Pola Konsumsi dan Pengembangan Usaha di DKI Jakarta

POLA KONSUMSI DAN PENGEMBANGAN USAHA
D I DKI JAKARTA

OLEH :
MUHAMMAD JAHJA

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK

MUHAMMAD JAHJA. Pola Konsurnsi dan Pengembangan Usaha di DKI
Jakarta. Dibirnbing oleh AFFENDI ANWAR, SUNSUN SAEFULHAKIM dan
AHMAD FAUZI.
Krisis ekonomi yang rnelanda Indonesia rnernbentuk pola konsurnsi baru
dari rnasyarakat dalarn rnernbelanjakan pendapatannya. Makanan jadi adalah
jenis rnakanan yang dianggap sebagian kalangan sebagai panganan sela.
Tetapi dari hasil penelitian di tahun 1996 dan 1999 yang dilaksakan di DKI
Jakarta, rnenunjukkan bahwa porsi pengeluaran rurnah tangga untuk produk
tersebut terhadap total pengeluaran cukup besar dan cenderung terus

rnernbesar. Pola hidup masyarakat Jakarta yang banyak rnenghabiskan waktu
cukup panjang di luar rurnah, rnenyebabkan ha1 tersebut terjadi di rnasarnasa normal (1996), juga dirnasa krisis kondisi ini tetep berlangsung.
Masyarakat di lirna wilayah tingkat I1 DKI Jakarta rnerniliki sikap yang
beragarn dalarn rnernbelanjakan pendapatannya untuk rnakanan jadi. Hal
tersebut ditandai dengan terjadinya perbedaan porsi pengeluaran untuk
rnakanan jadi di rnasing-rnasing wilayah. Pergeseran porsi pengeluaran
tersebut rnerniliki arti bertarnbahnya perrnintaan akan produk rnakanan jadi
dan rnenurnbuhkan perrnintaan produk usaha lain yang rnenunjang
terbentuknya produk rnakanan jadi serta rnenarnbah penyerapan tenaga
kerja baru.
Mengingat rnasih besarnya jurnlah rnasyarakat rniskin dan tingkat
pengangguran yang tinggi, dukungan pernerintah dalarn pernbinaan usaha,
perrnodalan, penataan ruang dan perlindungan usaha dari pernodal besar,
sangat diperlukan.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya rnenyatakan bahwa tesis yang bejudul:
POLA KONSUMSI DAN PENGMBANGAN USAHA
D I DKI JAKARTA


Adalah benar rnerupakan hasil karya saya dan belum pernah dipublikasikan.
Sernua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

NRP. 99368

POLA KONSUMSI DAN PENGEMBANGAN USAHA
D I DKI JAKARTA

MUHAMMAD JAHJA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sain pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pernbangunan Wilayah dan Pedesaan

PROGRAM PASCASAIUANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002


Judul Tesis
Nama
NRP
Program Studi

:
:
:
:

Pola Konsumsi dan Pengembangan Usaha di DKI Jakarta
Muhammad Jahja
99368
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Affendi Anwar. M.Sc.

Ketua

r. Ahmad Fauzi, M.Sc.
Anggota

Dr. Ir. H. R. Sunsun aefulhakim M.Sc.
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaa

Prof. Dr. Ir. H. Affendi Anwar. MSC.

Tanggal Lulus : 18 September 2002

3. Direktur Program Pascasarjana

RIWAYAT HIDUP
MUHAMMAD JAHJA terlahir di Jakarta, tanggal 13 Nopernber 1947 dari
pasangan KASIM JAHJA dan SARIATI.

Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar tahun 1959, Sekolah Lanjutan
Pertarna tahun 1962 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas tahun 1965 yang
semuanya berada di Jakarta. Dilanjutkan dengan rnenyelesaikan pendidikan
di Akademi Ilrnu Statistik Jakarta tahun 1973, Fakultas Ekonomi Ekstension
Universitas Indonesia Jakarta tahun 1984 dan Fakultas Matematika dan Fisika
Institut Pertanian Bogor jurusan Statistika Bogor tahun 1985.
Bekerja sebagai staf di bagian Perencanaan Sensus Badan Pusat Statistik
Jakarta sejak tahun 1973. Kepala Sub Bagian Konsolidasi Neraca Wilayah
Badan Pusat Statistik Jakarta sejak tahun 1980, Kepala Sub Bagian Statistik
Ekspor Badan Pusat Statistik Jakarta sejak tahun 1985 dan selanjutnya
menduduki jabatan Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik
Propinsi Sumatera Utara di Medan Sumatera Utara sejak tahun 1993. Sejak
tahun 1997 sarnpai sekarang rnenjadi fungsional di Badan Pusat Statistik
Jakarta.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta ini tentang konsumsi
makanan jadi dengan judul Pola Konsumsi Dan Pengembangan Usaha Di DKI
Jakarta.

