Simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara dalam rumah tanaman tipe modified arch menggunakan computational fluid dynamics

(1)

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA ALIRAN UDARA

DALAM RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED ARCH

MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

TITIN NURYAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam Rumah Tanaman Tipe Modified Arch Menggunakan Computational Fluid Dynamics” adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Titin Nuryawati


(4)

(5)

ABSTRACT

TITIN NURYAWATI. Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Arch Greenhouse Using Computational Fluid Dynamics. Supervised by HERRY SUHARDIYANTO, YULI SUHARNOTO and HARMANTO.

In this research, the effect of wind speed on the natural ventilation of a modified arch greenhouse was analysed by computational fluid dynamics (CFD), using the commercial software SolidWorks of 2010. The objectives of this research were to understand the natural ventilation on the greenhouse and develop a simulation of temperature distribution and the airflow pattern on the modified arch greenhouse. The experiment was carried out in a modified arch greenhouse equipped with both top and side ventilations. Climate data and greenhouse characteristics were used as inputs and boundary condition to develop a simulation model. Two-dimensional simulation in a steady state with the condition of no wind speed (0.0 m/s), moderate wind speed (0.5 and 0.6 m/s) and high wind speed (1.8 m/s) were carried out. The wind speed through the insect-proof screen was simulated as a flow through porous media. The CFD model has succeded in predicting the temperature distribution and airflow pattern of the greenhouse. The result of the model showed that the greenhouse has a gradient temperature vertically and the natural ventilation works effectively. It is proved that a small error percentage of difference temperatures between the simulation result and the observed data (less than 8%) was obtained. The coefficient variation was also small (0.12), with the coefficient of uniformity of 89.76%.

Keywords: CFD, temperature distribution, modified arch greenhouse, ventilation, simulation


(6)

(7)

RINGKASAN

TITIN NURYAWATI. Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam Rumah Tanaman Tipe Modified Arch Menggunakan Computational Fluid Dynamics. Dibimbing oleh HERRY SUHARDIYANTO, YULI SUHARNOTO dan HARMANTO.

Sektor agrobisnis-agroindustri hortikultura Indonesia merupakan sektor yang sangat penting peranannya dalam ekspor non migas dan perlu ditangani secara serius karena sektor ini mempunyai potensi yang sangat besar dalam peningkatan produksi dan mempunyai peluang pasar yang sangat luas, baik di dalam maupun di luar negeri. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa nilai ekspor tahun 2009 mencapai US$ 350.505 juta untuk tanaman hias, disusul produk sayuran sebesar US$ 20.459 juta dan produk buah-buahan sebesar US$ 8.775 juta.

Penggunaan rumah tanaman yang telah disesuaikan konstruksinya dengan iklim tropis (salah satunya adalah tipe busur termodifikasi atau modified arch) dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengembangan produk hortikultura di Indonesia. Saat ini telah banyak digunakan rumah tanaman dengan bahan penutup atap dari plastik dan penutup dinding dan bukaan ventilasi atap dari screen. Penggunaan screen tersebut selain berfungsi sebagai ventilasi alamiah, juga berfungsi sebagai pelindung dari hama tanaman. Screen akan mencegah serangga masuk ke dalam rumah tanaman yang akan berimplikasi kepada penurunan penggunaan pestisida.

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja rumah tanaman tipe modified arch di daerah tropis, dan tujuan khususnya adalah: mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi dan melakukan simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara pada rumah tanaman tipe modified arch menggunakan

Computational Fluid Dynamics (CFD).

Simulasi CFD dilakukan menggunakan software SolidWorks Office Premium 2010. Simulasi dilakukan dalam empat kasus yaitu saat pagi hari dengan kondisi tidak ada radiasi matahari dan kecepatan angin 0 m/detik (Kasus 1), saat pagi hari dengan tingkat radiasi matahari sedang sebesar 418 W/m2 dan kecepatan angin sebesar 0.5 m/detik (Kasus 2), saat siang hari dengan tingkat radiasi matahari tinggi sebesar 802 W/m2 dan kecepatan angin sebesar 0.6 m/detik (Kasus 3), dan saat sore hari (Kasus 4) dengan kondisi radiasi matahari sedang (514 W/m2) dan kecepatan angin sebesar 1.8 m/detik.

Hasil pengukuran suhu di sekitar rumah tanaman, menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata harian adalah 30.5 oC, dengan suhu terendah sebesar 23.0 oC, dan suhu tertinggi sebesar 35.3 oC. Perbedaan suhu di dalam dan di luar rumah tanaman berkisar antara 2.2 - 5.5 oC. Gradien suhu udara di dalam rumah tanaman secara vertikal pada ketinggian 1 - 3 m tidak terlalu besar, kisaran maksimum hanya sebesar 2.3 oC.

Hasil simulasi pada Kasus 1 dengan input suhu lingkungan sebesar 25.2 oC menunjukkan bahwa suhu di dalam rumah tanaman cukup seragam atau hampir sama dengan suhu lingkungan. Gradien suhu sangat kecil dan cenderung meningkat dengan bertambahnya ketinggian, yaitu sebesar 0.05 oC dan mencapai


(8)

ii

1.46 oC pada daerah dekat atap. Distribusi suhu pada ketinggian 1 - 3 meter antara 25.39 - 25.44 oC, dan mencapai 26.85 oC pada daerah dekat dengan atap.

Pada Kasus 2 dengan input suhu lingkungan 30.6 oC menunjukkan bahwa suhu di dalam rumah tanaman cukup seragam. Gradien suhu sangat kecil yaitu pada kisaran sebesar 0.3 oC dan mencapai 0.75 oC pada daerah dekat dengan atap. Distribusi suhu pada ketinggian 1 - 3 meter antara 30.6 – 30.9 oC, dan mencapai 31.35 oC pada daerah dekat dengan atap.

Pada Kasus 3 dengan input suhu lingkungan sebesar 34.7oC, hasil simulasi menunjukkan bahwa suhu pada ketinggian 1-3 meter mempunyai suhu yang seragam (34.7 - 34.9 oC) dan baru meningkat pada daerah di atas screen (>3.5 m). Suhu udara pada daerah dekat atap dapat mencapai 39 oC. Gradien suhu secara vertikal pada ketinggian 1-3 m sangat kecil dan baru terlihat gradien suhunya pada ketinggian >3.5 m.

Pada Kasus 4 dengan input kondisi udara sore hari dengan suhu udara sebesar 34 oC, menunjukkan bahwa suhu udara di dalam rumah tanaman seragam dan sama dengan suhu di luar rumah tanaman yaitu sebesar 34.00 – 34.33 oC. Gradien suhu tidak ada di dalam rumah tanaman, hanya kecil sekali di dekat atap.

Perbedaan suhu udara hasil simulasi dan hasil pengukuran pada Kasus 1, 2, 3 dan 4 dinyatakan dalam persentase error untuk melihat keakuratan model pendugaan suhu yang telah dikembangkan. Error yang dihasilkan pada masing-masing kasus cukup kecil yaitu 0.05-2.96% untuk Kasus 1, sebesar 3.77-7.21% untuk Kasus 2, sebesar 2.22-7.37% untuk Kasus 3, dan sebesar 1.16 - 7.72% untuk Kasus 4. Selain persentase error, juga dianalisis nilai koefisien keseragaman dan variasi suhu hasil simulasi, dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0.12 dan nilai koefisien keseragaman (CU) sebesar 89.76%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa model simulasi telah berhasil dengan baik melakukan simulasi.

Pada Kasus 1, aliran udara terjadi di dalam rumah tanaman karena adanya efek termal yaitu karena perbedaan tekanan. Udara mengalir melalui dinding

screen dan bergerak keatas dan keluar melalui bukaan pada atap. Fenomena ini disebut dengan chimney effect. Proses ini akan terjadi terus - menerus sampai pada saat tidak ada perbedaan suhu di dalam dan di luar rumah tanaman atau saat terjadi aliran angin yang cukup besar. Pada Kasus 2 dan 3, pola aliran udara sama dengan Kasus 1. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa pada waktu kecepatan angin kurang atau sama dengan 1.67 m/detik pertukaran udara dominan terjadi karena efek termal. Dengan demikian Kasus 2 dan 3 tetap terjadi chimney effect. Pada Kasus 4 dengan kecepatan udara di luar sebesar 1.8 m/detik, maka aliran udara di dalam rumah tanaman terjadi karena adanya dorongan angin, sehingga chimney effect tidak terjadi.


(9)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(10)

(11)

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA ALIRAN UDARA

DALAM RUMAH TANAMAN TIPE MODIFIED ARCH

MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

TITIN NURYAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(12)

(13)

(14)

(15)

Judul Tesis : Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam Rumah Tanaman Tipe Modified Arch Menggunakan

Computational Fluid Dynamics

Nama : Titin Nuryawati

NRP : F152080041

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Harmanto, M.Eng Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(16)

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan alam Rasulullah Muhammad SAW. Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin tesis dengan judul “Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam Rumah Tanaman Tipe Modified arch Menggunakan Computational Fluid Dynamics”, telah dapat diselesaikan.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya diucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto,M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, atas segala arahan dan bimbingannya selama pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis. Ucapan yang sama disampaikan kepada Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng., dan Dr. Ir. Harmanto, M.Eng. sebagai anggota komisi pembimbing atas koreksi, saran, bimbingan dan motivasinya dalam penyusunan tesis. Kepada Dr. Ir. Erizal, M.Agr sebagai dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis disampaikan terima kasih atas saran, koreksi dan masukan bagi tesis ini, demikian juga kepada Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara atas kesediaannya memberikan waktu untuk konsultasi.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kementerian Pendidikan Nasional RI, khususnya DIKTI melalui Program BPPS atas bantuan biaya pendidikan yang diberikan, kepada PT East West Seed Indonesia, Purwakarta atas kerjasamanya dalam penelitian ini, kepada Teknisi Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian Fateta-IPB, dan juga kepada Bapak, Ibu, Kakak-kakak, dan teman-teman di Program Studi SIL 2008, BBP Mektan Serpong, TEP 39, dan Cyber-man, atas dukungan moril dan semangatnya.

