometri rumah tanaman menggunakan
solidworks. Data mengenai rancangan rumah tanaman secara detail diperoleh dari
Direktorat Fasilitas dan Properti, Institut Pertanian Bogor. Kerangka besi pada
screen dan kuda-kuda pada atap rumah tanaman diasumsikan tidak ada karena
berpengaruh kecil terhadap pola aliran udara dan distribusi suhu. Pada bahan
bangunan, data yang diperlukan adalah kerapatan, panas jenis, dan konduktifitas
panas.

Pengukuran Parameter Mikro
Parameter mikro yang diukur di dalam rumah tanaman adalah distribusi
suhu udara. Suhu udara di dalam rumah tanaman dianggap sensitif terhadap
perubahan panas.
Pengukuran suhu udara dilakukan menggunakan thermocouple. Ujung
thermocouple dilekatkan pada titik pengukuran yang dikehendaki kemudian ujung
lainnya dihubungkan dengan hybrid recorder untuk merekam data yang terukur.
Hasil pengukuran dari titik tersebut adalah titik pembanding yang akan digunakan
untuk validasi hasil simulasi menggunakan CFD. Denah titik pengukuran suhu
pada rumah tanaman dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pengukuran parameter lainnya meliputi pengukuran kelembaban udara,
radiasi matahari, dan kecepatan angin di dalam rumah tanaman dan di luar rumah
tanaman. Weather station ditempatkan di tempat terbuka agar tidak terhalangi
bangunan sekitar dengan jarak 20 m dari rumah tanaman. Pengambilan data
dicatat setiap 30 menit sekali selama 12 jam. Pengukuran dimulai pukul 06.00
WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB selama satu minggu. Hybrid recorder
digunakan untuk pengambilan data setiap 10 menit dengan lama waktu
pengukuran 1 minggu.
Simulasi dengan CFD
Pembuatan model rumah tanaman dilakukan berdasarkan data dimensi yang
diperoleh dari Direktorat Fasilitas dan Properti IPB. Pembuatan model dilakukan
menggunakan solidwork. Simulasi yang dilakukan sangat bergantung pada
memori dan kecepatan processor komputer yang digunakan. Komputer yang
digunakan adalah komputer dengan spesifikasi CPU intel®coreTMi7; 12GB RAM;
dan 64-bit operating system (OS).
Pada rumah tanaman yang diteliti terdapat tanaman cabai setinggi 50 cm
serta kelengkapan penanamannya seperti polybag dan ajir. Berikut ini merupakan
asumsi yang digunakan dalam simulai CFD.
1. Udara bergerak dalam keadaan steadi.
2. Udara tidak terkompresi.
3. Panas jenis, konduktifitas, dan viskositas udara konstan.
4. Suhu udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi.
5. Kuda-kuda dalam rumah tanaman dianggap tidak ada.
6. Dinding rumah tanaman berupa kasa dianggap tidak berpengaruh pada
kecepatan dan arah pergerakan udara.
7. Proses pengkabutan di dalam rumah tanaman dianggap tidak terjadi.
Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan tahapan pendahuluan yaitu mempelajari
permasalahan dan metode pada penelitian sebelumnya. Kemudian dilanjutkan
dengan persiapan alat meliputi pengujian hybrid recorder, thermocouple, weather
station, anemometer, pyranometer, dan personal computer (PC). Pengujian ini
ditujukan untuk menghindari kendala yang terjadi di lapang. Pengumpulan data
teknik dilakukan dua langkah yaitu pengambilan data ke Direktorat Fasilitas dan
Properti IPB yaitu meliputi panjang, lebar, tinggi, sudut kemiringan atap rumah
tanaman, dan bahan penyusun rumah tanaman. Langkah kedua adalah pengukuran

data di lapangan berupa bahan penyusun rumah tanaman. Penelitian dilanjutkan
dengan pengukuran parameter mikro. Hasil pengukuran ini berupa nilai radiasi
matahari, suhu udara, kecepatan angin, arah angin, dan kelembaban udara. Tahap
terakhir adalah simulai CFD. Simulasi CDF terdapat tiga tahapan yaitu
preprosessor, solver, postprosessor. Tahap preprosessor diawali dari pembuatan
geometri (part), pendefinisian material geometri, penyusunan struktur geometri,
pengaturan kondisi umum, pengaturan boundary conditions, dan goal parameter.
Tahap solver diawali dari run, meshing, dan calculation. Tahap calculation
berlangsung sampai hasil konvergen. Jika belum konvergen maka akan kembali
ke proses run. Jika hasil konvergen maka proses berlanjut ke tahap postprosessor.
Tahap postprosessor berupa plot kontur, grafik, dan data dari goal parameter.

