Metodologi Hasil dan Pembahasan

Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana 48 Aktifitas G. Lokon ini masih berlangsung di awal tahun 2013, tercatat sudah 126 kali letusan dari januari sampai april ini. April 2013 G. Lokon pun mengeluarkan abu vulkanik setinggi 700-3000 m dan lontaran lava pijar. Menurut Surono pada RMOL rakyat merdeka online, paska-letusan tanggal 13 April 2013, pukul 02.29 WITA, pengamatan deformasi tubuh G. Lokon dengan tilt meter masih menunjukan inflasi mengembang. Letusan ini terjadi pada tanggal 3, 8, 11, 13 dan 14 April 2013. Foto 1. Salah satu erupsi G. Lokon Juli Sumber foto: Farid R Bina, Juli 2011 Gejala G. Lokon menjelang letusan, umumnya menebalnya asap kawah dengan tinggi antara 400- 600 m di atas bibir kawah. Makin lama asap menebal dan akan berubah warna menjadi kelabu, menandakan material berukuran abu sudah terbawa keluar. Status G. Lokon menjadi siaga level III pada tanggal 27 Juni 2011 pukul 22.00 WITA, karena adanya letusan freatik dan gempa vulkanik dengan amplitudo 4 – 12 mm. Letusan terjadi lagi menjadi letusan magmatik dan pengukuran gas SO 2 bersifat fluktuatif yang mengindikasikan masih adanya penyaluran gas dari magma, hingga akhirnya status G. Lokon dinaikkan menjadi awas level IV pada tanggal 10 Juli 2011 dan meletus pada tanggal 14 Juli 2011 dengan tinggi debu 3000 m dari Kawah Tompaluan. Sejak 24 Juli 2011, status G. Lokon adalah Siaga level III ditandai dengan letusan, dentuman, gempa vulkanik yang sedikit berkurang dan data seismograf dengan amplitude 4 – 7 mm.

II. Metodologi

Pengolahan data ini dilakukan secara digital dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3 dan Expert Choice 11. ArcGIS 9.3 digunakan untuk membuat data dasar dalam format .shp dan semua data di overlay untuk dianalisis dan menghasilkan sebuah peta.

III. Hasil dan Pembahasan

Penentuan Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Penentuan Kawasan Rawan Bencana KRB Gunungapi ini menggunakan parameter lereng, litologi, sungai, curah hujan, tata guna lahan dan aspect arah hadapan lereng. Parameter ini digunakan karena berhubungan dengan material yang dihasilkan oleh G. Lokon, misalnya suatu material mengalir cepat, karena lereng yang terjal dan dibantu dengan curah hujan yang tinggi dan arah hadapan lereng serta mempengaruhi tata guna lahan sekitar. Adapun penjelasan penentuan KRB ini dengan parameternya adalah sebagai berikut : Sebaran Lereng Daerah penelitian termasuk dalam salah satu kompleks gunungapi aktif di Indonesia. Kelerengan ini akan mempengaruhi tempat berhentinya material vulkanik, semakin landai daerah tersebut akan menjadi tempat menetapnya material tersebut. Material barupa bomblock akan berada di dekat pusat erupsi dan berada di lereng pegunungan sangat curam. Material yang lebih halus seperti lapilli atau ashakan berada jauh dari pusat erupsi. Bisa sampai di kelas lereng bergelombang 0-75 m.Endapan yang mengikuti topografi adalah endapan jatuhan piroklastik Foto 2. Terbawa angin atau karena hujan akan jatuh di tanah dan mengikuti bentuk topografi setempat Foto 3. S U 49 Pembagian kelas lereng di daerah ini dibagi menjadi lima, yaitu bergelombang, berbukit, pegunungan, pegunungan curam dan pegunungan sangat curam Tabel 4 dan tergambar di Gambar 3. Daerah bergelombang – berbukit akan menjadi tempat berhentinya material vulkanik karena tidak ada pengaruh gravitasi atau bentuk relief yang mendukung untuk material meluncur dari puncak gunung.Material tersebut adalah abu, lahar apabila terjadi hujan dan banjir.Daerah pegunungan sangat curam tempat meluncurnya material vulkanik, masih dekat dengan kawah pusat. Material yang ada berupa bom atau block, lapili dan adanya jatuhan piroklastik. Foto 2. Endapan jatuhan