Akhirnya semoga tesis dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan pada umumnya.

Bogor, Maret 2011


(18)

(19)

RIWAYAT HIDUP

Titin Nuryawati dilahirkan di Boyolali tanggal 26 April 1984, sebagai putri keempat dari empat bersaudara dari Bapak Somadi dan Ibu Suratmi.

Penulis lulus dari SMU Negeri 6 Surakarta pada tahun 2002 dan melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) pada program studi Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada Februari 2007 penulis menyelesaian pendidikan S1. Setelah lulus S1 bekerja sebagai Asisten Peneliti pada Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB. Pada pertengahan Agustus tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan sponsor dari BPPS Ditjen Dikti.


(20)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Ventilasi Alamiah ... 4

2.2 Pengaruh Ukuran Screen Terhadap Iklim Mikro dalam Rumah Tanaman.... 7

2.3 Computational Fluid Dynamics (CFD) ... 8

2.3.1 Pre-processor ... 9

2.3.2 Solver ... 10

2.3.3 Post-processor ... 11

III METODE PENELITIAN ... 12

3.1 Waktu dan Tempat ... 12

3.2 Bahan dan Alat ... 12

3.3 Prosedur Penelitian ... 13

3.3.1 Pengumpulan Data Teknik ... 13

3.3.2 Pengukuran Iklim Mikro dan Makro di sekitar Rumah Tanaman ... 15

3.3.3 Simulasi CFD ... 16

3.3.4 Validasi Model ... 21

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Profil Distribusi Suhu di dalam Rumah Tanaman Tipe Modified Arch ... 23

4.2 Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam Rumah Tanaman Menggunakan CFD ... 26

4.2.1 Distribusi Suhu di dalam Rumah Tanaman ... 26

4.2.2 Pola Aliran Udara pada Ventilasi Alamiah dalam Rumah Tanaman .. 30

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34


(21)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jenis screen yang diperlukan untuk menekan jumlah hama serangga ... 7

Tabel 2. Karakteristik sifat bahan penyusun rumah tanaman ... 14

Tabel 3. Boundary condition dan initial condition dalam simulasi ... 16

Tabel 4. Suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran ... 29


(22)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bentuk rumah tanaman. ... 5 Gambar 2. Rumah tanaman tipe modified arch yang digunakan dalam penelitian..12 Gambar 3. Hybridrecorder merk Yokogawa MV Advance IM MV1000-02E dan

Weather station merk Davis tipe 6163. ... 13 Gambar 4. Skema titik pengukuran dalam penelitian. ... 15 Gambar 5. General setting interface. ... 18 Gambar 6. Optimasi mesh. ... 19 Gambar 7. Computational domain dalam simulasi. ... 20 Gambar 8. Definisi real wall (tanah) dalam boundary condition... 20 Gambar 9. Calculation control option interface. ... 21 Gambar 10. Suhu dan kelembaban relatif udara di luar rumah tanaman (5-7 Mei

2010, pukul 6:00 - 18:00 WIB). ... 23 Gambar 11. Radiasi matahari dan kecepatan angin di luar rumah tanaman (5 - 7

Mei 2010, pukul 6:00 - 18:00 WIB). ... 24 Gambar 12. Distribusi suhu udara di luar dan di dalam rumah tanaman. ... 25 Gambar 13. Distribusi suhu di dalam rumah tanaman pada pagi hari (radiasi

matahari dan kecepatan angin sangat rendah). ... 26 Gambar 14. Distribusi suhu di dalam rumah tanaman pada pukul 08:00 WIB

(radiasi matahari 418 W/m2 dan kecepatan angin 0.5 m/detik). ... 27 Gambar 15. Distribusi suhu di dalam rumah tanaman pada siang hari (radiasi

matahari 802 W/m2 dan kecepatan angin 0.6 m/detik). ... 27 Gambar 16. Distribusi suhu di dalam rumah tanaman pada kondisi sore

hari(radiasi matahari 514 W/m2 dan kecepatan angin 1.8 m/detik). ... 28 Gambar 17. Perbandingan suhu hasil pengukuran dengan suhu hasil simulasi. .... 30 Gambar 18. Pola aliran udara dalam rumah tanaman saat kondisi pagi hari (tidak

ada radiasi matahari dan kecepatan angin 0.0 m/detik). ... 31 Gambar 19. Pola aliran udara di dalam rumah tanaman pada pukul 08:00 WIB

(radiasi matahari 418 W/m2 dan kecepatan angin 0.5 m/detik). ... 31 Gambar 20.Pola aliran udara di dalam rumah tanaman saat kondisi siang hari


(23)

v

Gambar 21.Pola aliran udara di dalam rumah tanaman saat kondisi sore hari (radiasi matahari 514 W/m2 dan kecepatan angin 1.8 m/detik). ... 32


(24)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Gambar teknik rumah tanaman tipe modified arch yang

digunakan dalam penelitian (tampak isometrik)……... 39 Lampiran 2. Tampak depan dan samping rumah tanaman tipe modified arch


(25)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor agrobisnis-agroindustri hortikultura Indonesia merupakan sektor yang sangat penting peranannya dalam ekspor non migas. Agrobisnis hortikultura merupakan komoditas yang perlu ditangani secara serius karena komoditas ini mempunyai potensi yang sangat besar dalam peningkatan produktivitas dan mempunyai peluang pasar yang sangat luas, baik di dalam maupun di luar negeri. Peningkatan daya saing melalui peningkatan produktivitas, kualitas dan kontinyuitas produksi harus terus dilakukan agar produk hortikultura Indonesia dapat bersaing dengan produk dari luar. Hal ini untuk mengurangi membanjirnya produk dari luar negeri di pasar Indonesia.

Dari segi produksi, produk hortikultura terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir (2005 – 2009). Pada tahun 2005 produksi sayuran sebesar 9.101 juta ton, meningkat menjadi 9.455 juta ton pada tahun 2007 dan mencapai 10.268 juta ton pada tahun 2009. Produksi buah-buahan sebesar 14.786 juta ton pada tahun 2005, meningkat menjadi 17.116 juta ton pada tahun 2007 dan mencapai 18.653 juta ton pada tahun 2009. Sedangkan produk tanaman hias, produksinya sebesar 173.240 juta tangkai pada tahun 2005, meningkat menjadi 179.374 juta tangkai pada tahun 2007, dan mencapai 263.531 juta tangkai pada tahun 2009. Nilai ekspor tahun 2009 yaitu mencapai US$ 350.505 juta untuk tanaman hias, disusul produk sayuran sebesar US$ 20.459 juta dan produk buah-buahan sebesar US$ 8.775 juta (Kementerian Pertanian, 2010).

Pengembangan produk hortikultura perlu terus dilakukan untuk peningkatan nilai produksi, mutu dan ketersediaannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan perluasan penggunaan rumah tanaman untuk budidayanya. Penggunaan rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto, 2009).

Aplikasi teknologi rumah tanaman dengan meniru konstruksi rumah tanaman di daerah subtropika ternyata tidak sesuai untuk daerah tropika. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya nilai suhu di dalam rumah tanaman. Pada rumah


(26)

2

tanaman dengan konstruksi kaca dan besi berbentuk standard peak di daerah Bogor, Jawa Barat, suhu di dalamnya dapat mencapai 44.5 oC (Asnawi, 2009). Kondisi ini akan menyebabkan tanaman menjadi stres dan akibatnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan berbagai modifikasi rumah tanaman yang sesuai untuk daerah tropika, baik dari segi konstruksi maupun material yang digunakan. Modifikasi tersebut dapat berupa perubahan bentuk atap, penambahan bukaan atap, perubahan sudut kemiringan atap, penggunaan material plastik pada atap dan screen pada dinding dan modifikasi lainnya.

Standarisasi mengenai konstruksi dan material penyusun rumah tanaman di Indonesia sudah tersedia, namun aplikasinya belum terlaksana secara maksimal sehingga cukup menyulitkan bagi petani yang akan mendisain dan membangun rumah tanaman. Standarisasi ini diperlukan untuk memberikan pedoman kepada petani untuk membangun rumah tanaman agar mendapatkan kondisi iklim mikro yang sesuai untuk produksi tanaman yang diinginkan.

Perkembangan saat ini, telah banyak digunakan rumah tanaman dengan bahan penutup atap dari plastik dan penutup dinding dan bukaan ventilasi atap dari screen. Penggunaan screen tersebut selain berfungsi sebagai ventilasi alamiah, juga berfungsi sebagai perlindungan hama tanaman. Screen akan mencegah serangga masuk ke dalam rumah tanaman yang akan berimplikasi kepada penurunan penggunaan pestisida. Bethke (1990) telah merekomendasikan beberapa ukuran net yang dapat digunakan untuk menekan serangan hama tanaman.

Penggunaan screen memang mengurangi jumlah serangan hama pengganggu yang masuk ke dalam rumah tanaman, akan tetapi penggunaannya menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara dalam rumah tanaman. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari karakteristik resistansi udara pada screen untuk memprediksi penurunan tekanan yang terjadi sebagai fungsi dari aliran kecepatan udara yang melewati screen (Miguel et al., 1997, 1998; dan Teitel, 2001). Penelitian yang lain tentang pengaruh screen yang dipasang pada bukaan ventilasi rumah tanaman di daerah subtropika juga telah dilakukan oleh Teitel, 2001; dan Katsoulas, 2006. Akan tetapi analisis pola aliran


(27)

3

udara pada rumah tanaman dengan penggunaan screen di daerah tropika belum banyak dilakukan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa rumah tanaman telah banyak digunakan di Indonesia, akan tetapi penelitian mengenai identifikasi iklim mikro di dalamnya masih sedikit. Pengetahuan mengenai kondisi iklim mikro di dalam rumah tanaman berperan penting untuk penentuan jenis tanaman yang akan diproduksi dan desain sistem irigasi yang akan digunakan (Tanny, et al., 2003).