Mulai

Tahapan pendahuluan
pendahuluan
Tahapan

Persiapan alat
Persiapan
alat

Pengumpulan
dataTeknik
teknik
Pengumpulan Data

Pengambilan data ke Direktorat
Fasilitas dan Properti IPB

Mempelajari
dandan
Mempelajaripermasalahan
permasalahan
metode
pada
penelitian
sebelumnya
metode pada penelitian sebelumnya
Pengujian
Pengujianhybrid
hybridrecorder,
recorder,
thermocouple,weather
station,
thermocouple,weather
station,
anemometer,
pyranometer,
dandan
personal
anemometer, pyranometer,
computer
(PC)
personal computer (PC)

Pengukuran
parameter
mikro
Pengukuran Parameter
Mikro

Pengukuran data di
lapangan

Bahan penyusun
rumah tanaman
Panjang (m), lebar
(m), tinggi (m), sudut
atap rumah tanaman,
dan bahan penyusun
rumah tanaman

Simulasi CFD

A

Rasiasi matahari (W/m2),
suhu udara (oC), kecepatan
angin (m/s2), arah angin,
dan kelembaban udara (%)

A

Pembuatan geometri (part)

Pendefinisian material geometri

Penyusunan struktur geometri

Pengaturan kondisi umum
Pengaturan domain boundary
conditions dan goal parameter

Run
Tidak

Meshing
Calculation

Konvergen
Ya
Plot kontur, grafik, dan data
dari goal parameter

Selesai

Gambar 5 Diagram alir penelitian
Validasi Hasil Simulasi Suhu Udara
Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi suhu udara
menggunakan CFD dengan hasil pengukuran pada titik-titik tertentu. Besarnya
error dalam validasi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Error (%) =

x 100 %

(1)

dimana p adalah nilai suhu udara hasil simulasi (oC) dan u adalah nilai suhu udara
hasil pengukuran (oC).
Pengujian keabsahan dilakukan dengan garis regresi yang terbentuk dari
hubungan linier antara hasil simulasi (y) dengan hasil pengukuran (x). Dimana a
menunjukkan perpotongan garis regresi dengan sumbu tegak dan b menunjukkan
kemiringan atau gradien garis regresi.
y = a + bx

(2)

Prediksi suhu semakin baik jika nilai intersep (a) semakin mendekati nol dan
gradiennya (b) mendekati satu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Radiasi Matahari
Radiasi yang dipancarkan oleh matahari mempunyai gelombang pendek.
Ketika masuk ke dalam rumah tanaman sebagian radiasi dipantulkan dan ditahan
oleh atap rumah tanaman sehingga hanya sebagian yang ditransmisikan ke dalam
rumah tanaman. Radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah tanaman diserap
komponen rumah tanaman seperti lantai dan benda di dalam rumah tanaman
termasuk tanaman dan tanah. Setelah diserap, kemudian radiasi tersebut diubah
menjadi gelombang panjang. Gambar 7 adalah data hasil pengukuran perbedaan
antara radiasi di dalam rumah tanaman dan di luar rumah tanaman.

900
Radiasi matahari (di
dalam rumah tanaman)

700
600

Radiasi matahari (di
luar rumah tanaman)

500
400
300
200
100
0

06.00
06.30
07.00
07.30
08.00
08.30
09.00
09.30
10.00
10.30
11.00
11.30
12.00
12.30
13.00
13.30
14.00
14.30
15.00
15.30
16.00
16.30
17.00
17.30
18.00

Radiasi matahari (W/m2)

800

Waktu setempat (WIB)
Gambar 6 Grafik perbedaan radiasi matahari di dalam rumah tanaman dan
di luar rumah tanaman pada tanggal 23 Mei 2013

