Masalah Reproduksi Pada Sapi Perah di Daerah Tingkat II Cirebon
1.
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
3.
Maha Pemurah la§'i Maha Penyayang
4.
Yang menguasai hari pernbalasan
5.
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada
lah kami mohon pertolongan
6.
Tunjukilah kami jalan yang lurus
7.
(yai tu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikma t
kepada mereka; bukan .( jalan ) mereka yang dimurkai dan
bukan ( pula jalan ) mereka yang sesat
eョァォ。セ@
( AL FAA TIHAH )
Ku persembahkan tulisan ini
kepada ayah, ibu. kakak-l{akak
dan adi kku Tセイウ。ケョァ@
!3 /
MASALAH REPROOUKSI PAOA SAPI PERAH
01 OAERAH TINGKAT II CIREBON
oleh
WAS ITO
fakuセts@
B. 18.1147
KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1985
H/!,yflG
/0 12
RINGI\ASAN
WAS I 'I;
o.
Masalah Reproduksi pada Sapi Perah di Daerah
Tingka t II Cirebon (Di bawah bimbingan I1QZES R. TOELIHERE).
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mempelajari
dan mengetahui masalah reproduksi pada sapi perah serta sa!]l
pai berapa jauh perhatian peternak terhadap masalah tersebut
dan penanganannya dalam upaya pengembangan dan peningka tan
produksi sapi perah di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon.
Sapi perah cukup penting artinya bagi peternak sehingga dijuluki "Raja Kaya" dan merupakan tiga sumber "Tambang
Ema s" (pu tih-susu, merah-daging dan hijau-pupuk).
"Tambang
Emas Putih" telah dirasakan manfaatnya dalam mensejahterakan
rna syara ka t.
Usaha peternakan sapi perah di Daerah Tingkat II Cirebon umumnya bersifat peternakan rakyat dengan pemilikan rata-ra ta 4 - 8 e.kor sapi.
Beternak sapi perah merupakan ma-
ta pencaharian tambahan dengan cara beternak yang dilalrukan
secara intensif.
Tujuan utama berternak untuk produksi susu.
Tingkat
kesuburan ternak 73,3% sapi beranak untuk pertama kali pada
umur dua sampai tiga tahun.
Pengembangan sapi perah di da-
erah tersebut meIaIui tiga jalur yai tu GKSIjKUD, PUSP s«rta
Cra sh Pro gra m.
Dari keseluruhan responden 16,7% dari p eterna k sapi mi
lilmya pernah mengalami keguguran pada awal masa kebuntingan dan 11,1 % keguguran pada aldrLr- rnasa kebuntingan.
retensio secundinae pada sapi milik responden
i
s・kセIA@
Nasalah
sudah pernah terjadi.
Jurnlah kematjan ternak lebih tinggi
dibanding jumlah kelahiran (Tabel
7).
ea ra yang dj pa lla i pe terona k da1am mengawinkan sapinya
93,3% melalui III dengan i'r-elntVlell[;1. pelaksanaan IB sampai burr
ting ュ・セオイ@
t r-esponden セSLGU@
% Be tel ah di IB dua kali; 30% se-
telah di III tiga ka1j atau lebjh dnn 26,7% Betelah di IB satu lenli.
Jurnlah aleseptor dan dosis IB meningkat dari tahun
lee tahun ('l'abel 9 atau 10).
Kasus-Imsus reproduksi dan kebidanan selama tahun 1985/
1986 frekUlvensi terbanya k a dalah ka sus eLP /p eriodik (Ta bel
12).
Tingkat pendidikan formal peternak 50% SD.
Bidang ュセ@
najemen peternalean masih lrurang diperhatilean misalnya tatalaksana kandang, pembuangan kotoran sapi dan salurannya, falf
tor makanan terutama pemanfaatan limbah pertanian yang meli!!!
pah.
Permasalahan tersebut di atas tercermin dari penurunan
populasi sapi perah selama tahun 1983 - 1985 (Tabel 6).
p・イュセNウ。ャィョ@
itu dltunjang dengan faktor sosial-ekonoml darl
peternak dan kurangnya tenaga lapang bidang neternakan.
MASALAH REPRODUliSI P"DA SAPI PERAH
DI DAERAH TINGKA T II CIREEON
SKRIPSI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Dokter Hewan pada
Kedokteran Hewan
セ。ォオャエウ@
Insti tut Pertanian Bogor
01 eh:
WASITO
Sarjana Kedokteran Hewan 1986
B 18.1147
FAKULTAS ImDOKTERAN HENAN
INSTITUT PERTANIAN EOGOR
1986
HI II" YA '1' HI DU P
Penulis dilahirkan di Dinjai pada tanggal 20 Maret 1961,
sebagai anak ke enarn dari tujuh bersaudara, dari ayah bernarna
Arnat Rebin dan Ibu bernctrna Viainem.
Pada tahun 1973 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri
Pungai Pasar VlIL(Binjai).
kan ke Sekolah
da tahun 1977.
lah
セャ・ョァ。ィ@
ャセ・ョァ。ィ@
Kemudian pada tahun 1975
ュ・ャ。ョェオセ@
Pertama Neg:eri I Binjai, dan lulus P.!!.
Pada tahun 1978 penulis rnelanjutkan ke Seko -
Atas Negeri I Binjai, dan lulus pada tahun 1981.
Pada tahun 1981 penulis memasuki Insti tut Pertanian Bo -
gor melalui Proyek Perintis 11 dan pada tahun 1982 terdartar
di Fakul tas l\edokter'an Hewan.
Pada tanggal 13 Maret 1986 di-
nyatakan lulus sebagai Sarjana g:edokteran Hewan.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatl(an ke hadirat Allah yang t.§.
lah memberi rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis telah
、。セ@
pat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Ins ti tu t Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada
1.
Bapak Prof. Dr. Mozes R. Toelihere, M.Sc.
sebagai dosen
pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Seluruh Staf Pengajar di lingkungan Fakul taa Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membimbing selama penulis menuntut ilmu.
3.
Seluruh petugas perpustakaan FKH
sat IPB, Perpustakaan
4.
セ@
IPB, Perpustakaan Pu-
Fakultas Peternakan IPB.
Semua pihak yang telah membantu penulis selama menuntut
ilmu di F'KH - IP B •
.';
baca.
Kri tik dan Saran sangat penulis harapkan dari para pemSemoga apa yang dituangkan dalam skripsi ini
「・イュ。ョヲセ@
at bagi mereka yang memerlukan.
Bogor, Desember 1986
Penulis
.:iv
DA F'rJ\ R lSI
Halaman
........................................................................ " ..
ringkNasャセ@
III
i
....................................................................
iv
DAFTAR Tl\bl!:L ...................................................................... ..
vi
DA. F'rl\ R G.A ifJBli II .................................................................... ..
viii
kQセia@
pセZnga|ャr@
I.
PENDAHULUAN
•••••••••••••••••••••••••••••••
1
II.
TINJA UAN PUSTAKA .. ................................................ .
3
Sejarah Perkernbangan Sapi Perah di
Indonesia ...... ,. ...................................... ..
Sapi Perah dalarn Perspektif Sistem
Pernbangunan Peternakan di Indone S18
............................................................
3
4
Berbagai Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Susu ............••..••••
Pengaruh Lingkungan 'terha dap ;Per kembangan Produkti vi tas Sapi Perah
Faktor Genetik dalam Perkernbangan
Sapi Perah ..............................................
Pentingnya Penanganan Penyakit r・セ@
roduksi pade Sapi Perah •••..•••••
9
12
17
18
III.
METODlo: Pl!.:NGA1'lB1L.'IN DJiTA
•••••••••••••••••••
26
IV.
HASIL ..........................................................................
27
Keadaan Umum Kabupaten Daerah Tin£
ka t II Cirebon ......................................
27
Perkembangan Peternakan Ruminansia
Besar di Kabupaten Daerah Tingkat
II Oirebon .....................••
28
Pembinaan Usaha Petani Ternak ••••
Pengamanan Ternak •........•••••.•
Produksi Peternakan •..••..•..••••
28
36
. .................................... .
V.
Pl!.:MBA H.'ISA N
VI.
KE S1MPU LA N DAN sNaヲオセn@
.D.AE'Tl\R PUSTHKA
LA /IlP1RII N
.
36
37
.o • .o . . . . . . . . . . .o . . . . . . . . . . ..
42
.............. .o.o.o.o .. .o.o.o.o .... .o .. .o • .o......................
44
.........
. .
.
.. .. .. .. . .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .
v
47
DAFTnI1 TABEL
Ralaman
Nomor
1.
2.
3.
4.
'I'eks
Perkembangan Populasi Sari Perah di Indonesia
selama 12 tahun ( 1974 - 1985 ) •••..•••....••
4
I\esenjangan an tara Produksi dan Konsumsi terhadap kebutuhan baku gizi ( 1984 - 1988 )....
5
Daya Produksi Susu dan Produl{si Susu ra ta-rata Perlaktasi Sapi FH di beberapa Perusahaan.,
11
Rata-rata Umur beranak pertama, Lama laktasi,
Masa kering, Calving interval pada beberapa
Peternak Sapi Perah..........................
15
5,
Penggunaan lahan di Kabupaten Cirebon tahun
1985.............................................................................
27
6.
Populasi Ternak Ruminansia Besar di Kabupaten
Cirebon 1983 - 1985 •.....•...••..•..••.••.••.
28
Dartar Perkembangan Sapi Perah (GKSI, PUSP,
Crash Program) di Kabupaten Cirebon 1985 .....
29
7.
8.
9.
Hasil IB pada Sapi Perah di Kewedanan Ciledug
(Ka bupa ten Cirebon) 1985/1986 ••••••••••••••••
Hasil Inseminasi Buatan pada Sapi di Kabupa.-.
ten Cirebon 1985/1986 ....................................... ᄋセ@ .... ..
10.
Hasil Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) pada Sapi
di Kabupaten Cirebon 1985/1986 ••.•..•.•..••••
11.
Jumlah Kelahiran pada Sapi Perah di Kabupaten
Cirebon 1985/1986 ..................................................... ..
12.
Diagnosis Kasus Reproduksi dan Kebidanan pada
Sapi Perah di Kabupaten Cirebon 1985/1986 ••••
13.
32
32
35
Produksi Komodi ti Daging dan Susu di Ka bupa ten Cirebon 1983 - 1985 ••.•.•..•.••••••.••.•.
Lampiran
1.
2.
Konsumsi daging, telur dan susu per kapi ta
per ta hun ( 1974 - 1985 )....................
47
Populasi ternak di Indonesia ( 1974 - 1985 ).
48
vi
Nomor
Halaman
Lampiran
3.
Beberapa negara oenghasil ternak sapi di
berbagai negara di dunia................
.'49
4.
Penyebaran ternak dana berbantuan.......
50
5.
Pertirnbangan nilai bobot untuk resDonden
(p enj elasan) •• • • • • . • . • • . • • • • • . . . • . • • • • • •
.51
Realisasi Inseminasi Buatan di daerah ta
hun 1980' - 1984 (dosis) ••.•••.••••••••• -:
·52
Kelahiran dari Inseminasi Buatan menurut
Propinsi tahun 1980 - 1984..............