Penggunaan simulasi numerik dengan program komputer untuk memprediksi laju aliran udara dan distribusi suhu dalam rumah tanaman di daerah subtropika telah dilakukan oleh Bartzanas et al., 2002; Fatnassi et al., 2002; dan Fatnassi et al., 2003, selain itu terdapat juga berbagai simulasi yang dapat digunakan untuk memprediksi laju aliran udara dan distribusi suhu dalam rumah tanaman dengan menggunakan CFD seperti yang dilakukan oleh Fatnassi et al., (2006). Soni et al., (2005). dan Harmanto et al., (2006) telah mempelajari pengaruh berbagai macam ukuran screen untuk rumah tanaman di daerah tropika.

Penelitian mengenai iklim mikro di dalam rumah tanaman di daerah tropika akan sangat membantu dalam perencanaan desain rumah tanaman yang sesuai untuk daerah tropika. Untuk itu diperlukan suatu penelitian mengenai identifikasi dan laju ventilasi serta optimasi ukuran screen yang sesuai digunakan untuk rumah tanaman di daerah tropika.

1.2 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja ventilasi alamiah pada rumah tanaman tipe modified arch di daerah tropis. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

1. Mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe modified arch menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).

2. Melakukan simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman tipe modified arch dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD).


(28)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Tanaman

Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya di Indonesia, fungsi rumah tanaman lebih kepada perlindungan tanaman dari pengaruh buruk cuaca dan mengurangi intensitas matahari yang berlebihan. Dalam konteks budidaya tanaman, pengertian rumah tanaman adalah struktur lingkungan yang tertutup oleh bahan transparan (tembus cahaya) dengan memanfaatkan radiasi surya untuk pertumbuhan tanaman (Mastalerz, 1977).

Menurut Nelson (1981), istilah rumah tanaman digunakan untuk menyatakan sebuah bangunan yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya, sehingga tanaman tetap memperoleh cahaya matahari dan terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Kondisi lingkungan yang dimaksudkan adalah curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang atau keadaan suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.

Pemilihan bentuk rumah tanaman yang digunakan pada suatu lahan tergantung pada keadaan lingkungan dan jenis tanaman yang dibudidayakan (Walls, 1993). Dalam aplikasinya rumah tanaman dapat ditemukan dalam berbagai bentuk rumah tanaman seperti pada Gambar 1.

Bentuk rumah tanaman yang umum digunakan didaerah tropis adalah bentuk venlo dan bentuk tunnel. Di Indonesia lebih banyak ditemukan rumah tanaman dengan bukaan pada atap. Bentuk ini lebih cocok untuk daerah tropis dengan pertimbangan bahwa penerimaan sinar matahari relatif banyak sehingga diperlukan suatu konstruksi yang memungkinkan sirkulasi udara berlangsung lebih lancar.


(29)

5

Gambar 1. Bentuk rumah tanaman (Suhardiyanto, 2009).

Bentuk arch dikembangkan bukan dengan pertimbangan untuk memaksimumkan cahaya matahari yang ditransmisikan, tetapi lebih merupakan pertimbangan biaya (Tiwari dan Goyal, 1998). Biaya pembangunan rumah tanaman dengan atap arch dapat ditekan menjadi 75% dibandingkan dengan atap berbentuk peak. Selain itu, atap berbentuk lengkung (curved atau arch) lebih mudah dalam pemasangan atap dari bahan plastik film. Bentuk arch dapat dimodifikasi menjadi quonset/tunnel dan coldframe sesuai dengan kebutuhan dan keadaan lokasi.

Konstruksi rumah tanaman di daerah tropika harus dibuat dengan memaksimalkan penggunaan bukaan baik pada atap atau dinding agar dapat memberikan efek pergantian udara (ventilasi) yang baik. Pemanfaatan ventilasi

e. Venlohouse

g. Arch f. Mansard

d. Even span/Standard peak/Gable

i. Cold frame h. Quonset/tunnel

a. Flat b. Shed/Lean-to c. Uneven span

e. Venlohouse e. Venlo house

g. Arch g. Arch

f. Mansard f. Mansard

d. Even span/Standard peak/Gable d. Even span/Standard peak/Gable

i. Cold frame i. Cold frame

h. Quonset/tunnel h. Quonset/tunnel

a. Flat


(30)

6

atap yang dikombinasikan dengan cukupnya tinggi ruangan rumah tanaman juga membantu dalam pendinginan udara di dalam ruangan (Harmanto et al., 2006; Munoz et al., 1999)

2.2 Ventilasi Alamiah

Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya (Suhardiyanto, 2009). Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama tipe ventilasi ini sering digunakan, terutama di daerah tropika. Akan tetapi ventilasi yang tergantung faktor alamiah ini memiliki sifat yang berbeda-beda dan menghadapi banyak keterbatasan. Faktor yang berpengaruh terhadap ventilasi alamiah antara lain cuaca, letak geografis, penghalang angin, dan persyaratan lingkungan. Faktor ini harus diperhatikan dalam perancangan sistem ventilasi alamiah dan pengaturan-pengaturan selanjutnya (Hellickson & Walker, 1983).

Ventilasi alamiah terjadi akibat faktor termal dan faktor angin. Faktor termal berperan dominan pada saat kecepatan udara rendah, sehingga terjadi pergerakan udara akibat perbedaan suhu dan kerapatan udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Bot (1983) menyatakan bahwa pada kecepatan angin kurang atau sama dengan 1.67 m/detik faktor termal berperan dominan. Selanjutnya Kamaruddin (1999) menyatakan bahwa batas kecepatan angin tersebut adalah 1 m/detik sedangkan menurut Papadakis et al. (1996) sebesar 1.67 m/detik.

Adanya pergerakan angin disekitar rumah tanaman menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara antara di dalam dan di luar rumah tanaman. Papadakis et al. (1996) menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin di atas 1.8 m/detik efek termal terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat diabaikan. Inilah yang dinamakan ventilasi akibat faktor angin.

Aliran udara pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu aliran udara laminer dan aliran udara turbulen yang biasanya dinyatakan berdasarkan nilai bilangan Reynold (Re). Batas atas bilangan Re untuk aliran udara laminer adalah 2000, untuk aliran transisi adalah 2000 – 3000, dan untuk aliran turbulen


(31)

7

adalah > 3000 (Cengel dan Cimbala, 2006). Aliran udara laminer kurang memberikan efek pertukaran udara yang baik, sedangkan aliran udara turbulen dapat memberikan efek pertukaran udara yang lebih baik. Hal ini disebabkan aliran udara turbulen bersifat tidak beraturan sedangkan aliran udara laminer membentuk lapisan-lapisan lurus yang sejajar. Gerakan berputar pada aliran udara turbulen menyebabkan pertukaran udara yang terjadi berlangsung lebih baik (Yuwono et al, 2008).

2.3 Pengaruh Ukuran Screen Terhadap Iklim Mikro dalam Rumah Tanaman

Penggunaan screen sebagai penutup pada bukaan ventilasi membantu menekan jumlah serangan hama pengganggu ke dalam rumah tanaman, akan tetapi penggunaannya akan menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara dalam rumah tanaman. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi ukuran mesh screen yang sesuai untuk mencegah berbagai macam serangga masuk ke dalam rumah tanaman (Bethke 1990; Ross dan Gill, 1994; Teitel, 2007). Tipe dan jenis net yang harus digunakan untuk menekan serangan beberapa jenis hama disajikan dalam Tabel 1. Ukuran mesh menggambarkan banyaknya lubang per inchi panjang screen.

Tabel 1. Jenis screen yang diperlukan untuk menekan jumlah hama serangga

Jenis hama serangga Ukuran lubang screen

Micron Inchi Mesh

(Serpentine) Leafminers

(Sweet potato) Whiteflies

(Melon) Aphids (Greenhouse) Whitefly

(Silver leaf) Whitefly

(Western flower) Thrips

640 462 340 288 239 192 0,025 0,018 0,013 0,0113 0,0094 < 0,0075 40 52 78 81 123 132

Sumber: Bethke, 1990 dalam Harmanto et al., 2007.

Untuk daerah subtropika, Fatnassi et al. (2006) telah menguji screen anti-Bemisia (52 mesh) dan anti-Thrips (132 mesh) yang dipasang pada bukaan


(32)

8

ventilasi di atap dan dinding rumah tanaman multi-span dan menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban absolut udara di dalam rumah tanaman yang dipasang

screen meningkat sebesar 2.7 oC dan 0.7 g/kg untuk screen anti-Bemisia (52 mesh) dan meningkat sebesar 4.7 oC dan 1.3 g/kg untuk screen anti-Thrips (132 mesh) dibandingkan dengan rumah tanaman yang tidak dipasangi screen pada bukaan ventilasinya.

Harmanto et al., 2006 telah melakukan penelitian tentang iklim mikro menggunakan model matematika (metode energy balance) pada rumah tanaman

modified arch dengan bukaan ventilasi atap dan dinding yang ditutup screen di daerah tropika. Ukuran screen yang digunakan adalah 78, 52 dan 40-mesh. Dibandingkan dengan screen ukuran 40 mesh, screen dengan ukuran 52 dan 78 mesh dapat menurunkan laju pertukaran udara sebesar 35% dan 78% dan meningkatkan suhu udara di dalam rumah tanaman sebesar 1 – 3 oC. Akan tetapi

screen 40 mesh kurang efektif dalam mencegah hama masuk, sehingga ukuran net 52-mesh lebih dianjurkan untuk digunakan dalam mencegah kenaikan suhu udara dan menurunnya laju ventilasi secara nyata.

