Hydroponic fodder sebagai pakan alternatif untuk memenuhi kekurangan hijauan bagi sapi perah selama musim kemarau

HYDROPONIC FODDER SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF
UNTUK MEMENUHI KEKURANGAN HIJAUAN BAGI
SAPI PERAH SELAMA MUSIM KEMARAU

RINI PRIHARTINI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hydroponic Fodder
sebagai Pakan Alternatif untuk Memenuhi Kekurangan Hijauan Bagi Sapi Perah
Selama Musim Kemarau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Rini Prihartini
NIM D24100035

ABSTRAK
RINI PRIHARTINI Hydroponic Fodder Sebagai Pakan Alternatif untuk
Memenuhi Kekurangan Hijauan bagi Sapi Perah Selama Musim Kemarau.
Dibimbing oleh DESPAL dan IDAT GALIH PERMANA
Hydroponic fodder merupakan salah satu teknologi yang bisa digunakan
untuk penyediaan hijauan pakan melalui penanaman hijauan pakan dengan sistem
hidroponik. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perlakuan
terhadap produktivitas dan kualitas nutrisi jagung hidroponik untuk sapi perah.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x2x3
dengan 3 ulangan. Faktor A yaitu Penggunaan Hypocloride, A1= tanpa direndam
dengan Hypocloride, A2= direndam dengan Hypocloride, faktor B adalah
penggunaan mulsa atau penutup, B1= ditutup spon, B2= tidak ditutup dengan
spon, faktor C yaitu penggunaan larutan nutrisi, C1= penggunaan larutan nutrisi

100% larutan komersial, C2= 50% larutan komersial + 50 % Bioslurry, dan C3=
100% Bioslurry. Peubah yang diukur adalah tinggi tanaman, % perkecambahan,
produksi biomas, kandungan nutrisi, dan kecernaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan larutan nutrisi komersial AB mix sebagai media
tanam menghasilkan tanaman hidroponik dengan produksi yang lebih baik.
Penggunaan larutan bioslurry lebih dari 50% dapat menurunkan produktivitas
tanaman. Penggunaan spon selama proses perkecambahan memberikan pengaruh
terhadap produktivitas tanaman. Kombinasi perlakuan yang baik yaitu A1B1C1.
Kata kunci: hidroponik, hipoklorit, jagung, larutan nutrisi, spon

ABSTRACT
RINI PRIHARTINI Hydroponic Fodder for as an Feeding Alternatives to Meet
Shortage of forage for Dairy Cattle During Dry Season. Supervised by DESPAL
dan IDAT GALIH PERMANA
Hydroponic Fodder is one technology that can be used to provide forage
through hydroponic system. The purpose of this study was to observe the effect of
hypocloride, mulch, and nutrient source on the productivity and quality of
hydroponic maize. This study used a completely randomized design (CRD) with
factorial pattern of 2x2x3 with 3 replications. Factor A1 was soaking with
hypochlorite and A2 without soaking. Factor B1 was utilization of sponge as

mulch, and B2 without mulch, the C factor was the use of a nutrient solution,
nutrient solution C1=100% commercial solution, C2=50% commercial solution +
50% Bioslurry, and C3=100% Bioslurry. Effect of the treatment and their have
been observed on germination percentage, plant haight, fresh fodder production
and their proximate composition and their utilization the in vitro fermentability
and digestibility. The results showed that utilization of commercial AB mix
solution as nutrient sorce resulted the best corn fodder productivity. Utilization of
bioslurry more than 50% reduced corn fodder productivity. The best treatment to
produce Greenhouse fodder was combination A1B1C1.
Key words: corn, hydroponic, hypochlorite,nutrition solutions, sponge

HYDROPONIC FODDER SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF
UNTUK MEMENUHI KEKURANGAN HIJAUAN BAGI
SAPI PERAH SELAMA MUSIM KEMARAU

