Pemberdayaan peternak sapi perah melalui Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dalam menghadapi kerentanan pakan musim kemarau di Desa Dompyong Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek.

(1)

PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI PERAH MELALUI

KELOMPOK TERNAK LEMBU SEJAHTERA DALAM MENGHADAPI KERENTANAN PAKAN MUSIM KEMARAU DI DESA DOMPYONG

KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh :

Anggun Wulandari NIM.B02213006

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI PERAH MELALUI

KELOMPOK TERNAK LEMBU SEJAHTERA DALAM MENGHADAPI KERENTANAN PAKAN MUSIM KEMARAU DI DESA DOMPYONG

KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh :

Anggun Wulandari NIM.B02213006

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Anggun Wulandari, B02213006, (2017). PEMBERDAYAAN PETERNAK SAPI PERAH MELALUI KELOMPOK TERNAK LEMBU SEJAHTERA DALAM MENGHADAPI KERENTANAN PAKAN MUSIM KEMARAU DI DESA DOMPYONG KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK.

Skripsi ini membahas tentang upaya pendampingan kelompok ternak sapi perah dalam mengatasi lemahnya kemampuan peternak dalam mengembangkan peternakan sapi perah. Problem yang muncul pada peternak sapi adalah tidak memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis, mengolah limbah ternak, mengolah susu sapi perah, dan tidak efektifnya kelompok ternak. Tujuan dari pemberdayaan ini untuk menemukan strategi dalam meningkatkan kehidupan perekonomian peternak sapi perah. Selain itu juga menciptakan inovasi-inovasi pengolahan yang mudah dan sederhana guna meningkatkan kemandirian peternak Desa Dompyong.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode Participatory Action Research (PAR). Hal yang mendasari dilakukannya PAR adalah kebutuhan kita untuk mendapatkan perubahan yang diinginkan. Langkah untuk melakukan perubahan antara peneliti dengan komunitas dimulai dari membangun kepercayaan, melakukan pendekatan awal, melakukan riset bersama untuk menemukan problem komunitas hingga melakukan aksi dan evaluasi.

Pendampingan yang dilakukan peneliti bersama komunitas yakni melakukan inovasi dalam pemanfaatan rumput gajah saat musim penghujan melalui kegiatan pembuatan fermentasi pakan (silase) dalam menghadapi kerentanan penghijauan di musim kemarau. Dengan pemanfaatan limbah ternak melalui kegiatan pembuatan pupuk organik, dapat mengurangi ketergantungan masyarakat akan penggunaan pupuk kimia. Selain itu memberikan pengetahuan dan inovasi dalam pengolahan susu yang dimanfaatkan menjadi permen susu guna hasil susu sapi tersebut tidak disetor dalam bentuk mentah serta meningkatkan pendapatan peternak. Penguatan kelompok melalui pemahaman pembagian peran dalam kelompok ternak bermanfaat untuk meningkatkan keefektifitasnya kelompok ternak.

Dengan serangkaian kegiatan untuk mengatasi permasalahan peternak, maka hasil yang didapat yakni meningkatnya kesadaran dan keterampilan peternak yang ada di Desa Dompyong sehingga menjadikan peternak mandiri.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR DIAGRAM ... xx

DAFTAR BAGAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian Untuk Pendampingan ... 10

D. Strategi Pemecahan Masalah ... 10


(9)

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT

A. Konsep Pemberdayaan ... 24

B. Pola Pemberdayaan Peternak ... 33

C. Teori Kerentanan ... 39

D. Konsep Pemberdayaan Peternak dalam Perspektif Islam ... 44

E. Penelitian Terkait ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian untuk Pemberdayaan ... 53

B. Prosedur Penelitian Pendampingan ... 55

C. Wilayah dan Subyek Pendampingan ... 58

D. Teknik Pengumpulan Data ... 58

E. Teknik Validasi Data ... 62

F. Teknik Analisa Data ... 63

G. Jadwal Pendampingan ... 65

BAB IV KONDISI UMUM DAN PROFIL PETERNAK DESA DOMPYONG A. Letak Geografis ... 66

B. Kependudukan ... 68

C. Kondisi Ekonomi ... 69

D. Tingkat Pendidikan ... 71

E. Keagamaan dan Kebudayaan ... 73


(10)

BAB V PROBLEM PETERNAK DESA DOMPYONG

A. Kerentanan Pakan Sapi Perah pada Musim Kemarau ... 86

B. Rendahnya Keterampilan Peternak dalam Mengolah Limbah Ternak ... 93

C. Rendahnya Keterampilan Peternak dalam Pengolahan Susu Sapi Perah ... 95

D. Tidak Efektifnya Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 99

BAB VI DINAMIKA PROSES PENGORGANISASIAN A. Inkulturasi ... 104

B. Pendekatan Awal ... 108

C. Melakukan Riset Bersama ... 111

D. Merumuskan Problem Komunitas ... 112

E. Merumuskan Rencana Tindakan ... 114

F. Mengorganisir Stakeholder ... 116

G. Melakukan Aksi ... 120

H. Melakukan Evaluasi ... 123

BAB VII MEMBANGUN KEMANDIRIAN PETERNAK DESA DOMPYONG A. Penguatan Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 125

B. Pelatihan Pembuatan Fermentasi Pakan (Silase) ... 129

C. Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah Kotoran Ternak ... 134


(11)

BAB VIII REFLEKSI PENDAMPINGAN

A. Evaluasi Proses dan Keberlanjutan ... 146 B. Pemenuhan Gizi dan Peningkatan Pendapatan Peternak dalam Perspektif Islam ... 151 C. Refleksi Proses ... 154

BAB IX PENUTUP

A. Kesimpulan ... 163 B. Rekomendasi ... 165

DAFTAR PUSTAKA ... 167


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kebutuhan Pakan Sapi Perah ... 6

Tabel 1.2 Strategi Pemecahan Masalah Peternak Desa Dompyong ... 18

Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Terkait dengan Penelitian yang Dikaji ... 50

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan ... 65

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Administratif Desa Dompyong ... 68

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Desa Dompyong ... 68

Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Dompyong ... 70

Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dopyong ... 71

Tabel 4.5 Lembaga Pendidikan Formal di Desa Dompyong ... 72

Tabel 4.6 Data Pengeluaran dan Pendapatan ... 75

Tabel 4.7 Aktivitas Harian Masyarakat Desa Dompyong ... 77

Tabel 4.8 Daftar Anggota Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 81

Tabel 5.1 Kalender Musim Desa Dompyong ... 89

Tabel 5.2 Kabutuhan Pakan Sapi Perah ... 91

Tabel 6.1 Analisa Stakeholder ... 116

Tabel 7.1 Biaya Pembuatan Fermentasi Pakan ... 133

Tabel 7.2 Biaya Pembuatan Pupuk Organik ... 137

Tabel 7.3 Total Pengeluaran Pertanian ... 138

Tabel 7.4 Perhitungan Pembuatan Permen Susu ... 144

Tabel 7.5 Perhitungan Usaha Permen Susu ... 144

Tabel 8.1 Tingkat Partisipasi dan Perubahan ... 146


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Desa Dompyong ... 67

Gambar 5.1 Pembuangan Limbah di Saluran Sekitar Kandang ... 94

Gambar 5.2 Pembuangan Limbah di Selokan Jalan Raya ... 95

Gambar 5.3 Peternak Setor Susu Sapi ke Penampung ... 98

Gambar 6.1 Melakukan FGD bersama Kelompok Ternak Lembu Sejahtera .... 105

Gambar 6.2 Pencarian Batas Desa dengan Raster bersama Perangkat Desa ... 109

Gambar 6.3 Melakukan Pemetaan dan FGD bersama di Dusun Pakel ... 110

Gambar 6.4 Merumuskan Problem Bersama Masyarakat ... 113

Gambar 6.5 Menemui Pihak Dinas Peternakan ... 118

Gambar 6.6 Menemui Anggota Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 121

Gambar 6.7 Proses Kegiatan Pembuatan Pupuk Organik ... 122

Gambar 7.1 Pelaksanaan Penguatan Kelembagaan Kelompok Secara Nonformal ... 125

Gambar 7.2 Proses Pembuatan Fermentasi Pakan ... 131

Gambar 7.3 Pak Parwoto Melihat Hasil Pembuatan Silase ... 132

Gambar 7.4 Contoh Hasil dari Fermentasi Pakan yang Berhasil ... 134

Gambar 7.5 Proses Pembuatan Pupuk Organik ... 136

Gambar 7.6 Menutupi Olahan Pupuk Organik dengan Terpal ... 138

Gambar 7.7 Mendatangi KWT Sri Sedono II Desa Botoputih ... 140

Gambar 7.8 Olahan Bahan Permen Susu ... 141


(14)

Gambar 7.10 Proses Pencampuran Bahan Permen Susu ... 138 Gambar 7.11 Produk Permen Susu Desa Dompyong ... 145


(15)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Dompyong ... 1 Diagram 1.2 Jenis Populasi Ternak ... 2 Diagram 5.1 Alur Penjualan Susu Sapi Perah ... 97 Diagram 5.2 Diagram Venn Masyarakat Peternak Sapi Perah Desa Dompyong. 101


(16)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Analisa Pohon Masalah Tentang Lemahnya Kemampuan Peternak Sapi Perah di Desa Dompyong ... 11 Bagan 1.2 Analisa Pohon Harapan Tentang Meningkatnya Kemampuan Peternak

Sapi Perah di Desa Dompyong ... 15 Bagan 5.1 Analisa Pohon Masalah Tentang Lemahnya Kemampuan Peternak

Sapi Perah di Desa Dompyong ... 85 Bagan 7.1 Struktur Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ... 127


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Desa Dompyong merupakan desa yang berada pada ketinggian 729 meter di atas permukaan laut. Secara geografis, Desa Dompyong memiliki peternakan sapi yang melimpah. Berdasarkan data buku profil yang diperbarui bulan Januari, menjelaskan bahwa pekerjaan masyarakat Desa Dompyong sebagai petani sebanyak 1.140 dan peternak sebanyak 942. Beberapa petani sengaja memilih untuk beternak karena pendapatan mereka nyata setiap bulannya. Peternak Desa Dompyong tergolong peternak sapi perah, sehingga dompyong merupakan salah satu desa dengan penghasil susu sapi perah tinggi di Kecamatan Bendungan.

Diagram 1.1

Mata Pencaharian Masyarakat Desa Dompyong

Sumber : Diolah dari Data Monografi Desa Dompyong tahun 2016

Diagram di atas menjelaskan bahwa mata pencaharian masyarakat mayoritas adalah petani. Rendahnya harga jual hasil panen misalnya saja singkong yang saat ini dijual dengan harga Rp. 500,- perkilo mengakibatkan masyarakat resah. Hal tersebut tidak sebanding dengan bibit, penanaman, dan

0 200 400 600 800 1000 1200


(18)

2

pupuk yang dikeluarkan masyarakat dengan hasil penjualan yang tidak seimbang atau hampir tidak ada laba.1 Selain itu, kendala utama dalam pertanian Desa Dompyong adalah pemasaran dalam penjualan hasil panen.

