Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut Rangrang (Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di Ciapus Bogor

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN SEMUT RANGRANG
(Oechophylla smaragdina) KROTO BOND
DI CIAPUS BOGOR

GESTA JATI ANGGARA

ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Usaha Peternakan Semut Rangrang (Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di
Ciapus Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Gesta Jati Anggara
NIM D14100039

ABSTRAK
GESTA JATI ANGGARA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut
Rangrang (Oecophylla smaragdina) di Kroto Bond Farm daerah Ciapus Bogor.
Dibimbing oleh ASNATH M FUAH dan HOTNIDA C H SIREGAR
Budidaya semut rangrang merupakan suatu usaha peternakan yang
menghasilkan kroto (telur semut rangrang). Kroto digunakan sebagai pakan ikan
dan pakan burung. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha
budidaya semut rangrang (O. smaragdina) Peternakan Kroto Bond di
Kecamatan Ciapus Bogor. Peubah yang diamati adalah rentabilitas usaha,
analisis BEP, B/C ratio. Penelitian mengacu pada metode studi kasus kelayakan
usaha. Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
deskriptif. Berdasarkan perhitungan rentabilitas usaha, peternakan Kroto Bond
mendapatkan keuntungan yang besar yaitu 535.11% per periode. Hasil
perhitungan Break Event Point (BEP) 468.11 unit sebesar Rp16 272 394 yang

dicapai dalam jangka waktu 4 bulan. Nilai B/C ratio peternakan Kroto Bond
sebesar 6.3, sehingga dapat dikatakan secara umum bahwa peternakan Kroto
Bond layak untuk dijalankan dan dikembangkan.
Kata kunci : analisis kelayakan usaha, peternakan kroto bond, semut rangrang
ABSTRACT
GESTA JATI ANGGARA. The Feasibility Analysis of Weaver Ant Cultivation
(Oecophylla smaragdina) in The Kroto Bond Farm at Ciapus Bogor. Supervised
by ASNATH M FUAH and HOTNIDA C H SIREGAR
Weaver ants cultivation produce eggs for fish and bird feed. The purpose
of this research was to analyze the feasibility of the Kroto Bond Farm weaver
ants cultivation using case study method. Variables measured were business
profitability, Break Event Point (BEP), B/C ratio. The collected data were
presented in tabular form and analyzed descriptively. Kroto Bond Farm business
profit was 535.11%, with Break Event Point (BEP) 468.11 units (plastic jars) or
IDR Rp16 272 394 wich was reached in 4 moths. B/C ratio of Kroto Bond Farm
was 6.3. It could be councluded that the Kroto Bond Farm was feasible, it could
be run more efficiently for better productivity.
Key word : business profitability, kroto bond farm, O. smaragdina

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN SEMUT RANGRANG

(Oechophylla smaragdina) KROTO BOND
DI CIAPUS BOGOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut Rangrang
(Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di Ciapus Bogor
Nama
: Gesta Jati Anggara
NIM

: D14100039

Disetujui oleh

Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS
Pembimbing I

Ir Hotnida C H Siregar, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini adalah
semut rangrang, dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut
Rangrang (Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di Ciapus Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS
dan Ir Hotnida C H Siregar, MSi yang telah memberikan bimbingan serta saran
yang sangat membangun. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada
Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan
banyak masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada pemilik Kroto Bond Bapak Ade Yusdira
yang telah mengijinkan penulis untuk meneliti di Peternakan Koto Bond. Tidak
lupa kepada teman-teman saya Isnaini Puji A, Ridwan Herdyan, Fendi Bayu
Israwan, Rifsi B, Shendi Saputra, M Rizal Pahlevi, Yusril, Fazri Saisar, Arifin
Darsono, Reza Akbar, Handi Fauzi H, Aditya Maulana, Firdaus Herdyan, Gayuh
S, Ramon, Erwin R, Oki H, Cahya M D, Hengki S, Ahmad L dan teman-teman
IPTP 47 lainnya yang sudah membantu dalam menyelesaikan skripsi saya.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada ayahanda
Drs Aang Jajang, ibunda Eti Heryati, adikku Fadia Jati Matrika dan Farkhan
Syabani Jati, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2014
Gesta Jati Anggara

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan penelitian
Ruang lingkup penelitian
METODE
Waktu dan tempat penelitian
Bahan dan alat
Prosedur analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Asal mula peternakan semut rangrang Kroto Bond
Keadaan umum lokasi penelitian
Manajemen produksi dan pemasaran, sumber daya manusia,
administrasi dan keuangan peternakan Kroto Bond

Analisis kelayakan usaha
Rentabilitas usaha
Break Event Point (BEP)
B/C Rasio (Benefit Cost Ratio)
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
2
2

4
4
4
5
6
9
9
10
12
11
13
14

DAFTAR TABEL
1 Biaya tujuh periode produksi di peternakan Kroto Bond
2 Penerimaan tujuh periode produksi di peternakan Kroto Bond
3 Analisis kelayakan usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond

7
8

9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Produk peternakan kroto bond dalam bentuk stoples
Rak budidaya semut rangrang di dalam naungan
Pembuatan sirkulasi udara untuk ternak pada stoples
Pemanenan kroto
Rak panen kroto