Pada pukul 06.00–06.30 WIB terlihat bahwa radiasi di dalam rumah
tanaman masih 0 W/m2, sedangkan ketika pukul 07.00 WIB sudah terbaca
besarnya radiasi matahari yaitu sebesar 8 W/m2. Radiasi matahari di luar rumah
tanaman pada pukul 06.00 WIB belum terbaca, sedangkan pada pukul 07.00
sudah terbaca yaitu sebesar 49 W/m2. Radiasi matahari berfluktuasi tetapi terus
meningkat sampai puncaknya pada pukul 12.00 WIB yaitu sebesar 838 W/m2 di
luar rumah tanaman dan 232 W/m2 di dalam rumah tanaman. Pada pukul 12.00
WIB radiasi matahari mulai menurun sampai terhenti pada pukul 17.30 WIB yaitu
sebesar 0 W/m2.
Faktor yang mempengaruhi radiasi matahari secara umum adalah garis
lintang. Menurut Mastalerz (1977) faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
radiasi matahari dalam rumah tanaman adalah posisi atau kedudukan matahari
yang selalu beruba–ubah selama setahun, lokasi rumah tanaman, dan faktor awan.
Pada penelitian ini yang paling dominan adalah faktor awan yang cenderung
menutupi langit sehingga radiasi matahari terhalang. Selain itu beberapa tanaman
yang ada di sekitar rumah tanaman juga berpengaruh terhadap besarnya radiasi
matahari yang diterima oleh lantai rumah tanaman.
Bahan penutup rumah tanaman juga menjadi faktor utama. Bahan penutup
rumah tanaman adalah rigid panel yang terbuat dari polikarbonat. Polikarbonat
(PC) bersifat tahan terhadap tekanan, mudah digunakan, dan ringan.
photosynthetically active radiation (PAR) merupakan cahaya yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan fotosintesis bagi tanaman. PAR memiliki panjang
gelombang 400–700 nanometer. PC dapat mentransmisikan PAR 79% untuk
penggunaan dua lapis dan 87% untuk penggunaan satu lapis (Suhardiyanto 2009).
Menurut Tiwari et al. (1998) penggunaan polikarbonat sebagai atap rumah
tanaman dapat mentrasmisikan radiasi matahari sebesar 77%. Bahan yang
digunakan untuk atap tanaman mempengaruhi besarnya radiasi matahari yang
ditransmisikan seperti yang dijelaskan pada Tabel 1 dan Gambar 3.
Suhu Udara
Kenaikan suhu udara di dalam rumah tanaman disebabkan karena peristiwa
greenhouse effect. Menurut Bot (1983) dalam Suhardiyanto (2009) greenhouse
effect disebabkan oleh dua hal yaitu pergerakan udara di dalam rumah tanaman
yang relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan dan radiasi gelombang panjang
yang tidak dapat keluar dalam rumah tanaman dan terperangkap di dalamnya,
sehingga menyebabkan suhu udara di dalam rumah tanaman semakin meningkat.
Gambar 8 menunjukkan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah
tanaman. Hasil pengukuran yang dilakukan pada pukul 06.00–06.30 WIB
menunjukkan bahwa suhu udara di dalam rumah tanaman dan di luar rumah
tanaman sama yaitu 24oC. Pada pukul 07.00 WIB terjadi peningkatan suhu di
dalam rumah tanaman sebesar 1oC. Peningkatan suhu udara di dalam rumah
tanaman terus terjadi sampai pada pukul 12.30 WIB yaitu 40oC, sedangkan suhu
di luar rumah tanaman hanya mencapai 31oC.

45
40
35

Suhu ( o C)

30
25
20
15
10
5

Suhu udara (di
dalam rumah
tanaman)
Suhu udara (di luar
rumah tanaman)
06.00
06.30
07.00
07.30
08.00
08.30
09.00
09.30
10.00
10.30
11.00
11.30
12.00
12.30
13.00
13.30
14.00
14.30
15.00
15.30
16.00
16.30
17.00
17.30
18.00

