Analisis Perwilayahan Pembangunan Dan Investasi Di Provinsi Bengkulu

ANALISIS PERWILAYAHAN PEMBANGUNAN DAN
INVESTASI DI PROVINSI BENGKULU

YANA TATIANA
NRP H162100151

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Analisis Perwilayahan
Pembangunan dan Investasi di Provinsi Bengkulu adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Yana Tatiana
NIM H-162100151

RINGKASAN
YANA TATIANA. Analisis Perwilayahan Pembangunan dan Investasi di
Provinsi Bengkulu. Ketua Komisi Pembimbing MUHAMMAD FIRDAUS,
HERMANTO J. SIREGAR DAN HIMAWAN HARIYOGA sebagai anggota
Komisi Pembimbing.
Provinsi Bengkulu adalah Provinsi yang ada di wilayah Indonesia Bagian
Barat tepatnya di pulau Sumatera. Provinsi ini mengalami ketertinggalan dalam
Pembangunan dibandingkan Provinsi lain di Pulau sumatera. Salah satu penyebab
ketertinggalan provinsi ini adalah karena rendahnya kemampuan pembiayaan
pembangunan yang berasal dari investasi. Minat investor di wilayah ini relatif
rendah. Share pertanian terhadap PDRB di Provinsi Bengkulu masih relatif besar
yaitu 38.34 persen, Hal ini menandakan masih belum berkembangnya
pertumbuhan ekonomi di Provinsi ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). Kondisi di Provinsi Bengkulu dalam

kaitannya dengan struktur ekonomi, pola pertumbuhan dan penentuan sektor
unggulan, dalam kaitan antar wilayah. (2). Iklim investasi yang ada di Provinsi,
sekaligus perbaikan iklim investasi dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan
daya tarik daerah. (3). Faktor-faktor penentu yang menjadi daya tarik investor
untuk menanamkan modalnya di Provinsi Bengkulu. (4). Sektor yang dapat
mendorong percerpatan pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya dengan usaha
peningkatan investasi. Penelitian. Metode untuk perkembangan pembangunan di
Provinsi Bengkulu dianalisis denga menggunakan Tipologi Klassen, Location
Quation (LQ), Shiftshare, dan Kapasitas Fiskal. Metode untuk model faktor
penentu iklim investasi menggunakan metode analisis regresi logistik. Metode
untuk model faktor penentu investasi dianalisis dengan menggunakan metode
regresi Panel. Variabel yang dipergunakan dalam analisis iklim investasi dengan
regresi logistik meliputi akses lahan, infrastruktur daerah, Perizinan, Peraturan
daerah, dan Biaya Transaksi. Analisis regresi logistic menggunakan data primer.
Data yang diperoleh berasal kuesioner yang disebarkan kepada 33 responden yaitu
PMA, PMDN dan usaha kecil yang ada di Propinsi Bengkulu. Variabel yang
dipergunakan dalam analisis investasi industry adalah Pendapatan Domestik
Regional Brutto (PDRB) perkapita, Infrastruktur jalan, infrastruktur listrik,
infrastruktur air bersih, share pertanian terhadap PDRB, dan share pertambangan
terhadap PDRB. Data yang dipergunakan dalam analisis regresi panel adalah data

sekunder periode 2010-2013 berasal dari Biro Pusat Statistik Provinsi Bengkulu,
Departemen perindustrian dan Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM).
Hasil analisis deskripsi menyatakan bahwa wilayah yang paling maju
pertumbuhannya adalah Kota Bengkulu, kabupaten Rejang Lebong, dan
Kabupaten Bengkulu Selatan. Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Selatan
telah meninggalkan peranan pertanian sebagai sektor basis dan beralih ke sektor
jasa dan transportasi. Sedangkan kabupaten Rejang Lebong pertumbuhan
ekonominya sangat didominasi oleh sektor pertanian khususnya pertanian
tanaman pangan dan holtikultura. Sektor ekonomi yang menjadi sektor basis
dihampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu meliputi sektor pertanian
dengan sub sektor tanaman pangan dan holtikultura, sektor pertambangan dan

sektor Konstruksi. Walaupun menjadi sektor basis, dari ketiga sektor tersebut
hanya sektor konstruksi yang pertumbuhan maju atau cepat, sedangkan sektor
lain pertumbuhannya relatif lambat dibandingkan dengan kondisi di Provinsi
Bengkulu. Hasil analisis data primer dengan mengunakan regresi logit
memberikan hasil secara signifikan adanya pengaruh yang signifikan antara akses
lahan, infrastruktur daerah, Perizinan, Peraturan daerah dan Biaya transaksi
terhadap iklim investasi di Provinsi Bengkulu (chi square 29.029 dengan P value

0.00). Sedangkan secara parsial yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
dari seluruh faktor tersebut, hanya faktor perizinan saja (P value 0.116). Diantara
seluruh faktor yang berpengaruh signifikan, faktor yang paling dominan
pergerakannya dalam mendorong iklim investasi adalah akses lahan. Sedangkan
faktor terlemah peranannya dalam menciptakan iklim investasi adalah Peraturan
Daerah. Berdasarkan hasil tabulasi data diketahui bahwa kondisi akses lahan,
infrastruktur daerah, perizinan, Peraturan daerah dan Biaya transaksi masih belum
memadai. Hasil analis data sekunder dengan menggunakan analisis Regresi panel
untuk mengetahui faktor penentu investasi industry total, industry pertanian, dan
bukan pertanian memberikan hasil analisis adanya pengaruh yang signifikan
antara PDRB perkapita, Infrastruktur jalan, pangsa pertanian pada PDRB, dan
pangsa pertambangan pada PDRB terhadap investasi industri pertanian. Investasi
industry bukan pertanian di Provinsi Bengkulu hanya dipengaruhi oleh kualitas
tenaga kerja terdidik. Sedangkan hasil analisis faktor yang menentukan investasi
industri total adalah PDRB, infrastruktur jalan, pangsa pertanian terhadap PDRB
dan pangsa Pertambangan terhadap PDRB.
Kata Kunci :Investasi wilayah, sektor basis, iklim investasi, Provinsi
Bengkulu.