.53
Kasus-kasus Penyakit Hewan Meuular kecuali Uuggas di Daerah Tingkat II Cirebon
tahun 1978 - 1985 •.......•...••..•.•.••
54
6.
7.
8.
DA セGta@
It
Gli MB11 It
Halaman
Nemer
1.
2.
Teks
l'eta penyebaran Sapi l)er'ah di beberapa Kecamat
an Daerah Tingkat II Kabupaten Cireben tahun 1984· ••••••••••••••••••••..• セ@ ••••.•..••••••••• ·
5-5-
Peta Da era h Penye ba ran PenYiJ ki t Anthrax dan
Brucellosis di beberapa Kecmnatan Daerah 'fingkat II Kabupaten Cirebel! tahun 1984 ••••••••••
56
viii
I.
PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, maka permi£
taan terhadap bahan pangan bermutu atau yang lebih baik nilai gizinya juga akan meningka t.
Hal ini nya ta akan terli-
ha t dengan meningka tnya p ermin taannya akan daging, telur,
dan susu.
Kebutuhan protein pada manusia rata-rata 55 gram
per kapita per hari, yang terdiri dari 35 gram protein
ョ。「セ@
.ti, 15 gram protein asal ikan, serta 5 gram protein hewani
asal ternak.
Henurut Dirjen Peternakan, tingkat konsumsi protein
ィセ@
wan asal ternak pada ma syara ka t dewasa ini men capai 4,1 kg
per kapita per tahun.
Pada akhir Pelita III yang lalu tinE;
kat konsumsi baru mencapai 2,31 gram per kapita per hari,
yang melipu ti 1,44 gram asal daging, telur 0,53 gram dan sy
su 0,34· gram (Anonimus, 1986e ).
(lihat tabel lampiran 1).
Dengan meningka tnya permin taan bahan pangan bermu tu,
maka prospek pengembangan peternal{an sapi perah cukup cerah
malah perlu dikembangkan lagi.
Seperti telah kita ketahui
dan disadari bersama, sapi perah sebagai "Raja Kaya" dan
ウセ@
bagai tiga sumber "'fambang Emas" (putih-susu, merah-daging,
hijau-pupuk).
"Tambang Emas Putih" telah dirasakan man1'aal
nya dalam .mensejahterakan masyarakat.
Jadi kita harus me-
nyedialcan sendiri protein hewani tersebut dengan jalan meningkatlcan populasi dan produksi hasil ternak yang telah ada.
Hal tersebut dicanangkan dalam kebijaksanaan 'pemerin-
tah pada Pelita IV untuk melaksanaJmn swasembada protein he
wani (Direktorat Jenderal Peternakan, 1982).
2
Bishop (1979) menyatakan bahHa usaha peternakan merupakan proses produksi, sehingga rendahnya tingkat pendapatan disebabkan oleh penggunaan faktor-faktor produksi tidak
efisien.
Worrel (1978) berpendapat bahHa efisiensi usaha
sangat penting untu){ mencapai keuntungan maksimum dari suo!!.
tu kegia tan produksi.
Pada umumnya para peternak sapi perah di Indonesia co!!.
ra berternaknya masih berdasarkan atas pengalaman dari orang tuanya dari generasi ke generasi.
Cara berternak ter.
sebut tidak dapat dibiarkan terus apabila ki,ta menghendaki
kemajuan dalam bidang peternakan untuk mencapai efisiensi
dalam produksi susu.
Perlu diketahui bahHa variasi kemam-
puan berproduksi susu untuk seekor sapi 30% dipengaruhi
1 eh sifa t
0-
genetis dan 70% 01 eh keadaan lingkungan (makanan,
ta talal{sana, iklim, p enyaki t dan lain-lain) (Sudono, 1984).
Mengingat prospek pengembangan pete:makan sapi perah
yang cUkup baik dalam rangka peningkatan taraf hidup, kecerda san dan kesejahteraan masyarakat maka patutlah kalau
rna salah sapi p erah p erlu mendapa t per!;latian.
Tulisan ini
mengetengahkan masalah reproduksi pada sapi perah di daerah tingkat II Cirebon dan usaha penanganannya untuk pengembangan dan peningka tan produksi terna k sapi perah.
II.
'EIN']A UAN PUS'l'AI\A
Sejarah Perkembangan Sari Perah di Indonesia
Peternakan sopi perah di Indonesia telah dimulai sejak
abad ke-19 dengan impor sapi-sapi perah bangsa Jersey, Ayrshire serta Hilking Shorthon dar-i Australia.
Kemudian pada
permulaan abad l,e-20 didatangkan sapi perah jenis Fries HoI
land (FH) dari negeri Belanda.
Pada awalnya petemakan sa-
pi perah diusahakan 01 eh penduduk non pribumi un tuk memenuhi kebutuhan orang-orang l:lelanda.
Baru pada tahun 1925 di-
perkiralran berdiri perusahoan sapi perah pribumi yang
ー・イエセ@
rna.
Pada tahun 1911 populasi sapi perah di Jawa dan Madura
tercatat 6.468 elwr, tahun 1930 sekitar 13.238 ekoli' dan 21552 ekor pada tahun 1940.
Pada tahun 1959 diselingi dengan
impor sapi perah bangsa !led Danish dari Denmark, tetapi tidak sesuai dengan lingkungan di Indonesia. ,Peranakannya masih terdapat di Pulau Madura.
Dari daerah yang sama pada
tahun 1962 diimpor sapi-sapi FH.
Sapi tersebut pada tahun
1965 diimpor lagi dari negeri Belanda.
Pada tahun 1979 dan
1980 dida tangkan sapi FH dan Ilawara Shorthon yang jumlahnya ribuan ekor (Sudono, 1984). ( lihat Tabel Lampiran 3 ).
Selama Peli ta IV untuk mencapai sasaran produksi susu
akan didatangkan sapi perah sebanyak 50.800 ekor impor dan
26.000 ekor dari dalam negeri (Anonimus, 1986'e).
Adapun perl{embangan populasi sapi perah dari tahun 19
74 ウ。セーゥ@
tahun 1985 terlihat dalam Tabel 1.(lampiran 2).
4
Ta bel 1.
Perkembangan populasi sapi p'erah di Indonesia 8elama 12 tahun ( 1974 - 1985 )
adalah 7,82%
Kenai kan ra ta rata 8elama Pelita I
Jumlah dalam
s eri bu ekor
セG。ィオョ@
'rahun
Jumlah dalam
seri bu ekor
1974
86
1979
94
1975
90
1980
103
1976
87
1981
113
1977
91
1982
140
1978
93
1983
162
Kenaikan rata-rata selama Pelita II
a)
1984
adalah 2,03%
b)
173
1985
186
Kenaikan rata-rata selama Pelita III adalah 11,9996
Sumber: Buku Statistik Peternakan tahun 1986
Ket: a) angka diperbaiki
b) angka sementara
Sapi Perah D3.1am Per8pektif Sistem Pembangunan Peternakan
di Indonesia
Dengan p erki raan p ertambahan p en duduk Indonesia 296 p e£
tahun dan peningkatan pendapatan per kapita 4-59& serta ela.§.
tisi tas permintaan terhadap peningkatan pendapatan untul{
、セ@
ging dan susu sebesar 1,3 dan 1,5 maka permintaan terhadap
komoditi tersebut diperkiralcan 7,6% dan 8,4% per tahun.
Bila laju perkembangan produksi komodi ti tersebut tetap saja seperti 10 tahun terakhir, maka akan terdapat kesenjang,..
5
an antara produksi dan·konsumsi terhadap kebutuhan baku gi
zi ( Tabel 2 ).
Ta bel 2.
Kes enj angan an tara produksi dan konsumsi
terhadap kebutuhan baku gizi (1984 - 1988)
Perin ci an
])a ging
1984
1985
1986
1987
1988
767,3
825,6
888,3
955,8
1028,5
1092,0 1118,5
1144,0
(000 ton)
Konsumsi ef'ektif'(a)
Kebutuhan baku gizi 1042,6 1067,3
( b)
Produksi (c)
677,5
Kesenjangan(c-a)
Kesenjangan (c-b)
707,7
773,0
808,2
-89,8 -117,9
-148,9 -182,8
-220,3
-365,1 -359,6
-352,6 -345,0
-335,8
1067" 4
739,4
Susu (000 tonl.
Konsumsi ef'ektif'(a)
825,5
880,3
938,6 1001,0
Kebutuhan baku gizi
481,2
492,6
504,0
516,0
528,0
98,9107,5
117,6
128,7
140,8
(b)
Produksi (c)
Kesenj angan (c-a)
-727,2 -772,8
-821,0 -872,3
-926,6
Kesenjangan(c-b)
-382,9 -385,4
-386.4 -387,3
-387,2
Sumber: Di t.
Bina Program, Dit. Jen. Peternakan,1982
Dari angka-angka dalam tabel tersebut didapatkan perbedaan
yang cukup besar antara permintaan nyata dengan kemampuan
produksi susu dalam negeri dipenuhi dengan susu impor dan
besarnya kurang lebih 80% dari seluruh permintaan ( Anonimus, 1982a)
Peka tanggap pemerintah dimanif'estasikan.dengan akselerasi injeksi impor sapi perah guna menggalakkan produksi
6
susu lokal ke a rah
volume yang I ebih mendeka ti kes eimbang
an dan hal ini berlangsung melalui tiga jalur yai tu PUSP,
Koperasi dan Banpres.
Pada Ilepelita IV impor ditambah me-
lalui jalur P.erusahaan In ti Hakya t
(PIIl) Persusuan.
Namun
dalam penyaluran produksi susu, ketergantungan akan jasa
pabrik pengolahan susu belum terpeeahkan seeara seimbang
A tmadilaga , 1983 ).
Dari segi po tensi pengembangan ( f'aktor sosial-ekonomi
menyangkut segi pendidikan, l{esehatan dan jumlah penduduk)
mempunyai effek potensiatif.
Dari segi kebijaksanaan Pe-
merintah yang tertuang dalam IlEPELITA, proses pembangunan
petemakan seeara garis besar di tempuh melalui masa rehabi.
litasi, konsolidasi, pengembangan, diversif'ikasi spesialis
dan semua i tu berti tik tolak dari penciptaan iklim terlak",
sanya azas 'P-dnea Usaha '['emak' yang meliputi temak bibit,
tepat makan, tepat manajemen, tepat pengendalian penyaltit,
dan tepat pemasaran( Atmadilaga, 1983).
Menurut Triwibowo (1986.) panea usaha diartikan panea
terampil yang berarti terampil atau mampu memilih bibit
unggul, terampil memilih atau menyediakan pakan yang bergi.
zi, terampil memelihara terna l{ dengan baik, terampil un tuk
meneegah penyaki t ternak dan terampil memasarkan hasil.
Dengan lahimya Direktora t Bina Haaha Petani Ternak dan
Pengolahan Hasil Petemakan di tambah adanya direktorat baru ialah Direktorat Penyuluhan Petemakan, maka istilah
panea
. (lima) masih kurang lengkap.
Istilah yang lebih
lengkap bukan lagi Panea Us aha tetapi menjadi Sapta Usaha
7
usaha yang belul1l disebU't ialah pasca. panen dan manaj em en';
pembentul{an koperasi.
