Cipalayan Ciese Cijambe Cipakancilan Ciparigi Cikumpa Condet Mgr Mnkb Cipalayan Ciese Cijambe Cipakancilan Ciparigi Cikumpa Condet Mgr Mnkb

82 Observasi April 2006 BOD mgl DO mgl Q m3dt D mgl 2 4 6 8 10 12 14 16 18 4 10.5 20.5 30.1 30.5 40.5 40.9 60.3 61 67.3 71.3 km Ni lai berlangsung cepat dan efektif sebagaimana tampak dari distribusi DO berkisar 8 mgl di hulu dan menurun perlahan ke arah Depok pada berkisar 7 mgl. Berlimpahnya oksigen di ruas ini dapat merupakan buffer oksigen yang diperlukan apabila terjadi shock loading dari buangan limbah organik penduduk di sekitarnya. Dengan demikian maka ruas Cisarua-Depok sekaligus merupakan zona pemulihan yang cukup potensial. 2 Zone degradasi, dimulai dari Ruas 6-7 yaitu antara Depok-Kalibata yang bertopografi landai-mendatar dan beraliran laminer hasil dari kombinasi kecepatan dan kedalaman sungai yang tenang dan sedang. Kondisi ini berada pada taraf deplesi oksigen karena oksigen yang masuk tidak sebanding dengan kebutuhan degradasinya, seperti tampak dari distribusi DO berkisar 7,43-7,63 mgl di Kalibata kemudian turun secara gradual menjadi 2,01-3,30 mgl di Pejompongan yang relatif lebih keruh dan berlumpur. Besarnya penurunan tersebut DO bisa mencapai 75 dari kondisi jenuh. 3 Zone dekomposisi aktif, terdapat pada Ruas 7-8 dan Ruas 8-9 yaitu antara Kalibata-Pejompongan yang bertopografi relatif datar dan beraliran laminer hasil dari kombinasi kecepatan dan kedalaman sungai yang tenang dan dalam. Kondisi ini bergerak ke titik defisit oksigen kritis karena oksigen yang masuk Observasi Maret 2006 BOD mgl DO mgl Q m3 dt D mgl 5 10 15 20 25 4 10.5 20.5 30.1 30.5 40.5 40.9 60.3 61 67.3 71.3 km BOGO CI BN DEPO KLBT MG PJPNG CI SARU BOGO CI BN DEPO KLBT MG PJPNG CI SARU

