Faktor yang Mempengaruhi Pola Pelaksanaan Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan : Kasus 2 Desa di Kabupaten Karawang

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA PELAKSANAAN
PENYALURAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DI PEDESAAN :
Kasus 2 Desa di Kabupaten Karawang

Oleh :
MACHYUDIN AGUNG HARAHAP
KMP. 99533

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
MACHYUDIN AGUNG HARAHAP. Faktor yang Mempengaruhi Pola
Pelaksanaan Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan di Pedesaan : Kasus 2 Desa di
Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh MUSA HUBEIS sebagai ketua;
KRISHNARINI MATINDAS dan FARDA ROHADJI sebagai anggota.
Penelitian deskriptif korelasional dilaksanakan untuk mengkaji enam
faktor, berikut : (1) karakteristik petani, (2) struktur sosial, (3) kebutuhan saluran
informasi, (4) keeratan individu dari jaringan komunikasi, (5) kekompakan
individu dari jaringan komunikasi, dan (6) hubungan karakteristik petani, struktur

sosial, kebutuhan saluran informasi, jaringan komunikasi dan pola pelaksanaan
kredit ketahanan pangan. Digunakan penarikan contoh purposif untuk menentukan
1 Kecamatan dan penarikan contoh acak sederhana dalam menentukan 2 desa,
serta penarikan contoh purposif untuk menentukan 56 responden. Kategori dari
peubah bebas adalah termasuk karakteristik petani, struktur sosial, kebutuhan
saluran informasi (keterdedahan media) dan jaringan komunikasi ini. Peubah
terikat adalah pola pelaksanaan kredit ketahanan pangan, dan analisa dilakukan
dengan uji kategori khi-kuadrat (x2).
Dari hubungan antara karakter individu dan individu dalam mengadopsi
kredit ketahanan pangan di Desa Dayeuh Luhur, diperoleh bahwa : lama bertani
(x2) = 4,71, struktur sosial tidak terdapat adanya hubungan, kebutuhan saluran
informasi terdiri dari: membaca majalah (x2) = 7,91; menonton TV (x2) = 4,08,
dan mendengar radio (x2) = 7,91. Korelasi antara karakter individu dan individu
dalam mengadopsi kredit ketahanan pangan di Desa Lemah Karya adalah : tingkat
pendidikan (x2) = 8,35 dan menonton TV (x2) = 6.64. Hubungan antara keeratan
individu di Desa Dayeuh Luhur (x2) = 533, dan Lemah Karya (x2) = 0,31,
kekompakan individu di Desa Dayeuh Luhur (x2) = 8,67 dan Lemah Karya (x2) =
1,38 dan tingkat mengenai penyaluran kredit ketahanan pangan tidak nyata.

SURAT PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA PELAKSANAAN
PENYALURAN KREDIT KETAHANAN PANGAN :Kasus 2
Desa di Kabupaten Karawang
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah di
publikasikan

. Semua data dan

informasi yang digunakan telah dinyatakan secara

jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Nrp. 99533

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA PELAKSANAAN
PENYALURAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DI PEDESAAN :
Kasus 2 Desa di Kabupaten Karawang


MACHYUDIN AGUNG HARAHAP
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sain pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Faktor yang Mempengaruhi Pola Pelaksanaan Penyaluran
Kredit Ketahanan Pangan : Kasus 2 Desa di Kabupaten

Nama
NRP
Program Studi


: Machyudin Agung Harahap
: 99533
: Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Karawang

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis. MS. Dipl. In?. DEA
Ketua

%W

D

Kri hnarini atindas.
Anggota


Dra. ~ a r i . ~ ~ hi.; MS.
dj

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Komunikasi

3 .Direktur Program Pascasarjana

0 1 JUL 2002
Tanggal lulus :

13

mi

RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Mei 1974 sebagai anak ke enam
dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Maragindo Harahap dan Hj. Syarifah.
Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar tahun 1986 di SDN Anyelir


02 Depok, dari SMPN 98 Jakarta lulus tahun 1989 dan dari SMAN 97 Jakarta lulus di
tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Jurnalistik, Fakultas Komunikasi
IISIP Jakarta, lulus pada tahun 1997 dan tahun 1999 diterima di Program Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan pada Program Pascasarjana IPB.
Menjadi staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Bengkulu, pada tahun 1999 sampai dengan sekarang dan sejak tahun 1995-1996
menjadi wartawan harian Merdeka.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
bimbingannya, sehingga penulisan tesis berjudul Faktor yang Mempengaruhi Pola
Pelaksanaan Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan di Pedesaan: Kasus 2 Desa di
Kabupaten Karawang dapat diselesaikan.
Banyak hikmah bermakna dan sebagai suatu pelajaran

maupun

pengalaman berharga yang dapat penulis peroleh selama penelitian hingga

terselesaikannya tesis ini . Tiada kata yang dapat disampaikan, kecuali ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Dra.

Krishnarini Matindas, MS dan Dra. Farida Rohadji, MS sebagai Anggota
Komisi Pembimbing.
2. Prof. Dr. Zulkifli Husein, SE, MSc sebagai Rektor Universitas Bengkulu.
3. Drs. Suwarno Utomo, MS sebagai Dekan FISIPOL Universitas Bengkulu.
4. Hj. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis sebagai Ketua Program Studi Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dan seluruh staf pengajar Magister
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.
5. Mohammad Zulkarnain, SP, Ir. Khaji Anti dan Rio Fernando, SE yang

menjadi selama ini menjadi teman berdiskusi.
6. Kakak dan Adik serta secara khusus kedua orang tua, yaitu H. Maragindo

Harahap dan Hj. Syarifah yang telah mengasuh, membesarkan dan
menanamkan nilai-nilai agama dan penuh harap agar penulis menjadi orang
yang berguna.


7. Eva Yulia Rakhma, SP, kehadiranmu sebagai cahaya yang telah memberikan

motivasi, menghibur dan membantu penulis disaat akhir masa studi, mudahmudah kau dapat menjadi teman hidupku.
Semoga segala bantuan dan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak
kepada penulis mendapat balasan dan amal yang baik dari Allah SWT. Akhirnya,
penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan untuk itu penulis
berharap, kiranya tesis ini dapat dimanfaatkan bagi pembaca yang berkepentingan.

Bogor, 13 Mei 2002

Penulis

DAFTAR IS1

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................................

..


11

...

SURAT PERNYATAAN ..........................................................................................

111

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ...............................................................................................

vi

DAFTAR IS1 ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix

............................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN ...............................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Tujuan Penelitian .............................................................................................

