ANALISIS INVESTASI PEMBANGUNAN INDUSTRI dan

1

ANALISIS INVESTASI PEMBANGUNAN INDUSTRI
PENGOLAHAN KAKAO

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Investasi Industri

oleh
IING PAMUNGKAS 1409200250001

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INDUSTRI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2015

2

1.

Pendahuluan


1.1.

Latar Belakang
Kakao telah menjadi komoditas andalan perkebunan di beberapa daerah di

Indonesia terutama, wilayah Sulawesi, Papua dan Sumatera. Komoditi ini telah
berperan penting dalam perekonomian masyarakat di negeri ini. Pada tahun 2010,
Indonesia merupakan produsen kakao ketiga terbesar di dunia. Produksinya
mencapai sekitar 600 ribu ton per tahun. Dari jumlah itu, 74 persen kakao harus
diekspor karena tak terserap di dalam negeri. Sebagian besar kakao Indonesia
(sekitar 96 persen) diproduksi para petani (Askindo, 2011). Pada tahun 2012
produksi kakao Indonesia meningkat, sehingga menjadi produsen kakao terbesar ke2 di dunia, dengan produksi mencapai 922.720 ton, di bawah negara Pantai Gading
dengan produksi 1,38 juta ton.
Aceh merupakan salah satu Provinsi penghasil Kakao. Pada tahun 2012, luas
perkebunan Kakao di Provinsi Aceh diperkirakan sudah lebih dari 80.000 ha dengan
produksi sekitar 40.000 ton kakao kering per tahun (Kementan, 2013). Areal
tanaman kakao tersebar di beberapa kabupaten, terutama di Kabupaten Pidie, Pidie
Jaya, Aceh Utara, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Barat Daya.
Kakao Rakyat di Aceh pun terus bertambah dari tahun ke tahun.
Pasar lokal, nasional dan internasional juga semakin mengenal Kakao Aceh.

Namun, sistem dan infrastruktur pendukung pemasaran di wilayah Aceh masih
lemah, sehingga sebagian besar Biji Kakao Aceh di pasarkan melalui Medan
(Pelabuhan Belawan), Sumatera Utara. Sementara industri pengolahan kakao di
wilayah Aceh belum begitu berkembang khususnya di Pantai Barat Selatan Provinsi
Aceh. Salah satu industri pengolahan kakao seperti lemak coklat (Cocoa butter ) dan
bubuk coklat (Cocoa powder ) yang bernilai sangat tinggi selain untuk bahan pangan
juga dapat digunakan untuk bahan kosmetik.
Melihat potensi pasar industri kakao yang ada, pembangunan sebuah industri
kakao menjadi sebuah peluang dalam pemenuhan kebutuhan lokal dan internasional.
Wilayah pantai barat selatan khususnya di Kabupaten Aceh Barat merupakan
wilayah yang berpotensi dalam pembangunan sebuah industri pengolahan kakao
seiring dengan semakin luasnya lahan perkebunan kakao disekitaran wilayah
tersebut. Sebelum melakukan investasi dalam pembangunan industri pengolahan

3

kakao, diperlukan analisis kelayakan investasi untuk melihat apakah investasi
tersebut layak atau tidak didirikan dengan pertimbangan apakah investasi tersebut
akan memberikan keuntungan di masa yang akan datang. Kelayakan investasi
pembangunan industri pengolahan kakao akan dilakukan analisis meliputi business

model, economical model dan financial model.

1.2.

Tujuan
Tujuan dilakukan analisis kelayakan investasi pembangunan industri

pengolahan kakao adalah agar diketahui layak atau tidaknya dibangun sebuah
industri pengolahan kakao di wilayah Pantai Barat Selatan Aceh khsususnya di
Kabupaten Aceh Barat yang dilihat dari hasil net present value dan internal rate of
return.

4

2.

Pembahasan

2.1.