k.Cipalayan

k.Ciese k.Cijambe

k.Cipakancilan

k.Ciparigi k.Cikumpa k.Condet k.Mgr

k.Mnkb

Gambar 22. Respon DO-BOD hasil observasi Maret dan April 2006

k.Cipalayan

k.Ciese k.Cijambe

k.Cipakancilan

k.Ciparigi k.Cikumpa k.Condet k.Mgr

k.Mnkb

83 tidak dapat memenuhi kebutuhan degradasinya. Tampak distribusi DO menurun hingga mencapai 0,98-2,05 mgl di Pejompongan. Karakteristik fisik, kimia, dan biologi dapat dilihat dari kondisi alaminya yang bergerak ke kondisi anaerobik dimana konsentrasi DO turun hingga mencapai 95 dari kondisi jenuh dan tidak ada kehidupan air yang dapat bertahan hidup pada kondisi seperti ini. Untuk tujuan pengolahan air bersih kondisi perairan dengan konsentrasi DO mendekati nol sangat tidak efektif dan efisien. Kondsisi seperti ini terjadi pada upaya penyediaan air bersih Pemerintah DKI- Jakarta yang menempatkan bangunan sadapnya di daerah ini. Beberapa kemungkinan faktor penyebab respon DO-BOD dan kecenderungannya hasil observasi bulan Maret dan April 2007 antara lain : 1 Faktor Pengenceran Pengenceran merupakan salah satu faktor penting dalam proses pemurnian diri dari badan air penerima. Semakin encer suatu contoh air semakin rendah konsentrasi substansi di dalamnya dan sebaliknya semakin pekat semakin tinggi konsentrasinya. Terdapat efluen pengencer Sungai Ciliwung yang diduga berasal dari limpasan permukaan air hujan, anak-anak sungai atau kegiatan penduduk dan indutri sekitarnya. Faktor ini telah menambah debit sungai secara bertingkat incremental ke arah hilir. Pertambahan tersebut bervariasi antara 0,1-3,3 m 3 dt pada bulan Maret dan 0.07-2.17 m 3 dt pada bulan April merespon kecenderungan debit yang meningkat sejak dari hulu 1.05m 3 dt sampai ke daerah hilir 2,17 m 3 dt Maret 2006, dan 0,5 m 3 dt di hulu sampai 5,50 m 3 dt di hilir April 2006. Keduanya merespon DO dengan kisaran antara 8,10-1,90 mgl bulan Maret dan 7,79-0,98 mgl pada bulan April, sedang respon BOD berkisar antara 3.17-7,92 mg pada bulan Maret dan 3,56-15,91 pada bulan April 2006. Nisbah debit keduanya sebesar 5,6 kali merespon DO dengan rasio hilirhulu 0,2 Maret dan 0,13 April yang terdistribusi di sepanjang aliran sejak dari ruas Cisarua hingga Pejompongan. 2 Faktor Pembebanan Pembebanan merupakan proses masukan buangan limbah ke suatu badan air penerima yang berlangung secara kontinu maupun secara berkala 84 intermitten. Respon DO-BOD yang timbul merupakan kombinasi dari beban pencemar titik dan pencemar menyebar yang terdistribusi di sepanjang Sungai Ciliwung. Respon ini menyebabkan defisit DO yang semakin tinggi ke arah hilir sebanding dengan penurunan DO secara gradual sampai ke ruas Depok dan menajam ke arah Pejompongan. Beban pencemar titik dan menyebar tersebut masing-masing merespon sekitar 80 - 87 terjadinya penurunan konsentrasi DO. Bila asumsi 19.7 kg BOD 5 orang.th diterapkan, maka ada sekitar 231.082 kghari dari 5.705.720 jiwa jumlah penduduk yang membuang langsung ke sungai dan beban ini akan menyebabkan kenaikan nilai BOD dari hulu ke hilir sebagai respon atas beban buangan tersebut. Hasil perhitungan perkiraan beban BOD masing-masing sumber dapat dilihat pada Tabel Lampiran 27-28. 3 Waktu t Waktu t detik, jam, hari menunjukkan lamanya air mengalir dalam suatu ruas sungai yang dibutuhkan untuk proses reaerasi oksigen, dekompoisi organik, fotosintesis, dan respirasi tanaman akuatik di perairan. Besarnya dihitung dengan rumus hidrolika biasa, v x t 4 . 86 1 = , t dalam hari, x dalam km, dan v dalam mdt. Secara topografis, terdapat kesamaan karakteristik yang membedakan waktu aliran pada ruas hulu, tengah dan hilir. Masing masing sebagai berikut ; Ruas 1-3 , dengan v = 0,49-0,63 mdt, Ruas 3-6 , dengan v = 0,47-0,50 mdt, dan Ruas 6-9 , dengan v = 0,2-0,44 mdt, berturut-turut membutuhkan waktu aliran t, 0,19-0,50 hari, 0,70-0,75 hari, dan 0,77-0.80 hari. Semakin cepat berproses semakin besar angka konstanta reaerasi dan dekomposisi dan sebaliknya. 