PENGARUH WAKTU DAN INTERVAL PENGASAPAN TERHADAP KUALITAS LAK CABANG (Laccifer lacca Kerr)

(1)

i

PENGARUH WAKTU DAN INTERVAL PENGASAPAN TERHADAP KUALITAS LAK CABANG (Laccifer lacca Kerr)

SKRIPSI

Oleh :

KHALIL ASRIYUDI Nim. 201110320311014

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN – PETERNAKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

ii

PENGARUH WAKTU DAN INTERVAL PENGASAPAN TERHADAP KUALITAS LAK CABANG (Laccifer lacca Kerr)

SRIKPSI

Diajukan kepada

Universitas Muhammadiyah Malang Untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam melaksanakan penelitian Skripsi

Oleh :

KHALIL ASRIYUDI 201110320311014

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN – PETERNAKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(3)

iii

Judul : Pengaruh Waktu dan Interval Pengasapan terhadap Kualitas Lak Cabang (Laccifer lacca Kerr)

Nama : Khalil Asriyudi Nim : 201110320311014 Jurusan : Kehutanan

Skripsi oleh Khalil Asriyudi ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilaksanakan penelitian

Malang, Malang,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Amir Syarifuddin, MP Ir. Nandang Rahayu, MP

NIP. 195804101990031001 NIP. 196310211991011001

Menyetujui dan Mengesahkan, Ketua Jurusan

Tatag Muttaqin, S. Hut, M. Sc NIP. 1050970473


(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Khalil Asriudi

Nim : 201110320311014

Jurusan : Kehutanan

Fakultas : Pertanian Peternakan

Judul :

Skripsi ini telah diterima sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian-Peternakan

Universitas Muhammadiyah Malang

Mengesahkan

Dekan Fakultas Pertanian

Ketua Jurusan Kehutanan Peternakan

Tatag Muttaqin, S.Hut; M.Sc Dr. Ir. Damat, MP

NIP. 10509070473 NIP. 196402281990031003

Pengaruh Waktu dan Interval Pengasapan terhadap Kualitas Lak Cabang (Laccifer lacca Kerr)


(5)

v SKRIPSI

PENGARUH WAKTU DAN INTERVAL PENGASAPAN TERHADAP KUALITAS LAK CABANG (Laccifer lacca Kerr)

Oleh : Khalil Asriyudi 201110320311014

Skripsi oleh Khalil Asriyudi ini telah dipertahankan didepan dewan penguji

pada tanggal ...

Malang,... Malang,... Penguji I Penguji II

Dr.Ir. Nugroho Tri Waskitoh, MP Ir. Joko Triwanto, MP NIP.19641213199081001 NIP.10589090103 Malang,... Malang,...

Penguji III Penguji IV

Drs. Amir Syarifuddin, MP Ir. Nandang Rahayu, MP NIP. 195804101990031001 NIP. 196310211991011001 Mengetahui, Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian-peternakan Ketua Jurusan Kehutanan

Dr. Ir. Damat, MP Tataq Muttaqin, S.Hut; M.Sc NIP. 196402281990031003 NIP. 10509070473


(6)

vi PRAKATA

Alhamdulilah, segala puji dan syukur kepada Allah Subhanawata’ala atas segala rahmat dan hidayah-Nya hingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi dengan judul “ Pengaruh Waktu dan Interval Pengasapan terhadap Kualitas Lak Cabang (Laccifer lacca Kerr)”.

Skripsi ini ditulis dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada jurusan KEHUTANAN Fakultas Pertanian-Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang.

Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis mengucapkan teriama kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Ir. Damat, Mp selaku dekan Fakultas Pertanian-Peternakan yang telah memberikan izin dan persetujuannya terhadap judul skripsi ini.

2. Bapak Tataq Muttaqin, S. Hut, M. Sc selaku ketua jurusan Kehutanan yang telah menyetujui judul skripsi ini

3. Bapak Drs. Amir Syarifuddin, MP selaku pembimbing pertama yang telah berkenan memberikan bimbingannya

4. Bapak Ir. Nandang Rahayu, MP selaku pembimbing kedua yang telah berkenan memberikan bimbingannya

5. Bapak Dr. Ir. Nugroho Tri Waskitho, MP selaku penguji 1 (satu) yang telah berkenan menjadi dosen penguji serta memberikan arahan dan masukannya pada tulisan ini


(7)

vii

6. Bapak Ir. Joko Triwanto, MP selaku penguji 2 (dua) yang telah berkenan menjadi dosen penguji serta memberikan arahan dan masukannya pada tulisan ini

7. Ketua BKPH Kabuaran teman-teman mandor yang telah memberikan masukan dan saran selama pelaksanaan penelitian 8. Teman – teman satu angkatan 2011 Adi Nurrahman, Lutfiyatun

Hasana, Moh. Ma’ruf Jamaluddin

Yang telah memberi arahan, bimbingan serta masukan atas terselesainya peulisan skripsi yang layak disajikan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari

kesempurnaan maka saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan tulisan ini harapan penulis skripsi ini akan bermanfaat bagi yang memerlukan.