Seiring dengan perubahan perkembangan ekonomi masyarakat, peralihan dari petani menjadi peternak membuat mereka merasa tercukupi untuk memenuhi kebutuhan setiap hari. Kegiatan pertanian di Desa Dompyong saat ini hanyalah menanam rumput gajah untuk pakan sapi serta menanam padi, jagung, dan singkong untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat. Kemampuan memerah secara manual sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa serta kemampuan mencari rumput di sawah bagi ibu-ibu dan lansia.

Diagram 1.2 Jenis Populasi Ternak

Sumber : Diolah dari Data Monografi Desa Dompyong tahun 2016

Untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat

menggantungkan pada penghasilan peternak sapi perah. Terbukti dari jumlah penduduk 3.760 jiwa terdapat jumlah pemilik sapi perah sebanyak 942 dengan jumlah populasi 2.000 ekor sapi perah (terlihat pada Diagram 1.2). Namun

1

Hasil Wawancara dengan Sarju (54 tahun) Sebagai Kepala Dusun Tumpakaren pada Tanggal 4 November 2016 pukul 15.26.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Jumlah

Populasi (Ekor) Jumlah Pemilik (Orang)


(19)

3

demikian ada persoalan utama yakni keterbatasnya keterampilan masyarakat serta pengetahuan yang menjadi penyebab mereka hanya berhenti pada keterampilan memerah dan mencari rumput. Kegiatan pemasaran dan pengolahan hasil panen tidak dimanfaatkan dengan baik seperti halnya pengolahan susu. Mereka ingin menambah tingkat perekonomian, namun mereka tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk menambah pendapatan setiap bulan dari memerah.

Keberadaan sapi perah di Desa Dompyong sejak tahun 1994 yang berawal dari Dusun Bendungan dekat dengan Pabrik Dilem milik Pemerintah Kabupaten. Adanya sapi perah perekonomian masyarakat Desa Dompyong mulai mengalami peningkatan. Namun dengan tidak terjamahnya program mengenai pemberdayaan peternak mengakibatkan perokonomian masyarakat menurun dan tidak seimbang. Diketahui pada pendapatan setiap peternak sapi perah mengalami tidak imbang antara modal perawatan sapi perah dengan penghasilan yang didapat tiap bulan. Belum juga ditambah pengeluaran untuk belanja pokok, sosial, kesehatan, hingga belanja pendidikan untuk anak. Selain itu belum juga pengeluaran untuk belanja pertanian seperti pupuk, pestisida dan benih.

Kemiskinan merupakan sebuah topik yang hampir dibicarakan di seluruh belahan dunia. Kemiskinan merupakan kondisi deprivesi (kualitas hidup yang rendah) terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan manusia seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, serta kesehatan.2 Angka kemiskinan mengalami perubahan yang tidak menentu setiap tahunnya, kenaikan maupun penurunan tidak dapat diprediksi dan keadaannya selalu tumbuh dan turun tidak dinamis.

2

Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia,


(20)

4

Penyebab kemiskinan yang terjadi pada masyarakat Desa Dompyong adalah pengeluaran setiap bulan lebih tinggi daripada pendapatan masyarakat sehingga masyarakat belum sejahtera.

Di Dompyong terdapat sebuah kelompok ternak yang tergabung dan anggotanya merupakan dari warga sekitar dusun. Dompyong sendiri memiliki lima kelompok ternak namun diantara kelompok tersebut salah satu kelompok bangkrut dan tiga kelompok lain masih aktif. Kemudian terdapat satu kelompok yang ingin berkembang seperti kelompok aktif lain yakni Kelompok Ternak Lembu Sejahtera. Kelompok ternak tersebut berada di Dusun Garon RT 35 sedangkan untuk anggotanya dari warga RT 33, 34, dan 35. Kegiatan setiap bulannya adalah arisan serta diskusi mengenai permasalahan pada ternak atau permasalahan yang terjadi pada kelompok.

Kelompok ternak yang diketuai oleh Suroto (34 tahun) ini merasa resah dengan kondisi perekonomian di Desa Dompyong khususya warga Dusun Garon. Dengan melihat pengetahuan masyarakat rendah serta kemampuan terbatas, mereka mengharapkan ada yang bisa membuat dusun tersebut maju dan perekonomian meningkat.3 Pemuda yang ada di desa lebih memilih untuk merantau ke kota mencari pekerjaan sehingga di desa jarang sekali ditemui pemuda. Mencari penerus dan seseorang untuk melakukan perubahan itu sulit karena tidak ada pemuda yang ingin mengabdi pada desa sendiri.

Menurut ketua kelompok ternak tersebut seringkali bercerita tentang permasalahan-permasalahan yang ada di Kelompok Ternak Lembu Sejahtera ini.

3

Hasil Wawancara dengan Suroto (34 tahun) Sebagai Ketua Kelompok Ternak Lembu Sejahtera pada Tanggal 5 November 2016.


(21)

5

Keterbatasanya pendidikan masyarakat Dusun Garon serta anggota kelompok dalam hal pemanfaatan serta pengolahan membuat dusun susah untuk maju. Selama ini berdirinya kelompok ternak juga menjadikan peternak bergantungan dengan pihak Dinas Peternakan karena bantuan-bantuan yang sering diberikan. Hasil FGD juga menjelaskan bahwa kelompok sering mendapat bantuan seperti milkcan (ember perah susu sapi aluminium) berbagai ukuran, sekop, dan lain-lain. Tentunya hal tersebut menyebabkan peternak tidak mandiri dan terbelenggu bantuan-bantuan pihak luar.

Permasalahan yang terjadi pada peternak Desa Dompyong adalah mengenai penyediaan pakan ternak. Menurut ketua kelompok ternak, masyarakat mengalami kesulitan mencari rumput gajah saat musim kemarau tiba. Terbukti untuk memenuhi kebutuhan pakan saat kemarau itu mereka membeli rumput di desa lain hingga di desa Kabupaten lain seperti Ponorogo dan Tulungagung. Selama ini peternak memberikan pakan alternatif yang dibuat masyarakat sendiri yakni ampas pati, pohon pisang yang masih muda, dan pakan kering dari jerami.

Sebulan satu ekor sapi memerlukan pakan rumput sebanyak 1.800 kg, namun pada saat musim hujan seperti bulan November dan Desember ini mereka sama sekali tidak kesulitan untuk mencari rumput tersebut karena hasilnya sangat melimpah. Pemenuhan kebutuhan konsentrat, sebulan ada 150 kg (3 karung). Konsentrat satu karung beratnya 50 kg seharga Rp. 170.000,- jika dijumlah dalam sebulan ada Rp. 510.000,- (3 karung). Terhitung dalam sebulan pada musim hujan, masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk konsentrat sebanyak Rp. 510.000,- untuk 3 karung.


(22)

6

Tabel 1.1

Kebutuhan Pakan Sapi Perah

Pakan Sapi Perah Perhari Perbulan

Rumput gajah 60 kg 1.800 kg

Konsentrat 5 kg 150 kg (3 karung)

Sumber: Data diolah dari hasil FGD bersama kelompok ternak pada tanggal 1 Desember 2016

Pada saat musim kemarau, masyarakat hanya mendapatkan 30 kg rumput sehari sehingga untuk pemenuhan pakan kurang 30 kg. Faktor keterampilan yang kurang mengakibatkan masyarakat hanya mencari dan tidak diinovasi untuk melakukan pemanfaatan. Masyarakat mencari solusi untuk memenuhi kurangnya rumput 30 kg saat kemarau yakni dengan membeli rumput di kota dengan sistem borongan dengan tetangga. Sistem borongan tersebut yakni masyarakat menyewa pick up seharga Rp. 300.000,- untuk membeli 1 ton rumput seharga Rp. 500.000,-. Hasil beli rumput tersebut hanya 1.000 kg sedangkan dalam sebulan kebutuhan pakan rumput sebanyak 1.800 kg jadi kurang 800 kg.

Memenuhi kekurangan 800 kg, masyarakat mempunyai solusi yakni menambah kebutuhan pakan pada konsentratnya. Jadi, apabila pada musim hujan membutuhkan pakan 3 karung maka pada musim kemarau masyarakat menambahnya menjadi 4 karung konsentrat. Menurut hasil perhitungan tersebut, masyarakat merasa terbebani dengan banyaknya pengeluaran pakan. Semakin banyak membeli konsentrat maka pengeluaran pakan semakin banyak. Dahulu pengeluaran masyarakat sebulan menghabiskan Rp. 510.000,- maka saat musim kemarau mengeluarkan uang sebanyak Rp. 680.000,-. Pengeluaran pakan untuk sapi perah sangat banyak, belum lagi ditambah pengeluaran untuk belanja rumah tangga dan belanja pada pertanian.


(23)

7

Hal kedua yang dianggap masalah oleh masyarakat adalah mengenai limbah sapi. Selama ini limbah sapi hanya dibiarkan bertaburan di ladang masing-masing karena mereka yakin dengan dibiarkan begitu saja, maka akan tumbuh sendiri tanaman. Adapula yang membiarkan limbah tersebut sampai kering dan dijadikan sebagai pupuk untuk tanaman, akan tetapi hasilnya tidak maksimal tanaman tersebut. Tidak ada inisiatif dari masyarakat untuk mengolah limbah tersebut mengakibatkan hanya sampai disitu saja dan tidak ada perubahan. Limbah yang di produksi sapi setiap hari sebanyak 5 kg/ekor, padahal limbah tersebut dapat digunakan sebagai pupuk untuk tumbuhan rumput gajah.

Jumlah kotoran yang dihasilkan sapi perah jika peternak memiliki jumlah enam sapi adalah sebanyak 30 atau 40 kg perhari. Dikalkulasi dalam sebulan maka menjadi 900 kg atau hampir 1.000 kg dan hal tersebut dibuang dengan percuma tanpa dimanfaatkan. Apabila limbah tersebut diolah dengan baik seperti halnya menjadi pupuk organik, maka dapat digunakan untuk menanam rumput gajah, padi, jagung, jahe, singkong dan buah-buahan lainnya. Adanya pupuk organik, maka jumlah pengeluaran untuk pupuk akan sedikit sehingga mengurangi jumlah belanja rumah tangga masyarakat dalam hal pertanian. Ditemukan hasil FGD dengan warga, pengeluaran pertanian yang paling banyak adalah pada pengeluaran pupuk dan benih.