Tanny et al. (2003) telah melakukan pengujian pada screenhouse

berbentuk atap datar (flat-top) di daerah subtropika dengan ukuran screen 50 mesh dengan tanaman paprika di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil suhu dan kelembaban absolut dalam rumah tanaman menunjukkan bahwa suhu semakin meningkat dan kelembaban absolut semakin menurun dengan bertambahnya ketinggian lokasi pengukuran dalam rumah tanaman. Laju ventilasi dalam screenhouse dibandingkan dengan laju udara di kebun paprika yang dibudidayakan di ruang terbuka untuk kecepatan angin 1.5 - 3.5 m/detik menurun sebesar 51 – 71% di bagian tengah rumah tanaman, dan menurun sebesar 60 – 64% di bagian pinggir yang lebih dekat ke salah satu dindingnya.

2.4 Computational Fluid Dynamics (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah metode yang mempelajari atau memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika. CFD telah dikenal sejak tahun 1960-an, dan digunakan untuk menganalisis berbagai masalah seperti fenomena meteorologi, polusi udara dan pergerakan kontaminan,


(33)

9

pengkondisian udara untuk bangunan dan kendaraan, pembakaran di motor bakar dan sistem propulsi, interaksi berbagai objek dengan udara/air, serta aliran kompleks pada penukar panas dan reaktor kimia (Tuakia 2008).

Pada dasarnya persamaan-persamaan pada fluida dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan differensial parsial (PDE) yang merepresentasikan hukum-hukum konversi massa, momentum dan energi. Pada simulasi CFD, pemecahan aliran fluida seperti udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dengan bentuk persamaan differensial yang didasarkan pada analisis numerik metode volume hingga (finite volume method)

khususnya persamaan Navier-Stokes. Metode CFD mengandung tiga komponen utama, yaitu: pre-processor, solver dan post-processor (Versteeg dan Malalasekera, 1995).

2.4.1. Pre-processor

Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan aliran fluida ke dalam program CFD. Komponen tersebut berfungsi sebagai

transformer input ke tahapan berikutnya dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Pada tahapan pre-processor dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) pembuatan geometri sistem yang akan dianalisis, 2) pembentukan grid

dan mesh pada setiap domain atau seluruhnya, 3) pemilihan fenomena kimia dan fisik yang dibutuhkan, 4) menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, panas jenis, massa jenis dan sebagainya), 5) menentukan kondisi batas yang sesuai dengan keperluan (dinding, inlet, outlet, kecepatan, tekanan dan variabel turbulensi), 6) sumber panas yang dikehendaki serta jenis fluida yang disimulasikan.

Ketepatan aliran dalam geometri ditentukan oleh jumlah sel di dalam grid

yang dibangun. Semakin besar jumlah sel, ketepatan atau ketelitian dari hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak harus seragam. Perubahan mesh

dapat dilakukan dengan memperhalus mesh pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan membuat mesh yang kasar untuk bagian yang relatif sedikit mengalami perubahan (Tuakia 2008).


(34)

10

2.4.2. Solver

Proses pada solver merupakan proses pemecahan secara matematika dalam CFD. Metode yang digunakan adalah volume hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga (finite difference). Proses pemecahan matematika pada solver digambarkan sebagai diagram alir metode SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equation). Bentuk persamaan matematika 2 dimensi dinyatakan sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995):

Persamaan Kekekalan Massa

Keseimbangan massa (kontinuitas) untuk elemen fluida dinyatakan sebagai: laju kenaikan massa dalam elemen fluida = laju netto aliran massa ke dalam elemen terbatas. Semua elemen fluida merupakan fungsi dari ruang dan waktu, maka massa jenis fluida ρ ditulis dalam bentuk ρ (x, y, z, t) dan komponen kecepatan fluida ditulis sebagai dx/dt=u, dy/dt=v, dan dz/dt=w. Bentuk persamaan matematis ditulis sebagai berikut:

� �

� +

� �

� = 0 (1) dimana ρ adalah massa jenis fluida (kg/m3) dan x, y, z adalah arah koordinat kartesian.

Persamaan Momentum

Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume.

Momentum arah x:

� � � + � � = � � +�� +� �2

� 2+

�2

� 2 + (2) Momentum arah y:

� � + � � =

� +�� +� �2

� 2 +

�2


(35)

11

dimana μ adalah viskositas dinamik fluida (kg/m.s), � adalah percepatan gravitasi (m/s2) dan SMx, SMy, SMz adalah momentum yang berasal dari body per unit volume per unit waktu, masing-masing untuk koordinat x, y, dan z.

Persamaan Energi

Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang menyatakan bahwa: laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Secara matematik dengan memasukan fungsi disipasi ditulis sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995):

� � + � � =

�2

� 2+

�2

� 2 + 2�

� � 2 + � � 2 +� � +� 2

+ (4)

dimana T adalah suhu fluida (K), k adalah konduktivitas termal fluida (W/m.K), dan Si adalah energi yang ditambahkan per unit volume per unit waktu.

Persamaan Kesetimbangan

Aliran fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika, jika ada gangguan. Jika dihubungkan dengan variabel  dan T, maka persamaan kesetimbangan untuk tekanan (P) dan energi dalam (i) adalah sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995):

�= �(�, ) (5)

�=�(�, ) (6) Untuk gas ideal, dimana: � =� dan �=

2.4.3. Post-processor

Seluruh hasil yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya akan ditampilkan dalam post-processor. Hasil yang ditampilkan dapat berupa tampilan geometri domain dan grid, plot vektor kecepatan, distribusi sebaran suhu pada tiap-tiap titik yang dikehendaki, plot permukaan 2D, tracking (trajectory) partikel, visualisasi besaran yang dikehendaki, hasil (goals) dan sebagainya.


(36)

III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Desember 2010. Pengukuran iklim mikro baik di dalam dan di luar rumah tanaman tipe busur termodifikasi (Modified Arch) dilakukan pada bulan Mei 2010. Lokasi penelitian di PT East West Seed Indonesia (6o 30' 00" LS dan 107o 30' 00" BT, ketinggian 25 m dpl), Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumah tanaman satu bentang tipe modified arch dengan dimensi 9.6 x 15 x 6 m. Rangka utama dari besi pipa galvanis berdiameter 1.25" dan 1.5". Atap terbuat dari bahan plastik film polyethylene (LDPE) dengan pelapisan UV absorbing setebal 200 μm. Dinding

screen dari bahan senyawa polyuretan dengan penambahan zat anti UV dengan ukuran 52 mesh (porositas 0.48) untuk dinding, dan 20 mesh (porositas 0.78) untuk bukaan atap. Lantai dari tanah dan orientasi rumah tanaman adalah Timur-Barat. Gambar rumah tanaman yang digunakan dalam penelitian seperti pada Gambar 2. Gambar teknik rumah tanaman selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1 dan 2.


(37)

13

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data adalah termokopel tipe J untuk mengukur suhu bola kering dan bola basah di dalam rumah tanaman yang dihubungkan dengan hybrid recorder merk Yokogawa MV Advance IM MV1000-02E untuk mencatat data hasil pengukuran suhu. Weather station Davis tipe 6163 dipasang di luar rumah tanaman untuk mengukur iklim makro (suhu, kelembaban udara, tekanan udara, radiasi matahari, curah hujan, kecepatan angin, dan arah angin) di sekitar rumah tanaman. Data hasil pengukuran weather station

dicatat menggunakan Wireless Vantage Pro2 yang diletakkan di dalam rumah tanaman. Data hasil pengukuran disimpan menggunakan komputer yang telah

di-installsoftware WeatherLink 5.8.3.

Gambar 3. Hybridrecorder merk Yokogawa MV Advance IM MV1000-02E dan

Weather station merk Davis tipe 6163.

Simulasi CFD dilakukan dengan seperangkat komputer (PC) dengan spesifikasi CPU Intel ® Core ™ i7; 8GB RAM; dan 64-bit Operating system, dengan software SolidWorksOffice Premium 2010 x64 Edition SP4.0 dengan

nomor serial 9000 0078 3094 0176 64N9 XP9B.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengumpulan Data Teknik

Data teknik yang diperlukan adalah dimensi rumah tanaman, bahan penyusun rumah tanaman dan karakteristik bahan penyusun rumah tanaman (kerapatan, konduktivitas termal, panas jenis, titik leleh, koefisien emisivitas,

solar absorptance, dan porositas). Data teknik tersebut digunakan dalam pembuatan geometri rumah tanaman serta sebagai input dalam pendefinisian


(38)

14

karakteristik bahan pada engineering database dalam SolidWorks 2010. Karakteristik bahan penyusun rumah tanaman seperti pada Tabel 2. Jenis konduktivitas untuk bahan padat dipilih isotropik dimana konduktivitas bahan tidak tergantung pada arah di dalam bahan. Khusus untuk media berpori, perhitungan resistansi aliran udara terhadap media berpori mengikuti Persamaan (7) dan (8) serta menggunakan jenis perhitungan resistansi dependence on velocity.

=−� � /� (7)

= . + (8)

dimana k adalah komponen vektor permeabilitas media berpori, P adalah tekanan udara (Pa), V adalah kecepatan aliran udara (m/detik),  adalah kerapatan udara (kg/m3), A adalah konstanta (kg/m4), dan B adalah konstanta (kg/(s·m3)

Tabel 2. Karakteristik sifat bahan penyusun rumah tanaman

Komponen Definisi

Karakteristik sifat

bahan Nilai Satuan

Atap Bahan padat Kerapatan 930 kg/m3

(Plastik LDPE) Panas spesifik 2600 J/kg.K

Konduktivitas termal 0.33 W/mK

Titik leleh 396.15 K

Lantai (tanah) Bahan padat Kerapatan 1440 kg/m3

Panas spesifik 800 J/kg.K

Konduktivitas termal 1.5 W/mK

Titik leleh 1923.15 K

Dinding Media berpori Porositas 0.48 -

(screen 52 mesh) Permeabilitas 1.063 x 10-9 m2

A 0.00384 kg/m4

B 0.05 kg/s.m3

Bukaan atap Media berpori Porositas 0.78 -

(screen 20 mesh) Permeabilitas 2.301 x 10-9 m2

A 0.00384 kg/m4

B 0.05 kg/s.m3

Besarnya permeabilitas media berpori dihitung berdasarkan Persamaan 9 (Miguel, 1998).