1
1
5

I1. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
A. Komunikasi ...................................................................................................
B. Struktur Sosial ...............................................................................................
C. Kebutuhan Saluran Informasi ........................................................................
D. Jaringan Komunikasi ......................................................................................
E. Adopsi Inovasi. Khalayak Aktif dan Pasif ......................................................
F. Program Kredit Ketahanan Pangan .................................................................


6
6
7
10
13
15
17

III.METODOLOG1 PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran .......................................................................................
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................
C. Pengumpulan Data .........................................................................................
D. Analisis Data dan Reliabilitas Instrumen .......................................................
E. Definisi Operasional ......................................................................................

23
26
26
29
31

1V.HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................
A . Karakteristik Petani ........................................................................................
B. Struktur Sosial .................................................................................................
C. Kebutuhan Saluran Informasi ..........................................................................
D. Jaringan Komunikasi Interpersonal................................................................
E. Hubungan Karakteristik Petani dengan Pola Pelaksanaan KKP......................
F.Hubungan Struktur Sosial dengan Pola Pelaksanaan KKP .............................
G. Hubungan Kebutuhan Saluran Informasi dengan Pola Pelaksanaan KKP ......
H . Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Pola Pelaksanaan KKP ...................
I. Hubungan Antar Peubah Bebas (Karakteristik Petani, Struktur Sosial.
Kebutuhan Saluran Informasi dan Jaringan Komunikasi.................................

V . KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 91
A . Kesimpulan....................................................................................................... 91
B . Saran ................................................................................................................. 92

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 93
LAMPIRAN ..........................................................................................................

96

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Teks

Halaman

1. Faktor yang Mempengaruhi Pola Pelaksanaan Penyaluran KKP
di Pedesaan ........................................................................
2 . Matriks Komunikasi Interpersonal Tentang Pelaksnaan KKP di Desa
Dayeuh Luhur ........................................................................................
3 . Sosiogram Jaringan Komunikasi di Desa Dayeuh Luhur ......................
4 . Matriks Komunikasi Interpersonal Tentang Pelaksanaan KKP di Desa
Lemah Karya ...........................................................................................
6. Sosiogram Jaringan Komunikasi di Desa Lemah Karya ........................

25
54
55

58
59

DAFTAR TABEL
Tabel

Teks

1.
2.

Distribusi Keikutsertaan dalam kredit Pertanian ...................................
Distribusi Karekteristik Petani pada Desa Lemah Karya dan Dayeuh
Luhur................................................................................
Distribusi Struktur Sosial pada Desa Lemah Karya dan Dayeuh
Luhur................................................................................
Distribusi Kebutuhan saluran Inforrnasi pada Desa Lemah Karya dan
Dayeuh Luhur......................................................................
Peran Petani, Klik, Koneksi Individu dan Integrasi (Kekompakan)
dalam Pelaksanaan KKP di Desa Dayeuh Luhur.. .........................
Peran Petani, Klik, Koneksi Individu dan Integrasi (Kekompakan)
dalam Pelaksanaan KKP di Desa Lemah Karya.. ...........................

3.
4.
5.

6.

Halaman

35
36

41
49
57

61

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Teks

Halarnan

1. Faktor yang Mempengaruhi Pola Pelaksanaan Penyaluran KKP
di Pedesaan........................................................................
2 . Matriks Komunikasi Interpersonal Tentang Pelaksnaan KKP di Desa
Dayeuh Luhur ........................................................................................
3 . Sosiogram Jaringan Komunikasi di Desa Dayeuh Luhur ......................
4 . Matriks Komunikasi Interpersonal Tentang Pelaksanaan KKP di Desa
Lemah Karya ...........................................................................................
6 . Sosiogram Jaringan Komunikasi di Desa Lemah Karya ........................

25
54
55

58
59

DAFTAR LAMPIRAN
Larnpiran

Teb

Halarnan

1. Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas ..............................................................
2 . Hubungan Karakteristik Petani dengan Pola Pelaksanaan KKP .................
3. Hubungan Struktur Sosial dengan Pola Pelaksanaan KKP .........................
4. Hubungan Kebutuhan Saluran Informasi dengan Pola Pelaksanaan KKP ..
5. Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Pola Pelaksanaan KKP ...............
6. Hubungan Karakteristik Petani dengan Struktur Sosial .............................
7. Hubungan Karakteristik Petani dengan Kebutuhan Saluran Informasi ......
8. Hubungan Struktur Sosial dengan Kebutuhan Saluran Informasi ...............
9. Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Kebutuhan Saluran Informasi ....
10. Daftar Pertanyaan .......................................................................................
11. Surat Ijin Penelitian ....................................................................................
12. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya untuk mencapai taraf hidup
yang lebih berkualitas sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku.

Menurut

Soemardjan (1993), pembangunan merupakan suatu proses perubahan disegala
bidang yang dilakukan dengan sengaja berdasarkan suatu rencana. Perubahan ini
lazimnya

dikehendaki

oleh

pemerintah

dan

masyarakat.

Pelaksanaan

pembangunan telah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat
guna meningkatkan taraf hidup. Sebagai ilustrasi, untuk sektor pertanian,
misalnya telah tersedia jaringan irigasi yang rnemadai, teknologi pertanian,
lembaga perkreditan, prasarana jalan dan pasar yang telah banyak dimanfaatkan
para petani.
Salah satu upaya mendorong peningkatan pertumbuhan masyarakat petani
ialah melalui strategi komunikasi yang membawa nilai-nilai baru positif, dan
melalui mekanisme-mekanisme yang berlaku, sehingga dapat menerima dan
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baru tersebut. Dalam ha1 ini, dapat dikatakan
bahwa setiap masyarakat memiliki cara komunikasi tertentu, seperti diketahui,
struktur masyarakat desa sangat beragam, baik desa maju maupun desa belum
maju, sehingga jaringan komunikasinya juga berbeda. Oleh karena itu, jaringan
komunikasi tersebut diperkirakan bervariasi, baik dari jenis informasi maupun
pola hubungan sosial masyarakatnya. Sebagai ilustrasi, jaringan komunikasi
antara masyarakat petani yang memiliki sumber informasi beragam, diperkirakan
akan berbeda dengan jaringan komunikasi masyarakat petani yang hanya memiliki
sedikit sumber informasi. Hal ini, diakibatkan oleh struktur jaringan sosial yang