Malang, Maret 2016


(8)

viii DAFTAR ISI

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

1.5 Hipotesa ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kutu Lak ... 7

2.2 Biologis Kutu Lak ... 8

2.2.1 Jenis Kutu Lak ... 8

2.2.2 Marfologi Lak ... 8

2.3 Siklus Hidup ... 9

2.4 Giografis ... 10

2.4.1 Iklim ... 10

2.4.2 Tanah ... 11

2.4.3 Ketinggian Tempat ... 11

2.4.4 Topografi ... 12

2.5 Jenis-jenis Tanaman Inang ... 12

2.6 Kualitas Lak ... 13


(9)

ix

3.1 Tempat dan Waktu ... 14

3.2 Alat dan Bahan ... 14

3.3 Metode Percobaan ... 14

3.3.1 Denah Percobaan ... 15

3.4. Alur Pelaksanaan Penelitian ... 16

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 17

3.5.1 Persiapan Alat dan Bahan ... 17

3.5.2 Persiapan Pengasapan ... 17

3.5.3 Pengasapan dan Perlakuan ... 17

3.5.4 Pemberian Perlakuan ... 17

3.5.5 Pengunduhan atau Pemanenan ... 18

3.5.6 Para meter Pengamatan ... 18

3.5.7 Analisa Data ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Hasil ... 19

4.1.1 Panjang Lak cabang ... 19

4.1.2 Tebal Lak Cabang ... 20

4.1.3 Berat Lak Cabang ... 21

4.2 Pembahasan ... 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1 Kesimpulan ... 26

5.2 Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(10)

x

DAFTAR TABEL

4.1.1 Interaksi Panjang lak Cabang dari Perlakuan Pengaruh Waktu dan

Interval pengasapan ... 19

4.1.2 Rerata Tebal Sekresi Lak (cm) pada Perlakuan Pengaruh Waktu dan Interval Pengasapan Terhadap Lak Cabang ... 20

4.1.3 Interaksi dari Perlakuan Waktu Pengasapan dan Perlakuan Interval terhadap Bobot Lak (gr) ... 21

DAFTAR GAMBAR 2.6 Lak kelas A I ... 13

2.6 Lak kelas A II ... 13

2.6 Lak kelas A III ... 13

3.3.1 Denah Penelitian ... 15

3.4 Alur Pelaksanaan Penelitiaan ... 16

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran ... 28

1. Analisa ragam panjang lak cabang... 28

2. Analisa ragam tebal lak cabang ... 28


(11)

1

DAFTAR PUSTAKA.

Djokosuharjo, Gunung, 2008. Standar Oprasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Lak. KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jatim: Surabaya

Munir, M, 2000. Pengaruh Letak dan Diameter Ranting Pohon Kesambi (Schleosa olesa Merr) Terhadap Produksi Lak di KPH Probolinggo, IPM : Malang Pakan, S, 2007. Pelapisan Pangan Alami Asal Lak : Kondisi Saat Ini dan Potensi

Pengembangan di Propensi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teknolgi dan Industri Pangan. Vol. XVIII No.2 Hal.142

Pakan, S, 2007. Pelapisan Pangan Alami Asal Lak : Kondisi Saat Ini dan Potensi Pengembangan di Propensi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teknolgi dan Industri Pangan. Vol. XVIII No.2 Hal.143 – 144

Suratmo, F.G, 2007. Peluang Investasi Usaha Budidaya Kutu Lak (Laccifer lacca Kerr): Studi Kasus Di KPH Probolinggo Unit II Jawa Timur. Jurnal Perennial, 4(1) : 23-27 Hal. 24

Suharjo, D.G, 2008. Standar Oprasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Lak. KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jatim: Surabaya

Taskirawati, I, 2007. Peluang Investasi Usaha Budidaya Kutu Lak (Laccifer lacca Kerr): Studi Kasus Di KPH Probolinggo Unit II Jawa Timur. Jurnal Perennial, 4(1) : 23-27 Hal. 23

Taskirawati,I, 2006. Peluag Investas dan Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Kutu Lak ( Laccifer lacca kerr). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor

Wirjodarmodjo, Hartono, 1987. Pedoman Pengusahaan Lak. Perum Perhutani: Jakarta

Yoesoef, M, 1977. Lak (Seri Hasil Hutan Non Kayu).Yayasan Pembinaan Fakultas Kehutanan. Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.