(39)

15

dimana α adalah porositas media berpori yang dihitung dengan Persamaan 10 (Brundrett, 1993).

� = −

2

2 (10)

dimana L adalah ukuran mesh (m) dan d adalah diameter lubang media berpori (m).

3.3.2 Pengukuran Iklim Mikro dan Makro di sekitar Rumah Tanaman Parameter iklim mikro rumah tanaman yang diukur adalah suhu udara dan suhu komponen rumah tanaman, sedangkan iklim makro di sekitar rumah tanaman yang diukur berupa suhu, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan angin, arah angin, radiasi matahari dan curah hujan.

Keterangan: Termokopel Weather station

Gambar 4. Skema titik pengukuran dalam penelitian.

Pengukuran dilakukan secara otomatis setiap 10 menit dari pukul 06:00 - 18:00 selama tiga hari berturut-turut. Titik pengukuran suhu di dalam rumah tanaman terletak pada titik tengah rumah tanaman yang berjumlah 12 titik yang terdiri dari 6 titik pengukuran komponen rumah tanaman (atap bagian luar,


(40)

16

permukaan tanah dan dinding bagian dalam), dan 6 titik pengukuran suhu udara (ketinggian 1, 2 dan 3 m) untuk validasi hasil simulasi suhu. Skema titik pengukuran seperti pada Gambar 4.

3.3.3 Simulasi CFD

Simulasi dilakukan dengan model 2 dimensi (bidang XY) menggunakan

software CFD komersial yaitu SolidWorks 2010. Simulasi dilakukan pada tiga kondisi yaitu:

1. Kondisi tidak ada kecepatan angin dan tidak ada radiasi matahari (Kasus 1) 2. Kondisi kecepatan angin sedang dan radiaasi matahari tinggi (Kasus 2) 3. Kondisi kecepatan angin tinggi dan radiasi sedang (Kasus 3)

Tabel 3. Boundary condition dan initial condition dalam simulasi Simulasi Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4

Kondisi Awal

Suhu lingkungan (oC) 25.2 30.6 34.7 34.0

RH lingkungan (%) 96 76 61 62

Kecepatan angin (m/detik) 0 0.5 0.6 1.8

Radiasi Matahari (W/m2) 0 416 802 514

Waktu (WIB) 06:00 08:00 13:10 15:10

Kondisi Batas

Suhu atap sebelah Utara (oC) 27.1 36.2 42.8 38.6 Suhu atap sebelah Selatan (oC) 26.5 35.5 41.5 35.4

Suhu lantai (oC) 25.2 33.9 37.9 37.4

Suhu dinding screen (oC) 25.0 33.4 37.7 35.1

Porositas screen 0.48 0.48 0.48 0.48

Data input initial condition dan boundary condition selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Asumsi yang digunakan dalam simulasi adalah sebagai berikut:

a) Udara bergerak dalam keadaan steady,

b) Udara bersifat tidak terkompresi (incompressible),

c) Udara lingkungan dianggap konstan, sehingga panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan selama simulasi,


(41)

17

d) Distribusi suhu udara pada tiap komponen rumah tanaman (atap dan lantai) seragam,

e) Rangka utama rumah tanaman dianggap tidak berperan besar dalam proses pindah panas dalam rumah tanaman, sehingga tidak dijadikan input dalam simulasi.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam simulasi CFD menggunakan SolidWorks 2010 adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan geometri sesuai dengan data teknik yang telah dikumpulkan. 2. Membuat wizard flow simulation sesuai dengan konfigurasi initial condition

dan boundary condition yang telah ditetapkan (Tabel 3). Pada general setting (Gambar 5), analisis aliran dipilih tipe aliran internal, heat conduction in solid, nilai radiasi matahari dan environment temperature

dimasukkan. Nilai environment temperature untuk tingkat keawanan (cloudiness) tinggi, maka nilai environment temperature adalah sama dengan suhu lingkungan. Akan tetapi, jika tingkat keawanan (cloudiness) rendah dihitung dengan persamaan (11).

� = � 1.34 + 0.0065 � −26 (11)

dimana Tenvironment adalah environment temperature, Tambient adalah suhu

lingkungan, dan Tdewpoint adalah suhu pengembunan udara.Fluida yang

dianalisis adalah udara (air), defaultsolid yang dipilih adalah plastik LDPE,

default outer wall radiation surface merupakan non-radiation surface

dimana radiasi tidak berpengaruh pada permukaan solid. Kekasaran (roughness) sebesar 0 mikrometer, dan masukkan nilai suhu udara pada

initial and ambient condition dan tekanan sebesar 101325 kPa. Pada bagian

default outer wall thermal condition, dimasukkan nilai suhu dinding untuk mempercepat proses running.


(42)

18

Gambar 5. General setting interface.

3. Initial mesh diatur pada level 8, dan dilakukan optimasi mesh dengan memasukkan nilai manual specification of the minimum gap size dan nilai manual specification of the minimum wall thickness sebesar 0.002 m, dan mengubah automatic setting dengan menaikkan basic mesh yaitu menambah jumlah sel per komponen X (Number cell per X) menjadi 200 dan jumlah sel per komponen Y (Number cell per Y) menjadi 100, serta mengubah nilai narrow channel refinement


(43)

19

Gambar 6. Optimasi mesh.

4. Computational domain dibuat untuk daerah di luar dan di dalam rumah tanaman diperlihatkan pada Gambar 7. Luasan computational domain adalah (100 x 30) m. Pemilihan domain yang besar adalah untuk menghindari terjadinya vortex dalam aliran udara selama simulasi, terutama untuk aliran udara yang cukup besar.


(44)

20

Gambar 7. Computational domain dalam simulasi.

5. Setting boundary condition. Komponen rumah tanaman yang merupakan sumber panas terbesar adalah lantai dan atap. Boundary condition dalam analisis distribusi suhu dan pola aliran udara ini adalah lantai dan atap. Permukaan lantai dan atap yang menjadi

boundary condition adalah bagian dalam yang berhubungan langsung dengan udara di dalam rumah tanaman. Hal ini dikarenakan kedua komponen tersebut yang memberikan panas terbesar pada udara di dalam rumah tanaman. Boundary condition dibuat dengan mendefinisikan permukaan lantai (tanah) dan bagian dalam atap sebagai real wall dengan memasukkan nilai suhunya (Gambar 8).

Gambar 8. Definisi real wall (tanah) dalam boundary condition.

6. Setting goal dari analisis, yaitu global goal temperature dari fluid

(maximum, minimum, dan average), global goal velocity (maximum, minimum, dan average), dan global goal temperature pada porous matrix (average).

30 m


(45)

21

7. Lakukan proses running atau perhitungan. Sebelum proses perhitungan dilakukan, dapat juga dilakukan setting calculation control option untuk menentukan kondisi konvergensi hasil yang didapat dari simulasi (Gambar 9). Default kondisi running akan selesai adalah jika salah satu kriteria dari goal setting tercapai,

maximum travels adalah 4 dan untuk konvergensi goal, analysis interval (travels) sebesar 0.5. Pada penelitian ini, dipilih kondisi konvergensi jika semua kriteria goal telah terpenuhi, menaikkan

maximum travels menjadi 5 dan analysis interval (travels) menjadi 2.

Gambar 9. Calculation control option interface.

8. Pada tahap post-processor ditentukan tampilan yang akan disajikan oleh CFD, misalnya dalam bentuk kontur suhu (garis isotermal), vektor kecepatan udara, mesh yang dihasilkan, dan animasi tampilan tersebut (flow trajectory).

3.3.4 Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan membandingkan suhu udara hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran di lapang. Keakuratan hasil simulasi dengan hasil pengukuran dinyatakan dalam persentase error. Error dinyatakan dengan persamaan:


(46)

22

� = ( � � − ) 100% (12)

dimana Tsimulasi adalah suhu hasil simulasi (oC) dan Tukur adalah suhu hasil

pengukuran (oC).

Distribusi suhu hasil simulasi juga divalidasi dengan menghitung koefisien keseragaman dan koefisien variasi (Karmeli, 1975). Apabila nilai koefisien keseragaman (CU) lebih dari 75% dan nilai koefisien variasi (CV) kurang dari 15%, maka dikatakan bahwa hasil simulasi telah baik. Persamaannya dinyatakan sebagai berikut:

= �

� (13)

= 100 1− ��=1 � − �

�� �=1

(14)

dimana CV adalah koefisien variasi (coefficient of variation), CU adalah koefisien keseragaman (coefficient of uniformity) (%), σ adalah standar deviasi, μ adalah rata-rata suhu hasil simulasi (oC), Xi adalah suhu hasil pengukuran (oC), dan n


(47)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Distribusi Suhu di dalam Rumah Tanaman Tipe Modified Arch

Pengukuran iklim makro di sekitar rumah tanaman dilakukan selama tiga hari (5 - 7 Mei 2010) dari pukul 6:00 - 18:00 WIB, dan menghasilkan profil suhu, RH, radiasi matahari dan kecepatan angin seperti pada Gambar 9 dan 10. Suhu udara rata-rata harian adalah 30.5 oC, dengan suhu terendah sebesar 23.0 oC, dan suhu tertinggi sebesar 35.3 oC. Kelembaban relatif udara rata-rata harian adalah 74.9%, dengan kelembaban udara terendah sebesar 57.0%, dan kelembaban udara tertinggi sebesar 96.0%. Radiasi matahari rata-rata harian adalah 378.7 W/m2, dengan radiasi matahari tertinggi sebesar 1041.0 W/m2. Sedangkan, kecepatan angin rata-rata harian adalah 1.6 m/detik dengan nilai tertinggi sebesar 7.2 m/detik.