Teknologi Proses
Dalam kajian yang dilakukan, produk industri pengolahan kakao ini hanya

menghasilkan dua produk utama yaitu lemak kakao (Cocoa Butter ) dan bubuk kakao
(Cocoa Powder ). Teknologi proses yang digunakan dalam kajian ini adalah teknologi
industri pengolahan kakao skala kecil-menengah yang telah dikembangkan dan diuji
coba oleh pusat Penelitian dan Pengembangan Kopi dan Kakao Indonesia. Berikut
ini tahapan proses produksi cocoa butter dan cocoa powder .
a. Pembersihan dan sortasi. Tujuan proses ini untuk menjamin bahwa bahan
baku yang digunakan memenuhi kualitas standar yang telah ditetapkan.
b. Roasting

(Penyangraian).

Tujuan

dilakukan

proses


ini

untuk

mengembangkan cita rasa dan aroma khas coklat, menurunkan kadar air,
mematikan mikroba, mengelembungkan biji kulit sehingga mudah
dipisahkan dari nib dan membuat nib lebih renyah sehingga memudahkan
penghancuran dan penghalusan.
c. Deshelling (Penampian). Tahapan ini dilakukan memisahkan kulit kakao
dari nib.
d. Pasting (Pemastaan). Tahapan ini penggilingan nib menjadi pasta kakao
sebagai produk primer kakao
e. Pressing (Pengempaan). Bertujuan untuk mengurangi lemak kakao pada
pasta kakao sehingga menghasilkan bungkil dan lemak kakao bermutu
baik.
f. Powdering (Pembubukan). Bungkil merupakan hasil sampingan ekstraksi
lemak kakao yang umumnya sangat keras. Pada tahap ini bungkil akan
dihancurkan agar mendapatkan hasil bubuk kakao.
g. Kemudian dilakukan pengayakan bubuk dengan ukuran 200 mesh
sehingga diperoleh partikel bubuk kakao yang halus.

Pada dasarnya pengolahan kakao kering menjadi lemak kakao dan bubuk kakao akan
mengalami penyusutan berat atau rendemen. Rendemen yang diperoleh dari kakao
kering menjadi lemak kakao yaitu 38,50% dan bubuk kakao yaitu 40,83%.

5

2.2.

Businness Model

Produksi utama industri pengolahan kakao adalah bubuk coklat (Cocoa
powder ) dengan melalui beberapa proses pengolahan. Sebagai hasil sampingan dari

tahap pengepresan akan dihasilkan pula lemak kakao/coklat (Cocoa butter ) yang siap
dijual. Berikut data-data teknis dari industri pengolahan kakao.


kapasitas terpasang cocoa butter 140,4 kg/hari dan cocoa powder 147,6




kg/hari



Jam kerja: 16 jam dengan pembagian 2 shift kerja



Harga jual cocoa butter yaitu Rp. 110.000,-



Kebutuhan tenaga kerja: 38 orang



Bahan baku utama biji kakao kering dengan kebutuhan 140,7 kg/hari

Harga jual cocoa powder yaitu Rp. 85.000,-


Potensi pasar cocoa powder tersebar diseluruh wilayah aceh dan sekitarnya,
sedangkan produk cocoa butter potensi pasar berada di Pulau Jawa dan pasar ekspor.
Produk lemak kakao merupakan produk yang termahal dari produk kakao lainnya
dan juga dibutuhkan teknologi tinggi dalam proses pengolahan selanjutnya. Sehingga
konsumen cocoa butter masih sangat terbatas pada industri pengolahan makanan,
minuman, kosmetik dan farmasi.
Strategi yang digunakan untuk memasarkan kedua produk menggunakan
berbagai saluran yaitu kerjasama/kontrak dengan industri yang menggunakan bahan
baku lemak kakao. Pemilihan mekanisme kontrak yang digunakan untuk
memasarkan produk lemak kakao dikarenakan jenis industri konsumen ditargetkan
adalah skala industri menengah-besar. Adapun saluran untuk bubuk kakao
menggunakan counter khusus, pedagang retail, pengecer dan direct selling. Counter
khusus akan berada berdekatan dengan lokasi produksi dengan maksud
meminimalisir biaya transportasi pemasaran dan memperkuat image positioning.
Penggunaan saluran pedagang retail dan pengecer untuk memperluas jangkauan
pemasaran dan mendekatkan produk dengan end user . Sedangkan sistem direct
selling ditujukan untuk segmen pasar industri yang kecenderungannya membutuhkan

6


volume pembelian produk yang besar, membutuhkan jaminan kepercayaan dan
hubungan reaksi.