Selain hal tersebut, masyarakat juga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola hasil memerah yakni susu sapi perah. Seluruh masyarakat di Desa Dompyong dan kelompok ternak, tidak memiliki kemampuan untuk pengelolahan tersebut sehingga hasil memerah tersebut hanya disetor dalam berupa susu dan


(24)

8

bukan dalam bentuk hasil jadi pengolahan. Para peternak lebih sering menjual susu ke penampung yang nantinya akan dibawa ke koperasi daripada langsung dijual ke masyarakat dan pedangang (pasar). Hal tersebut menyebabkan masyarakat lebih bergantung pada pihak luar daripada memproduksi sendiri menjadi bahan produk. Kejadian tersebut menjelaskan bahwa masyarakat masih belum memiliki kemandirian dalam pengolahan susu.

Pemaparan di atas menjelaskan semua bahwa rendahnya kemampuan serta keterampilan mengakibatkan perekonomian di Desa Dompyong ini rendah, dan masyarakat belum mampu berkembang secara mandiri. Desa Dompyong merupakan Desa Wisata yang seharusnya masyarakat sudah memiliki keterampilan yang baik atau SDM yang maju. Pada realitasnya sekarang masyarakat sendiri merasa belum mampu maju dan berkembang. Pemenuhan hal kebutuhan pakan ternak sapi, masyarakat merasa resah karena saat kemarau tiba mereka kesulitan mencari rumput sedangkan kebutuhan pakan sapi setiap satu ekor ada 60 kg perhari. Apabila dikalkulasi dalam sebulan akan membutuhkan pakan sebanyak 1.800 kg.

Pemberdayaan yang dilakukan dalam Kelompok Ternak Lembu Sejahtera adalah melakukan pembuatan fermentasi pakan, pembuatan pupuk dari limbah, serta pengolahan susu yang dilakukan oleh ibu-ibu. Pendekatan melalui pembuatan fermentasi pakan, pupuk organik, dan pengolahan susu mempunyai kelebihan karena proses penyadaran pada masyarakat lebih cepat dan diminati karena bahan yang diperlukan sederhana dan prosesnya mudah. Selain itu, dengan adanya fermentasi pakan dapat menjadikan pengeluaran pakan saat musim


(25)

9

kemarau berkurang. Tujuan dari pendampingan kelompok agar masyarakat dapat meningkatkan produksi susu dari sapi perah.

Pendampingan yang peneliti lakukan berdasarkan atas permasalahan yang ada di Kelompok Ternak karena saat FGD berlangsung mereka juga ikut antusias dengan rencana pembuatan fermentasi pakan, pupuk, dan pengolahan susu. Walaupun hanya pemberdayaan berdasarkan kelompok, namun dari kelompok tersebut dapat menjadi wadah untuk pemberdayaan hingga sampai tingkat dusun dan desa. Meningkatkan partisipasinya dalam pengolahan fermentasi pakan sesuai kaidah peternakan terpadu dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok. Dampak dari hal tersebut kelompok mampu mencapai tingkat keberdayaan yang tinggi melalui pelatihan yang dilakukan secara partisipatif.

Penelitian ini menjadi penting karena penelitian ini ditujukan pada penyelesaian permasalahan tidak efektifnya kelompok ternak. Selain itu, perlu juga penyelesaian masalah pakan, limbah, dan hasil susu pada hewan sapi perah di Kelompok Ternak Lembu Sejahtera Desa Dompyong Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek.

B. Fokus Masalah

Pada pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah terkait di Kelompok Ternak Lembu Sejahtera di Dusun Garon Desa Dompyong Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kehidupan para peternak sapi perah di Desa Dompyong?

2. Bagaimana strategi pemberdayaan untuk peningkatan kehidupan ekonomi peternak sapi perah di Desa Dompyong?


(26)

10

3. Bagaimanakah hasil proses pendampingan terhadap peternak sapi perah di Desa Dompyong?

C. Tujuan Penelitian Untuk Pendampingan

Melihat pada rumusan masalah di atas, maka adapun tujuan-tujuan dari pendampingan tersebut yaitu:

1. Untuk mengetahui gambaran kehidupan para peternak sapi perah di Desa Dompyong.

2. Menemukan strategi pemberdayaan untuk peningkatan kehidupan ekonomi peternak sapi perah di Desa Dompyong.

3. Mengetahui hasil proses pendampingan terhadap peternak sapi perah di Desa Dompyong.

D. Strategi Pemecahan Masalah

Permasalahan utama lemahnya kemampuan peternak Kelompok Lembu Sejahtera di Desa Dompyong yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat disebabkan oleh berbagai penyebab. Strategi pemecahan masalah dimulai dari pemecahan masalah kemudian dilanjutkan dengan analisis tujuan dan analisis strategi program.

1. Analisis Masalah

Inti masalah yang didapat merupakan hasil dari FGD (Focus Group Discussion) bersama kelompok ternak. Adapun inti masalah tersebut dapat dilihat dari bagan berikut ini.


(27)

11

Bagan 1.1

Analisis Pohon Masalah Tentang Lemahnya Kemampuan Peternak Sapi Perah di Desa Dompyong

Sumber: Data diolah dari hasil pertemuan FGD dengan Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dalam forum Yasinan di Rumah Gunawan tanggal 1 Desember 2016

Berdasarkan analisa pohon masalah di atas, fokus permasalahannya

adalah lemahnya kemampuan peternak Desa Dompyong dalam

mengembangkan peternakan sapi perah. Lemahnya kemampuan tersebut dikarenakan para peternak tidak pernah mendapatkan kepedulian dari pemerintah desa serta belum ada fasilitator yang memfasilitasi mereka. Selain itu, peternak juga tidak pernah mendapat pengetahuan akan teknologi yang berkembang mengenai pemanfaatan sumber daya alam.


(28)

12

Penyebab-penyebab para peternak lemah dalam kemampuan beternak adalah sebagai berikut.

a. Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis Masyarakat Dusun Garon terutama Kelompok Ternak Lembu Sejahtera seringkali mengalami permasalahan pada pakan ternak sapi perah. Kehidupan mereka bergantung pada musim penghujan karena pada saat musim hujan hasil penghijauan (rumput gajah) sangat melimpah. Tidak ada media pembelajaran pakan ternak saat musim kemarau, menyebabkan masyarakat tidak bisa mandiri secara pemenuhan kebutuhan pakan. Belum memiliki kemampuan dalam mengolah pakan yang ekonomis mengakibatkan masyarakat terlalu bergantung pada musim penghujan saat melimpahnya rumput hijau.

Belum memiliki keterampilan dalam pengolahan pakan yang ekonomis membuat rendahnya kemampuan peternak dalam pengembangan peternakan. Tidak adanya solusi dalam permasalahan pakan menjadikan masyarakat tidak mandiri. Menghadapi musim kemarau, masyarakat lebih memilih untuk membeli pakan (rumput hijau) sapi perah hingga ke luar desa. Tidak hanya di desa tetangga namun adapun yang membeli hingga ke kota seperti di Tulungagung dan Ponorogo.

Kebiasaan membeli pakan ke luar desa hingga ke kota, menjadikan masyarakat ketergantungan hingga peternak menjadi tidak mandiri. Hasil yang diperoleh dari sapi perah saat musim kemarau sangat rendah, tetapi masyarakat malah tidak bisa terbebas dari pengeluaran untuk pakan. Membeli pakan di luar kota bersifat borongan (gabungan dengan tetangga atau anggota kelompok


(29)

13

lain) sehingga tidak terlalu berat harga karena beli pakannya bersama. Mereka juga harus mengeluarkan uang lebih untuk tambahan konsentrat, karena menurut ketua kelompok Suroto (34 tahun), masyarakat terbiasa menambah konsentrat dan mengurangi rumput saat musim kemarau.

b. Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah limbah sapi perah

Masyarakat juga tidak pernah mendapatkan keterampilan mengolah limbah sapi karena tidak ada pelatihan dalam mengolah limbah. Terbukti dari hasil observasi di kandang sapi, masyarakat lebih memilih untuk dibuang begitu saja di saluran dekat kandang. Hal tersebut menyebabkan tidak ada solusi yang tepat untuk merubahnya padahal setiap sapi perah mengeluarkan kotoran hingga 5 kg perhari. Belum ada penyelenggara dalam pelatihan, mengakibatkan masyarakat tidak memiliki keterampilan lebih dalam pengolahan limbah.

c. Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah hasil susu sapi perah

Tidak mampunyai keterampilan dalam mengolah hasil susu sapi juga merupakan penyebab lemahnya kemampuan peternak dalam mengembangkan peternakan sapi perah. Hal tersbut dikarenakan tidak ada pelatihan dalam pengolahan susu sapi padahal dalam sehari peternak memerah sapi dan menghasilkan susu sebanyak 15 liter. Keterbatasannya kemampuan, maka masyarakat hanya menjualnya dalam bentuk utuh (bukan produk) sehingga nilai ekonomi masyarakat masih rendah.


(30)

14

d. Belum efektif Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera

Penyebab lemahnya kemampuan peternak Desa Dompyong dalam mengembangkan peternakan sapi perah adalah belum efektifnya lembaga kelompok. Hal tersebut dikarenakan masyarakat tidak pernah mendapat pendidikan tentang penguatan kelembagaan kelompok yang baik sehingga kelompok yang sudah ada berjalan tidak maksimal karena belum adanya struktur lembaga yang baik. Belum ada yang mengorganisir masyarakat akan penguatan kelembagaan kelompok ternak, juga menjadi penyebab yang utama dalam mengetahui sejauhmana tingkat efektifitas suatu kelompok.

Belum efektifnya tersebut terjadi karena masyarakat acuh terhadap kelompok yang sudah terbentuk ini. Menurut beberapa anggota, kehadiran Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dapat mengatasi ekonomi yang rendah. Tidak ada pendidikan tentang usaha bersama kelompok, maka anggota belum dikatakan dapat mandiri secara individu atau kelompok.

2. Analisis Harapan

Berdasarkan analisis masalah di atas, maka disusun analisis tujuan yang tergambar pada bagan berikut ini.


(31)

15

Bagan 1.2

Analisis Pohon Harapan Tentang Lemahnya Kemampuan Peternak Sapi Perah di Desa Dompyong

Sumber: Data diolah dari hasil pertemuan FGD dengan Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dalam forum Yasinan di Rumah Gunawan tanggal 1 Desember 2016

Pada pendampingan ini, harapan bersama kelompok ternak adalah meningkatnya kemampuan peternak dalam mengembangkan peternakan sapi perah di Desa Dompyong. Keberhasilan pendampingan ini terlihat dari kemandirian masyarakat yang tidak bergantung dengan luar mengenai pakan sapi perah.


