Cara-Cara dalam Mengikatkan Diri Pada Perjanjian Internasional
perjanjian tersebut bertentangan dengan suatu norma dasar Hukum Internasional umum.
b. Pentaatan Terhadap Perjanjian Nasional
24
Menurut Pasal 27 Konvensi Wina 1969 menetapkan bahwa suatu negara peserta
tidak boleh
mengemukakan ketentuan-ketentuan
hukum nasionalnya sebagai alasan untuk membenarkan kegagalannya dalam
melaksanakan suatu perjanjian internasional. Masalah ini berputar diantara polemik primat hukum monisme dan dualisme.
Ada beberapa alasan yang dapat membedakan hukum nasional dan hukum internasional yaitu:
1 Perbedaan menurut sumbernya yaitu: hukum nasional bersumber pada
kemauan negara; hukum internasional berdasarkan kemauan bersama dari masyarakat internasional;
2 Perbedaan menurut subyeknya yaitu; hukum nasional subyeknya orang
perorangan; hukum internasional subyeknya negara; 3
Perbedaan menurut strukturnya yaitu; hukum nasional strukturnya, organ-organ dan Mahkamah-Mahkamah eksekutif hanya dalam hukum
nasional dengan bentuk sempurna; Hukum Internasional tidak begitu sempurna;
4 Perbedaan menurut hakekatnya yaitu Hukum nasional tetap berlaku
walaupun bertentangan dengan Hukum Internasional; hukum internasional tidak berlaku apabila bertentangan dengan Hukum
nasional.
24
Ibid, hlm. 78.
Di samping itu Hans Kelsen menganut paham monisme yang tidak membedakan Hukum Nasional dan Internasional dengan memaparkan 3
alasan:
25
1 Obyek kedua hukum tersebut adalah sama yaitu tingkah laku individu;
2 Kedua-duanya memuat perintah untuk ditaati;
3 Kedua-duanya merupakan manifestasi dari satu konsepsi hukum saja.
c. Penerapan Terhadap Perjanjian Internasional
26
Ada beberapa hal yang diatur mengenai penerapan didalam konvensi Wina 1969 dan dapat ditemukan dalam Pasal 27-30 yang berupa:
1 Perjanjian tidak berlaku surut
Ketentuan doktrin ini menolak atas daya berlaku surut suatu perjanjian internasional. komisi Hukum Internasional menambahkan materi
muatan dalam Pasal 28 Konvensi Wina 1969 yang berbunyi: Apabila ada maksud lain tersirat dalam perjanjian atau apabila ditentukan lain,
ketentuan-ketentuan perjanjian tidak mengikat suatu pihak dalam hubungannya dengan suatu tindakan atau suatu kenyataan yang telah
terjadi atau suatu keadaan yang telah ada lagi sebelum tanggal mulai berlakunya perjanjian terhadap pihak tersebut. Sehingga dapat
dielaborasikan bahwa suatu perjanjian pada umumnya ditetapkan tidak mempunyai daya berlaku surut, kecuali bila ditentukan demikian
dalam perjanjian. 2
Wilayah Penerapan
25
Ibid, hlm. 79.
26
Ibid, hlm. 80.