Gambar 10. Suhu dan kelembaban relatif udara di luar rumah tanaman (5 - 7 Mei 2010, pukul 6:00 - 18:00 WIB).

20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 6: 00 8: 00 10: 00 12: 00 14: 00 16: 00 18: 00 7: 50 9: 50 11: 50 13: 50 15: 50 17: 50 7: 40 9: 40 11: 40 13: 40 15: 40 17: 40 To u t ( C) Waktu (WIB) 50 60 70 80 90 100 6: 00 8: 00 10 :00 12: 00 14: 00 16: 00 18: 00 7: 50 9: 50 11: 50 13: 50 15: 50 17: 50 7: 40 9: 40 11 :40 13: 40 15: 40 17: 40 R H (% ) Waktu (WIB)


(48)

24

Gambar 11. Radiasi matahari dan kecepatan angin di luar rumah tanaman (5 - 7 Mei 2010, pukul 6:00 - 18:00 WIB).

Pengukuran iklim mikro dilakukan pada saat rumah tanaman dalam keadaan kosong tanpa tanaman. Distribusi suhu udara di dalam rumah tanaman mempunyai pola bahwa suhu udara akan meningkat seiring dengan penambahan ketinggian seperti yang disajikan pada Gambar 10. Perbedaan suhu di dalam dan di luar rumah tanaman berkisar antara 2.2 - 5.5 oC. Menurut Suhardiyanto (2009), ventilasi alamiah masih cukup efektif jika dapat mempertahankan kenaikan suhu udara di bawah 6 oC, sehingga rumah tanaman tipe modified arch dengan kombinasi bukaan pada atap dan dinding yang ditutup dengan screen mempunyai kinerja yang cukup baik didaerah tropika.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 6: 00 8: 00 10: 00 12: 00 14: 00 16: 00 18: 00 7: 50 9: 50 11: 50 13: 50 15: 50 17: 50 7: 40 9: 40 11: 40 13: 40 15: 40 17: 40 R ad (W/m ^ 2) Waktu (WIB) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 6: 00 8: 00 10: 00 12: 00 14: 00 16: 00 18 :00 7: 50 9: 50 11: 50 13: 50 15: 50 17: 50 7: 40 9: 40 11: 40 13: 40 15: 40 17: 40 WS (m /s) Waktu (WIB)


(49)

25

Gambar 12. Distribusi suhu udara di luar dan di dalam rumah tanaman.

Gradien suhu udara di dalam rumah tanaman secara vertikal pada ketinggian 1 - 3 m tidak terlalu besar, kisaran maksimum sebesar 2.3 oC. Suhu udara harian rata-rata pada ketinggian 1 m adalah 30.8 oC, pada ketinggian 2 m adalah 31.2 oC, dan pada ketinggian 3 m adalah 32.0 oC.

Besarnya radiasi matahari yang masuk kedalam rumah tanaman sangat berpengaruh pada peningkatan suhu udara di dalam rumah tanaman. Radiasi matahari masuk melalui atap dan diterima oleh permukaan tanah serta struktur rumah tanaman yang lain. Atap menerima radiasi matahari secara langsung, sehingga suhu atap meningkat dengan pertambahan radiasi matahari. Suhu permukaan tanah juga mengalami peningkatan karena menerima radiasi matahari yang diteruskan oleh atap. Pada atap dan lantai terjadi pindah panas secara konduksi ke seluruh bagiannya. Panas yang diterima oleh permukaan tanah dikonduksikan juga ke lapisan tanah yang ada di bawahnya. Sifat termofisik bahan atap dan lantai menyebabkan perbedaan kemampuan dalam menyimpan dan melepaskan panas. Pindah panas juga terjadi secara konveksi dari permukaan atap dan lantai ke udara. Udara yang bergerak melalui permukaan tersebut membawa panas menyebar di dalam rumah tanaman dan sebagian dibuang keluar.

20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0 36.0 38.0 40.0 42.0 6: 00 6: 50 7: 40 8: 30 9: 20 10: 10 11: 00 11: 50 12: 40 13: 30 14: 20 15: 10 16: 00 16: 50 17: 40 S u h u u d ar a ( C) Waktu (WIB) Tout (suhu udara diluar rumah tanman)

T1 (suhu udara didalam rumah tanaman ketinggian 1 m) T2 (suhu udara didalam rumah tanaman ketinggian 2 m) T3 (suhu udara didalam rumah tanaman ketinggian 3 m)


(50)

26

4.2 Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam Rumah Tanaman Menggunakan CFD

Simulasi CFD dilakukan untuk melihat kinerja kinerja rumah tanaman. Simulasi dilakukan pada tiga kasus yaitu pada pagi hari saat radiasi matahari relatif rendah dan tidak ada kecepatan angin (Kasus 1), pada siang hari saat panas dengan radiasi matahari sebesar 802 W/m2 dan kecepatan angin 0.6 m/detik (Kasus 2), dan kondisi sore hari saat radiasi matahari sebesar 514 W/m2 dan kecepatan angin 1.8 m/detik (Kasus 3).

4.2.1 Distribusi Suhu di dalam Rumah Tanaman

Pada Kasus 1 dengan kondisi lingkungan yang cukup stabil yaitu pada pagi hari dengan suhu lingkungan 25.2 oC dan tidak ada kecepatan angin menunjukkan bahwa suhu hasil simulasi di dalam rumah tanaman cukup seragam atau hampir sama dengan suhu di luar (Gambar 13). Gradien suhu sangat kecil dan cenderung meningkat dengan bertambahnya ketinggian, yaitu pada kisaran 25.39 - 25.44 oC, dan mencapai 26.85 oC pada daerah dekat dengan atap.

Gambar 13. Distribusi suhu di dalam rumah tanaman pada pagi hari (radiasi matahari dan kecepatan angin sangat rendah).

Pada Kasus 2 dengan kondisi lingkungan yang mulai panas (pukul 08:00 WIB) dengan suuhu lingkungan 30.6 oC dan kecepatan angin 0.5 m/detik menunjukkan bahwa suhu hasil simulasi di dalam rumah tanaman seragam atau hampir sama dengan suhu di luar (Gambar 14). Gradien suhu sangat kecil yaitu


(51)

27

pada kisaran 30.6 – 30.9 oC, dan mencapai 31.35 oC pada daerah dekat dengan atap.

Gambar 14. Distribusi suhu di dalam rumah tanaman pada pukul 08:00 WIB (radiasi matahari 418 W/m2 dan kecepatan angin 0.5 m/detik).

Pada kasus 3 dengan kondisi lingkungan yang panas, dimana suhu lingkungan mencapai 34.7 oC dan radiasi matahari 802 W/m2, hasil simulasi menunjukkan bahwa suhu pada ketinggian 1-3 meter mempunyai suhu yang seragam (34.7 - 34.9 oC) dan baru meningkat pada daerah di atas screen (>3.5 m). Suhu udara pada daerah dekat atap dapat mencapai 38 oC (Gambar 15). Gradien suhu secara vertikal pada ketinggian 1-3 m sangat kecil dan baru terlihat gradien suhunya pada ketinggian >3.5 m.

Gambar 15. Distribusi suhu di dalam rumah tanaman pada siang hari (radiasi matahari 802 W/m2 dan kecepatan angin 0.6 m/detik).


(52)

28

Pada Kasus 4, dengan input kondisi udara sore hari dengan suhu udara sebesar 34 oC, radiasi matahari 514 W/m2 dan kecepatan angin 1.8 m/detik, menunjukkan bahwa suhu udara di dalam rumah tanaman seragam dan sama dengan suhu di luar rumah tanaman yaitu sebesar 34.00 – 34.33 oC (Gambar 16). Gradien suhu di dalam rumah tanaman tidak ada pada ruang tanam, hanya kecil sekali di dekat atap.

Gambar 16. Distribusi suhu di dalam rumah tanaman pada kondisi sore hari(radiasi matahari 514 W/m2 dan kecepatan angin 1.8 m/detik).

Perbedaan suhu udara hasil simulasi dan hasil pengukuran pada Kasus 1, 2, 3 dan 4 dinyatakan dalam persentase error untuk melihat seberapa akurat model pendugaan suhu yang telah dikembangkan. Error yang dihasilkan pada masing-masing kasus cukup kecil yaitu 0.05-2.96% untuk Kasus 1, sebesar 3.77-7.21% untuk Kasus 2, sebesar 2.22-7.37% untuk Kasus 3, dan sebesar 1.16 - 7.72% untuk Kasus 4, sehingga dapat dikatakan bahwa model simulasi telah cukup baik melakukan pendugaan distribusi suhu di dalam rumah tanaman. Nilai persentase error untuk masing-masing kasus selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Distribusi suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran seperti pada Gambar 17.

Selain persentase error, nilai koefisien keseragaman dan keragaman suhu hasil simulasi juga dilihat. Berdasarkan pada Persamaan (12) – (14) diperoleh bahwa nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0.12 dan nilai koefisien keseragaman (CU) sebesar 89.76%. Sehingga menurut Karmeli (1975), dapat dinyatakan bahwa model simulasi telah berhasil dengan baik dalam melakukan simulasi.