SUMMARY

YANA TATIANA.Analysis on Zoning Development and Investment in the
Province of Bengkulu. Chairman of the supervising commission MUHAMMAD
FIRDAUS, HERMANTO J. SIREGAR AND HIMAWAN HARIYOGA as a
member of the supervising commission.
Bengkulu is a province in Western Indonesia precisely on the island of
Sumatra. The province is lagging behind in development compared to other
provinces in Sumatra Island. One cause of this provincial backwardness is due to
low capability in development financing which originated from the investment.
Investor interest in the region is relatively low. Share of agriculture to the PDRB
(GDP) in the Province of Bengkulu is still relatively large of 38.34 percent. This
indicates that the economic growth in this province is still undeveloped.
The aims of this study were: (1). The conditions in Bengkulu Province in
relation to the economic structure, growth patterns, and the determination of the
leading sector, in terms of inter-regional; (2). The investment climate in the
province, as well as improving the investment climate in relation to the effort to
improve the attractiveness of the area; (3). The determining factors which were
the main attraction of investors to invest in the Province of Bengkulu; (4). The
sectors that can accelerate economic growth in relation with efforts to increase
investment. Research. Methods for development progress in Bengkulu Province
were analyzed using Klassen Typology, Location quation (LQ), Shiftshare, and

Fiscal Capacity. Methods to model the determinants of the investment climate
used Logistic Regression analysis. Method to model the determinants of
investment was analyzed using Panel Regression Method. Variables that used in
the analysis of the investment climate by Logistic Regression included access to
land, local infrastructure, licensing, local regulations, and transaction fees.
Logistic Regression analysis used primary data. The data were obtained from
questionnaires which distributed to 33 respondents, i.e.: PMA, PMDN, and
existing small businesses in the Province of Bengkulu. The variables used in the
analysis of industrial investment were the Gross Regional Domestic Product
(GDP/PDRB) per capita, road infrastructure, electricity infrastructure, clean water
infrastructure, the share of agriculture towards PDRB, and the share of mining
towards PDRB. The data used in the Panel Regression analysis were secondary
data in the periode of 2010-2013 that originated from Central Bureau of Statistics
Bengkulu Province, the Ministry of Industry and Trade, and Capital Investment
Coordinating Board (BKPM).
The results of the description analysis stated that the most advanced regions
growth were the City of Bengkulu, The District of Rejang Lebong, and The
District of South Bengkulu. The City of Bengkulu and The District of South
Bengkulu had left the role of agriculture as a sector basis and switched to the
service sector and transport, while economic growth in The District of Rejang

Lebong was dominated by the agricultural sector, especially food crops and
horticulture. Economic sector which was a sector basis in almost all districts/city
in the Province of Bengkulu include the agricultural sector with the sub-sector of
food crops and horticulture, mining and construction sectors. Despite being a

sector basis, of these three sectors, only the construction sector which grow
rapidly, whereas the other sectors, the growth was relatively slow compared to the
conditions in the Province of Bengkulu. The results of the primary data analysis
using Logistic Regression showed that there was a significant influence between
access to land, local infrastructure, licensing, local regulations, and transaction fee
towards the investment climate in the Province of Bengkulu (chi-square 29.029
with P-value 0.00). Partially, a factor which did not have a significant influence
on all of these factors was only licensing factor (P-value 0.116). Among all the
factors that had a significant influence, the most dominant factor in encouraging
investment climate was access to land, while the weakest factor role in creating
the investment climate was local regulations. Based on the results of Tabulation,
known that the conditions of access to land, local infrastructure, licensing, local
regulations, and transaction fees were still inadequate. The results of secondary
data analysts using Panel Regression analysis to know the determinants factors of
the total industrial investment, the agricultural industry, and the non-agricultural

industry, provides the results of the analysis that there were a significant influence
between PDRB per capita, road infrastructure, the share of agriculture in PDRB,
and the share of mining in PDRB towards the investment of agricultural industry.
Non-agricultural industrial investment in the Province of Bengkulu only
influenced by the quality of educated labor, while the analysis results of the
factors that determine the total industrial investment were PDRB, road
infrastructure, the share of agriculture towards PDRB, and the share of mining
towards PDRB.
Key Words : Regional investment, Base sector, Climate Investment,
Bengkulu Province.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


ANALISIS PERWILAYAHAN PEMBANGUNAN DAN
INVESTASI DI PROVINSI BENGKULU

YANA TATIANA
NRP H162100151
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Ir. Deddy S. Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc,

Ph.D
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S.

Penguji pada Sidang Promosi :1. Ir. Deddy S. Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc,
Ph.D
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S

-

-

__-

------ - - - - - - - -

----

Judul Disertasi : Analisis Perwilayahan Pembangunan dan Investasi di Provinsi
Bengkulu
Nama

: Y ana Tatiana
: Hl62100151
NRP
Program Studi
llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
f

tl

Prof Muhamma



0

GU_jエヲ@

Dr Ir Himawan Hariyoga, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
llmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan

セᄋ@

,

Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS

Tanggal Ujian:
Ujian Tertutup 31 Juli 2015
Sidang Promosi 25 Agustus 2015

Tanggal Lulus: "),..

1 A.ui '

r'l

1"1
.J

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul
Analisis Perwilayahan Pembangunan dan Investasi di Provinsi Bengkulu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Muhammad Firdaus, SP,
M.Si, Ph.D, Prof Dr Ir Hermanto J. Siregar M.Ec dan Bapak Dr Ir Himawan
Hariyoga M.Sc, selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan
dan saran dalam penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan
juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selalu
Ketua Program Studi dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. Selaku sekretaris
program studi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak Ir. Deddy S.
Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc, Ph.D dan Prof Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S.
atas waktu dan masukan-masukan serta koreksinya sejak ujian tertutup hingga
sidang Promosi.
Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor
Universitas Azzahra Bapak Drs. Syamsu A. Makka, Dekan Fakultas Ekonomi,
Bapak Dr. Tamrin Lanori, SE, M.Si. yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Program Studi
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan IPB. Bapak Drs. Khairil
Anwar M.Si dari Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu, Bapak Merwan Tabrani,
SE Kepala Bidang Pendapatan Dinas Pendapatan pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (DPPKAD), Tommy Irawan, SE, M.Si Biro Pengelolaan Keuangan
Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu, Bapak Pauzan. S.Sos, M.Si Dinas
Pertanian Bapak Hendarsyah, S.I.P M.Si Kepala Bagian Humas dan Protokol
Provinsi Bengkulu, Bapak Agung Tridjatmiko, SH Dinas Kehutanan Provinsi
Bengkulu . Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tuaku Tamran
Sahar dan Zurniar, Suamiku Ahmad Najamudin, anak-anakku Tegar dan
Gemilang Muhammad Perkasa, keluarga besarku dan teman-teman PWD 2010,
atas segala doa, Pengertian , dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Yana Tatiana