kemudian membentuk struktur jaringan komunikasi yang berbeda. Di sisi lain,
pada sebagian besar masyarakat petani di pedesaan masih merniliki pola
komunikasi yang bersifat personal antar anggotanya. Dalam penerapannya,
konsep komunikasi penunjang pembangunan dilaksanakan di tingkat khusus,
lokal dan atau rnikro, Dalam pendekatan ini, media komunikasi yang digunakan
disesuaikan dengan budaya setempat, serta arus inforrnasi yang berjalan secara
interaktif dan partisipatif (Jayawira, 1978). Oleh karena itu, kebijaksanaan
komunikasi di Indonesia diarahkan untuk marnpu menciptakan iklim yang mampu
mendorong terjadinya interaksi secara terbuka, dinamis dan bertanggungjawab
antar sesama warga masyarakat dengan pemerintah, dalam memperoleh informasi
pembangunan beserta hasil-hasilnya.
Menurut Soemardjan (1993), lebih dari 57% masyarakat Indonesia
berdiam di daerah pedesaan. Sebagaimana diketahui potensi masyarakat desa
lebih lemah dibandingkan masyarakat kota yang mempunyai segala kemampuan
untuk membangun, baik kemampuan sosial, maupun kemampuan ekonomi.
Sebagai ilustrasi, di bidang ekonomi kemampuan swasta lebih besar daripada
pemerintah, sedangkan di desa karena inisiatif masyarakat relatif rendah, maka
pemerintah desa hams lebih berperan. Untuk itu pemerintah desa hams berperan
lebih aktif dalam memfasilitasi masyarakat desa untuk membangun, juga
memberikan informasi yang menunjang pembangunan di desa. Desa sebagai suatu
kesatuan tempat tinggal masyarakat tidak mengalami kevakuman sosial, tetapi
juga mengalami proses perubahan. Proses perubahan tersebut dalam skala besar
merupakan proses modernisasi, yang bermula dari tradisional, menuju transisi dan
berubah menjadi struktur yang modern (Goldsheider, 1971). Masyarakat yang

sedang mengalami masa transisi memperlihatkan adanya perubahan dari sistem
masyarakat tertutup ke masyarakat terbuka (Kappi, 1988).
Dalam ha1 ini, Kabupaten Karawang adalah salah satu Daerah Tingkat I1 di
Propinsi Jawa Barat yang termasuk melaksanakan program KKP. Program KKP
telah dilaksanakan mulai tanggal 12 Desember 2000, dimana para petani dari 20
Kecamatan di wilayah Kabupaten Karawang diberikan kesempatan untuk
memperoleh kredit yang dialokasikan oleh pemerintah sebesar Rp. 15,2 milyar.
Luas lahan pertanian Kabupaten Karawang ,175.327 Ha, dimana tanaman yang
paling banyak dikembangkan oleh para petani adalah jenis padi. Kecamatan
Tempuran adalah Kecamatan di Kabupaten Karawang yang memiliki jumlah
kelompok tani sebanyak 192 kelompok. Dipilihnya Kecamatan Tempuran sebagai
tempat penelitian, karena Kecamatan ini sebagai pemasok beras potensial dan
selain itu memiliki desa yang cukup beragam, dimana Desa Dayeuh Luhur
mewakili desa maju, sedangkan Desa Lemah Karya mewakili desa tidak maju.
Desa Dayeuh Luhur memiliki luas areal persawahan 450 Ha dan Desa Lemah
Karya luas areal persawahan 480 Ha (Dinas Pertanian Kabupaten Karawang,
2000). Kedua desa ini diambil sebagai wilayah pengambilan populasi penelitian
diharapkan dapat menggambarkan jaringan komunikasi, dimana arus informasi
KKP yang diterima oleh petani di dua desa itu ada perbedaan atau tidak. Dalam
ha1 ini, karakteristik, struktur sosial dan kebutuhan informasi kedua desa tersebut
jelas berbeda. Kedua desa yang terpilih, merupakan desa yang berbatasan wilayah,
diharapkan dapat menjawab persoalan tentang jaringan komunikasi KKP di
masyarakat, yaitu dengan membandingkan desa maju dan tidak maju.

Dari data terakhir BRI Kabupaten Karawang, 33 petani di Desa Dayeu
Luhur yang telah mengikuti program KKP, terrnasuk ke dalam 7 kelompok tani,
dengan luas lahan 168 Ha dan jumlah kredit sebesar Rp. 386.500.000,-.
Sedangkan di Desa Lemah Karya 23 petani dengan jumlah luas lahan 62 Ha, ikut
dalam program KKP dengan jumlah kredit Rp. 142.600.000,-. (Penyaluran KKP
di Kabupaten Karawang oleh BRI, 13 Maret 200 1).
Berdasarkan karakteristik petani, struktur sosial, kebutuhan saluran
infomasi dan jaringan komunikasi di kedua desa di Kabupaten Karawang maka
dilakukan penelitian untuk menjawab beberapa persoalan yang mempengaruhi
pola pelaksanaan penyaluran Kredit Ketahanan Pangan di dua desa yang berbeda
keragamannya.
1. Bagaimana karakteristik petani padi di Desa Dayeuh Luhur dan Desa Lemah
Karya ?
2. Bagaimana struktur sosial petani padi di Desa Dayeuh Luhur dan Desa Lemah

Karya?
3. Bagaimana kebutuhan saluran informasi petani padi di Desa Dayeuh Luhur
dan Desa Lemah Karya ?
4. Bagaimana keeratan (koneksi) jaringan komunikasi di Desa Dayeuh Luhur
dan Desa Lemah Karya ?
5. Bagaimana kekompakan (integrasi) jaringan komunikasi di Desa Dayeuh

Luhur dan Desa Lemah Karya ?
6. Bagaimana hubungan karakteristik, struktur sosial, kebutuhan saluran
informasi dan jaringan komunikasi dengan pola pelaksanaan penyaluran KKP
di Desa Dayeuh Luhur dan Desa Lemah Karya ?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan

penelitian

adalah untuk

mendapatkan

gambaran tentang

pelaksanaan program KKP di Kabupaten Karawang, yaitu :
1. Menjajaki karakteristik petani padi di Desa Dayeuh Luhur dan Lemah Karya,

Kabupaten Karawang.
2. Menjajaki struktur sosial petani padi di Desa Dayeuh Luhur dan Desa Lemah

Karya
3. Menjajaki kebutuhan saluran informasi petani padi di Desa Dayeuh Luhur

dan Desa Lemah Karya
4. Menjajaki keeratan jaringan komunikasi petani padi di Desa Dayeuh Luhur

dan Desa Lemah Karya
5. Menjajaki kekompakan jaringan komunikasi petani padi di Desa Dayeuh

Luhur dan Desa Lemah Karya.
6. Menjajaki hubungan karakteristik, struktur sosial, kebutuhan informasi dan

jaringan komunikasi dengan pola pelaksanaan KKP di Desa Dayeuh Luhur
dan Desa Lemah Karya.

