BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. SUSTAINABLE BUILDING 1.1. LATAR BELAKANG SUSTAINABLE BUILDING

(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SUSTAINABLE BUILDING

2.1.1 LATAR BELAKANG SUSTAINABLE BUILDING

Tingkat kesadaran global mengenai lingkungan hidup dan perubahan iklim, khususnya dalam bidang arsitektur dan lingkungan, pada beberapa tahun belakangan ini meningkat dengan tajam. Gerakan hijau yang tengah berkembang pesat saat ini tidak hanya bertujuan untuk melindungi sumber daya alam, tetapi juga diimplementasikan sebagai upaya efisiensi penggunaan energi serta meminimalisir kerusakan lingkungan sekitar. Hal ini tentu sangat bermanfaat apabila dilakukan secara merata dan berkelanjutan, khususnya di Indonesia yang notabene adalah negara yang sedang berkembang. Sosialisasi terhadap upaya-upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim terus dilakukan Pemerintah Indonesia, tetapi tidak semua elemen masyarakat sudah mengetahui dan paham mengenai kedua hal tersebut. Terbukti dari merebaknya SBS (sick building syndrome) pada bangunan-bangunan Indonesia. Bentuk solusi yang menjadi pilihan adalah dengan menerapkan konsep Green Architecture, atau Green Building yang kini sudah dijalankan oleh pemerintah, Apa sebenarnya makna dari kedua konsep tersebut? Bagaimana Kriterianya? serta seperti apa bentuk kepedulian serta peran dari masyarakat dan pemerintah?

2.1.2 PENGERTAN SUSTAINABLE BUILDING

Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Sebagai pemahaman dasar dari arsitektur hijau yang berkelanjutan, elemen-elemen yang terdapat didalamnya adalah lansekap, interior, yang menjadi satu kesatuan dalam segi arsitekturnya. Dalam contoh kecil, arsitektur hijau bisa juga diterapkan di sekitar lingkungan kita. Yang paling ideal adalah menerapkan komposisi 60 : 40 antara bangunan rumah dan lahan hijau, membuat atap dan dinding dengan konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan sekadar beton atau batu alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat. Tujuan utama


(2)

dari green architecture adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan berkelanjutan. Arsitektur hijau juga dapat diterapkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang

mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Perancangan Arsitektur hijau meliputi tata letak, konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan. Konsep ini sekarang mulai dikembangkan oleh berbagai pihak menjadi Bangunan Hijau (green building).

2.1.3 MANFAAT SUSTAINABLE BUILDING Manfaat sustainable building antara lain :

 Bangunan lebih awet dan tahan lama, dengan perawatan minimal  Efisiensi energi menyebabkan pengeluaran uang lebih efektif  Bangunan lebih nyaman untuk ditinggali

 Mendapatkan kehidupan yang sehat

 Ikut berperan serta dalam kepedulian terhadap lingkungan Efisiensi energy pada bangunan Green Building merupakan salah satu bentuk respon masyarakat dunia akan perubahan iklim.

Praktek “Bangunan Hijau” ini mempromosikan bahwa perbaikan perilaku (dan teknologi) terhadap bangunan tempat aktivitas hidupnya dapat menyumbang banyak untuk mengatasi pemanasan global. Bangunan/gedung adalah penghasil terbesar (lebih dari 30%) emisi global karbon


(3)

dioksida, salah satu penyebab utama pemanasan global. Saat ini Amerika, Eropa, Kanada dan Jepang mengkontribusi sebagian besar emisi gas rumah kaca, namun situasi akan berubah secara dramatis di masa depan. Pertumbuhan penduduk di Cina, India, Asia Tenggara, Brazil dan Rusia menyebabkan emisi CO2 bertambah dengan cepat. Pembangunan di Indonesia meningkatkan kontribusi CO2 secara signifikan. Hal ini akan memperburuk kondisi lingkungan Indonesia pun kondisi lingkungan global. wacana GBC Indonesia menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA

2.1.4 PRINSIP-PRINSIP SUSTAINABLE BUILDING

Penjabaran prinsi-prinsip green architecture beserta langkah-langkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future:

1. Conserving Energy (Hemat Energi)

Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali. Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:


(4)

 Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaicyang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.

 Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga menggunakan alat kontrol penguranganintensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.

 Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.

 Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.

 Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.

 Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.

2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)

Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:

 Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.

 Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.  Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar bangunan.

 Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.


(5)

Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut.

 Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada.  Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.  Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.

4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)

Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)

Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.

6. Holistic

Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecturepada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secar parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.


(6)

2.1.5 SUSTAINABLE BUILDING, GREEN BUILDING, GREEN ARCHITECTURE

Susutainable building merupakan kasta tingkatan tertinggi dari bangunan ramah lingkungan. Sustainable building merupakan bangunan yang dibangun dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan manusia masa kini tanpa mengorbankan potensi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Keberlanjutan terkait dalam aspek lingkungan alami dan buatan, penggunaan energi, ekonomi, sosial, budaya, beserta manajemen kelembagaan bangunan.

Green building memiliki target pencapaian di bawah dari target pencapaian Sustainable Building.

Green Architecture atau sering disebut sebagai Arsitektur Hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam, ternasuk energi, air, dan material, serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. (Arsitektur Hijau, Tri Harso Karyono, 2010)

2.2 GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA

GBCI Adalah lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan.

2.2.1 LATAR BELAKANG GBCI

GBC INDONESIA didirikan pada tahun 2009 dan diselenggarakan oleh sinergi di antara para pemangku kepentingannya, meliputi :  Pemerintah


(7)

 Kalangan industri sektor bangunan dan properti,  Profesional bidang jasa konstruksi

 Institusi pendidikan dan penelitian

Lembaga ini merupakan Emerging Member dari World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada Salah satu program lembaga ini adalah menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP. Melalui lembaga ini pemerintah menyatakan dukungannya untuk menyehatkan kembali kondisi gedung-gedung di perkotaan dari penyakit SBS (sick building syndrome).

2.2.2 SISTEM PENILAIAN GREEN BUILDING OLEH GBCI

Untuk menilai dan membuat Rating Bangunan Hijau di Indonesia, dibentuk Green Building Council Indonesia (GBCI) pada 9 September 2009. GBCI ini berafiliasi dengan World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada.

GBCI melakukan berbagai kegiatan pendidikan masyarakat secara luas serta menyelenggarakan sertifikasi bangunan hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia, yang diberi nama GREENSHIP. GREENSHIP sebagai sebuah sistem rating terdiri atas 6 (enam) aspek, yang terdiri dari ;

 Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development / ASD)

 Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant / EER)  Konservasi Air (Water Conservation / WAC)

 Sumber & Siklus Material (Material Resource & Cycle / MRC)  Kualitas Udara & Kenyamanan (Indoor Air Health & Comfort / IHC)


(8)

 Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management /BEM)

2.2.3 KATEGORI-KATEGORI PENGHARGAAN GBCI

Beberapa sistem penilaian (rating system) untuk mengevaluasi apakah suatu bangunan layak disebut green building atau tidak, sudah dikembangkan di negara maju. Maksudnya untuk mengevaluasi performa bangunan dari segi penyerapan energi dan dampaknya terhadap lingkungan berdasarkan serangkaian persyaratan akan sustainabilitas dalam bangunan.

Untuk menilai dan membuat rating green building di Indonesia, dilakukan oleh Green Building Council Indonesia. GBCI menyusun komponen sertifikasi dan rating yang melibatkan berbagai pihak. Ada 6 (enam) kriteria yang menjadi rujukan utama, antara lain ; tata kelola penggunaan lahan, efisiensi energi & pendingin ruangan, konservasi air, sumber & kualitas material bangunan, kualitas udara & kenyamanan ruangan, serta manajemen pengelolaan lingkungan & bangunan.