Pasca panen berarti penanganan hasil
peternakan yang mudah busuk.
Kedudukan Direktorat Jenderal Peternakan sebagai pela]f
sana kebijaksanaan Pemerintah berfungsi sebagai koordinator
dan pencipta perubahan, pengendali, pembina dan lembaga pelayananj sedang lembaga yang terkai t meHakili unsur pendi 'dikan, penelitian, himpunan proresi, organisasi peternak,
dan asosiasi usaha.
Kebijakan dalam diversj.fikasi usaha
、セ@
pat berupa instrumen Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri,
Penanaman Modal aウゥョァHpセI@
ri(PMDN).
atau Penanaman Modal Dalam n・ァセ@
Dalam meningkatkan usaha ternak tradisional ke
usaha ternak majujkomersial perlu didukung oleh subsektor
lain.
Sebagai contoh dalam rangka kegiatan agro-hutani, sl:!.
dah mulai digalakkan penanaman rumput gajah, perkebunan te£
lantar yang tidak dilanjutkan dapat ditranformasikan menjadi pusat produk rumput gajah;hijauan dan limbah pertanian
bergizi dari lahan pertanian serat dukungan hijauan ( Atmadilaga, 1983 ).
Usaha Sapi Perah malalui Hadah koperasi yang dimulai
sejak tahun 1978 dengan kordinator Bapak Menteri Muda Urusan Koperasi ( Anonimus, 1982 a ).
Menurut ketua umum GKSIj
koperasi primer yang benar-benar aktif ,:tahun 1985., ada 173 s!1.
dang tahun 1983 ada 183 koperasi serta pada tahun 1984 ada
178 koperasi.
Disamping jumlah koperasi mengalami
ー・ョオイセ@
an, diimbangi jumlah peternak anggota koperasi yang menu
run.
Fada tahun 1985 tercatat 59.524 orang, sedang pada
tahun 1984 ada 61.000 orang.
Penurunan jumlah peternak ini
8
aldbat pemindahan sapi bagi koperasi yang lemah, disamping
terdapat peternak yang gagal (Anonimus, 1986d ).
Eerlandaskan manfaat ganda, Pemerintah berusaha
ュ・ョケセ@
diakan ban tuan ternak kepa da p etani yang dip erol eh dari d.§.
na A PBN, Banpres, Crash Program, dan ban tuan luar negeri
seperti ADE, IFliD, IEHD, N'rASP, SESTADP ( Anonimus, 1986b ).
Dalam rangka pengembangan sapi perah, akan dilaksanakan
「・セ@
bagai inaeam pola yalmi pola mandiri,' PIH Persusuan, dengan
jaminan pihak ketiga (Anonimus, 1986e ).'
(lampiran 4).
Fada 25 Oktober 1986, Presiden Republik Indonesia memberikan restu dan petunjuk ten tang PIR Persusuan (bentuk
pembinaan) melalui sistim kerja sama tertutup yang saling
menguntungkan antara Inti (perusahaan) dan Plasma (petani
peternak yang tergabung dalam KUD).
Bertindak sebagai Inti
adalah PT. Nandi Amerta Agung dengan fasilitas penanaman m.Q.
dal asing, sedang permodalan dari inti meliputi Gabungan Ko
perasi Susu Indonesia(GKSI) 20%, Land 0 Lakes(LOL) 2196, Co2,
perative fussiness Internasional(CEI) 4% dan PT.
Mantrust
55%., Usaha budidaya ternak tetap dilakukan oleh petani dan
KUD susu diberi fungsi pembinaan anggota serta pengawasan
hubungan Inti - Plasma ( Anonimus, 1986 a).
Masalah PIR Persusuan di Jawa Tengah melibatkan semua
potensi pembangunan yang ada.
Fada tanggal 17 Maret 1986
dikeluarkan Petunjuk Pelaksana PIR Persusuan dan disetujui
oleh Hapat Tim Kordinasi Persusuan Nasional yang selanjutnya 12 Mei 1986 Menteri Pertanian melalui SK no. 280;KPTS/
TN. 320/86 menetapkan Tata. Cara Pelaksanaan Kebijaksanaan
Pengembangan Peternakan Sapi Perah dengan Pola PIR.
9
'l'anggal 2 Juni 1986 Nenteri Pertanian mencabut kembali SK
no. 280!KP'fSjrN. 320,/86 dan dengan memperhatikan petunju!{
Presiden. kepda Nen teri Kordina tor bidang EKUIN dan Pengawa§.
an Pembangunan maka keluar SK no. 322;KPTSl'fN. 320;86 ( Ana
nimus, 1986f).
Guna mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi P.!1.
rah harus dapat menggabungkan kemampuan tatalaksana yang ba
ik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya
peternakan, sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepa t,
tanah yang subur un tuk tanaman hijauan dan
pemasaran yang baik (Sudono, 1984).
Berbagai Faktor Yang Membengaruhi Produksi Susu
Secara garis besar peternakan di Indonesia dibagi menjadi peternakan daerah padat penduduk (Jawa, Madura dan Ba'li) dan petemakan daerah jarang penduduk (luar Ja"la).
Hal
ini mempunyai implikasi pengaruh terhadap cara pemeliharaan
ternak yang dapa t bersifa t in tensif a tau eks tensif (A tmadilaga, 1983).
Pada dasarnya ada dua macam pembagian jenis perusahaan
sapi perah yaitu sapi perah rakyat dan sapi perah perusahaan.
Dari kedua jenis usaha tersebut pada umumnya mempergu-
nakan j enis sapi keturunan Fries Holland atau hasil persil.§,
ngan dengan sapi lokal yang dikenal sebagai Sapi Grati (So.!1.
harto, 1979).
Kedua usaha tersebut untuk memperbaiki mutu
ternak loiml yang pada umumnya mempunyai produktivitas rendah, angka kelahiran rendah disertai dengan laju pertambahan berat badan yang rendah pula.
10
Secara garis besar ada dua pembagian sapi perah yaitu
bangsa sapi perah yang besar seperti FH dan bangsa sapi
ーセ@
rah l{ecil seperti Jersey yang lrurang begi tu dikenal oleh
p eternak Indonesia,
Sapi p erah bangsa besar dapa t mengha-
silkan produksi susu lebjh banyak bila dibandingkan bangsa
kecil,
tetapi butir lemak susunya lebih.keciJ., padahal bu-
tir-butir lemak ada hubungannya dengan kerusakan susu (Gunawan,1986.),
Un tuk pengembangan wilayah ternak perah dengan sapi
FH tidak terdapa t hamba tan walaupun di da taran rendah.
Per'soalannya banya makanan yang cukup kuantitas dan kualitas serta tatalaksana yang baik dan menghasillmn produksi
susu tinggi bila dibandingkan dengan sapi-sapi perah lainnya, baik di daerah iklim sedang maupun di daerah tropis
(Sudono,
1983).
Disamping itu sapi FH dapat digunakan se-
bagai penghasil daging yang baik dengan cara digemukkan
dan menghasilkan pertambahan bobot badan rata-rata 0,90 kg
per ekor per hari (Horan, 1978),
Beberapa peneliti di daerah tropis menunjukkan bahwa
sapi Brown Swiss memiliki p enurunan f'ertili tas dan produksi susu lebih rendah dari sapi FH (Sudono, 1983).
Dalam
tahun 1977 produksi susu diduga baru memenuhi 15% dari kebutuhan domestik (Anonimus, 1978),
Untuk memperkecil imb.§.
ngan antara permintaan dan produksi oleh Pemerintah ditempuh dua cara yaitu program j.nseminasi buatan' (IB) dan impOl' sapi betina (Sudono, 1983),
Pada umumnya daya produksi susu sapi perah di Indone-
sia
mas1.h rendl'll"l d:ibl!lnc1iDrr,
OU]1i ]1">1;'llh
eli daerah il{lim se-
11
dang.
Dengan program IB yani'. dilalmkan sekar'ang produksi
susu s api p erah dapa t di tingka tkan walaupun tidak tinggi
( Soemarmo, 1980; Sitorus dan Subandryo, 1979 ).
Peningkal
an susu yang rendah tersebut disebabkan program IB yang tidak,'diikuti dengan pencatatan produksi susu, seleksi dan P.!i.
nyingkiran (Tabel 3).
'l'abel 3.
Daya Produksi Susu dan Produksi Susu r.atarata P'erlaktasi Sapi FH di b'eberapa Perusahaan
Daya produksi susu
rata-rata per satu
masa laktasi (kg)
Tempa t
Sumber data
Salatiga
2535
Tossin, 1978
Cirebon
2848
Purwanto, 1979
Pujon
2339
Widodo §.1 aI, 1980
Lembang I
3495
Mekir, 1982
Lembang I I
3033
l1ekir, 1982
Rawa Sen eng
3365
Mekir, 1982
Ba turaden
2558
Mekir, 1982
Dari tabel ter.sebut tampak bahwa proauksi susu sapi
FH di dataran rendah (Cirebon) dapat lebih tinggi dari pada di dataran tinggi
membuktikan
「。ィセL@
(Baturaden, Salatiga).
Keadaan ini
tidak ada hamba tan untuk memelihara sapi
FH di daerah panas ( Sudono, 1983 ).
Apabila tahun 1978 rasio produksi susu dalam negeri
dan impor ialah 1 : 20, maka pada tahun 1985 menjadi 1 : 2
,Delam masa Pelita, IV rasio エ・イウ「オLG、ゥィ。ーォセョ@
dapat
di
kan terus sampai 1 : 1 dengan terus mengembangkan kemampu-
an produksi susu dalam negeri ( Anonimus, 1986 c
r.
12
Ke be.!:
hasilan tersebut karena dilaksanakannya kebijaksanaan Pemerintah me.lalui impor sapi perah yang diikuti peningkatan p!!.
layanan telmis kepada peternak: bimbingan dan penyuluhan di
sertai penyediaan fasili tas; lcebijaksanaan pemasaran susu,
melalui pembelian susu oleh KUD dengan impor bahan baku susu oleh Industri Pengolahan Susu.
Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perkembangan Produktivitas Sari Perah
Peningkatan produksi ternak sapi perah memerlukan pe -:
ningkatan pakan yang cukup, terutama penyediaan hijauan yang
murah.
!iasil intensifikasi daerah padat penduduk terhadap
tanaman pangan tidak saja menghasilkan pangan lebih banyak
tetapi menghasilkan limbah pertanian yang juga melimpah( LeE.
dosukoyo, 1983 ).
Limbah pertanian merupakan bahan ligno -
selulosa yang banyak dihasilkan tetapi belum digunakan sec.§.
ra efisien, dalam sistem pakan digolongkan sebagai pakan non
konvensional.
Limbah pertanian yang penting di Indonesia all
ta ra lain j erami padi, jagung, sorgum, ka cang tanah, ka cang
kedele; pucuk tebu; pucuk ketela rambat atau ketela pohon.
Gangguan nutrisi mempunyai pengaruh besar terhadap reproduksi sapi perah.
'l'ingkat enersi dalam makanan, kerja,
laktasi dan faktor lingkUngan lain seperti iklim atau cuaca
sangat ·mempengaruhi tingkat kesuburan (Anonimus, 1978 ).
