Pencegahan Bruselosis Pada Sapi Potong Melalui Tindakan Karantina Di Pelabuhan Pantoloan Ke Kalimantan Timur

PENCEGAHAN BRUSELOSIS PADA SAPI POTONG
MELALUI TINDAKAN KARANTINA DI PELABUHAN
PANTOLOAN KE KALIMANTAN TIMUR

AMBAR RETNOWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pencegahan
Bruselosis pada Sapi Potong Melalui Tindakan Karantina di Pelabuhan Pantoloan
ke Kalimantan Timur” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Ambar Retnowati
NIM B251130154

RINGKASAN

AMBAR RETNOWATI. Pencegahan Bruselosis pada Sapi Potong Melalui
Tindakan Karantina di Pelabuhan Pantoloan ke Kalimantan Timur. Dibimbing
oleh MIRNAWATI B. SUDARWANTO dan IDWAN SUDIRMAN
Sulawesi Tengah merupakan daerah potensial lalulintas perdagangan
komoditi peternakan antar Pulau khususnya ke Kalimantan Timur. Sejak 2009
berdasarkan keputusan Menteri Pertanian, Kalimantan Timur merupakan daerah
bebas Bruselosis sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan terhadap
kejadian Bruselosis di daerah bebas khususnya ternak sapi potong dari Pelabuhan
Pantoloan Sulawesi Tengah dengan status daerah belum diketahui terhadap
kejadian bruselosis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan
tindakan pencegahan karantina terhadap bruselosis di Balai Karantina Pertanian
Kelas II Palu terhadap sapi potong yang akan dilalulintaskan ke daerah bebas

negatip terhadap bruselosis setelah dilakukan pengujian serologis Rose Bengal
test (RBT) .
Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan sampel darah pada sapi
potong melalui vena jugularis sebelum dilalulintaskan ke antar daerah untuk
dikoleksi serumnya. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah 100%
sehingga didapatkan sejumlah 244 sampel. Uji skrining menggunakan Rose
Bengal test (RBT) dilakukan di Laboratorium Karantina Hewan BKP Kelas II
Palu, kemudian dilakukan uji banding Rose Bengal Test (RBT) dan complement
fixation test (CFT) di Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor.
Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 244 sampel negatif karena tidak
ditemukan reaktor positif berdasarkan hasil uji serologis.
Kata kunci: bruselosis, complement fixation test, Pantoloan, Rose Bengal test sapi
potong,

SUMMARY

AMBAR RETNOWATI. Prevention of Brucellosis in Beef Cattle through
Quarantine Measures at Ports of Pantoloan to East Borneo. Supervised by
MIRNAWATI B. SUDARWANTO and IDWAN SUDIRMAN.
Central Sulawesi is a potential area for trade traffic of inter-island farm

commodities, especially to East Borneo. Since 2009, according to the decree of
the Minister of Agriculture Republic of Indonesia, East Borneo was decleared as
brucellosis free area, so it is necessary to implement preventive measures in the
free areas, especially for beef cattle from the port of Pantoloan Central Sulawesi
region’s were status is unknown
The aim of the study was to determine the level of successfull quarantine
control in BKP Kelas II Palu of beef cattle which would be sent to the free areas.
Examination of quarantine measure with serologycal diagnostic of Rose Bengal
test more focused in area of origin, so that the beef cattle were sent to the free
area can be ensured negative and free of brucellosis
The early phase of the research process by taking blood serum off beef
cattle in quarantine cage of animal instalation through the jugular vein with a
100% sampling methods in order to obtain a 244 serum samples, followed by the
coding process of serum samples. Total of 244 blood samples of beef cattle was
collected before they sent to other areas. The blood samples were objected to the
screening test of Rose Bengal test (RBT) in the Animal Quarantine Laboratory
BKP Kelas II Palu and RBT and complement fixation test (CFT) in the Veterinary
Research Center (BBalitvet) Bogor.
The study showed that all samples were negative of Brucellosis which
meant no reactors were found.