(32)

16

a. Memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis

Meningkatnya kemampuan peternak Desa Dompyong dalam

mengembangkan usaha peternakan sapi perah disebabkan karena masyarakat memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis. Hal tersebut terjadi karena adanya penyelenggaraan pelatihan dalam mengolah pakan yang ekonomis hingga masyarakat menjadi tidak tergantung pada pakan di luar.

Apabila masyarakat mampu menyediakan pakan ekonomis secara

berkelanjutan, maka pengeluaran untuk pakan saat musim kemarau tidak akan meningkat. Pada pengeluaran saat musim kemarau dapat ditabung untuk pengeluaran belanja lain seperti kesehatan dan pendidikan.

b. Memiliki keterampilan mengolah limbah sapi perah

Memiliki keterampilan mengolah limbah sapi perah juga menyebabkan meningkatnya kemampuan peternak. Adanya penyelenggara pelatihan untuk mengolah limbah sapi menjadi pupuk dapat meminimalisir pengeluaran masyarakat dalam hal pupuk kimia. Masyarakat juga bisa menjaga lingkungan karena limbah sapi tidak dibiarkan begitu saja. Sehingga untuk biaya pengeluaran pupuk pertanian menurun dan masyarakat dapat menggunakan untuk belanja pertanian lain seperti benih dan pestisida.

c. Memiliki keterampilan dalam mengolah hasil susu sapi perah

Adanya pelatihan dalam megolah hasil susu sapi perah dikarenakan masyarakat memiliki keterampilan dalam mengolah susu dengan baik. Hal itu dapat menciptakan nilai tambah ekonomi dengan kreatifitas berbagai bentuk olahan susu sapi. Dengan adanya nilai tambah dalam hasil sapi perah maka


(33)

17

menjadikan nilai ekonomi meningkat dan masyarakat menjadi sejahtera. Pengolahan susu tersebut dapat berupa permen susu dengan berbagai varian rasa, tergantung pada bahan dan alat yang disediakan oleh masyarakat itu sendiri.

d. Efektifnya Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera.

Penyebab meningkatnya kemampuan peternak Desa Dompyong dalam mengembangkan peternakan sapi perah adalah efektifnya lembaga kelompok. Hal tersebut dikarenakan masyarakat pernah mendapat pendidikan tentang kelembagaan kelompok yang baik. Sehingga kelompok yang sudah ada berjalan maksimal karena sudah adanya struktur lembaga yang baik. Ada yang mengorganisir masyarakat akan pendidiakan tentang kelompok, juga menjadi penyebab yang utama dalam mengetahui tingkat efektifitas suatu kelompok.

Kelembagaan sudah efektif, terkadang masyarakat peduli terhadap kelompok yang sudah terbentuk ini. Menurut beberapa anggota, kehadiran Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dapat mengatasi ekonomi yang rendah. Ada pendidikan tentang usaha bersama kelompok, maka anggota dapat dikatakan mandiri secara individu atau kelompok.

3. Strategi Program

Berdasarkan pada analisis masalah dan tujuan di atas, maka strategi program yang dijadikan basis pemecahan masalah terurai pada tabel berikut ini.


(34)

18

Tabel 1.2

Strategi Program Pemecahan Masalah Peternak Desa Dompyong

No. Masalah Tujuan Strategi Program

1.

Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis

Terampil dalam mengolah pakan yang ekonomis

Penyelenggaraan pelatihan fermentasi pakan sapi perah

2.

Tidak memiliki keterampilan

mengolah limbah sapi perah

Memiliki keterampilan mengolah limbah sapi perah

Pelatihan pembuatan pupuk organik dari limbah sapi perah

3.

Tidak memiliki keterampilan

mengolah hasil susu sapi perah

Memiliki keterampilan mengolah hasil susu sapi perah Menyelenggarakan kegiatan pembuatan permen susu 4. Belum efektif Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera Efektifnya Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera Mengorganisir penguatan kelompok ternak tentang kelembagaan

Tabel strategi program di atas menjelaskan bahwa dalam permasalahan peternak di Desa Dompyong dapat terpecahkan dengan adanya strategi program. Untuk permasalahan pertama yang ada pada peternak yakni tidak memiliki keterampilan dalam mengolah pakan yang ekonomis. Tujuan dari adanya pemecahan permasalahan tersebut, agar masyarakat terampil dalam mengolah pakan yang ekonomis. Strategi program yang diperlukan yakni dengan mengadakan pelatihan fermentasi pakan sapi perah guna mengatasi kerentanan pakan saat kemarau tiba.

Permasalahan lain yang terjadi pada peternak di Desa Dompyong adalah tidak memilikinya keterampilan dalam mengolah limbah sapi perah. Pemecahan permasalahan tersebut dilakukan dengan tujuan agar masyarakat


(35)

19

memiliki keterampilan dalam mengolah limbah sapi perah. Penyelenggaraan pelatihan pembuatan pupuk organik dari limbah sapi perah merupakan strategi progam untuk penyelesaian masalah tersebut. Hal itu berguna agar limbah sapi perah tidak mencemari lingkungan dan meresahkan masyarakat.

Tidak memiliki keterampilan dalam mengolah hasil susu sapi perah merupakan permasalahan ketiga yang ada pada kehidupan peternak Desa Dompyong. Melalui pemecahan permasalahan bersama masyarakat agar masyarakat memiliki keterampilan mengolah hasil susu sapi perah diwujudkan dalam bentuk kegiatan. Bersama ibu-ibu peternak, strategi yang dilakukan adalah dengan menyelenggarakan kegiatan permen susu. Hal tersebut memiliki nilai tambah ekonomi bagi kehidupan peternak karena masyarakat sudah mulai terampil dalam membuat produk jadi.

Permasalahan pada kelompok ternak di Desa Dompyong adalah belum efektifnya Lembaga Kelompok Ternak Lembu Sejahtera. Bersama anggota kelompok ternak, mulai memecahkan permasalahan yang bertujuan agar Kelompok Ternak Lembu Sejahtera tersebut efektif. Strategi program yang dilakukan untuk meningkatakan efektivitas kelompok adalah dengan mengorganisir peternak dalam penguatan kelompok ternak tentang kelembagaan. Kegiatan yang dilakukan dengan wujud memberikan pemahaman akan peran masing-masing stuktur anggota kelompok ternak.


(36)

20

E. Sistematika Pembahasan

Dalam menguraikan penulisan skripsi ini agar lebih sistematis, maka penyajian skripsi ini penulis bagi atas sembilan bab. Adapan sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Berfungsi sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian. Pada BAB ini berisikan mekanisme penelitian yaitu menguraikan secara berurutan kegiatan penelitian dari latar belakang masalah yang akan diangkat. Kemudian didukung dengan fokus masalah yang terjadi serta terdapat tujuan penelitian untuk pemberdayaan. Adapula strategi pemecahan masalah atau strategi pemberdayaan untuk mempersiapkan pendampingan agar kegiatan tersusun dengan baik. Bab ini juga berisi sistematika pembahasan untuk membantu mempermudah pembaca dalam memahami secara ringkas penjelasan mengenai isi BAB per BAB.

Bab II Kajian Teori Dan Penelitian Terkait. Bab ini berisi penjelasan tentang pembahasan dalam prespektif teoritis, penulis menyajikan hal-hal kajian kepustakaan konseptual yang menyangkut tentang pembahasan dalam penelitian. Penulis memaparkan teori yang berkaitan dengan tema masalah yang sedang diteliti, yakni konsep tentang pemberdayaan masyarakat. Selain itu, juga berisi tentang pola pemberdayaan peternakan dan pemberdayaan peternak dalam perspektif Islam. BAB ini juga memaparkan penelitian terkait yang sebelumnya guna sebagai bahan pembelajaran dan bahan acuan untuk penulisan ini.

Bab III Metode Penelitian. Pada bab ini disajikan untuk mengurai paradigma penelitian sosial yang bukan hanya membahas masalah sosial secara


(37)

21

kritis dan mendalam, akan tetapi melakukan aksi berdasarkan masalah yang terjadi di lapangan secara partisipasi. BAB ini juga berisi tentang metode apa yang akan digunakan untuk melakukan pendampingan. Membahas tentang pendekatan yang digunakan, prosedur penelitian pendampingan, wilayah dan subyek pendampingan, teknik pengumpulan data, teknik validasi data, dan teknik analisa data.

Bab IV Kondisi Umum dan Profil Peternak Desa Dompyong. BAB ini berisi tentang deskripsi lokasi penelitian yang diambil, merupakan uraian

mengenai letak Geografis Desa Dompyong, kependudukan, keadaan

perekonomian, orientasi pendidikan masyarakat, serta pola agama dan kebudayaan di Desa Dompyong. Selain itu, juga mejelaskan mengenai kehidupan peternak Desa Dompyong serta kelompok ternak yang menjadi subyek pemberdayaan dalam tema ini. Hal ini berfungsi untuk mendukung tema yang diangkat serta melihat gambaran umum realitas yang terjadi di dalam obyek penelitian.

Bab V Problem Peternak Desa Dompyong. Peneliti menyajikan tentang realita dan fakta yang lebih mendalam, sebagai lanjutan dari latar belakang yang disajikan dalam BAB I. BAB ini terdapat uraian tentang kehidupan para peternak sapi perah terutama dalam hal kerentanan pakan sapi perah pada musim kemarau. Menjelaskan juga keterampilan peternak yang rendah dalam pengolahan limbah dan pengolahan susu sapi perah, serta tidak efektifnya kelompok ternak. Hal ini berguna sebagai analisis problem yang berpengaruh pada aksi yang akan dilakukan.


(38)

22

Bab VI Dinamika Proses Pengorganisiran. Di dalam BAB ini menjelaskan tentang proses-proses pengorganisasian masyarakat yang telah dilakukan, mulai dari proses inkulturasi hingga akhirnya mendapat kepercayaan oleh masyarakat Desa Dompyong. Selain itu, ada proses pendekatan awal hingga melakukan riset bersama masyarakat. Disamping itu, juga merumuskan problem bersama komunitas dan merumusakan rencana tindakan. Kemudian melakukan proses partisipasi stakeholder terkait lalu perencanaan aksi hingga melakukan evaluasi bersama masyarakat. Selain menjelaskan proses diskusi bersama masyarakat untuk menganalisis dari temuan masalah yang ada di lapangan, juga memaparkan kendala-kendala yang dialami peneliti saat di lapangan bersama masyarakat.