0

Waktu setempat (WIB)
Gambar 7 Grafik perbedaan suhu udara di dalam rumah tanaman dan di luar
pada tanggal 23 Mei 2013
Struktur rumah tanaman yang tertutup berpengaruh besar terhadap
peningkatan suhu di dalam rumah tanaman (Nelson 1978). Hal ini akibat dari
pengaruh radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam rumah tanaman,
sehingga suhu udara di dalamnya meningkat. Dinding terbuat dari kasa kawat
dengan mesh 0.042 cm. Kondisi yang tertutup ini juga menyebabkan faktor angin
sebagai ventilasi alamiah terhalang sehingga sulit terjadi pertukaran udara yang
dapat menurunkan suhu udara di dalam rumah tanaman. Selain struktur yang
tertutup, bahan yang digunakan dalam penyusunan rumah tanaman juga
berpengaruh. Semakin tinggi nilai konduktifitas dan kerapatan bahan yang dipakai
sebagai komponen maka suhu udara di dalam rumah tanaman semakin tinggi.
Rumah tanaman yang diteliti atapnya berbahan polikarbonat, lantai beton, dinding
kasa kawat, dan tiang pondasi dari besi baja. Polikarbonat memiliki kerapatan
1200 kg/m3 dan konduktifitas panas sebesar 0.21 W/mK. Lantai terbuat dari
concrete dengan kerapatan 2000 kg/m3 dan konduktifitas panas 1.13 W/mK.
Concrete merupakan campuran antara kerikil (aggregates), semen dan air.
Concrete memiliki porositas yang baik untuk lantai rumah tanaman (Tiwari et al.
1998).
Pada Gambar 7 dan 8, nilai radiasi matahari dan suhu udara yang terukur di
dalam rumah tanaman berbanding terbalik. Radiasi matahari di dalam rumah
tanaman lebih rendah daripada di luar rumah tanaman, sedangkan suhu udara di
dalam rumah tanaman lebih tinggi daripada di luar rumah tanaman. Hal ini
disebabkan radiasi yang masuk ke dalam rumah tanaman diserap oleh lantai,
kemudian lantai memancarkan radiasi gelombang panjang. Karena rendahnya
aliran udara di dalam rumah tanaman, maka radiasi tersebut tertahan di dalam
rumah tanaman, sehingga membuat suhu udara di dalam rumah tanaman menjadi
lebih tinggi.

Simulasi CFD
Preprosessor
Pembuatan Geometri Rumah Tanaman
Geometri rumah tanaman dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari
Direktorat Fasilitas dan Properti IPB. Pada rancangan yang dibuat, kerangka tidak
dibuat terlalu detail karena hal itu hanya berpengaruh kecil terhadap perpindahan
panas. Setelah geometri siap disimulasikan, selanjut dipilih flow simulation,
wizard dan memasukkan data kondisi awal rumah tanaman. Data kondisi awal di
dalam rumah tanaman pada tanggal 24 Mei 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Input kondisi awal simulasi rumah tanaman
Input

Kasus 1

Kasus 2

Suhu lingkungan (oC)

27.0

28.0

o

Suhu material padat ( C)

31.5

35.0

RH lingkungan (%)

90.0

84.0

Kecepatan angin (m/s)

0.0

0.0

Arah angin

-

-

Radiasi matahari (W/m2 )

0.0

520.0

Waktu (WIB)

18:00

09.00

Penetapan General Setting
Pada langkah ini terdapat empat tahapan yaitu menentukan tipe analisis,
jenis fluida, jenis material, dan kondisi batas secara umum. Gambar 9 dan 10
menunjukkan masukan untuk pilihan tipe analisis.
Tipe aliran yang dipakai adalah eksternal karena kasus ini dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal. Input yang dipilih adalah suhu lingkungan, radiasi matahari,
konduktifitas bahan, dan nilai gravitasi. Penelitian ini dilakukan di Dramaga,
Bogor dengan latitute 06o20’ dan waktu dilaksanakan penelitian (Gambar 10).
Radiasi 0 W/m2, karena dilakukan pada saat radiasi minimum. Radiasi bernilai 0,
karena pengukuran dilakukan pada pukul 18.00 WIB. Gravitasi bernilai negatif
karena searah dengan gravitasi bumi dan berlawanan dengan gaya normal
(Gambar 11).
Jenis fluida yang dianalisis adalah udara dengan tipe aliran laminer dan
turbulen serta memperhitungkan kelembaban udara (Gambar 11). Jenis solid
material yang dipakai adalah concrete yaitu untuk lantai, tembok, dan pondasi
(Gambar 12). Pada pengaturan kondisi batas nilai kekasaran (roughness)
ditentukan sebesar 0 µm dan dipilih default wall radiative surface adalah
blackbodywall karena memiliki emisivitas 1 (Gambar 13). Kondisi lingkungan
luar dimasukkan pada initial ambient conditions (Gambar 14). Karena kasus ini
dipengaruhi oleh lingkungan luar, maka suhu dan kelembaban yang menjadi input
adalah data suhu dan kelembaban luar yang diperoleh dari weather station. Nilai
tekanannya adalah 101.325 kPa. Suhu solid material disesuaikan dengan jenis

solid yang sudah dipilih pada tahap pemilihan solid material. Pada kasus 1 dan 2
tidak terdefinisi kecepatan angin sehingga kecepatan anginnya nol.