i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
DAFTAR TABEL ………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN\
1.1.
Latar Belakang ………………………………………………….
1.2.
Rumusan Masalah ……………………………………………….
1.3.
Tujuan Penelitian ………………………………………………..
1.4.
Manfaat Penelitian ………………………………………………
1.5.
Ruang lingkup Penelitian ………………………………………..

i
ii
iii
1
1
4
9
9
9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teori Ekonomi wilayah….………………………………………
2.2.
Wilayah …………………………………………………………
2.3.
Pembangunan ……………………………………………………
2.4.
Teori Pembangunan Daerah ……………………………………
2.5.
Pertumbuhan ekonomi …………………………………………
2.6.
Investasi………………………………………………………….
2.7.
Iklim Investasi …………………………………………………
2.8.
Infrastruktur ……………………………………………………..
2.9. PDRB ……………………………………………………………..
2.10 Penelitian Terdahulu …………………………………………….
2.11. Kerangka Pemikiran ……………………………………………..
2.12. Hipotesis …………………………………………………………
2.13. Kebaruan …………………………………………………………

10
10
11
13
14
17
20
25
27
28
28
30
33
33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi Penelitian …………………………………………………
3.2.
Metode Analisis …………………………………………….……
3.3.
Data dan metode Pengumpulan data ………………….…………
3.4.
Populasi dan sampel ………………………………………..……
3.5.
Definisi Operasional……………………………………,,,………
3.6. Metode Pengolahan data………………………………………..

34
34
35
35
36
37
38

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI BENGKULU
4.1. Perkembangan struktur ekonomi
4.2. Perwilayahan Pembangunan

45
46
65

BAB V. IKLIM INVESTASI…………………………………………….
5.1. Rekapitulasi data primer ………………………………………….
5.1.1. Akses lahan………………………………………………………..
5.1.2. Infrastruktur Daerah………………………………………………
5.1.3. Perizinan……………………………………………………………
5.1.4. Peraturan Daerah…………………………………………………..

67
68
68
69
71
73

i

ii

5.1.5. Biaya transaksi………………………………………………………
5.2. Hasil analisis faktor penentu iklim investasi di Provinsi Bengkulu..

74
77

BAB VI. FAKTOR PENENTU INVESTASI…………………………
6.1. Hasil ananalisis faktor penentu investasi industri pertanian di
Provinsi Bengkulu…………………………………………………..
6.2.
Analisis faktor penentu investasi industri bukan pertanian di
Provinsi Bengkulu……………………………………………..
6.3. Hasil analisis faktor penentu invertasi industri di Provinsi
Bengkulu…………………………………………………………….
6.4. Implikasi kebijakan ……...…………………………………………

81

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan……………………………………………………………..
7.2. Saran………………………………………………………………….

95
95
95

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii

83
87
88
90

iii

DAFTAR TABEL
1 Pemeringkatan ikim usaha ……………………………........
2 Jumlah PMA dan PMDN di Provinsi Bengkulu periode
2009-2010…………………………………………………
3 Penelitian Terdahulu………………………………………...
4 Penentuan Nilai Skore ……………………………………...
5 Jumlah Usaha besar Swasta dan BUMD…………….
6 Populasi dan sampel………………………………………...
7 Variabel model Regresi logit………………………………..
8 Variabel model Regresi Panel……………………………….
9 Kabupaten induk dan pemekaran……………………………
10 Kultur, Kendala masyarakat wilayah kabupaten/kota……....
11 Hasil analisis sektor basis dan pertumbuhan sektoral……….
12 Tipologi
Klassen
sektor
perekonomian
seluruh
kabupaten/kota………………………………………………
13 Peta Kapasitas fiscal………………………………………...
14 Uji validitas dan reliabilitas…………………………….......
15 Kendala dalam aktivitas investasi…………………………..
16 Hasil analisis iklim investasi……………………………….
17 Realisasi investasi PMA dan PMDN ………………………
18 Faktor penentu investasi industri pertanian……………….
19 Faktor penentu investasi industri bukan pertanian……….
20 Faktor penentuan investasi industri………………………..

iii

7
8
28
36
37
37
42
44
45
52
56
60
64
67
76
78
82
83
87
88

iv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 PDRB provinsi se-Indonesia…………………………………….
2 Share sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan
jasa seluruh provinsi di Indonesia…………………………….
3 PDRB kabupaten/kota…………………………………………...
4 PDRB berdasarkan penggunaan………………………………...
5 Ekspor batubara dan cangkang sawit…………………………..
6 Konsep wilayah…………………………………………………
7 Output, konsumsi dan investasi…………………………………
8 Kaitan investasi pemerintah dan swasta………………………..
9 Kerangka Pemikiran……………………………………………
10 Peta administrasi ……………………………………………….
11 Model analisis shiftshare………………………………………..
12 Laju pertumbuhan seluruh kabupaten/kota di Bengkulu……….
13 PDRB perkapita seluruh kabupaten/kota………………………
14 Sebaran PDRB perkapita seluruh provinsi se-Indonesia……..
15 Tipolologi kLassen kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu……
16 Sebaran tingkat PDRB dan jumlah penduduk seluruh
kabupaten/kota…………………………………………………
17 Persentase penduduk berusaha 15 tahun keatas bekerja menurut
lapangan usaha………………………………………………….
18 Derajat desentralisasi fiscal seluruh kabupaten/kota……………
19 PAD dan tingkat kemiskinan……………………………………
20 Opini investor tentang akses lahan……………………………..
21 Opini investor tentang infrastruktur daerah ….……………….
22 Kualitas infrastruktrur jalan……………………………………..
23 Opini investor tentang perizinan ….……………………………
24 Opini investor tentang Peraturan daerah ….…………………..
25 Opini investor tentang biaya transaksi ….…………………….