Kondisi sapi yang jelek tidak mendapat makanan yang culrup un
tuk enersi menyebabkan terganggunya siklus berahi ( A chmad,
1983 ).
13
Sapi yang mengalami balans enersi negatif akan mengalami kegagalan berahi dan ovulasi (Arthur, 1979).
Bebera-
pa mineral yang penting dalam fungsi reproduksi adalah cobaIt, mangan, ternbaga, fosfor.
Defisiensi mineral menyeba.!2
kan kegagalan berahi dan berahi yang tidak teratur ( Hafez,
1969 ).
Faktor makanan dengan tingkat enersi tidak menentu sebelum dan sesudah beranak memberikan pengaruh reproduksi
nya ta (A chmad, 1983.).
pengaruh tersebut dapat dibagi merr
jadi empat kelompok:
a,_
Tingkat enersi yang tinggi sebelum dan sesudah beranak
berpengaruh lebih baik terhadap interval antar kelahiran
b.
Tingkat enersi yang tinggi sebelum beranak dan rendah
sesudah beranak menunjukkan tingkat konsepsi
, yang kurang
memuaskan
c.
Tingkat enersi yang rendah sebelurn beranak dan tinggi
sesudah beranak menyebabkan tertunda berahi pertama
d.
Tingkat enersi yang rendah sebelum dan sesudah beranak
beraki ba t rendahnya tingka t konsepsi dan panjangnya interval antar kelahiran
Program kesehatan pada peternakan sapi perah hendaknya
dijalankan secara teratur, terutama di daerah-daerah yang
ウセ@
ring terja:qgld t, p eI).yaki t 'menular. misal:. rna sti tis, tuberkulQ
sis, brucellosis, anthraks, apthae epizootica, cacar sapi,
ringHorm, anaplasmosis dan piroplasmosis serta p enyaki t ber
sifa t tidak menular seperti mill{ fever, ketosis, dan timpani
( Sudono, 1984 ).
Penyakit reproduksi ternak
yang disebab-
kan oleh faktor mal,anan dapat diakibatkan oleh konsumsi pa -
14
kan bebas, keI'acunan, zat-zat penghambat, defisiensi atau
kelebihan mineral dan vi tamin seperti penyaki t metabolik
ーセ@
dOl sapi bunting, melahirkan dan laktasi, milk fever atau
grass tett;ll'ly ( Reksohadiprodjo, 1984 ).
Penyaki エセー・ョケ。ォゥ@
t sapi perah dapat menimbulkan kemun-
duran produksi susu di perusahaan.
Penyakit-penyakit ters.§.
but antar" lain penyaki t yang menyebabkan kematian pedet s.§.
perti penyakit saluran pencernaan, gangguan makanan, pengaruh lingkungan dan pengaruh prenatal; mastitis; penyakit
respirasi dan penyakit reproduksi
'tjipto, 1983 ).
( Soesanto, Arab dan Su -
Infeksi saluran pencernaan berupa enteritis
dan septicemia paling sering disebabkan oleh
セN@
coli dan p.§.
da pedet banyak menimbulkan kerugian ( Ward et aI, 1974 'd!::!,
lam Soesanto et al., 1983 ).
Faktor musim dan metereologik
sangat penting dalam kehidupan pedet ( Martin et a1., 1975).
Udara yang berpengaruh negatif pada pedet terutama pada ming
gu pertama umur pedet.
Penyakit menular penyebab kemajiran dapat dibagi dalam
dua ka tegori yai tu penyaki t sistemik seperti tuberkulosis
yang terJ{adang menyerang organ reproduksi dan penyaki t kelamin menular khusus yang menyerang organ reproduksi seperti
trichomoniasis, vibriosis, brucellosis dan mikoplasmosis.
Penyebab kemajiran dapat juga, disebabkan oleh penyakit ven.§.
ral granular, vulvovaginitis pustular menular ( Toelihere,
1981a ).
15
Problema dalam "Tatalaksana. Peternakan Sapi Perah
Tatalaksana adalah cara-c"ra pemeliharaan ternak setiap
harinya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatilmn dalam tata -
laksana guna mencapai efisiensi produksi susu adalah umur be£
ana k p ertama, lama la ktasi, ma sa kering, efisiensi reproduksi
("calving interval",
'service per conception', calving perce!2
tage", dan "service period ll ) , peremajaan dan culling serta ーセ@
makaian tenaga ker j a ( Sudono, 1984 )' Tiibel 4 ).
Tabel 4.
Tempat
Rata-rata Umur Beranak Pertama, セ。ュ@
Laktasi,
l1asa Kering, Calving Interval pada beberapa
Peternakan Sapi Perah
Sapi betina
dewasa
( ekor )
Umur beranak pertama (bln)
Lama· masa
laktasi
(bUlan)
Calving
interval
(bulan)
29
42
11 ,6
15,5
203
33
12,46
15,4
Bogor
44
36
8,4
15,0
Baturaden
75
28
10,3
13,9
11 ,6
14,3
13.41
15.66
Pangal engan
Lembang
Rawa Beneng
Cirebon
110
34
33
Sebenarnya sapi FH dan keturunannya dapat beranak
ー・イエセ@
rna p" da umur 2 sampai 2,5 tahun, a sal ta talal{sana dan pemberian makanan pada anak sapi/sapi dara c,ukup baik.
Lama lak-
t&si tergantung persistensi, masa kering dipengaruhi gangguan reproduksi.
Calving interval yang bai1c ialah 12 sampai 13 bulan.
Bila lebih pendek dari 320 h&rj" d"apat menurunkan produksi s£
16
su 9% dari laktasi yang sedang berjalan dan penurunan 3,7%
pada laktasi berilmtnya.
Bila diperpanjang sampai 15 bulan
produlcsi naile masing-masing 3,5% ( Johansen, 1961 dalam Sudono, 1984 ).
l-lenurut Asdell (1955) bila ahglca SIC lebih
1,85 perlu perbailcan dalam reprodulcsi.
od terbaik 2 bulan.
Hasil service peri-
Sebailmya peremajaan per tahun 20-25%
dari jumlah sapi betina dewasa, sedang untuk efisiensi tena
ga kerja sebailmya satu orang menangani 6 sampai 7 ekor sapi 、・セャ。ウN@
Henurut Yapp dan Nevans (1955) dalam Sudono;
dengan sistim pemeliharaan "cut and carry" dalam pemberian
rumput, seorang tenaga kerja dapat melayani 10 sampai 12
ekor sapi dewasa.
'l.'a talaksana mencakup pembersihan kandang dari ko toran
ternak.
Dengan membuang kotoran sapi sebagai pupuk kandang
maka fertilitas dan kondisi fisik tanah dapat dipertahankan
disamping i tu pupuk kandang sapi perah Iebih baik nilainya
dari pada pupuk kandang sapi po tong karena sapi perah ba. nyak menggunakan biji-bijian.
Jadi walaupun belum seperti
tambang emas putih-susu, manfaat sebagai tambang ernas hijau
pupuk telah dirasakan juga dan turut mernberi andil tidak
ウセ@
ja dalam mensejahterakan masyarakat tetapi turut juga memeIihara kelestarian Iingkungan ( Sudono, 1984 ).
Kotoran ternak dapat menggantikan sebagian bahan penYJ:!
sun ransum 5 sampai 30 persen, tergantung jenis kotoran dan
ternak yang mengkonsumsikannya
1986).
Nuller, 1982 dalam Serniadi
Hasil analisis limbah gas bio kotoran sapi di -
Eropah menunjukkan kandungan pro tein ka sar 21,9%; 1 ernak 1,3
persen dan serat kasar 2276 serta· abu 21,1% ( Harris et
g.
17
1982 ) dan Soemi tro menyebutkan bahVla nilai kandungan protein kasarnya
9.4 - 11.25%.( dalam Semiadi. 1986 ).
F'aktor Genetik dalam Perleembangan SaRi Perah
Untuk memperbailei mutu genetile temale, guna meningkatkan produkti vi tas harus melalui usaha pemuliaan.
Pemuliaan
temak ialah cara-ca'ra seleksi dan sistem perkaViinan untuk
memperoleh ternak yang mulia dengan sifat-sifat keturunan
produksi tinggi. daya adaptasi yang baik terhadap iklim dan
tahan terhadap beberapa penyakit (Sudono, 1984).
Sistem
perkaViinan yang umum digunalcan pada sapi perah ialah:
a.
Ka,lin silang (cross breeding) ialah perkaViinan antara
dua hewan yang berlainan bangsa, untuk membentuk bangsa
ternak yang baru.
b.
Grading-up ia1ah perlcawinan antara pejantan mumi
dan·
betina lokal, misalnya sapi Grati.
c.
KaViin alam (inbreeding) ialah perlcawinan antar keluarga
d.
Kawin luar (out breeding)
Dasar-dasar seleksi yang umum dipakai ialah seleksi
berdasarkan tipe seperti bentuk badan, kontes/lomba, s11silah/pedigree dan atas uji produi{si.
Pemuliaan dan faktor
linglcungan atau interalcsi an tara keduanya merupakan faktor
penentu produktivitas ternalc.
Peningkatan mutu genetik sapi perah dapat diketahui
ngan menduga ripitabilitas, heritabilitas dan korelasi
tik sifat-sifat ーイッ、オォウセ@
Fol ey セ@
a1.( .1973
8i susu 0.5.
、セ@
ァ・ョセ@
( Van Vlech dan Henderson. 1961
).
) melaporlcan bahVla ripi ta bili tas produk-
Suhartati et al.
18
pi tabU i. tas dan heri tabili tas produksi susu sapi perah di
Yayusan :3antu l'iaria sebesaX'
PLセX@
;:': 0,16 dan 0,32 ± 0,38.
Hipitabi.l itas dipengaI'uhi oleh jumlah catatan yang digunakan dan pengapuh 1ingkungan yang bersi fa t semen tapa.
dan llllaire (1978) dulam 0umudllita
セ@
a1.
Lin,
(1983) melapor -
kan bullwa heritubilitus pI'oduksi susu 0,25 - 0,45 dan dipengaruhi jum1 ah con toh yang digunakan dalam p erhi tungan.
Menurut Pirchener (1969) seleksi'terhadap 1 (8atu) 8ifat berpengaruh tcrhudap sifat-sifat lain, apabiilia terdapat
korelasi genetik yang besar antara sifat-sifat tersebut.
Hoque dun Hodges (1980) dalam :3ullludhita セ@
a1.
(1983) mela-
porlcun bahwa korelusi genetik antara produksi susu laktasi
pertama dengan lumanya berprodul(si pada sapi perah 0,34 0,94.
lnseminasi Buatan (18) salah satu kebijaksanaan Peme rintah dalam rangka menambuh populasi sapi perah.
IB
ー・イエセ@
ma kali diperkenalkan di Indonesia pada permulaan tahun-50
an oleh Prof. G. Seit dari DenmDrk di F'akultas Kedokteran
Hewan dan Lembaga Pene1itian Peternakan Bogor.
Manf'aat dari 1B meliputi mempertinggi penggunaan peja!}.
tan unggul, sanga t menghema t biaya, mempertinggi po tensi sf.
leksi ternak, mencegah penul
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
3.