piroklastik berukuran abu-lapili 0,025 – 0,5 mm yang berjarak ± 300 meter dari Kawah Tompaluan Foto 3. Kenampakan mengikuti topografi setempat Tabel 4. Pembagian Kelas Lereng, berdasarkan Van Zuidam 1985 Kelas Lereng Keterangan Bergelombang Ketinggian 50 – 75 m, daerah yang dekat dengan pesisir pantai dan kota, dipadati penduduk dan kegiatan masyarakat lainnya, tempat muaranya sungai besar Berbukit Ketinggian75 – 200 m, dijadikan sebagai kebun dan tegallading, sungai besar Pegunungan Ketinggian 200 – 500 m, dijadikan sebagai tegalladang, sawah dan kebun. Banyak sungai kecil Pegunungan Curam Ketinggian 500 - 1000 m, daerah ini dijadikan sebagai kebun, sawah, tegalladang, hutan dan pemukiman karena termasuk dalam Kota Tomohon. Pegunungan sangat Curam Keinggian 1000 – 1575 m, bagian badan gunung sampai puncak gunung ditutupi oleh belukar S Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana 50 Daerah bergelombang-berbukit akan menjadi tempat berhentinya material vulkanik karena tidak ada pengaruh gravitasi atau bentuk relief yang mendukung untuk material meluncur dari puncak gunung.Material tersebut adalah abu, lahar apabila terjadi hujan dan banjir.Daerah pegunungan sangat curam tempat meluncurnya material vulkanik, masih dekat dengan kawah pusat. Material yang ada berupa bom atau block, lapili dan adanya jatuhan piroklastik. Gambar 3. Peta Penyebaran Lereng Sebaran Daerah Aliran Sungai DAS Ada sekitar 15 anak sungai yang berhulu di G. Lokon. Semakin ke daerah yang lebih rendah akan menyatu dengan sungai utama, yaitu: Sungai Ranoriri, S. Tateli, S. Kalasey, S. Warembungan, S. Malalayang, S. Kolongan, S. Sappa dan S. Ranowangko. Semua sungai utama ini merupakan daerah aliran lahar. Daerah penelitian termasuk dalam Daerah Aliran Sungai DAS Tondano dan Tumpaan Gambar 4. DAS Tondano mempunyai luas ± 54.775 Ha terletak di Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara sampai Kota Manado, terdiri dari Sub-DAS Tondano, Noongan, Klabat dan Tikala, sedangkan DAS Tumpaan mempunyai luas 103.911,10 Ha terletak di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon, terdiri dari Sub-DAS Ranowangko, Malalayang, Nimanga Hulu, Pentu dan Nimanga Hilir. Aliran lava dan awan panas akan melewati lembah S. Pasahapen yaitu sungai terdekat dari Kawah Tompaluan. Bagian Timur S. Pasahapen akan menerus ke S. Malalayang, dekat pusat Kota Manado dan keluar ke L. Sulawesi. Anak sungai ini banyak di sebelah utara dari Komplek Gunungapi Lokon-Empung, karena akan mengalir ke Laut Sulawesi. Curah Hujan dan Angin Curah hujan di daerah G. Lokon termasuk sedang dengan kisaran nilai curah hujan 3000-3500 mm Gambar 5. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan januari. Saat curah hujan tinggi, maka banjir lahar dapat terjadi. Banjir lahar ini akan mengikuti morfologi sungai. Angin akan mempengaruhi sebaran abu yang dikeluarkan oleh gunung. Penyebaran abu akan sangat luas bisa sampai ratusan km. Kejadian terakhir pada tanggal 17 Desember 2012 jam 14.00 WITA, BMKG membuat trajectory dari sebaran abu tergantung pada angin yang menghasilkan arah abu tersebut mengarah ke selatan-barat dengan kolom asap setinggi 3000 meter. Curah hujan yang tinggi akhir Februari lalu, di sekitar Pineleng mengakibatkan banjir dan longsor, begitu juga di Kota Manado.Menurut Kepala Pos Pengamatan Gunungapi Lokon dan Mahawu, sekitar G. Lokon menguntungkan bagi penambang pasir saja dan tidak merugikan bagi masyrakat. Tataguna Kawasan Bencana Berdasarkan Peta Rupabumi Indonesia skala 1:50.000 lembar Manado, tataguna lahan daerah G. Lokon dengan radius 10 km, terdiri dari 51 pemukiman, kebun, hutan, belukar, sawah, tegalladang, S., danau dan jalan penghubung Gambar 6. Pemukiman penduduk terdekat berjarak 2 – 3,5 