2.3.

Economical Model

2.3.1. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan
Pembiayaan investasi terdiri atas dua sumber yaitu dana pinjaman bank dan
modal sendiri dengan skema pembagian masing-masing sebesar 75%-25%. Total
seluruh biaya investasi yang dibutuhkan oleh industri pengolahan kakao setelah
dikaji yaitu Rp. 1.221.878.202,- yang terdiri dari biaya investasi awal dan modal
kerja pada bulan pertama. Modal kerja bulan pertama diperoleh pada biaya bahan
baku berkapasitas produksi 75%. Sumber dan struktur pembiayaan dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 1. Sumber dan Struktur Pembiayaan
Sumber Dana
Investasi Awal
Modal Kerja

Modal Pinjaman Rp. 847.575.000,Rp. 282.525.000
Modal Sendiri
Rp. 61.333.651,Rp. 20.444.550
Total

Total
Rp. 1.130.100.000
Rp. 81.778.202
Rp. 1.211.878.202

Untuk dana pinjaman berasal dari bank konvesional yaitu kredit investasi
yang diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga yang berlaku untuk
pinjaman yaitu 18 persen dan masa pembayaran angsuran selama 5 tahun dengan
perhitungan suku bunga efektif dengan flafond kredit Rp. 908.908.651,- jangka
waktu 5 tahun. Berikut rumus perhitungannya:
angsuran pokok 
angsuran bunga 

plafond
jumlah angsuran


( flafond  (angsuran pokok * (bulan angsuran  1))) * bunga
12 bulan

Berikut hasil perhitungannya:
Tabel 2. Kredit Investasi
Tahun keAngsuran
Pokok
Bunga
0
Rp. 0
Rp. 0
1
Rp. 181.781.730
Rp. 148.606.564
2
Rp. 181.781.730
Rp. 115.885.853

Sisa Pinjaman
Rp.
Rp.
Rp.

908.908.651
727.126.921
545.345.191

7

3
Rp. 181.781.730
Rp. 83.165.142
4
Rp. 181.781.730
Rp. 50.444.430
5
Rp. 181.781.730
Rp. 17.732.719
Total
Rp. 908.908.651
Rp. 415.825.708
2.3.2. Capital Expenditure (Capex)

Rp. 363.563.460
Rp. 181.781.730
Rp. 0
Rp. 1.324.734.359

Capital expenditure yaitu pengeluaran yang menciptakan manfaat masa

depan. Sebuah belanja modal tersebut terjadi ketika bisnis menghabiskan uang baik
untuk membeli aktiva tetap atau untuk menambah nilai aset yang ada dengan masa
manfaat yang melampaui tahun pajak. Berikut ini estimasi biaya capex:
Tabel 3. Estimasi Biaya Capital Expenditure (Capex)
No

Jenis Capex

1 Pra Investasi
2 Tanah dan Bangunan
3 Instalasi

4 Mesin dan Peralatan

5 Alat Kantor

6 Alat Distribusi

Item
Perizinan
Amdal
Tanah
Bangunan
Instalasi listrik
Instalasi air
Penyangrai biji kakao
Pemisah nib dan kulit
Pemasta
Pengempa hidrolik
Penepung bungkil
Pengayakan bubuk
Mesin pengemas
Sarana pelengkap
Alat laboratorium
Pelengkap utilitas
Komputer
Lemari arsip
Meja kursi kantor
Telepon
ATK
Mobil

@Harga
5.000.000
1.000.000
400.000
1.200.000
10.000.000
3.000.000
108.000.000
49.000.000
45.500.000
87.600.000
48.000.000
18.500.000
35.000.000
12.000.000
2.500.000
1.000.000
5.000.000
750.000
2.000.000
300.000
1.000.000
125.000.000
Total

