Penanganan dan Transportasi Udang Windu Tambak (Penaeus monodon Fab.) Hidup dengan Sistem Kering

RAHM.4N KARNILA. Penanganan dan Transportasi Udang Windu Tambak (Petiaelrs
rnot~aloilFab.)

Hidup dengan Sistem Kering (Di bawah bimbingan Sam Herodian

sebagai Ketua, Made Astawan dan Rudy R Nitibaskara sebagai Anggota).
Penelitian ini b~ggiuan.,~,untuk
mendapatkan suhu, waktu pembiusan dan suhu
ruang kemasan yang terbaik untuk kelangsungan hidup udang windu tambak selarna
transportasi (statis), serta untuk mengetahui pengaruh pembiusan terhadap perubahan
mutu pasca panen udang windu tambak dengan menggunakan sistem pendinginan yang
terkendali. Dari penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan sistem transportasi udang
hidup yang baik, serta diperoleh informasi mengenai sifat mutu udang hidup yang
dihasilkannya.
'

't~ o n t o hudang yang digunakan adalah udang windu tambak yang diambil dalam

keadaan hidup, sehat dan normal dengan ukuran 40 ekor per Kg. Penelitian ini terdiri
dari lima tahapan percobaan, yaitu : pengaruh suhu pembiusan, pengaruh waktu
pembiusan (waktu yang dibutuhkan setelah suhu pembiusan tercapai), pengaruh suhu

ruang kernasan, uji transportasi (statis), dan penilaian mutu udang hidup.
Perlakuan yang digunakan pada percobaan pengaruh suhu pembiusan meliputi:
metode pembiusan bertahap, suhu pembiusan (15, 17, dan 19"C), waktu pembiusan
(10 menit), suhu ruang kemasan (I%),

kemasan tipe rak, dan waktu uji transportasi

(15 jam). Untuk percobaan pengaruh waktu pembiusan perlakuannya meliputi: metode
pembiusan bertahap, suhu pembiusan (suhu terbaik hasil Percobaan I), w a k u
pembiusan (10, 15, dan 20 menit), suhu ruang kemasan (I'PC), kemasan tipe rak, dan
waktu uji transportasi (15 jam). Untuk percobaan pengaruh suhu ruang kemasan
perlakuannya meliputi: metode pembiusan bertahap. suhu pembiusan (suhu terbaik
hasil Percobaan I), waku pembiusan (waku terbaik hasil Percobaan II), suhu ruang
kemasan (15, 17, dan 19"C), kemasan tipe rak dan waktu uji transportasi (15 jam).
Untuk uji transportasi (statis) perlakuannya meliputi: metode pembiusan bertahap.
suhu pembiusan (suhu terbaik hasii Percobaan I), waktu pembiusan (waktu terbaik
hasil Percobaan II), suhu ruang kemasan (suhu terbaik hasil Percobaan Ill), kemasan
tipe rak dan kemasan kontrol (tanpa rak), dan waktu uji transportasi (statis)

(18, 21, dan 24 jam). Sedangkan pada penilaian mutu udang hidup dilakukan pada

waktu udang mengalami uji transportasi (statis) selama 24 jam, dengan pengamatan
meliputi fisik, perubahan mutu kesegaran secara organoleptik, dan aspek mikrobiologi
udang. Penilaian dilakukan setiap 4 jam selama 24 jam
Pada setiap lima rangkaian percobaan di atas dilakukan proses pembiusan
dengan perosedur: udang ditempatkan pada bak pembiusan, kemudian suhu air
diturunkan secara bertahap dengan kecepatan penurunan 5"CIjam sampai tercapai suhu
yang diinginkan, dan dipertahankan selama waktu yang telah ditetapkan. Sebelumnya
telah dipersiapkan serbuk gergaji lembab dan kotak styrofoam sebagai kemasan.
Udang yang telah terbius dimasukkan ke dalam kemasan yang telah diberi serbuk
gergaji dingin dan ditutup kembali dengan serbuk gergaji tersebut hingga kemasan
penuh. Selanjutnya dilakukan transportasi (statis) pada ruang dengan suhu terkontrol.
Setelah transportasi selesai, maka dilakxkan pembongkaran dan penyadaran dengan
memasuklian udang ke dalam air laut normal bersuhu 27 - 27,5OC dengan aerasi tinggi
sampai udang sadar dan normal kembali.
Pengamatan pada setiap lima rangkaian percobaan di atas dilakukan terhadap
aktivitas udang se!ama proses pembiusan, pengemasan, pembongkaran dan penyadaran,
jumlah udang yang hidup dan mati, m a waktu yang diperlukan untuk normal kembali.
Selain itu diamati pula perubahan suhu ruang kemasan selama transportasi.
Penentuan suhu dan w a k ~ u pembiusan serta suhu ruang kemasan terbaik
dilakxkan berdasarkan aktivitas dan kondisi udang saat pembiusan, pengemasan,