Terima kasih diucapkan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. H. Affendi Anwar,M.Sc. ,
Bapak Dr. Ir. H. R. Sunsun Saefulhakim,M.Sc., Bapak Dr. Ir. Ahmad Fauzi, M.Sc.
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dalam merampungkan
penulisan hasil penelitian ini. Disamping itu, ucapan terima kasih dan
penghargaan penulis sampaikan Bapak Gema Purwana

, Bapak Aryago,

Bapak

Dudi Sulaiman dan Bapak Margo dari Badan Pusat Statistik serta rekan-rekan
sekerja di Badan Pusat Statistik Jakarta yang telah membantu penulis selama
pengumpulan serta pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ibu dan keluarga atas segala dukungan, dorongan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Jakarta, Oktober 2002
Muhammad Jahja

DAFTAR IS1


Halaman
Daftar Tabel ........................................................................................
Daftar Gambar ..................................................................................
BAB.1 PENDAHULUAN ......................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................

1.1.1 Pola Konsumsi dan Pengembangan Usaha di

Indonesia ........................................................................
1.1.2 Pola Konsumsi dan Pengembangan Usaha di
DKI Jakarta .........................
.
.
...................................
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................
1.3 Ruang Lingkup ...................................

....................................


BAB.11 KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................
BAB.111 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................
3.1 Permintaan ............................................................................
3.2 Konsumsi Rumah Tangga ...............................
.
...................
3.2.1 Makanan Jadi ............................
.
.............................

3.3 Harga Barang dan Jasa ........................................................
3.3.1 Elastisitas Harga dan Pendapatan ...............................
3.4 Ciri dari Rumah Tangga .......................................................
3.4.1 Pendapatan RumahTangga ....................................
3.4.2 Ciri Lain dari Rumah Tangga ...................................
3.4.3 Wilayah Tempat Tinggal dari Rumah Tangga ............
3.5 Dampak multiplier dari Usaha Makanan ladi .......................

halaman


.
..........................................
3.6 Tenaga Kej a ........................
BAB. IV METODOLOGI PENELITIAN .........................
.
.
.............

..

4.1 Lingkup Penel~t~an
.............................

.
.
.............................

4.2 Sampel ............................. .
.
.............................................

4.2.1 Responden .......................
.
.......................................
4.2.2 Penarikan Contoh ....................
.
................................
4.2.3 Metode Survey ........................................................
4.2.4 Pendekatan Survey ....................................................
4.2.5 Referensi Waktu Survey ......................
.
..................
4.2.6 Daftar yang digunakan ......................
.
...................
4.3 Konsep dan Difinisi .............................................................
4.3.1 Keterangan Demografi ........................
.
.
.................
4.3.2 Keterangan Sosial Ekonomi Rumah Tangga ..............

4.3.3 Jenis dan Sumber Data ............................................
4.4 Analisis Data ..........................................................................
4.4.1 Ciri-ciri Konsumen Makanan ladi ............................
4.4.2 Dampak Spasial dari Perubahan Pola Konsumsi .......
4.4.3 Dampak Multiplier Terhadap Kegiatan Usaha Terkait ..
6AB.V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELlTIAN .......................
5.1 Keadaan Geografi ...............................................................
5.2 Keadaan Demografi ..............................................................
5.2.1 Penduduk ..................................................................
5.2.2 Tenaga Keja ............................
.
............................
5.3 Keadaan Sosial .....................................................................

halaman
BAB.VI HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................
6.1 Ciri- Ciri Konsumen Makanan Jadi ..................................
6.2 Dampak Spasial dari konsumsi Rumah Tangga ................
6.3 Dampak Output dan Tenaga Kerja dari Perubahan Pola
Konsumsi Rumah Tangga ..................................................
6.3.1 Ciri Usaha Makanan Jadi ..........................................
6.3.2 Dampak Output dari Perubahan Pola Konsumsi
Rumah Tangga ..............................................................
6.3.3 Dampak Tenaga Keja dari Perubahan Pola Konsumsi
Rumah Tangga ....................
.
.......................................
6.4 Dampak Pergeseran Porsi Pengeluaran Rumah Tangga
untuk Makanan Jadi terhadap Struktur Makanan Penduduk..
6.5 Upaya Pemerintah dalam Menanggapi Perubahan Pola
Konsumsi Masyarakat ......................
.
................................
6.6 Bahasan Hasil Temuan .............................
.
........................
BAB.VI1 KESIMPUlAN DAN SARAN ................................................
7.1 Kesimpulan ............................................................................

7.2 Saran ......................................................................................

.
.
.
..............................................

Daftar Pustaka ........................

............................................................
Lampiran ........................
.
.

DAFTAR TABEL

Nornor

Iudul

Halaman

1. Konsumsi Rurnah Tangga dan PDRB Indonesia
Berdasarkan Harga Berlaku, Tahun 1994-2000
(triliun rupiah) ......................................................................

8

2. Daya Beli Masyarakat Indonesia ,Tahun 1995-2000

.
.
............................................
(persentase) ....................

10

3. Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia menurut Kota dan
Pedesaan, Tahun 1993-1996 dan 1999 (persentase ).......

11

4. Rata-Rata lumlah Anggota Rumah Tangga dan
Pendapatan di Beberapa Kota Indonesia, Tahun 1977,
dan 1996.............................................................................

12

5. Porsi Pengeluaran untuk Kelornpok Makanan terhadap
Total Pengeluaran Rurnah Tangga di Beberapa Kota,

..
Tahun 1977,1989,1996 dan 1999 (persentase)..........

