ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PEMBUNUHAN DENGAN MUTILASI

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PEMBUNUHAN DENGAN MUTILASI

Oleh Dicky Framana

Kejahatan mutilasi termasuk dalam kejahatan yang tergolong sadis, dimana pelaku kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain melainkan pelaku juga memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya baik dalam keadaan korban masih hidup maupun sudah tidak bernyawa, bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan mengelabui penyidik kepolisian dalam mengungkap identitasnya. Dalam skripsi ini dibahas dua pokok permasalah, Pertama Apa sajakah yang menjadi faktor – faktor penyebab kejahatan pembunuhan dengan mutilasi. Kedua, Bagaimana upaya penanggulanagan kejahatan pembunuhan dengan mutilasi.

Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan skunder. Metode dalam penulisan skripsi ini adalah penentuan narasumber yaitu orang yang memberi pengetahuan secara jelas atau menjadi sumber informasi. Narasumber dalam penelitian ini adalah Anggota Reserse Jatanras Polresta Bandar Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Dosen bagian hukum pidana Universitas Lampung. Hasil wawancara narasumber kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan mengambil kesimpulan secara deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, dalam kenyataan nya, Faktor – faktor penyebab terjadinya pembunuhan dengan mutilasi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri pelaku ,dan faktor eksternal yaitu faktor ekonomi, lingkungan, keluarga. Mutilasi dapat dilakukan oleh siapapun sepanjang pelaku mempunyai kemampuan psikologis dan adanya situasional yang memungkinkan terjadinya hal tersebut dengan tujuan untuk menghilangkan jejak maupun karena rasa dendam pelaku.Upaya penanggulangan kejahatan pembunuhan dengan mutilasi yaitu dilakukan upaya penal maupun non penal dan bagi aparat kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal dan aparat penegak hukum lainnya serta dukungan swakarsa


(2)

masyarakat, mengusahakan untuk memperkecil ruang gerak serta kesempatan dilakukannya kejahatan.

Saran yang dapat diberikan penulis yaitu perlu adanya kerjasama dari pemerintah melalui petugas sosial dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya pembunuhan dengan mutilasi, jaksa penuntut umum maupun hakim dapat menuntut maupun menjatuhkan hukuman semaksimal mungkin pada pelaku mutilasi dengan berpedoman kepada KUHP, dan dimasukannya pengaturan tentang mutilasi di dalam Rancangan Undang – Undang KUHP yang akan datang sehingga pelaku mutilasi dapat dihukum dengan seadil – adilnya serta perlunya bagi masyarakat untuk mendekatkan diri pada Allah swt untuk menghindari perbuatan yang dilarang atau tidak oleh hukum sehingga adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum dalam rangka menciptakan budaya hukum yang baik dan dapat mencegah terjadinya kejahatan pembunuhan. Kata kunci : analisis, kriminologi, faktor penyebab kejahatan mutilasi.


(3)

ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PEMBUNUHAN DENGAN MUTILASI

Oleh

DICKY FRAMANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

ANALISIS KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PEMBUNUHAN DENGAN MUTILASI

(Skripsi)

Oleh

DICKY FRAMANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Kriminologi dari Kejahatan ... 16

B. Faktor Penyebab Timbulnya Kejahatan Pembunuhan ... 21

C. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan dan Mutilasi ... 27

D. Jenis – Jenis Mutilasi ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 39

B. Sumber dan Jenis Data ... 39

C. Penentuan Narasumber ... 40

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 41

E. Analisis Data ... 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber ... 43

B. Faktor – Faktor Penyebab Kejahatan Pembunuhan dengan Mutilasi ... 44 C. Upaya Penanggulanggan Tindak Pidana Pembunuhan dengan Mutilasi . 55


(8)

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA


(9)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi dan perkembangan teknologi dan komunikasi telah menyebabkan perubahan pada masyarakat aneka dan corak prilaku yang berbeda – beda satu dengan yang lainnya yang heterogen telah tumbuh prilaku yang beraneka macam heterogenitas penduduk telah menjadi kebutuhan tersebut, menjadi pola pikir masyarakat dipengaruhi keadaan lingkungan. Pengaruh lingkungan dalam keadaan sosial ekonomi masyarakat, terlebih dengan massa kritis dewasa ini. Salah satu bentuk dan macam dan corak prilaku masyarakat yang umumnya terjadi prilaku tindak kejahatan. yang modus operandinya adalah kejahatan yang sering dilakukan dengan berbagai bentuk atau motif kejahatan yang berbeda – beda seperti kejahatan pembunuhan dengan mutilasi.

Mutilasi merupakan sebuah budaya yang pada dasarnya telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak suku-suku di dunia yang telah melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin, suku-suku brazil, amerika, meksiko, peru dan suku conibos. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan dimana tujuannya untuk menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan Female Genital Mutilation (FGM). FGM merupakan proedur


(10)

termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital perempuan yang paling sensitif.1

Banyak kasus kejahatan kadang – kadang si korbanlah yang menjadi faktor pendorong timbulnya kejahatan yang menimpa dirinya, misalnya pembunuhan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya yang dilatarbelakangi oleh perselingkuhan yang dilakukan oleh istrinya.

Pelaku pembunuhan tidak hanya mambunuh korbannya saja tetapi pelaku melakukan mutilasi terhadap korbannya untuk menghilangkan jejak pelaku bahwa ia telah membunuh, Mutilasi terjadi pada orang terdekat korban seperti keluarga. Dalam melakukan aksinya kita mendengar di media cetak atau media elektronik bahwa pelaku pembunuhan dengan mutilasi tersebut memotong – motong tubuh korban menjadi beberapa bagian.

Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam suatu kebudayaan dimana terdapat unsur – unsur dan nilai – nilai estetika dan nilai filosofis, tetapi mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk mengelabuhi petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta menghilangkan jejak dari para korban seperti memotong – motong bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian seperti kepala, tubuh dan bagian – bagian lain tubuh, yang kemudian bagian – bagian tubuh tersebut dibuang secara terpisah.

1


(11)

Metode mutilasi ini terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang dimana terjadi gangguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dpaat digolongkan sebagai tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor ekonomi, faktor dari sosial atau faktor dari dalam rumah tangga pelaku.

Apabila terjadinya masalah kejahatan, maka perhatian masyarakat tertuju pada pelaku kejahatan tersebut, baik tentang pribadi maupun jenis kejahatan yang dilakukannya. Tetapi apabila dikaji secara mendalam hal ini tidaklah objektif jika memperhatikan pelaku pembunuhan dengan mutilasi tanpa meneliti faktor – faktor lain yang mendorong kejahatan tersebut.

Kejahatan mutilasi termasuk dalam kejahatan yang tergolong sadis, dimana pelaku kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain melainkan pelaku juga memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya. Biasanya kejahatan ini terjadi tergantung pada keadaan Psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan, pada pendapat lain ahli berpendapat bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan,dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut maka dilakukan lah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan mengelabui penyidik dalam mengungkap identitasnya.2

2


(12)

Suatu konteks tindak kejahatan orang melakukan tindakan mutilasi adalah dengan tujuan untuk membuat relasi antara dirinya dengan korban terputus dan agar jati diri korban tidak dikenali dengan alasan-alasan tertentu. Alasan-alasan dilakukannya tindakan mutilasi oleh pelaku terhadap korban menurut adrianus tentunya dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu pula, ini bisa diketahui dengan hanya melihat potongan-potongan tubuh tersebut.3

Alasan-alasan dilakukannya tindakan mutilasi oleh pelaku terhadap korban tentunya dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu pula. pelaku menderita gangguan jiwa, sejenis sadism. Pelaku terpuaskan bila orang lain menderita, terbunuh, terpotong-potong. Ini bisa diketahui dengan hanya melihat potongan-potongan tubuh tersebut. Pada umumnya kalau motif yang dilatarbelakangi oleh motif cinta, potongannnya adalah di bagian-bagian genetalia seperti payudara, penis, dan yang lain. Namun kalau motifnya dendam, umumnya yang dimutilasi adalah bagian kepala. Kedua motif ini biasanya dilakukan dengan sengaja dan terencana yang disebabkan oleh rasa tidak puas pelaku mutilasi terhadap korban, Namun, terlepas dari semua hal itu, kejahatan mutilasi sering sekali terjadi dilakukan oleh orang-orang yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan, bahwa dengan tidak memotong-motong tubuh korbannya, pelaku seringsekali tidak puas untuk menyelesaikan kejahatannya.4

3

Adrianus Meliala, Kriminologi Tindak Pidana, Jakarta, Gramedia Cipta, 2006, hlm. 57

4

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Kriminologi%20:%20Pelaku%20Mutilasi,%20Pan tas%20Dihukum%20Mati&&nomorurut_artikel=454


(13)

Berdasarkan Catatan Kepolisian Negara Republik Indonesia kasus mutilasi di Indoensia dari tahun 2011 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut5:

Tabel I. Kasus mutilasi di Indonesia tahun 2011 sampai tahun 2012

Tahun Kasus yang terjadi Belum terungkap

2011 12 5

2012 18 11

Sumber : Humas Polri

Pembunuhan dengan mutilasi sering terjadi dalam keluarga, seperti contohnya yang terjadi di Minahasa seorang anak yang membunuh ibu kandung, Peristiwa yang terjadi pada Jumat (16/11/2012) subuh lalu itu menggemparkan warga Kombi. Hardian dengan tega memotong tangan serta kaki ibunya dengan sebilah parang hingga wanita paruh baya tersebut tewas mengenaskan.