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi

Menurut Rogers and Kincaid (1981), komunikasi adalah proses dimana
para partisipan membuat dan berbagi informasi satu sama lain, dalam upaya
mencapai saling pengertian. Bila ditinjau dari komunikasi interpersonal, tujuan
komunikasi adalah berhubungan dengan to communicate with, daripada sekedar
mempengaruhi atau diartikan sebagai proses kebersamaan atau berbagi informasi
melalui

saling pengertian. Seiler dalam Muhammad (1988), mendefinisikan

bahwa komunikasi sebagai proses menggunakan simbol verbal dan non verbal
yang dikirimkan, diterima dan diberi arti oleh pihak-pihak yang terkait dengan
proses tersebut. Effendi (1993) mendefinisikan bahwa komunikasi sebagai suatu
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain, dalam upaya memberikan
atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung atau secara lisan
maupun tidak langsung melalui media.
Wilson (1989),

mengatakan komunikasi dapat didefinisikan secara

sederhana sebagai proses pertukaran informasi, ide antara individu dengan
individu lain, atau juga dapat didefinisikan sebagai usaha mencapai pemahaman
bersama mengenai suatu ha1 diantara individu dengan individu lainnya. Oleh
karena itu, pada proses komunikasi, sebaiknya surnber berorientasi kepada
kebutuhan infomasi yang sesuai dengan sasaran, dengan memperhatikan jenis
kelamin, tingkat pendidikan, norma dan adat istiadat yang membentuk sistem
sosial masyarakat, serta kebutuhan informasi sasaran. Dengan mempertimbangkan
ha1 tersebut, maka diharapkan proses komunikasi berlangsung efektif dan efisien.

Gibb, et. al. (1992) menjabarkan konsep yang penting dalam proses
komunikasi, yaitu (1) harus diawali dengan pengiriman informasi yang tepat, (2)
penerima harus mengerti informasi dan (3) penerima harus menerima informasi
yang dikirirnkan kepadanya. Jika ketiga proses tersebut berjalan, maka proses
yang ke (4) adalah tindakan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa proses
komunikasi terjadi karena adanya dua atau lebih individu, bahkan yang jumlahnya
lebih besar pada suatu kegiatan komunikasi, sehingga dikatakan bukan sekedar
proses aksi reaksi, tetapi merupakan proses transaksional atau saling bertukar
informasi antara dua individu atau lebih, dimana proses komunikasi yang terjadi
selalu berorientasi kepada khalayak melalui pola komunikasi.

B. Struktur Sosial
Struktur Sosial menurut Johnson dalam Lawang (1986) adalah konsep
abstrak yang tidak dapat diarnati, pengamatan hanya dapat dilakukan terhadap
individu atau perilakunya. Titik berat perhatiannya bukan pada individu atau
interaksi antara individu, melainkan pada pola-pola tindakan dan jaringan-jaringan
interaksi yang disimpulkan dari pengamatan terhadap keteraturan dan
keseragaman (pola-pola tindakan) dalam waktu dan ruang. Satuan-satuan yang
menjadi penting dalam kenyataan di masyarakat adalah posisi-posisi sosial dan
peran sosial mereka. Oleh karena itu, penekanannya dapat dilihat dalam bentuk
struktur sosial kecil ataupun besar. Besar ataupun kecilnya struktur sosial
masyarakat sangat dipengaruhi besar ataupun sedikitnya jumlah anggota
masyarakatnya.
Firth dalam Sajogyo (1985) mengatakan, struktur sosial merupakan
berbagai hubungan yang timbul dari hidup bermasyarakat yang dapat dilihat

sebagai suatu rencana atau sistem. Struktur sosial suatu masyarakat meliputi
berbagai kelompok yang terjadi dari orang banyak dan meliputi pula lembagalembaga di mana orang banyak tadi ikut ambil bagian. Dalam struktur sosial tidak
terlepas dengan fimgsi sosial. Sajogyo (1985) mengatakan bahwa fimgsi sosial
adalah cara bagaimana sebenarnya berbagai hubungan sosial (orang banyak) itu
bekerja, mengatur hidup orang seorang d m sifat masyarakat itu. Dalam struktur
sosial sangat jelas dibatasi adanya peran sosial yang mengatur hubungan antar
anggota masyarakatnya. Dalam ha1 ini, Harper (1989) menyatakan bahwa struktur
sosial merupakan sebuah jaringan kerja hubungan sosial yang berkesinambungan
dan di dalamnya terjadi interaksi dari suatu yang rutin dan selalu terjadi. Dalam
level abstrak yang selalu berkembang, struktur sosial dapat dipahami sebagai
keseimbangan berbagai peran sosial, kelompok, organisasi, institusi dan
kelompok masyarakat.
Perspektif Comte dalam Johnson (1986) mengatakan bahwa struktur sosial
mencerrninkan pengetahuan (epistimologi) yang dominan, dengan begitu
kemampuan intelektual dan pengetahuan akan turnbuh dan bertambah. Oleh
karena itu, sebagian ahli sosial berasumsi bahwa struktur sosial berkaitan dengan
tipe kebudayaan yang berupa seperangkat simbol untuk berkomunikasi.
Sedangkan Doorn dalam Sajogyo (1985), mengatakan bahwa struktur sosial
suatu grup atau suatu masyarakat dapat digambarkan dengan dua alternatif.
Alternatif pertama, sebagai jaring-jaring sejumlah relasi sosial dan hubungan
sosial di dalam suatu pola atau kombinasi yang agak mantap unsur-unsurnya,
seperti misalnya yang tergambar dari suatu jarak sosial, suatu bentuk integrasi dan
suatu jenis perbedaan tingkatan yang terdapat diantara pelaku-pelakunya dalam

relasi dan hubungan sosial itu. Alternatif ke dua adalah struktur sosial dapat pula
dilihat sebagai kombinasi atau susunan sejumlah posisi sosial yang berhubungan
dan saling mengisi. Pengertian posisi sosial menggambarkan titik-titik pusat atau
pertemuan sejumlah relasi dan hubungan sosial yang berpusat atau bertemu pada
diri pelaku tertentu yang berintegrasi atau berkomunikasi.
Durkheim dalarn Johnson (1986) berpandangan bahwa struktur sosial
berisi pembagian kerja untuk meningkatkan pertumbuhan dari solidaritas mekanis
ke solidaritas organik. Sebagai ilustrasi, solidaritas mekanis dicirikan sebagai
masyarakat desa dengan pembagian kerja rendah, kesadaran kolektif kuat, hukum
represif yang dominan, individualitas yang rendah, konsensus terhadap pola-pola
norrnatif, keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang,
saling ketergantungan yang relatif rendah, bersifat primitif atau pedesaan
Solidaritas organik melekat pada masyarakat kota, yang antara lain dicirikan
pembagian kerja yang tinggi, kesadaran kolektif lemah, hukum restitutif yang
dominan, individualitas tinggi, konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umurn
badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang yang menyimpang, saling
ketergantungan yang tinggi dan bersifat industrial perkotaan. Secara singkat,
Suparlan (1 994) menyatakan bahwa masyarakat perkotaan bercirikan kebudayaan
industri, sedangkan masyarakat pedesaan bercirikan kebudayaan agraris. Namun
menurutnya, kota dan desa atau masyarakat perkotaan dan pedesaan, walaupun
saling berbeda, berada dalam suatu hubungan timbal balik