13

6. Jurnlah Usaha, Pekerja dan Perkernbangannya menurut
Lapangan Usaha ,Tahun 1986-1996 ...............................

15

7. Jumlah Usaha menurut Lapangan Usaha dan Jumlah
Pekerja, Tahun 1996 (ribu orang) ....................................

18

8. Jurnlah Usaha menurut Lapangan Usaha dan Ornset
Usaha, Tahun 1996 (ribuan) ..............................................

19

9. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga
Konstan 1993 rnenurut Lapangan Usaha,
Tahun 1997-1999 (milyar rupiah) ...................................

21

10. Tingkat Inflasi Indonesia menurut Kelornpok Barang dan
Jasa, Tahun 1996-1999 .......................................................

23

11. Produk Dornestik Regional Bruto (PDRB),

Tingkat Pertumbuhan, Konsumsi Rumah Tangga dan PDRB
per Kapita DKI Jakarta, Tahun 1993-1999 ........................
12. Jenis Pengeluaran, Pendapatan dan Rata-rata Jumlah
Anggota Rumah Tangga Pendiduk DKI Jakarta,
Tahun 1977,1989,1996 dan 1999 ......................................
13. PDRB DKI Jakarta menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Konstan 1993, Tahun 1996-1999 (milyar rupiah) .....
14. Penduduk DKI Jakarta Menurut Kotamadya
Tahun 1961-2000 .......................
.
.....................................
15. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis
Kegiatan Tahun 1997-1998" (000 orang) .......................

.....

16. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Berhenti
Bekerja selama 1997-Agustus 1998 menurut Alasan
dan Jenis Kegiatan (000 orang) .................
.
......................
17. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga DKI Jakarta,
Tahun 1977,1996 dan 1999 ............................................
18. Nilai (r2)dan Rata-Rata (Wi ) Menurut Kodya di

.
.........
....
DKI Jakarta Tahun 1996,1999 ...........

.............

19. Nilai ri dan Wi Dirinci Menurut Wilayah (Elit,Non Elit)
DKI Jakarta Tahun 1996....................................................
20. PDRB per Kapita menurut Kodya di DKI Jakarta,

.
.
...............................................
Tahun 1997-1999...........
21. Tingkat dan Daya Penyerapan Usaha Makanan Jadi
dalam Beberapa Tahun ....................................................

22.

DampakOutputdari Perubahan Porsi Pengeluaran untuk
Makanan Jadi menurut Sektor Usaha,
Tahun 1996,1999 ..............................................................

23.

Perkiraan Jumlah Tenaga Kerja dari Perubahan Porsi
Pengeluaran untuk Makanan Jadi menurut Sektor Usaha,
Tahun 1996,1999 .............................................................

24.

Konsumsi per Kapita Penduduk DKI Jakarta menurut
Jenis Bahan Makanan Utama, Tahun 77,89,96 dan 1999,

.
.............................
(satuan/bulan) .........................
25.

Industri Kecil yang Sumber Permodalannya di Luar Bank
dirinci menurut Alasannya (%), Tahun 1995.......................

26.

Penduduk Perkotaan Indonesia 10 Tahun Keatas menurut
Jumlah Jam Kerja Seminggu yang lalu, Tahun 1996,1999
dan 2001 (persentase) ..................................................

27.

.

Perkiraan Output Masing-Masing Sektor Usaha dari
Perubahan Porsi Pengeluaran Rumah Tangga untuk
Sandang (juta rupiahlnilai konstan 1993),
Tahun 1996,1999 ....................
.
.
.....................................

28.

.

Perkiraan Tenaga Kej a Masing-Masing Sektor Usaha dari
Perubahan Porsi Pengeluaran Rumah Tangga untuk
Sandang, Tahun 1996,1999 ..............................................

29.
30.

. Penduduk Perkotaan Indonesia, Tahun 1990,2000 ...........
Perkiraan Penduduk Miskin dirinci menurut Wilayah,

.
.
.....................................
Tahun 1999-2001 ....................

DAFTAR GAMBAR

Hal

1 Kegiatan Ekonomi Tertutup ................................................

47

2 . Sketsa Pola Pernikiran ....................
.
................................

49

.
.

3 Fungsi Permintaan dan Penawaran ................... .
.
.
.........

50

4 . Kurva Konsumsi-Pendapatan ................... .
.
.
..................

52

5 . Kurva Permintaan Marshall dan Hich .................................

61

6 . Sketsa Pengarnbilan Contoh Rurnah Tangga .....................

76

BABI. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalarn Garis-garis Besar Haluan Negara ( GBHN ) ditetapkan bahwa
tujuan pernbangunan nasional adalah upaya untuk rnewujudkan suatu
rnasyarakat adil dan rnakmur yang rnerata material dan spiritual berdasarkan
Pancasila. Selain itu ditegaskan bahwa hakekat pernbangunan nasional
adalah pernbangunan rnanusia Indonesia seutuhnya dan pernbangunan
seluruh masyarakat Indonesia.
Setiap orang bisa saja rnengartikan pernbangunan secara berbeda sesuai
dengan seleranya sendiri, sehingga definisi tentang pernbangunan pun
sedernikian banyak dan berbeda satu dengan lainnya. Menurut pengertian
akadernis pernbangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari
sebuah perekonornian nasional untuk rnenciptakan dan rnernpertahankan
kenaikan tahunan atas pendapatan bruto atau GNP(gross nationalproduct)
atau GNP per kapita.
Sedangkan menurut pandangan baru, pernbangunan harus dipandang
sebagai suatu proses multidimensional yang rnencakup berbagai perubahan
rnendasar atas struktur sosial, sikap rnasyarakat dan institusi-institusi
nasional