Peristiwa tersebut berawal ketika Femmy yang malam itu meminta Hardian untuk tidur setelah selesai menonton acara televisi. Tanpa diduga, ketika Femmy tertidur lelap, sekitar pukul 02.00 Wita, Hardian yang sudah membawa sebilah parang menyeret ibunya dari kamar ke ruang tengah.

Di ruang tengah itulah, Hardian lalu mengayunkan parang ke arah kepala ibunya. Korban berusaha menangkis serangan tersebut dengan tangan yang membuat tangan kanannya putus seketika, entah setan apa yang merasuki tubuh Ian, melihat ibunya yang sudah terjatuh bersimbah darah tidak membuat tindakannya surut. Pelaku malah menyabet kedua kaki korban dengan parang yang tajam itu hingga putus.

5


(14)

Anak angkat korban, Ferry, yang kaget mendengar keributan, mencoba menghentikan tindakan Ian. Tetapi, Ferry sendiri ikut terkena sabetan parang di bagian kepala. Beruntung lukanya tidak sampai parah, setelah puas membantai ibunya sendiri, Ian kemudian melarikan diri. Tetangga yang datang segera memberi pertolongan. Korban dengan kaki dan tangannya yang putus segera dilarikan ke rumah sakit terdekat oleh tetangganya. Namun, nyawa korban tidak dapat diselamatkan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, pelaku memang telah lama mengalami gangguan jiwa. Pelaku bahkan pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Tetapi, kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat pelaku dikeluarkan sebelum sembuh.

Menurut Sekretaris Desa Kombi Samuel Rambing, sebelum peristiwa tersebut, korban memang sering mengamuk. "Penyakitnya memang sering kambuh, dan suka menyerang orang, tapi baru kali ini tindakannya menjadi sadis," ujar Rambing, Kasus pembunuhan itu kini ditangani Polsek Kombi dengan dibantu oleh Polres Minahasa. Pelaku dikabarkan sudah menyerahkan diri.

Pengetahuan tentang faktor – faktor kriminologi dalam masyarakat yang bersangkutan adalah sangat penting karena dengan diketahuinya faktor - faktor yang dapat menimbulkan seseorang melakukan pembunuhan dengan mutilasi kita akan mengetahui bagaimana cara untuk mencegah timbulnya kejahatan tersebut yang bila kita bentuk akan dapat melindungi masyarakat.6

6


(15)

Ada beberapa hal yang menarik perhatian untuk diamati yang melatarbelakangi timbulnya kejahatan pembunuhan yang disertai dengan mutilasi. Pertama bagi aparat penegak hukum adalah dalam kaitannya dengan penanggulangan kejahatan. Kedua pembunuhan yang disertai dengan mutilasi yang terjadi sebagian masyarakat resah dan pelaku yang melakukan mutilasi tersebut merupakan keluarga korban yang mana pelaku melakukan mutilasi untuk menghilangkan jejak bahwa pelaku melakukan tindak pidana pembunuhan yang diserati mutilasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik mengambil judul skripsi mengenai : “ Analisis Kriminologis Kejahatan Pembunuhan Dengan Mutilasi”.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam peneitian ini adalah :

a). Apa sajakah faktor – faktor penyebab tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi ?

b). Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi ?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana dan hukum acara pidana, tentang faktor – faktor penyebab tindak pidana pembunuhan


(16)

dengan mutilasi. Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a). Untuk mengetahui faktor penyebab kejahatan pembunuhan dengan mutilasi. b). Untuk mengetahui upaya penanggulangan kejahatan pembunuhan dengan mutilasi.

2. Kegunaan Penelitian

a) Secara Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu hukum pidana, khususnya mengenai faktor – faktor yang menjadi penyebab tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi.

b) Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas pengetahuan bagi pihak penegak hukum dalam hal ini ialah Kepolisian dalam melakukan penanggulangan kejahatan mutilasi dan bagi masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai faktor – faktor penyebab tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi.


(17)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 7

Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari fenomena – fenomena dan metode – metode atau pengupasan mengenai kejahatan secara umum antara lain dari aspek psikologis, gejala sosial, sebab – sebab kejahatan, akibat – akibat yang di timbulkan dan upaya penanggulangannya.8 Kriminologi bertujuan untuk mengembangkan suatu kesatuan prinsip – prinsip umum dan terperinci serta jenis – jenis pengetahuan lain tentang proses hukum, kejahatan, pencegahan, pembinaan pelanggaran hukum serta penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan oleh Negara pada seseorang atau beberapa orang sebagi akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatan-perbuatan yang telah melanggar larangan hukum pidana.9

Faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan pembunuhan berdasarkan teori psikologi kriminal meliputi10:

1. Personality Characteristic (sifat-sifat kepribadian)

Empat alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji hubungan antara kepribadian dengan kejahatan :

7

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hlm 125.

8

Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, Rajawali, Jakarta, 1988. hlm.8.

9

Adami Chazami, Pelajaran Hukum Pidana, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 24.

10


(18)

a. Pertama, melihat pada perbedaan-perbedaan antara struktur kepribadian dari penjahat dan bukan penjahat;

b. Kedua,memprediksi tingkah laku;

c. Ketiga menguji tingkatan di mana dinamika-dinamika kepribadian normal beroperasi dalam diri penjahat;

d. Keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe dan kelompok-kelompok pelaku kejahatan. Berdasarkan teori ini kemungkinan untuk dilakukannya sebuah kejahatan mutilasi yaitu dapat terjadi karena sifat-sifat kepribadian dari seseorang..

2. Teori Psikoanalisa

Teori psikoanalisa tentang kriminalitas menghubungkan delinquent dan perilaku criminal dengan suatu “conscience” yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.

3. Personality Traits

Dewasa ini penyakit mental tadi disebut antisocial personality atau psychopathy sebagai suatu kepribadian yang ditandai oleh suatu ketidakmampuan belajar dari pengalaman, kurang ramah, bersifat cuek, dan tidak pernah merasa bersalah. Pencarian/penelitian personality traits (sifat kepribadian) telah dimulai dengan mencoba menjelaskan kecakapan mental secara biologis. Feeblemindedness (lemah pikiran), insanity (penyakit jiwa), stupidity (kebodohan), dan


(19)

4. Moral Development Theory

Teori perkembangan moral tumbuh preconventional stage atau tahap pra-konvensional. Disini aturan moral dan nilai-nilai moral anak terdiri atas “lakukan” dan “jangan lakukan” untuk menghindari hukuman. Menurut teori ini, anak-anak di bawah umur 9 tahun hingga 11 tahun biasanya berpikir pada tingkatan pra-konvensional ini. kebutuhan akan kehangatan dan kasih sayang sejak lahir dan konsekuensinya jika tidak mendapat hal itu. Remaja biasanya berfikir pada

conventional law (tingkatan konvensional). Pada tingkatan ini seorang individu

meyakini dan mnegadopsi nilai-nilai dan aturan masyarakat. Lebih jauh lagi, mereka berusaha menegakkan aturan itu.

Ditinjau dari terminologi, pengertian kriminologi semakin diperluas dan selalu disesuaikan dengan tujuan dan kegunaan kriminologi itu sendiri dalam memberantas kejahatan. Menurut Abdulsani mengemukakan bahwa kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejahatan.11

Menurut Edwin H. Sutherland,12 kriminologi meliputi:

a. Sosiologi hukum, Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti

kejahatan terhadap kondisi-kondisi masyarakat yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.

b. Etiologi kejahatan, Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti

mencari sebab-musabab kejahatan, yang diteliti adalah latar belakang, akibat, serta faktor yang menimbulkan kejahatan. Dengan mengetahui etiologi

11

Abdul Sani, Pengantar Sosiologi, Rajawali, Jakarta, 1987, hlm 6

12


(20)

kejahatan tersebut dapat mencegah untuk meniadakan atau mengurangi kejahatan.

c. Penologi, Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti perkembangan

penerapan hukuman termasuk manfaat hukuman bagi penjahat maupun masyarakat.