Jumlah
1
1
375
128
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
2

Satuan
Paket
Paket
m2
m2
Paket
Paket
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
Paket
unit
Paket
unit

Total Harga

Total

5.000.000
1.000.000
150.000.000
153.600.000
10.000.000
3.000.000
108.000.000
49.000.000
45.500.000
175.200.000
96.000.000
18.500.000
35.000.000
12.000.000
2.500.000
1.000.000
10.000.000
1.500.000
2.000.000
300.000
1.000.000
250.000.000

6.000.000
303.600.000
13.000.000

542.700.000

264.800.000

1.130.100.000

2.3.3. Operational Expenditure (Opex)
Operating expenditure yaitu mengacu pada biaya yang dikeluarkan dalam

perjalanan bisnis biasa, seperti penjualan, beban umum dan administrasi (dan tidak
termasuk harga pokok penjualan atau HPP, pajak, depresiasi dan bunga). Pada
estimasi biaya operasional bahan baku di asumsikan menjadi 2, yaitu saat kapasitas
produksi berjalan 75% dan saat kapasitas berjalan 100%. Kapasitas produksi berjalan

8

75% akan diasumsikan berjalan selama 2 tahun awal beroperasi dan tahun
selanjutnya akan berjalan 100%. Berikut ini estimasi biaya opex untuk industri
pengolahan kakao:
Tabel 4. Estimasi biaya bahan baku saat kapasitas produksi 75%
No
1
2
3
5
6
7

Item
Biji kakao kering
Kemasan sachet
Kemasan karton
Listrik
BBM
Air

Kebutuhan
Perbulan
2.633
2.088
2.088
10.917
60
30
Total

Harga
persatuan
25.000
200
300
1.300
11.000
2.300

Satuan
Kg
Pcs
Pcs
Kwh
Liter
m3

Biaya Perbulan
65.812.500
417.690
626.535
14.192.477
660.000
69.000
81.778.202

Biaya Pertahun
789.750.000
5.012.280
7.518.420
170.309.718
7.920.000
828.000
981.338.418

Tabel 5. Estimasi biaya bahan baku saat kapasitas produksi 100%
No
1
2
3
5
6
7

Item
Biji kakao kering
Kemasan sachet
Kemasan karton
Listrik
BBM
Air

Kebutuhan
Perbulan
3.510
2.785
2.785
14.556
80
40
Total

Harga
persatuan
25.000
200
300
1.300
11.000
2.300

Satuan
Kg
Pcs
Pcs
Kwh
Liter
m3

Biaya Perbulan
87.750.000
556.920
835.380
18.923.302
880.000
92.000
109.037.602

Tabel 6. Estimasi Biaya Pekerja

No
1
2
3
4
5
6

Jumlah
Pegawai
22
5
3
2
2
2

Posisi
Pegawai produksi
Pegawai kantor
Pegawai pemasaran
Satpam
Pekerja Gudang
OB
Total

Gaji/bulan

Gaji/tahun

1.400.000
2.000.000
1.600.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000

369.600.000
120.000.000
57.600.000
28.800.000
28.800.000
28.800.000
633.600.000

Biaya Pertahun
1.053.000.000
6.683.040
10.024.560
227.079.625
10.560.000
1.104.000
1.308.451.225

9

2.3.4. Overhead Cost
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi yang tidak langsung terhadap
produk. Berikut ini biaya overhead industri pengolahan kakao antara lain perawatan,
pajak penghasilan, depresiasi, promosi, telepon dan distribusi.
a. Biaya perawatan akan ditetapkan sebesar 2% dari pendapatan yang
diperoleh.
b. Biaya pajak akan ditetapkan sebesar 10% dari pendapatan yang
diperoleh.
c. Depresiasi atau penyusutan yaitu penurunan dalam nilai fisik properti
seiring dengan waktu dan penggunaannya. Dalam hal ini taksiran industri
pengolahan kakao berproduksi yaitu selama 10 tahun dengan nilai sisa
Rp.500.000.000,-. Kemudian perhitungan depresiasi akan menggunakan
metode garis lurus dan berikut perhitungannya:
Biaya depresiasi tahunan 
Biaya depresiasi tahunan 

biaya aktiva tetap  nilai sisa
umur ekonomis (tahun )

1.130.100.000  500.000.00
 Rp.63.010.000
10

d. Biaya promosi akan ditetapkan sebesar 2% dari pendapatan yang
diperoleh.
e. Biaya telepon akan ditetapkan sebesar 0,2% dari pendapatan yang
diperoleh.
f. Biaya distribusi akan ditetapkan sebesar 1% dari pendapatan yang
diperoleh.