, disarnping

tetap mengejar perturnbuhan ekonomi, penanganan

ketirnpangan pendapatan serta pengentasan kerniskinan. Pembangunan

adalah perubahan, begitu juga perubahan pada pendapatan masyarakat yang
berakibat terhadap kemampuan menabung dan terjadinya perubahan pola
konsumsi yang mempunyai dampak multiplier di bidang kegiatan lainnya.
Henry George, seorang sosialis dan para penganut aliran sosialis,
berpendirian bahwa pokok pangkal kemakmuran masyarakat apabila
peredaran akan barang pada para anggota berjalan lancar. Sedangkan
Keynes seorang ahli ekonomi ternama mengatakan bahwa salah satu jalan
untuk memberantas pengangguran itu dengan mempertinggi supply dan
mengurangi penyimpanan. Begitupun teori tentang malaise atau krisis
mengatakan bahwa kurangnya konsumsi menyebabkan terjadinya krisis.
Sejak dahulu para ahli ekonomi memperkirakan bahwa antara jumlah
penduduk dan tingginya kemakmuran terjalin hubungan yang timbal balik.
Dua fungsi yang diperankan manusia pada azasnya bertentangan satu
dengan lainnya. Kedua fungsi yang dimaksud adalah, pertama kedudukan
manusia sebagai konsumen dan fungsi yang kedua berperan sebagai
produsen. Dalam masyarakat yang masih rendah tingkat perekonomiannya,
hubungan antara penduduk dan kemakmuran dapat dilukiskan sebagai
berikut:

-

K, = P 0 / P d

-

dirnana : KO

Menurut Malthus

= Tingkat kernakrnuran perorangan ( standar hidup )

P

= Besarnya pernbekalan hidup

Pd

= Jumlah penduduk

, produksi barang dan jasa

untuk pemenuhan hajat hidup

rnanusia bergerak naik rnenurut deret hitung, sedangkan pendapat Cassel,
barang dan jasa tersebut bergerak naik rnenurut deret ukur. Dari kedua
pendapat tersebut, Pearl Cassel rnengernukakan bahwa kernakmuran orang
akan terus rneningkat sedangkan Malthus berpendapat bahwa kernakrnuran
akan selalu terancarn oleh kenaikan penduduk.
Uraian tersebut rnengingatkan akan pentingnya perimbangan penduduk
dan pernbekalan yang akhirnya rnemunculkan istilah kepadatan penduduk.
Apabila konsurnsi masyarakat sedemikian besarnya sehingga total produksi
tidak dapat rnernberikan tingkat kemakrnuran yang sesuai dengan tingkat
peradaban yang ada, rnaka daerah tersebut rnernpunyai " penduduk yang
berlebihan

"

( overbevolking ). Dan sebaliknya

, bilarnana jurnlah

penduduk

dari suatu wilayah kurang dapat mempergunakan kekayaan alam yang
dirniliki untuk pernuasan kebutuhannya, rnaka dikatakan bahwa wilayah
tersebut " berpenduduk yang kekurangan " (onderbevolking ).

Baik

kelebihan penduduk rnaupun kekurangan , kedua-duanya rnerupakan kondisi

yang membahayakan sehingga dalam teori ekonomi modern masalah
perimbangan antara produksi dan konsumsi sama artinya dengan masalah
kepadatan penduduk.
Sumberdaya alam dan lingkungan memegang peranan penting bagi
pembangunan ekonomi khususnya di negara berkembang seperti Indonesia.
Sumber daya alam

, selain

tulang punggung

( backbone ) dari pertumbuhan ekonomi dan sumber

menyediakan barang dan jasa

, juga

menjadi

penghasilan masyarakat serta sebagai asset bangsa yang penting ( Fauzi
1999 ). Tekanan pembangunan ekonomi yang dilakukan negara-negara
berkembang khususnya sering menimbulkan dilema bagi kelestarian
sumberdaya alam. Hal ini mengingat kebutuhan konsumsi untuk masyarakat
sering tidak ditunjang oleh pengelolaan yang baik dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya alam.
Berdasarkan pemikiran neo-klasikal yang

mengemukakan bahwa

penilaian setiap individu pada barang dan jasa tidak lain adalah selisih antara
keinginan membayar ( willngness to pay = wtp ) dengan biaya untuk
mensuplai barang dan jasa tersebut. Barbier, et.al
mengatakan

,

jika

1997, misalnya

sumberdaya alam dan lingkungan tersedia dan

menghasilkan barang dan jasa tanpa harus mengeluarkan biaya ( atno cost)

, rnaka nilai keinginan rnembayar (wtp ) individulah yang mencerrninkan nilai
dari sumberdaya itu sendiri.
Kondisi ketidak seimbangan antara penduduk dan perbekalan hidup
banyak dijumpai di Indonesia. Kota-kota besar yang merniliki wilayah yang
terbatas dan penduduk yang rapat bisa dikatakan sebagai wilayah yang
rnernpunyai penduduk yang berlebihan, karena kesediaan surnber daya yang
terbatas untuk rnemberikan kepuasan penduduk yang banyak.