13
13
13
13
13


1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan subsektor peternakan merupakan peluang usaha yang perlu
dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat salah satunya adalah peternakan
semut rangrang (O. smaragdina) atau peternakan kroto. Kroto merupakan larva
dan telur semut rangrang yang dapat dimanfaatkan untuk pakan hewan lain,
misalnya burung dan ikan. Para penggemar burung biasanya memanfaatkan
kroto sebagai pakan karena kroto dapat diyakini meningkatkan kualitas suara
dan warna terhadap burung. Penggemar mancing menggunakan kroto sebagai
umpan karena sangat disukai ikan. Hasil uji dari analisis kroto sebesar 1 ons
mengandung 493 kkal energi kasar; 22% kadar air; protein 24.1 g; lemak 42.2
g; karbohidrat 4.3 g; fiber 4.6 g; abu 2.8 g; kalsium 40 mg; fosfor 230 mg; besi
10.4 mg; vitamin A 710 IU; B1 0.22 mg; B2 1.13 mg; dan niacin 5.7 mg (Depkes
Thailand 2008). Kroto hasil budidaya berkualitas lebih baik dari pada kroto hasil
perburuan alam karena lebih kering sehingga daya simpannya lebih lama.
Pasar kroto selama ini bergantung kepada hasil perbururan alam, namun
ketersediaan kroto di alam tidak kontinyu terutama saat musim hujan. Saat

musim hujan, mortilitas semut rangrang tinggi karena tidak ada ketersediaan
makanan di sekitar sarang, aktivitas mencari makan rendah, dan kelembaban
tinggi (Wojtusiak dan Godznska 1993).
Usaha budidaya semut rangrang (O. smaragdina) memiliki prospek
karena usaha ini mempunyai permintaan pasar yang semakin meningkat.
Keberlangsungan (sustainability) usaha peternakan dapat dipertahankan
berdasarkan keseimbangan suplai dan permintaan. Permintaan pasar sampai
tahun 2014 sudah mencapai 50 kg kroto per hari (Yusdira 2014), namun yang
dapat terpenuhi hanya setengahnya. Peternakan semut rangrang masih sedikit,
sehingga peternakan semut rangrang yang ada perlu dikembangkan untuk
memenuhi permintaan pasar.
Peternakan Kroto Bond merupakan salah satu usaha yang menggeluti
budidaya semut rangrang (O. smaragdina) dan didirikan pada akhir tahun 2012.
Peternakan Kroto Bond berada di Kelurahan Gunung Batu Kecamatan Ciapus,
Bogor, Jawa Barat. Skala usaha di awal pemeliharaannya 600 stoples plastik
dan sampai saat ini telah berkembang sampai 2 100 stoples plastik, namun usaha
ini belum dianalisis kelayakan usahanya. Kelayakan suatu usaha dapat dianalisis
dengan menghitung rentabilitas usaha, BEP (Break Event Point), dan B/C
rationya (Ramang 2012). Hasil analisis kelayakan usaha akan dapat membantu
suatu usaha dalam menetapkan skala produksi yang optimal.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha budidaya
semut rangrang (O. smaragdina) di Peternakan Kroto Bond Ciapus Bogor.

2

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji keuangan yaitu penerimaan, pengeluaran,
investasi, rentabilitas, BEP (Break Event Point), dan B/C ratio. Selain keuangan
dilakukan juga pengamatan terhadap manajemen pemeliharaan pada fase pra
produksi, proses produksi, panen, pasca panen, dan aspek pasar.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di peternakan Kroto Bond yang berada di Jalan
R.D. Kosasih, RT 04/RW 01, Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan Ciapus,
Bogor, Jawa Barat. Penelitian berlangsung selama 1 bulan di mulai tanggal 26
Mei 2014 sampai dengan 26 Juni 2014.
Bahan dan Alat
Alat-alat bantu lainnya mencakup alat tulis (buku, pensil, penggaris),
buku-buku panduan, dan kamera digital. Bahan yang digunakan antara lain
adalah kuesioner yang dibuat sebelum penelitian dari hasil studi pustaka dan
kunjungan awal ke peternakan.
Prosedur Analisis Data
Prosedur yang dilakukan mengacu pada metode studi kasus kelayakan
usaha. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Awal
penelitian dilakukan pengamatan di peternakan Kroto Bond sebagai bahan untuk
pembuatan kuesioner. Wawancara dengan pemilik dan staf peternakan Kroto
Bond dilakukan menggunakan kuesioner yang dibuat. Setelah wawancara,
pengamatan di peternakan Kroto Bond dilakukan kembali untuk
membandingkannya dengan hasil wawancara. Hasil wawancara dan pengamatan
di peternakan merupakan data primer yang mencangkup manajemen tata laksana
pemeliharaan semut rangrang yaitu pra produksi, proses produksi, panen, pasca
panen, pemasaran, biaya produksi, biaya produksi, dan hasil penjualan (kroto
dan bibit dalam stoples yang berdiameter 13 cm dengan tinggi 25 cm) peternakan
Kroto Bond. Data sekunder mengenai karakteristik lokasi dan usaha diperoleh
dari dinas setempat dan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan diawal penelitian
dan data sekunder lainnya diambil selama penelitian.
Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan dianalisis
secara deskriptif. Metode anilisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi mengenai
data primer dan data sekunder dengan perhitungan kelayakan usaha peternakan
Kroto Bond. Peubah yang diamati mencangkup rentabilitas usaha, titik impas
atau Break Event Point (BEP), dan nilai B/C rasio.