Menurut Barda Nawawi Arief upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal

policy). Kebijakan criminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas

yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social policy).

Dengan demikian, sekiranya kebijakan penangulangan kejahatan (politik criminal) dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hokum (penal policy), khususnya pada tahap kebijakan yudikatif/aplikatif (penegakan hokum pidana in concreto) harus memperhatikan dan mengarahkan pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa social welfare dan social

defence. Jadi kebijakan yang dilakukan oleh kepolisian dalam penangulangan

kebijakan kejahatan pembunuhan dengan mutilasi dilakukan dengan sarana penal yaitu upaya penanggulangan kejahatan menitik beratkan kepada sifat reprenssive (penindasan/penangkalan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi dan sarana non penal adalah upaya menitik beratkan pada sifat preventif (pencegahan/pengadilan) sebelum kejahatan terjadi. 13

13

Barda Nawawi Arief, Berbagai Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm 78


(21)

2. Konseptual

Kerangka konseptual, merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah.14

Konseptual ini menguraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini. Uraian ini ditujukan untuk memberikan kesatuan pemahaman yaitu :

a) Analisis adalah sebuah proses menguraikan sebuah pokok masalah atas berbagai bagiannya.15 Penelaahan juga dilakukan pada bagian tersebut dan hubungan antar bagian guna mendapatkan pemahaman yang benar serta pemahaman masalah secara menyeluruh.

b) Kriminologis adalah ilmu yang mempelajari fenomena – fenomena dan metode – metode atau pengupasan mengenai kejahatan secara umum antara lain dari aspek psikologis, gejala sosial, sebab – sebab kejahatan, akibat – akibat yang ditimbulkan dan upaya penangulangannya.16

c) Kejahatan adalah semua perbuatan yang oleh sebagian masyarakat menilai mengenai apa yang merugikan, tidak pantas dan tidak dibiarkan tertulis dalam hukum pidana.17

d) Pembunuhan adalah tindakan menghilangkan nyawa orang lain yang mempunyai akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut.18

14

Soerjono Soekanto,Op.Cit, hlm 32.

15

Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amelia, Surabaya, 2003, hlm.47.

16

Romli Atmasasmita, Loc.Cit. hlm.8.

17

B. Simandjuntak, Op.Cit., Hlm 72.

18

P.A.F Lamintang, Delik – delik khusus kejahatan terhadap nyawa, tubuh dan kesehatan, Bina Cipta, Bandung, 1986, hlm.23.


(22)

e) Mutilasi adalah potongan – potongan dari bagian tubuh manusia korban kejahatan.19

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematikapenulisan ini memuat uraian secara keseluruhan yang akan di sajikan dengan tujuan agar pembaca dapat dengan mudah memahami dan memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang skripsi ini. Sistematika penulisan terdiri dari lima bab,yaitu :

I. PENDAHULUAN

Bab yang memuat latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan. Dalam bab ini diuraikan tentang pembunuhan tentang mutilasi dalam rumah tangga.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bab ini akan diuraikan kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Kriminologi merupakan sarana ilmiah bagi studi kejahatan dan penjahat. Adapun yang menjadi tugas kriminologi adalah fenomena yang terjadi dalam masyarakat, apa bentuk kejahatannya, mencari faktor – faktor yang menjadi penyebab timbulnya atau dilakukannya kejahatan.

Kemudian diuraikan dengan pengertian pembunuhan yang disertai dengan mutilasi dalam rumah tangga dan faktor – faktor psikologis yang dapat menimbulkan pembunuhan disertai mutilasi.

19

Kartini kartono, Patologi sosial : Gangguan – gangguan kejiwaan, Rajawali pers, Jakarta, 2003, hlm.31


(23)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini merupakan metode penelitian yang menguraikan langkah-langkah atau cara yang dilakukan dalam penelitian, yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan untuk menjawab permasalah dengan menggunakan data primer maupun skunder yaitu faktor –faktor pelaku melakukan pembunuhan dengan mutilasi berdasarkan pendekatan teori psikologis dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan dengan mutilasi.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan bagian penutup yang merupakan kesimpulan tentang hal-hal yang telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu guna menjawab permasalahan yang telah diajukan. Dalam bab ini diberikan juga sumbangan pemikiran serta saran-saran terhadap dalam penulisan ini.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Kriminologi dari Kejahatan

1. Pengertian Kriminologi

Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata crime dan logos. Crime berarti kejahatan dan logos berarti ilmu pengetahuan, secara kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan. Istilah kriminologi ini berasal dari anthropolog Perancis bernama P.Topinard untuk memperjelas dengan memberi keterangan yang cukup lengkap tentang apa sebenarnya kriminologi.

Menurut W.A Bonger, kriminologi adalah suatu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala – gejala kejahatan yang seluas – luasnya. Pengertian seluas = luasnya mengandung arti seluruh kejahatan dan hal – hal yang berhubungan dengan kejahatan. Hal yang berhubungan dengan kejahatan adalah sebab timbul dan melenyapnya kejahatan, akibat yang ditimbulkan, reaksi masyarakat, pribadi penjahat ( umur, keturunan, pendidikan, cita – cita ).1

Menurut Vrij didalam karyanya Enige Kanten Van het object der criminology yang mengemukakan bahwa kriminologi ialah ilmu pengetahuan yang

1

W.A Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan Dan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm.21.


(25)

berhubungan dengan kejahatan baik sebagai gejala maupun sebagai faktor sebab akibat dari kejahatan itu sendiri.2

Rumusan Kriminologi menurut Wolf Gang Savitr dan Jhonston adalah sebagai berikut :

“Kriminologi adalah suatu ilmu yang mengunakan metode ilmiah dalam mempelajari dan menganalisa tentang keteraturan, keseragaman, pola – pola dan faktor sebab musahab yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat serta reaksi sosial terhadap keduanya.”3

Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey bertolak dari pandangan bahwa kriminologi adalah kesatuan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejalah sosial, mengemukakan ruang lingkup kriminologi mencakup proses – proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.4

Dan dalam hubungan ini kriminologi dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian utama, yakni5:

a. Sosiologi hokum sebagai analisa ilmiah atas kondisi – kondisi berkembangnya hukum pidana;

b. Etiologi kejahatan, yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab – sebab kejahatan;

c. Penologi yang menaruh perhatian pada pengendalian kejahatan.

2

B. Simandjuntak, Op.Cit., Hlm.5

3

Ibid, hlm.5.

4

Mulyana W. Kusumah, Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup Kriminologi, Alumni, Bandung, 1981, hlm.3

5


(26)

Beberapa definisi mengenai kriminologi yang dinyatakan oleh sarjana – sarjana terkenal ialah6 :

a. Mr. Paul Moedigdo Moeliono menyatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang ditunjang berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia.

b. J. Constant menyatakan kriminologi adalah pengetahuan empiris, bertujuan menentukan faktor – faktor sosiologis, ekonomis, dan individual. c. W. Sauer menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan mengenai sifat – sifat jahat pribadi perorangan dan bangsa – bangsa; objek penyelidikannya ialah kriminalitas dalam kehidupan perorangan, serta kriminalitas dalam kehidupan negara – negara dan bangsa – bangsa.

d. S. Seelig mengemukakan bahwa kriminologi adalah ajaran tentang gejala – gejala kongkrit yaitu gejala badaniah dan rohaniah mengenai kejahatan. Definisi – definisi kriminologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli didalam buku Kriminologi L. Moeljatno7 ialah:

a. Stephan Hurwitz, kriminologi dianggap bagian dari criminal science yang dengan penelitian – penelitian empiris berusaha member gambaran tentang fakta – fakta kriminalitas (etiologi kriminalitas).

b. Thrsten Sellin, kriminologi dipakai untuk menggambarkan tentang ilmu yang mempelajari tentang penjahat dan cara menanggulanginya

(treatment).

c. Moeljatno, kriminoogi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan tentang kelakuan jelek serta tentang orang tersangkut pada kejahatan.