. Sebaliknya

banyak daerah pedesaan yang memiliki sumber daya alarn yang besar, tetapi
jurnlah

penduduknya

sedikit

dengan

tingkat

kernarnpuan

untuk

pengelolaannya sangat terbatas.
Masalah penduduk terkaitkan sekali dengan berbagai fasilitas hidup dan
lapangan kerja yang pada saat kini rnenjadi masalah besar yang perlu
penanganan segera. Hasil survey biaya hidup ( SBH ) di kota-kota besar yang
diadakan pada tahun 1977, 1989 dan tahun 1996 secara berturut-turut
menunjukkan telah terjadi

peningkatan pendapatan rurnah tangga,

penurunan jumlah anggota rumah tangga dan diikuti dengan peningkatan
porsi pengeluaran untuk rnakanan jadi yang rnerupakan sub kelompok
makanan terhadap total pengeluaran. Kondisi ini masih berlangsung disaat
Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Hal tersebut diketahui
setelah diadakan kegiatan survey sosial ekonomi nasional ( Susenas 1999 )

dimana porsi pengeluaran untuk rnakanan jadi terhadap total pengeluaran
rumah tangga lebih besar dari porsi yang terjadi pada tahun 1996.
Kondisi ini perlu diamati mengingat perubahan tersebut

ditambah

dengan perturnbuhan penduduk yang masih tinggi di DKI Jakarta secara
langsung akan menambah pangsa pasar untuk sub kolompok makanan jadi
dan ha1 tersebut tentunya akan membuka peluang bagi penambahan jumlah
usaha dan secara tidak langsung membuka peluang kerja bagi angkatan
kerja. Peluang ini bertambah besar mengingat penduduk diluar DKI Jakarta
banyak yang bekerja di

wilayah Jakarta. Hal tersebut merupakan

kemungkinan yang bisa digunakan pemerintah dalam merancang pola
ketenaga kerjaan dimasa mendatang.
Hal lain yang perlu dilihat dari hasil SBH tersebut tentang hubungan
antara ciri-ciri masyarakat dengan kemampuan dan kemauan untuk
mengkonsumsi makanan jadi serta rnelihat tingkat perbedaan pola konsumsi
antar wilayah di DKI Jakarta. Disamping itu , perubahan dari pola konsumsi
makanan jadi rnasyarakat akan berdampak terhadap lapangan usaha yang
mempunyai kaitan langsung dengan usaha makanan jadi, baik untuk
rnendistribusian maupun bahan baku yang diperlukan .

1.1.1 Pola Konsumsi dan Perkembangan Usaha di Indonesia

l . l . l a Pola konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga merupakan salah satu permintaan akhir dari
pendapatan bruto atau GNP ( gross nationalproduct) yang dihitung menurut
penggunaan dan merupakan sisi permintaan atas barang dan jasa yang
dihasilkan oleh kegiatan ekonomi domestik, ditambah dengan pasokan
barang dari impor. Banyak faktor yang mempengaruhi besaran konsumsi
rumah tangga, diantaranya pendapatan, relatip harga dari barang dan jasa
yang dikonsumsi serta selera masyarakat. Konsumsi dan produksi merupakan
dua sisi yang saling terkait. Besaran konsumsi akan mendorong sisi produksi
dan penambahan produksi akan mendorong kemampuan berkonsumsi
masyarakat akibat bertambah pendapatan dari tumbuhnya perekonomian.
Hasil penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari sisi
penggunaan akan menggambar berapa besar nilai PDB untuk konsumsi
rumah tangga dan ha1 tersebut akan tersaji pada tabel 1dibawah ini:

Tabel 1. Konsumsi Rumah Tangga dan Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia Berdasarkan Harqa
- Berlaku, Tahun
1994.- 2000 ( Triliun Rupiah )
Tahun
Konsumsi Rumah Tangga
PDB
K. Rt / PDB
Makanan Non Makanan
-

-

( persentase )

Total
221.1

382.2

57.8

279.8

454.5

61.6

332.1

532.6

62.4

387.2

627.7

61.7

663.5

1.002.3

66.2

818.9

1.107.3

73.9

216.0

292.5

73.8
I

Sumber : Produk Domestik Bruto ( PDB ) Menurut Penggunaan Triwulanan,
BPS 2000
Catatan : Tahun 2000 angka triwulan 1
Tabel 1 diatas menunjukkan seri data tentang total PDB Indonesia sejak
tahun 1994 sampai dengan tahun 2000. Disamping itu tergambar besarnya
penggunaan PDB untuk konsumsi rumah tangga yang yang secara nominal
terus meningkat. Di tahun 1994 porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB
sebesar 57.8

O/O,

tetapi besaran tersebut terus meningkat mencapai 73.9

tahun 1999 dan 73.8

O/O

O/O

di

di triwulan 1 tahun 2000. Garnbaran tersebut

memperlihatkan bahwa pada masa-masa krisis, PDB lebih banyak digunakan
untuk pengeluaran rumah tangga dibandingkan dengan penggunaan lainnya.

Hal lain yang tergambar pada tabel 1 diatas tentang rincian pengeluaran
tumah tangga yang dibedakan rnenurut penggunaan untuk makanan dan non
makanan.