iv

1
2
5
6
6
12
22
24
32
34
40
47
48
48
49
50
51
63
64
68
70
69
72
74
75

1

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reformasi sistem pemerintahan yang terjadi saat ini telah memberikan
angin segar bagi perubahan kebijakan pembangunan wilayah terutama kebijakan
pembangunan daerah. Reformasi ini menyebabkan terjadinya pergeseran orientasi
pembangunan daerah dari pembangunan yang berorientasi sektoral menuju
pengembangan wilayah. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah
memandang pentingnya keterpaduan intersektoral, interspasial, serta antar pelaku
pembangunan di dalam dan antar daerah.
Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan yang berkesinambungan
selaras dengan intensitas dan aktifitas masyarakat dan Pemerintah. Pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi daerah.
Keberhasilan pembangunan menuntut penyediaan sumber daya yang
memadai. Kondisi pembangunan suatu wilayah dengan keterbatasan sumber daya
mengakibatkan harus difokuskannya pembangunan pada sektor-sektor yang
memberikan dampak pengganda (multiplier effect) besar terhadap sektor-sektor
lainnya atau perekonomian secara keseluruhan. Penentuan sektor prioritas
pembangunan wilayah merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan
efektifitas dan efisiensi pembangunan yang berbasis pembangunan wilayah
(Ramdani, 2003).
Pengejaran pertumbuhan merupakan tema sentral dalam kehidupan
ekonomi daerah/wilayah, tidak terkecuali Provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu
di tingkat nasional memiliki tingkat Pendapatan Domestik Regional Brutto
(PDRB) pada peringkat 5 terbawah setelah Provinsi Gorontalo, Maluku Utara,
Maluku, dan Sulawesi Barat. Diantara Provinsi se- sumatera, Bengkulu memiliki
tingkat PDRB dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terendah (Gambar1)
1400000,00
1200000,00
1000000,00
800000,00
600000,00
400000,00
200000,00
Aceh
Sumut
Sumbar
Riau
KepRi
Jambi
Sumsel
Babel
Bengkulu
Lampung
DKI Jkt
Jabar
Banten
Jateng
DIY
Jatim
Bali
Kalbar
KalTeng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Gorontalo
Sulteng
Sulsel
Sulbar
Sultra
NTB
NTT
Maluku
Malutara
Papua
Papua Barat

0,00

Sumber : Statistik Indonesia 2014
Gambar 1

PDRB atas dasar harga konstan Provinsi se-Indonesia tahun 2013
(milyar rupiah)

2

PDRB adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu
wilayah. Rendahnya tingkat PDRB Provinsi Bengkulu dibandingkan provinsi lain
di Indonesia mengindikasikan masih tertinggalnya proses Pembangunan di
Provinsi Bengkulu.
Proses pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan perubahan struktural
dan sektoral yang tinggi mencakup pergeseran secara perlahan-lahan dari aktivitas
pertanian ke sektor non pertanian dan dari sektor industri ke sektor jasa (Todaro
2000:122). Proses pertumbuhan ekonomi di wilayah yang sedang berkembang
akan tercermin dari pergeseran sektor ekonominya, yaitu peran sektor pertanian
dalam PDB atau PDRB akan mengalami penurunan, sedangkan peran sektor non
pertanian akan meningkat. Beberapa provinsi yang telah lebih maju
perekonomiannya memiliki share pertanian yang rendah, sedangkan share dari
sektor industri pengolahan terus meningkat. (gambar 2)
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00

Aceh
Sumut
Sumbar
Riau
KepRi
Jambi
Sumsel
Babel
Bengkulu
Lampung
DKI Jkt
Jabar
Banten
Jateng
DIY
Jatim
Bali
Kalbar
KalTeng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Gorontalo
Sulteng
Sulsel
Sulbar
Sultra
NTB
NTT
Maluku
Malutara
Papua
Papua Barat

0,00

Jasa

Industri Pengolahan

Pertambangan

Pertanian

Sumber : Statistik Indonesia 2014
Gambar 2 Share sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan dan jasa
seluruh provinsi di Indonesia tahun 2013 (persen)
Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa diantara seluruh provinsi yang ada
di Indonesia, provinsi Maluku Utara, Maluku, Gorontalo, Sulawesi Barat dan
Bengkulu memiliki tingkat PDRB terendah. Kelima provinsi ini memiliki
kesamaan yaitu share pertanian pada PDRB yang relatif besar melebihi sektor
lain. (gambar 2).
Hal berbeda terjadi di provinsi yang memiliki tingkat PDRB tertinggi yaitu
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Riau.
Kelima Provinsi ini memiliki share pertanian yang relatif rendah dibanding
provinsi lain yang ada di Indonesia dan share pertaniannya pun lebih rendah