(53)

29

Tabel 4. Suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran

Kasus x [m] y [m] z [m] Suhu Simulasi [°C] Pengukuran [°C] Error

[%] Perbedaan

1

3 1 -7.5 25.39 25.40 0.05 0.01

6.6 1 -7.5 25.38 25.30 0.33 0.08

3 2 -7.5 25.41 25.10 1.23 0.31

6.6 2 -7.5 25.40 25.60 0.78 0.20

3 3 -7.5 25.44 26.10 2.52 0.66

6.6 3 -7.5 25.42 26.20 2.96 0.78

2

3 1 -7.5 30.60 31.80 3.77 1.20

6.6 1 -7.5 30.65 32.00 4.22 1.35

3 2 -7.5 30.71 32.30 4.92 1.59

6.6 2 -7.5 30.78 32.70 5.87 1.92

3 3 -7.5 30.85 33.10 6.80 2.25

6.6 3 -7.5 30.90 33.30 7.21 2.40

3

3 1 -7.5 34.71 35.50 2.22 0.79

6.6 1 -7.5 34.72 36.60 5.14 1.88

3 2 -7.5 34.73 37.50 7.37 2.77

6.6 2 -7.5 34.75 37.50 7.35 2.75

3 3 -7.5 34.98 37.70 7.23 2.72

6.6 3 -7.5 34.97 37.70 7.23 2.73

4

3 1 -7.5 34.00 34.90 2.58 0.90

6.6 1 -7.5 34.00 34.40 1.16 0.40

3 2 -7.5 34.13 35.60 4.13 1.47

6.6 2 -7.5 34.20 35.80 4.47 1.60

3 3 -7.5 34.33 37.00 7.22 2.67


(54)

30

Gambar 17. Perbandingan suhu hasil pengukuran dengan suhu hasil simulasi. 4.2.2 Pola Aliran Udara pada Ventilasi Alamiah dalam Rumah Tanaman

Pola aliran udara di dalam rumah tanaman saat tidak ada angin seperti yang ditunjukkan pada Kasus 1 (Gambar 18). Pola aliran udara yang terjadi di dalam rumah tanaman karena adanya efek termal yaitu karena perbedaan tekanan. Udara mengalir melalui dinding screen dan bergerak keatas dan keluar melalui bukaan pada atap. Fenomena ini disebut dengan chimney effect. Proses ini akan terjadi terus - menerus sampai pada saat tidak ada perbedaan suhu di dalam dan di luar rumah tanaman atau saat terjadi aliran angin yang cukup besar. Pada Kasus 2 (Gambar 19) dan Kasus 3 (Gambar 20) dapat dilihat bahwa pola aliran udara yang terjadi sama dengan Kasus 1. Menurut Bot (1983), pada waktu kecepatan angin kurang atau sama dengan 1.67 m/detik pertukaran udara dominan terjadi karena efek termal, sehingga chimney effect tetap terjadi pada Kasus 2 dan 3. Pada Kasus 4 (Gambar 21) dengan kecepatan udara di luar sebesar 1.8 m/detik, maka aliran udara di dalam rumah tanaman terjadi karena adanya dorongan angin, sehingga

chimney effect tidak terjadi. Berdasarkan Gambar 18 – Gambar 21, dapat dilihat bahwa bukaan pada dinding berfungsi sebagai inlet dan bukaan pada atap berfungsi sebagai outlet.

y = x

20 24 28 32 36 40

20 24 28 32 36 40

T

si

m

u

lasi

[

oC]


(55)

31

Gambar 18. Pola aliran udara dalam rumah tanaman saat kondisi pagi hari (tidak ada radiasi matahari dan kecepatan angin 0.0 m/detik).

Gambar 19. Pola aliran udara di dalam rumah tanaman pada pukul 08:00 WIB (radiasi matahari 418 W/m2 dan kecepatan angin 0.5 m/detik).


(56)

32

Gambar 20.Pola aliran udara di dalam rumah tanaman saat kondisi siang hari (radiasi matahari 802 W/m2 dan kecepatan angin 0.6 m/detik).

Gambar 21.Pola aliran udara di dalam rumah tanaman saat kondisi sore hari (radiasi matahari 514 W/m2 dan kecepatan angin 1.8 m/detik).

Pola aliran udara yang bergerak di dalam dan di luar rumah tanaman dipengaruhi oleh desain rumah tanaman, kecepatan udara, arah pergerakan udara dan bangunan yang ada di sekitar rumah tanaman. Udara yang bergerak dari samping (X) rumah tanaman mengenai dinding sebelah utara dan masuk melalui dinding dan bukaan atap. Bukaan atap mengakibatkan sebagian udara yang masuk dibuang keluar dan sebagian lain menyebabkan perputaran udara di dalam rumah tanaman (Gambar 18-19). Perputaran udara tersebut yang akan membawa panas dari atap secara konveksi menyebar ke udara dalam rumah tanaman.


(57)

33

Sistem ventilasi alamiah banyak dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu perbedaan suhu (bouyancy effect) dan kecepatan (atau arah) angin. Laju aliran udara di dalam rumah tanaman mempunyai gradien penurunan kecepatan udara dengan bertambahnya ketinggian (Tabel 5). Laju ventilasi alamiah berbanding lurus dengan kecepatan udara di luar rumah tanaman dan perbedaan tekanan udara yang ditimbulkan oleh perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman (Takakura, 1979). Arah angin tidak berpengaruh terhadap laju ventilasi akibat faktor termal dan akibat faktor angin (Bot, 1983).

Tabel 5. Laju aliran udara di dalam rumah tanaman hasil simulasi

x [m] y [m] z [m]

Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4

Laju aliran udara [m/detik] Laju aliran udara [m/detik] Laju aliran udara [m/detik] Laju aliran udara [m/detik]

3 1 -7.5 0.038 0.485 0.468 1.667

6.6 1 -7.5 0.037 0.462 0.428 1.431

3 2 -7.5 0.020 0.418 0.342 1.357

6.6 2 -7.5 0.026 0.402 0.379 1.331

3 3 -7.5 0.011 0.384 0.285 1.248

6.6 3 -7.5 0.014 0.365 0.270 1.233

Berdasarkan Tabel 5 diatas, untuk Kasus 1 dengan kecepatan angin 0.0 m/detik menghasilkan laju aliran udara di dalam rumah tanaman berkisar antara 0.014-0.038. Laju aliran udara tersebut terjadi karena adanya chimney effect. Pada Kasus 2 dengan kecepatan angin sebesar 0.5 m/detik, diperoleh bahwa laju aliran udara di dalam rumah tanaman antara 0.365-0.485 m/detik. Penurunan laju udara di luar dan di dalam rumah tanaman sebesar 3-27%. Pada Kasus 3 dengan kecepatan angin sebesar 0.6 m/detik, diperoleh bahwa laju aliran udara di dalam rumah tanaman antara 0.270-0.468 m/detik. Penurunan laju udara di luar dan di dalam rumah tanaman sebesar 22-55%. Pada Kasus 4 dengan kecepatan angin sebesar 1.6 m/detik, diperoleh bahwa laju aliran udara di dalam rumah tanaman antara 1.233-1.667 m/detik. Penurunan laju udara di luar dan di dalam rumah tanaman sebesar 7-31%. Secara keseluruhan (Kasus 1 – 4), penurunan laju udara di luar dan di dalam rumah tanaman sebesar 3-55%. Hal ini menunjukkan bahwa dinding yang ditutup dengan screen ukuran 52 mesh pada modified arch greenhouse ini dapat menurunkan kecepatan angin sebesar 3-55%.


(58)

34

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Model simulasi CFD dinyatakan berhasil dengan baik untuk memprediksi suhu udara (nilai CV sebesar 0.12 dan CU sebesar 89.76%.) dan pola aliran udara, sehingga rumah tanaman tipe modified arch memiliki kinerja yang baik.

2. Hasil simulasi distribusi suhu menunjukkan hasil yang seragam, dengan pola aliran udara terjadi dari inlet (bukaan dinding) menuju outlet (bukaan atap). 3. Perbedaan suhu udara di dalam rumah tanaman tipe modified arch dengan

suhu lingkungan berkisar antara 2.2 - 5.5 oC. Gradien suhu terjadi secara vertikal, tetapi besarnya tidak signifikan.

4. Distribusi suhu dan pola aliran udara dalam rumah tanaman dengan ventilasi alami mampu dijelaskan dengan baik menggunakan program CFD dan memungkinkan dilakukan permodelan untuk memprediksi suhu dan kelembaban udara di dalamnya.

5. Ventilasi alamiah dalam rumah tanaman tipe modified arch bekerja secara efektif baik terjadi dengan adanya pengaruh kecepatan angin maupun tanpa adanya kecepatan angin di luar rumah tanaman karena saat angin tidak bertiup maupun saat kecepatan angin rendah pertukaran udara tetap terjadi karena adanya chimney effect.

5.2 Saran

Perlu dilakukan pengembangan model simulasi dengan pendefinisian sistem yang lebih baik diantaranya dengan menambahkan beberapa parameter bahan

screen seperti koefisien discharge dan nilai permeabilitas bahan screen agar menghasilkan output simulasi yang lebih baik.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson Jr, J.D. 1995. Computational Fluid Dynamics: the basic with applications. McGraw-Hill, Inc, Singapore.

Asnawi, M.A.M. 2009. Prediksi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam

Greenhouse Tipe Standard Peak Menggunakan Computational Fluid Dynamics. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Bartzanas, T., T. Boulard, C. Kittas. 2002. Numerical simulation of the airflow and temperature distribution in a tunnel greenhouse equipped with insect-proof screen in the openings. Computers and Electronics in Agriculture 34: 207–221.

Bethke, J.A., 1990. Screening Greenhouse for Insect Size. Grower Talks. P. 102. Illinois.

Bot, G.P.A. 1983. Greenhouse Climate: from Physical Processes to a Dynamic Model. Thesis. Agricultural University of Wagenigen, Netherland. Brundrett, E. 1993. Prediction of pressure drop for incompressible flow through

screen. J. Fluid Eng. (115): 239-242.

Cengel, Y. A., Cimbala, J. M. 2006. Fluid Mechanics: Fundamentals and Applications, 2nd ed., McGraw Hill Book Company, New York.

Connelan, G.J. 2002. Selection of greenhouse design and technology option for high temperature regions. Proceedings of International Seminar on Tropical Subtrop. Greenhouse, Acta Horticulturae. 578.

Fatnassi, H., T. Boulard, H. Demrati, L. Bouirden, G. Sappe. 2002. Ventilation Performance of a Large Canarian-Type Greenhouse equipped with Insect-proof Nets. Biosystem Engineering82 (1): 97-105.