Key words: beef cattle, brucellosis, complement fixation test, port of Pantoloan,
Rose Bengal test

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENCEGAHAN BRUCELLOSIS PADA SAPI POTONG
MELALUI TINDAKAN KARANTINA DI PELABUHAN
PANTOLOAN KE KALIMANTAN TIMUR

AMBAR RETNOWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr drh Hadri Latif, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini dengan
judul “Pencegahan Bruselosis pada Sapi Potong Melalui Tindakan Karantina di
Pelabuhan Pantoloan ke Kalimantan Timur”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr med vet Drh Hj Mirnawati
Sudarwanto dan Dr Drh H Idwan Sudirman selaku pembimbing, serta Dr med vet

Drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku ketua Progam Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Badan Karantina Pertanian
khususnya Kepala Pusat Karantina Hewan Drh Sudjarwanto, MM, Drh Muh.
Jumadh, MM, Dr Drh Kisman A. Rasyid, MM, Drh Heriyanto, MM, Drh Arief
Setiawan, Drh R Nurcahyo Nugroho, MSi beserta staf, serta Ir Junaidi, MM
beserta staf Unit Pelaksana Teknik BKP Kelas II Palu, BKP Kelas I Balikpapan,
Drh Endang beserta tim, SKP Kelas I Samarinda beserta tim, Drh Joko, Drh Siti
Istiqomah, Drh Susan beserta staf Laboratorium Brucella Balai Penelitian
Veteriner yang telah membantu selama penelitian yang telah banyak memberikan
fasilitas, kemudahan dan saran. Terimakasih juga kepada rekan-rekan
seperjuangan kelas khusus karantina 2013 atas kebersamaan dan kekompakan
selama ini.
Ungkapan terima kasih kepada putri keduaku, bidadari surgaku yang telah
menemani selama proses perkuliahan, penelitian dan sampai akhir hayatmu saat
dirimu berusaha bertahan melawan rasa sakitmu sehingga ibu harus ikhlas dan
yakin Allah subhanahu wa ta’ala lebih menyayangi almarhumah Elvina Ghaziya
Inala Putri. Suamiku Zainal Khoirudin dan Alividya Zahrani Inala Putri kakak
yang hebat, Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Ambar Retnowati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesa

1
1
2
3
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

3

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian

Metode Pengambilan Sampel
Metode Pengujian Sampel
Analisis

11
11
12
12
14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

15
15
15

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran

22
22
22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7

Stabilitas Brucella sp dalam beberapa kondisi lingkungan
Jadwal kegiatan penelitian
Daftar pengambilan sampel serum sapi potong
Kriteria hasil Rose Bengal test (RBT)
Kriteria hasil complement fixation test (CFT)
Hasil Rose Bengal test (RBT) untuk 244 serum sapi potong
Hasil analisa descriptive statistic kuesioner di lapangan selama
penelitian

4
12
12
13
14
16
20

DAFTAR GAMBAR
1 Peta situasi bruselosis di Indonesia tahun 2013 di tingkat Provinsi
2 Status bruselosis tahun 2013 pada masing-masing Provinsi berdasarkan
tahapan
3 Klasifikasi daerah atau zona pemberantasan bruselosis tahun 2013
4 Perbandingan hasil Rose Bengal test (RBT) A, B hasil BKP Kelas II
Palu dan C, D hasil BBalitvet Bogor
5 Hasil complement fixation test (CFT), serum sampel menunjukkan
reaksi negatif ditandai dengan terjadinya hemolisis
6 Pelabuhan pemuatan sapi potong
7 Kegiatan di Instalasi Karantina Hewan Pantoloan dan pemeriksaan di
atas alat angkut
8 Kegiatan pencegahan bruselosis di Kalimantan Timur

7
8
9
15
16
18
18
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengujian complement fixation test (CFT)
2 Hasil pengujian Rose Bengal test (RBT)
3 Hasil analisa descriptive statistic dari hasil kuesioner di lapangan
selama penelitian