Pengeluaran untuk rnakanan rnenunjukkan lebih besar dari

pengeluaran untuk non makanan. Di tahun 1996 porsi pengeluaran rumah
tangga untuk makanan terhadap total konsumsi rumah tangga sebesar
53.4%, tetapi dua tahun kernudian angka tersebut bergeser menjadi 58.9 %.
Hal tersebut menunjukkan bahwa di masa-masa krisis masyarakat lebih
mendahulukan pengeluaran untuk makanan dibandingkan pengeluaran
lainnya.

Kalau ditelusuri lebih lanjut, pada tahun1999 porsi pengeluaran

untuk makanan telah mencapai 61.9

O/O

dari total konsurnsi.

Data lain yang tergambar pada tabel 1 yaitu tentang besaran nilai
pengeluaran rurnah tangga yang terus rneningkat. Hal tersebut bukan berarti
bahwa mutu konsumsi rumah tangga terdorong naik. Kondisi ini terjadi
karena menurunnya daya beli dari pendapatan rumah tangga terhadap
barang dan jasa yang di konsurnsi akibat adanya inflasi harga. Gambaran ini
terlihat apabila diperhatikan persentase tentang daya beli masyarakat yang
dihitung berdasarkan nilai konstan tahun 1993 yang rinciannya tertera pada
tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2. Daya Beli Penduduk Indonesia,Tahun 1996 - 2000
(persentase)
Tahun
Triw 1
Triw 2
Triw 3
Triw 4

I

I

Surnber : Produk Dornestik Bruto ( PDB ) Menurut Penggunaan( Triwulanan)
BPS, 2000
Catatan : daya beli = ( harga konstan (1993 ) / harga berlaku ) x 100.
Tabel 2 diatas rnenunjukkan bahwa selarna periode pengarnatan dari

tahun 1996 sarnpai dengan awal tahun 2000, daya beli rnasyarakat terus
rnenurun. Pada triwulan 4 tahun 1999 daya beli rnasyarakat hanya berkisar
kurang dari 50 O/O dari daya beli di tahun 1996. Total konsurnsi rurnah tangga
tahun 1999 sebesar 818.9 trilyun rupiah, sebenarnya hanya 107.1 O/O [( 818.
91 332,l) x (0.331 0.76) ] x 100 dari besaran konsurnsi yang dilakukan rurnah
tangga di tahun 1996 atau rneningkat 7.1

O/O

dari total konsurnsi di tahun

1996. Besaran nominal yang rneningkat pesat karena adanya inflasi harga
barang dan jasa kebutuhan rnasyarakat sehingga masing-masing rurnah
tangga

harus rnengeluarkan dana yang

besar untuk rnendapatkan

kebutuhannya.
Keterangan dari surnber lain tentang pola konsurnsi rnasyarakat
Indonesia didapat dari data Survey Sosial Ekonorni Nasional (Susenas) yang

setiap 3 tahun modul penelitiannya ditujukan untuk mencari pola konsumsi
rumah tangga. Data tersebut menggambarkan pola konsumsi masyarakat
Indonesia yang dibedakan antara masyarakat kota dan pedesaan. Tabel 3
dibawah ini merupakan cuplikan dari hasil survey tersebut
Tabel 3. Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia menurut Daerah Kota
dan Pedesaan, Tahun 1993,1996 dan 1999 ( persentase).
Tahun
Kota
Pedesaan
Kota+Pedesaan
Makanan N. Makanan Makanan N. Makanan Makanan N. Mak

I

I

Sumber : Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesi 1999, BPS 2000
Hasil SUSENAS 1993, 1996 dan 1999 yang tergambar pada tabel 3
diatas memperlihatkan porsi konsumsi untuk makanan dan non makanan
yang dibedakan antara daerah kota dan pedesaan. Terlihat disini ada
perbedaan pola konsumsi masyarakat kota dan pedesaan dimana porsi
pengeluaran untuk makanan lebih kecil untuk masyarakat kota dibandingkan
dengan pola konsumsi masyarakat desa. Hal tersebut terus berjalan
sepanjang periode pemantauan. Kondisi yang menarik terlihat pada masa
krisis di tahun1999.

Baik masyarakat kota maupun pedesaan, mereka

menambah jumlah pengeluaran untuk makanan dari total pengeluaran. Pada
masyarakat kota jumlah pengeluaran untuk makanan sebesar 56.2
sedangkan di masyarakat pedesaan jumlahnya mencapai 70.2

O/O.

O/O

Data

tersebut menguatkan pendapat terdahulu yang menyatakan bahwa dimasamasa krisis masyarakat lebih mendahulukan pengeluaran untuk makanan
dibandingkan pengeluran untuk lainnya.