Gambar 8 Pengaturan tipe analisis pertama pada kasus 1

Gambar 9 Pengaturan tipe analisis kedua pada kasus 1

Gambar 10 Pengaturan jenis fluida dan tipe aliran yang dianalisis pada kasus 1

Gambar 11 Pengaturan kondisi batas pada kasus 1

Gambar 12 Pengaturan wall condition pada kasus 1

Gambar 13 Pengaturan kondisi awal pada kasus 1

Pengaturan Mesh dan Pendefinisian Material Rumah Tanaman
Pengaturan mesh yang dipilih adalah level 3. Pengaturan mesh
mempengaruhi jumlah sel dalam grid. Semakin tinggi level yang dipilih maka
semakin banyak jumlah sel dalam satu grid, sehingga semakin besar jumlah sel
maka ketelitian hasil pemecahan semakin baik (Tuakia 2008).
Atap, lantai, dinding, dan rangka adalah bagian-bagian yang didefinisikan
jenis materialnya. Bagian ini mempunyai pengaruh besar dalam proses pindah
panas maupun pola aliran udara. Pendefinisian material dibedakan menjadi dua
yaitu media solid dan media poros. Atap, lantai, dan rangka adalah media solid.
Atap didefinisikan sebagai PC (polycarbonate), lantai sebagai beton (concrete),
dan rangka sebagai baja ringan (steell. mild) (Lampiran 3). Dinding sebagai poros
media terbuat dari insectscreenhouse. Data sifat bahan tentang polycarbonate,
concrete, dan steel mild dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sifat bahan polycarbonate, concrete, dan steel mild
Sifat bahan

Satuan

Polycarbonatea

Concreteb

Steel Milda

Kerapatan

kg/m3

1200

2000

7.833

Panas jenis

J/kg oC

1300

1000

45.300

Konduktifitas panas

W/m oC

0.209

1130

0.502

Tipe konduktifitas

-

Isotropik

Isotropik

Isotropik

o

630

1000

1410

Melting
temperature
a

C

Fuadah(2012). ;bCengel(2003).

Pengaturan Boundary Conditions
Atap dan lantai merupakan komponen rumah tanaman yang menjadi sumber
panas paling besar, sehingga kondisi batas (reel wall) yang ditetapkan hanya
meliputi permukaan lantai dan atap. Penentuan permukaan disesuaikan dengan
kondisi batas kritis lingkungan. Bagian kanan rumah tanaman ternaungi
pepohonan sehingga pengukuran dilakukan pembagian sisi permukaan kanan dan
kiri ruangan. Hal ini ditujukan untuk melihat perbedaan antara bagian yang
ternaungi dan yang tidak ternaungi. Pada lantai diukur dua permukaan, yaitu
bagian kiri dan kanan. Atap diukur pada atap bagian depan dan belakang. Hal ini
terjadi karena pada bagian belakang ternaungi pepohonan. Gambar berikut adalah
titik untuk pemilihan boundary conditions.

Gambar 14 Titik boundary conditions
Tabel 3 Titik boundary conditions
Titik

X(m) Y(m)

Z(m)

Suhu udara (oC)