3

Peubah yang Diamati
Rentabilitas Usaha
Rentabilitas usaha merupakan kemampuan suatu usaha untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu. Menurut Riyanto (2001) rentabilitas
yaitu laba usaha yang dibandingkan dengan modal usaha sendiri ataupun asing
dan dinyatakan dalam persentase. Menurut Riyanto (2001) rentabilitas dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
% =

Keterangan:
R
L
MU

L


%

= Rentabilitas (%)
= Laba (Rp per tahun)
= Modal Usaha (Rp)

Analisis Titik Impas (Break Even Point)/BEP
Analisis titik impas dapat diartikan sebagai suatu titik dimana perusahaan
di dalam proses operasinya tidak memperoleh keuntungan maupun kerugian.
Dapat pula dikatakan berada dalam posisi titik impas balik modal.
Titik impas tersebut dapat diketahui apabila total pendapatan atau total
revenue/TR sama dengan total biaya atau total cost/TC (TR=TC). Riyanto
(2001) mengemukakan penentukan BEP unit (stoples) dan BEP penerimaan :

Keterangan :

Keterangan :



BEP (Q)
FC
P
VC



FC
VC
Pt



=

FC


= Jumlah unit yang dijual (kg)
= Biaya tetap
= Harga jual per unit
= Biaya variabel per unit



=

= Biaya tetap
= Biaya variabel per unit
= Penerimaan total

FC



B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)
Analisis dengan metode BCR digunakan untuk mengetahui jumlah
keuntungan yang diperoleh dari tiap penambahan 1 rupiah pengeluaran bersih.
Riyanto (2001) menyatakan perhitungan B/C ratio :
/

� =

Total hasil produksi



Apabila nilai B/C ratio lebih besar dari 1, maka usaha peternakan Kroto
Bond layak dijalankan; jika sama dengan 1, maka usaha berada pada posisi

4

impas (tidak rugi/tidak untung); jika kurang dari 1, maka usaha tidak layak
dijalankan (Kadariah et al. 1999)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Asal Mula Peternakan Semut Rangrang Kroto Bond
Pada awalnya, pemeliharaan semut rangrang dilakukan sebagai hobi
memancing. Kroto merupakan bahan umpan yang paling digemari, namun
ketersediaannya sangat terbatas karena bergantung pada hasil penangkapan
alam. Kesenjangan antara permintaan dan suplai kroto menginspirasi pemilik
usaha untuk memulai budidaya semut rangrang sebagai penghasil kroto pada
tahun 2010. Selama 2 tahun pertama pemilik peternakan Kroto Bond menimba
pengetahuan mengenai semut rangang melalui pustaka dan mengikuti pelatihanpelatihan yang berhubungan dengan semut rangrang di daerah Jawa.
Pemilik usaha mulai membudidayakan semut rangrang pada tahun 2012
dengan modal usaha kroto sejumlah 600 stoples agar diperoleh produksi 1 kg
kroto yang dapat dipanen setiap hari. Berdasarkan pengalaman peternak semut
rangrang, 20 stoples bibit dapat menghasilkan sekitar 1 kg kroto dalam jangka
waktu 1 bulan. Kebutuhan bibit untuk produksi 1 kg kroto per hari diperoleh dari
20 stoples x 30 hari yaitu 600 stoples.
Penjualan pertama dilakukan pada akhir tahun 2013 kepada penggemar
memancing dan pedagang pakan burung dengan harga Rp50 000 stoples-1 dan
Rp30 000 ons-1 kroto. Permintaan pasar yang tinggi mendorong pemilik usaha
untuk terus meningkatkan sakala usahanya, hingga mencapai sekitar 2 100
stoples yang ditempatkan pada 7 rak penyimpanan.
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Lokasi peternakan semut rangrang Kroto Bond berada di daerah Cikaret
Gang Kosasing, Kapling, Bogor, Jawa Barat. Secara tofografi, lokasi ini
memiliki suhu rata-rata 26 oC, kelembaban 70% dan curah hujan yang cukup
tinggi yaitu 3 500-4 000 mm tahun-1 (Dinas Kota Bogor 2014). Semut rangrang
(O. smaragdina) dapat hidup pada lingkungan dengan suhu 26 oC-34 oC dan
kelembaban yang relatif tinggi yaitu 62%-92% (Yusdira 2014), dan jauh dari
kebisingan yang dapat mempengaruhi produksi peternakan Kroto Bond
Selain itu terdapat pepohonan rindang yang asri dan persawahaan dengan
aliran air jernih. Lingkungan seperti ini menurut Yusdira (2014) disukai oleh
semut rangrang. Luas area peternakan semut rangrang Kroto Bond sekitar 500
m2 yang meliputi area produksi dan tempat tinggal pegawai. Lokasi peternakan
berada di wilayah banyak penggemar memelihara burung dan memancing,
sehingga pemasaran produk peternakan Kroto Bond dapat dilakukan dengan
mudah.