Maha Pemurah la§'i Maha Penyayang
4.
Yang menguasai hari pernbalasan
5.
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada
lah kami mohon pertolongan
6.
Tunjukilah kami jalan yang lurus
7.
(yai tu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikma t
kepada mereka; bukan .( jalan ) mereka yang dimurkai dan
bukan ( pula jalan ) mereka yang sesat
eョァォ。セ@
( AL FAA TIHAH )
Ku persembahkan tulisan ini
kepada ayah, ibu. kakak-l{akak
dan adi kku Tセイウ。ケョァ@
!3 /
MASALAH REPROOUKSI PAOA SAPI PERAH
01 OAERAH TINGKAT II CIREBON
oleh
WAS ITO
fakuセts@
B. 18.1147
KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1985
H/!,yflG
/0 12
RINGI\ASAN
WAS I 'I;
o.
Masalah Reproduksi pada Sapi Perah di Daerah
Tingka t II Cirebon (Di bawah bimbingan I1QZES R. TOELIHERE).
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mempelajari
dan mengetahui masalah reproduksi pada sapi perah serta sa!]l
pai berapa jauh perhatian peternak terhadap masalah tersebut
dan penanganannya dalam upaya pengembangan dan peningka tan
produksi sapi perah di Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon.
Sapi perah cukup penting artinya bagi peternak sehingga dijuluki "Raja Kaya" dan merupakan tiga sumber "Tambang
Ema s" (pu tih-susu, merah-daging dan hijau-pupuk).
"Tambang
Emas Putih" telah dirasakan manfaatnya dalam mensejahterakan
rna syara ka t.
Usaha peternakan sapi perah di Daerah Tingkat II Cirebon umumnya bersifat peternakan rakyat dengan pemilikan rata-ra ta 4 - 8 e.kor sapi.
Beternak sapi perah merupakan ma-
ta pencaharian tambahan dengan cara beternak yang dilalrukan
secara intensif.
Tujuan utama berternak untuk produksi susu.
Tingkat
kesuburan ternak 73,3% sapi beranak untuk pertama kali pada
umur dua sampai tiga tahun.
Pengembangan sapi perah di da-
erah tersebut meIaIui tiga jalur yai tu GKSIjKUD, PUSP s«rta
Cra sh Pro gra m.
Dari keseluruhan responden 16,7% dari p eterna k sapi mi
lilmya pernah mengalami keguguran pada awal masa kebuntingan dan 11,1 % keguguran pada aldrLr- rnasa kebuntingan.
retensio secundinae pada sapi milik responden
i
s・kセIA@
Nasalah
sudah pernah terjadi.
Jurnlah kematjan ternak lebih tinggi
dibanding jumlah kelahiran (Tabel
7).
ea ra yang dj pa lla i pe terona k da1am mengawinkan sapinya
93,3% melalui III dengan i'r-elntVlell[;1. pelaksanaan IB sampai burr
ting ュ・セオイ@
t r-esponden セSLGU@
% Be tel ah di IB dua kali; 30% se-
telah di III tiga ka1j atau lebjh dnn 26,7% Betelah di IB satu lenli.
Jurnlah aleseptor dan dosis IB meningkat dari tahun
lee tahun ('l'abel 9 atau 10).
Kasus-Imsus reproduksi dan kebidanan selama tahun 1985/
1986 frekUlvensi terbanya k a dalah ka sus eLP /p eriodik (Ta bel
12).
Tingkat pendidikan formal peternak 50% SD.
Bidang ュセ@
najemen peternalean masih lrurang diperhatilean misalnya tatalaksana kandang, pembuangan kotoran sapi dan salurannya, falf
tor makanan terutama pemanfaatan limbah pertanian yang meli!!!
pah.
Permasalahan tersebut di atas tercermin dari penurunan
populasi sapi perah selama tahun 1983 - 1985 (Tabel 6).
p・イュセNウ。ャィョ@
itu dltunjang dengan faktor sosial-ekonoml darl
peternak dan kurangnya tenaga lapang bidang neternakan.
MASALAH REPRODUliSI P"DA SAPI PERAH
DI DAERAH TINGKA T II CIREEON
SKRIPSI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Dokter Hewan pada
Kedokteran Hewan
セ。ォオャエウ@
Insti tut Pertanian Bogor
01 eh:
WASITO
Sarjana Kedokteran Hewan 1986
B 18.1147
FAKULTAS ImDOKTERAN HENAN
INSTITUT PERTANIAN EOGOR
1986
HI II" YA '1' HI DU P
Penulis dilahirkan di Dinjai pada tanggal 20 Maret 1961,
sebagai anak ke enarn dari tujuh bersaudara, dari ayah bernarna
Arnat Rebin dan Ibu bernctrna Viainem.
Pada tahun 1973 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri
Pungai Pasar VlIL(Binjai).
kan ke Sekolah
da tahun 1977.
lah
セャ・ョァ。ィ@
ャセ・ョァ。ィ@
Kemudian pada tahun 1975
ュ・ャ。ョェオセ@
Pertama Neg:eri I Binjai, dan lulus P.!!.
Pada tahun 1978 penulis rnelanjutkan ke Seko -
Atas Negeri I Binjai, dan lulus pada tahun 1981.
Pada tahun 1981 penulis memasuki Insti tut Pertanian Bo -
gor melalui Proyek Perintis 11 dan pada tahun 1982 terdartar
di Fakul tas l\edokter'an Hewan.
Pada tanggal 13 Maret 1986 di-
nyatakan lulus sebagai Sarjana g:edokteran Hewan.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatl(an ke hadirat Allah yang t.§.
lah memberi rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis telah
、。セ@
pat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Ins ti tu t Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada
1.
Bapak Prof. Dr. Mozes R. Toelihere, M.Sc.
sebagai dosen
pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Seluruh Staf Pengajar di lingkungan Fakul taa Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membimbing selama penulis menuntut ilmu.
3.
Seluruh petugas perpustakaan FKH
sat IPB, Perpustakaan
4.
セ@
IPB, Perpustakaan Pu-
Fakultas Peternakan IPB.
Semua pihak yang telah membantu penulis selama menuntut
ilmu di F'KH - IP B •
.';
baca.
Kri tik dan Saran sangat penulis harapkan dari para pemSemoga apa yang dituangkan dalam skripsi ini
「・イュ。ョヲセ@
at bagi mereka yang memerlukan.
Bogor, Desember 1986
Penulis
.:iv
DA F'rJ\ R lSI
Halaman
........................................................................ " ..
ringkNasャセ@
III
i
....................................................................
iv
DAFTAR Tl\bl!:L ...................................................................... ..
vi
DA. F'rl\ R G.A ifJBli II .................................................................... ..
viii
kQセia@
pセZnga|ャr@
I.
PENDAHULUAN
•••••••••••••••••••••••••••••••
1
II.
TINJA UAN PUSTAKA .. ................................................ .
3
Sejarah Perkernbangan Sapi Perah di
Indonesia ...... ,. ...................................... ..
Sapi Perah dalarn Perspektif Sistem
Pernbangunan Peternakan di Indone S18
............................................................
3
4
Berbagai Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Susu ............••..••••
Pengaruh Lingkungan 'terha dap ;Per kembangan Produkti vi tas Sapi Perah
Faktor Genetik dalam Perkernbangan
Sapi Perah ..............................................
Pentingnya Penanganan Penyakit r・セ@
roduksi pade Sapi Perah •••..•••••
9
12
17
18
III.
METODlo: Pl!.:NGA1'lB1L.'IN DJiTA
•••••••••••••••••••
26
IV.
HASIL ..........................................................................
27
Keadaan Umum Kabupaten Daerah Tin£
ka t II Cirebon ......................................
27
Perkembangan Peternakan Ruminansia
Besar di Kabupaten Daerah Tingkat
II Oirebon .....................••
28
Pembinaan Usaha Petani Ternak ••••
Pengamanan Ternak •........•••••.•
Produksi Peternakan •..••..•..••••
28
36
. .................................... .
V.
Pl!.:MBA H.'ISA N
VI.
KE S1MPU LA N DAN sNaヲオセn@
.D.AE'Tl\R PUSTHKA
LA /IlP1RII N
.
36
37
.o • .o . . . . . . . . . . .o . . . . . . . . . . ..
42
.............. .o.o.o.o .. .o.o.o.o .... .o .. .o • .o......................
44
.........
. .
.
.. .. .. .. . .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .
v
47
DAFTnI1 TABEL
Ralaman
Nomor
1.
2.
3.
4.
'I'eks
Perkembangan Populasi Sari Perah di Indonesia
selama 12 tahun ( 1974 - 1985 ) •••..•••....••
4
I\esenjangan an tara Produksi dan Konsumsi terhadap kebutuhan baku gizi ( 1984 - 1988 )....
5
Daya Produksi Susu dan Produl{si Susu ra ta-rata Perlaktasi Sapi FH di beberapa Perusahaan.,
11
Rata-rata Umur beranak pertama, Lama laktasi,
Masa kering, Calving interval pada beberapa
Peternak Sapi Perah..........................
15
5,
Penggunaan lahan di Kabupaten Cirebon tahun
1985.............................................................................
27
6.
Populasi Ternak Ruminansia Besar di Kabupaten
Cirebon 1983 - 1985 •.....•...••..•..••.••.••.
28
Dartar Perkembangan Sapi Perah (GKSI, PUSP,
Crash Program) di Kabupaten Cirebon 1985 .....
29
7.
8.
9.
Hasil IB pada Sapi Perah di Kewedanan Ciledug
(Ka bupa ten Cirebon) 1985/1986 ••••••••••••••••
Hasil Inseminasi Buatan pada Sapi di Kabupa.-.
ten Cirebon 1985/1986 ....................................... ᄋセ@ .... ..
10.
Hasil Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) pada Sapi
di Kabupaten Cirebon 1985/1986 ••.•..•.•..••••
11.
Jumlah Kelahiran pada Sapi Perah di Kabupaten
Cirebon 1985/1986 ..................................................... ..
12.
Diagnosis Kasus Reproduksi dan Kebidanan pada
Sapi Perah di Kabupaten Cirebon 1985/1986 ••••
13.
32
32
35
Produksi Komodi ti Daging dan Susu di Ka bupa ten Cirebon 1983 - 1985 ••.•.•..•.••••••.••.•.
Lampiran
1.
2.
Konsumsi daging, telur dan susu per kapi ta
per ta hun ( 1974 - 1985 )....................
47
Populasi ternak di Indonesia ( 1974 - 1985 ).
48
vi
Nomor
Halaman
Lampiran
3.
Beberapa negara oenghasil ternak sapi di
berbagai negara di dunia................
.'49
4.
Penyebaran ternak dana berbantuan.......
50
5.
Pertirnbangan nilai bobot untuk resDonden
(p enj elasan) •• • • • • . • . • • . • • • • • . . . • . • • • • • •
.51
Realisasi Inseminasi Buatan di daerah ta
hun 1980' - 1984 (dosis) ••.•••.••••••••• -:
·52
Kelahiran dari Inseminasi Buatan menurut
Propinsi tahun 1980 - 1984..............