km dari puncak Gunung Lokon, yaitu Desa Kinilow, Tinoor, Kakaskasen I, Wailan dan Kayawu. Gambar 4. Peta Daerah Aliran Sungai Sekitar badan Komplek Gunungapi Lokon- Empung dikelilingi oleh ladang, belukar dan kebun. Tutupan lahan ini akan membantu saat kegiatan Gunung Lokon meningkat karena dapat menghalangi sebelum mengancam penduduk disekitar lereng. Mata air dan anak S. juga terlindungi dari kegiatan manusia apabila tidak ada pemukiman di komplek ini dan bisa mengurangi banjir dan longsor saat curah hujan sedang tinggi. Gambar 5. Peta Pembagian Curah Hujan Sumber: BMKG, 2004 Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana 52 Gambar 6. Peta Tata Guna Lahan Berdasarkan Peta Tata Guna Lahan 1991, daerah pemukiman padat berada di timur Gunung Lokon dan bagian lereng dijadikan sebagai tempat mata pencaharian masyarakat sebagai penambang pasir dan batu hasil erupsi Gunung Lokon. Lereng Gunung Lokon digunakan masyarakat sekitar untuk sawah dan kebun sebagai mata pencaharian juga. Puncak Gunung Lokon hanya rumput-rumput hijau dan tidak ada kegiatan masyarakat dan diselimuti oleh belukar. Pemukiman dan kegiatan manusia lebih aman apabila berjarak 4 km dari pusat erupsi Kawah Tompaluan. Analogi Gunungapi Letusan G. Lokon dapat dianalogikan dengan G. Merapi yang letusannya juga mengeluarkan awan panas. Tipe G. Merapi adalah Tipe Merapi dengan pembentukan kubah lava dan membentuk aliran piroklastika. Kubah lava tumbuh di puncak, karena posisinya tidak stabil, maka oleh magma terdesak dan runtuh lalu diikuti oleh guguran lava pijar atau oleh masyarakat setempat disebut dengan “wedhus gembel”, ini berupa debu hingga block dengan temperatur 700°C dan kecepatan 100kmjam http:merapi.combine.or.idbaca 126karakteristik--merapi.html, diakses 1 Februari 2013. Biasanya erupsi G. Lokon, berupa abu disertai dengan lontaran batu pijar dan kadang mengeluar- kan lava dan awan panas. Awan panas terakhir terjadi pada tahun 1969 dan 1991. Awan panas ini bergerak hingga 150 kmjam dengan temperatur 1000°C. Bahaya primernya, berupa luncuran awan panas, lontaran piroklastik dan lava, sedangkan bahaya sekundernya adalah banjir lahar. Tipe erupsi gunung ini adalah vulkanian dengan asap letusan secara vertikal Foto 4. Saat mencapai puncak letusan, ujung dari kolom asap akan membentuk kembang kol. Gunung Lokon ini merupakan kompleks gunungapi, karena adanya puncak gunung lain disebelahnya dan adanya kawah sebagai tempat kegiatan erupsinya, yaitu G. Empung dan Kawah Tompaluan. Sebelumnya juga sudah ada G. Tatawiran dan Mahawu. Pembobotan Kawasan Rawan Bencana Gunung Lokon Pembuatan sebaran zona bencana mengguna- kan acuan parameter, yaitu: litologi, lereng, sungai, aspect arah hadapan lereng, curah hujan dan tata guna lahan. Parameter ini diurutkan berdasarkan parameter yang paling berpengaruh terhadap daerah rawan bencana dan adanya pengambilan keputusan Tabel 5. Parameter litologi atau batuan dianggap paling berpengaruh, karena hasil erupsi gunungapi adalah material batuan gunungapi yang sangat mempe- ngaruhi lingkungan sekitar dan juga makhluk hidup. Tata guna lahan menjadi parameter terakhir, karena area ini yang dilaluisasaran oleh material gunungapi yang dipengaruhi oleh parameter sebelumnya yang lebih dominan. Parameter ini akan membantu menghasilkan peta kawasan rawan bencana di daerah G. Lokon. 