Keterangan lain tentang pola konsumsi masyarakat diperoleh dari hasil
SBH yang dilaksanakan di kota-kota besar. Sayangnya seri data yang ada
hanya sampai tahun 1996 dan berkisar pada kota-kota tertentu. Beberapa
data yang diperoleh dari SBH dapat disarikan pada tabel 4 dan 5 bawah ini :
Tabel 4. Rata-Rata Jumlah Anggota Rumah Tangga dan Pendapatan
di Beberapa Kota Indonesia, tahun 1977, 1989 dan 1996
Kota
Rata-Rata ART
Rata-Rata Pendapatan Rt/
Bulan ( ribu rupiah )
( orang
1977
1989
1996
1977
1989
1996
- Medan

6.5

5.6

5.3

65.3

321.3

848.5

- DKI Jakarta
- Bandung

5.6

5.1

4.7

70.2

476.4

1,322.5

5.4

5.1

4.5

61.4

292.6

946.1

- Surabaya

5.4

4.7

4.3

58.5

284.0

1,141.7

- Ujung Pandang

6.2

5.5

5.2

60.6

278.0

790.9
i

;umber : Publikasi SBH, tahun 1980,1989 dan 1996, BPS
Tabel 4 menggambarkan seri data hasil SBH yang diadakan pada
tahun

1977,89

dan

1996. Sehubungan dengan adanya

perubahan

pendapatan masyarakat yang memungkinkan terjadi perubahan pola
konsumsi serta jenis barang dan jasa yang diperlukan maka survey tersebut
diadakan. Tabel 4 belum menggambarkan pola konsumsi, tetapi data yang
tertera merupakan data dasar tentang perubahan srtuktur rumah tangga dan
pendapatan yang bisa rnempengaruhi pola konsumsinya. Disini hanya
rnenampilkan 5 kota-kota utama yang diharapkan dapat mewakili kota-kota
yang tercakup dalam survey. Dari data tersebut terlihat adanya penurunan
jumlah anggota rumah tangga dan peningkatan pendapatan.
Pada tahun 1977 terlihat bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga

hampir merata di 5 kota dan kodisi ini masih berlangsung sampai tahun 1989.
Tetapi pendapatan masyarakat DKI Jakarta di tahun itu sudah meningkat
lebih besar dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Pada tahun 1996
kondisinya telah berubah, pendapatan masyarakat DKI Jakarta dan Surabaya
telah meliwati ambang 1 juta rupiah per bulan sedang kota lainnya belum.
Hal lain yang perlu diketengahkan bahwa pendapatan masyarakat kota Ujung
Pandang jauh tertinggal dibandingkan pendapatan rnasyarakat kota lainnya,
sehingga tergambar adanya ketimpangan pendapatan yang semakin melebar
antar kota. Kondisi tersebut dapat dikaitkan dengan pola konsumsi
rnasyarakat di lima kota tersebut dengan rnemperhatikan tabel 5 dibawah ini:
Tabel 5. Pengeluaran Untuk Kelompok Makanan terhadap Total Pengeluaran
Rumah Tangqa di Beberapa Kota, Tahun 77, 89,96 dan 99 (O/O)
Kota
Makanan
Makanan Jadi
77

89

96

99*

77

- Medan

43.5

42.1

- DKI Jakarta

49.4

- Bandung
- Surabaya
- U. Pandang

89

96

99*

40.6

-

8.9

7.7

16.3

32.2

34.8

46.2

9.6

8.3

16.3 17.2

46.8

36.2

41.2

-

10.4

9.6

19.4

-

44.2

32.2

36.9

-

7.5

7.1

15.8

47.8

42.9

45.1

-

6.1

7.8

16.2

-

-

I

I

Sumber :Publikasi SBH ,1980,1989 dan 1996, BPS
Catatan : Angka 1999 diperoleh dari hasil Susenas 1999, BPS
Pengeluaran untuk makanan di 5 kota yang tersaji pada tabel 5,
umumnya berada dibawah 50

OO
/

dari total pengeluaran rumah tangga. Pada

tahun 1989 kota Medan dan Ujung Pandang, persentase pengeluaran untuk
makanan masih diatas 40

O/O

sedangkan 3 kota lainnya telah mencapai

persentase yang lebih rendah yaitu 30

O/O

lebih. Di tahun 1996 kondisinya

mengalami perubahan kembali, dimana kota Medan mengalami penurunan
persentase pengeluaran untuk makanan

, tetapi

4 kota lainnya mengalami

peningkatan.
Data tahun 1999 diperoleh dari hasil Susenas 1999 dan hanya tersaji
data untuk kota DKI Jakarta. Hal tersebut karena data untuk kota -kota
lainnya tergabung kedalam publikasi masing-masing propinsi. Pada saat krisis
berlangsung pengeluaran masyarakat DKI Jakarta untuk makanan meningkat
dan mencapai 46.2

O/O

dari total pengeluaran.

Pada sisi pengeluaran untuk makanan jadi, persentase pengeluaran di 5
kota selama tahun 1989 terjadi penurunan terhadap persentase di tahun
1977, tetapi data di tahun 1996 menunjukkan terjadi peningkatan yang
cukup berarti dan kondisi ini tetap berlangsung dikala Indonesia mengalami
krisis ekonomi tahun 1999. Hal inilah yang menjadi perhatian utama dalam
penelitian, karena peningkatan tersebut tentunya mempunyai dampak positip
terhadap penyerapan tenaga kerja. Temuan tersebut selanjutnya akan
ditelusuri lebih mendalam dengan mengadakan pengolahan ulang dari data
SBH 1996 dan Susenas 1999 dan diharapkan akan diperoleh keterangan lebih

lengkap tentang ciri-ciri masyarakat yang mengkonsumsi makanan jadi serta
keterkaitan terhadap sektor ekonomi lainnya.