.53
Kasus-kasus Penyakit Hewan Meuular kecuali Uuggas di Daerah Tingkat II Cirebon
tahun 1978 - 1985 •.......•...••..•.•.••
54
6.
7.
8.
DA セGta@
It
Gli MB11 It
Halaman
Nemer
1.
2.
Teks
l'eta penyebaran Sapi l)er'ah di beberapa Kecamat
an Daerah Tingkat II Kabupaten Cireben tahun 1984· ••••••••••••••••••••..• セ@ ••••.•..••••••••• ·
5-5-
Peta Da era h Penye ba ran PenYiJ ki t Anthrax dan
Brucellosis di beberapa Kecmnatan Daerah 'fingkat II Kabupaten Cirebel! tahun 1984 ••••••••••
56
viii
I.
PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, maka permi£
taan terhadap bahan pangan bermutu atau yang lebih baik nilai gizinya juga akan meningka t.
Hal ini nya ta akan terli-
ha t dengan meningka tnya p ermin taannya akan daging, telur,
dan susu.
Kebutuhan protein pada manusia rata-rata 55 gram
per kapita per hari, yang terdiri dari 35 gram protein
ョ。「セ@
.ti, 15 gram protein asal ikan, serta 5 gram protein hewani
asal ternak.
Henurut Dirjen Peternakan, tingkat konsumsi protein
ィセ@
wan asal ternak pada ma syara ka t dewasa ini men capai 4,1 kg
per kapita per tahun.
Pada akhir Pelita III yang lalu tinE;
kat konsumsi baru mencapai 2,31 gram per kapita per hari,
yang melipu ti 1,44 gram asal daging, telur 0,53 gram dan sy
su 0,34· gram (Anonimus, 1986e ).
(lihat tabel lampiran 1).
Dengan meningka tnya permin taan bahan pangan bermu tu,
maka prospek pengembangan peternal{an sapi perah cukup cerah
malah perlu dikembangkan lagi.
Seperti telah kita ketahui
dan disadari bersama, sapi perah sebagai "Raja Kaya" dan
ウセ@
bagai tiga sumber "'fambang Emas" (putih-susu, merah-daging,
hijau-pupuk).
"Tambang Emas Putih" telah dirasakan man1'aal
nya dalam .mensejahterakan masyarakat.
Jadi kita harus me-
nyedialcan sendiri protein hewani tersebut dengan jalan meningkatlcan populasi dan produksi hasil ternak yang telah ada.
Hal tersebut dicanangkan dalam kebijaksanaan 'pemerin-
tah pada Pelita IV untuk melaksanaJmn swasembada protein he
wani (Direktorat Jenderal Peternakan, 1982).
2
Bishop (1979) menyatakan bahHa usaha peternakan merupakan proses produksi, sehingga rendahnya tingkat pendapatan disebabkan oleh penggunaan faktor-faktor produksi tidak
efisien.
Worrel (1978) berpendapat bahHa efisiensi usaha
sangat penting untu){ mencapai keuntungan maksimum dari suo!!.
tu kegia tan produksi.
Pada umumnya para peternak sapi perah di Indonesia co!!.
ra berternaknya masih berdasarkan atas pengalaman dari orang tuanya dari generasi ke generasi.
Cara berternak ter.
sebut tidak dapat dibiarkan terus apabila ki,ta menghendaki
kemajuan dalam bidang peternakan untuk mencapai efisiensi
dalam produksi susu.
Perlu diketahui bahHa variasi kemam-
puan berproduksi susu untuk seekor sapi 30% dipengaruhi
1 eh sifa t
0-
genetis dan 70% 01 eh keadaan lingkungan (makanan,
ta talal{sana, iklim, p enyaki t dan lain-lain) (Sudono, 1984).
Mengingat prospek pengembangan pete:makan sapi perah
yang cUkup baik dalam rangka peningkatan taraf hidup, kecerda san dan kesejahteraan masyarakat maka patutlah kalau
rna salah sapi p erah p erlu mendapa t per!;latian.
Tulisan ini
mengetengahkan masalah reproduksi pada sapi perah di daerah tingkat II Cirebon dan usaha penanganannya untuk pengembangan dan peningka tan produksi terna k sapi perah.
II.
'EIN']A UAN PUS'l'AI\A
Sejarah Perkembangan Sari Perah di Indonesia
Peternakan sopi perah di Indonesia telah dimulai sejak
abad ke-19 dengan impor sapi-sapi perah bangsa Jersey, Ayrshire serta Hilking Shorthon dar-i Australia.
Kemudian pada
permulaan abad l,e-20 didatangkan sapi perah jenis Fries HoI
land (FH) dari negeri Belanda.
Pada awalnya petemakan sa-
pi perah diusahakan 01 eh penduduk non pribumi un tuk memenuhi kebutuhan orang-orang l:lelanda.
Baru pada tahun 1925 di-
perkiralran berdiri perusahoan sapi perah pribumi yang
ー・イエセ@
rna.
Pada tahun 1911 populasi sapi perah di Jawa dan Madura
tercatat 6.468 elwr, tahun 1930 sekitar 13.238 ekoli' dan 21552 ekor pada tahun 1940.
Pada tahun 1959 diselingi dengan
impor sapi perah bangsa !led Danish dari Denmark, tetapi tidak sesuai dengan lingkungan di Indonesia. ,Peranakannya masih terdapat di Pulau Madura.
Dari daerah yang sama pada
tahun 1962 diimpor sapi-sapi FH.
Sapi tersebut pada tahun
1965 diimpor lagi dari negeri Belanda.
Pada tahun 1979 dan
1980 dida tangkan sapi FH dan Ilawara Shorthon yang jumlahnya ribuan ekor (Sudono, 1984). ( lihat Tabel Lampiran 3 ).
Selama Peli ta IV untuk mencapai sasaran produksi susu
akan didatangkan sapi perah sebanyak 50.800 ekor impor dan
26.000 ekor dari dalam negeri (Anonimus, 1986'e).
Adapun perl{embangan populasi sapi perah dari tahun 19
74 ウ。セーゥ@
tahun 1985 terlihat dalam Tabel 1.(lampiran 2).
4
Ta bel 1.
Perkembangan populasi sapi p'erah di Indonesia 8elama 12 tahun ( 1974 - 1985 )
adalah 7,82%
Kenai kan ra ta rata 8elama Pelita I
Jumlah dalam
s eri bu ekor
セG。ィオョ@
'rahun
Jumlah dalam
seri bu ekor
1974
86
1979
94
1975
90
1980
103
1976
87
1981
113
1977
91
1982
140
1978
93
1983
162
Kenaikan rata-rata selama Pelita II
a)
1984
adalah 2,03%
b)
173
1985
186
Kenaikan rata-rata selama Pelita III adalah 11,9996
Sumber: Buku Statistik Peternakan tahun 1986
Ket: a) angka diperbaiki
b) angka sementara
Sapi Perah D3.1am Per8pektif Sistem Pembangunan Peternakan
di Indonesia
Dengan p erki raan p ertambahan p en duduk Indonesia 296 p e£
tahun dan peningkatan pendapatan per kapita 4-59& serta ela.§.
tisi tas permintaan terhadap peningkatan pendapatan untul{
、セ@
ging dan susu sebesar 1,3 dan 1,5 maka permintaan terhadap
komoditi tersebut diperkiralcan 7,6% dan 8,4% per tahun.
Bila laju perkembangan produksi komodi ti tersebut tetap saja seperti 10 tahun terakhir, maka akan terdapat kesenjang,..
5
an antara produksi dan·konsumsi terhadap kebutuhan baku gi
zi ( Tabel 2 ).
Ta bel 2.
Kes enj angan an tara produksi dan konsumsi
terhadap kebutuhan baku gizi (1984 - 1988)
Perin ci an
])a ging
1984
1985
1986
1987
1988
767,3
825,6
888,3
955,8
1028,5
1092,0 1118,5
1144,0
(000 ton)
Konsumsi ef'ektif'(a)
Kebutuhan baku gizi 1042,6 1067,3
( b)
Produksi (c)
677,5
Kesenjangan(c-a)
Kesenjangan (c-b)
707,7
773,0
808,2
-89,8 -117,9
-148,9 -182,8
-220,3
-365,1 -359,6
-352,6 -345,0
-335,8
1067" 4
739,4
Susu (000 tonl.
Konsumsi ef'ektif'(a)
825,5
880,3
938,6 1001,0
Kebutuhan baku gizi
481,2
492,6
504,0
516,0
528,0
98,9107,5
117,6
128,7
140,8
(b)
Produksi (c)
Kesenj angan (c-a)
-727,2 -772,8
-821,0 -872,3
-926,6
Kesenjangan(c-b)
-382,9 -385,4
-386.4 -387,3
-387,2
Sumber: Di t.
Bina Program, Dit. Jen. Peternakan,1982
Dari angka-angka dalam tabel tersebut didapatkan perbedaan
yang cukup besar antara permintaan nyata dengan kemampuan
produksi susu dalam negeri dipenuhi dengan susu impor dan
besarnya kurang lebih 80% dari seluruh permintaan ( Anonimus, 1982a)
Peka tanggap pemerintah dimanif'estasikan.dengan akselerasi injeksi impor sapi perah guna menggalakkan produksi
6
susu lokal ke a rah
volume yang I ebih mendeka ti kes eimbang
an dan hal ini berlangsung melalui tiga jalur yai tu PUSP,
Koperasi dan Banpres.
Pada Ilepelita IV impor ditambah me-
lalui jalur P.erusahaan In ti Hakya t
(PIIl) Persusuan.
Namun
dalam penyaluran produksi susu, ketergantungan akan jasa
pabrik pengolahan susu belum terpeeahkan seeara seimbang
A tmadilaga , 1983 ).
Dari segi po tensi pengembangan ( f'aktor sosial-ekonomi
menyangkut segi pendidikan, l{esehatan dan jumlah penduduk)
mempunyai effek potensiatif.
Dari segi kebijaksanaan Pe-
merintah yang tertuang dalam IlEPELITA, proses pembangunan
petemakan seeara garis besar di tempuh melalui masa rehabi.
litasi, konsolidasi, pengembangan, diversif'ikasi spesialis
dan semua i tu berti tik tolak dari penciptaan iklim terlak",
sanya azas 'P-dnea Usaha '['emak' yang meliputi temak bibit,
tepat makan, tepat manajemen, tepat pengendalian penyaltit,
dan tepat pemasaran( Atmadilaga, 1983).
Menurut Triwibowo (1986.) panea usaha diartikan panea
terampil yang berarti terampil atau mampu memilih bibit
unggul, terampil memilih atau menyediakan pakan yang bergi.
zi, terampil memelihara terna l{ dengan baik, terampil un tuk
meneegah penyaki t ternak dan terampil memasarkan hasil.
Dengan lahimya Direktora t Bina Haaha Petani Ternak dan
Pengolahan Hasil Petemakan di tambah adanya direktorat baru ialah Direktorat Penyuluhan Petemakan, maka istilah
panea
. (lima) masih kurang lengkap.
Istilah yang lebih
lengkap bukan lagi Panea Us aha tetapi menjadi Sapta Usaha
7
usaha yang belul1l disebU't ialah pasca. panen dan manaj em en';
pembentul{an koperasi.
