lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Dan kegiatan penyiaran menurut pasal 13 UU No 32 Tahun 2002 meliputi dua bagian: penyiaran radio dan penyiaran televisi, dan jasa penyiaran
sebagaimana yang dimaksud, diselenggarakan oleh: 1 Lembaga Penyiaran Publik LPP; 2 Lembaga Penyiaran Swasta LPS; 3 Lembaga Penyiaran
Komunitas LPK; dan 4 Lembaga Penyiaran Berlangganan LPB. Lembaga penyiaran terdiri dari stasiun-stasiun radio maupun televisi.
2.1.1. Lembaga Penyiaran Publik
Lembaga Penyiaran Publik LPP berdasarkan Peraturan Menkominfo No 47 Tahun 2009 adalah lembaga penyiaran yang berbadan hukum yang
didirikan oleh Negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Lembaga
Penyiaran Publik terdiri atas Radio Republik Indonesia RRI, dan Televisi Republik Indonesia TVRI yang stasiun pusat penyiarannya berada di
Ibukota Negara Republik Indonesia. RRI dan TVRI memiliki cakupan wilayah siaran nasional. Dalam rangka mencakup wilayah siaran nasional
tersebut, baik RRI maupun TVRI memiliki stasiun-stasiun relai di kabupaten-kabupaten dan kota-kota, yang menerima siaran stasiun
pusatnya melalui satelit atau teresterial. Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal.
Dewan pengawas, dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan pengawas ditetapkan oleh Presiden bagi Radio Republik Indonesia, dan Televisi Republik Indonesia atas usul Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, atau oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota bagi Lembaga Penyiaran Publik lokal atas usul Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, setelah melalui uji kepatutan, dan kelayakan secara terbuka atas masukan dari pemerintah danatau masyarakat.
2
Sedangkan hakikat penyiaran publik adalah diakuinya supervisi, dan evaluasi publik pada level yang signifikan. Publik di sini dibaca
sebagai warga negara. Hanya karena adanya hakikat inilah maka stasiun publik dapat melakukan apa yang didengung-dengungkan sebagai public
service. Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari iuran
penyiaran, APBN, dan APBD, sumbangan masyarakat, siaran iklan, serta usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Bagi
penyiaran publik, iklan bukanlah sesuatu yang haram. Tergantung bagaimana publik ikut menentukan berapa pembatasan penayangan iklan,
dan iklan-iklan mana yang dianggap sesuai bagi penyiaran publik. Menurut Effendi Gazali setidaknya terdapat lima ciri penyiaran
publik: Pertama, akses publik, dimaksudkan tidak hanya coverage area, tetapi juga menyangkut bagaimana penyiaran publik mau mengangkat isu-
isu lokal, dan memproduksi program-program lokal sehingga misalnya dapat membentuk secara alami dari bawah, tokoh-tokoh lokal yang betul-
betul mengenal, dikenal, dan mewakili masyarakatnya. Kedua, dana publik, perlu diingat bahwa lembaga penyiaran publik
tidak hanya mengandalkan keuangannya dari anggaran negara tetapi juga dari iuran, dan donatur. Ketiga, akuntabilitas publik, karena dana
utamanya dari publik, maka terdapat kewajiban bagi penyiaran publik untuk membuat akuntabilitas finansialnya. Di Amerika Serikat, pemirsa
dapat melihat neraca keuangan stasiun televisi publik setiap saat yang disebut public file.
Kempat, keterlibatan publik, bisa berarti pertama menjadi penontonnya, kemudian menjadi kelompok yang dengan rela membantu
menyumbangkan tenaga, pikiran, dan dana untuk kelangsungan penyiaran publik; dan yang demikian penting adalah keterlibatan dalam ikut memberi
arah pada program-program yang akan dibuat serta ikut mengaevaluasinya. Kelima, kepentingan publik lebih dimenangkan dari
pada kepentingan iklan. Misalnya, ada satu acara yang begitu baik dan
3
bermanfaat menurut publik, namun ratingnya rendah, maka ia tetap akan diproduksi dan diupayakan tetap dipertahankan penayangannya. Tentu
kontras dengan penyiaran komersial. Effendi Gazali, 2003.
2.1.2. Lembaga Penyiaran Swasta