Kriminologi bertujuan untuk mengembangkan suatu kesatuan prinsip – prinsip umum dan terperinci serta jenis – jenis pengetahuan lain tentang proses hukum, kejahatan serta pencegahan dan pembinaan pelanggaran hukum.8 Menurut Martin L. Haskell dan Lewis Yablonsky, Kriminologi sebagai studi ilmiah tentang kejahatan dan penjahat mencakup analisa tentang 9 :

1. Sifat dan luas kejahatan; 2. Sebab – Sebab kejahatan;

6

Kartini Kartono, Op.Cit, hlm.134

7

L. Moeljatno, Kriminologi, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1982, hlm.3.

8

Drs. Mulyana W. Kusumah, Op.Cit., hlm.4.

9


(27)

3. Perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan peradilan pidana; 4. Ciri – ciri penjahat;

5. Pembinaan Penjahat; 6. Pola – pola kriminalitas;

7. Akibat kejahatan atas perubahan sosial.

Dipandang dari sifat serta objeknya, maka membahas kriminologi dalam arti sempit dan dalam arti luas. Kriminologi dalam arti sempit adalah mempelajari kejahatan. Sedangkan dalam arti luas, Kriminologi mempelajari penology dan metode – metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah prevensi kejahatan dengan tindakan – tindakan yang bersifat non – punitif.

2. Pengertian Kejahatan

Definisi – definisi kejahatan yang dikemukakan oleh ahli hukum ialah10 :

a. D. Laft, kejahatan ialah pelanggaran terhadap hukum pidana. Pelanggaran hukum pidana berarti melanggar ketentuan – ketentuan pidana yang telah dirumuskan.

b. W.A Bonger, kejahatan ialah perbuatan yang anti sosial yang oleh Negara ditentang dengan sadar melalui penjatuhan hukuman . Kejahatan hanyalah yang melanggar hukum pidana.

c. Van Bernmelen,menyatakan kejahatan ialah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam uatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan kepada kelakuan tersebut.

d. Kempe, merumuskan definisi kejahatan ialah semua perbuatan yang oleh sebagian masyarakat menilai mengenai apa yang merugikan, tidak pantas dan tidak dibiarkan tertulis dalam hukum pidana. Baik kiranya menjadi objek kajian kriminologi.

Berdasarkan defenisi tentang kejahatan diatas, maka dapat digolongkan dalam 2 (dua) jenis pengertian yaitu11 :

1. Pengertian kejahatan secara yuridis yaitu dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap perbuatan atau pelalaian yang dilarang oleh hukum

10

B. Simandjuntak, Op.Cit., hlm.72 – 74.

11


(28)

publik untuk melindungi masyarakat dan diberi pidana oleh negara. Sesuatu perbuatan diberi pidana diatur dalam KUHP dan perbuatan hukum yang mengacam pidana. Peraturan hukum yang mengancam pidana ini disebut pidana khusus seperti hukum pidana ekonomi, suversi. Tidak semua pasal – pasal KUHP mengatur tindak pidana, hanyalah pasal – pasal yang termuat dalam buku kedua saja. Dalam KUHP dibedakan antara Pelanggaran (buku ketiga) dan kejahatan (buku kedua). Perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan merupakan perbedaan antara delik undang – undang dengan delik hukum. Kejahatan merupakan delik hukum sedangkan pelanggaran merupakan delik undang – undang.

2. Pengertian kejahatan secara praktis adalah pelanggaran atas norma – norma agama, kebiasaan, kesusilaan, yanghidup dalam masyarakat.

Objek dari kriminologi adalah kejahatan sebagai gejala masyarakat (social

phaenomeen), kejahatan sebagaimana terjadi secara kongkrit dalam masyarakat

dan orang – orang yang melakukan kejahatan.12

Kejahatan disini diartikan sebagai nerbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan tata yang ada dalam masyarakat. Dilihat dari sudut ini maka lapangan penyelidikannya tidak hanya terbatas pada perbuatan – perbuatan yang oleh pembentuk undang – undang dinyatakan sebagai delik . Akan tetapi dalam kenyataan dilapangan yang diselidiki pada umumnya terbatas pada delik yang berupa kejahatan dan bukan berupa immoreel. Kriminologi itu dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan muda, yang mulai berkembang pada abad ke – 19.

Sebenarnya kejahatan menurut hukum pidana dan kejahatan menurut kriminologi sebagian besar overlapping, merupakan dua lingkaran yang titik tengahnya tidak terletak satu sama lain dalam satu titik yang sama, tetapi tidak berjauhan . Titik tolak pengelihatan hukum pidana memiliki 2 dimensi yaitu unsure kesalahan dan

12

Tri Andrisman, Hukum Pidana Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia


(29)

unsure melawan hukum. Kriminologi juga memiliki dua dimensi yaitu faktor motif dan faktor sosial yang memberik kesempatan bergerak.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Kriminologi adalah: “ ilmu yang mempelajari kejahatan sebagai13:

a. Gejala masyarakat, yaitu gejala – gejala yang berkaitan dengan kejahatan dan orang yang melakukan kejahatan (penjahat).

b. Sebab – sebab kejahatan.

c. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan, baik secara resmi oleh penguasa maupun tidak resmi oleh masyarakat umum”.

B. Faktor Penyebab Timbulnya Kejahatan Pembunuhan

Berkembangnya tindakan kejahatan tentunya dapat menimbulkan masalah dan keresahan bagi masyarakat. Dalam masalah kejahatan maka timbullah teori – teori mengenai faktor sebab musahab timbulnya kejahatan (faktor etiologi) secara umum sebagai berikut 14:

1. Teori Biologis (Mazhab Antropologi)

Teori ini menekankan sebab musahab kejahatan seseorang dilihat dari segi antropologi, bahwa bakat jahat seseorang ada sejak lahir dan kejahatan yang dilakukan seseorang dapat dikenali lewat cirri – cirri fisiknya. Tokoh terkenal dari teori ini adalah Lambroso sebagai penganut aliran mahab bio positif.

Penjahat menurut pandangan Lambroso, mempunyai tanda – tanda tertentu sebagai petanda jenis manusia tersendiri dilihat dari segi antropologi. Mereka

13

Ibid., hlm.17.

14

Ninik Widyanti, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 130.


(30)

memiliki kelainan tengkorak, keganjilan dalam otak, roman muka berbeda dari manusia biasa, tulang rahang lebar, muka mencong, tulang dahi melengkung kebelakang, kurang peka perasaan dan menyukai tatouage.15

Aliran Lambroso itu tidak berhasil meyakinkan orang terhadap jenis penjahat sejak lahir dari tipe penjahat, tetapi teori ini memberikan sokongan pada pertumbuhan psikiatri kriminal.

2. Teori Psikologis kejahatan

Teori ini menekankan pada sebab – sebab tingkah laku delinkuen seseorang dari aspek psikologi atau kejiwaan, anatar lain faktor intelegentia, cirri kepribadian, motivasi, sikap – sikap yang salah, internalisasi dari yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversional, kecenderungan, psikopatologi dan lain – lain.

3. Teori Sosiologi (Mazhab Lingkungan)

Teori ini dikemukakan oleh A. Lacassagne yang menerangkan bahwa kejahatan terjadi adanya faktor lingkungan dan aliran mazhab Antropologi. Teori ini menekankan sebab musahab kejahatan adalah gejala sosial, bukan gejala patologis.16

4. Teori Ferri

Teori ini menerangkan bahwa synthesa dari aliran antropologi dan aliran dari keadaan lingkungan sebagai sebab kejahatan dengan rumusannya bahwa setiap kejahatan adalah hasil dari unsur – unsur yang terdapat dalam individu,

15

J.E. Sahetapy, Kausa Kejahatan dan Beberapa Analisa Kriminologik, Bandung:Alumni, 1981, hlm. 3

16


(31)

masyarakat dan keadaan fisik. Teori Ferri ini digolongkan sebagai penganut aliran mashab bio – sosiologi.

Enrico Ferri menyebutkan faktor pendorong yang menyebabkan timbulnya kejahatan yaitu:

A.Individual yang meliputi : usia, seks atau jenis kelamin, status sipil, profesi atau pekerjaan, tempat tinggal atau domisili, tingkat sosial, pendidikan konstitusi organisasi dan psikis.

B.Fisik meliputi : ras, suku, iklim fertilitas diposisi bumi, keadaan alam diwaktu siang dan malam hari, musim kondisi meteori atau ruang angkasa, kelembaban udara dan suhu.