3

dibandingkan share industri pengolahan pada PDRB (gambar 2). Atas dasar itu
dapat dinyatakan bahwa salah satu cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
adalah dengan melakukan perubahan struktur ekonomi dari dominasi sektor
pertanian menjadi industri pengolahan. Aktivitas industri pengolahan lebih
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan sektor
pertanian, khususnya pertanian tradisional.
Provinsi Sumatera Utara dan Riau adalah dua Provinsi di Sumatera yang
memiliki peringkat PDRB tertinggi. Share pertanian di kedua provinsi ini relatif
besar mencapai 20 persen. Selain pertanian, share sektor pertambangan dan
industri pengolahan pun di kedua provinsi ini relatif tinggi mencapai 20 persen.
Keunggulan di sektor primer juga diikuti keunggulan lain yaitu infrastruktur yang
berkualitas dan posisi strategis yaitu berada di jalur lintas utama Pulau Sumatera.
Adapun kondisi yang terjadi di Provinsi Bengkulu adalah kualitas infrastruktur
jalan, bandara maupun pelabuhan yang kurang memadai dan terbatasnya jalur
transportasi.
Hasil pemetaan wilayah yang dilakukan oleh Master Plan
Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memperlihatkan bahwa
letak Provinsi Bengkulu relatif terisolir dibandingkan Provinsi lain yang ada di
Pulau Sumatera yaitu tidak berada di jalur lintasan utama.
Keberhasilan pembangunan, membutuhkan dukungan modal fisik maupun
non fisik. Modal pembangunan tersebut dapat bersumber dari tabungan
masyarakat, investasi pemerintah maupun swasta, pinjaman dari dalam dan luar
negeri, maupun hibah. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan akan terjadi jika
didukung oleh pertumbuhan investasi. Usaha untuk meningkatkan investasi
bukanlah hal yang mudah. Persaingan antar daerah yang semakin tajam dalam
menarik investasi menuntut kemampuan Pemerintah Daerah untuk
mempersiapkan daerahnya sehingga mampu menarik investasi ke daerahnya.
Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tarik investasinya sangat
tergantung dari kebijakan yang berkaitan dengan investasi, Selain itu kemampuan
daerah untuk menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur
daya saing perekonomian daerah relative terhadap daerah lainnya juga penting
terkait dengan pengembangan sumberdaya manusia dan infrastruktur fisik dalam
upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan (KPPOD,
2003).
Peningkatan daya saing daerah adalah salah satu faktor pengembangan
(ekonomi) wilayah. Pelaksanaan pengembangan wilayah yang disesuaikan
dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi menjadikan Pemerintah
Daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan kelembagaan
pengelolaan ekonomi di daerah, sumberdaya manusia, dan iklim usaha yang dapat
menarik modal dan investasi, peran aktif swasta dan masyarakat melalui
koordinasi secara terus menerus dengan seluruh stakeholder pembangunan baik di
daerah maupun pusat. Pemerintah Daerah berperan sebagai fasilitator dan
katalisator bagi tumbuhnya minat investasi di wilayahnya.
Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah mencapai
pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap
terbuka pada persaingan tingkat domestik maupun internasional. Berdasarkan
Laporan akhir pengkinian Buku profil dan Pemetaan Daya saing Ekonomi
Daerah Kabupaten Kota di Indonesia tahun 2012 dinyatakan bahwa hal utama
yang mengakibatkan rendahnya daya saing daerah adalah basis perekonomiannya

4

yang masih sangat tergantung pada sektor primer, belanja pelayanan publik yang
cukup besar, kondisi geografis yang kurang menguntungkan dan kurang menarik
minat dunia usaha.
Rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bengkulu
dibandingkan Provinsi-Provinsi lain yang ada di Indonesia, mengindikasikan
perlunya kebijakan Pemerintah yang mampu menciptakan iklim usaha yang
dibutuhkan oleh para pelaku ekonomi untuk melakukan aktivitasnya.

1.2. Rumusan Masalah
Bengkulu merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang dibentuk
Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1968. Terletak di sebelah barat
pegunungan Bukit Barisan dengan luas wilayah ± 1.978.870 Ha atau 19.788,7
Km2. Wilayah bagian timur dari Provinsi ini berbukit-bukit dengan dataran tinggi
yang subur sedangkan bagian barat merupakan dataran rendah yang relatif
sempit, memanjang dari utara ke selatan. Kondisi wilayah mempengaruhi pola
pendapatan dari masyarakat.
Penduduk Provinsi Bengkulu beraglomerasi
disekitar daerah bagian tengah dan pantai Barat sepanjang Provinsi, sementara
bagian pedalaman merupakan kelompok-kelompok kecil dan terpencar-pencar.
Fenomena kebijakan pembangunan saat ini adalah menentukan daerahdaerah yang memiliki keunggulan wilayah sebagai pusat pertumbuhan. Kebijakan
ini disatu sisi dapat mendorong percepatan pembangunan wilayah, tetapi disisi
lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terserapnya sumberdaya
pembangunan ke daerah pusat pertumbuhan akibatnya kegiatan ekonomi
terkonsetrasi di daerah perkotaan sehingga trickle down effect yang diharapkan
menjadi tidak tercipta.
Provinsi Bengkulu terdiri dari 9 (sembilan) kabupaten dan 1(satu) kota.
Diantara seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bengkulu, Kota Bengkulu
dan Kabupaten Rejang Lebong memiliki tingkat PDRB tertinggi. Aktivitas
perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi juga terjadi di kota Bengkulu. Laju pertumbuhan yang melampaui
kabupaten lain disebabkan oleh keunggulan di sektor perdagangan, hotel dan
restoran serta jasa. Tingginya PDRB di Kota Bengkulu dapat diasumsikan
terpusatnya aktivitas ekonomi di wilayah ini. Dengan kata lain, Kota Bengkulu
menjadi pusat pertumbuhan. Sedangkan wilayah lain hanya menjadi wilayah
penyangga. Sektor perekonomian di Provinsi ini sangat didominasi oleh pertanian
dan perdagangan. Share pertanian masih sangat dominan peranannya di seluruh
kabupaten, hanya Kota Bengkulu yang memiliki share pertanian pada PDRB lebih
kecil daripada sektor perdagangan.
Adapun sebaran PDRB se-Provinsi Bengkulu adalah sebagai berikut :

5

8000000,00
7000000,00
6000000,00
5000000,00
4000000,00
3000000,00
2000000,00
1000000,00
0,00
Seluma

BS

Kota

BT

Jasa-jasa
Pengangkutan dan Komunikasi
Bangunan
Industri Pengolahan

Kphg

RL

LBG

KAUR

BU

Muko

Keuangan, Real estate, dan Jasa Perusahaan
Perdagangan, hotel dan restoran
Listrik, gas dan air bersih
Pertambangan dan Penggalian