Bab VII Membangun Kemandirian Peternak Desa Dompyong. BAB ini berisi proses aksi berdasarkan perencanaan strategi program yang berkaitan dengan temuan masalah hingga muncul aksi perubahan secara partisipatif. BAB ini menjelaskan mengenai penguatan kelembagaaan kelompok bersama Kelompok Ternak Lembu Sejahtera. Selain itu, aksi dalam meningkatkan kemampuan peternak dalam mengembangkan peternakan sapi perah berupa pembuatan fermentasi pakan (silase), pembuatan pupuk organik, dan pembuatan permen susu.

Bab VIII Refleksi Pendampingan. Peneliti membuat catatan refleksi atas penelitian dan pendampingan dari awal hingga akhir. Berisi tentang perubahan yang muncul setelah proses pendampingan yang sudah dilakukan. BAB ini berisi evaluasi proses kegiatan dan keberlanjutan program. Selain itu juga menceritakan pelajaran yang dapat diambil oleh peneliti serta subyek penelitian. Terdapat juga


(39)

23

refleksi teori dan analisis metodologi dengan fakta lapangan bersama masyarakat. Kemudian terdapat refleksi dalam prespektif islam dalam pemenuhan gizi dan peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan hewan ternak sapi perah.

Bab IX Penutup. Pada BAB terakhir ini, peneliti membuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah, dari gambaran kehidupan peternak di Desa Dompyong terutama Kelompok Ternak Lembu Sejahtera. Pola strategi yang dilakukan untuk peningkatan peternakan di Desa Dompyong dan juga keberhasilan dari aksi program. Selain itu, peneliti juga membuat saran kepada beberapa pihak yang dapat digunakan sebagai acuan untuk dapat diterapkan dalam membangun keterampilan peternak dalam peningkatan peternakan sapi perah.


(40)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT

A. Konsep Pemberdayaan

Istilah “keberdayaan” dalam pustaka teori sosial disebut “power” atau

“kuasa”. Masyarakat yang berdaya berarti masyarakat memiliki power atau kuasa atas segala hak yang melekat pada dirinya sebagai manusia. Tuhan telah memberikan setiap manusia kekuasaan atas dirinya yang dibekali dengan akal dan nuraninya. Oleh karena itu, jika terdapat manusia yang tidak memiliki kuasa atas haknya sebagai manusia, maka dia telah mengalami ketidakberdayaan.1 Terbukti dengan halnya mereka tidak bisa memenuhi hak-haknya dan manusia hanya tunduk begitu saja dengan peraturan yang ada. Masyarakat juga menjadi peran penting dalam pembangunan dalam sebuah wilayah, sehingga peran dan keberadaannya sangat diperlukan.

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai pembagian kekuasaan yang adil dengan meningkatkan kesadaran politis masyarakat supaya mereka bisa memperoleh akses terhadap sumber daya. Sasaran dari pemberdayaan adalah

mengubah masyarakat yang sebelumnya adalah ‘korban’ pembangunan menjadi ‘pelaku’ pembangunan.2

Oleh karena itu, masyarakat yang mengarahkan dan menggerakkan dalam proses pembangunan dan didorong untuk meningkatkan kemandirian dalam mengembangkan kehidupan mereka. Mampu mengelola

1

Agus Afandi, dkk, Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat Islam, (Surabaya:IAIN Sunan

Ampel Press, 2013), hal. 136. 2

Sri Widayanti, “Pemberdayaan Masyarakat: Pendekatan Teoritis”, Jurnal Ilmu Kesejahteraan


(41)

25

potensi dan mencapai pada tujuan masyarakat, maka mampu membantu diri mereka dan orang lain untuk memaksimalkan kualitas hidup.

Menurut Sidu dari kutipan Jurnal Tropical Animal Husbandry mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah proses memperoleh dan memberikan

“daya kekuatan atau kemampuan” kepada warga masyarakat agar mampu

mengenali potensi yang dimiliki, menentukan kebutuhan dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya secara mandiri, tetapi hal itu tidak mudah untuk dicapai, membutuhkan kajian dan penelitian ilmiah yang membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan pemikiran serta dana yang tidak sedikit.3 Pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan memandirikan diri mereka dari keterbelengguan/kesenjangan/ketidakberdayaan dengan memanfaatkan potensi yang ada. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa pemberdayaan tidak hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatannya.

Pemberdayaan atau pembangunan daerah seyogyanya diupayakan menjadi prioritas penting dalam pembangunan di masa yang akan datang. Upaya tersebut perlu memperhatikan tiga hal penting yaitu:

1. Bentuk kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh pemerintah pusat dalam proses pembangunan dasar.

2. Aspirasi masyarakat daerah sendiri, terutama yang terefleksi pada prioritas program-program pembangunan daerah.

3

R. Mutiawardhana, dkk., “Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Peternakan di Daerah

Pertanian Lahan Kering Desa Kemejing Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul”, Jurnal


(42)

26

3. Keterkaitan antardaerah dalam tata perekonomian dan politik. 4

Bentuk kontribusi riil dari berbagai daerah memiliki kepentingan pembangunan yang berbeda-beda karena tiap daerah memiliki kekuatan tersendiri. Secara ekonomi, misalnya di daerah Desa Dompyong yang merupakan produksi susu sapi perah terbanyak di Kecamatan Bendungan sehingga memiliki ciri khas sendiri. Selain itu, desa tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi menjadi tujuan wisata sehingga menaikkan devisa daerah. Disisi lain, desa juga memiliki potensi pertanian yang melimpah berupa tanaman singkong, jagung, dan adapula kopi sehingga menjadi pusat dagang pangan.5

Edi Suharto mendefinisikan pemberdayaan sebagai sebuah proses dan tujuan. Pemberdayaan sebagai proses adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan sebagai tujuan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas

4

Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Cet. Ke-I (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1998), hal. 12. 5


(43)

27

kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.6

Indikator keberhasilan untuk mengukur pelaksanaan program

pemberdayaan masyarakat mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Berkurangnya jumlah masyarakat miskin

2. Berkembangnya usaha pendapatan masyarakat miskin dengan

memanfaatkan sumber daya yang ada

3. Meningkatnya kepedulian masyarakat dalam upaya peningkatan

kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya

4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang diwujudkan dengan

berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, kuatnya permodalan kelompok, teraturnya sistem administrasi kelompok dan meluasnya interaksi sosial dengan kelompok lain.

5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapat yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.7

Oleh karena itu meningkatnya kapasitas masyarakat dan seimbangnya pendapatan ditandai dengan meningkatnya pendapatan keluarga miskin dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sosial, dan pendidikan.

Masyarakat dikatakan tidak berdaya apabila mereka tidak memiliki kuasa atas aset yang harus mereka kuasai, mereka miliki, mereka kelola, manfaatkan

6

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Cet. Ke-IV (Bandung: PT Refika

Aditama, 2010), hal. 59-60. 7

Sumodiningrat Gunawan, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Jaringan Pengaman


(44)

28

untuk dirinya sendiri. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya pihak lain yang menguasai, mengelola, memiliki, dan memanfaatkan untuk kepentingan lain. Semakin hari kuasa mereka semakin hilang dan diambil oleh kelompok sosial lain, maka hal inilah yang dinamakan proses pelemahan atau proses ketidakberdayaan. Ditambah dengan arus modernisasi dan globalisasi yang semakin canggih sehingga membuat masyarakat semakin tidakberdaya di semua sektor kehidupan.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khusunya kelompok rentan den lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kempuan dalam;

1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (Freedom) dalam berpendapat, bebas dari kemiskinan, kebodohan, kelaparan, dan kesakitan

2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan

3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputuasn yang mempengaruhi mereka. 8

Tujuan utama dari pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya presepsi mereka sendiri) maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil). Ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat merupakan akibat

8


(45)

29

dari proses internalisasi yang dihasilkan dari interaksi mereka dengan masyarakat.9 Sehingga dapat dikatakan bahwa anggapan masyarakat mengenai ketidakberdayaan itu didasarkan dari diri mereka sendiri. Anggapan mereka mengenai dirinya sendiri sebagai seorang yang malas, lemah dan tidak berdaya. Disisi lain mereka tidak menyadari bahwa ketidakberdayaan juga akibat dari adanya ketidakadilan dalam lingkungannya dan diskriminasi dalam aspek tertentu. Menciptakan kuasa atas milik, kelola, dan manfaat aset masyarakat, maka mereka perlu sebuah pemberdayaan. Kesimpulannya pemberdayaan adalah suatu proses menciptakan masyarakat untuk mampu dan memiliki kuasa atas miliknya, kelola atas miliknya, dan memanfaatkan miliknya untuk sebesar-besarnya demi kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, pelaksanaan pemberdayaan masyarakat berarti pula pengelolaan terhadap tahapan-tahapan kerjanya secara berkelanjutan. Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari:

1. Membangun hubungan dengan komunitas masyarakat dan menciptakan pemahaman atas setting program

2. Mengidentifikasi problem yang memiliki potensi untuk dipecahkan

3. Mengidentifikasi kelompok-kelompok dan stakeholder lain yang bersedia terlibat dalam proses program

4. Merumuskan tujuan, program, dan kebutuhan

5. Mengidentifikasi beberapa alat-alat untuk mencapai tujuan 6. Persiapan dan uji coba beberapa kebutuhan material 7. Menfasilitasi pihak partner

9


(46)

30

8. Implementasi program yang sudah direncanakan 9. Monitoring dan evaluasi program yang dilaksanakan

10. Sharing rencana tindak lanjut untuk mengambil manfaat atas hasil program.10

Proses pemecahan masalah berbasiskan pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan prinsip kerja bersama masyarakat menyadari bahwa masyarakat mempunyai hak-hak yang harus dihargai. Pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dan berkolaborasi dengan lingkungan fisik. Dengan kata lain, pemberdayaan bukanlah merupakan upaya pemaksaan kehendak, atau proses yang dipaksakan, atau kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar, atau keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja, dan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan.11

Dikemukakan oleh Fahrudin dalam Jurnal Administrasi Publik, menjelaskan terdapat beberapa prinsip dan asumsi pemberdayaan, antara lain sebagai berikut.