pembongkann, dan penyadaran serta tingkat kelulusan hidup tertinggi.
,

'(

Hasil percobaan pengaruh suhu pembiusan menunjukkan bahwa pembiusan

udang windu tambak pada suhu 19°C dan 17°C selama 10 menit relatif tidak berbed%
dimana kondisi udang setelah terbius masih meronta kuat, belum melewati fase panik,
belurn roboh, dan belum tenang:) Sedangkan pembiusan pada suhu 15OC sc1air.a
10 nienit, kondisi udang setelah terbius tidak mernnta, sudah roboh, dan sudah
melewati fase panik pada suhu 15,8'C. Jika dilihat kelulusan hidup setelah transportasi
15 jam, maka pembiusan pada suhu 15°C menghasilkan kelulusan hidup paling tinggi
yaitu 95%,

S8,3% pada suhu ITC, dan 86,7% pada suhu 19'C.Untuk percobaan

pengaruh waktu pembiusan selama 10, 15, dan 20 menit re!atif tidak berbeda terhadap

aktivitas dan kondisi udang setelah terbius, dimana udang sudah roboh, tidak nleronta

dan tidak ada respon. Fase panik udang tejadi pada kisaran suhu 15,7-15,9"C baik
untuk waktu pembiusan 10 menit, 15 menit, maupun 20 menit. Untuk ketahanan hidup
udang selama transportasi 15 jam juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, yaitu
95% untuk waktu pembiusan 10 menit, 93,3% untuk 15 menit, dan 90,0°/0 untuk
20 menit.

Perbedaan hanya terlihat dalam kecepatan udang sadar kembali, yaitu

semakin cepat proses pembiusan maka semakin cepat udang sadar kembali dan energi
yang dibutuhkan semakin sedikit. Untuk itu wahu

pembiusan 10 menit lebih baik

untuk digunakan.
Sdangkan hasil percobaan pengaruh suhu ruang kemasan menunjukkan bahwa
pada suhu 15°C sebagian besar udang meronta-ronta, tubuh keras dan kaku, bahkan
sudah melipat dan susah untuk diluruskan. Untuk suhu 17°C dan 19°C relatif tidak
terdapat perbedaan, dimana udang dalam keadaan tenang dan tidak meronta-ronta
selama transportasi. Tubuh udang tidak kaku dan keras. Perbedaan hanya tejadi pada
posisi udang


saat pembongkaran, dimana pada suhu 19°C sebagian posisi. telah

berubah. Jika dilihat dari kondisi akhii transportasi,

maka suhu 17°C lebih baik

dibandingkan suhu 19°C dan 15°C dengan rata-rata tingkat kelulusan hidup 91,7%,
sedangkan pada suhu 19°C kelulusannya 88,3%, dan pada suhu 15°C kelulusannya

- --uji transportasi (statis) dengan menggunakan kemasan tipe rak mampu
43,3%.Hasil
membuat udang dalam keadaan cukup kuat untuk transportasi hingga IS jam dengan
tingkat kelulusan hidup sampai 91,7% dan 21 jam dengan kelulusan hidup 8 4 4 % serta
24 jam dengan kelulusan hidup 52,9O/0. Dalam kondisi yang sangat ideal tingkat
kelulusan udang masih dapat ditingkatkan menjadi I W ? baik untuk transportasi
21 jam maupun 24 jam. Sedangkan untuk kemasan kontrol kelulusan hidup udang
yaitu S0,2% untuk 18 jam, 70,8% untuk 21 jam, dan 55,2% untuk 24 jam. Adapun pola
perubahan suhu xiang kemasan setelah transportasi 24 jam terjadi kenaikan suhu yang
cukup be.w, pada kemasan kontrol yaitu 15°C pada awal transportasi menjadi 22,6"C

pada akhir transportasi. Sedangkan pada kemasan rak, suhu dalam kemasan relatif
stabil dan dapat dipertahankan selama transportasi, yaitu berkisar antara 16,8% hingga
17,3"C.

Hasil penilaian mutu yang dilakukan setelah transportasi 24 jam menunjukkan
tejadinya penurunan bobot sebesar 2,9%. Untuk hasil uji organoleptik tidak tejadi
perubahan berarti, dimana nilai hasil uji rata-rata untuk nipa dan warna setelah 24 jam
masing-masing adalah 7,6; bau 7,7; rasa 73, dan tekstur 8,O. Untuk uji mikrobiologi
(TPC) setelah 24 jam transpottasi adalah 7,7 x 10' sellgram.