Fatnassi, H., T. Boulard, L. Bouirden. 2003. Simulation of climatic conditions in full-scale greenhouse fitted with insect-proof screens. Agricultural and Forest Meteorology 118: 97–111.

Fatnassi, H., T. Boulard, C. Poncet, M. Chave. 2006. Optimisation of greenhouse insect screening with computational fluid dynamics. Biosystems Engineering 93 (3): 301 - 312.

Harmanto, H.J. Tantau, V.M. Salokhe. 2006. Microclimate and air exchange rates in greenhouse covered with different nets in the humid tropics. Biosystems Engineering 94 (2): 239 - 253.


(60)

36

Harmanto, A. Prabowo, A. Nurhasanah. 2007. Prospek pengembangan low-cost adapted screenhouse untuk budidaya hortikultura di daerah tropis. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong.

Hellickson, M.A, J.N. Walker. 1983. Ventilation of agricultural structures. American Society of Agricultural Engineers, Michigan.

Jansen, M.H, Alan J.M. 1994. Protected Agriculture: A Global Review. The World Bank, Washington.

Kamaruddin, R. 1999. A Naturally Ventilated Crop Protection Structure for Tropical Conditions. Ph.D thesis. SAFE, Cranfield University. Cranfield. Katsoulas, N., T . Bartzanas, T . Boulard, M . Mermier, C . Kittas. 2006. Effect of

vent openings and insect screens on greenhouse ventilation. Biosystems Engineering 93 (4): 427 - 436.

Kementerian Pertanian. 2010. Statistik Pertanian (Agricultural Statistics) 2010. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. Mastalerz, J.W. 1977. The Greenhouse Environment. John Wiley and Sons, Inc.

New York.

Miguel, A.F, N.J. van de Braak, G.P.A. Bot, 1997. Analysis of the airflow characteristics of greenhouse screening materials. Agricultural Engineering Resources67: 105 – 112.

Munoz, P., J.I. Montero, A. Anton dan F. Giuffrida, 1999. Effect of insect-proof screens and roof openings on greenhouse ventilation. Journal of Agricultural Engineering Research 73: 171 – 178.

Nelson, P.V. 1981. Greenhouse: Operation and Management. Prentice Hall Company Inc, Reston, Virginia.

Ould Khaoua, S.A., P.E. Bournet, C. Migeon, T. Boulard, G. Chasse´riaux. 2006. Analysis of greenhouse ventilation efficiency based on computational fluid dynamics. Biosystems Engineering 95 (1): 83 - 98.

Papadakis, G., M. Mermier, J.F. Menesses, T. Boulard. 1996. Ventilation control and systems. Animal Science and Engineering Division, Silso Research Institute. Bedford.

Ross, D.S., Gill, S.A., 1994. Insect Screening for Greenhouses. Information Facts, Vol. 186. University of Maryland at College Park, 21 pp.

Soni, P., V.M. Salokhe, H.J. Tantau. 2005. Effect of screen mesh size on vertical temperature distribution in naturally ventilated tropical greenhouses. Biosystems Engineering 92 (4): 469 – 482.


(61)

37

Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah: Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. IPB Press, Bogor.

Tanny, J., S. Cohen, M. Teitel. 2003. Screenhouse microclimate and ventilaion: an experimental study. Biosystem Engineering 84 (3): 331 - 341.

Teitel, M. 2007. Review: The effect of screened opening on greenhouse microclimate. Agric. And Forest Meteorology (143): 159 - 175.

Tiwari, G. N., Goyal, R. K. 1998. Greenhouse Technology. Narosa Publishing House, 6 Community Centre, Panchsheel Park, New Delhi, India.

Tuakia, F. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika, Bandung. Versteeg, H. K., Malalasekera, W. 1995. An Introduction to Computational Fluid

Dynamics, The Finite Volume Method. Longman Group Ltd. Essex. Walls, I.G. 1993. The complete book of greennhouse. 5th edition. Ward Lock

Ltd., London.

Yuwono, A.S, R. Hasbullah, Gardjito, dan Y. Chadirin. 2008. Lingkungan dan Bangunan Pertanian (Farm Structure and Environment). Departemen Teknik Pertanian IPB, Bogor.


(62)

38


(63)

39


(64)

40


(1)

Anderson Jr, J.D. 1995. Computational Fluid Dynamics: the basic with applications. McGraw-Hill, Inc, Singapore.

Asnawi, M.A.M. 2009. Prediksi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam

Greenhouse Tipe Standard Peak Menggunakan Computational Fluid Dynamics. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Bartzanas, T., T. Boulard, C. Kittas. 2002. Numerical simulation of the airflow and temperature distribution in a tunnel greenhouse equipped with insect-proof screen in the openings. Computers and Electronics in Agriculture 34: 207–221.

Bethke, J.A., 1990. Screening Greenhouse for Insect Size. Grower Talks. P. 102. Illinois.

Bot, G.P.A. 1983. Greenhouse Climate: from Physical Processes to a Dynamic Model. Thesis. Agricultural University of Wagenigen, Netherland. Brundrett, E. 1993. Prediction of pressure drop for incompressible flow through

screen. J. Fluid Eng. (115): 239-242.

Cengel, Y. A., Cimbala, J. M. 2006. Fluid Mechanics: Fundamentals and Applications, 2nd ed., McGraw Hill Book Company, New York.

Connelan, G.J. 2002. Selection of greenhouse design and technology option for high temperature regions. Proceedings of International Seminar on Tropical Subtrop. Greenhouse, Acta Horticulturae. 578.

Fatnassi, H., T. Boulard, H. Demrati, L. Bouirden, G. Sappe. 2002. Ventilation Performance of a Large Canarian-Type Greenhouse equipped with Insect-proof Nets. Biosystem Engineering82 (1): 97-105.

Fatnassi, H., T. Boulard, L. Bouirden. 2003. Simulation of climatic conditions in full-scale greenhouse fitted with insect-proof screens. Agricultural and Forest Meteorology 118: 97–111.

Fatnassi, H., T. Boulard, C. Poncet, M. Chave. 2006. Optimisation of greenhouse insect screening with computational fluid dynamics. Biosystems Engineering 93 (3): 301 - 312.

Harmanto, H.J. Tantau, V.M. Salokhe. 2006. Microclimate and air exchange rates in greenhouse covered with different nets in the humid tropics. Biosystems Engineering 94 (2): 239 - 253.


(2)

Harmanto, A. Prabowo, A. Nurhasanah. 2007. Prospek pengembangan low-cost adapted screenhouse untuk budidaya hortikultura di daerah tropis. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong.

Hellickson, M.A, J.N. Walker. 1983. Ventilation of agricultural structures. American Society of Agricultural Engineers, Michigan.

Jansen, M.H, Alan J.M. 1994. Protected Agriculture: A Global Review. The World Bank, Washington.

Kamaruddin, R. 1999. A Naturally Ventilated Crop Protection Structure for Tropical Conditions. Ph.D thesis. SAFE, Cranfield University. Cranfield. Katsoulas, N., T . Bartzanas, T . Boulard, M . Mermier, C . Kittas. 2006. Effect of

vent openings and insect screens on greenhouse ventilation. Biosystems Engineering 93 (4): 427 - 436.

Kementerian Pertanian. 2010. Statistik Pertanian (Agricultural Statistics) 2010. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. Mastalerz, J.W. 1977. The Greenhouse Environment. John Wiley and Sons, Inc.

New York.

Miguel, A.F, N.J. van de Braak, G.P.A. Bot, 1997. Analysis of the airflow characteristics of greenhouse screening materials. Agricultural Engineering Resources67: 105 – 112.

Munoz, P., J.I. Montero, A. Anton dan F. Giuffrida, 1999. Effect of insect-proof screens and roof openings on greenhouse ventilation. Journal of Agricultural Engineering Research 73: 171 – 178.

Nelson, P.V. 1981. Greenhouse: Operation and Management. Prentice Hall Company Inc, Reston, Virginia.

Ould Khaoua, S.A., P.E. Bournet, C. Migeon, T. Boulard, G. Chasse´riaux. 2006. Analysis of greenhouse ventilation efficiency based on computational fluid dynamics. Biosystems Engineering 95 (1): 83 - 98.

Papadakis, G., M. Mermier, J.F. Menesses, T. Boulard. 1996. Ventilation control and systems. Animal Science and Engineering Division, Silso Research Institute. Bedford.

Ross, D.S., Gill, S.A., 1994. Insect Screening for Greenhouses. Information Facts, Vol. 186. University of Maryland at College Park, 21 pp.

Soni, P., V.M. Salokhe, H.J. Tantau. 2005. Effect of screen mesh size on vertical temperature distribution in naturally ventilated tropical greenhouses. Biosystems Engineering 92 (4): 469 – 482.


(3)

Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah: Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. IPB Press, Bogor.

Tanny, J., S. Cohen, M. Teitel. 2003. Screenhouse microclimate and ventilaion: an experimental study. Biosystem Engineering 84 (3): 331 - 341.

Teitel, M. 2007. Review: The effect of screened opening on greenhouse microclimate. Agric. And Forest Meteorology (143): 159 - 175.

Tiwari, G. N., Goyal, R. K. 1998. Greenhouse Technology. Narosa Publishing House, 6 Community Centre, Panchsheel Park, New Delhi, India.

Tuakia, F. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika, Bandung. Versteeg, H. K., Malalasekera, W. 1995. An Introduction to Computational Fluid

Dynamics, The Finite Volume Method. Longman Group Ltd. Essex. Walls, I.G. 1993. The complete book of greennhouse. 5th edition. Ward Lock

Ltd., London.

Yuwono, A.S, R. Hasbullah, Gardjito, dan Y. Chadirin. 2008. Lingkungan dan Bangunan Pertanian (Farm Structure and Environment). Departemen Teknik Pertanian IPB, Bogor.


(4)

(5)

(6)