Proses standarisasi dipandu oleh suatu perangkat penilaian (rating tools) yang disebut GREENSHIP. Setiap bangunan yang disertifikasi harus memenuhi syarat kelulusan awal (pre-requisite) pada keenam kategori. Selanjutnya peringkatnya akan ditentukan berdasarkan perolehan poin. Untuk bangunan

 Greenship Platinum, bangunan harus mencapai 74 poin,  Gold 58 poin,

 Silver 48 poin, dan  Bronze 35 poin.

Sertifikasi Bangunan Hijau tidak hanya menjadi pengakuan atas kinerja fisik bangunan, namun diyakini dapat memotivasi semua orang yang ada di dalamnya untuk kebiasaan 'green'.


(9)

2.2.4 KRITERIA GBCI

Empat bidang utama yang perlu dipertimbangkan dalam green building: material, energi, air dan faktor kesehatan.  Material

Ini diperoleh dari alam, renewable sources yang telah dikelola dan dipanen secara berkelanjutan, atau yang diperoleh secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi; atau diselamatkan dari bahan reklamasi di lokasi terdekat. Material yang dipakai menggunakan green specifications yang termasuk dalam daftar Life Cycle Analysis (LCA) seperti: energi yang dihasilkan, daya tahan material, minimalisasi limbah, dan dapat untuk digunakan kembali atau didaur ulang.

 Energi

Perencanaan dalam pengaturan sirkulasi udara yang optimal untuk menurangi penggunaan AC. Mengoptimalkan cahaya matahari sebagai penerangan di siang hari. Green building juga menggunakan tenaga surya & turbin angin sebagai penghasil listrik alternatif.


(10)

 Air

Mengurangi penggunaan air & menggunakan STP (siwage treatment plant) untuk mendaur ulang air dari limbah rumah tangga sehingga bsa digunakan kembali untuk tanki toilet, penyiram tanaman, dll. Menggunakan peralatan hemat air, seperti shower bertekanan rendah , kran otomatis ( self-closing or spray taps), tanki toilet yang low-flush toilet. Yang intinya mengatur penggunaan air dalam bangunan sehemat mungkin.

 Faktor Kesehatan

Menggunakan material & produk-produk yang non-toxic akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, dan mengurangi tingkat asma, alergi dan sick building syndrome. Materialyang bebas emisi, dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan spora dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban yang memungkinkan bangunan untuk bernapas.

Selain 4 bidang di atas, green building dapat menekan biaya untuk pekerjaan konstruksinya, dan memenuhi kebutuhan yang lebih luas dari masyarakat, dengan menggunakan tenaga kerja lokal, dan memastikan bangunan diletakkan tepat bagi kebutuhan masyarakat.

Pendekatan Holistik

Green building memerlukan pendekatan holistik yang menganggap masing-masing komponen dari sebuah bangunan, yang berhubungan dengan konteks seluruh bangunan & juga mempertimbangkan dampak lingkungan yang lebih luas dengan masyarakat di sekitarnya. Ini adalah pendekatan yang sangat kompleks yang memerlukan kontraktor, arsitek dan desainer untuk berpikir kreatif, menggunakan integrasi sistem di seluruh pekerjaan mereka. Ada beberapa teknologi dan metodologi penilaian yang dapat membantu pembangun dengan proses ini termasuk BREEAM (Building and Research Establishment Environmental Assessment Method) dan Eco-Homes.