(12)

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hasil yang diperoleh dari hutan produksi debedakan menjadi dua yaitu hasil berupa kayu dan bukan kayu .hasil hutan bukan kayu (HHBK) yaitu antara lain berupa getah/damar, minyak, madu dan lak. Lak merupakan salah satu produk non kayu Perum Perhutani yang memiliki nilai tersendiri, karena merupakan produk langka. Perum Perhutani merupakan satunya – satunya yang membudidayakan lak di Indonesia, di KPH Probolinggo (Suharjo 2008).

Lak termasuk dalam kelompok resin yang diperoleh dari hasil sekresi insekta Laccifer lacca Kerr (kutu Lak) yang hidup pada tanaman inangnya. Hasil sekresi tersebut mengelilingi tubuh kutu lak yang kemudian mengeras dan berfungsi sebagai pelindung dari ancaman musuh alami dan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupan kutu lak. Tanaman inang kutu lak adalah tanaman Kesambi (Schleicera oleosa Merr.), Ploso (Butea monosperma Taub.), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), Widoro/Kaliandra (Zizyphus jujube Lam), Acacia villosa Willd. Di Indonesia, tanaman kesambi merupakan tanaman yang diprioritaskan untuk digunakan sebagai tanaman inang dalam budidaya kutu lak (Taskirawati 2007).

Lak merupakan komoditi yang belum dikenal masyarakat, karena konsumennya terbatas, namun manfaatnya beragam maka masih terbuka peluang untuk mengembangkannya. Penggunaan lak di Indonesia semula hanya untuk pembuatan pelitur bagi finishing mebel agar terlihat mengkilat. Namun setelah


(14)

2

ada kemajuan teknologi pengelolaan lak, kini lak dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri : isolasi listrik, piringan hitam, tinta cetak, perekat untuk ampelas, semir sepatu, pengeras topi, penyamak kulit, pewarna makanan, kulit kapsul, bahan kosmetik dan sebagainya. Konsumen pun tidak hanya di dalam negri tetapi juga dari luar negri (Suharjo 2008)

Penggunaan lak yang luas, terutama disebabkan oleh beberapa sifat fisik yang menguntungkan. Pemanfaatannya sebagai bahan pelapis pangan berkaitan erat dengan sifat – sifat seperti mampu membentuk lapisan tipis (film), tidak mudah tembus oleh air/uap air, tidak lengket, mengkilap tidak mudah bereaksi dengan bahan lain ataupun teroksidasi. Lak kasar umumnya memiliki komposisi berupa resin (68%), zat warna (10%), lilin (6%), dan zat lain (4%). Resin, lilin dan berupa zat warna merupakan bagian yang terkait satu sama lain. Pada shellac terdapat bagian jenis asam hidroksi alifatik dan estemya dengan panjang rantai karbon antara 13 – 15. Beberapa asam dimaksud diantaranya adalah shelloic acid, jalaric dan laksholid acid (Pakan, 2007).

Tingginya permintaan pasar menjadikan budidaya kutu lak memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Tulisan ini memberikan informasi mengenai peluang investasi usaha budidaya kutu lak. Hal ini dimaksudkan agar dapat dijadikan motivasi untuk lebih mengembangkan budidaya kutu lak di Indonesia, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat yang ada di sekitar hutan (Suratmo 2007).