1. Empowerment adalah proses kolaboratif, dimana klien dan pekerja sosial bekerjasama sebagai partner,

2. Proses empowerment melihat system klien sebagai pemegang peranan penting (competent) dan mampu memberikan akses kepada sumber-sumber dan peluang-peluang,

10

Ibid, hal. 137-138. 11

R. Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Cet. Ke-V (Bandung: Humaniora Utama


(47)

31

3. Klien harus menerima dari mereka sendiri sebagai causal agent,yang mampu untuk mempengaruhi perubahan,

4. Kompetensi diperolehi melalui pengalaman hidup,

5. Pemecahan masalah didasarkan pada situasi masalah yang merupakan hasil dari kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhinya,

6. Jaringan sosial informasi adalah sumber pendukung yang penting untuk menyembatani tekanan dan membangun kompetensi dan control diri,

7. Orang harus berpartisipasi dalam pemberdayaan diri mereka dan dalam mencapai tujuan, pengertian dan hasil dari pemberdayaan harus mereka artikulasi sendiri,

8. Tingkat kesadaran dan pengetahuan mengenai kegiatan untuk melakukan perubahan merupakan masalah utama dalam empowerment,

9. Empowerment merupakan upaya untuk memperoleh sumber-sumber dan kemampuan menggunakan sumber-sumber tersebut dengan cara yang efektif,

10. Proses empowerment adalah proses yang dinamis, sinergi, selalu berubah dan berevolusi, karena masalah-masalah selalu mempunyai banyak cara pemecahan,

11. Empowerment dapat dicapai melalui kesepadanan struktur-struktur pribadi dan perkembangan sosio-ekonomi.12

Konsep pemberdayaan tidak hanya mengarah secara individual (individual self-empowerment), tetapi juga secara kolektif (collective self empowerment).

12

Sean Fitria Rohmawati Laily, dkk. Pemberdayaan Petani Dalam Meningkatkan Ketahanan

Pangan (Studi di Desa Betet, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk)”, Jurnal Administrasi


(48)

32

Semua itu harus menjadi bagian dari aktualisasi diri (self-actualization) dan koaktualisasi eksistensi manusia dan kemanusiaan. Dengan kata lain, manusia dan kemanusiaanlah yang menjadi tolak ukur normatif, struktural, dan substansial. Oleh karena itu, konsep pemberdayaan pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif-efisien secara struktural, baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat.13

Sumodiningrat dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan masyarakat. Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sisi: Pertama, menciptakan suasana yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan sarana dan prasarana baik fisik maupun sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah. Ketiga, melindungi atau memihak yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.

Pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat (communty based development) sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam konsep pembangunan berkelanjutan (suistainable development) meletakkan prioritas kegiatan pembangunan pada proses penguatan kapasitas, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan kelembagaan masyarakat yang bertujuan mengembangkan pola pikir positif, daya kritis, dan kontrol sosial masyarakat.14

13

R. Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, hal., 46-48.

14

Jendro Adi Prabowo, dkk, “Efektivitas Pemberdayaan Peternak Broiler Melalui Pola Kemitraan

Inti Plasma Oleh PT. Jaguar Farm Di Kabupaten Malang”, Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (2),


(49)

33

Tujuan lain yang diharapkan dari pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola potensi ekonomi lokal bagi peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

B. Pola Pemberdayaan Peternakan

Proses pemberdayaan (empowerment) adalah suatu kondisi yang dapat menumbuhkan kemandirian petani-peternak melalui pemberian kesempatan atau daya. Artikel ilmiah Lilis Nurlina mengkutip dari Bryant dan White, menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah pemberian kesempatan untuk secara bebas memilih berbagai alternatif dan mengambil keputusan sesuai dengan tingkat kesadaran, kempuan, dan keinginan. Peternak juga diberi kesempatan untuk belajar dari keberhasilan dan kegagalan dalam memberikan respon terhadap perubahan sehingga mampu mengendalikan masa depannya.15

Ternak sapi, khususnya sapi perah merupakan salah satu sumber daya penghasil protein berupa susu yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani menyebabkan kebutuhan susu sapi juga ikut meningkat, ini merupakan prospek yang sangat bagus bagi para pengusaha peternakan sapi perah.

Usaha peternakan sapi perah adalah suatu usaha dalam bidang peternakan yang dilakukan seseorang di tempat tertentu dimana perkembangbiakan ternak dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak tersebut. Usaha peternakan sapi perah masyarakat umumnya dikelola oleh petani ternak secara tradisional dengan

15

Lilis Nurlina, Pemberdayaan Peternak Melalui Pengembangan Koperasi Agribisnis Peternakan


(50)

34

pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dari turun temurun. Oleh karena itu, kenaikan produksi peternakan masyarakat berjalan lamban. Meningkatkan hal tersebut maka diperlukan adanya perubahan teknologi baru dan diterapkan terus menerus.16

Melakukan perubahan perilaku peternak dalam penerapannya meliputi tanggapan terhadap inovasi, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai dari pembawa pembaruan. Peternak mempunyai fungsi sebagai pemlihara ternak dan pengusaha, yang dapat membuat keputusan atau memilih suatu alternatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Keputusan untuk menerima atau menolak perubahan yang dibawa oleh agen pembahau ditentukan oleh faktor sosial ekonomi.

Proses produksi, pendapatan dan konsumsi dalam rumah tangga peternak sapi potong merupakan satu unit kesatuan yang saling terkait, sehingga setiap terjadi perubahan dalam kebijakan yang mengatur aktivitas usaha ternak sapi akan berpengaruh terhadap produksi, pendapatan, konsumsi dan penggunaan tenaga kerja. Rumah tangga peternak sapi potong harus bisa hidup dari hasil produksinya sehingga harus bekerja keras untuk memperoleh tambahan produksi yang diharapkan. Kenaikan pendapatan peternak sapi kerja sebagai akibat dari peningkatan produksi ternak sapi akan memperbaiki kesejahteraan peternak di wilayah pedesaan. Pendapatan ternak sapi yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan standar kehidupan peternak di pedesaan.

16

Didik Kusumahadi, “Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Tingkat Adopsi Panca


(51)

35

Pendapatan rumah tangga peternak meningkat mengakibatkan

kecenderungan perubahan pola konsumsi pangan. Hukum Engels menjelaskan bahwa apabila pendapatan meningkat maka kontribusi pendapatan untuk konsumsi pangan akan menurun sehingga kontribusi konsumsi non pangan akan naik. Konsumsi non pangan ada dua macam yaitu konsumsi akibat kebutuhan dan konsumsi akibat dari keinginan. Apabila konsumsi akibat dari keinginan meningkat maka tabungan yang ada dirumah tangga peternak akan berkurang yang selanjutnya akan mempengaruhi investasi, produksi dan seterusnya.17

Pada era globalisasi perkembangan ekonomi di negeri ini sulit melepaskan diri dari perekmbangan ekonomi di negara-negara lain, terutama negara maju. Untuk menghindari hal tersebut yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah

strategi pembangunan yang menghasilkan “produk unggulan” yang proses perkembangannya tidak mudah didikte oleh pihak lain. Produk unggulan itu tidak harus berupa hasil industri dengan teknologi canggih atau dengan investasi tinggi, tetapi bisa berupa produk lokal dengan daya saing handal. Di samping itu, produk unggulan tersebut tidak harus berskala tinggi, tetapi bisa juga berada di daerah.18

Salah satu strategi yang dapat didayagunakan di dalam meningkatkan kualitas peternak sehingga memiliki keberdayaan adalah peningkatan peran kelompok peternak. Sampai saat ini kelompoktani masih digunakan sebagai pendekatan utama dalam kegiatan penyuluhan. Pendekatan kelompok dipandang lebih efisien dan dapat menjadi media untuk terjadinya proses belajar dan

17

Erwin Wantasen dan Budi Hartono, “Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ekonomi

Rumah Tangga Peternak Sapi PeranakanOngole (Po) Di Kabupaten Minahasa”, Seminar Nasional

Peternakan Universitas Hasanuddin, 2015, hal. 252 – 253. 18


(52)

36

berinteraksi dari para petani, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku petani ke arah yang lebih baik atau berkualitas. Dengan demikian kelompoktani memiliki kedudukan strategis di dalam mewujudkan petani yang berkualitas. Petani yang berkualitas antara lain dicirikan oleh adanya kemandirian dan ketangguhan dalam berusahatani, sehingga memiliki keberdayaan. Keberdayaan peternak ini dipersonifikasikan sebagai pelaku usaha tani ternak yang berkualitas (farmers), sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan: 1.) dimilikinya kemampuan yang memadai di dalam menguasai dan melaksanakan aspek teknis dalam beternak, 2.) dimilikinya kemampuan yang memadai di dalam pengambilan keputusan dalam rangka pencapaian keberhasilan usahanya. Peran kelompok di dalam memberdayakan anggotanya, dapat dilihat antara lain dari: (1) peran sebagai kelas belajar, (2) peran sebagai unit produksi, (3) peran sebagai wahana kerjasama dan usaha.19

Selama ini, kelompok peternak hanya dipandang sebagai suatu objek (target groups) untuk melaksanakan suatu kegiatan ataupun program dari berbagai institusi lainya. Biasanya, kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh intitusi-intitusi tersebut bersifat sentralistik atau top down dan seragam. Kegiatan yang sentralistik tersebut menyebabkan kreativitas lokal tidak dapat muncul karena telah dirancannya kegiatan tersebut sedemikian rupa. Di samping itu, belum tentu program atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan kelompok pada khususnya dan peningkatan kesejahtraan peternak pada umumnya.

19 Mauludin, dkk, “

Peran Kelompok dalam Mengembangkan Keberdayaan Peternak Sapi Potong

(Kasus Di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya)”, Jurnal Ilmu Ternak, Vol. 12, No. 1, Juni 2012, hal. 2.


(53)

37

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sumberdaya lokal berupa potensi peternak dan pakan yang berlimpah, dan sekaligus untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja pertanian yang ada, untuk membuat lapangan pekerjaan agribisnis. Oleh karena itu, pemberdayaan peternak lebih ditekankan untuk meningkatkan mutu dan peran Sumberdaya Manusia (SDM) peternak dalam upaya meningkatkan kesejahtraan. Begitu pentingnya peran SDM sebagai salah satu komponen pemberdayaan peternakan, maka kebijakan pemberdayaan peternakan harus dapat mengatisipasi berbagai permasalahan yang muncul terkait hal tersebut.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan Pendampingan Intensif meliputi keterampilan beternak, kewirausahaan, mental-spiritual, dan kelembagaan. Untuk menilai efektivitas dari program pemberdayaan peternak memiliki indikator sebagai berikut:

1. Peningkatan pendapatan peternak 2. Peningkatan kepemilikan aset produktif

3. Terbangunnya kemandirian dalam diri peternak 4. Etos kerja dan spiritual

5. Kemandirian Kelembagaan.20

Gunardi mengemukakan bahwa usaha untuk mencapai tujuan

pengembangan ternak sapi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu: (1) pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran ternak, menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak, (2) pendekatan

20Sholihat dan Efri Syamsul Bahri, “Analisis Pola Pemberdayaan Peternak Miskin Di Kampoeng

Ternak Nusantara Dompet Dhuafa”, Islamic Banking and Finance Journal, Vol 1, No 1, Agustus


(54)

38

terpadu yang merupakan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbagan sosial budaya yang tercakup dalam sapta usaha peternakan serta pembentukan kelompok peternak yang bekerjasama dengan instansi-instansi terkait, dan (3) pendekatan agribisnis dengan tujuan mempercepat pengembangan peternakan melalui integarsi dari keempat aspek (lahan, pakan, plasma nutfah dan sumberdaya manusia), proses produksi, pengolahan hasil dan pemasaran.21

Apabila melihat dari sisi pemberdayaan masyarakat keadaan ini memiliki dua arti. Pertama didalam proses pemberdayaan selalu ada pihak yang lemah dan pihak yang kuat datang untuk memberi daya/kekuatan pada pihak yang lemah. Pada konsep ini dapat dikatakan efektif karena ada perusahaan swasta (inti) yang berkenan menolong/memberdayakan peternak kecil dengan memberi bantuan sarana dan prasarana. Namun demikian pada sisi lain, poin kedua adalah peternak kecil tidak memiliki posisi tawar/posisi hukum yang seimbang didalam menghadapi perjanjian. Apabila peternak terus lemah di bandingkan inti, maka prinsip-prinsip pemberdayaan tidak berkembang. Artinya masyarakat akan tetap terus tergantung pada inti, tidak sedikit apabila inti bangkrut maka usahanya peternak lokal juga ikut tutup.