53 Foto 4. Tipe Erupsi Vulkanian di Gunung Lokon Sumber foto: Farid R. Bina, 2012 Dalam penggunaan lahan, pemukiman adalah yang paling besar karena ditinggali oleh makhluk hidup. Badan Nasional yang selalu mengeluarkan jumlah penduduk terpapar bencana adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB. Perhitungan jumlah penduduk terpapar ini menggunakan komponen luas dan jumlah pendu- duk laki-laki dan perempuan dari data tabular Sensus Penduduk 2010 serta luas area KRB. Perhitungan ini menggunakan pehitungan yang dibantu oleh microsoft excel 2010. Tabel 5. Parameter dari daerah Kawasan Rawan Bencana KRB No. Parameter Bobot dari software Expert Choice 11 Sub-parameter Ranking Nilai standard Piroklastik 3 100 Lahar 2 67 Lava 1 33 Bergelombang 50 - 75 m 1 20 Berbukit 75 - 200 m 2 40 Pegunungan 200 - 500 m 3 60 Pegunungan curam 500 - 1000 m 4 80 Pegunungan sangat curam 1000 - 1575 m 5 100 Utama 2 100 Anak Sungai 1 50 Timur 4 100 Utara 3 75 Barat 2 50 Selatan 1 25 3500 mm 2 100 3000 mm 1 50 Pemukiman 6 100 Sawah 5 83 Hutan 4 67 Kebun 3 50 Tegalladang 2 33 Belukar 1 17 Bobot dan Ranking 1 Lithology 0,389 2 Lereng 0,221 6 Tata Guna Lahan 0,064 3 Sungai 0,193 5 Curah Hujan 0,064 4 Aspect 0,068 Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana 54 Kawasan Rawan Bencana Gunung Lokon Gambar 7. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lokon Sepanjang sejarah letusan Gunungapi Lokon, daerah yang terkena material vulkanik adalah daerah utara dan timur dari puncak gunung. Seperti halnya letusan tahun 1991, terjadi awan panas yang mengalir ke S. Pasahapen yang berada di sebelah timur Kawah Tompaluan. Lalu, Peta Kawasan Rawan Bencana yang diterbitkan oleh PVMBG 2000 menunjukkan arah lava, hujan abu dan aliran banjirlahar ke arah utara Laut Sulawesi dan di tahun 2011 kemarin, petugas pos pengamatan meneliti sebaran abu yang terbang ke arah barat-baratlaut, daerah G. Tatawiran sampai pantai L. Sulawesi. Data lapangan yang didapat berupa lava yang tersingkap di daerah Kinilow berupa Lava Andesit, warna abu-abu, bentuk butir subhedral, hipo- kristalin, inequigranular Foto 5b. Adanya struktur arah aliran. Ditemukan pula jatuhan piroklastika yang mengikuti kontur setempat. Jatuhan piro- klastika ini terbawa oleh angin dan jatuh di permukaan.Jatuhan piroklastika ini berukuran tufa halus, berwarna hitam. Adanya lahar di aliran S. Pasahapen berukuran butiran sampai kerakal, bentuk butir membundar sampai menyudut tanggung dan bercampur lumpur Foto 5a. Foto 5a. Lahar di sungai Pasahapen. b. Singkapan Lava Andesit U S S U 55 Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Zona KRB Piroklastik 2 Bergelombang 8 Utama 8 Timur 5 3500 mm Pemukiman 8 Lahar 8 Berbukit Anak Sungai Utara 8 3000 mm 8 Sawah 6 Lava 2 Pegunungan Barat Laut 6 Hutan 1 Pegunungan curam Selatan 2 Kebun 2 Pegunungan sangat curam Barat Daya 1 Tegalladang Timur Laut 7 Belukar Barat 4 Tenggara 3 Bobot Total 40 Tata Guna Lahan 1 Parameter Litologi Lereng Sungai Aspek Curah Hujan Zona ini rawan terhadap hujan abu dan banjir lahar. Daerah ini sudah jauh ± 8,5 km dari pusat erupsi sehingga bentukan lereng bergelombang dan kemungkinan menjadi tempat terakumulasinya lahar apabila terjadi banjir lahar. Ini menjadi pusat kegiatan masyarakat karena dekat dengan Ibu Kota Provinsi, Manado sehingga tetap wasapada dan bekerja sama dengan pemerintah. Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Zona KRB Piroklastika 6 Bergelombang 2 Utama 4 Timur 8 3500 mm 8 Pemukiman 8 Lahar 4 Berbukit 8 Anak Sungai 8 Utara 6 3000 mm 4 Sawah 5 Lava 2 Pegunungan Barat Laut Hutan 7 Pegunungan curam 8 Selatan Kebun 6 Pegunungan sangat curam Barat Daya Tegalladang 3 Timur Laut 5 Belukar 2 Barat Tenggara 4 Keterangan : Bobot Total 40 Tata Guna Lahan 2 Parameter Litologi Lereng Sungai Aspek Curah Hujan Kemungkinan terkena aliran piroklastika, lahar dan hujan abu. Berdasarkan sejarah letusan dan tinjauan lapangan lava pernah sampai 2,5 km dari Kawah Tomplauan. Zona KRB II ini mempunyai lereng yang sangat curam dan itu membantu mengalirkan material lebih cepat sampai ke lereng. Daerah yang sering terkena material ini terutama banjir lahar