(15)

3

Cara budidaya kutu lak dibutuhkan ketelatenan dan skill yang memadai, sehingga pertumbuhannya menjadi maksimal serta tidak terserang oleh insekta lain sebagai predator. Salah satu cara budidaya kutu lak adalah dengan pengasapan yang ada di bawahnya. Pengasapan lak dilakukan guna untuk menciptakan suhu dan kelembaban yang optimum bagi kehidupan larva lak sekaligus untuk mengusir parasit atau predator yang ada pada lokasi tularan. Apabila kutu lak sehat dan tidak adanya prasit atau predator yang mengganggu keberadaannya, maka kutu akan bisa membuat sekresi lak secara maksimal. Maka akan terbentuk lapisan sekresi yang tebal, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas lak. Kutu lak dapat hidup pada kisaran suhu 17 – 34 0C, sedangkan budidaya kutu lak membutuhkan kisaran suhu yang optimum yaitu 24 – 28 0C, suhu harian rata rata yang dibutuhkan kutu lak 24 – 28 0C suhu ini sangat cocok untuk budidaya lak. Di bawah suhu 22 0C perkembangan nimfa menjadi lambat. Budidaya kutu lak pada inang kurang mendapatkan sinar matahari akan menghasilkan lak mutu rendah. Hal ini dimungkinkan kerena banyaknya parasit kutu lak. Keberhasilan kultur lak sangat dipengaruhi faktor fisik dan faktor hayati. Faktor fisik diantaranya adalah suhu, cahaya matahari, angin, dan hujan. Sedangkan faktor hayati adalah parasit dan predator. Faktor hayati akan menjadi musuh alami kutu lak. Parasit kutu lak yang dilaporkan ada tiga, yaitu Erencrytus dewitzi, Tacherdhipeghus tachardiae, dan Tetrasticthitus purpureus. Di Indonesia parasit yang berbahaya adalah E dewitzi karena pada tingkat serangan yang berat dapat menggagalkan tularan hingga 100% (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, 1997), tingkat serangan parasit lebih besar pada saat musim hujan dibandingkan musim kemarau. Besarnya serangan parasit pada musim hujan lebih besar dua kali lipat dibandingkan pada musim kemarau. Predator kutu lak diantaranya adalah Eublema rubra, E. Amabilis, dan Holcocera pulverea merupakan parasit yang sangat penting di Indonesia, karena dapat memangsa kutu lak mencapai 30 – 35% (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur,


(16)

4

1997). Disamping itu, adanya semut, diantaranya semut gatel (Solenopsis geminata) dan semut kripik (Cremastogaster treubi) juga dapat memangsa kutu lak (Pakan 2007).

Selain tanaman inang, maka pengendalian hama dan penyakit sangat berperan penting untuk kualitas lak. Pengendalian hama dan penyakit yaitu menggunakan pengasapan saat pemeliharan kutu lak. Pengasapan yaitu guna untuk menciptakan suhu yang optimum 24 – 28 0C bagi kehidupan larva lak dilaksanakan pengasapan sekaligus untuk mengusir parasit dan predator yang ada pada lokasi tularan. Pemeliharaan yang dilakukan dengan cara tradisional di areal tularan kutu lak adalah dengan memberikan pengasapan tanpa adanya bahan unsur kimia lain, dimana pengasapan ini dapat mengusir predator dan dapat meningkatkan suhu sekitar tularan sehingga dapat memberi rasa hangat pada kutu, pengasapan ini dapat dilakukan pagi dan sore. Jarak asap satu dengan yang lainnya adah 50 – 100 m2 bergantung pada arah dan kecepatan angin, pada musim kemarau juga perlu diadakan pengasapan sampai terjadi suarming, (Suharjo 2008).


(17)

5

Dari permasalahan di atas maka perlu dilakukan penelitia pengaruh waktu dan frekuesi pengasapan terhadap kualitas lak cabang (L.lacca Kerr)

Diharapkan melalui penelitian ini dapat diperoleh data dan informasi teknis pengasapan yang menghasilkan lak berkualitas dalam dalam jumlah yang diharapkan, bernilai efektif dan efisiens.

1.2 Rumusan Masalah

Dari pembahasan di atas didapat beberapa rumusan masalah diantaranya :

1. Apakah waktu dan interval pengasapan pada tularan akan membedakan kualitas lak (L. lacca Kerr)

2. Pada waktu pengasapan pagi hari dan sore hari manakah yang lebih efektif pada kualitas lak (L. lacca Kerr)

3. Apakah waktu pengasapan pagi sore lebih efektif pada kualitas lak (L. lacca Kerr) 4. Apakah interval pengasapan sangat berpebgaruh terhadap kualitas lak (L. lacca Kerr) 1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan waktu dan interval pengaspan terhadap kualitas lak cabang (L.lacca Kerr)

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberiakn informasi tentang waktu dan frekwensi pengasapan yang efektif terhadap lak (L. lacca Kerr) yang ditularkan pada pohon inang kesambi (S. oleosa Merr) agar dapat menghasilkan bibit lak (L. lacca Kerr) yang berkualitas.