5

Manajemen Produksi dan Pemasaran, Sumber Daya Manusia,
Administrasi dan Keuangan Peternakan Kroto Bond
Manajemen produksi dan pemasaran yang diterapkan peternakan Kroto
Bond meliputi proses pembibitan, produksi, panen dan penanganan pasca panen,
promosi, dan jaringan pemasaran. Manajemen sumber daya manusia (SDM)
meliputi organisasi dan kemitraan. Manajemen administrasi dan keuangan
mencakup pencatatan aliran keuangan dan aset peternakan Kroto Bond.
Proses produksi dan pembibitan dilakukan di tempat yang sama hanya
berbeda rak. Pembibitan biasanya dilakukan dengan mempertimbangakan besar
permintaan. Apabila permintaan tinggi frekuensi pembibitan tinggi. Proses
produksi semut rangrang tidak terlalu rumit, rutinitas yang utama adalah
pemberian pakan, dan pengontrolan stoples yang siap dipanen. Pemanenan kroto
(larva dan pupa) dilakukan dengan cara memasukkan semut rangrang yang
sudah siap panen di wadah ember yang telah diberikan sagu atau tepung kanji,
kemudian dilakukan pemisahan larva dan semut rangrang. Larva yang sudah
dipanen dimasukan kedalam kemasan, sedangkan semut rangrang dikembalikan
ke dalam stoples. Kroto yang didapat dari budidaya lebih tinggi kualitasnya
dibandingkan dari alam karena memiliki kadar air yang lebih rendah. Pemanenan
disesuaikan dengan permintaan pasar dan tingkat produktivitas ratu. Pemasaran
dilakukan melalui media sosial dan konsumen dapat membeli langsung dari
peternakan atau melalui pengiriman.
Pembibitan di Kroto Bond dilakukan dengan 2 cara yaitu menangkarkan
dari alam dan pemecahan koloni. Pemindahan koloni dari bibit yang diperoleh
dari penangkaran alam dilakukan dengan cara sebagai berikut. Bibit yang
diperoleh dari penangkaran alam diambil, dimasukan ke karung goni yang diikat,
lalu dibiarkan selama 1 malam agar koloni menseleksi sendiri untuk
mendapatkan individu unggul. Pengamatan peternak menunjukkan bahwa
koloni akan membunuh dan memakan individu semut yang lemah. Karung goni
yang berisi bibit penangkaran alam dibuka ikatannya lalu diletakkan di rak
filterisasi dan dibiarkan dalam jangka waktu 4-5 bulan. Lapisan atas rak
diletakkan beberapa stoples kosong sebagai media sarang semut rangrang.
Semut akan bergerak ke atas untuk membuat sarang baru dan memindahkan
larva ke stoples yang berisi sarang baru.
Pemecahan koloni semut rangrang dari stoples yang lama dilakukan
dengan cara menambahkan stoples baru menggunakan rak panen. Bibit unggul
dipilih dari koloni semut rangrang yang mampu menghasilkan 800 gram kroto
dalam 1 stoples selama 1 bulan. Stoples bibit unggul yang telah berisi banyak
larva dituangkan di atas lapisan pertama dari rak panen dan stoples baru
diletakkan di lapisan atasnya. Semut pekerja akan membuat sarang dalam
keadaan stress di stoples baru dan memindahkan sebagian larva ke dalamnya.
Keberhasilan usaha peternakan ditentukan oleh 3 faktor yaitu breeding
(pembibitan), feeding (pakan), dan manajemen (tata laksana) (Kusumaningrum
2009). Breeding (pembibitan) bertujuan untuk menghasilkan populasi ternak
semut rangrang yang cukup banyak. Pertambahan populasi didapatkan melalui
pemahaman pekerja terhadap koloni semut rangrang.
Semut rangrang merupakan serangga sosial yang hidup dalam 1 koloni
yang terdiri atas 4 tipe individu berdasarkan pembagian tugasnya. Semut