Pasca panen berarti penanganan hasil
peternakan yang mudah busuk.
Kedudukan Direktorat Jenderal Peternakan sebagai pela]f
sana kebijaksanaan Pemerintah berfungsi sebagai koordinator
dan pencipta perubahan, pengendali, pembina dan lembaga pelayananj sedang lembaga yang terkai t meHakili unsur pendi 'dikan, penelitian, himpunan proresi, organisasi peternak,
dan asosiasi usaha.
Kebijakan dalam diversj.fikasi usaha
、セ@
pat berupa instrumen Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri,
Penanaman Modal aウゥョァHpセI@
ri(PMDN).
atau Penanaman Modal Dalam n・ァセ@
Dalam meningkatkan usaha ternak tradisional ke
usaha ternak majujkomersial perlu didukung oleh subsektor
lain.
Sebagai contoh dalam rangka kegiatan agro-hutani, sl:!.
dah mulai digalakkan penanaman rumput gajah, perkebunan te£
lantar yang tidak dilanjutkan dapat ditranformasikan menjadi pusat produk rumput gajah;hijauan dan limbah pertanian
bergizi dari lahan pertanian serat dukungan hijauan ( Atmadilaga, 1983 ).
Usaha Sapi Perah malalui Hadah koperasi yang dimulai
sejak tahun 1978 dengan kordinator Bapak Menteri Muda Urusan Koperasi ( Anonimus, 1982 a ).
Menurut ketua umum GKSIj
koperasi primer yang benar-benar aktif ,:tahun 1985., ada 173 s!1.
dang tahun 1983 ada 183 koperasi serta pada tahun 1984 ada
178 koperasi.
Disamping jumlah koperasi mengalami
ー・ョオイセ@
an, diimbangi jumlah peternak anggota koperasi yang menu
run.
Fada tahun 1985 tercatat 59.524 orang, sedang pada
tahun 1984 ada 61.000 orang.
Penurunan jumlah peternak ini
8
aldbat pemindahan sapi bagi koperasi yang lemah, disamping
terdapat peternak yang gagal (Anonimus, 1986d ).
Eerlandaskan manfaat ganda, Pemerintah berusaha
ュ・ョケセ@
diakan ban tuan ternak kepa da p etani yang dip erol eh dari d.§.
na A PBN, Banpres, Crash Program, dan ban tuan luar negeri
seperti ADE, IFliD, IEHD, N'rASP, SESTADP ( Anonimus, 1986b ).
Dalam rangka pengembangan sapi perah, akan dilaksanakan
「・セ@
bagai inaeam pola yalmi pola mandiri,' PIH Persusuan, dengan
jaminan pihak ketiga (Anonimus, 1986e ).'
(lampiran 4).
Fada 25 Oktober 1986, Presiden Republik Indonesia memberikan restu dan petunjuk ten tang PIR Persusuan (bentuk
pembinaan) melalui sistim kerja sama tertutup yang saling
menguntungkan antara Inti (perusahaan) dan Plasma (petani
peternak yang tergabung dalam KUD).
Bertindak sebagai Inti
adalah PT. Nandi Amerta Agung dengan fasilitas penanaman m.Q.
dal asing, sedang permodalan dari inti meliputi Gabungan Ko
perasi Susu Indonesia(GKSI) 20%, Land 0 Lakes(LOL) 2196, Co2,
perative fussiness Internasional(CEI) 4% dan PT.
Mantrust
55%., Usaha budidaya ternak tetap dilakukan oleh petani dan
KUD susu diberi fungsi pembinaan anggota serta pengawasan
hubungan Inti - Plasma ( Anonimus, 1986 a).
Masalah PIR Persusuan di Jawa Tengah melibatkan semua
potensi pembangunan yang ada.
Fada tanggal 17 Maret 1986
dikeluarkan Petunjuk Pelaksana PIR Persusuan dan disetujui
oleh Hapat Tim Kordinasi Persusuan Nasional yang selanjutnya 12 Mei 1986 Menteri Pertanian melalui SK no. 280;KPTS/
TN. 320/86 menetapkan Tata. Cara Pelaksanaan Kebijaksanaan
Pengembangan Peternakan Sapi Perah dengan Pola PIR.
9
'l'anggal 2 Juni 1986 Nenteri Pertanian mencabut kembali SK
no. 280!KP'fSjrN. 320,/86 dan dengan memperhatikan petunju!{
Presiden. kepda Nen teri Kordina tor bidang EKUIN dan Pengawa§.
an Pembangunan maka keluar SK no. 322;KPTSl'fN. 320;86 ( Ana
nimus, 1986f).
Guna mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi P.!1.
rah harus dapat menggabungkan kemampuan tatalaksana yang ba
ik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya
peternakan, sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepa t,
tanah yang subur un tuk tanaman hijauan dan
pemasaran yang baik (Sudono, 1984).
Berbagai Faktor Yang Membengaruhi Produksi Susu
Secara garis besar peternakan di Indonesia dibagi menjadi peternakan daerah padat penduduk (Jawa, Madura dan Ba'li) dan petemakan daerah jarang penduduk (luar Ja"la).
Hal
ini mempunyai implikasi pengaruh terhadap cara pemeliharaan
ternak yang dapa t bersifa t in tensif a tau eks tensif (A tmadilaga, 1983).
Pada dasarnya ada dua macam pembagian jenis perusahaan
sapi perah yaitu sapi perah rakyat dan sapi perah perusahaan.
Dari kedua jenis usaha tersebut pada umumnya mempergu-
nakan j enis sapi keturunan Fries Holland atau hasil persil.§,
ngan dengan sapi lokal yang dikenal sebagai Sapi Grati (So.!1.
harto, 1979).
Kedua usaha tersebut untuk memperbaiki mutu
ternak loiml yang pada umumnya mempunyai produktivitas rendah, angka kelahiran rendah disertai dengan laju pertambahan berat badan yang rendah pula.
10
Secara garis besar ada dua pembagian sapi perah yaitu
bangsa sapi perah yang besar seperti FH dan bangsa sapi
ーセ@
rah l{ecil seperti Jersey yang lrurang begi tu dikenal oleh
p eternak Indonesia,
Sapi p erah bangsa besar dapa t mengha-
silkan produksi susu lebjh banyak bila dibandingkan bangsa
kecil,
tetapi butir lemak susunya lebih.keciJ., padahal bu-
tir-butir lemak ada hubungannya dengan kerusakan susu (Gunawan,1986.),
Un tuk pengembangan wilayah ternak perah dengan sapi
FH tidak terdapa t hamba tan walaupun di da taran rendah.
Per'soalannya banya makanan yang cukup kuantitas dan kualitas serta tatalaksana yang baik dan menghasillmn produksi
susu tinggi bila dibandingkan dengan sapi-sapi perah lainnya, baik di daerah iklim sedang maupun di daerah tropis
(Sudono,
1983).
Disamping itu sapi FH dapat digunakan se-
bagai penghasil daging yang baik dengan cara digemukkan
dan menghasilkan pertambahan bobot badan rata-rata 0,90 kg
per ekor per hari (Horan, 1978),
Beberapa peneliti di daerah tropis menunjukkan bahwa
sapi Brown Swiss memiliki p enurunan f'ertili tas dan produksi susu lebih rendah dari sapi FH (Sudono, 1983).
Dalam
tahun 1977 produksi susu diduga baru memenuhi 15% dari kebutuhan domestik (Anonimus, 1978),
Untuk memperkecil imb.§.
ngan antara permintaan dan produksi oleh Pemerintah ditempuh dua cara yaitu program j.nseminasi buatan' (IB) dan impOl' sapi betina (Sudono, 1983),
Pada umumnya daya produksi susu sapi perah di Indone-
sia
mas1.h rendl'll"l d:ibl!lnc1iDrr,
OU]1i ]1">1;'llh
eli daerah il{lim se-
11
dang.
Dengan program IB yani'. dilalmkan sekar'ang produksi
susu s api p erah dapa t di tingka tkan walaupun tidak tinggi
( Soemarmo, 1980; Sitorus dan Subandryo, 1979 ).
Peningkal
an susu yang rendah tersebut disebabkan program IB yang tidak,'diikuti dengan pencatatan produksi susu, seleksi dan P.!i.
nyingkiran (Tabel 3).
'l'abel 3.
Daya Produksi Susu dan Produksi Susu r.atarata P'erlaktasi Sapi FH di b'eberapa Perusahaan
Daya produksi susu
rata-rata per satu
masa laktasi (kg)
Tempa t
Sumber data
Salatiga
2535
Tossin, 1978
Cirebon
2848
Purwanto, 1979
Pujon
2339
Widodo §.1 aI, 1980
Lembang I
3495
Mekir, 1982
Lembang I I
3033
l1ekir, 1982
Rawa Sen eng
3365
Mekir, 1982
Ba turaden
2558
Mekir, 1982
Dari tabel ter.sebut tampak bahwa proauksi susu sapi
FH di dataran rendah (Cirebon) dapat lebih tinggi dari pada di dataran tinggi
membuktikan
「。ィセL@
(Baturaden, Salatiga).
Keadaan ini
tidak ada hamba tan untuk memelihara sapi
FH di daerah panas ( Sudono, 1983 ).
Apabila tahun 1978 rasio produksi susu dalam negeri
dan impor ialah 1 : 20, maka pada tahun 1985 menjadi 1 : 2
,Delam masa Pelita, IV rasio エ・イウ「オLG、ゥィ。ーォセョ@
dapat
di
kan terus sampai 1 : 1 dengan terus mengembangkan kemampu-
an produksi susu dalam negeri ( Anonimus, 1986 c
r.
12
Ke be.!:
hasilan tersebut karena dilaksanakannya kebijaksanaan Pemerintah me.lalui impor sapi perah yang diikuti peningkatan p!!.
layanan telmis kepada peternak: bimbingan dan penyuluhan di
sertai penyediaan fasili tas; lcebijaksanaan pemasaran susu,
melalui pembelian susu oleh KUD dengan impor bahan baku susu oleh Industri Pengolahan Susu.
Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perkembangan Produktivitas Sari Perah
Peningkatan produksi ternak sapi perah memerlukan pe -:
ningkatan pakan yang cukup, terutama penyediaan hijauan yang
murah.
!iasil intensifikasi daerah padat penduduk terhadap
tanaman pangan tidak saja menghasilkan pangan lebih banyak
tetapi menghasilkan limbah pertanian yang juga melimpah( LeE.
dosukoyo, 1983 ).
Limbah pertanian merupakan bahan ligno -
selulosa yang banyak dihasilkan tetapi belum digunakan sec.§.
ra efisien, dalam sistem pakan digolongkan sebagai pakan non
konvensional.
Limbah pertanian yang penting di Indonesia all
ta ra lain j erami padi, jagung, sorgum, ka cang tanah, ka cang
kedele; pucuk tebu; pucuk ketela rambat atau ketela pohon.
Gangguan nutrisi mempunyai pengaruh besar terhadap reproduksi sapi perah.
'l'ingkat enersi dalam makanan, kerja,
laktasi dan faktor lingkUngan lain seperti iklim atau cuaca
sangat ·mempengaruhi tingkat kesuburan (Anonimus, 1978 ).