RINI PRIHARTINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan

pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Hydropinic Fodder Sebagai pakan Alternatif untuk Memenuhi
Kekurangan Hijauan bagi Sapi Perah Selama Musim Kemarau
Nama
: Rini Prihartini
NIM
: D24100035

Disetujui oleh

Dr Despal, SPt MScAgr
Pembimbing I


Dr Ir Idat G Permana, MScAgr
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK,MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dapat terlaksana dengan adanya bantuan dana dari biaya BOPTN 2013. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah
Hydroponic fodder sebagai pakan alternatif untuk memenuhi kekurangan hijauan
bagi sapi perah selama musim kemarau.

Hydroponic fodder merupakan salah satu teknologi yang bisa dijadikan
sebagai solusi untuk penyediaan hijauan bagi ternak sapi perah, karena
penanaman hijauan dengan sistem hidroponik dapat dilakukan sepanjang tahun
tanpa dipengaruhi oleh musim, sehingga dapat mengatasi kekurangan hijauan
khususnya saat musim kemarau.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

Rini Prihartini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR LAMPIRAN


ix

PENDAHULUAN

1

MATERI DAN METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat

2

Bahan


3

Prosedur Percobaan

5

Peubah yang diamati

5

Rancangan Percobaan

6

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Kondisi Umum Lingkungan

6

Produktivitas Tanaman

9

Kandungan Nutrisi

11

Kecernaan dan Fermentabilitas

12

SIMPULAN DAN SARAN


12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

DAFTAR TABEL
1. Komposisi larutan nutrisi bioslurry dan larutan AB mix
2. Rataan produktivitas tanaman hijauan jagung hidroponik pada
masing-masing perlakuan
3. Rataan hasil analisis proksimat tanaman
hijauan jagung
hidroponik pada masing-masing perlakuan
4. Rataan hasil analisis in vitro untuk kecernaan (kcbk dan kcbo)dan
fermeabilitas (NH3 dan VFA) tanaman hijauan jagung hidroponik

pada masing-masing perlakuan

2
8
10

12

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisis sidik ragam % perkecambahan hijauan jagung
2. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung
3. Hasil analisis sidik ragam produksi biomasa
4. Hasil analisis sidik ragam kandungan kadar air
5. Hasil analisis sidik ragam kandungan kadar abu
6. Hasil analisis sidik ragam kandungan protein kasar
7. Hasil analisis sidik ragam kandungan serat kasar
8. Hasil analisis sidik ragam koefisien cerna bahan kering (KCBK)
9. Hasil analisis sidik ragam koefisien cerna bahan organik (KCBO)
10. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi NH3
11. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi VFA
12. Gambar hijauan jagung hidroponik