Sumber : Bengkulu dalam Angka 2013
Gambar 3 PDRB atas dasar harga konstan seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi
Bengkulu (juta rupiah)
Kota Bengkulu sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Bengkulu
digerakkan oleh sektor perdagangan, hotel dan jasa. Sehingga dapat dikatakan
kota Bengkulu bergerak sebagai kota jasa. Kabupaten Rejang Lebong selain
penggerak utama perekonomian wilayahnya adalah sektor pertanian, juga
memiliki share perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDRB yang relatif besar
dibandingkan kabupaten lain. Dengan demikian dapat dinyatakan sektor
pertanian juga dapat menjadi pendorong pertumbuhan jika didukung oleh
aktivitas perdagangan dan jasa.
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi wilayah didasari oleh Pendapatan Domestik
Regional Brutto (PDRB). Jika dilakukan penghitungan PDRB atas dasar
penggunaan yang meliputi konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga, konsumsi
pemerintah, pembentukan modal tetap brutto, inventori stock dan ekspor netto.
Kondisi yang terjadi di propinsi Bengkulu adalah dominasi konsumsi rumah
tangga sedangkan pembentukan modal tetap brutto (PMTB) relatif rendah.
Sedangkan secara teori, tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan stabil
dan berkelanjutan jika komponen utama pendorong pembangunan adalah
investasi. Selain didominasi konsumsi rumah tangga, ekspor pun memiliki
peranan yang relatif besar. Kontribusi ekspor terhadap PDRB Provinsi Bengkulu
relatif tinggi dibandingkan pengeluaran lain, walaupun masih tetap dibawah
pengeluaran konsumsi rumah tangga (gambar 4).

6

7000000
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
-1000000

Konsumsi RT

Konsumsi
Nirlaba

Konsumsi Pembentukan Perubahan
Pemerintah
Modal
stock

2010

2011

Ekspor

Impor

2012

Sumber : Bengkulu dalam angka 2013
Gambar 4 PDRB (ADHK) Provinsi Bengkulu berdasarkan penggunaan
rupiah).

(juta

Tingkat ekspor di provinsi ini relatif meningkat dalam rentang waktu 2010-2012.
Walaupun aktivitas impornya pun mengalami kenaikan. Aktivitas ekspor di
Provinsi Bengkulu ini masih sangat didominasi oleh Batubara sedangkan ekspor
komoditi lain seperti karet dan cangkang sawit belum menonjol.

4%

4%

Eksport
Eksport
96%
96%

Sumber : Bengkulu dalam Angka 2014
Gambar 5 Ekspor Batubara dan cangkang sawit Provinsi Bengkulu
Aktivitas ekspor di Provinsi Bengkulu masih didominasi oleh ekspor antar
propinsi yaitu mencapai 69 persen sedangkan ekspor antar Negara baru mencapai
31 persen. Aktivitas impor pun didominasi impor antar provinsi mencapai 99
persen. Selama tahun 2010-2013 terlihat bahwa aktivitas ekspor dan impor terus
mengalami kenaikan. Kenaikan ekspor merupakan aktivitas positif dalam
meningkatkan pendapatan daerah, tetapi kenaikan impor merupakan aktivitas
negatif, sehingga dibutuhkan kebijakan dan pemahaman atas peningkatan impor
tersebut.
Peningkatan nilai impor ini sejalan dengan nilai inventori stock yang
negatif. Inventori stok disini diartikan sebagai persediaan hasil produksi di suatu
wilayah sebagai kelebihan konsumsi masyarakat. Inventori stock negatif dapat
diartikan belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat atas produksi lokal sehingga

7

masih dibutuhkan impor dari provinsi lain. Untuk mengatasi masalah kurangnya
penyediaan kebutuhan masyarakat maka dibutuhkan investasi yang mampu
mendorong usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat misalnya melalui industri
pengolahan bahan makanan dan kebutuhan non makanan.
Aktivitas investasi di suatu wilayah tidak terlepas dari iklim investasi yang
ada di wilayah tersebut. Berdasarkan pemeringkatan iklim investasi dan
pelayanan penanaman modal pada 33 Provinsi di Indonesia yang dilakukan oleh
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Provinsi Bengkulu masuk di peringkat 3
(tiga) terbawah setelah Papua barat dan Sulawesi Tenggara. Rendahnya peringkat
iklim investasi dan penanaman modal di Provinsi Bengkulu meningindikasikan
rendahnya fasilitas infrastruktur, akses lahan yang kurang mendukung dan
keamanan berusaha yang belum terjamin. Kurang baiknya iklim investasi secara
simultan membuat kinerja ekonomi daerah yang kurang maksimal dan sulit
merangsang keterlibatan swasta sehingga perekonomian daerah relatif kurang.
Kondisi kelembagaan
penanaman modal di Provinsi Bengkulu
berdasarkan laporan dari KPPOD dinyatakan menempati urutan terbawah diantara
33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia. Rendahnya penilaian terindikasi oleh
rendahnya upaya yang dilakukan pemerintah Provinsi untuk mempercepat proses
perizinan dan persetujuan investasi sehingga realisasinya menjadi kurang
maksimal. Pemerintah Provinsi Bengkulu dianggap tidak optimal dalam
mengupayakan percepatan proses perizinan di tingkat Provinsi dan upaya
pemerintah provinsi dalam berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten atau kota
dalam percepatan proses perizinan dan investasi di tingkat kabupaten dirasakan
kurang dan tidak optimal.
Buruknya kondisi iklim investasi dan kelembagaan penanaman modal
semakin diperparah dengan data dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang
menyatakan Bengkulu berada pada urutan dua terbawah dalam mempromosikan
investasi daerahnya. Berada di urutan bawah dalam penilaian aktivitas promosi
daerah karena Pemerintah daerah dianggap tidak mampu memetakan potensi
investasi daerah atau kalaupun ada data tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan
dari para pelaku usaha /investor (Tabel 1)
Tabel 1 Pemeringkatan iklim usaha Provinsi Bengkulu Tahun 2008 dalam skala
nasional
Indeks
Peringkat
Skor
Keseluruhan iklim investasi daerah
31
50,18
Kelembagaan pelayanan penanaman modal
33
43,98
Promosi investasi daerah
32
35,50
Sumber : KPPOD dan BKPM tahun 2008
Untuk tingkat kabupaten, Kabupaten Seluma, Kepahiang, Lebong, Kaur,
Bengkulu Tengah adalah lima dari sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu
yang berdasarkan Laporan Akhir Pengkinian Buku Profil dan Pemetaan Daya
Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2012 berada pada
sepuluh persen peringkat terbawah Daya saing Daerah Kabupaten/kota. Kondisi

