Akad Mudharabah Akad Wadiah dan Akad Mudharabah

dengan riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam Dimyati, Ahmad, 2008: 72; Lane yang dikutip oleh Zamir Iqbal Abbas Mirakhor, alih bahasa A.K. Anwar, 2008: 71. Berkaitan dengan ini Allah telah berfirman dalam QS. An-Nisaa : 29, yang artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil.......” Yang dimaksud dengan pengertian al-bathil dalam ayat di atas, Ibnu Al-Arabi Al-Maliki dalam kitabnya, Ahkam Al-Qur’an, menjelaskan, pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah Muhammad Syafi’I Antonio, 2001: 37-38. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil suatu proyek Muhammad Syafi’I Antonio, 2001: 37. Berkaitan dengan riba tersebut, pada tahun 2004 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa No. 1 Tahun 2004 tentang Bunga yang menyatakan bahwa praktek pembungaan uang, baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya, maupun yang dilakukan oleh individu, telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah Saw., yang disebut sebagai riba nasi’ah. Oleh karena itu, pembungaan uang yang dilakukan oleh institusi atau individu sebagaimana dimaksud di atas hukumnya haram Nurul Huda, et.all., 2008: 16.

2.2.5.2. Maisir

Maisir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam Islam, maisir yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan berisiko. Perjudian adalah permainan yang menggunakan taruhan, yang kalah membayar dan yang menang menerima pembayaran. Perjudian hanya akan mendidik orang untuk berangan-angan kosong yang panjang Ali Hasan, 2009: 222. Allah melarang judi karena judi termasuk kategori dosa besar dan disetarakan dengan arak minuman keras QS. Al Baqarah ayat 219. Dalam hal ini, Rasulullah pun dengan tegas memberi hukuman kepada orang yang mengajak berjudi sekalipun belum sampai melakukannya, sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadis: ”Barang siapa berkata kepada rekannya, mari berjudi, maka hendaknya ia bersedekah” HR. Bukhari Muslim. Ini menunjukkan bahwa perjudian meskipun hanya sekedar untuk