15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
21

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim yaitu musim
kemarau dan hujan. Perubahan musim yang tidak seimbang sangat berpengaruh
terhadap ketersediaan hijauan untuk pakan ternak. Saat musim hujan jumlah
hijauan melimpah sedangkan saat musim kemarau tanaman pakan tidak dapat
tumbuh secara optimal sehingga jumlah hijauan sangat terbatas akibatnya ternak
dapat mengalami kekurangan pakan hijauan. Hijauan merupakan sumber pakan
utama bagi sapi perah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi dan
reproduksi (Sofyan 2000). Oleh karena itu dibutuhkan teknologi yang dapat
menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan hijauan dengan memproduksi hijauan
berkesinambungan tanpa dipengaruhi oleh musim.
Hydroponic fodder dapat dijadikan sebagai teknologi alternatif untuk
memproduksi pakan hijauan. Hidroponik adalah suatu istilah yang digunakan
untuk bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya serta
menggunakan campuran nutrisi esensial yang dilarutkan di dalam air (Sodarmodjo
2008). Teknik hidroponik memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk
berkualitas selain itu sistem hidroponik tidak tergantung dengan musim sehingga
tanaman dapat ditanam sepanjang tahun dan dapat ditanam di lahan yang sempit
dengan sistem greenhouse. Budidaya tanaman dengan sistem hidroponik
umumnya dilakukan di dalam greenhouse (Suhardiyanto 2009).
Jagung merupakan tanaman C4 yang mampu beradaptasi dengan baik
meskipun terdapat faktor pembatas pertumbuhan dan produksi (Goldsworthy dan
Fisher 1980). Keunggulan lain dari jagung yang ditanam dengan sistem
hidroponik yaitu biji jagung memiliki waktu pertumbuhan yang cepat sehingga
dapat diproduksi dalam waktu singkat. Salah satu tantangan dalam memproduksi
hijauan pakan (green fodder) dengan sistem hidroponik yaitu tumbuhnya jamur.
Keadaan lingkungan (suhu, kelembaban dan cahaya) yang kurang mendukung
dapat menyebabkan jamur berkembang yang kemudian merusak tanaman dan
menyebabkan masalah kesehatan pada ternak yang diberi pakan berjamur.
Kerusakan pada biji jagung biasanya disebabkan oleh jamur, sehingga diperlukan
disinfektan untuk mengurangi pertumbuhan jamur. Hypocloride aman digunakan
dan bersifat bakterisid. Disinfektan ini dipakai dengan cara perendaman selama 15
menit. Larutan ini merupakan disinfektan yang sangat aktif pada semua bakteri,
virus, jamur, parasit dan beberapa spora (Anusavice 2004).
Sutiyoso (2004) mengungkapkan bahwa keberhasilan sistem hidroponik
ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya kelembaban, temperatur dan
angin. Pemberian mulsa dimaksudkan untuk mencegah hilangnya air akibat
penguapan, memperkecil perbedaan suhu antara siang dan malam hari, mencegah
penyinaran langsung dari matahari yang menyebabkan kerusakan pada tanaman
terutama pada saat perkecambahan Disamping itu, mulsa akan dapat
mempertahankan kelembaban nisbi udara dipermukaan tetap meningkat sehingga
kecepatan penguapan dapat dibatasi (Djazuli 1986) dan kelembaban udara dapat
dipertahankan (Doring et al. 2006). Penelitian ini bertujuan untuk melihat
pengaruh penggunaan hypocloride, muls dan jenis sumber larutan terhadap
produktivitas dan kualitas nutrisi jagung hidroponik untuk ternak sapi perah

2
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian budidaya hydroponic fodder dilakukan di rumah kaca Demo
Farm milik Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) yang terletak di
Kecamatan Manoko, Lembang Bandung Jawa Barat, pengujian analisis In vitro
dilakukan dilaboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta analisis
prokimat yang dilakukan di Laboratorium Pusat Antar universitas (PAU).
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2013 hingga Maret 2014.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rak, tray
(nampan ukuran 53 cm x 33 cm), sprayer kapasitas 2 L, gelas ukur kapasitas 2 L,
ember, saringan, penggaris dan alat tulis, timbangan digital, serta alat-alat
laboratorium untuk analisis proksimat dan In vitro.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji jagung larutan
nutrien komersial (AB mix), air limbah cairan biogas (bioslurry), larutan
hypocloride, dan spon. Komposisi larutan nutrisi bioslurry yang digunakan
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi larutan nutrisi bioslurry dan larutan AB mix
Kandungan
nutrisi bioslurry
Kadar air (%)
pH
Bahan organik(%)
C-Organik
Mineral
N (%)
P (%)
K (%)
Ca (%)
Mg (%)
S (ppm)
Cu (ppm)
Fe (ppm)
Mn (ppm)
Zn (ppm)
Logam berat
Pb (ppm)
Cd (ppm)

Sumber : Nugraha (2013)