yang saling

menghidupi satu sama lainnya.
Mengenai perubahan struktur sosial di negara berkembang, yaitu struktur
berdasarkan fungsi profesi antara petani dengan petanilkelompok tani atau dengan

media massa. Struktur sosial yang dimaksud adalah berisi kurnpulan aturan-aturan
dan berupa model pengetahuan yang terdapat dalam suatu kebudayaan yang
digunakan oleh manusia untuk memahami dan menginterpretasi interaksi sosial
yang sedang dihadapi dan menjadi pedoman untuk mewujudkan interaksi sosial.
Struktur sosial merupakan sebuah jaringan komunikasi yang keberadaannya
terdiri dari hubungan sosial. Dalam ha1 ini, Cook (1982) menyatakan bahwa posisi
kekuatan seseorang di dalam suatu masyarakat dapat mempengaruhi perubahan
strukturjaringan.
Aktivitas masyarakat, dalam ha1 ini para petani sebagai anggota suatu
jaringan sosial dipengaruhi oleh hubungan sosial yang sudah terbentuk di
masyarakat. Nilai-nilai sosial atau kebiasaan hidup sehari-hari mempengaruhi
hubungan komunikasi diantara para petani sebagai individu atau dengan
kelompok tani.
C. Kebutuhan Saluran Informasi
Dalam perkembangan dunia yang semakin global, informasi yang diterima
oleh masyarakat semakin beragam. Menurut Soemardjan (1993), banyaknya
informasi dan penyebaran yang cepat dan efektif, membantu proses modernisasi.
Hampir tidak ditemui lagi kesulitan sumber dan penerima dalam kegiatan
menyampaikan dan menerima pesan, walaupun jarak keduanya sangat jauh,
bahkan di mancanegara sekalipun. Kemajuan di bidang tekhnologi informasi yang
dikembangkan di negara maju memberikan kemudahan sepenuhnya kepada para
pengguna. Namun informasi yang disebarkan tidak selalu sesuai atau belum
mampu menjawab kebutuhan penerima.

Menurut Pace dalam Mulyana (1998), informasi adalah suatu istilah untuk
merujuk kepada apa yang kita sebut pertunjukkan pesan dan sering digunakan
untuk merujuk kepada nilai keuntungan dan kerugian, evaluasi kinerja dan
pendapat pribadi yang dinyatakan dalam surat dan memo, laporan teknis dan data.
Soemardjan (1993) juga menyatakan bahwa informasi adalah segala hasil
pemikiran manusia yang dapat ditulis dalarn kata-kata, angka atau simbol lainnya.
Informasi dapat dibedakan menjadi informasi konsumtif yang dapat dinikrnati
oleh pihak yang menerimanya, sehubungan dengan sifat-sifat yang terkandung di
dalamnya, dan informasi modal yang diperlukan dalam proses produksi. Menurut
Rogers (1976), informasi adalah suatu perubahan dalam beberapa pilihan yang
memungkinkan cenderung terjadi pada suatu keadaan.
Darjat (1999) mengatakan bahwa informasi adalah suatu atau kesatuan
pernyataan, fakta, konsep atau ide, yang berhubungan erat dengan pengetahuan,
yang mana apabila infomasi tersebut diasimilasikan, dikorelasikan dan dimengerti
akan menjadi suatu pengetahuan. Dalam ha1 ini, informasi berupa pengetahuan
baru, teori, prinsip, ide teknologi baru, desain baru, produk baru, proses, prototipe,
penyempurnaan, metoda, dll. Sedangkan Jarrnie (1994) menyatakan bahwa
informasi dalam bidang pertanian merupakan salah satu surnber daya yang
dibutuhkan untuk memberi dukungan bagi pengambil keputusan untuk
menentukan diversifikasi usaha tani sesuai keunggulan komparatif berorientasi
agribisnis dan agroindustri guna memperoleh pendapatan riil lebih tinggi.
Untuk membantu mewujudkan peningkatan pendapatan petani, dibutuhkan
modal usaha, yaitu salah satu caranya adalah pemberian kredit kepada para petani.
Infomasi mengenai kredit pertanian adalah sangat dibutuhkan oleh para petani di

pedesaan. Dari hasil pengamatan di beberapa desa di Kabupaten Karawang,
bahwa pengguna KUT lebih banyak dimanfaatkan oleh petani yang memiliki atau
dekat dengan sumber informasi.
Selain media tatap muka atau face to face communication, media massa
juga berperan dalam menyampaikan informasi tentang kredit. Menwut Rogers
(1983), media massa dapat menjangkau khalayak yang lebih luas, menambah
pengetahuannya, menyebarkan informasi, dan ada juga beberapa media massa
yang dapat mengubah sikap sasaran atau pembacanya. Menurut Wright (1988),
media massa kadangkala berfungsi lebih baik daripada komunikasi interpersonal
sebagai sumber pertama kesadaran akan adanya suatu gagasan baru, teknik baru
atau inovasi-inovasi lainnya, atau media massa dan media tatap muka saling
melengkapi. Sebagai ilustrasi, Rogers dalam

Sihabudin (1999) mengatakan

bahwa keterlibatan komunikasi pertanian dalam menyampaikan pesan melalui
media massa langsung kepada pemuka pendapat (opinion leader), selanjutnya
kepada kelompok dan akhirnya kepada individu dengan tatap muka atau melalui
dua tahap dalam penyampaiannya.
Dari gejala yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa petani dan
kelompok tani berkemungkinan aktif menyelenggarakan seleksi informasi yang
diterimanya, baik melalui media massa ataupun media tatap muka, petani yang
aktif kemudian melaksanakan program KKP, mendiamkan atau meneruskan
informasinya kepada petani dan kelompok tani lain melalui jaringan sosial yang
ada di masyarakat. Jaringan sosial masyarakat mempengaruhi struktur jaringan
komunikasi yang kemudian akan membentuk pola komunikasinya. Sebaliknya,
ada juga beberapa petani yang pasif dan tidak berusaha mencari informasi dan

tidak melaksanakan program KKP, karena tidak mengerti atau memahami dengan
jelas.