6

rangrang ratu bertugas sebagai pemimpin koloni, tubuhnya bewarna hijau hingga
coklat dengan perut yang besar sekitar 4 cm, mampu hidup selama 12-15 tahun,
menghasilkan banyak telur, dan tidak memiliki sayap (Yusdira 2014). Semut
rangrang jantan memiliki karakteristik tubuh lebih kecil dari semut rangrang
ratu, berwarna kehitam-hitaman dan hidup singkat karena akan mati setelah
mengawini semut ratu (Blutghen dan Fiedler 2002). Semut rangrang pekerja
merupakan semut betina yang mandul, umumnya tinggal disarang untuk
merawat semut-semut muda. Semut prajurit memiliki anggota yang paling
banyak pada koloninya, bertanggung jawab untuk semua aktivitas dalam koloni
seperti menjaga sarang, mengumpulkan makanan, serta membawa semut muda
dengan giginya yang kuat untuk dipindahkan ke tempat yang aman apabila
terjadi gangguan pada sarangnya (Suhara 2009). Masa siklus reproduksi semut
rangrang sekitar 21 hari. Proses siklus tersebut diantaranya adalah telur 7 hari,
larva 7 hari, pupa 7 hari, imago (ratu, jantan, pekerja) 9 hari. Telur yang
dihasilkan oleh semut ratu mencapai ratusan hingga ribuan dengan karakteristik
kulit yang halus dan putih seperti susu (Holldobler dan Wilson 1990).
Makanan semut rangrang sangat beragam, namun dapat diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu protein dan karbohidrat (Suhara 2009). Semut
rangrang membutuhkan protein yang tinggi dan karbohidrat yang mudah dicerna
oleh semut rangrang (Prayoga 2014). Pakan sumber protein yang diberikan di
peternakan Kroto Bond meliputi ulat hongkong, ulat daun, jangkrik, daging,
ikan, dan lain-lain. Sumber karbohidrat diberikan dalam bentuk gula pasir (10
sendok makan) yang sudah dilarutkan dengan air (200 ml). Pakan sumber
protein dan sumber gula diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore) berturut-turut
sebanyak 1 ons dan 100 g gula secara terpisah pada setiap rak.
Sumber daya manusia di peternakan Kroto Bond berjumlah 5 orang yang
berasal dari daerah sekitar lokasi usaha. Tugas tiap pekerja berbeda-beda, 2
orang di bagian produksi, 1 orang bagian keuangan, 2 orang bagian pemasaran.
Upah diberikan sebulan sekali, ditambah dengan bonus di tiap periode penjualan.
Manajemen keuangan dilakukan dengan metode akuntansi sederhana yaitu
mencatat pemasukan dan pengeluaran.
Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha merupakan suatu kegiatan untuk menghindari
penanaman modal yang terlalu besar untuk setiap kegiatan yang ternyata tidak
menguntungkan (Husnan dan Muhammad 2000). Analisis kelayakan dilakukan
dengan mempertimbangkan biaya produksi perusahaan untuk mendapatkan nilai
rentabilitas, BEP, dan B/C ratio.
Biaya Produksi dan Penerimaan
Biaya produksi semut rangrang Kroto Bond terdiri atas biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Perhitungan biaya produksi
berdasarkan komponen-komponen biaya disajikan pada Tabel 1.
Prawirokusumo (1991) menyatakan biaya tetap adalah biaya-biaya yang
berkaitan dengan pengoperasian fasilitas-fasilitas produksi dalam periode
tertentu. Pujawan (2009) menyatakan bahwa biaya tidak tetap adalah biayabiaya yang secara proporsional dipengaruhi oleh jumlah output produksinya.

7

Total biaya produksi yang dikeluarkan oleh Peternakan Kroto Bond pada
periode Desember-Juni 2013 adalah Rp36 064 000, dengan rincian 45.11% biaya
tetap dan 54.89% biaya tidak tetap. Biaya tetap yang tinggi karena biaya sewa
lahan dan naungan yang tinggi. Biaya sewa lahan tinggi karena pada lahan
tersebut terdapat rumah untuk tempat tinggal pegawai dan pelatihan bagi
konsumen. Biaya bedengan tinggi dikarenakan terbuat dari bahan tahan lama,
namun biaya ini dapat dikurangi dengan penggunaan bahan yang lebih murah,
misalnya rumbia, bambu, dan plastik. Biaya operasional cukup rendah dengan
komponen biaya yang terbesar yaitu stoples. Biaya ini dapat ditekan dengan
menggantikan stoples dengan bahan sumberdaya lokal, misalnya bambu.
Berbeda dari total biaya produksi, biaya setiap bulan didominasi oleh
biaya tidak tetap (80.98%), sedangkan biaya tetap hanya 19.02%. Komponen
dari biaya tidak tetap tinggi karena biaya pakan yang digunakan cukup tinggi
dan gaji pegawai. Biaya pakan yang tinggi dapat ditekan dengan memberikan
pakan cacing tanah, ulat bulu, limbah tulang. Pada skala usaha saat ini,
penggunaan 5 orang pegawai tidak efisien. Biaya pegawai yang tinggi dapat
ditekan dengan meningkatkan efisiensi tenaga kerja melalui peningkatan skala
usaha.
Tabel 1 Biaya 7 periode produksi di peternakan Kroto Bond*
No

Uraian

a. A. Biaya Tetap
1
Sewa lahan
2
Bibit
3
Bedengan.Rak
4
Rak panen
5
Ember
6
Solder
Total biaya tetap
B. Biaya tidak tetap
1
Pakan(Protein)
2
Pakan(Karbohidrat)
3
Sagu
4
Transportasi
5
Stoples
6
Listrik
7
Gaji pegawai
Total biaya tidak tetap

Total Biaya Produksi

Jumlah

Umur
Nilai
Total biaya
Teknis Penyusutan
(Rp)
(Rp)
(Tahun)

500 m2
400
3 unit
1 unit
24 unit
1 unit

5 000 000
800 000
9 000 000
500 000
960 000
12 000
16 272 000

4
4
2
1

100 kg
140 kg
7 kg
7 kali
7 000
7 kali
5 orang

2 800 000
1 260 000
84 000
700 000
7 000 000
700 000
7 000 000
19 792 000
36 064 000

-

5 000 000
2 250 000
125 000
480 000
12 000

-

Total
biaya/
bulan
(Rp)
416 666
187 500
10 416
40 000
1 000
655 582
400 000
180 000
12 000
100 000
1 000 000
100 000
1 000 000
2 792 000
3 447 582

Keterangan : * periode produksi bulan Desember-Juni 2013

Penerimaan selama jangka waktu terjadi 7 periode dari bulan Desember
2013-Juni 2013 dengan total penerimaan Rp216 345 000, dengan rincian 2 943
stoples setara dengan Rp191 295 000 dan 83.5 kg kroto setara dengan Rp25 050
000 Pendapatan per periode disajikan pada Tabel 2.