2.3.5. Cash flow
Cash flow merupakan analisis yang berhubungan dengan pendapatan atau

keuntungan yang ditimbulkan karena adanya pembelanjaan atau investasi. Cash flow
biasanya dihitung dengan basis perhitungan tahun dengan tujuan evaluasi, yang
ditentukan melalui pengurangan cash outflow dari cash inflow yang dihasilkan dari
kegiatan investasi. Berikut ini cash flow dari investasi pembangunan usaha pabrik
roti:

10

Tabel 7. Cash Flow
KETERANGAN

Tahun 0

Tahun 1

Tahun 2

Tahun 3

Tahun 4

Tahun 5

Tahun 6

Tahun 7

Tahun 8

Tahun 9

Tahun 10

A. INFLOW
1 Penjualan Cocoa Butter
2 Penjualan Cocoa Powder
3 Modal Sendiri
4 Kredit Bank
TOTAL INFLOW

302.969.550
908.908.651
1.211.878.202

1.248.647.400
1.152.663.750
2.401.311.150

1.248.647.400
1.152.663.750
2.401.311.150

1.783.782.000
1.536.885.000
3.320.667.000

1.783.782.000
1.536.885.000
3.320.667.000

1.783.782.000
1.536.885.000
3.320.667.000

1.783.782.000
1.536.885.000
3.320.667.000

1.783.782.000
1.536.885.000
3.320.667.000

1.783.782.000
1.536.885.000
3.320.667.000

1.783.782.000
1.536.885.000
3.320.667.000

1.783.782.000
1.536.885.000
3.320.667.000

B. OUTFLOW
1 Investasi/Capex
2 Awal Operasional
3 Operasional
4 Tenaga Kerja
5 Perawatan
6 Pajak Penghasilan
7 Depresiasi Investasi (10 tahun)
8 Promosi
9 Telepon
10 Distribusi
11 Bunga Bank
TOTAL OUTFLOW

1.130.100.000
81.778.202
1.211.878.202

981.338.418
633.600.000
48.026.223
240.131.115
63.010.000
48.026.223
4.802.622
24.013.112
148.606.564
2.191.554.278

981.338.418
633.600.000
48.026.223
240.131.115
63.010.000
48.026.223
4.802.622
24.013.112
115.885.853
2.158.833.566

1.308.451.225
633.600.000
66.413.340
332.066.700
63.010.000
66.413.340
6.641.334
33.206.670
83.165.142
2.592.967.750

1.308.451.225
633.600.000
66.413.340
332.066.700
63.010.000
66.413.340
6.641.334
33.206.670
50.444.430
2.560.247.039

1.308.451.225
633.600.000
66.413.340
332.066.700
63.010.000
66.413.340
6.641.334
33.206.670
17.723.719
2.527.526.327

1.308.451.225
633.600.000
66.413.340
332.066.700
63.010.000
66.413.340
6.641.334
33.206.670

1.308.451.225
633.600.000
66.413.340
332.066.700
63.010.000
66.413.340
6.641.334
33.206.670

1.308.451.225
633.600.000
66.413.340
332.066.700
63.010.000
66.413.340
6.641.334
33.206.670

1.308.451.225
633.600.000
66.413.340
332.066.700
63.010.000
66.413.340
6.641.334
33.206.670

1.308.451.225
633.600.000
66.413.340
332.066.700
63.010.000
66.413.340
6.641.334
33.206.670