D. Jaringan Komunikasi
Rogers and Kincaid (1981), mendefinisikan bahwa jaringan komunikasi
sebagai interconected individuals yang dihubungkan melalui pola arus
komunikasi tertentu. Dalam konteks ini, istilah jaringan komunikasi digunakan
sebagai interpersonal network yang terdiri dari individu dengan individu
(communication relationship), individu dengan kelompok (communication
network) clan media dengan individu atau kelompok (communication and media).
Dalam ha1 h i , Infate (1993) menyebutnya sebagai konteks komunikasi
interpersonal dan media massa.
Beberapa penelitian

yang

pernah

dilakukan mengenai jaringan

komunikasilinformasi diantaranya Departemen Penerangan yang bekerjasama
dengan

PT. Inscore ( 1 97711 978), Adikarya ( 1 978) dan Setiawan ( 1 989).

Beberapa temuannya, antara lain mengemukakan bahwa jaringan komunikasi
sosial berbeda-beda dalam berbagai aspek. Dilihat dari bentuk, luas dan ciri-ciri
suatu jaringan tidak bisa dipukul rata. Struktur masyarakat desa besar
pengaruhnya terhadap jaringan komunikasi. Dalam ha1 ini, pimpinan desa
berperan sebagai gate-keeper informasi, terutama yang mempdyai nilai ekonomi
tinggi. Dalam ha1 ini, Littlejohn (1992), mengatakan bahwa studi tentang jaringan
komunikasi temasuk dalam lingkup teori informasi (information theory) yang
mengkaji secara kuantitatif tentang informasi dalam pesan (message) dan arus
informasi antara pengirim dan penerima.

Katz dalam Yum (1983) mendefmisikan bahwa jaringan komunikasi
sebagai sekelompok orang yang melakukan pembicaraan dengan individuindividu lainnya dan melakukan kontak hubungan yang merupakan sebuah
hubungan atau pertalian komunikasi. Sedangkan Mitchel (1969) mengatakan
bahwa jaringan komunikasi merupakan satu perangkat pertalian interaksi diantara
orang-orang tertentu yang terlibat, dengan tambahan bahwa karakteristik pertalian
itu merupakan suatu keseluruhan yang bisa dipergunakan untuk menafsirkan
perilaku sosial orang yang terlibat tersebut.
Jahi (1988) menyatakan bahwa istilah jaringan sosial komunikasi
menunjukkan lingkaran pergaulan langsung seseorang pada suatu topik tertentu.
Jaringan sosial ini mempengaruhi individu-individu anggotanya, sehingga
mempercepat proses penyebaran dan pengadopsian topik tersebut yang bisa saja
merupakan pesan-pesan pembangunan. Oleh karena itu, jaringan komunikasi
petani, pada saatnya akan membentuk suatu pola komunikasi, dari suatu proses
komunikasi yang terjadi, baik dari dalam maupun dari luar yang mempengaruhi
terjadinya proses. Dalam ha1 ini dapat dikatakan bahwa jaringan komunikasi
merupakan keterkaitan antar individu yang diikat oleh pola arus informasi
(Rogers, 1981). Dari sebuah studi yang dilakukan oleh Smitha and Leavitt dalam
Gibb (1992) dihasilkan pola-pola komunikasi dan untuk menjelaskan pola-pola
komunikasi tersebut, digunakan analisis matematika untuk pola yang
berhubungan dengan suatu indeks penyebaran, indeks pemusatan dan indeks
periferalitas. Courtwright, et. a1 (1989) dalam Mulyana (1998) meneliti pola-pola
komunikasi dalam sistem organik dan mekanistik. Dalam ha1 ini, kesimpulan yang
menarik adalah bahwa bentuk-bentuk komunikatif dalam sistem organik (ditandai

dengan pengendalian menyebar) bersifat konsultatif dan dalam sistem mekanistik
(ditandai dengan pengendalian secara hierarki menyerupai komando. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa dengan mengetahui jaringan komunikasi,
bermanfaat untuk mengefektifkan arah dan sasaran penyampaian pesan atau
informasi-informasi pembangunan pada sasaran.

E. Adopsi Inovasi, Khalayak Aktif dan Pasif
Program perkreditan dalam bidang pertanian di Indonesia selalu
mengalami inovasi, dahulu sebelum dilaksanakannya program KKP, juga pernah
dilaksanakan program perkreditan seperti KIK, KMKP dan KUT yang
diperuntukkan untuk meningkatkan permodalan para petani. Menurut Mubyarto
(1988) terdapat kaitan antara tingkat pendidikan petani dengan jenis kredit yang
dimanfaatkan, antara lain IUK dan KMKP lebih banyak dimanfaatkan oleh petani
yang berpendidikan akademi atau universitas. Pada kredit Bimas, petani yang
terbanyak meminjam adalah yang berpendidikan SMP. Maka dari itu, penyebaran
informasi tentang KKP melalui media massa dan komunikasi transaksional, pada
hakekatnya memiliki isi informasi "baru"

bagi petani yang berposisi sebagai

komunikan, yang umumnya belum memahami dengan baik tentang program
KKl'.
Menurut Rogers (1969), suatu inovasi dapat berupa gagasan, cara atau
barang yang dianggap baru oleh seseorang atau unit adopsi lain (individu lain
yang mengadopsi). Maksud dari sifat "baru" ditentukan oleh individu yang
mengadopsi. Kebaruan bersifat subyektif, yaitu tergantung dari anggapan individu
yang akan mengadopsi dengan tidak mempersoalkan, apakah gagasan, cara atau
barang tersebut merupakan sesuatu yang baru atau tidak ( Rogers and Shoemaker,