(11)

Membangun Harapan untuk Masa Depan

Meskipun masih dalam masa pengembangan, green building termasuk pesat pertumbuhannya. Di negara maju seperti Ingris sudah menuntut spesifikasi green building dalam perencanaan & pembangunan bangunan baru, sebagai bagian dari strategi sustainable building yang lebih luas, dan ini berarti bahwa nantinya green building muncul di seluruh penjuru negeri. Dalam usia terancam oleh perubahan iklim, kekurangan energi yang semakin meningkat dan masalah kesehatan, memang masuk akal untuk membangun rumah yang tahan lama, menghemat energi, mengurangi limbah dan polusi, dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Green Building lebih dari sebuah konsep untuk hidup berkelanjutan, tetapi bisa membangun harapan untuk masa depan.


(1)

2.1.5 SUSTAINABLE BUILDING, GREEN BUILDING, GREEN ARCHITECTURE

Susutainable building merupakan kasta tingkatan tertinggi dari bangunan ramah lingkungan. Sustainable building merupakan bangunan yang dibangun dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan manusia masa kini tanpa mengorbankan potensi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Keberlanjutan terkait dalam aspek lingkungan alami dan buatan, penggunaan energi, ekonomi, sosial, budaya, beserta manajemen kelembagaan bangunan.

Green building memiliki target pencapaian di bawah dari target pencapaian Sustainable Building.

Green Architecture atau sering disebut sebagai Arsitektur Hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam, ternasuk energi, air, dan material, serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. (Arsitektur Hijau, Tri Harso Karyono, 2010)

2.2 GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA

GBCI Adalah lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan.

2.2.1 LATAR BELAKANG GBCI

GBC INDONESIA didirikan pada tahun 2009 dan diselenggarakan oleh sinergi di antara para pemangku kepentingannya, meliputi :  Pemerintah


(2)

 Kalangan industri sektor bangunan dan properti,  Profesional bidang jasa konstruksi

 Institusi pendidikan dan penelitian

Lembaga ini merupakan Emerging Member dari World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada Salah satu program lembaga ini adalah menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP. Melalui lembaga ini pemerintah menyatakan dukungannya untuk menyehatkan kembali kondisi gedung-gedung di perkotaan dari penyakit SBS (sick building syndrome).

2.2.2 SISTEM PENILAIAN GREEN BUILDING OLEH GBCI

Untuk menilai dan membuat Rating Bangunan Hijau di Indonesia, dibentuk Green Building Council Indonesia (GBCI) pada 9 September 2009. GBCI ini berafiliasi dengan World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada.

GBCI melakukan berbagai kegiatan pendidikan masyarakat secara luas serta menyelenggarakan sertifikasi bangunan hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia, yang diberi nama GREENSHIP. GREENSHIP sebagai sebuah sistem rating terdiri atas 6 (enam) aspek, yang terdiri dari ;

 Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development / ASD)


(3)

 Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management /BEM)

2.2.3 KATEGORI-KATEGORI PENGHARGAAN GBCI

Beberapa sistem penilaian (rating system) untuk mengevaluasi apakah suatu bangunan layak disebut green building atau tidak, sudah dikembangkan di negara maju. Maksudnya untuk mengevaluasi performa bangunan dari segi penyerapan energi dan dampaknya terhadap lingkungan berdasarkan serangkaian persyaratan akan sustainabilitas dalam bangunan.

Untuk menilai dan membuat rating green building di Indonesia, dilakukan oleh Green Building Council Indonesia. GBCI menyusun komponen sertifikasi dan rating yang melibatkan berbagai pihak. Ada 6 (enam) kriteria yang menjadi rujukan utama, antara lain ; tata kelola penggunaan lahan, efisiensi energi & pendingin ruangan, konservasi air, sumber & kualitas material bangunan, kualitas udara & kenyamanan ruangan, serta manajemen pengelolaan lingkungan & bangunan.

Proses standarisasi dipandu oleh suatu perangkat penilaian (rating tools) yang disebut GREENSHIP. Setiap bangunan yang disertifikasi harus memenuhi syarat kelulusan awal (pre-requisite) pada keenam kategori. Selanjutnya peringkatnya akan ditentukan berdasarkan perolehan poin. Untuk bangunan

 Greenship Platinum, bangunan harus mencapai 74 poin,  Gold 58 poin,

 Silver 48 poin, dan  Bronze 35 poin.