Jumlah

Kandungan nutrisi AB mix

99.96
7.02
1.15
0.26

Larutan A
Kalsium nitrat
Kalium nitrat
Fe EDTA

0.03
0.04
0.10
0.23
0.05
15.00
1.34
49.47
19.76
6.60

Larutan B
Kalium dihidro Fosfat
Amnonium Sulfat
Magnesium Sulfat
Cupri sulfat
Zinc Sulfat
Asam Borat
Mangan Sulfat
Amonium hepta Molibdat

0.0027
0.0078

Jumlah

1176.0 g
616.0 g
38.0 g

122.0 g
36.0 g
790.0 g
0.4 g
1.5 g
4.0 g
8.0 g
0.1 g

3
Prosedur
Penanaman Hijauan Pakan Hidroponik
Jagung yang akan digunakan terlebih dahulu disortir dengan cara direndam
dalam air. Jagung yang mengambang kemudian dibuang. Setelah itu jagung
ditiriskan dan ditimbang. Jagung yang tidak mendapatkan perlakuan perendaman
dengan hypocloride langsung direndam air selama 24 jam, sedangkan jagung yang
mendapatkan perlakuan perendaman dengan hypocloride direndam dahulu dalam
larutan hypocloride dengan dosis 1 mL untuk 1 L air selama 15 menit. Setelah 15
menit direndam dalam hypocloride jagung dicuci kembali dan kemudian direndam
dalam air selama 24 jam. Setelah 24 jam jagung diangkat dan ditiriskan kemudian
disebar pada nampan sebanyak 713 g per nampan. Setiap 1 atau 2 jam sekali benih
jagung disemprot dengan larutan nutrien. Untuk perlakuan spon penyemprotan
dilakukan di atas permukaan spon dan dilakukan selama 4 hari pertama (selama
proses perkecambahan). Penyiraman dilakukan selama 13 hari (sampai waktu
panen yang diharapkan).
Pengukuran % Perkecambahan, Tinggi Tanaman dan Produksi Hijauan
Pakan Hidroponik
Pengukuran % perkecambahan dilakukan pada umur tanam 4 hari,
pengukuran dilakukan dengan cara semua biji jagung yang berkecambah pada
masing-masing nampan ditimbang setelah itu % perkecambahan dihitung dengan
rumus :
% perkecambahan= Berat biji yang berkecambah (g) x 100%
Berat biji yang ditanam (g)
Tinggi tanaman mulai diukur pada saat jagung berumur 5 hari, pengukuran
dilakukan sampai umur panen. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan
penggaris. Pengukuran tinggi tanaman diukur mulai dari ujung batang bawah
sampai ujung atas daun yang paling tinggi pada masing-masing nampan.
Produksi hijauan jagung diukur pada saat umur panen yaitu pada umur 13
hari. Pengukuran dilakukan dengan cara tanaman jagung pada masing-masing
nampan digulung dan dimasukkan dalam ember kemudian ditimbang dan dicatat
bobotnya.
Analisis Laboratorium
Analisis Proksimat. Tanaman jagung hidroponik yang telah dipanen
kemudian diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 0C.
Tanaman jagung yang telah kering kemudian digiling. Sampel hasil gilingan
sebagian dipisahkan untuk analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk
mengetahui kandungan nutrien dari masing-masing biomas hijauan jagung yang
meliputi kadar air (KA), kadar abu, protein kasar (PK), dan serat kasar (SK).
Analisis proksimat yang dilakukan menggunakan metode AOAC (1988).
Analisis In vitro. Analisis in vitro digunakan untuk mengukur
fermentabilitas dan kecernaan menggunakan one and two step method dari Tilley
dan Terry (1966). Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna
bahan organik (KCBO) diukur setelah 48 jam fermentasi anaerob dengan cairan
rumen dan 48 jam pencernaan enzimatis secara aerob. Sedangkan pengukuran
VFA dan NH3 dilakukan pada supernatan setelah 3 jam fermentasi anaerob