C.Sosial antara lain : kepadatan penduduk, susunan masyarakat, adat istiadat, agama, orde pemerintahan, kondisi ekonomi dan industri, pendidikan, jaminan sosial, lembaga legislatif, lembaga hukum dan lain – lainnya.17

Faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan pembunuhan berdasarkan teori psikologi kriminal meliputi18 :

a. Personality Characterictic (sifat-sifat kepribadian);

b. Teori Psikoanalisa;

c. Personality Traits;

d. Moral Developtment Theory;

A.Personality Characteristic (sifat-sifat kepribadian)

Empat alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji hubungan antara kepribadian dengan kejahatan :

17

J.E. Sahertapy, Op.Cit., hlm.4

18


(32)

a. Pertama, melihat pada perbedaan-perbedaan antara struktur kepribadian dari penjahat dan bukan penjahat;

b. Kedua,memprediksi tingkah laku;

c. Ketiga menguji tingkatan di mana dinamika-dinamika kepribadian normal beroperasi dalam diri penjahat;

d. Keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe dan kelompok-kelompok pelaku kejahatan. Berdasarkan teori ini kemungkinan untuk dilakukannya sebuah kejahatan mutilasi yaitu dapat terjadi karena sifat-sifat kepribadian dari seseorang.

B.Teori Psikoanalisa

Teori psikoanalisa tentang kriminalitas menghubungkan delinquent dan perilaku criminal dengan suatu “conscience” yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera. Sigmund freud, penemu dari Psychoanaliysis, berpendapat bahwa kriminalitas mungkin hasil dari “an overactive conscience” yang menghasilkan perasaan bersalah yang berlebih. Freud menyebutkan bahwa mereka yang mengalami perasaan bersalah yang tak tertahankan akan melakukan kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan dihukum. Begitu mereka dihukum maka perasaan bersalah mereka akan mereda.

Kriminalitas karena rasa bersalahnya tak tertahankan,dalam kondisi demikian seseorang melakukan perilaku yang terlarang karena hati nuraninya atau


(33)

dorongan-dorongan dari sebuah bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan untuk dipuaskan. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Proses pengembangan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah menjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua. Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Paling tidak ada 3 fungsi dari superego yaitu 19:

1). mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan

moralistic,

2). Mengejar kesempurnaan. Pendekatan psychoanalytic masih tetap menonjol dalam menjelaskan baik fungsi normal maupun asusila. Tiga prinsip dasarnya yaitu:

1.Tindakan dan tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat pada perkembangan masa kanak-kanak mereka.

2.Tingkah laku dan motif-motif bawah sadar adalah jalin-menjalin dan interaksi itu mesti diuraikan bila kita ingin mengerti kejahatan.

3.Kejahatan pada dasarnya merupakan representasi dari konflik psikologis.

C.Personality Traits

Dewasa ini penyakit mental tadi disebut antisocial personality atau psychopathy sebagai suatu kepribadian yang ditandai oleh suatu ketidakmampuan belajar dari

19


(34)

pengalaman, kurang ramah, bersifat cuek, dan tidak pernah merasa bersalah.

psychopath sebagai suatu penyakit serius meski penderita tidak kelihatan sakit.

para psychopath terlihat mempunyai kesehatan mental yang sangat bagus, tetapi

apa yang kita saksikan itu sebenarnya hanyalah suatu “mask of sanity” atau topeng kewarasan. Para psychopath tidak menghargai kebenaran, tidak tulus, tidak merasa malu, bersalah atau terhina. Mereka berbohong dan melakukan kecurangan tanpa ada keraguan dan melakukan pelanggaran verbal maupun fisik tanpa perencanaan.20 Pencarian/penelitian personality traits (sifat kepribadian) telah dimulai dengan mencoba menjelaskan kecakapan mental secara biologis.

Feeblemindedness (lemah pikiran), insanity (penyakit jiwa), stupidity

(kebodohan), dan dull-wittednes (bodoh) dianggap diwariskan.

D.Moral Development Theory

Teori perkembangan moral tumbuh preconventional stage atau tahap pra-konvensional. Disini aturan moral dan nilai-nilai moral anak terdiri atas “lakukan” dan “jangan lakukan” untuk menghindari hukuman. Menurut teori ini, anak-anak di bawah umur 9 tahun hingga 11 tahun biasanya berpikir pada tingkatan pra-konvensional ini. kebutuhan akan kehangatan dan kasih sayang sejak lahir dan konsekuensinya jika tidak mendapat hal itu. Remaja biasanya berfikir pada

conventional law (tingkatan konvensional). Pada tingkatan ini seorang individu

meyakini dan mnegadopsi nilai-nilai dan aturan masyarakat. Lebih jauh lagi, mereka berusaha menegakkan aturan itu. Mereka misalnya berpikir “mencuri itu tidak sah, sehingga saya tidak seharusnya mencuri dalam kondisi apapun”. Akhirnya, pada postconventional level (tingkatan poskonvensional)

20


(35)

individu secara kritis menguji kebiasaan-kebiasaan dan aturan-aturan sosial sesuai dengan perasaan mereka tentang hak asasi universal, prinsip-prinsip moral dan kewajiban-kewajiban. Mereka berpikir “orang semestinya mengikuti aturan hukum, namun prinsip-prinsip etika universal, seperti penghargaan pada hak-hak asasi manusia dan untuk martabat hidup manusia, menggantikan hukum tertulis bila keduanya beradu”. Tingkat pemikiran moral seperti ini umumnya bisa dilihat setelah usia 20 tahun. Theory of attachment (teori kasih sayang) yang terdiri atas tujuh hal penting, yaitu 21 :

1. Specifity (kasih sayang itu bersifat selektif).

2. Duration, bahwa kasih sayang itu berlangsung lama dan bertahan.

3. Engagement of emotion, bahwa kasih sayang melibatkan emosi.

4. Ontogeny, yaitu pada rangkaian perkembangannya, anak membentuk kasih

sayang pada satu figure utama.

5. Learning, bahwa kasih sayang merupakan hasil dari interaksi sosial yang

mendasar.

6. Organization, bahwa kasih sayang mengikuti suatu organisasi .perkembangan

7. Biological Function, yaitu perilkau kasih sayang memiliki fungsi biologis,

yakni survival.

21


(36)

5. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan dan Mutilasi

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis

normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau

kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang in-abstacto dalam perbuatan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkrit.22

Berdasarkan pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar, dapat diketahui bahwa pada tataran teoritis tidak ada kesatuan pendapat diantara para pakar hukum dalam memberikan definisi tentang tindak pidana.

Istilah tindak pidana dipakai dalam hukum pidana. Kata tindak lebih pendek dari pada kata perbuatan, tapi kata tindak tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan keadaan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang.

Dikutip dari konsep pembaharuan hukum pidana, yang dimaksud dengan Tindak Pidana terdapat dalam Pasal 14 yang dinyatakan :

22


(37)

“Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana”.23

Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan melawan hukum dan diancam dengan hukuman. Peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).24

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hokum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan diajukan pada perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menujukannya kejadian itu.25

Suatu peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut 26:

a. Harus ada suatu perbuatan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang.

b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang. Pelakunya harus melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

23

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta, Kencana, 2011, hlm.83.

24

J.B.Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Prenballindo, 2001 hlm.93.

25

L.Moeljatno, Op.Cit., hlm.54.

26


(38)

c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.

d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itudicantumkan sanksinya.

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu27:

a. Perbatan pidana (delik) formal adalah suatu perbuatan yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal undang-undang yang bersangkutan.

b. Delik material adalah sesuatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu.

c. Delik dolus adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja. d. Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak disengaja, karena kealpaannya

menyebabkan matinya seseorang.

e. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain.

f. Delik politik adalah perbuatan pidana yang diajukan kepada keamanan Negara baik secara langsung maupun tidak langsung.

27


(39)

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Berdasarkan pengertian tindak pidana di atas dapat ditemukan beberapa unsur yang terkandung dalam suatu tindak pidana. Perlu kita ketahui beberapa pendapat sarjana mengenai unsur-unsur tindak pidana yaitu :

Menurut M. Bassar Sudrajat unsur-unsur yang terkandung dalam suatu delik adalah28 :

a. Unsur melawan hukum. b. Unsur merugikan masyarakat. c. Dilarang oleh aturan hukum pidana. d. Pelakunya dapat diancam pidana.

Menurut Tresna, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur yakni 29: a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan (manusia).

b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. c. Diadakan tindakan penghukum.

Menurut Simons, memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut30: a. Perbuatan manusia.

b. Diancam dengan pidana. c. Melawan hukum.

d. Dilakukan dengan kesalahan.

e. Orang yang mampu bertanggungjawab.