Sertifikasi Bangunan Hijau tidak hanya menjadi pengakuan atas kinerja fisik bangunan, namun diyakini dapat memotivasi semua orang yang ada di dalamnya untuk kebiasaan 'green'.


(4)

2.2.4 KRITERIA GBCI

Empat bidang utama yang perlu dipertimbangkan dalam green building: material, energi, air dan faktor kesehatan.  Material

Ini diperoleh dari alam, renewable sources yang telah dikelola dan dipanen secara berkelanjutan, atau yang diperoleh secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi; atau diselamatkan dari bahan reklamasi di lokasi terdekat. Material yang dipakai menggunakan green specifications yang termasuk dalam daftar Life Cycle Analysis (LCA) seperti: energi yang dihasilkan, daya tahan material, minimalisasi limbah, dan dapat untuk digunakan kembali atau didaur ulang.

 Energi

Perencanaan dalam pengaturan sirkulasi udara yang optimal untuk menurangi penggunaan AC. Mengoptimalkan cahaya matahari sebagai penerangan di siang hari. Green building juga menggunakan tenaga surya & turbin angin sebagai penghasil listrik alternatif.


(5)

 Air

Mengurangi penggunaan air & menggunakan STP (siwage treatment plant) untuk mendaur ulang air dari limbah rumah tangga sehingga bsa digunakan kembali untuk tanki toilet, penyiram tanaman, dll. Menggunakan peralatan hemat air, seperti shower bertekanan rendah , kran otomatis ( self-closing or spray taps), tanki toilet yang low-flush toilet. Yang intinya mengatur penggunaan air dalam bangunan sehemat mungkin.

 Faktor Kesehatan

Menggunakan material & produk-produk yang non-toxic akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, dan mengurangi tingkat asma, alergi dan sick building syndrome. Materialyang bebas emisi, dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan spora dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban yang memungkinkan bangunan untuk bernapas.

Selain 4 bidang di atas, green building dapat menekan biaya untuk pekerjaan konstruksinya, dan memenuhi kebutuhan yang lebih luas dari masyarakat, dengan menggunakan tenaga kerja lokal, dan memastikan bangunan diletakkan tepat bagi kebutuhan masyarakat.

Pendekatan Holistik

Green building memerlukan pendekatan holistik yang menganggap masing-masing komponen dari sebuah bangunan, yang berhubungan dengan konteks seluruh bangunan & juga mempertimbangkan dampak lingkungan yang lebih luas dengan masyarakat di sekitarnya. Ini adalah pendekatan yang sangat kompleks yang memerlukan kontraktor, arsitek dan desainer untuk berpikir kreatif, menggunakan integrasi sistem di seluruh pekerjaan mereka. Ada beberapa teknologi dan metodologi penilaian yang dapat membantu pembangun dengan proses ini termasuk BREEAM (Building and Research Establishment Environmental Assessment Method) dan Eco-Homes.


(6)

Membangun Harapan untuk Masa Depan

Meskipun masih dalam masa pengembangan, green building termasuk pesat pertumbuhannya. Di negara maju seperti Ingris sudah menuntut spesifikasi green building dalam perencanaan & pembangunan bangunan baru, sebagai bagian dari strategi sustainable building yang lebih luas, dan ini berarti bahwa nantinya green building muncul di seluruh penjuru negeri. Dalam usia terancam oleh perubahan iklim, kekurangan energi yang semakin meningkat dan masalah kesehatan, memang masuk akal untuk membangun rumah yang tahan lama, menghemat energi, mengurangi limbah dan polusi, dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Green Building lebih dari sebuah konsep untuk hidup berkelanjutan, tetapi bisa membangun harapan untuk masa depan.