4 Suhu Suhu o C merupakan salah satu parameter kunci model kualitas air suatu perairan. Aktivitas biologi dan proses kelarutan gas di dalam air sangat tergantung pada kondisi suhu perairan. Pada suhu optimum aktivitas biologi dengan nutrisi cukup akan efektif dalam pertumbuhan maupun dekomposisi bahan organik. Sebaliknya pada perairan dingin aktivitas tersebut akan melambat. Sementara kelarutan oksigen tertinggi pada perairan jernih fresh 85 water terjadi pada suhu 0 o C sebesar 14,62 mgl dan terendah pada suhu 30 o C sebesar 7.63 mgl. Oleh karena itu, di perairan tropis DO jenuh tidak pernah melebihi angka 9 mgl. Hubungan antara suhu dan kelarutan oksigen di tunjukkan di dalam Tabel Lampiran 3 dan 4. Pada pengukuran di lapangan, suhu air diukur secara in situ menggunakan termometer dalam satuan o C. Suhu rata-rata setiap ruas tercatat 21, 24 dan 27 o C. 5 pH pH menunjukkan tingkat kemasaman dan merupakan parameter ikutan dari hasil proses bio-kimia di dalam air. Pada suasana netral, pH perairan alam nilainya akan proporsional terhadap konsentrasi oksigen dalam proses dekomposisi organik. Semakin rendah respon konsentrasi oksigen di perairan semakin masam dan kecil nilai pHnya. Dari hasil pengukuran di lapangan menunjukkan nilai pH perairan Sungai Ciliwung berkisar antara 6-7 diukur secara in situ menggunakan kertas lakmus. Nilai kisaran DO 2,01-0,98 mgl pada ruas Kalibata-Pejompongan ternyata tidak diikuti dengan penurunan pH yang proporsional, hal ini menujukkan tingginya kandungan sabundeterjen yang dibuang langsung oleh penduduk padat di sekitarnya sehingga menaikkan angka pH. 6 Konstanta kecepatan reaerasi oksigen k a Angka konstanta kecepatan reaerasi k a menunjukkan besarnya laju penyerapan oksigen atmosfer ke dalam perairan. Dari rumus OConnor- Dobbins, Churchill, Owens and Gibbs besarnya k a di perairan tergantung dari kombinasi antara nilai kecepatan v dan kedalaman air H seperti dinyatakan dalam persamaan C b H v a k = . Jadi semakin deras dan dangkal suatu perairan semakin besar angka konstanta kecepatan reaerasi k a dan sebaliknya. Data yang diperoleh dari pengukuran v dan H di lapangan menunjukkan bahwa nilai k a rata-rata di hulu sebesar 12hari lewat jenuh dan menurun tajam menjadi 0.35hari belum jenuh di hilir. Kondisi lewat dan belum jenuh tersebut 86 berlangsung dalam keseimbangan dinamis untuk saling melepas oksigen ke atmosfer negatif dan mentransfer oksigen dari atmosfer ke perairan positif. 7 Konstanta kecepatan dekomposisi organik k d Angka konstanta kecepatan dekomposisi k d menunjukkan besarnya laju penguraian bahan organik oleh mikroorganisme aerob dalam perairan. Penerapannya di lapangan alami nilai k d laboratorium botol dapat dijadikan acuan sebagai pendekatan awal, meskipun proses dekomposisi keduanya berbeda. Pada kondisi tertentu, nilai k d perairan bisa lebih besar karena adanya faktor pengendapan dan efek sedimen. Oleh karena itu, konstanta di lapangan perlu mempertimbangkan konstanta lain yang dapat memperbesar nilai k d yaitu tambahan konstanta dari proses pengendapan partikel k s , sehingga nilai konstantanya berubah menjadi k r = k d + k s . Sesuai dengan karateristik alirannya, proses pengendapan dan efek sedimen hanya terjadi pada Ruas 6-9 yang beraliran laminar. Oleh sebab itu penerapan k d laboratorium hanya sesuai untuk Ruas 1-6 . Dari hasil observasi tampak bahwa kisaran k d , di sepanjang Sungai Ciliwung bervariasi antara 0,286-0,429hari pada bulan Maret dan 0,309-0,499hari pada bulan April 2006 Tabel Lampiran 7-8. Nilai konstanta ini berpengaruh positif terhadap laju kenaikan defisit oksigen perairan. 8 Fotosintesis dan respirasi Fotosintesis dan respirasi tanaman dapat menambah dan mengurangi konsentrasi oksigen di perairan alam. Terdapat dua jenis tanaman yang mendominasi perairan yaitu dari jenis tanaman apung atau pitoplankton untuk sungai dalam dan jenis tanaman dasar atau peripiton untuk sungai dangkal. Keduannya hanya tumbuh di perairan jernih dimana penetrasi cahaya matahari berlangsung sempurna. Oleh sebab itu, proses fotosintesis dan respirasi jarang terjadi di perairan yang keruh.. Hasil pengukuran menggunakan metode light dan dark bottle pada interval waktu 5 jam tidak memberikan angka nisbah yang signifikan Tabel lampiran 19-20. 9 Kebutuhan Oksigen Sedimen Sb 87 Menurut Streeter-Phleps, kebutuhan oksigen sedimen S b dinyatakan dalam persamaan Lw Hw ks Sb . . 3 . 1 = , atau Lw vs Sb . 3 . 