Tipe boundary
Kasus 1 Kasus 2 conditions

Keterangan

1

2.28

-1.70

4.40

31.50

35.0 Real wall

Lantai

2

-1.50

-1.70

4.40

30.80

33.00 Real wall

Lantai

3

3.40

2.90

2.33

25.70

39.00 Real wall

Atap

4

1.50

5.32

2.33

26.10

36.60 Real wall

Atap

5

-0.25

5.34

2.33

26.10

41.30 Real wall

Atap

6

-2.10

2.95

2.33

26.80

30.60 Real wall

Atap

7

3.40

2.90

-11.10

25.50

39.90 Real wall

Atap

8

1.50

5.32

-11.10

25.50

35.30 Real wall

Atap

9

-0.25

5.34

-11.10

26.00

37.70 Real wall

Atap

10

-2.10

2.95

-11.10

25.90

28.30 Real wall

Atap

Pengaturan Tujuan (Goal)
Pengaturan tujuan atau Goal dari simulasi adalah suhu udara global,
kecepatan udara global, dan kerapatan udara. Kecepatan digunakan untuk
mengetahui pola aliran udara di dalam rumah tanaman. Kerapatan udara
digunakan sebagai pembanding nilai antara suhu dan dan kecepatan udara.
Pencarian Solusi (Solver)
Pada tahap solver terdapat langkah-langkah running, meshing, calculation,
dan bagian konvergenitas. Pada proses ini ditampilkan grafik yang menunjukkan
konvergenitas residual variation. Proses perhitungan menghasilkan residual yang
menurun dari satu iterasi ke iterasi berikutnya. Jika proses iterasi terus berjalan
maka solusi diperoleh. Proses iterasi berhenti ketika kondisi konvergen tercapai.
Pascapemrosesan (Postprocessor)
Tahap ini merupakan kegiatan pengambilan bentuk keluaran data yang
diinginkan dari hasil simulasi CFD. Pada penelitian ini data yang ditampilkan
adalah berupa tampilan dan bentuk kontur dari suhu udara, kecepatan udara, dan
kerapatan udara.
Hasil Simulasi
Distribusi Suhu Udara
Simulasi dilakukan untuk memprediksi pola aliran dan distribusi suhu udara
di dalam rumah tanaman. Pengukuran ini dilakukan pada saat rumah tanaman
menerima radiasi matahari 0 W/m2 dan 520 W/m2 yaitu pada pukul 18.00 WIB
dan 09.00 WIB. Gambar di bawah ini menyajikan distribusi suhu udara dari hasil
simulasi CFD pada saat radiasi matahari 0 W/m2 (Gambar 16) dan 520 W/m2
(Gambar 17).
Simulai yang dilakukan pada dua kasus yang berbeda, menampilkan hasil
yang berbeda. Pada radiasi matahari 0 W/m2 suhu udara yang tergambar berkisar
antara 27oC–30oC. Suhu udara paling tinggi terdapat pada permukaan lantai dan
daerah sekitar atap berkisar 29.67oC–30oC. Lantai terbuat dari bahan concrete
yang dapat memantulkan panas lebih besar daripada tanah, sehingga suhu udara di
sekitar lantai lebih tinggi. Lantai adalah bagian yang paling dominan
memancarkan radiasi gelombang panjang yaitu radiasi yang membuat suhu udara
di dalam rumah tanaman menjadi lebih tinggi.
Pada gambar terlihat adanya perbedaan antara suhu udara di dalam dan di
luar rumah tanaman dan chimney effect. Panas yang berasal dari lantai berpindah
ke atas yaitu daerah atap. Panas kemudian terkumpul pada daerah tersebut dan
sebagian terbuang melalui lubang ventilasi pada kanopi. Panas berpindah dari
kerapatan tinggi ke kerapatan rendah. Kerapatan udara berbanding terbalik dengan
suhu udara. Semakin meningkatnya suhu udara maka kerapatan udaranya semakin
rendah. Hal ini merupakan prinsip dari efek bouyancy. Pada Gambar 16 terlihat
adanya peristiwa efek bouyancy. Suhu di luar rumah tanaman lebih rendah
daripada suhu di dalam rumah tanaman, sehingga kerapatan udara di dalam rumah
tanaman lebih rendah dibandingkan di luar rumah tanaman. Pindah panas masuk
melewati dinding kasa sebagai poros medium. Pada Gambar 16 terlihat panas
terkumpul pada daerah atap bagian depan. Daerah tersebut merupakan yang

mendapat radiasi matahari maksimum pada pukul 18.00 WIB, sedangkan daerah
yang lain ternaungi pepohonan. Pada kasus 1 tidak terdefinisi adanya kecepatan
angin sehingga proses pindah panas terjadi secara alamiah yaitu karena pengaruh
perbedaan kerapatan udara.