8

Tabel 2 Penerimaan 7 periode produksi di peternakan Kroto Bond*
Periode
Ke
1
2
3
4
5
6
7
Total
Keterangan

Produk
Bibit Kroto
(unit)
(kg)
63
78
198
267
364
776
1 197
2 943

3.6
6.5
8.4
8.6
8.1
9.6
38.7
83.5

Penerimaan (Rp)
Bibit
Kroto
4 095 000
5 070 000
12 870 000
17 355 000
23 660 000
50 440 000
77 805 000
191 211 000

1 080 000
1 950 000
2 520 000
2 580 000
2 430 000
2 880 000
11 610 000
25 050 000

Penerimaan
Total (Rp)
5 175 000
7 020 000
15 390 000
19 935 000
26 090 000
53 320 000
89 415 000
216 345 000

Kenaikan
penerimaan
(%)
35.65
119.23
29.53
30.87
104.36
67.69
387.35

: * periode produksi bulan Desember-Juni 2013
harga bibit Rp50 000 per unit
harga kroto Rp30 000 per ons

Jumlah penjualan bibit lebih besar dari penjualan kroto. Hal ini
dikarenakan peternakan Kroto Bond memberikan pelatihan secara gratis di
lokasi usaha sehingga para konsumen lebih tertarik ke budidaya dan membeli
bibit dari peternakan Kroto Bond.
Pemilik Kroto Bond pada bulan Juni 2014 diundang untuk mengisi acara
di Kick Andy, Metro Tv tentang usaha peternakan semut rangrang. Acara
tersebut membuat konsumen mengetahui alamat Kroto Bond. Konsumen ini
terdiri dari konsumen yang hanya membeli kroto serta konsumen yang
mengikuti pelatihan budidaya semut rangrang sehingga penerimaan pada
periode 7 dari hasil penjualan bibit dan kroto melonjak. Kegiatan promosi
penjualan dan periklanan mengakibatkan semakin banyak konsumen dan calon
konsumen yang mengetahui keberadaan produk yang sedang ditawarkan serta
ketertarikan, sehingga mampu merebut hati konsumen untuk membeli dan
meningkatkan volume penjualan (Trias 2008). Secara tidak langsung sehingga
acara Kick Andy menjadi iklan bagi peternakan Kroto Bond.
Tabel 2 menunjukkan total penerimaan yang didapat peternakan Kroto
Bond selama 7 periode terus meningkat walaupun tidak seragam. Penyebab
ketidakseragaman ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah stok bibit
yang berbeda-beda pada setiap periode, dan belum ada rencana target penjualan
jangka pendek maupun panjang. Saat ini, pemilik lebih menekankan penerimaan
dari penjualan bibit melalui strategi pelatihan gratis. Salah satu penerimaan
dapat ditingkatkan melalui pelatihan gratis (Yusdira 2014).
Total persentase kenaikan penerimaan selama 7 periode (bulan) mencapai
387.35%. Peningkatan penerimaan yang sangat tinggi ini tidak mungkin dicapai
oleh usaha peternakan konvensional seperti peternakan sapi potong 76.43%
selama 10 tahun (Rivai 2009), peternakan kambing perah 66.29% selama 5 tahun
(Rosid 2009), peternakan domba 129.69% selama 5 tahun (Widodo 2010), dan
peternakan ayam broiler 26.84% selama 5 bulan (Kusumawardani 2010).
Keunggulan dari peternakan semut rangrang ini dikarenakan siklus hidup yang
pendek (21 hari), sehingga skala usaha dapat meningkat dalam jangka waktu
yang pendek.

9

Data biaya usaha dan penerimaan peternakan Kroto Bond selanjutnya
dijadikan dasar untuk perhitungan analisis kelayakan usaha yaitu rentabilitas
usaha, BEP, dan B/C ratio. Hasil perhitungannya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Analisis kelayakan usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond*
No
1
2
3
4
5
6
7
Keterangan

Komponen
Total biaya produksi (Rp)
Penerimaan (Rp)
Keuntungan (Rp)
Rentabilitas (%)
BEP unit (ST)
BEP Penerimaan
B/C Rasio

Jumlah
34 064 000.00
216 345 000.00
182 281 000.00
535.11
468.11
16 272 394.00
6.35