1 = dimana k s 1hari, H w m, L pw mgl, dan v s mhari. Persamaan ini mempersyaratkan adanya lapisan sedimen di dasar sungai. Oleh sebab itu keberadaan sedimen berorganik di dasar sungai menjadi syarat utama berlangsungnya proses tersebut. Data hasil observasi menunjukkan, akumulasi deposit organik sedimen hanya terjadi pada ruas Kalibata - Pejompongan. Dengan asumsi v s = 0,2 mhari dan kedalaman air H w rata-rata sebesar 2 m, maka konstanta kecepatan pengendapan partikel, k s adalah v s H = 0.1hari. Sehingga diperoleh S b , yang bervariasi dari 2,42-2,97 gm 2 .hari Maret dan 5,24-6,35 gm 2 .hari April Tabel lampiran 21-22. Penerapan DO-BOD Model Tahap pertama penyusunan model kualitas air Sungai Ciliwung didasarkan pada data hasil observasi bulan Maret dan April 2006 dengan menerapkan rumus Streeter-Phelps pada persamaan 45 dan 46. Penerapan rumus model kualitas air Sungai Ciliwung ini didasarkan atas hasil kajian beberapa nilai parameter kemungkinan penyebab terbentuknya respon DO-BOD observasi untuk aliran tidak seragam nonuniform-flow yang telah diuraikan sebelumnya. Beberapa nilai parameter yang terlibat dalam perhitungan model adalah : 1 nilai v, t, H, k a, k d, k r, k n, k r, LCBOD d , LNBOD d adalah nilai rata-rata setiap titik dari ruas sungai yang ditinjau. 2 nilai k a setiap titik merupakan nilai rata-rata dari ketiga rumus OConnor Dobbins, Churchill, dan Owens Gibbs, sedang nilai k a ruas adalah rata-rata dari setiap titik di dalamnya Tabel Lampiran 11-12 3 nilai k d , k n setiap titik merupakan nilai hasil perhitungan least square dari CBOD 1 , 2,3,4,5 hari dan NBOD 6 , 7,8,9,10 hari pada suhu tertentu, sedang nilai k d , k n ruas adalah rata-rata dari setiap titik di dalamnya Tabel Lampiran 7-10. 4 nilai k s setiap titik merupakan nilai hasil perhitungan dari persamaan H v k s s = , sedang nilai k s ruas adalah rata-rata dari setiap titik di dalamnya. 88 5 nilai k r hasil dari k d + k s dan nilai kr ruas rata-rata dari setiap titik di dalamnya Tabel Lampiran 13-14. 6 nilai S L dan S Ln adalah besaran CBOD dan NBOD distribusi yang diperoleh dari persamaan x x q L Q L Q S hulu hulu hilir hilir L − − = , kemudian di rata-ratakan pada ruas yang ditinjau Tabel lampiran 23-26. 7 nilai LCBOD = L dan LNBOD = L n setiap titik diperoleh dari persamaan 8 1 . . t kr r L t kr e k S e L L − − − + = 9 nilai defisit oksigen D diperoleh melalui persamaan 46 yang dihitung secara sirkulair dari setiap parameter atau variabel model yang ditinjau sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 23 dan 24. 10 respon Defisit Oksigen D setiap titik yang ditinjau dari hulu ke hilir Sungai Ciliwung dari hasi perhitungan digambarkan dalam bentuk grafik Gambar 20. 11 perbandingan hasil kurva distribusi DO-BOD hasil observasi dengan hasil perhitungan untuk melihat kecenderungannya dan diteliti kemungkinan penyebabnya. Perhitungan respon DO-BOD model secara rinci digunakan cara tabelaris yang terdiri dari kolom dan baris parameter model dengan satuannya, serta nilai-nilai setiap parameter pembentuk model dari setiap titik yang ditinjau Tabel 23 dan 24. 89 Perhitungan Respon DO-BOD Model bulan Maret 2006 : Proses reaerasi stabil pada ruas 1-6 yang menghasilkan konsentrasi DO dengan kisaran 7-8 mgl, selanjutnya menurun tajam pada ruas 6-9 dengan kisaran kurang dari 5 mgl. Dilain pihak, proses dekomposisi organik tidak mampu menurunkan nilai BOD secara signifikan di setiap ruas sungai, akibat adanya penambanhan beban pencemar secara akumulatif ke arah hilir. Nilai BOD naik secara bertahap dari 3,17 sampai 8,09 mgl 90 Perhitungan Respon DO-BOD Model bulan April 2006 : Proses reaerasi stabil pada ruas 1-6 yang menghasilkan konsentrasi DO dengan kisaran 7-8 mgl, selanjutnya menurun tajam pada ruas 6-9 dengan kisaran kurang dari 5 mgl. Dilain pihak, proses dekomposisi organik tidak mampu menurunkan nilai BOD secara signifikan di setiap ruas sungai, akibat adanya penambanhan beban pencemar secara akumulatif ke arah hilir. Nilai BOD naik secara bertahap dari 3,17 sampai 8,09 mgl 91 Perbandingan Respon DO-BOD Observasi dan Model Perbandingan respon DO-BOD hasil observasi dan hasil perhitungan model seperti pada Gambar 23. dan dijelaskan sebagai berikut . Gambar 23. Perbandingan kurva DO-BOD hasil observasi dan model 1 Penerapan rumus Streeter–Phelps dibatasi oleh sifat hidrogeometri sungai dalam kondisi tunak steady state. Sementara sifat hidrogeometri di lapangan menunjukkan kecenderungan yang selalu berubah. Ruas hulu dicirikan dengan aliran deras dan dangkal, oksigen berlimpah, input beban buangan kecil. Ruas tengah dicirikan dengan aliran sedang dan agak dalam, oksigen cukup, input beban buangan sedang. Ruas hilir dicirikan dengan aliran tenang dan dalam, oksigen rendah dan input beban buangan tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengkondisian terhadap sifat-sifat parameter model yang diterapkan. 2 Asumsi terhadap beban organik dari sumber pencemar pada anak-anak Sungai Cipalayang, Ciesek, Cijambe, Cipakancilan, Manggarai dan Pejompongan menggunakan data sekunder dari sumber lain sebagai kontrol terhadap