a

b

Gambar 15 Distribusi suhu udara pada saat radiasi 0 W/m2. (a) tampak depan,
(b) tampak samping
Pada kasus 2 diukur pada saat radiasi matahari maksimum yaitu 520 W/m2.
Suhu yang terjadi di dalam rumah tanaman berkisar 30oC–40oC. Suhu tertinggi
pada daerah atap yaitu 40oC. Pada Gambar 17 terlihat pula terjadinya chimney
effect. Pada kasus ini terlihat atap berpengaruh lebih besar daripada lantai. Hal ini
disebabkan pada pukul 09.00 WIB radiasi yang masuk ke dalam rumah tanaman
sebatas di daerah atap, sehingga terlihat radiasi gelombang panjang yang
dihasilkan atap lebih dominan.

a

b

Gambar 16 Distribusi suhu udara pada saat radiasi 520 W/m2. (a) tampak depan,
(b) tampak samping

Pola Aliran Udara di Dalam Rumah Tanaman
Pergerakan udara di dalam rumah tanaman cenderung stagnan, karena
strukturnya tertutup. Pergerakan udara di dalam rumah tanaman umumnya terjadi
karena perbedaan kerapatan udara. Faktor angin dapat membantu
mendistribusikan panas di dalam rumah tanaman. Gambar 18 dan 19 menyajikan
gambaran pola aliran udara yang terjadi saat kondisi radiasi 0 W/m2 dan 520
W/m2.
Pada dasarnya udara bergerak karena perbedaan tekanan udara. Udara
bergerak dari tekanan udara tinggi ke tekanan udara rendah. Pada kasus 1, terlihat
pada Gambar 16 suhu udara di dalam rumah tanaman lebih tinggi daripada suhu
udara di luar rumah tanaman. Hal ini mengakibatkan kerapatan di dalam rumah
tanaman lebih rendah daripada di luar rumah tanaman. Semakin tinggi kerapatan
udara mengakibatkan tekanan udara semakin tinggi. Gambar 18 menunjukkan
bahwa udara bergerak dari luar rumah tanaman ke dalam rumah tanaman. Pada
kasus 1 tidak terdefinisi adanya faktor angin, sehingga pola aliran udara yang
tergambar karena pengaruh faktor thermal. Berdasarkan hasil simulasi, kecepatan
udara yang terdefinisi sangat kecil yaitu antara 0 m/s sampai dengan 2.181 x 10 -4

m/s. Pergerakan udara hanya tampak jelas pada bagian depan rumah tanaman,
sedangkan pada bagian belakang tidak terdefinisi. Hal ini karena perbedaan suhu
yang jelas antara bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan rumah
tanaman tidak ternaungi oleh pohon sedangkan pada bagian belakang masih
ternaungi pohon. Secara umum rumah tanaman yang diamati ternaungi pohon
pada bagian belakang (utara) dan samping kiri (barat). Faktor tersebut yang
membuat pada gambar memperlihatkan bahwa aliran udara datang dari arah
samping kanan (timur) dan akan keluar melalui ventilasi pada kanopi.

a

b

Gambar 17 Pola aliran udara pada saat radiasi matahari 0 W/m2. (a) tampak depan,
(b) tampak samping
Pada kasus 2 juga tidak terdefinisi angin. Pergerakan udara disebabkan oleh
faktor thermal. Menurut Suhardiyanto (2009) Pergerakan udara karena faktor
thermal disebabkan adanya perbedaan kerapatan udara. Suhu udara di dalam
rumah tanaman lebih tinggi daripada suhu udara di luar rumah tanaman, sehingga
kerapatan udara di dalam rumah tanaman lebih rendah. Udara akan bergerak dari
daerah yang berkerapatan udara tinggi ke daerah yang berkerapatan rendah,
sehingga udara luar akan masuk ke dalam rumah tanaman. Pada kasus 2 kecepatan
udaranya lebih tinggi daripada kasus 1 yaitu maksimum 8.889 x 10-4 m/s dan

pada kasus 1 maksimum sebesar 2.181 x 10-4 m/s. Hal ini disebabkan suhu udara
di dalam rumah tanaman pada kasus 2 lebih tinggi daripada pada kasus 1. Pada
kasus 2 suhu udaranya terdefinisi 30oC-33oC, sedangkan pada kasus 1 hanya
terdefinisi sebesar 28oC-30oC, sehingga semakin tinggi perbedaan suhu udara
antara lingkungan di dalam dan di luar rumah tanaman maka aliran udaranya akan
semakin cepat.

a

b

Gambar 18 Pola aliran udara saat radiasi matahari 520 W/m2. (a) tampak
depan, (b) tampak samping
Val