dan awan panas ada di bagian timur dan timur laut Kawah Tompaluan. Adanya kegiatan masyarakat di zona ini dan mata pencaharian mayarakat, seperti kebun, sawah. Kumpulan analisis data parameter dan pembo- botan serta hasil studi, maka dihasilkan Peta Kawasasan Rawan Bencana KRB Gunungapi Lokon Gambar 7. Peta KRB ini mengikuti pola parameter yang paling berpengaruh, yaitu litologi batuan dari Gunung Lokon. Daerah penelitian ditentukan dengan radius 10 km, karena mencoba melihat dua kali lipat dari Peta KRB yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi PVMBG. Peta KRB ini memberikan informasi mengenai arah evakuasi, lokasi pengungsian, tingkat kerawanan material dan kawasan rawan bencana. Peta KRB G.Lokon dibagi menjadi 3 tiga kawasan dari tingkat bahaya tinggi sampai rendah, yaitu: Kawasan Rawan Bencana III KRB III, Kawasan Rawan Bencana II KRB II dan Kawasan Rawan Bencana I KRB I. 1. Kawasan Rawan Bencana I KRB I – Tingkat Waspada Kawasan Rawan Bencana I Tabel 6 berada ± 10 km dari Kawah Tomplauan, di lereng bergolom- bang dan berbukit. Material yang mungkin sampai sini adalah lahar dan piroklastika yang sudah berukuran abu. Daerah ini terkena material tersebut, apabila adanya pengaruh angin dan hujan.Sungai utama menjadi jalan apabila di bagian puncak gunung terjadi hujan deras dengan material yang banyak. Sungai ini sudah berada di dekat laut, yaitu S. Tateli, Kalasey dan Ranopasu. Zona ini mempunyai curah hujan yang rendah dan tata guna lahan terdiri dari sawah dan pemukiman warga. Zona ini termasuk zona yang jauh dari pusat erupsi, bisa terdampak apabila dipengaruhi oleh angin. Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa dan Kota Manado dengan 3 kecamatan, di Desa Bahu, Batu Kota, Malalayang I dan II, Malalayang I Barat dan Timur.Winangun I dan II, Kalasey, Kalasey Dua, Pineleng I, Tateli, Tateli Weru dan Koka Tabel 9. Tabel 6. Parameter dan Nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana I Sumber: Analisis, 2013 2. Kawasan Rawan Bencana II KRB II – Tingkat Bahaya Kawasan Rawan Bencana II Tabel 7 berada ± 8 km dari Kawah Tompaluan, barada di lereng pegunungan-pegunugan curam, zona ini masih termasuk dalam aktifitas material gunungapi, yaitu jatuhan piroklastika yang berukuran tuff halus, lontaran batu pijar dan kemungkinan lava dengan banyaknya anak sungai dan sungai utama akan membantu daerah ini, apabila terjadi banjir lahar. Area hadapan lereng mengarah ke timur, utara dan barat. Kawasan ini banyak dijadikan sawah, hutan, kebun dan pemukiman, sehingga kegiatan aktifitas disini sudah lumayan ramai. Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa, Kota Tomohon dan Kota Manado dengan 6 kecamatan, yaitu Malayang, Tomohon Tengah dan Utara, Pineleng, Tombariri dan Tombulu Tabel 9. Jumlah penduduh terpapar terbanyak adalah Kota Manado sebanyak 21.150 jiwa. Tabel 7. Parameter dan nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana II Sumber: Analisis, 2013 Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana 56 Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Sub-parameter Nilai Zona KRB Piroklastika 8 Bergelombang Utama Timur 8 3500 mm 8 Pemukiman Lahar 6 Berbukit Anak Sungai 8 Utara 7 3000 mm Sawah Lava 4 Pegunungan 4 Barat Laut Hutan 4 Pegunungan curam 6 Selatan Kebun 2 Pegunungan sangat curam 8 Barat Daya Tegalladang 8 Timur Laut 5 Belukar 6 Barat 2 Tenggara Keterangan : Bobot Total 20 Tata Guna Lahan 3 Parameter Lereng Sungai Aspek Curah Hujan Litologi Lontaran piroklastika bisa sejauh 600-800 m dan lahar panas disaat letusan dapat kemungkinan terjadi apabila curah hujan sedang tinggi Lava belum pernah terjadi pada Kawah Tompaluan ini di erupsi 2011 ini. Semakin terjal daerah puncak tersebut maka material yang dikeluarkan akan dengan mudah mengalir ke daerah lereng. Banyaknya anak sungai di sekitar hulu akan membantu untuk mengalirkan material langsung ke laut. Daerah yang menjadi luapannya hanya bagian utara,timur, timur laut dan barat Tetapi di sebelah barat hanya di sekitar puncak Kawah Tompaluan saja. Tidak adanya kegiatan manusia di daerah ini serta mata pencaharian masyarakat. 