25
34
34

2

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bruselosis atau penyakit keluron menular merupakan penyakit hewan
menular yang disebabkan oleh bakteri genus Brucella dan oleh Office
International des Episooties (OIE) dikategorikan sebagai penyakit zoonotik.
Kuman Brucella oleh World Health Organization (WHO) diklasifikasikan sebagai
kuman kelompok BSL III (OIE 2004). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
(Kepmentan) Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-jenis
Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK), Penggolongan dan Klasifikasi
Media Pembawa, Bruselosis dikategorikan HPHK Golongan II. Berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 4026/Kpts.OT.140/3/2013
tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis. Bruselosis
merupakan penyakit strategis dengan penularan yang relatif cepat antar daerah
dan lintas batas serta memerlukan pengaturan lalulintas ternak yang ketat.
Kebijakan program pembebasan bruselosis di Indonesia yang ditargetkan
akan dicapai pada tahun 2025 dengan target pembebasan seluruh wilayah
Indonesia (Dirkeswan 2000). Dampak terhadap daerah dari program pembebasan
bruselosis secara nasional berimplikasi pada peningkatan populasi ternak sapi dan
perdagangan sapi potong sehingga pendapatan daerah dan ekonomi nasional
meningkat. Keuntungan finansial dapat diperoleh masyarakat dari penghematan
biaya pengobatan dari risiko hewan tidak terpapar bruselosis (Dirjen PKH 2014).
Kejadian bruselosis pada sapi menimbulkan kerugian secara ekonomi akibat
kejadian keguguran, placentitis dari sapi yang terinfeksi, kemajiran yang bersifat
temporer dan permanen. Keguguran terjadi pada kebuntingan triwulan dua sampai
tiga, sebanyak satu sampai tiga kali, dan umumnya pada kebuntingan pertama,
hewan tidak menunjukkan gejala (asymptomatis) dan terlihat sehat. Keguguran
dapat dijadikan sebagai tanda awal kejadian bruselosis bagi peternak.
Akibat kerugian yang ditimbulkan oleh bruselosis diperlukan suatu program
pemberantasan dan pengendalian yang bersifat menyeluruh. Program
pengendalian diprioritaskan melalui test and slauhgter (potong bersyarat) untuk
daerah bebas/prevalensi 2% (Naipospos 2014).
Sulawesi Tengah merupakan Provinsi yang melalui lintas darat berbatasan
langsung dengan Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan yang kasus
bruselosis masih tinggi. Sulawesi Tengah melalui Pelabuhan Pantoloan
merupakan daerah potensial lalulintas perdagangan komoditi peternakan antar
Pulau khususnya ke Kalimantan Timur.
Frekuensi pengiriman sapi potong melalui Pelabuhan Pantoloan sangat
tinggi untuk pemenuhan suplai kebutuhan daging dan sumber protein hewani.
Sulawesi Tengah masih berstatus daerah tertular bruselosis dengan prevalensi
penyakit belum diketahui. Kalimantan Timur dengan status daerah bebas
bruselosis sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor
2540/Kpts/PD.610/6/2009 tentang pernyataan Pulau Kalimantan bebas dari
penyakit hewan keluron menular (Bruselosis) pada sapi dan kerbau.

3
Kondisi ini menuntut karantina hewan di Indonesia khususnya Unit
Pelaksana Teknis (UPT) di wilayah kerja Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas
II Palu untuk melakukan tindakan pencegahan atau pengamanan antar wilayah
yang akan lebih banyak bertumpu pada kebijakan pengamanan maksimum
mengenai tingkat kejadian penyakit. Resiko kejadian penyebaran bruselosis dari
daerah tertular terhadap sapi potong yang akan dilalulintaskan ke daerah dengan
status bebas serta metode pengambilan spesimen, pemeriksaan terhadap hewan
dan laboratorium, pencegahan dan penanggulangan penyakit bruselosis terhadap
sapi potong melalui Pantoloan. Data pengeluaran sapi potong ke Kalimantan
Timur sejumlah 13094 ekor dari bulan Januari – Oktober 2013 (Sikawan 2013).
Hal tersebut mengalami peningkatan yang signifikan ditahun berikutnya dengan
jumlah lalulintas pengeluaran antar area sejumlah 11679 ekor dengan frekuensi
kegiatan 221 dari bulan Januari – Agustus 2014 (Sikawan 2014).
Berdasarkan kondisi dari data pengeluaran ternak selama dua tahun maka
perlu dilakukan suatu penelitian terhadap kejadian bruselosis di wilayah kerja
BKP Kelas II Palu yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Pantoloan. Tindakan
karantina yang dilakukan di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Pantoloan terhadap
pencegahan kejadian bruselosis pada sapi potong yang dilalulintaskan ke
Kalimantan Timur adalah pengambilan sampel serum untuk dilakukan pengujian
skrining Rose Bengal. Penelitian ini didukung oleh data-data laporan penyakit
hewan menular khususnya bruselosis dari instansi terkait, laporan dari masyarakat
(petani, peternak) dan petugas kesehatan hewan serta hasil pemeriksaan terhadap
sapi potong yang dilalulintaskan. Hasil analisis tersebut dapat dipergunakan
dalam pengambilan keputusan dan kebijakan berdasarkan scientificbase (kajian
ilmiah), sehingga kelembagaan karantina hewan sebagai instansi yang bertugas
melakukan tindakan pencegahan dapat menjadi tangguh dan terpercaya dengan
pengembangan dan berdasarkan konsep ilmiah.