Selain perbaikan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan dalam negosiasi perjanjian, maka peran pemerintah daerah menjadi sangat berarti karena rata-rata para peternak yang ada tidak mempunyai pengetahuan hukum yang cukup untuk menuntut hak-hak mereka yang dilanggar oleh perusahaan inti.

21

Darmiati dan Sitti Nurani Sirajuddi, Teknik Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong,

repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2523/Teknik-Pengembangan-Usaha-Peternakan-Sapi-Potong.docx, diakses pada tanggal 15 Mei 2017, pukul 05.38.


(55)

39

Pemerintah daerah sudah semestinya mempunyai perangkat hukum dan aturan yang jelas tentang kemitraan dan siap menegahi apabila ada permasalahan di kemudian hari.22

Secara lebih rinci Soedarmanto dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan menekankan bahwa hakikat pemberdayaan adalah bagaimana membuat masyarakat mampu membangun dirinya dan memperbaiki kehidupannya sendiri. Istilah mampu disini mengandung makna: berdaya, paham, termotivasi, memiliki kesempatan, melihat dan meman-faatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, mengetahui berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil risiko, mampu mencari dan menangkap informasi, serta mampu bertindak sesuai inisiatif. Tujuan utama pemberdayaan peternak adalah kemandirian, dimana peternak mampu mengambil keputusan dengan pilihan terbaiknya sehingga mampu meraih peluang. Kemandirian adalah wirasawasta, yang berarti sifat-sifat keberanian, keutamaan dan keteladanan dalam mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri.23

C. Teori Kerentanan

Kerentanan adalah tingkat dimana sebuah masyarakat, struktur, layanan, atau daerah geografis yang berpotensi atau mungkin rusak atau terganggu oleh dampak bahaya tertentu karena sifat-sifatnya, konstruksinya, dan dekat dengan daerah rawan atau rentan. Berdasarkan kerentanan wilayah terhadap perubahan iklim dan khususnya masyarakat yang bergantung pada sumber daya hutan serta

22

Prasfapet.wordpress.com/2015/05/02/sudut-pandang-objektif-pada-pemberdayaan-peternak-melalui-kemitraan-inti-plasma/amp/, diakses pada tanggal 12 Juni 2017, pukul 12.03.

23


(56)

40

pengelolaan hutan secara berkelanjutan dalam memperkuat kemitraan untuk mendukung adaptasi perubahan iklim bagi masyarakat. Hal ini utamanya menitikberatkan pada penyebab kerentanan yang terkait dengan demografi, sosial, ekonomi, dan proses pembangunan serta kondisi sosial ekonomi di tingkat rumah tangga yang bisa menularkan kerentanan pada akibat yang lebih luas dari perubahan iklim.24

Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman yang sangat serius terhadap sektor pertanian dan potensial mendatangkan masalah baru bagi keberlanjutan produksi pangan dan sistem produksi pertanian pada umumnya. Perubahan iklim adalah kondisi beberapa unsur iklim yang magnitude dan/atau intensitasnya cenderung berubah atau menyimpang dari dinamika dan kondisi rata-rata, menuju ke arah tertentu (meningkat atau menurun). Pengaruh perubahan iklim terhadap sektor pertanian bersifat multidimensional, mulai dan sumberdaya, infrastruktur pertanian, dan sistem produksi pertanian, hingga aspek ketahanan dan kemandirian pangan serta kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya.

Pengaruh tersebut dibedakan atas dua indikator, yaitu kerentanan dan dampak. Secara harfiah, kerentanan (vulnerable) terhadap perubahan iklim adalah kondisi yang mengurangi kemampuan (manusia, tanaman, dan ternak) berdapatasi atau menjalankan fungsi fisiologis/biologis, perkembangan/fenologi, pertumbuhan dan produksi serta reproduksi secara optimal (wajar) akibat cekaman perubahan iklim. Dampak perubahan iklim adalah gangguan atau kondisi kerugian dan

24

Peter Mackay dan Edy Marbyanto, Perbandingan Kerentanan Sosial Ekonomi Desa pada


(57)

41

keuntungan, baik secara fisik maupun sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh cekaman perubahan iklim.25

Kerentanan terhadap perubahan iklim merupakan variabel yang fenomenal baik secara sosial maupun keruangan dimana perubahan bisa terjadi pada jangka waktu yang panjang. Hal ini dikonseptualkan dalam berbagai cara yang berbeda dalam literatur perubahan iklim dan ditentukan oleh berbagai faktor yang beragam. Beberapa kerangka penelitian telah diusulkan dalam literatur yang memuat konsep tersebut untuk menguraikan kerentanan masyarakat dan tempat. Dalam membangun model konseptual kerentanan sosial ekonomi yang menitikberatkan pada lima dimensi yaitu: demografi populasi, aspek sosial budaya (etnis, bahasa dan gender), kemiskinan (pendapatan, ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, dan lainnya), sistem penghidupan, akses dan keterisolasian geografis.26

Perubahan iklim akan meningkatkan kerentanan dan menghalangi atau menggagalkan proses pembangunan di berbagai dimensi penting. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat termiskin yang tinggal di wilayah pedesaan tertinggal dan sangat bergantung pada sumber daya alam sebagai penghidupan mereka sesungguhnya sangatlah rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dalam konteks ini, kerentanan pada perubahan iklim dapat dikonseptualkan sebagai

‘derajat dimana seseorang, rumah tangga, kelompok sosial, usaha, organisasi, lokalitas atau sebuah sektor tidak mampu mengatasi, bertahan atau pulih dari

25

Pedoman Untuk Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian,

litbang.pertanian.go.id/buku/Pedum-Adaptasi-Perubahan-Iklim/II.-dapak-perubahan.pdf, diakses

pada tanggal 25 Juli 2017, pukul 14.50. 26


(58)

42

pengaruh guncangan atau tekanan yang besar, termasuk kerentanan iklim dan keekstriman iklim yang meningkat akibat perubahan iklim’.27

Pengaruh perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan fenomena global merupakan akibat dari bencana hidrometeorologi yang diprediksikan akan terus meningkat intensitasnya. Menurut Syamsul Maarif, faktor perilaku manusia masih tetap dominan dibanding faktor lain sebagai penyebab terjadinya bencana hidrometorologi. Sebagian besar bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi berupa banjir, longsor, puting beliung, kekeringan, gelombang pasang, dan lain-lain. Dampak dari bencana yang terjadi adalah gagal panen, kebakaran lahan dan hutan serta menurunnya kesehatan dan taraf hidup masyarakat.28

Pengaruh perubahan pola hujan dan iklim ekstrim terhadap ternak belum banyak dipelajari. Pengaruh langsung dampak perubahan iklim terhadap ternak adalah pertumbuhan yang tidak optimal dan stres akibat kekeringan. Pengaruh tidak langsung dampak perubahan iklim terhadap ternak lebih serius karena berkurangnya ketersediaan pakan alami. Pada umumnya, penyediaan pakan ternak dipengaruhi oleh curah hujan, terutama di daerah beriklim kering. Pada musim kemarau atau pada iklim ekstrim kering, ketersediaan pakan turun drastis, baik kuantitas maupun kualitas.29

27

Ibid., hal. 31. 28

Sutopo Purwo Nugroho, Pemulihan Kehidupan Masyarakat Korban Longsor di Banjarnegara,

(Jakarta: Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, 2015), hal. 60-63. 29

Pedoman Untuk Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian,

litbang.pertanian.go.id/buku/Pedum-Adaptasi-Perubahan-Iklim/II.-dapak-perubahan.pdf, diakses


(59)

43

Strategi untuk meraih keberhasilan pada usaha ternak sapi memerlukan adanya asupan teknologi, pemberdayaan pada sisi pengelolaan (management), dan aspek pemuliabiakan (breed) ternak. Namun, faktor yang paling mengemuka di dalam kegiatan ternak sapi yang realistis adalah memberikan asupan pakan (feed) yang konsisten baik secara kuantitas maupun kualitas. Penguatan asupan pakan sering luput dari perhatian peternak kecil (petani) di pedesaan yang kepemilikan sapinya berkisar antara dua sampai lima ekor saja. Kegiatan beternak sapi sangat membantu usahatani mereka yang produktivitas lahannya rendah, selain kepemilikan lahannya pun relatif kecil. Keberadaan ternak sapi yang dimiliki petani di Indonesia secara keseluruhan jumlahnya relatif besar, oleh karena itu apabila diberdayakan dengan benar maka akan menjadi kekuatan nasional dan berkontribusi langsung terhadap pemberdayaan peternak.30

Sumber pakan hijauan dapat diperoleh dari area hutan dan kebun. Sumber pakan limbah pertanian bisa langsung dikonsumsi ternak, dan tindak pengembangannya dapat dilakukan melalui proses ensilase. Pada teknologi ensilase dikenal proses secara biologi (silase) dan kimia (amonifikasi). Proses teknologi silase umumnya menggunakan mikrobia fungsional secara anaerob. Pakan fermentasi bisa memaksimalkan serapan pakan sehingga kenaikan bobot badan ternak menjadi lebih cepat. Penyusunan ransum dengan menggunakan hijauan sebagai bahan utama, kemudian dilengkapi dengan suplemen, dan

30 Maman Rahmansyah, dkk. “Kesiagaan Pakan Ternak Sapi Skala Kecil Sebagai Strategi

Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Melalui Pemanfaatan Biodiversitas Flora Lokal”, Buletin Peternakan, Vol. 37(2), Juni 2013, hal. 96.