3. Kawasan Rawan Bencana III KRB III – Tingkat Terlarang Kawasan Rawan Bencana III Tabel 8 berada pada radius ± 4 km dari pusatkawah erupsi G. Lokon, menghasilkan material yang dominan adalah piroklastika, lava dan lahar. Berpotensi terkena aliran piroklastika, lava serta lemparan bombolck. Berada di lereng pegunungan curam- sangat curam memudahkan material untuk menggelinding ke daerah yang lebih rendah dan adanya anak sungai yang terjaga akan membantu material itu mengalir sampai ke laut. Area hadapan lereng yang berpengaruh adalah lereng yang menghadap ke timur, utara, barat dan selatan. Curah hujan yang tinggi dengan material yang banyak dapat menghasilkan banjir lahar di daerah rendah.Kegunaan lahan di daerah ini didominasi oleh tegalladang, kebun dan belukar. Banyaknya mata pencaharian di zona ini menjadi tempat aktifitas manusia sebagai penambang dan petani tetapi disni tidak ada pemukiman tetap. Tabel 8. Parameter dan Nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana III Sumber: Analisis, 2013 Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon dengan 3 kecamatan di Desa Kaskasen Dua dan Satu, Kinilow, Tinoor Dua dan Satu, Agotey, Warembungan dan Lemoh Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Penduduk Terpapar Setiap KRB KRB Laki-laki jiwa Perempuan jiwa Jumlah jiwa Luas Ha Desa Terpapar 3 3007 2850 5858 2280 8 2 23632 22895 46528 10221 35 1 8670 8619 17289 1819 14 Sumber: Analisis, 2013 Terlepas dari bencana letusan gunungapi, akhir Februari 2013 lalu terjadi hujan dengan intersitas tinggi yang mengakibatkan longsor di beberapa tempat di daerah Winangun, Kec. Malalayang, bukit yang seharusnya dijadikan penopang air hujan ini longsor, karena sudah dijadikan kompleks perumahan di sepanjang ring road jalan lingkar ini. Banjir lahar juga terjadi di kaki G. Lokon, hanya saja banjirnya mengutungkan bagi penambang pasir dan tidak membahayakan warga setempat. Pembahasan antara Peta Kawasan Rawan Bencana yang sudah diterbitkan dengan Hasil Analisis Peta Kawasan Rawan Bencana KRB Gunungapi Lokon sebelumnya sudah dibuat dan diterbitkan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi PVMBG. Peta KRB yang sudah dibuat ini dilakukan oleh para ahli dengan penelitian langsung dan mengambil contoh di lapangan. Peta KRB dari para ahli menyatakan bahwa batasan tingkat kawasan rawan bencana dengan memperhatikan hamparan lateral, pola bentang alam dan sifat gunungapi, menghasilkan bentuk lingkaran yang berpusat di titik erupsi. Morfologi daerah puncak terbuka ke utara mengindikasikan pada waktu dulu terjadi erupsi cukup hebat yang mengarah ke utara. Pengamatan singakapan endapan jatuhan piroklastika menunjukkan pada radius 8 km dari pusat erupsi yang diperkirakan terancam hujan abu dan lontaran kerikil. Sebaran abu saat letusan sesuai dengan arah angin dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG. Peta KRB yang sudah diterbitkan membaginya menjadi 3 tiga kawasan berdasarkan material 57 yang dihasilkan saat erupsi dan morfologi dengan tingkatan bahaya terendah KRB I sampai tertinggi KRB III Tabel 10. Peta KRB dari hasil analisis membagi sama menjadi tiga kawasan karena mempunyai radius penelitian yang luas, yaitu 10 km. Sesuai dengan standardisasi penyusunan peta kawasan rawan bencana gunungapi, pemberian nama kawasan dinyatakan dengan angka dari tingkat terendah sampai tertinggi, yaitu