Kondisi sapi yang jelek tidak mendapat makanan yang culrup un
tuk enersi menyebabkan terganggunya siklus berahi ( A chmad,
1983 ).
13
Sapi yang mengalami balans enersi negatif akan mengalami kegagalan berahi dan ovulasi (Arthur, 1979).
Bebera-
pa mineral yang penting dalam fungsi reproduksi adalah cobaIt, mangan, ternbaga, fosfor.
Defisiensi mineral menyeba.!2
kan kegagalan berahi dan berahi yang tidak teratur ( Hafez,
1969 ).
Faktor makanan dengan tingkat enersi tidak menentu sebelum dan sesudah beranak memberikan pengaruh reproduksi
nya ta (A chmad, 1983.).
pengaruh tersebut dapat dibagi merr
jadi empat kelompok:
a,_
Tingkat enersi yang tinggi sebelum dan sesudah beranak
berpengaruh lebih baik terhadap interval antar kelahiran
b.
Tingkat enersi yang tinggi sebelum beranak dan rendah
sesudah beranak menunjukkan tingkat konsepsi
, yang kurang
memuaskan
c.
Tingkat enersi yang rendah sebelurn beranak dan tinggi
sesudah beranak menyebabkan tertunda berahi pertama
d.
Tingkat enersi yang rendah sebelum dan sesudah beranak
beraki ba t rendahnya tingka t konsepsi dan panjangnya interval antar kelahiran
Program kesehatan pada peternakan sapi perah hendaknya
dijalankan secara teratur, terutama di daerah-daerah yang
ウセ@
ring terja:qgld t, p eI).yaki t 'menular. misal:. rna sti tis, tuberkulQ
sis, brucellosis, anthraks, apthae epizootica, cacar sapi,
ringHorm, anaplasmosis dan piroplasmosis serta p enyaki t ber
sifa t tidak menular seperti mill{ fever, ketosis, dan timpani
( Sudono, 1984 ).
Penyakit reproduksi ternak
yang disebab-
kan oleh faktor mal,anan dapat diakibatkan oleh konsumsi pa -
14
kan bebas, keI'acunan, zat-zat penghambat, defisiensi atau
kelebihan mineral dan vi tamin seperti penyaki t metabolik
ーセ@
dOl sapi bunting, melahirkan dan laktasi, milk fever atau
grass tett;ll'ly ( Reksohadiprodjo, 1984 ).
Penyaki エセー・ョケ。ォゥ@
t sapi perah dapat menimbulkan kemun-
duran produksi susu di perusahaan.
Penyakit-penyakit ters.§.
but antar" lain penyaki t yang menyebabkan kematian pedet s.§.
perti penyakit saluran pencernaan, gangguan makanan, pengaruh lingkungan dan pengaruh prenatal; mastitis; penyakit
respirasi dan penyakit reproduksi
'tjipto, 1983 ).
( Soesanto, Arab dan Su -
Infeksi saluran pencernaan berupa enteritis
dan septicemia paling sering disebabkan oleh
セN@
coli dan p.§.
da pedet banyak menimbulkan kerugian ( Ward et aI, 1974 'd!::!,
lam Soesanto et al., 1983 ).
Faktor musim dan metereologik
sangat penting dalam kehidupan pedet ( Martin et a1., 1975).
Udara yang berpengaruh negatif pada pedet terutama pada ming
gu pertama umur pedet.
Penyakit menular penyebab kemajiran dapat dibagi dalam
dua ka tegori yai tu penyaki t sistemik seperti tuberkulosis
yang terJ{adang menyerang organ reproduksi dan penyaki t kelamin menular khusus yang menyerang organ reproduksi seperti
trichomoniasis, vibriosis, brucellosis dan mikoplasmosis.
Penyebab kemajiran dapat juga, disebabkan oleh penyakit ven.§.
ral granular, vulvovaginitis pustular menular ( Toelihere,
1981a ).
15
Problema dalam "Tatalaksana. Peternakan Sapi Perah
Tatalaksana adalah cara-c"ra pemeliharaan ternak setiap
harinya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatilmn dalam tata -
laksana guna mencapai efisiensi produksi susu adalah umur be£
ana k p ertama, lama la ktasi, ma sa kering, efisiensi reproduksi
("calving interval",
'service per conception', calving perce!2
tage", dan "service period ll ) , peremajaan dan culling serta ーセ@
makaian tenaga ker j a ( Sudono, 1984 )' Tiibel 4 ).
Tabel 4.
Tempat
Rata-rata Umur Beranak Pertama, セ。ュ@
Laktasi,
l1asa Kering, Calving Interval pada beberapa
Peternakan Sapi Perah
Sapi betina
dewasa
( ekor )
Umur beranak pertama (bln)
Lama· masa
laktasi
(bUlan)
Calving
interval
(bulan)
29
42
11 ,6
15,5
203
33
12,46
15,4
Bogor
44
36
8,4
15,0
Baturaden
75
28
10,3
13,9
11 ,6
14,3
13.41
15.66
Pangal engan
Lembang
Rawa Beneng
Cirebon
110
34
33
Sebenarnya sapi FH dan keturunannya dapat beranak
ー・イエセ@
rna p" da umur 2 sampai 2,5 tahun, a sal ta talal{sana dan pemberian makanan pada anak sapi/sapi dara c,ukup baik.
Lama lak-
t&si tergantung persistensi, masa kering dipengaruhi gangguan reproduksi.
Calving interval yang bai1c ialah 12 sampai 13 bulan.
Bila lebih pendek dari 320 h&rj" d"apat menurunkan produksi s£
16
su 9% dari laktasi yang sedang berjalan dan penurunan 3,7%
pada laktasi berilmtnya.
Bila diperpanjang sampai 15 bulan
produlcsi naile masing-masing 3,5% ( Johansen, 1961 dalam Sudono, 1984 ).
l-lenurut Asdell (1955) bila ahglca SIC lebih
1,85 perlu perbailcan dalam reprodulcsi.
od terbaik 2 bulan.
Hasil service peri-
Sebailmya peremajaan per tahun 20-25%
dari jumlah sapi betina dewasa, sedang untuk efisiensi tena
ga kerja sebailmya satu orang menangani 6 sampai 7 ekor sapi 、・セャ。ウN@
Henurut Yapp dan Nevans (1955) dalam Sudono;
dengan sistim pemeliharaan "cut and carry" dalam pemberian
rumput, seorang tenaga kerja dapat melayani 10 sampai 12
ekor sapi dewasa.
'l.'a talaksana mencakup pembersihan kandang dari ko toran
ternak.
Dengan membuang kotoran sapi sebagai pupuk kandang
maka fertilitas dan kondisi fisik tanah dapat dipertahankan
disamping i tu pupuk kandang sapi perah Iebih baik nilainya
dari pada pupuk kandang sapi po tong karena sapi perah ba. nyak menggunakan biji-bijian.
Jadi walaupun belum seperti
tambang emas putih-susu, manfaat sebagai tambang ernas hijau
pupuk telah dirasakan juga dan turut mernberi andil tidak
ウセ@
ja dalam mensejahterakan masyarakat tetapi turut juga memeIihara kelestarian Iingkungan ( Sudono, 1984 ).
Kotoran ternak dapat menggantikan sebagian bahan penYJ:!
sun ransum 5 sampai 30 persen, tergantung jenis kotoran dan
ternak yang mengkonsumsikannya
1986).
Nuller, 1982 dalam Serniadi
Hasil analisis limbah gas bio kotoran sapi di -
Eropah menunjukkan kandungan pro tein ka sar 21,9%; 1 ernak 1,3
persen dan serat kasar 2276 serta· abu 21,1% ( Harris et
g.
17
1982 ) dan Soemi tro menyebutkan bahVla nilai kandungan protein kasarnya
9.4 - 11.25%.( dalam Semiadi. 1986 ).
F'aktor Genetik dalam Perleembangan SaRi Perah
Untuk memperbailei mutu genetile temale, guna meningkatkan produkti vi tas harus melalui usaha pemuliaan.
Pemuliaan
temak ialah cara-ca'ra seleksi dan sistem perkaViinan untuk
memperoleh ternak yang mulia dengan sifat-sifat keturunan
produksi tinggi. daya adaptasi yang baik terhadap iklim dan
tahan terhadap beberapa penyakit (Sudono, 1984).
Sistem
perkaViinan yang umum digunalcan pada sapi perah ialah:
a.
Ka,lin silang (cross breeding) ialah perkaViinan antara
dua hewan yang berlainan bangsa, untuk membentuk bangsa
ternak yang baru.
b.
Grading-up ia1ah perlcawinan antara pejantan mumi
dan·
betina lokal, misalnya sapi Grati.
c.
KaViin alam (inbreeding) ialah perlcawinan antar keluarga
d.
Kawin luar (out breeding)
Dasar-dasar seleksi yang umum dipakai ialah seleksi
berdasarkan tipe seperti bentuk badan, kontes/lomba, s11silah/pedigree dan atas uji produi{si.
Pemuliaan dan faktor
linglcungan atau interalcsi an tara keduanya merupakan faktor
penentu produktivitas ternalc.
Peningkatan mutu genetik sapi perah dapat diketahui
ngan menduga ripitabilitas, heritabilitas dan korelasi
tik sifat-sifat ーイッ、オォウセ@
Fol ey セ@
a1.( .1973
8i susu 0.5.
、セ@
ァ・ョセ@
( Van Vlech dan Henderson. 1961
).
) melaporlcan bahVla ripi ta bili tas produk-
Suhartati et al.
18
pi tabU i. tas dan heri tabili tas produksi susu sapi perah di
Yayusan :3antu l'iaria sebesaX'
PLセX@
;:': 0,16 dan 0,32 ± 0,38.
Hipitabi.l itas dipengaI'uhi oleh jumlah catatan yang digunakan dan pengapuh 1ingkungan yang bersi fa t semen tapa.
dan llllaire (1978) dulam 0umudllita
セ@
a1.
Lin,
(1983) melapor -
kan bullwa heritubilitus pI'oduksi susu 0,25 - 0,45 dan dipengaruhi jum1 ah con toh yang digunakan dalam p erhi tungan.
Menurut Pirchener (1969) seleksi'terhadap 1 (8atu) 8ifat berpengaruh tcrhudap sifat-sifat lain, apabiilia terdapat
korelasi genetik yang besar antara sifat-sifat tersebut.
Hoque dun Hodges (1980) dalam :3ullludhita セ@
a1.
(1983) mela-
porlcun bahwa korelusi genetik antara produksi susu laktasi
pertama dengan lumanya berprodul(si pada sapi perah 0,34 0,94.
lnseminasi Buatan (18) salah satu kebijaksanaan Peme rintah dalam rangka menambuh populasi sapi perah.
IB
ー・イエセ@
ma kali diperkenalkan di Indonesia pada permulaan tahun-50
an oleh Prof. G. Seit dari DenmDrk di F'akultas Kedokteran
Hewan dan Lembaga Pene1itian Peternakan Bogor.
Manf'aat dari 1B meliputi mempertinggi penggunaan peja!}.
tan unggul, sanga t menghema t biaya, mempertinggi po tensi sf.
leksi ternak, mencegah penul