1971). Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa suatu inovasi belum tentu akan
selalu diadopsi oleh para pengadopsi secara langsung, ini tergantung dari adanya
ketidakpastian yang dimunculkan dari inovasi tersebut termasuk keuntungan dan
kerugiannya. Dalam kondisi apapun sangat jarang sekali ditemukan seorang
pengadopsi langsung menerima suatu keputusan untuk menggunakan sepenuhnya
suatu inovasi, setidaknya dibutuhkan proses waktu untuk melaksanakan ha1
tersebut. Kemudian Rogers and Shoemaker (1971) menjelaskan lima tahapan
proses adopsi : (1) kesadaran, (2) menaruh minat, (3) menilai, (4) mencoba
menerima dan (5) melaksanakan. Bila dikaitkan dengan program KKP dikedua
desa dapat dikatakan bahwa petani di Desa Lemah Karya dan Dayeuh Luhur
sudah dalam tahapan melaksanakan inovasi tentang KKP. Tucker dalam Mulyana
(1998) menyatakan bahwa proses adalah suatu interaksi berkesinambungan dari
sejumlah faktor, dimana setiap faktor mempengaruhi faktor lainnya. Dalam ha1
ini, pendekatan proses memandang peristiwa-peristiwa dan hubungan-hubungan
secara dinamik, selalu berubah dan berkesinambungan. Untuk itu, komunikasi
tidah hanya terdiri dari tindakan-tindakan atau faktor-faktor mutlak dengan
batasan yang ketat. Ide-ide tentang pendekatan proses adalah antitesis dari ide
tentang kestatistikan, permanensi dan hubungan sebab akibat secara sederhana.
Sebagai ilustrasi, Rogers (1983) menyatakan tahapan umum yang dilalui dalam
proses pengambilan keputusan inovasi meliputi : (a) tahap pengenalan, (b) tahap
persuasi, (c) tahap pengambilan keputusan, (d) tahap implementasi, dan (e) tahap
konfirmasi.
Kondisi ketidakpastian tersebut mendorong seseorang untuk mencari
informasi lebih lanjut mengenai inovasi suatu masalah. Hal ini dapat mengurangi

keragu-raguan dan ketidakpastian. Dalam ha1 ini, sering diperoleh melalui temanteman, kerabat dekat atau media massa yang berkaitan tentang inovasi yang
dibutuhkan. Dalam konteks petani atau kelompok tani bertukar informasi dengan
petani dan kelompok tani lain, melalui suatu proses yang didasari pada prinsip
saling ketergantungan

untuk mengurangi keragu-raguan atau bahkan

ketidakpastian, sehingga petani tersebut bersedia mengadopsi suatu inovasi.
Khalayak aktif dalam adopsi suatu inovasi, sesuai yang dikemukakan oleh
Rogers (1983) adalah orang-orang yang mengadopsi suatu inovasi pada tahap
lebih awal yang terdiri dari innovator (innovators), adopter terdahulu (early
adopter) clan mayoritas terdahulu (early majority), dimana kesemuanya cenderung
lebih berpendidikan, mengelola unit pertanian yang lebih luas (usaha tani yang
lebih luas), dan sering kali usaha taninya itu lebih khusus daripada yang dikelola
oleh pengadopsi yang lebih lamban. Hal lainnya mereka yang memiliki status
sosial yang lebih tinggi dan mau menggunakan kredit lebih banyak. Tentu ha1 ini
membantah gambaran selama ini, dimana pengadopsi yang cepat ternyata
mungkin saja berusia muda atau tua. Sedangkan Khalayak yang pasif dalam
adopsi suatu inovasi. Menurut Rogers (1983), ha1 tersebut merupakan orang-orang
yang melakukan adopsi pada tahap kemudian, yang terdiri dari mayoritas
berikutnya (late majority) dan

orang-orang yang terlambat atau tradisonal

(laggards), dimana memiliki status sosial di bawah, sedikit memanfaatkan media
massa, keahlian (spesialisasi) yang kecil dan pendapatan yang relatif rendah.

F. Program Kredit Ketahanan Pangan
Program pemerintah guna meningkatkan kemampuan kesejahteraan
dikalangan petani ialah melalui pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan (KKP),

yang sebelumnya dikenal sebagai program Kredit Usaha Tani (KUT). KKP
adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana
kepada petani, peternak, nelayan dan petani ikan, kelompok (tani, peternak,
nelayan dan petani ikan) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung,
kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, pengembangan budi daya tanarnan tebu,
peternakan sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budi daya
ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung
dan kedelai. Pelaksanaan KKP sesuai SK. Menteri Keuangan. No. 3451 KMK. 171
2000, tertanggal22 Agustus 2000 dan SK perubahannya No. 417lKMK. 1712000
tanggal 5 Oktober 2000 tentang KKP dan azas-azas perkreditan yang sehat.
Pelaksanaan KKP bertujuan untuk peningkatan ketahanan pangan nasional dan
peningkatan pendapatan petani, peternak, nelayan dan petani ikan melalui
penyediaan kredit investasi dan atau modal kerja dengan tingkat bunga yang
terjangkau dengan suku bunga sebesar 12% per tahun.
Proses penyaluran KUT adalah pola chanelling, dimana Kantor
Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah (Kandepkop PKM)
berperan sebagai pemutus kredit. Sedangkan KKP menggunakan pola executing
yang pelaksanaannya baru dimulai pada musim tanam Oktober 2000 - Maret
2001, dimana Kandepkop PKM hanya sebagai perantara, dan sebagai pemutus
kredit adalah bank-bank pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah. Bank
pelaksana tersebut nantinya akan bertanggungjawab atas pengembalian kredit
(Bisnis Indonesia, 2000). Perubahan teknis pelaksanaan penyaluran kredit itu
didasari oleh terjadinya penyimpangan KUT di lapangan. Oleh karena itu, KKP
dengan pola executing ini, diharapkan dapat meminimalkan terjadinya bentuk-

bentuk penyimpangan, karena bank-bank pelaksana diharuskan lebih selektif
terhadap para calon penerima kredit. Salah satu contoh bentuk penyimpangan
adalah pelaksanaan KUT yang macet di Propinsi Jawa Barat, yaitu dari dana
KUT sebesar Rp 2 trilliun yang digulirkan telah mengalami kemacetan sebanyak
1,98 trilliun atau hanya Rp 2 milyar saja yang baru dikembalikan ke pemerintah
sampai dengan Juni 2000, selebihnya masih berada di masyarakat (Pelita, 2000).
Padahal waktu pengembaliannya sudah diberikan perpanjangan, dimana batas
pengembalian KUT sebenarnya jatuh tempo per Maret 2000. Gejala yang serupa
terjadi di beberapa daerah, seperti Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sumatera Selatan, Jawa Tengah.
Sebagai ilustrasi, laporan hasil audit kinerja KUT Tahun Penyediaan (TP)
199811999 dan 199912000 yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) menemukan bahwa penyelenggaraan Program KUT TP
199811999 dan 199912000 tidak berhasil memfasilitasi modal usaha tani dalam
rangka melaksanakan teknologi terapan yang dianjurkan. Jumlah realisasi dana
KUT per 31 Maret 2000 berdasarkan data dari Departemen Koperasi dan PKM
adalah sebesar Rp. 8,233 milyar untuk TP 199811999 dan Rp. 650 milyar untuk