8

ini erat kaitanya dengan usaha meningkatkan potensi investasi wilayah yang
berujung pada tujuan pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan
keberlanjutan.
Akibat dari buruknya iklim investasi yang ada di Provinsi Bengkulu
mengakibatkan jumlah proyek penanaman modal dalam negeri dan asing yang
telah disetujui Pemerintah menurut lokasi di Bengkulu dari tahun 2009 sampai
dengan 2013 terlihat sangat rendah. Proyek penanaman modal dalam negeri
(PMDN) hanya 8 (delapan) dengan modal yang ditanamkan sebesar Rp 170749.7
juta sedangkan penanaman Modal Asing (PMA) sebanyak 70 proyek dengan
modal yang ditanamkan sebesar 121938.1 USD ribu.
Aktivitas penanaman modal asing di Provinsi Bengkulu didominasi oleh
sektor industri makanan dengan bidang usaha minyak kelapa sawit (crude palm
oil), sektor perkebunan dengan bidang usaha perkebunan kelapa sawit, kopi dan
karet berikut pengolahan hasil perkebunan, dan sektor pertambangan dengan
bidang usaha pertambangan umum dan gas alam. Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) didominasi oleh sektor tanaman pangan dan perkebunan dengan
bidang usaha perkebunan kelapa sawit dan industri makanan dengan bidang
usaha industri minyak kasar dari nabati dan industri minyak goreng. Adapun
rekapitulasi aktivitas PMA dan PMDN di Provinsi Bengkulu terlihat pada Tabel
2 berikut ini :
Tabel 2 Jumlah PMA dan PMDN di Provinsi Bengkulu periode 2009-2013
No

Lokasi
Jumlah

1. .
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Kota Bengkulu
Seluma
Bengkulu Selatan
Kaur
Bengkulu Tengah
Bengkulu Utara
Mukomuko
Kepahiang
Lebong
Rejang Lebong
TOTAL

PMA
Nilai Investasi

10
7
2
2
0
28
3
2
3
13
70

7629.7
18072.3
1002.8
2497.3
0
92182.8
0
8.5
4.8
539.9
121937.1

PMDN
Jumlah
Nilai Investasi
2
0
0
0
0
6
0
0
0
0
8

0
0
0
0
0
170.749
0
0
0
0
170.749

Sumber : DATIN, BKPMD Bengkulu
Menurut laporan dari KPPOD, Perkembangan pembangunan daerah
secara makro tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar
daerah. Secara kelembagaan, otonomi daerah memberikan tantangan perubahan
kewenangan Provinsi dalam penanaman modal setelah otonomi daerah yang tidak
sebesar masa sebelum otonomi daerah.
Banyaknya keterbatasan yang dimiliki dan dihadapkan pada sejumlah
persoalan besar di bidang investasi, maka pemerintah Provinsi memegang
tanggung jawab dalam penciptaan iklim investasi di wilayahnya. Peran penting
Pemerintah Provinsi terutama dalam hal perumusan perencanaan kebijakan
bidang investasi di level Provinsi. Pemerintah provinsi juga sebagai perencana
pembangunan ekonomi regional, perencana tata ruang Provinsi, dan sebagai

9

koordinator aktivitas ekonomi yang bersifat lintas kabupatan/kota termasuk
didalamnya pelayanan di bidang investasi.
Pertumbuhan investasi, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekspor
dan impor adalah indikator dari kinerja ekonomi daerah. Rendahnya tingkat
PDRB di Provinsi Bengkulu dibandingkan dengan Provinsi se-sumatera,
ditambah lagi rendahnya pertumbuhan investasi dan tingginya impor maka dapat
dinyatakan bahwa kinerja ekonomi Provinsi Bengkulu rendah/buruk.
Semua kegiatan yang dilakukan dalam proses pembangunan bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya, melalui peningkatan aktivitas
ekonomi di wilayah Provinsi Bengkulu. Untuk mampu meningkatkan aktivitas
ekonomi ini, maka diperlukan sumber daya pembangunan yang memadai baik
yang bersumber dari dalam maupun luar wilayah tersebut. Atas dasar hal tersebut
maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :
1. Bagaimana struktur ekonomi dan pola pertumbuhan di masing-masing
Kabupaten/Kota, sektor apa yang menjadi unggulan, serta bagaimana
keterkaitan antar sektor tersebut di Provinsi Bengkulu ?
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penentu berkembangnya iklim investasi
yang kondusif di Provinsi Bengkulu?
3. Faktor-faktor apa yang menjadi penentu investasi di Provinsi Bengkulu ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka tujuan yanng ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis:
1. Kondisi di Provinsi Bengkulu dalam kaitannya dengan struktur ekonomi,
pola pertumbuhan dan penentuan sektor unggulan, dalam kaitan antar
wilayah.
2. Iklim investasi yang ada di Provinsi, sekaligus perbaikan iklim investasi
dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan daya tarik daerah.
3. Faktor-faktor penentu yang menjadi daya tarik investor untuk
menanamkan modalnya di Provinsi Bengkulu
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi pemerintah Provinsi
Bengkulu dan para pelaku ekonomi yang terlibat di Provinsi ini dalam
menganalisis pencapaian tingkat pembangunan, sektor-sektor penggerak
perekonomian, dalam kaitannya dengan usaha peningkatan investasi wilayah.
Usaha peningkatan investasi dilakukan dengan mencari faktor penentu iklim
investasi wilayah dan faktor penentu investasi.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian :
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bengkulu yang bertujuan menganalisis
usaha pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan

10

pembangunan sekaligus membahas hal-hal yang berkaitan dengan struktur dan
pola pertumbuhan ekonomi, sektor dan sub sektor ekonomi unggulan di seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. Penelitian ini juga menganalisis potensi dan
daya saing masing-masing wilayah, sekaligus faktor yang mempengaruh
terciptanya iklim investasi yang kondusif. Usaha peningkatan investasi menjadi
tujuan utama penelitian ini. Untuk itu dilakukan analisis faktor-faktor yang
menjadi penentu bertumbuhnya investasi di Provinsi Bengkulu.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Ekonomi Wilayah.
Argumen dasar dari ilmu ekonomi wilayah adalah adanya
wilayah/daerah yang memiliki keunggulan utama karena adanya kepemilikan
sumber daya alam maupun fasilitas transportasi seperti sungai dan pelabuhan
sehingga menjadi pusat dari kegiatan ekonomi. Namun pada kenyataannya banyak
wilayah yang tidak memiliki keunggulan tersebut tetap berkembang menjadi
pusat-pusat ekonomi. Hal ini yang mendasari munculnya teori Ekonomi Regional
Baru. Teori ini dipopulerkan oleh Paul Krugman pada tahun 1991. Model
Krugman didasarkan pada model Dixit dan Stiglitz’s (1977) tentang diferensiasi
produk dan menawarkan formalisasi melingkar Myrdal dan kumulatif sebabakibat. Dilatarbelakangi pada aglomerasi yang tidak selalu menghasilkan
seimbangan. Hal ini karena, di bawah aglomerasi, sebagian besar barang yang
dijual di wilayah pinggiran (pheriphery) harus dikirim dari wilayah pusat dan
dengan demikian harga kemungkinan menjadi tinggi. Pada gilirannya, hal ini
menguntungkan bagi perusahaan yang berlokasi di wilayah pinggiran. Ketika
biaya perdagangan tinggi, penyebaran manufaktur dinyatakan dalam
keseimbangan yang unik dalam model Krugman. Di sisi lain, ketika biaya
perdagangan rendah, permintaan di daerah pinggiran dapat dilayani dengan biaya
rendah dan terjadi aglomerasi.
Selain membahas adanya aglomerasi yang mengakibatkan kenaikan hasil
dan biaya transportasi, teori ini juga menekankan pada hubungan antara
perusahaan dan pemasok, serta antara perusahaan dan konsumen. Dalam teori ini
diilustrasikan adanya skala peningkatan hasil cenderung mendorong terjadi
konsentrasi geografis dari masing-masing produksi. Ketika biaya transportasi
berperan, lokasi yang menarik adalah lokasi yang terdekat dengan pasar dan
pemasok, sedangkan hal lain dianggap sama.
Lokasi konsentrasi produksi cenderung akan menarik
faktor-faktor
produksi. Di lokasi tersebut pekerja akan memiliki pekerjaan dan kesempatan
berkonsumsi yang lebih baik. Terkonsentrasinya pekerja di suatu lokasi
menyebabkan peningkatan permintaan barang konsumsi di lokasi tersebut,
sehingga lokasi tersebut menjadi menarik bagi produsen. Lokasi yang memiliki
pangsa produksi yang tinggi akan menyebabkan lokasi tersebut memiliki
kemampuan untuk memperkuat diri. Keuntungan dari wilayah yang dominan
adalah semakin banyaknya perusahaan yang tertarik untuk masuk, karena
banyaknya perusahaan-perusahaan yang sudah berproduksi di wilayah tersebut.
Hal ini bukan disebabkan oleh keunggulan dalam persediaan sumber daya.

11

Aglomerasi ini diperkuat oleh kekuatan sentrifugal, yaitu konsentrasi kegiatan
produktif di suatu wilayah akan mendorong kenaikan harga sewa lahan dan
rumah, dan juga dapat menyebabkan masalah lingkungan.
Unsur-unsur di dalam model ekonomi Regional baru adalah : (1).
Keuntungan dari konsentrasi yang tidak tergantung pada alam, dominasi dari
suatu daerah dianggap sebagai suatu proses self reinforcing. (2). Kondisi
keseimbangan untuk masing-masing kondisi berbeda. Interaksi akan terjadi antar
pasar, antara perusahaan dengan pemasok dan pelanggan, dan penekanan pada
peran ganda dari pekerja sebagai faktor produksi dan konsumen. (3). Kekuatan
sentripetal yang cenderung melemahkan akan diimbangi oleh kekuatan
sentrifugal. (4). Tidak terjadi eksternalitas ekonomi yang ada hanyalah interaksi
antara biaya transportasi, skala hasil yang meningkat, dan mobilitas faktor.
2.2. Wilayah
Menurut Isard (1975) dalam Rustiadi (2009), pengertian suatu wilayah
pada dasarnya bukan sekedar areal dengan batas-batas tetentu. Menurutnya
wilayah adalah suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya
masalah-masalah yang ada di dalamnya sedemikian rupa.
Wilayah mengacu pada pengertian geografis, yaitu sebagai suatu unit
gegrafis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen di dalamnya
memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu sama lainn. Secara geografis,
wilayah dapat didefinisikan sebagau unit geografis dengan batas-batas spesifik
(tertentu) di mana komponen-komponennya memiliki arti di dalam pendeskripsian
perencanaan dan pengelolaan sumber daya pembangunan. Tidak ada batasan
spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful”
untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi.
Murty (2000) mendefinisikan wilayah sebagai suatu area geografis,
teritorial atau tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara, provinsi, distrik
(kabupaten) dan perdesaan. Tapi suatu wilayah pada umumnya tidak sekedar
merujuk suatu tempat atau area, melainkan merupakan suatu kesatuan ekonomi,
politik, sosial, administrasi, iklim hingga geografis sesuai dengan pembangunan
atau kajian.
Rustiadi (2009) menyatakan kerangka klasifikasi konsep wilayah yang
lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yaitu : (1). wilayah homogen
(uniform), (2). wilayah sistem/fungsional, (3). Wilayah perencanaan/pengelolaan
(planning region atau programming region).
Adapun yang dimaksud dengan wilayah homogen adalah wilayah yang
dibatasi oleh faktor-faktor dominan yang bersifat homogen, sedangkan faktorfaktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Wilayah sebagai suatu
sistem dilandasi oleh pemikiran sebagai suatu entitas yang terdiri atas komponenkomponen yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu
sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan.
Wilayah dalam suatu sistem sederhana adalah wilayah yang bertumpu
atas konsep ketergantungan atau keterkaitan antara dua bagian atau komponen
wilayah. Dalam wilayah dengan sistem sederhana ini, wilayah nod