Perumusan Masalah
Kebutuhan akan daging sebagai sumber protein hewani di Kalimantan
Timur semakin meningkat mengakibatkan permintaan terhadap sapi potong dari
Sulawesi Tengah melalui Pelabuhan Pantoloan (sebagai tempat lalulintas)
semakin meningkat. Kalimantan Timur sejak 2009 merupakan daerah dengan
status bebas bruselosis sedangkan Sulawesi Tengah merupakan daerah dengan
status tertular bruselosis. Sapi Potong yang dilalulintaskan dari Sulawesi Tengah
tidak semuanya berasal dari Provinsi ini. Secara geografis Provinsi Sulawesi
Tengah satu-satunya Provinsi di Pulau Sulawesi yang daerahnya berbatasan
dengan darat (check-point) dengan Provinsi Sulawesi Selatan (tingkat kejadian
bruselosis tinggi), Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara. Data laporan penyakit
hewan menular dalam lima tahun terakhir dari instansi yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan terdapat kejadian bruselosis. Analisa lebih lanjut
dilakukan dalam penelitan ini apakah kejadian bruselosis semakin meningkat atau
menurun prevalensinya dalam rangka peningkatan status daerah dan untuk
mencegah resiko penyebarannya melalui lalulintas antar Pulau dalam hal ini
Kalimantan Timur yang sudah dinyatakan bebas.

4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas tindakan karantina
yang telah dilakukan melalui pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kebenaran
dokumen, fisik dan status kesehatan hewan dari media pembawa. Keberadaan
bruselosis dideteksi dengan metode pengujian Rose Bengal test (RBT) dan
complement fixation test (CFT) terhadap sapi potong yang akan dilalulintaskan
dari Sulawesi Tengah melalui Pelabuhan Pantoloan ke wilayah Kalimantan Timur
dengan status bebas bruselosis.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah mengetahui besarnya resiko penyebaran
Bruselosis di Sulawesi Tengah dengan status daerah (tahap nol) yang
prevalensinya belum diketahui pada sapi potong yang akan dilalulintaskan ke
Kalimantan Timur dengan status daerah bebas (tahap tiga).
Faktor risiko yang dihasilkan selama penelitian yang berasal dari data
primer dan data sekunder yang ada dilapangan serta menentukan prosedur
pengujian dan metode pengambilan sampel yang representatif pada sapi potong
yang dilalulintaskan dan sebagai dasar dalam pelaksanaan tindakan karantina.

Hipotesa
Ada hubungan antara tindakan karantina di Instalasi Karantina Hewan
Pantoloan terhadap kejadian bruselosis pada sapi potong yang akan dilalulintaskan
ke Kalimantan Timur.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Etiologi
Bruselosis juga merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular ke
manusia, spesies Brucella yang patogen adalah B. melitensis, B . abortus, B. suis
dan B. Canis. Koloni tumbuh pada agar darah, berbentuk bundar dengan diameter
dua sampai empat mikron. Sifat dari kuman ini menghasilkan enzim katalase,
oksidase, mereduksi nitrat dan menghidrolisis urea. Di dalam tubuh inang bersifat
patogen, fakultatif intraseluler dan anaerobik (Ghaffar 2005). Taksonomi dari
Brucella abortus adalah :
Kingdom
Class
Order
Family
Genus

: Proteobacteria
: Rhodospirilli
: Rhizobiales
: Brucellaceae
: Brucella

5
Bruselosis pada Sapi
Bruselosis pada sapi disebabkan oleh Brucella abortus. Kuman ini adalah
Gram negatif, berbentuk batang halus (kokus basilus), panjang 0.6–1.5 mikron
dan lebar 0.5–0.7 mikron, untuk pertumbuhannya Brucella abortus memproduksi
H2S, bersifat aerobik tetapi pada beberapa jenis memerlukan lingkungan yang
mengandung karbondioksida 5–10%. (Quinn et al. 2006; Bret et al. 2007).
Bruselosis merupakan penyakit zoonotik utama yang bisa berdampak
negatif pada kesehatan masyarakat dan perekonomian di beberapa negara
(Agasthya et al. 2007). Penyakit ini pada manusia dikenal dengan Malta fever,
Mediterranian fever, Gilbaltar fever dan undulant fever karena gejala demam
dengan suhu yang bervariasi dan berulang pada orang yang terinfeksi (Megid et
al. 2010). Sifat biologik dari Brucella abortus yaitu tidak tahan terhadap
pemanasan dan desinfektan. Kuman dapat tumbuh didalam sel (fakultatif
intraseluler) dan sulit untuk difagosit oleh sel-sel makrofag bila terdapat dalam
tubuh inang (Ghaffar 2005; Bret et al 2007). Pertumbuhan kuman yang lambat,
memakan waktu dua sampai tiga hari, memerlukan media penyubur dengan suhu
37 oC, stabilitas bakteri terlihat pada Tabel 1 (Puto et al. 2010).
Tabel 1 Stabilitas Brucella sp dalam beberapa kondisi lingkungan
Lingkungan

Kondisi