(18)

6 1.5 Hipotesa

1. Terjadi interaksi antara waktu dan interval pengasapan terhadap kualitas lak cabang (L. lacca Kerr)

2. Waktu pengasapan sangat berpengaruh pada kualitas lak (L. lacca Kerr)


(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil yang diperoleh dari hutan produksi debedakan menjadi dua yaitu hasil berupa kayu dan bukan kayu .hasil hutan bukan kayu (HHBK) yaitu antara lain berupa getah/damar, minyak, madu dan lak. Lak merupakan salah satu produk non kayu Perum Perhutani yang memiliki nilai tersendiri, karena merupakan produk langka. Perum Perhutani merupakan satunya – satunya yang membudidayakan lak di Indonesia, di KPH Probolinggo (Suharjo 2008).

Lak termasuk dalam kelompok resin yang diperoleh dari hasil sekresi insekta Laccifer lacca Kerr (kutu Lak) yang hidup pada tanaman inangnya. Hasil sekresi tersebut mengelilingi tubuh kutu lak yang kemudian mengeras dan berfungsi sebagai pelindung dari ancaman musuh alami dan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupan kutu lak. Tanaman inang kutu lak adalah tanaman Kesambi (Schleicera oleosa Merr.), Ploso (Butea monosperma Taub.), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), Widoro/Kaliandra (Zizyphus jujube Lam), Acacia villosa Willd. Di Indonesia, tanaman kesambi merupakan tanaman yang diprioritaskan untuk digunakan sebagai tanaman inang dalam budidaya kutu lak (Taskirawati 2007).

Lak merupakan komoditi yang belum dikenal masyarakat, karena konsumennya terbatas, namun manfaatnya beragam maka masih terbuka peluang untuk mengembangkannya. Penggunaan lak di Indonesia semula hanya untuk pembuatan pelitur bagi finishing mebel agar terlihat mengkilat. Namun setelah


(2)

2

ada kemajuan teknologi pengelolaan lak, kini lak dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri : isolasi listrik, piringan hitam, tinta cetak, perekat untuk ampelas, semir sepatu, pengeras topi, penyamak kulit, pewarna makanan, kulit kapsul, bahan kosmetik dan sebagainya. Konsumen pun tidak hanya di dalam negri tetapi juga dari luar negri (Suharjo 2008)

Penggunaan lak yang luas, terutama disebabkan oleh beberapa sifat fisik yang menguntungkan. Pemanfaatannya sebagai bahan pelapis pangan berkaitan erat dengan sifat – sifat seperti mampu membentuk lapisan tipis (film), tidak mudah tembus oleh air/uap air, tidak lengket, mengkilap tidak mudah bereaksi dengan bahan lain ataupun teroksidasi. Lak kasar umumnya memiliki komposisi berupa resin (68%), zat warna (10%), lilin (6%), dan zat lain (4%). Resin, lilin dan berupa zat warna merupakan bagian yang terkait satu sama lain. Pada shellac terdapat bagian jenis asam hidroksi alifatik dan estemya dengan panjang rantai karbon antara 13 – 15. Beberapa asam dimaksud diantaranya adalah shelloic acid, jalaric dan laksholid acid (Pakan, 2007).

Tingginya permintaan pasar menjadikan budidaya kutu lak memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Tulisan ini memberikan informasi mengenai peluang investasi usaha budidaya kutu lak. Hal ini dimaksudkan agar dapat dijadikan motivasi untuk lebih mengembangkan budidaya kutu lak di Indonesia, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat yang ada di sekitar hutan (Suratmo 2007).


(3)