Menurut Moeljatno, unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut : a. Perbuatan (manusia).

28

Adami Chazazi, Op.Cit., hlm. 78.

29

Ibid., hlm.78.

30


(40)

b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang. c. Bersifat melawan hukum.31

4. Pengertian Pembunuhan

Kejahatan terhadap nyawa (Pembunuhan) ini termasuk tindak pidana materil

(matriale delict), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup

dengan dilakukannya perbuatan itu, akan tetapi menjadi syarat juga adanya akibat dari perbuatan itu.32

Kejahatan terhadap nyawa ini terbagi atas berbagai jenis, yaitu:

1. Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP).

2. Pembunuhan dengan kualifikasi (Pasal 339 KUHP). 3. Pembunuhan yang direncanakan (Pasal 340 KUHP). 4. Pembunuhan anak (Pasal 341 KUHP).

5. Pembunuhan atas permintaan si korban (Pasal 344 KUHP). 6. Membunuh diri (Pasal 345 KUHP).

7. Menggugurkan kandungan (abortus) (Pasal 346 KUHP).

8. Karena kelalaian menyebabkan matinya orang ( Pasal 359 KUHP).

1. Pembunuhan biasa

Pasal 338 :

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Pasal 338 KUHP ini dikenal dengan nama pembunuhan biasa, dalam pembunuhan biasa (doodslag), harus di penuhi unsur 33:

31

Ibid., hlm. 72.

32

Tri Andrisman, Delik Tertentu Dalam KUHP, Bandar Lampung, Unila, 2011, hlm.133

33


(41)

a. Bahwa perbuatan itu haru disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga (dolus repentinus atau dolus impetus), ditujukan dengan maksud agar orang itu mati.

b. Melenyapkan nyawa orang itu harus merupakan perbuatan yang “positif” walaupun dengan perbuatan yang kecil sekalipun.

c. Perbuatan itu harus menyebabkan matinya orang. d. Seketika itu juga, atau

e. Beberapa saat setalah dilakukannya perbuatan itu.

2. Pembunuhan dengan kualifikasi (gequalificeerd)

Pasal 339:

“Pembunuhan yang di ikuti, disertai atau didahului dengan perbuatan pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pelaksanaanya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Adapun unsur – unsur dari kejahatan ini :

1. Pembunuhan ini dipersiapkan dengan maksud untuk mempersiapkan suatau perbuatan pidana lainnya yang dilakukan sesudah pembunuhan itu. Sengaja membunuh sebagai periapan untuk perbuatan pidana lain. Pembunuhan itu diikuti oleh perbuatan pidana lain.


(42)

2. Pembunuhan ini dilakukan dengan maksud untuk memudahkan melakukan perbuatan pidana lain. Pembunuhan itu disertai dengan perbuatan pidana lain. Sengaja membunuh untuk menggampangkan perbuatan pidana lain.

3. Pembunuhan direncanakan (moord)

Pasal 340:

“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau elama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 340 di atas, maka unsur – unsur pembunuhan dengan rencana dapat dijabarkan sebagai berikut34:

1. Adanya kesengajaan (dolus premiditatus), yaitu kesengajaan yang harus disertai dengan perencanaan terlebih dahulu (met voor bedachterade).

2. Yang bersalah dalam keadaan tenang memikirkan untuk melakukan pembunuhan itu dan kemudian melakukan maksudnya dan tidak menjadi soal beberapa lama waktunya.

3. Di antara saat timbulnya pikiran untuk membunuh dan saat melakukan pembunuhan itu, ada waktu ketenangan pikiran.

4. Pembunuhan anak (kinderdoodslag)

Diatur dalam pasal 341 KUHP. Pasal ini mengancam hukuman penjara selama – lamanya 7 tahun. Yang kena pasal ini adalah seorang ibu, baik kawin maupun tidak, yang dengan sengaja (tidak direncanakan terlebih dahulu) membunuh

34

R.Soesilo, KUHP serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politea,1988. hlm.241.


(43)

anaknya pada waktu di lahirkan atau tidak beberapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan, bahwa ia sudah melahirkan anak. Kejahatan ini dinamakan “membunuh biasa anak” (kinderdoodslag).

5. Pembunuhan atas permintaan si korban

Diatur dalam Pasal 344 KUHP, yang mengancam hukuman penjara selama – lamanya 12 tahun bagi orang yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati. Jadi permintaan untuk membunuh itu harus disebutkan dengan nyata dan sungguh – sungguh. Apabila, tidak maka orang itu dikenakan pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP).35

6. Membunuh diri

Pasal 345:

“Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri”.

7. Mengugurkan Kandungan (abortus) Pasal 346:

“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan (buah) kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

35


(44)

8. Karena Kelalaian Menyebabkan Matinya Orang Lain

Pasal 359:

“Barangsiapa karena kealpaannya/kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paing lama satu tahun”.

Matinya orang dalam pasal ini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, kematian itu disebabkan oleh perbuatan terdakwa yang kurang hati – hati atau sembrono, yang dalam bahasa hukum disebut “lalai” atau “alpa”.36

5. Pengertian Mutilasi

Kata mutilasi belakang memang sering dipakai, untuk menggambarkan tindakan pembunuhan yang disertai dengan memotong bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan mutilasi sebagai proses atau tindakan memotong – motong (biasanya) tubuh manusia atau hewan.37

Sebenarnya kata mutilasi tidak selalu identik dengan manusia atau hewan. Kata ini lebih identik dengan pekerjaan memotong – motong atau memilah sesuatu menjadi bagian – bagian yang lebih kecil.

Pembunuhan ini dinamakan pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu. Boleh dikatakan ini adalah pembunuhan biasa akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu. Mutilasi dapat dikaitkan dengan pembunuhan

36

Ibid, hlm. 143

37


(45)

berencana karena pelaku dengan maksud menyiapkan atau memudahkan peristiwa pidana itu supaya tidak tertangkap dan dihukum.

Dalam membahas mengenai terminologi kata atau istilah mutilasi dalam hal ini memiliki pengertian atau penafsiran kata atau makna dengan kata amputasi sebagaimana yang sering digunakan dalam istilah medis kedokteran. Menurut beberapa sarjana peristilahan kata mutilasi dapat diartikan sebagai terminologi sebagai berikut:

a. Zax Specter

Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan satu atau beberapa tubuh manusia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.38

b. Ruth Winfred

Mutilasi atau amputasi atau disebut juga dengan flagelasi adalah pembedahan dengan membuang bagian tubuh.39

c. Definisi Black Law Dictionary

Memberikan definisi mengenai Mutilasi atau Mutilation sebagai “ the act of

cutting off maliciously a person’s body, esp. to impair or destroy the victim’s

capacity for self defanse.40

Berdasarkan definisi di atas maka dapat dipahami bahwa mutilasi atau amputasi adalah suatu keadaan, kegiatan yang secara sengaja memisahkan, memotong, membedah atau membuang satu atau beberapa bagian dari tubuh yang menyebabkan berkurang atau tiak berfungsinya organ tubuh.

38

Gilin Grosth, Op.Cit., hlm 73

39

Supardi Ramlan, Patofisiologi Umum, (Bandung : Rineka Cipta, 1998), hlm.35.

40


(46)

D. Jenis – Jenis Mutilasi

Mutilasi memiliki beberapa dimensi, seperti dimensi perencanaan (direncanakan – tidak direncanakan), dimensi pelaku (individu – kolektif), dan dimensi ritual atau inisiasi, serta dimensi kesehatan atau medis. Dengan demikian, perbuatan memutilasi tidak dapat dipukul rata terhadap perbuatan kriminal yang dikenakan sanksi pidana. Dari berbagai macam jenis mutilasi, secara umum setidaknya tindak pidana mutilasi dibagi menjadi dua bagian41 yaitu :

a. Mutilasi Defensif atau yang disebut juga sebagai pemotongan atau pemisahan anggota badan dengan tujuan untuk menghilangkan jejak setelah pembunuhan terjadi. Motif rasonal dari pelaku adalah untuk menghilangkan tubuh korban sebagai barang bukti atau untuk menghalangi diidentifikasikannya potongan tubuh korban.

b. Mutilasi ofensif adalah suatu tindakan irasional yang dilakukan dalam keadaan mengamuk. Mutilasi kadang dilakukan sebelum membunuh korban.

Untuk dapat mengkategorikan mutilasi sebagai tindak pidana dipergunakan kategori bahwa sebuah sebuah tindakan haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tindakan yang telah tersebut didalam ketentuan hukum sebagai tindakan yang terlarang secara formil atau materil.