(60)

44

penambahan aditif seperti probiotik maupun pemacu sintesis enzim seperti pro-vitamin, akan menjamin kecukupan nutrisi bagi ternak.31

Pada musim penghujan ketersediaan hijauan sering melimpah, sedangkan pada musim kemarau menjadi kurang. Pada kondisi iklim yang normal, ritme ketersediaan pakan cenderung berimbang antara kebutuhan dan ketersediaannya di alam. Namun telah terjadi kecenderungan kebutuhan ternak yang jumlahnya terus meningkat, sedangkan pada sisi lain terjadi pergeseran pola iklim atau anomali cuaca yang mempengaruhi pola kehidupan flora. Dalam menghadapi perubahan tadi diperlukan strategi untuk meningkatkan daya adaptasi pada setiap komponen kehidupan di lingkungannya masing-masing. Tidak tersedianya bahan pakan dalam jumlah yang memadai karena keterbatasan lahan harus dipecahkan bersama untuk mendapatkan solusi.32

D. Konsep Pemberdayaan Peternak dalam Perspektif Islam

Berdasarkan konsep pemberdayaan peternak yang ada dalam Islam, bahwa menjaga dan memelihara hewan ternak merupakan kewajiban setiap umat muslim. Begitu pentingnya peternakan dimata islam karena sebagian besar para nabi adalah peternak. Sehingga tidak ada alasan bagi manusia tidak mencintai dunia peternakan sebab di dalam al-Qur’an terdapat surat yang diberi nama dengan nama hewan/ternak.

Contoh nama surat tersebut adalah Al-Baqarah (sapi betina) Al-An’am (binatang ternak), An-Nahl (lebah), An-Naml (semut), Al-Fill (Gajah), dan beberapa ayat al-Qur’an yang menyebutkan nama-nama hewan ternak. Melihat

31 Ibid. 32


(1)

165

B. Rekomendasi

Pendampingan yang dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan di Desa Dompyong merupakan pemberdayaan peternak dalam meningkatkan kemampuan. Berdasarkan temuan dan pengalaman peneliti dalam proses pemberdayaan atau pendampingan ini, terdapat beberapa hal saran yang bisa menjadi acuan dalam kegiatan pendampingan selanjutnya. Hasil pendampingan tentang pemberdayaan kelompok ternak terhadap pelaksanaan aksi menjadikan masyarakat sadar akan kemampuan yang ada pada dirinya. Melihat realitas yang ada di masyarakat, pemerintah desa seharusnya memberikan keterlibatan seutuhnya terhadap perkembangan peternak yang ada di Desa Dompyong. Hal tersebut menjadi tujuan untuk kesejahteraan penduduknya yakni masyarakat peternak.

Program desa mengenai pemberdayaan peternak sebaiknya ditingkatkan dengan baik mengingat minimnya pendapatan masyarakat yang didapat. Hal itu tidak sebanding dengan biaya merawat sapi perah yang membutuhkan waktu panjang dan sulit. Jika pemerintah menghadirkan sapi perah sebagai penghasilan utama masyarakat Desa Dompyong, lalu pemerintah seharusnya memberikan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan kesejahteraan peternak sapi perah. Peningkatan skill peternak juga perlu dilakukan terutama seluruh masyarakat peternak tanpa memandang sebelah mata sehingga masyarakat mampu dan mandiri tanpa bergantung kepada pihak luar.

Penelitian yang bersifat partisipatif ini melibatkan masyarakat secara penuh sehingga temuan masalah hingga solusi dirumuskan bersama-sama. Kepada subyek penelitian yakni Kelompok Ternak Lembu Sejahtera diharapkan lebih


(2)

166

meningkatkan keterampilan dan menginovasi pengolahan susu sapi. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan juga mengembangkan pengetahuan lagi mengenai beternak serta meningkatkan kemampuan peternak dalam hal selain fermentasi pakan, pembuatan pupuk organik, dan pembuatan permen. Diharapkan juga kepada peneliti selanjutnya, dalam pengolahan susu sapi lebih diinovasi untuk pengolahan lain. Sehingga muncul berbagai jenis produk lokal dari Desa Dompyong yang juga merupakan Desa Wisata.


(3)

167

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Agustina. “Identifikasi Kelas Kemampuan Kelompok Tani Ternak di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba”, dalam Jurnal Ilmu Ternak, Vol. 8, No. 1, Juni 2008.

Afandi, Agus. dkk. 2013. Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.

Afandi, Agus. dkk. 2016. Modul Participatory Action Research (PAR). Surabaya: LPPM UIN Sunan Ampel Surabaya.

Al-Maraghiy, Ahmad Mushthafa. 1989. Tafsir al-Maraghiy. Semarang: CV Toha Putra.

Bahreisy, Salim dan Sahid Bahreisy. 1988. Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu

Katsier Jilid IV. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Bekti, Eriawan. 2010. Pemberian Pakan Pada Sapi Perah: Pelatihan Peningkatan

Produktivitas Sapi Perah di Balai Pelatihan Peternakan-Cikole.

Lembang: BPTP Jawa Barat.

Cavestro, Luigi. 2003. P.R.A (Participatory Rural Appraisal): Concepts,

Methodologies, and Thecniques, Universita’ Degli Studi Di Padova.

Darmiati dan Sitti Nurani Sirajuddi. Teknik Pengembangan Usaha Peternakan

Sapi Potong.

repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2523/Teknik-Pengembangan-Usaha-Peternakan-Sapi-Potong.docx, diakses pada tanggal 15 Mei 2017, pukul 05.38.

Data Monografi Desa Dompyong Bulan Januari tahun 2016.

Departemen Agama RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Sari Agung.

Elizabeth, Roosganda dan Wahyuning K. Sejati. “Strategi Partisipasi dan Pemberdayaan Petani Peternak Sebagai Potensi dan Peluang Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga di Pedesaan”, Pusat Analisis Sosial Ekonomi


(4)

168

Gunawan, Sumodiningrat. 1999. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan

Jaringan Pengaman Sosial. Jakarta: PT Pustaka Utama.

Hasil Wawancara dengan Gunawan (51 tahun) Sebagai Anggota Kelompok Ternak Lembu Sejahtera dan Ketua RT 35 Dusun Garon pada Tanggal 19 November 2016.

Hasil Wawancara dengan Puryanto (40 tahun) di Rumah Puryanto RT 10 Dusun Bendungan pada Tanggal 5 Januari 2016.

Hasil Wawancara dengan Sarju (54 tahun) Sebagai Kepala Dusun Tumpakaren pada Tanggal 4 November 2016.

Hasil Wawancara dengan Suroto (34 tahun) Sebagai Ketua Kelompok Ternak Lembu Sejahtera pada Tanggal 5 November 2016.

Hikmat, R. Harry. 2010. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Cet. Ke-V. Bandung: Humaniora Utama Press.

Huraerah, Abu. 2011. Pengorganisiran dan Pengembangan Masyarakat; Model

dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora.

Kusumahadi, Didik. “Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Tingkat Adopsi Panca Usaha Peternakan Sapi Perah”, Juranl Buana Sains, Vol. 8, No. 1, 2008.

Laily, Sean Fitria Rohmawati. dkk. Pemberdayaan Petani Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan (Studi di Desa Betet, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1. Mackay, Peter dan Edy Marbyanto. 2013. Perbandingan Kerentanan Sosial

Ekonomi Desa pada Ekosistem Hutan di Kalimantan Indonesia. Jakarta:

FORCLIME.

Mauludin. dkk. “Peran Kelompok dalam Mengembangkan Keberdayaan Peternak Sapi Potong (Kasus Di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya)”,


(5)

169

Mikkelsen, Britha. 2011. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya

Pemberdayaan Lapangan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mutiawardhana, R. dkk., “Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Peternakan di Daerah Pertanian Lahan Kering Desa Kemejing Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul”, Jurnal Tropical Animal Husbandry, Vol. 2 (1), Januari 2013.

Nurlina, Lilis. Pemberdayaan Peternak Melalui Pengembangan Koperasi

Agribisnis Peternakan Sapi Perah. Artikel Ilmiah Fakultas Peternakan.

2005.

Pain, Rachel Geoff Whitman and David Milledge. 2010. Participatory Action Research Toolkit: An Introducting to Using PAR as an Approach to

Learning, Research and Action. Durhan University.

Pedoman Untuk Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian,

litbang.pertanian.go.id/buku/Pedum-Adaptasi-Perubahan-Iklim/II.-dapak-perubahan.pdf, diakses pada tanggal 25 Juli 2017, pukul 14.50. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang

Pemberdayaan Peternak.

Prabowo, Jendro Adi. dkk. “Efektivitas Pemberdayaan Peternak Broiler Melalui Pola Kemitraan Inti Plasma Oleh PT. Jaguar Farm Di Kabupaten Malang”, Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (2).

Prasfapet.wordpress.com/2015/05/02/sudut-pandang-objektif-pada-pemberdayaan-peternak-melalui-kemitraan-inti-plasma/amp/, diakses pada tanggal 12 Juni 2017, pukul 12.03.

Purwo, Sutopo Nugroho. 2015. Pemulihan Kehidupan Masyarakat Korban

Longsor di Banjarnegara. Jakarta: Pusat Data, Informasi dan Humas

BNPB.

Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan. 1995. Kemiskinan dan Kesenjangan di


(6)

170

Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an

Jilid 9. Jakarta: Gema Insani Press.

Rahmansyah, Maman. dkk. “Kesiagaan Pakan Ternak Sapi Skala Kecil Sebagai Strategi Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Melalui Pemanfaatan Biodiversitas Flora Lokal”. Buletin Peternakan, Vol. 37(2). Juni 2013. Sholihat dan Efri Syamsul Bahri. “Analisis Pola Pemberdayaan Peternak Miskin

Di Kampoeng Ternak Nusantara Dompet Dhuafa”, Islamic Banking and

Finance Journal, Vol 1, No 1, Agustus 2016.

Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Cet. Ke-IV. Bandung: PT Refika Aditama.

Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Tafsir Ibnu Katsir,

ibnukatsironline.com/2015/07/tafsir-surat-al-qashash-ayat-76-77.html, diakses pada tanggal 25 Juli 2017, pukul 14.29.

Tafsir Ibnu Katsir, ibnukatsironline.com/2015/06/tafsir-surat-nahl-ayat-66-67_17.html?m=1, diakses pada tanggal 24 Juni 2017, pukul 20.12.

Usman, Sunyoto. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Cet. Ke-I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wantasen, Erwin dan Budi Hartono. “Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ekonomi Rumah Tangga Peternak Sapi Peranakan Ongole (Po) Di Kabupaten Minahasa”, Seminar Nasional Peternakan Universitas

Hasanuddin, 2015.

Widayanti, Sri. “Pemberdayaan Masyarakat: Pendekatan Teoritis”, Jurnal Ilmu