3

Cara budidaya kutu lak dibutuhkan ketelatenan dan skill yang memadai, sehingga pertumbuhannya menjadi maksimal serta tidak terserang oleh insekta lain sebagai predator. Salah satu cara budidaya kutu lak adalah dengan pengasapan yang ada di bawahnya. Pengasapan lak dilakukan guna untuk menciptakan suhu dan kelembaban yang optimum bagi kehidupan larva lak sekaligus untuk mengusir parasit atau predator yang ada pada lokasi tularan. Apabila kutu lak sehat dan tidak adanya prasit atau predator yang mengganggu keberadaannya, maka kutu akan bisa membuat sekresi lak secara maksimal. Maka akan terbentuk lapisan sekresi yang tebal, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas lak. Kutu lak dapat hidup pada kisaran suhu 17 – 34 0C, sedangkan budidaya kutu lak membutuhkan kisaran suhu yang optimum yaitu 24 – 28 0C, suhu harian rata rata yang dibutuhkan kutu lak 24 – 28 0C suhu ini sangat cocok untuk budidaya lak. Di bawah suhu 22 0C perkembangan nimfa menjadi lambat. Budidaya kutu lak pada inang kurang mendapatkan sinar matahari akan menghasilkan lak mutu rendah. Hal ini dimungkinkan kerena banyaknya parasit kutu lak. Keberhasilan kultur lak sangat dipengaruhi faktor fisik dan faktor hayati. Faktor fisik diantaranya adalah suhu, cahaya matahari, angin, dan hujan. Sedangkan faktor hayati adalah parasit dan predator. Faktor hayati akan menjadi musuh alami kutu lak. Parasit kutu lak yang dilaporkan ada tiga, yaitu Erencrytus dewitzi, Tacherdhipeghus tachardiae, dan Tetrasticthitus purpureus. Di Indonesia parasit yang berbahaya adalah E dewitzi karena pada tingkat serangan yang berat dapat menggagalkan tularan hingga 100% (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, 1997), tingkat serangan parasit lebih besar pada saat musim hujan dibandingkan musim kemarau. Besarnya serangan parasit pada musim hujan lebih besar dua kali lipat dibandingkan pada musim kemarau. Predator kutu lak diantaranya adalah Eublema rubra, E. Amabilis, dan Holcocera pulverea merupakan parasit yang sangat penting di Indonesia, karena dapat memangsa kutu lak mencapai 30 – 35% (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur,


(4)

4

1997). Disamping itu, adanya semut, diantaranya semut gatel (Solenopsis geminata) dan semut kripik (Cremastogaster treubi) juga dapat memangsa kutu lak (Pakan 2007).

Selain tanaman inang, maka pengendalian hama dan penyakit sangat berperan penting untuk kualitas lak. Pengendalian hama dan penyakit yaitu menggunakan pengasapan saat pemeliharan kutu lak. Pengasapan yaitu guna untuk menciptakan suhu yang optimum 24 – 28 0C bagi kehidupan larva lak dilaksanakan pengasapan sekaligus untuk mengusir parasit dan predator yang ada pada lokasi tularan. Pemeliharaan yang dilakukan dengan cara tradisional di areal tularan kutu lak adalah dengan memberikan pengasapan tanpa adanya bahan unsur kimia lain, dimana pengasapan ini dapat mengusir predator dan dapat meningkatkan suhu sekitar tularan sehingga dapat memberi rasa hangat pada kutu, pengasapan ini dapat dilakukan pagi dan sore. Jarak asap satu dengan yang lainnya adah 50 – 100 m2 bergantung pada arah dan kecepatan angin, pada musim kemarau juga perlu diadakan pengasapan sampai terjadi suarming, (Suharjo 2008).


(5)

5

Dari permasalahan di atas maka perlu dilakukan penelitia pengaruh waktu dan frekuesi pengasapan terhadap kualitas lak cabang (L.lacca Kerr)

Diharapkan melalui penelitian ini dapat diperoleh data dan informasi teknis pengasapan yang menghasilkan lak berkualitas dalam dalam jumlah yang diharapkan, bernilai efektif dan efisiens.

1.2 Rumusan Masalah

Dari pembahasan di atas didapat beberapa rumusan masalah diantaranya :

1. Apakah waktu dan interval pengasapan pada tularan akan membedakan kualitas lak (L. lacca Kerr)

2. Pada waktu pengasapan pagi hari dan sore hari manakah yang lebih efektif pada kualitas lak (L. lacca Kerr)

3. Apakah waktu pengasapan pagi sore lebih efektif pada kualitas lak (L. lacca Kerr) 4. Apakah interval pengasapan sangat berpebgaruh terhadap kualitas lak (L. lacca Kerr) 1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan waktu dan interval pengaspan terhadap kualitas lak cabang (L.lacca Kerr)

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberiakn informasi tentang waktu dan frekwensi pengasapan yang efektif terhadap lak (L. lacca Kerr) yang ditularkan pada pohon inang kesambi (S. oleosa Merr) agar dapat menghasilkan bibit lak (L. lacca Kerr) yang berkualitas.


(6)

6 1.5 Hipotesa

1. Terjadi interaksi antara waktu dan interval pengasapan terhadap kualitas lak cabang (L. lacca Kerr)

2. Waktu pengasapan sangat berpengaruh pada kualitas lak (L. lacca Kerr)