: * periode produksi bulan Desember-Juni 2013

Peternakan Kroto Bond dalam jangka waktu 7 bulan ini menghasilkan
keuntungan Rp182 281 000 atau Rp26 040 142 bulan-1. Dibandingkan pada
penelitian Ramang (2012) peternakan sapi perah CV Lemboe Rp113 449 525
selama 7 bulan atau Rp16 207 075 bulan-1, keuntungan usaha peternakan Kroto
Bond jauh lebih besar. Usaha ini dapat dijadikan sebagai peluang usaha bagi
masyarakat karena teknik budidayanya sangat mudah dan modalnya kecil.
Rentabilitas Usaha
Peternakan Kroto Bond memiliki nilai rentabilitas 535.11% atau dari
setiap Rp1 modal yang ditanamkan diperoleh keuntungan Rp535.11. Hasil
tersebut merupakan nilai rentabilitas yang cukup besar hanya dalam jangka 7
bulan dan mengindikasikan peternakan Kroto Bond mampu menggunakan
aktivanya secara produktif dan sangat efisien. Rentabilitas usaha menunjukan
kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba pada setiap periode
produksi melalui penggunaan aktivanya secara produktif dan efisien (Riyanto
2004). Aktiva merupakan bentuk dari penanaman modal perusahaan, bentukbentuknya dapat berupa harta, kekayaan/jasa yang dimiliki perusahaan yang
bersangkutan (Djarwanto 2001). Efisien tersebut diperoleh dari pemeliharaan
atau budidaya semut rangrang secara bertingkat pada raknya, bibit didapat dari
penangkaran alam, siklus produksi singkat, hemat energi karena tidak
menggunakan listrik, dan biaya pemasaran yang rendah karena melalui online.
Rentabilitas peternakan semut rangrang ini mencapai sekitar 20 kali lipat
dari hasil penelitian Ramang (2012) yang menunjukkan rentabilitas usaha
peternakan sapi perah CV. Lemboe 25.72%. Rentabilitas yang sangat tinggi dari
Kroto Bond dikarenakan modal usahanya kecil (Rp34 064 000), namun harga
produknya mahal (bibit Rp50 000 ons-1 dan kroto Rp30 000 ons-1). Modal usaha
peternakan sapi perah CV. Lemboe sangat besar (Rp1 320 590 950) namun harga
produknya yang tidak cukup mahal (Rp10 000 liter-1). Peternakan Kroto Bond
layak untuk dijalankan karena menghasilkan nilai rentabilitas yang tinggi.
Break Event Point (BEP)
Analisis Break Event Point (BEP) menggambarkan hubungan antara
beberapa variabel di dalam kegiatan usaha, seperti skala produksi, biaya, dan
pendapatan. Break Event Point terdiri atas 3 jenis, yaitu BEP unit, BEP harga,

10

dan BEP penerimaan (Riyanto 2001). BEP unit, BEP harga, dan BEP
penerimaan berturut-turut merupakan skala penjualan produk yang harus
dicapai, harga produk yang harus ditetapkan, dan penerimaan yang harus
diperoleh agar modal yang digunakan dapat kembali (Riyanto 2001). Ketiga
BEP tersebut dapat digunakan sebagai tolak ukur bagi peternakan Kroto Bond.
Nilai Break Event Point di peternakan Kroto Bond merupakan Break
Event Point unit (stoples, kroto) dan Break Event Point penerimaan yaitu
berturut-turut 468.11 unit (stoples) dan Rp16 272 394. Hasil tersebut
menunjukkan peternakan Kroto Bond bahwa berada kondisi tidak untung
maupun tidak rugi pada skala penjualan produk (bibit, kroto) sebesar 468.11 ons
setara 468 stoples atau pada tingkat penerimaan Rp16 272 394. Kondisi ini
dicapai pada bulan 4 atau periode produksi 4 (Tabel 2). Waktu Break Event Point
peternakan Kroto Bond dapat lebih cepat dicapai apabila perhitungan
pendapatnya disesuaikan dengan jangka waktu biaya penyusutan peralatannya
habis.
BEP peternakan Kroto Bond lebih rendah dari peternakan itik pedaging
yang memiliki BEP unit 19.502 ekor dan BEP penerimaan Rp687 101 130 yang
dicapai dalam jangka waktu 3.3 tahun (Sarwanto 2011). Keunggulan BEP
peternakan Kroto Bond karena siklus produksi semut rangrang (1 bulan) lebih
cepat dari itik pedaging (2.5 bulan) dan biaya tetap peternakan semut rangrang
jauh lebih rendah dari peternakan itik pedaging.
B/C Rasio (Benefit Cost Ratio)
Analisis B/C ratio ini merupakan suatu perhitungan untuk mengetahui
seberapa besar jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari setiap penambahan
1 rupiah dari pengeluaran bersih. Sutojo (2002) mengemukakan bahwa Benefit
Cost Ratio ini merupakan cara lain untuk mengetahui profitabilitas rencana
investasi proyek.
Usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond memiliki nilai B/C rasio
(Benefit Cost Rasio) sebesar 6.35. Setiap peningkatan biaya sebesar Rp1 dapat
menghasilkan penerimaan sebesar Rp6.35. Nilai ini menunjukkan bahwa
peternakan Kroto Bond layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Hasil B/C
ratio peternakan Kroto Bond lebih besar dibandingkan peternakan konvensional
lainnya seperti peternakan domba 2.93 (Widodo 2010) dan peternakan ayam
broiler 1.04 (Kusumawardani 2010).
Hasil B/C ratio yang diperoleh berbeda dengan hasil rentabilitas. Hasil
rentabilitas lebih akurat untuk dijadikan tolak kelayakan usaha dibandingkan
dengan hasil B/C ratio, hal ini karena pada perhitungan rentabilitas
menggunakan hasil keuntungan bersih peternakan Kroto Bond.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Peternakan semut Rangrang Kroto Bond memiliki rentabilitas usaha
yaitu 535.11%, Break Event Point (BEP) unit 468.11 ons kroto per bibit atau
BEP penerimaan Rp dalam jangka waktu 4 bulan, dan B/C ratio sebesar 6.35.