C. SELISIH KAS (A-B)

0

209.756.872

242.477.584

727.699.250

760.419.961

793.140.673

D. KEWAJIBAN KE BANK

0

181.781.730

181.781.730

181.781.730

181.781.730

181.781.730

(1.211.878.202)

27.975.142

60.695.853

545.917.520

578.638.231

611.358.942

E. NET PROFIT (C-D)

IRR 6 tahun
IRR 10 tahun
NPV
Keterangan
Hari kerja
Kapasitas Produksi cocoa butter
Harga cocoa butter
Output cocoa butter
Kapasitas Produksi cocoa powder
Harga cocoa powder
Output cocoa powder
Jangka waktu suku bunga efektif
Perkiraan nilai depresiasi

Rate
18%

19%
30%
Rp2.073.629.533 Layak Investasi

300
140,4
110.000
38,50%
147,6
85.000
40,83%
5
500.000.000

Hari
kg/hari
Rp
kg/hari
Rp
Tahun
Rp

-

-

-

-

-

2.509.802.609

2.509.802.609

2.509.802.609

2.509.802.609

2.509.802.609

810.864.391

810.864.391

810.864.391

810.864.391

810.864.391

0
810.864.391

0
810.864.391

0
810.864.391

0
810.864.391

0
810.864.391

11

2.4.

Financial Model

2.4.1. Internal Rate of Return (IRR)
Metode Internal Rate of Return menghitung tingkat bunga yang menyamakan
nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa
mendatang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar dari tingkat bunga relevan (tingkat
keuntungan yang di isyaratkan) maka investasi dikatakan menguntungkan, kalau
lebih kecil dikatakan merugikan. Kriteria yang layak dari internal rate of return yaitu
lebih besar dari 18%. Hasil penghitungan internal rate of return dari arus kas bersih
di atas, ditemukan nilai internal rate of return sebesar 30% pada tahun ke 10. Maka
30% > 18% sehingga perhitungan dapat dinyatakan layak sesuai kriteria kelayakan
bisnis. Sedangkan tahun minimal dikatakan layak sesuai kriteria berdasarkan
perhitungan internal rate of return diperoleh pada tahun ke 6 yaitu sebesar 19%.

2.4.2. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui

profitabilitas investasi yang ditanamkan. Metode net present value menghitung
selisih antara modal investasi sekarang dengan nilai sekarang dari penerimaanpenerimaan kas bersih (operasional maupun Terminal Cash Flow) dimasa yang akan
datang. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah:

NPV  
n

t 1

di mana:

Ct

(1  k ) t

 Co

Ct = net cash flow tahun ke –t
k

= discount rate

Co = initial cost dari investasi yang digunakan
n

= periode investasi yang akan dihitung

Agar memudahkan perhitungan net present value, maka akan digunakan formula di
Microsoft Excel. Berdasarkan hasil perhitungan formula Microsoft Excel, diperoleh
hasil

sebesar

Rp.2.073.629.533,-.

Dikarenakan

nilai

net

present

value

Rp.2.073.629.533 > 0, menunjukkan hasil positif, maka dinyatakan bahwa investasi
pembangunan industri pengolahan kakao di Aceh Barat dinyatakan telah layak.

12

3.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tentang kelayakan investasi pembangunan

industri pengolahan kakao dengan kapasitas terpasang untuk cocoa butter 140,4
kg/hari dan kapasitas terpasang untuk cocoa powder 147,6 kg/hari, diperoleh nilai
internal rate of return sebesar 30% pada tahun ke 10. Maka 30% > 15% sehingga

perhitungan dapat dinyatakan layak sesuai kriteria kelayakan bisnis. Sedangkan
tahun minimal dikatakan layak sesuai kriteria berdasarkan perhitungan internal rate
of return diperoleh pada tahun ke 6 yaitu sebesar 19%. Sedangkan hasil perhitungan
net

present

value

diperoleh nilai sebesar Rp.2.073.629.533,-. Dari nilai

Rp.2.073.629.533,- > 0 menunjukkan hasil positif, maka dinyatakan bahwa investasi
pembangunan industri pengolahan kakao di Aceh Barat dinyatakan telah layak.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24