TP 199912000. Nilai Indikator Utama Kinerja (Key Performance Indicators/KPi)
ketidakberhasilan Program KUT tercermin dari perolehan nilai indikator utama
kinerja yang hanya sebesar 39,74 dari nilai maksimal 100, atau masih jauh di
bawah ambang nilai keberhasilan (65). Kontributor terbesar ketidakberhasilan ada
pada KPI yang mempunyai nilai capaian relatif rendah, yaitu :

a. ketepatan waktu yang hanya memperoleh nilai pencapaian 16,50%,
menunjukkan bahwa Program KUT tidak berhasil dilakukan secara tepat
waktu (melewati jadwal taman).
b. Kualitas pelaksanaan

program KUT secara keseluruhan hanya

memperoleh nilai pencapaian indikator 40,66%. Hal ini menunjukkan
bahwa Program KUT tidak berhasil untuk memenuhi kualitas
pelaksanaannya dalam bentuk penyampaian kepada target Program KUT
(tidak mempunyai executing agents, dan lambatnya proses kredit di
chanelling agents, serta hanya mampu memfasilitasi kebutuhan modal

usaha tani kepada 32,71% dari total petani yang mengolah areal
intensifikasi). Selain itu, program KUT tidak berhasil memberikan
dukungan terhadap penerapan teknologi anjuran, yang tercerrnin dari
sering tidak sesuainya nilai kebutuhan indikatif sebagai dasar alokasi
kredit dengan kebutuhan nyata modal usaha taninya.
c. Indikator Ketepatan Pelaksanaan KUT menunjukkan nilai pencapaian
77,66% untuk ketepatan penyaluran (KUT yang tepat waktu) dan 94,52%
untuk ketepatan penggunaan (KUT yang tepat waktu dan tepat salur). Hal
ini menunjukkan bahwa kinerja suatu tahapan Program KUT relatif baik,
apabila kegiatan sebelurnnya telah dijalankan dengan benar. Namun
demikian, pelaksanaan KUT tidak berhasil dalam memenuhi ketepatan
pengembalian, karena hanya memperoleh nilai pencapaian 2 1,81%.
Dari persoalan tersebut, diperoleh gambaran bahwa dalam pelaksanaan
penyaluran dan pengembalian KUT belum berjalan optimal. Hal ini disebabkan
oleh kendala teknis

pelaksanaan di lapangan, dimana program KUT

pelaksanaannya disamaratakan, padahal karekteristik petani, struktur sosial dan
tingkat kebutuhan masyarakat sangat berbeda. Hal yang serupa diduga akan
ditemui pada pelaksanaan KKP, karena

struktur masyarakat dan kebutuhan

informasi masyarakat sangat berbeda. Disamping itu perlu dilihat apakah pola
executing yang akan diterapkan pada pelaksanaan KKP menjadi lebih efektif

ataukah malah menambah persoalan baru, yang justru dapat menjadi kendala
proses peningkatan dan pengembangan pertanian di Indonesia.
Prosedur penyaluran KKP adalah sebagai berikut:

1.

Permohonan KKP dapat diajukan oleh petani, peternak, nelayan dan petani
ikan kepada Bank Pelaksana melalui kelompok (tani, peternak, nelayan dan
petani ikan) dan atau koperasi dalam bentuk RDKK yang disusun dengan
memperhatikan pedoman indikatif kebutuhan dana KKP dan pedoman
lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan
Perkebunan, Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan dan Menteri Negara
Koperasi dan Pengusaha Kecil Menegah, serta Bank pelaksana dan telah
disetujui oleh PPL dan atau Kantor Dinas terkait setempat.

2.

Dalam ha1 permohonan KKP tersebut pada butir (1) diajukan melalui
koperasi, maka permohonan KKP disarnpaikan oleh koperasi kepada Bank
Pelaksana dalam bentuk rekapitulasi RDKK yang disertai RDKK masingmasing kelompok (tani, peternak, nelayan dan petani ikan).

3.

Permohonan KKP dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai)
diajukan oleh koperasi kepada Bank Pelaksana dengan rekomendasi dari
Dinas Koperasi setempat.

4. Persetujuan pemberian KKP diputuskan oleh Bank Pelaksana atas dasar
pertimbangan kelayakan sesuai dengan azas-azas perkreditan yang sehat.
PPL dan atau Dinas terkait setempat ikut membantu mengawasi pelaksanaan

RDKK dan membantu kelancaran pengembalian KKP.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini ingin mengetahui faktor yang mempengaruhi pola
pelaksanaan dalam penyaluran KKP di pedesaan. Penelitian ini melibatkan
karakteristik petani, struktur sosial, kebutuhan saluran informasi dan jaringan
komunikasi yang merupakan peubah bebas. Sedangkan penyaluran KKP adalah
pelaksanaan KKP di pedesaan yang merupakan peubah terikat.
Peubah bebas penelitian ini ingin mengetahui data non jaringan dan data
jaringan. Untuk data non jaringan terdiri dari karakteristik petani yaitu umur,
tingkat pendidikan, penguasaan bahasa, lama bertani daan pendapatan petani.
Selanjutnya adalah struktur sosial yang terdiri dari status petani dalam kelompok
tani, keaktifan dalam kelompok tani dan pertemuan kelompok tani. Kebutuhan
saluran informasi yang terdiri dari pergi ke kota, mencari informasi melalui
media, membaca surat kabar, membaca majalah, menonton TV dan mendengar
radio. Untuk data jaringan komunikasi yang ingin diamati adalah indeks keeratan
(koneksi) dan indeks kekompakan (integrasi). Pada data jaringan komunikasi
akan dapat dilihat bagaimana individu yang terlibat saling berbagi informasi
mengenai KKP. Bagaimana keeratan mereka dalam berbagi informasi mengenai

KKP dan bagaimana kekompakan mereka dalam berbagi informasi tentang KKP,
yang akan membentuk suatu pola komunikasi tertentu. Dari pola komunikasi yang
terbentuk itu akan terlihat peranan dari masing-masing individu yang saling
berbagi informasi tentang KKP. Peranan yang akan diamati antara lain peranan
sebagai bridge, liason, dan anggota. Melalui pola komunikasi yang terbentuk dari

jaringan komunikasi

tersebut juga dapat diamati jumlah klik yang mungkin

terjadi.
Peubah terikat penelitian ini adalah pola pelaksanaan KKP dalam ha1 ini
adalah petani yang menerima penyaluraan kredit dan melaksanakan sejak KUT
kemudian melanjutkan dengan KKP, atau hanya menerima penyaluran kredit dan
melaksanakan KKP saja. Hubungan yang juga ingin diketa