11

Usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond cukup menguntungkan dan layak
untuk dijalankan dan dikembangkan dalam upaya meningkatkan pendapatan.
Saran
Skala usaha peternakan Kroto Bond sebaiknya ditingkatkan guna
memenuhi permintaan pasar melalui efisiensi penggunaan lahan dan sumber
daya manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Bluthgen N, Fielder K. 2002. Interaction between weaver ants Oecophylla
smaragdina, homopterans, trees and lianas in an Australian rain forest
canopy. Journal of Animal Ecology 71 : 793-801.
Djarwanto PS. 2001. Pokok-pokok Analisa Laporan Keuangan. Ed ke-1 Cetakan
ke-8. Yogyakarta (ID): BPFE
Gitusudarmo, Basri. 2002. Manajemen Keuangan. Yogyakarta (ID): BPFE.
Handa C, Itino T. 2005. Selective breeding ofaphids by ants, Di dalam:
Abstrack of the 5th AneT Meeting Univrsity of Malaya, Kuala Lumpur
(MY): November 28th – December 4th, 2005.
Holldobler, Wilson. 1990. Workers of Oecophylla smaragdina form Chains to
pull leaves together in nest – bulding. Oxford (US): Oxford University
Pr.
Husnan S, Muhammad S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta (ID):
Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.
Kadariah LK, Gray C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Jakarta
(ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kusuma BI. 2009. Kajian kualitas ransum kambing Peranakan Ettawa di balai
pembibitan dan budidaya ternak ruminansia Kendal [laporan PKL].
Semaranga (ID) : Universitas Diponegoro
Kusumawardani II. 2010. Analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam
broiler. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pujawan IN. 2009. Ekonomi Teknik. Ed ke-2. Surabaya (ID): Penerbit Guna
Wijaya.
Prawirokusumo Y B. 1991. Ilmu Usahatani. Yogyakarta (ID): BPFE
Prayoga B. 2014. Kupas Tuntas Budidaya Kroto Cara Modern. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya
Ramang IA. 2012. Analisis ekonomi usaha peternakan sapi perah di CV.
Lemboe Pasang Desa Rojo Pasang Kecamatan Purwodadi Kabupaten
Pasuruan. [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Riyanto B. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Ed ke-IV.
Yogyakarta (ID): BPFE.
Rivai A. 2009. Analisis kelayakan usaha penggemukan sapi potong (fattening)
pada PT. Zagrotech Dafa International (ZDI) Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

12

Rosid A. 2009. Evaluasi kelayakan usaha ternak kambing perah Peranakan
Etawa (PE), di peternakan unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sarwanto. 2011. Analisis kelayakan usaha pembesaran itik pedaging. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sutojo S. 2002. Studi Kelayakan Proyek, Konsep, Teknik dan Kasus. Jakarta
(ID): Damar Mulia Pustaka
Trias W. 2008. Pengaruh promosi penjualan dan iklan terhadap volume
penjualan PT. Jawa Pos Radar Malang. [skripsi]. Malang (ID):
Universitas Brawijaya
Widodo SW. 2010. Analisis kelayakan usaha penggemukan domba. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wojtusiak J, Godznska EZ. 1993. Factors influencing the responses to nest
damage in the Africa weaver ant, Oecophylla longinoda (Latrille). Acta
Neurobiola Exp 53(2): 401-408.
Yusdira A. 2014. Budidaya Semut Rangrang dalam Stoples. Bogor (ID):
Gramedia.

13

LAMPIRAN
Lampiran 1 Produk peternakan kroto bond dalam bentuk stoples

Lampiran 2 Rak budidaya semut rangrang di dalam naungan

Lampiran 3 Pembuatan sirkulasi udara untuk ternak pada stoples

Lampiran 4 Pemanenan kroto

Lampiran 5 Rak panen kroto

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 24 Mei 1991 dari
pasangan Bapak Drs Aang Jajang dan Ibu Eti Heryati. Penulis merupakan putra
ke 1 dari 3 bersaudara. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun
2007 di SMPN 1 Kawali. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1
Kawali diselesaikan pada tahun 2010. Penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 dan
diterima pada jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif diberbagai kegiatan
kemahasiswaan. Pada tahun 2010 penulis aktif di Organisasi Mahasiswa
(MAX). Pada tahun 2013 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi
Ternak (HIMAPROTER) sebagai Anggota Eksternal. Saat menjadi mahasiswa,
Penulis pernah mendapatkan penghargaan juara I Tenis Lapangan kejuaraan
OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB). Penulis juga sebagai penerima beasiswa BPOM pada tahun 2011 – 2012.