1.1.1. b Perkembangan Usaha di Indonesia
Menggambarkan secara lengkap kegiatan ekonomi di Indonesi yang
terdiri dari beribu pulau merupakan usaha yang besar. Untuk mencapai ha1
tersebut, BPS telah 2 kali mengadakan Sensus Ekonomi yang dilaksanakan
pada tahun 1986 dan tahun 1996

secara terpadu. Pada tahap awal

pencacahan Sensus Ekonomi, sasaran ditujukan untuk melihat secara
langsung jumlah usaha ekonomi secara lengkap . Hasil pencacahan tersebut
menyajikan data tentang kondisi usaha di Indonesia sebagai berikut :
Tabel 6. Jumlah Usaha, Pekerja dan Perkembangannya menurut
Lapancan Usaha, Tahun 1986 dan 1996 ( ribuan ).
1986
1996
Perkembangan] Th
Usaha
Pekerja
Usaha Pekerja Usaha Pekerja
Lapangan Usaha
(persentase)
1. Pertanian
20,117.5 32,347.8 22,535.6 32,183.2
1.14 -0.05
2. Pertam &galian
127.8
328.7
192.6
446.9
4.18
3.12
3. Industri
1,533.6
5,286.5 2,759.3 10,039.5
6.05
6.62
4. Listrik, Gas dan Air
20.5
97.8
13.6
140.3 - 4.00
3.68
5. Konstruksi
86.0
367.8
211.2 1,039.7
9.40
10.95
6. Perdagangan
5,105.6
6,917.4
9,462.315,205.7
6.36
8.19
7. Angkutan
882.3
1,384.1
1,733.4 2,498.6
6.99
6.09
8. Lemb Keuangan
22.8
248.8
73.3
661.2 12.38 10.27
9. Jasa lainnya
1,498.5
2,403.2
1,981.1
4,098.0 2.83
5.48
10. Jumlah .

29,394.8 49,382.0 38,962.6
Sumber : Sensus Ekonomi 1986 dan 1996,BPS

6,313.1

2.86

2.99

Tabel 6 diatas menggambarkan bahwa selama 10 tahun antara tahun
1986 dan 1996 terjadi peningkatan baik jumlah usaha maupun jumlah
penyerapan tenaga kerja. Jumlah usaha ekonomi di tahun 1986 sebanyak
29.4 juta usaha dan rneningkat menjadi 39.0 juta usaha ditahun 1996 atau
meningkat 2.86

O/O

per tahun. Begitu juga tentang penyerapan tenaga kerja,

di tahun 1986 bisa terserap sebanyak 49.4 juta pekerja dan di tahun 1996
meningkat mencapai 66.3 juta pekerja. Hal itu berarti selama 10 tahun terjadi
peningkatan sebanyak 2.99

O/O

tenaga kerja per tahun.

Selain itu, sisi lain yang dapat diutarakan, bahwa lapangan usaha
pertanian selama dua dekade 1986 maupun 1996 menampung jumlah usaha
dan penyerapan tenaga

kerja terbanyak, walaupun ada penurunan

penyerapan tenaga kerja sebanyak 0. 05

O/O

per tahun. Lapangan usaha

perdagangan merupakan lapangan usaha kedua yang menyerap para
usahawan maupun jumlah pekerja. Selarna tahun 1986 sampai dengan tahun
1996 jumlah usaha dan penyerapan tenaga kerjanya cukup tinggi. Jumlah
usaha perdagangan meningkat 6.36
bisa tertarnpung sebanyak 8.19

O/O

O/O

per tahun dan jumlah pekerja yang

per tahun.

Penurunan jumlah pekerja di pertanian diirnbangi dengan meningkatnya
lapangan usaha lainnya termasuk usaha industri yang pada dua dekade
tersebut meningkat 6.05

O/O

per tahun dan pekerja yang dapat diserap

meningkat 6.62

OO
/

per tahun. Jumlah lapangan usaha lainnya yang banyak

digeluti masyarakat Indonesia adalah usaha angkutan yang selama 1986 ke
1996 meningkat 6.99
sebanyak 6.09

OO
/

O/O

per tahun dengan jumlah penyerapan tenaga kerja

per tahun.

Pada dekade ini penambahan bangunan fisik sangat menonjol dimana
selama periode tersebut jumlah usaha konstruksi tumbuh sebesar 9.40

O/O

per

tahun dan penyerapan tenaga kerjanya meningkat mencapai 10.95

OO
/

per

tahun. Usaha lain yang mengikuti jejak usaha konstruksi adalah usaha
lembaga keuangan yang selama 10 tahun,

rata-rata peningkatan usaha

sebanyakl2. 38% pertahun dan dapat menambah pekerja sebanyak 10.27%
per tahun.
Sensus Ekonomi juga menghasilkan data lain yang menggambarkan
kegiatan ekonomi yang diukur menurut skala ekonomi masing-masing usaha.
Skala ekonomi yang dapat diperoleh dari Sensus Ekonomi. Penggambaran
usaha ekonomi berdasarkan jumlah pekerja per usaha dan omset yang dapat
dikumpulkan selama 1 tahun

. Data tersebut dapat dilihat dari hasil Sensus

Ekonomi tahun 1996 sebagai berikut :

Tabel 7. Jumlah Usaha menurut Lapangan
Usaha dan Jumlah Pekerja,
Tahun 1996. (ribuan )
I Jenis Usaha
Jumlah Pekeria
1-