4
dengan cairan rumen. Produksi VFA diukur dengan sistem distillator method dan
Konsentrasi NH3 diukur dengan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory
Procedures 1966).
Pengukuran Nilai Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (%).
Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik menggunakan
metode in vitro (Tilley dan Terry, 1963). Tahap pertama pengukuran kecernaan
adalah pengukuran pencernaan fermentatif. Sebanyak 0.5 g sampel yang telah
dikeringkan dan dihaluskan, dimasukan ke dalam tabung fermentor. Tabung
fermentor yang telah diisi sampel kemudian ditambahkan dengan larutan
penyangga McDougall 40 mL dan 10 mL cairan rumen sambil dialiri gas CO2
selama 30 detik dan ditutup rapat dengan tutup karet berventilasi. Sampel
kemudian diinkubasi selama 48 jam dalam shaker waterbath bersuhu 39 °C,
setelah 48 jam inkubasi ditambahkan 2-3 tetes HgCl2 jenuh ke dalam tabung
fermentor. HgCl2 berfungsi untuk menghentikan aktivitas mikroba. Cairan
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 4.000 rpm dalam waktu 15 menit.
Endapan kemudian dipisahkan dengan cairan kemudian digunakan pada tahap
selanjutnya.
Tahap selanjutnya adalah tahap hidrolisis. Endapan dicampur dengan
larutan pepsin HCl 0.2% sebanyak 50 mL kemudian diinkubasi selama 48 jam.
Sisa pencernaan hidrolisis kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 41 yang
telah diketahui bobotnya dengan bantuan pompa vakum (Rotary model 2X-0.5).
Sisa kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan pada oven
105 °C selama 24 jam. Cawan ditimbang (BK Residu) setelah 24 jam. Cawan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur 600 °C selama 6 jam lalu
ditimbang bobotnya (BO Residu). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan
organik dihitung menggunakan rumus:
% KCBK = BK sampel (g) – (BK residu (g) – BK blanko (g) x 100 %
BK sampel (g)
% KCBO = BO sampel (g) – (BO residu (g) – BO blanko (g) x 100 %
BO sampel (g)
Pengukuran NH3 (mM).
Pengukuran konsentrasi NH3 menggunakan metode mikrodifusi Conway.
Sebelum digunakan bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin setelah itu
sebanyak 1 mL supernatan diteteskan pada salah satu ujung jalur cawan Conway
dan sebanyak 1 mL larutan Na2CO3 ditempatkan pada sisi yang bersebelahan
dengan sampel. Asam Borat sebanyak 1 mL diteteskan pada bagian tengah cawan
lalu cawan ditutup dengan rapat. Cawan dimiringkan dan digoyangkan perlahan,
sehingga supernatan dan larutan Na2CO3 tercampur merata. Cawan kemudian
didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang. Cawan Conway tersebut setelah 24
jam dibuka dan dititrasi menggunakan larutan H2SO4 sampai terjadi perubahan
warna menjadi merah muda. Konsentrasi NH3 dihitung menggunakan rumus :
N NH3 ( mM ) = mL H2SO4 x N H2SO4 x 1000
g sampel x BK sampel

5
Pengukuran VFA rumen (mM)
Supernatan yang sama pada pengukuran NH3 digunakan dalam
pengukuran konsentrasi VFA. Sebanyak 5 mL NaOH 0,5 N dimasukkan ke dalam
tabung erlenmeyer dan dipasangkan di tempat penampungan hasil destilasi.
Supernatan diteteskan sebanyak 5 mL ke dalam tabung destilasi dan kemudian
ditambah 1 mL H2SO4 15%. Uap air yang merupakan hasil pemanasan ditampung
di dalam tabung erlenmeyer yang berisi NaOH hingga volume mencapai 250 mL
Penambahan indikator phenolpthalin dilakukan tepat setelahnya sebanyak 2
sampai 3 tetes hingga cairan berubah menjadi merah muda kemudian larutan
dititrasi dengan HCl 0.5 N hingga warna menjadi bening. Perhitungan konsentrasi
VFA total menggunakan rumus :
mM VFA total = ( a – b ) ml x N HCl x 1000 / 5mL
g sampel x BK sampel
dimana : a = volume HCl blanko pereaksi ( hanya H2SO4 dan NaOH
saja, tanpa sampel)
b = volume HCl sampel
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati antara lain produktivitas tanaman meliputi persentase
perkecambahan, tinggi tanaman dan produksi biomas, kandungan nutrien (KA,
Abu, PK, SK), kecernaan (KCBK dan KCBO) dan fermentabilitas (konsentrasi
NH3 dan VFA).
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial
2x2x3 dengan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Faktor A:
Faktor B:
Faktor C:

A1 = Direndam dengan hypocloride
A2 = Tanpa direndam dengan hypocloride
B1 = Ditutup dengan spon
B2 = Tanpa ditutup dengan spon
C1 = Larutan nutrisi AB mix 100%
C2 = Larutan nutrisi AB mix 50% + bioslurry 50%
C3 = Bioslurry 100%

Model matematikanya adalah sebagai berikut :
Yijkl= μ + αi+ j+ (α )ij+ k + (α )ik + ( )jk +(α )ijk +εijkl
Dimana :
Yijk
= nilai pengamatan untuk faktor A ke-i, faktor B ke-j, faktor C ke-k
dan ulangan ke-l
μ
= nilai tengah umum (rata-rata yang sesungguhnya)
αi
= pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i
= pengaruh perlakuan faktor B taraf ke-j
j
(α )ij
= pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j faktor B
= pengaruh perlakuan faktor C taraf ke-k
k
(α )ik = Interaksi antara perlakuan A taraf ke-i dan perlakuan C taraf ke-k

6
( )jk
= Interaksi antara perlakuan B taraf ke-j dan Perlakuan C taraf ke-k
(α )ijk = Interaksi antara perlakuan A taraf ke-i, perlakuan B taraf ke-j dan
perlakuan C taraf ke-k
Εijkl
= eror faktor A ke-i, faktor B ke-j, faktor C ke-k, ulangan ke-l
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of
Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji lanjut Duncan dengan
bantuan personal komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi
16 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lingkungan
Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari 15 kecamatan di
Kabupaten Bandung Barat yang berjarak 15 km sebelah utara kota Bandung dan
merupakan salah satu kawasan yang cocok dalam pengembangan sapi perah.
Kecamatan Lembang berdasarkan kondisi topografinya memiliki ketinggian
tempat 1200 m dpl sampai 1257 m dpl. Temperaturnya berkisar antara 15.6 °C
sampai 16.8 °C pada musim hujan dan 30.5 °C sampai 32.7 °C pada musim
kemarau dengan curah hujan 259 mm per bulan. Keadaan lingkungan tersebut
sangat sesuai untuk usaha peternakan sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sutardi (1981) yang menyatakan bahwa daerah sejuk dan kering dengan
ketinggian minimal 800 m dpl dengan suhu 18.3 °C cocok untuk pengembangan
peternakan sapi perah. Suhu rata-rata selama percobaan dalam greenhouse
berkisar antara 20 °C sampai 22 °C pada pagi dan sore hari, dan antara 23 °C
sampai 26 °C pada siang hari.
Produktivitas Tanaman
Produktivitas tanaman jagung hidroponik yang diukur dalam penelitian ini
meliputi persen perkecambahan, produksi hijauan, dan tinggi tanaman. Rataan
hasil produktivitas dari tanaman jagung masing-masing disajikan dalam Tabel 2.
Perkecambahan
Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponenkomponen biji misalnya radikula dan plumula yang memiliki kemampuan untuk
tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru. (Sudjadi 2006). Proses perubahan
embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi
batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Syamsuri 2004).
Rataan persentase perkecambahan disajikan dalam Tabel 2. Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B maupun C
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p