Kawasan Rawan Bencana I, II dan III. Parameter yang digunakan untuk menentukan kawasan bencana ini dari yang paling berpengaruh adalah litologi, lereng, sungai, area hadapan lereng aspek, curah hujan dan tata guna lahan sehingga menghasilkan pembagian kawasan bencana seperti Tabel 11. Tabel 10. Pembagian Kawasan Rawan Bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi 2000 KRB 1 KRB II KRB III Berpotensi terlanda lahar, meliputi daerah lembah atau sepanjang hulu sungai. Potensi tertimpa hujan abu, lontaran batu pijar. Masyarakat meningkatkan kewaspadaan, jika terjadi hujan lebat dan saling bekerja-sama dengan pemerintah. Letaknya dekat dengan sumber bahaya, kemungkinan terlanda luncuran awan panas, lontaran batu pijar, hujan abu dan lahar dengan radius ± 3,5 km dari Kawah Tompaluan. Masyarakat diharuskan mengungsi, bila diketahui kegiatan gunung meningkat dan tetap saling bekerja- sama dengan pemerintah. Berdekatan dengan pusat erupsi, bahaya terlanda gas beracun, lontaran batu pijar, lava, awan panas berada pada radius ± 2 km dari Kawah Tompaluan. Diwajibkan tidak berpenduduk. Mitigasi Bencana Gunungapi Mitigasi bencana gunungapi merupakan upaya untuk memperkecil dampak bencana akibat letusan gunungapi yang dapat mengancam masyarakat dan kehidupannya di sekitar kawasan gunungapi. Landasan hukum mitigasi bencana mengacu pada UU RI N o 24 Tahun 2007 tentang “Penanggu- langan Bencana” yang menegaskan tanggungjawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana, guna memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap adanya ancaman bencana. Dalam UU RI No 26 Tahun 2007 tentang “Penataan Ruang” tersurat parameter kebencanaan geologi menjadi dasar dalam Perencanaan Penataan Ruang dibanding UU penataan ruang sebelumnya. Usaha mitigasi bencana geologi letusan Gunung Lokon berupa melakukan pengamatan, penelitian kegiatan gunungapi secara terus menerus dan pembuatan Peta Daerah Bahaya.Pengamatan dan penelitian dilakukan dengan berbagai metode yaitu seismic , suhu, geokimia, deformasi dan visual di Pos Pengamatan Gunungapi. Alat seismik atau seismograf Foto 6, arah dan kecepatan angin, suhu, tekanan serta kelembaban udara di sekitar lereng G. Lokon. Pembuatan konstruksi bangunan sabo, seperti tanggul untuk daerah rawan banjir lahar serta pembangunan atap rumah yang terjal untuk menghindari ambruknya atap karena beban dari abu gunungapi. Dikutip dari pengetahuan dasar gunung api, penanggulangan bencana letusan gunungapi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: persiapan sebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan dan sesudah terjadi letusan. a. Sebelum terjadi letusan dilakukan : - Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada semua gunung api aktif, - Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Resiko Bahaya Gunung api yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunung api, Tabel 11. Pembagian Kawasan Rawan Bencana berdasarkan Analisis 2013 KRB I KRB II KRB III Zona ini rawan terhadap hujan abu dan banjir lahar. Daerah ini sudah jauh ± 10 km dari pusat erupsi sehingga bentukan lereng bergelombang dan kemungkinan menjadi tempat terakumulasinya lahar apabila terjadi banjir lahar. Ini menjadi pusat kegiatan masyarakat karena dekat dengan ibu kota propinsi, Manado sehingga tetap wasapada dan bekerja sama dengan pemerintah Kemungkinan terkena aliran piroklastika, lahar dan hujan abu. Zona ini mempunyai lereng yang sangat curam yang membantu mengalirkan material lebih cepat sampai ke lereng. Berada ± 8 km dari Kawah Tompaluan. Adanya kegiatan masyarakat di zona ini dan mata pencaharian mayarakat, seperti kebun, sawah. Masyarakat diharuskan mengungsi bila diketahui kegiatan gunung meningkat dan tetap saling bekerja sama dengan pemerintah. Berada di pusat erupsi dengan radius ± 4 km dari pusat erupsi. Sering terlanda lontaran batu pijar, lava, awan panas dan abu. Banyaknya anak sungai di sekitar hulu akan membantu untuk mengalirkan material langsung ke laut. Tidak adanya kegiatan manusia di daerah ini serta mata pencaharian masyarakat. Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana 58 Foto 6. Kegiatan G. Lokon tanggal 24 Oktober 2012 pukul 15:29 pada alat Seismograf di Pos Pengamatan Gunungapi Lokon-Mahawu - Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung api, - Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi gunung api, - Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia di gunung api, - Melakukan peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya seperti peningkatan sarana dan prasarananya. b. Saat terjadi letusan: - Membentuk tim gerak cepat, - Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung oleh penambahan peralatan yang lebih memadai, - Meningkatkan pelaporan dan frekuensi pelaporan sesuai kebutuhan, - Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah sesuai prosedur. c. Setelah terjadi letusan: - Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan, - Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya, - Memberikan saran penanggulangan bahaya, - Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang, - Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak, - Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun, - Melanjutkan memantauan rutin. Menurut Pedoman Penataan Ruang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NO.21PRTM2007, penentuan pola ruang kawasan rawan letusan gunung berapi di daerah perkotaan dan pedesaan berdasarkan tingkat resiko bencana, seperti pada tabel 12.Untuk daerah Kawasan Rawan Bencana III KRB III penggunaan ruang diutamakan dan mutlak untuk kawasan lindung sebagai usaha untuk menyeimbangkan keadaan alam. Mitigasi Kawasan Gunung Lokon Rekomendasi upaya dini penanggulangan korban jiwa manusia apabila terjadi letusan baru adalah apabila Gunung Lokon diramalkan akan meletus atau berada pada status siaga, bersiap-siap untuk mengungsi untuk KRB III dan II dan tidak beraktifitas disekitar lembah dan sungai untuk KRB I. Bersikap tetap wasapada dan tidak panik. Apabila status dinaikkan menjadi awas, untuk KRB III dan II harus segera mengungsi mengikuti arahan dari Pemda dengan rekomendasi dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana geologi. Saat terjadi letusan diharapkan masyarakat selalu mendengarkan arahan dari pemerintah setempat dan tidak bertindak sesuai keinginannya, karena sangat berbahaya untuk dirinya.Tetap menjaga kesehatan di tempat pengungsian dan saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan tempat pengungsian. Beraktifitas, seperti biasa dengan warga lain dan tetap berdoa. Setelah terjadi letusan, pemerintah setempat membantu warga untuk kembali ke rumahnya masing-masing dan evaluasi dari bencana yang sudah dilewati.Pemantauan tetap dilakukan oleh badan yang bertanggung jawab dan selalu melaporkannya. Peralatan penunjang untuk memberitahu sinyal ke pos pengamatan atau masyarakat harus tetep terjaga. Salah satunya adalah papan penunjuk arah evakuasi harus tetap dijaga agar memudahkan masyarakat untuk tiba di tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Papan ini banyak dipasang di lereng dekat dengan pemukiman warga dan terlihat jelas. 59 Tabel 12. Peruntukan Ruang Rawan Letusan Gunung Berapi Peruntukan Ruang KRB 1II KRB II KRB I Kota Desa Kota Desa Kota Desa Hutan Pertanian Perkebunan Peternakan Perikanan Pertambangan Industri Pariwisata Pemukiman Perdagangan dan Perkantoran Keterangan : tidak layak untuk dibangun dapat dibangun dengan syarat

IV. Simpulan