41


(47)

II. METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Masalah

Pendekatan masslah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara pendekatan empiris. Pendekatan empiris dilakukan dengan berdasarkan pada fakta objektif yang didapatkan dalam penelitian lapangan baik berupa hasil wawancara dengan narasumber, hasil kuisioner, atau alat bukti lain yang diperoleh dari narasumber.

B.Sumber dan Jenis Data

Penulisan skripsi ini sumber data yang digunakan berupa data primer, data skunder.

1.Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian dilapangan. Data ini diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(48)

2.Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur - literatur dan peraturan perundang-undangan. Sumber dari data sekunder yakni berupa:

a. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan yang bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b .Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang bersumber dari literatur-literatur dalam hukum pidana yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. c .bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder, seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia.

C.Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang memberi (pengetahuan secara jelas atau menjadi sumber) informasi.

Narasumber (responden) dalam penelitian bahasa sangatlah penting kedudukannya agar data yang diperoleh dari narasumber valid. Terlebih dahulu ditentukan beberapa persyaratan tersebut menyangkut hal – hal yang berhubungan dengan usia, pendidikan, asal – usul, kemampuan dan kemurnian bahasa narasumber.

Penentuan narasumber ditentukan dengan tujuan yang telah dicapai terhadap masalah yang hendak dicapai maka narasumber dalam penelitian ini adalah :


(49)

1. Hakim dari Pengadilan Negeri kelas I A Tanjung Karang 1 orang 2. Penyidik dari Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung 1 orang 1. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung 1 orang+

Jumlah 3 orang

D.Metode Pengumpulan dan Pengelolaan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, adalah sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini ditujukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, mengutip, menelaah, serta mempelajari dan merangkum data yang berkaitan dengan pokok-pokok permasalahan yang berasal dari peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan

Penelitian studi lapangan ini dilakukan dengan teknik wawancara secara langsung kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk memperoleh dataq primer serta mendapat gambaran yang jelas tentang pendalaman penelitian ini.

2. Metode Pengelolaan Data

Setelah data yang dikehendaki terkumpul, baik data primer maupun data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi lapangan. Maka data yang telah diperoleh tersebut diolah melalui prosedur sebagai berikut :


(50)

a. Editing, dalam hal ini data yang masuk akan diperiksa kelengkapannya, kejelasannya, serta relevansinya dalam penelitian.

b. Klasifikasi data, yakni menempatkan data sesuai dengan kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam bagian-bagian pokok bahasan yang akan dibahas. c. Sistematika data, yaitu dengan menghubungkan dan menyusun penggolongan-penggolongan data secara sistematis menurut tata urutan dalam ruang lingkup bahasan yang telah ditentukan, dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.

E.Analisis Data

Untuk memberikan jawaban terhaadap permasalahan yang ada dalam data tersebut perlu dianalisis. Pada penelitian ini data dianalisis secara deskkriftif kualitatif. Cara analisis ini adalah dengan memberikan uraian atau menjabarkan dengan kalimat-kalimat, kemudian disusun suatu simpulan secara deduktif terhadap gejala dan kenyataan yang ditemukan. Atas dasar kesimpulan tersebut lalu disusun saran dalam rangka perbaikan.


(51)

V. PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor yang menjadi pendorong seseorang melakukan pembunuhan dengan mutilasi, faktor – faktor yang menjadi pendorong mutilasi terbagi dalam dua faktor yaitu faktor dari internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang untuk melakukan kejahatan seperti pembunuhan dengan mutilasi yang sudah terlihat dari pelaku itu sejak lahir biasanya terjadi tergantung kepada keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan, faktor dalam keluarga juga sangat mendorong seseorang melakukan kejahatan pembunuhan seperti keluarga broken home. Faktor eksternal yaitu faktor dari luar seperti faktor lingkungan pelaku kejahatan itu tinggal, faktor ekonomi juga dapat membuat seseorang melakukan pembunuhan bahkan sampai memutilasi korbannya untuk memastikan korban tersebut benar – benar meninggal. Kejahatan memutilasi merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan, dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut maka dilakukanlah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan menghambat penyidik untuk mengungkap identitasnya. Adapun motif utama pembunuhan mutilasi


(52)

adalah menghilangkan identitas korban sehingga identitas korban sulit dilacak, apalagi pelakunya. Menghilangkan identitas dengan cara memotong-motong tubuh juga mencerminkan kepanikan pelaku, para pelaku mengambil referensi dari berbagai ragam media massa,baik cetak maupun elektronik, yang tersebar di seluruh pelosok kota. Namun, kemungkinan yang paling besar adalah para pelaku panik dengan tindakan yang dilakukannya.

2. Upaya penanggulangan terhadap kejahatan pembunuhan dengan mutilasi adalah dengan mengembangkan tingkah laku melalui pendidikan, memperluas atau memperdalam tradisi, mengadakan kontak atau saling pengertian antara manusia yang mengutamakan penilaian norma – norma adalah cara yang baik untuk menanggulangi kejahatan pembunuhan mutilasi, dan bagi aparat penegak hukum khususnya satuan Reserse Kriminal sebagai unsur utama yang paling awal dalam menghadapi kejahatan dan pelaku kejahatan, bertugas melaksanakan kegiatan penanggulangan kejahatan guna mewujudkan situasi yang nyaman dan terkendali. Bahwa upaya-upaya yang dapat diambil dalam menanggulangi kejahatan pembunuhan mutilasi adalah sebagai berikut :

A.Upaya Penal

Dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan baik laporan masyarakat maupun temuan Kepolisian akan dilakukan tindakan tegas atau penegakan hukum secara tuntas dengan tujuan agar para pelu menjadi sadar dan jera untuk berbuat kembali.


(53)

B.Upaya Non Penal

Sesuai dengan hakikat sumber terjadinya kriminsalitas penanggulangan kejahatan secara umum senantiasa dilakukan melalui upaya preventif dan refresif.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil pembahasan, maka penulis dapat mengajukan saran – saran sebagai berikut :

1. Perlu adanya kerjasama dari pemerintah melalui petugas sosial dan masyarakat pada umumnya dalam hal mencegah dan menanggulangi terjadinya pembunuhan dengan mutilasi ini, pemerintah dalam hal ini melalui jaksa penuntut umum maupun hakim dapat menuntut maupun menjatuhkan hukuman semaksimal mungkin dan seadil – adilnya pelaku mutilasi dengan berpedoman kepada KUHP dan pengaturan tentang pembunuhan dengan mutilasi di dalam Rancangan Undang – Undang KUHP yang akan datang seharusnya diatur dalam pasal tersendiri, karena pasal yang digunakan sebagai dasar hukum dalam menjatuhkan sanksi pidana pembunuhan dengan mutilasi tidak mencakup kriteria yang ada didalamnya.

2. Perlunya bagi masyarakat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt untuk menghindari perbuatan – perbuatan yang dilarang atau tidak oleh hukum sehingga dapat mencegah terjadinya tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi dan adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum dalam rangka menciptakan budaya hukum yang baik.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang.

Andrisman, Tri. 2011. Hukum Pidana Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum

Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

_ _ _ _ _ _ _ _. 2011. Delik Tertentu Dalam KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Anwar, Desy. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Amelia. Surabaya. Atmasasmita, Romli. 1988.Bunga Rampai Kriminologi. Rajawali Press. Jakarta.

Bonger, W.A. 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan Dan Ghalia Indonesia. Jakarta.

Chazawi, Adami, 2000. Kejahatan Tubuh dan Nyawa. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _. 2007. Pelajaran Hukum Pidana. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Daliyo, J.B. 2001. Pengantar Hukum Indonesia. Prenballindo. Jakarta. Garner, Bryan. 1999. Black Law Dictionary, Oxford University.

Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. PT Refika Aditama. Bandung. Grosth, Gilin, 2004. Pengantar Ilmu Bedah Anestesi. Prima Aksara.

Yogyakarta.

Kartono, Kartini. 2003. Patologi sosial : Gangguan – gangguan kejiwaan. Rajawali Pers. Jakarta.

Kusumah, Mulyana W. 1981. Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup

Kriminologi. Alumni. Bandung.

Lamintang, P.A.F. 1986. Delik – delik khusus kejahatan terhadap nyawa, tubuh

dan kesehatan. Bina Cipta. Bandung.

Meliala, Adrianus.2006. Kriminologi Tindak Pidana. Gramedia Cipta. Jakarta.

Moeljatno, L., 1982. Kriminolog. PT. Bina Aksara. Jakarta.


(55)

_ _ _ _ _ _ _ _. 2011. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Kencana. Jakarta. Ramlan, Supardi. 1998. Patofisiologi Umum. Rineka Cipta. Bandung.

Rand, Karger. 1994. The Act Of Mutilation, Bloomingtoon University.

Sahetapy, J.E. 1981. Kausa Kejahatan dan Beberapa Analisa Kriminologik, Alumni. Bandung.

Sani, Abdul. 1987. Pengantar Sosiologi. Rajawali. Jakarta.

Simandjuntak, B. 1981. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Tarsito. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Soesilo, R. 1988. KUHP serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal demi

Pasal. Politea. Bogor.

Santoso, Topo. 2005. Kriminologi. Rajawali Press. Surabaya.

Utari, Indah Sri. 2012. Aliran dan Teori dalam Kriminologi. Thafa Media. Semarang.

Widyanti, Ninik. 1987. Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Bina Aksara, Jakarta.

Yulia, Rena. 2010. Victimologi, Perlindungan Hukum terhadap Korban

Kejahatan. Graha Ilmu. Bandung.

INTERNET :

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/29/swara/2683713.htm, (akses

pada 20 mei 2013).

http://news.liputan6.com/read/110484/tersangka-pelaku-mutilasi-bandar-lampung-ditangkap. (Akses pada 29 Juli 2013).

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Kriminologi%20:%20Pelaku%20 Mutilasi,%20Pantas%20Dihukum%20Mati&&nomorurut_artikel=454. (Akses pada 29 Juli 2013).

http://bola.kompas.com/read/2012/11/19/13195457/Anak.Tega.Mutilasi.Ibu.Kan dung.Sendiri (Akses pada 28 September 2013).

http://humas.polri.go.id/SitePages/SiaranPers.aspx (Akses pada 28 September 2013).


(1)

42

a. Editing, dalam hal ini data yang masuk akan diperiksa kelengkapannya, kejelasannya, serta relevansinya dalam penelitian.

b. Klasifikasi data, yakni menempatkan data sesuai dengan kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam bagian-bagian pokok bahasan yang akan dibahas. c. Sistematika data, yaitu dengan menghubungkan dan menyusun penggolongan-penggolongan data secara sistematis menurut tata urutan dalam ruang lingkup bahasan yang telah ditentukan, dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.

E.Analisis Data

Untuk memberikan jawaban terhaadap permasalahan yang ada dalam data tersebut perlu dianalisis. Pada penelitian ini data dianalisis secara deskkriftif kualitatif. Cara analisis ini adalah dengan memberikan uraian atau menjabarkan dengan kalimat-kalimat, kemudian disusun suatu simpulan secara deduktif terhadap gejala dan kenyataan yang ditemukan. Atas dasar kesimpulan tersebut lalu disusun saran dalam rangka perbaikan.


(2)

V. PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor yang menjadi pendorong seseorang melakukan pembunuhan dengan mutilasi, faktor – faktor yang menjadi pendorong mutilasi terbagi dalam dua faktor yaitu faktor dari internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang untuk melakukan kejahatan seperti pembunuhan dengan mutilasi yang sudah terlihat dari pelaku itu sejak lahir biasanya terjadi tergantung kepada keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan, faktor dalam keluarga juga sangat mendorong seseorang melakukan kejahatan pembunuhan seperti keluarga broken home. Faktor eksternal yaitu faktor dari luar seperti faktor lingkungan pelaku kejahatan itu tinggal, faktor ekonomi juga dapat membuat seseorang melakukan pembunuhan bahkan sampai memutilasi korbannya untuk memastikan korban tersebut benar – benar meninggal. Kejahatan memutilasi merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan, dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut maka dilakukanlah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan menghambat penyidik untuk mengungkap identitasnya. Adapun motif utama pembunuhan mutilasi


(3)

64

adalah menghilangkan identitas korban sehingga identitas korban sulit dilacak, apalagi pelakunya. Menghilangkan identitas dengan cara memotong-motong tubuh juga mencerminkan kepanikan pelaku, para pelaku mengambil referensi dari berbagai ragam media massa,baik cetak maupun elektronik, yang tersebar di seluruh pelosok kota. Namun, kemungkinan yang paling besar adalah para pelaku panik dengan tindakan yang dilakukannya.

2. Upaya penanggulangan terhadap kejahatan pembunuhan dengan mutilasi adalah dengan mengembangkan tingkah laku melalui pendidikan, memperluas atau memperdalam tradisi, mengadakan kontak atau saling pengertian antara manusia yang mengutamakan penilaian norma – norma adalah cara yang baik untuk menanggulangi kejahatan pembunuhan mutilasi, dan bagi aparat penegak hukum khususnya satuan Reserse Kriminal sebagai unsur utama yang paling awal dalam menghadapi kejahatan dan pelaku kejahatan, bertugas melaksanakan kegiatan penanggulangan kejahatan guna mewujudkan situasi yang nyaman dan terkendali. Bahwa upaya-upaya yang dapat diambil dalam menanggulangi kejahatan pembunuhan mutilasi adalah sebagai berikut :

A.Upaya Penal

Dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan baik laporan masyarakat maupun temuan Kepolisian akan dilakukan tindakan tegas atau penegakan hukum secara tuntas dengan tujuan agar para pelu menjadi sadar dan jera untuk berbuat kembali.


(4)

65

B.Upaya Non Penal

Sesuai dengan hakikat sumber terjadinya kriminsalitas penanggulangan kejahatan secara umum senantiasa dilakukan melalui upaya preventif dan refresif.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil pembahasan, maka penulis dapat mengajukan saran – saran sebagai berikut :

1. Perlu adanya kerjasama dari pemerintah melalui petugas sosial dan masyarakat pada umumnya dalam hal mencegah dan menanggulangi terjadinya pembunuhan dengan mutilasi ini, pemerintah dalam hal ini melalui jaksa penuntut umum maupun hakim dapat menuntut maupun menjatuhkan hukuman semaksimal mungkin dan seadil – adilnya pelaku mutilasi dengan berpedoman kepada KUHP dan pengaturan tentang pembunuhan dengan mutilasi di dalam Rancangan Undang – Undang KUHP yang akan datang seharusnya diatur dalam pasal tersendiri, karena pasal yang digunakan sebagai dasar hukum dalam menjatuhkan sanksi pidana pembunuhan dengan mutilasi tidak mencakup kriteria yang ada didalamnya.

2. Perlunya bagi masyarakat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt untuk menghindari perbuatan – perbuatan yang dilarang atau tidak oleh hukum sehingga dapat mencegah terjadinya tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi dan adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum dalam rangka menciptakan budaya hukum yang baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang.

Andrisman, Tri. 2011. Hukum Pidana Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung. _ _ _ _ _ _ _ _. 2011. Delik Tertentu Dalam KUHP. Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Anwar, Desy. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Amelia. Surabaya. Atmasasmita, Romli. 1988.Bunga Rampai Kriminologi. Rajawali Press. Jakarta.

Bonger, W.A. 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan Dan Ghalia Indonesia. Jakarta.

Chazawi, Adami, 2000. Kejahatan Tubuh dan Nyawa. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _. 2007. Pelajaran Hukum Pidana. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Daliyo, J.B. 2001. Pengantar Hukum Indonesia. Prenballindo. Jakarta. Garner, Bryan. 1999. Black Law Dictionary, Oxford University.

Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. PT Refika Aditama. Bandung. Grosth, Gilin, 2004. Pengantar Ilmu Bedah Anestesi. Prima Aksara.

Yogyakarta.

Kartono, Kartini. 2003. Patologi sosial : Gangguan – gangguan kejiwaan. Rajawali Pers. Jakarta.

Kusumah, Mulyana W. 1981. Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup Kriminologi. Alumni. Bandung.

Lamintang, P.A.F. 1986. Delik – delik khusus kejahatan terhadap nyawa, tubuh dan kesehatan. Bina Cipta. Bandung.

Meliala, Adrianus.2006. Kriminologi Tindak Pidana. Gramedia Cipta. Jakarta. Moeljatno, L., 1982. Kriminolog. PT. Bina Aksara. Jakarta.


(6)

Nawawi Arief, Barda. 2006. Berbagai Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

_ _ _ _ _ _ _ _. 2011. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Kencana. Jakarta. Ramlan, Supardi. 1998. Patofisiologi Umum. Rineka Cipta. Bandung.

Rand, Karger. 1994. The Act Of Mutilation, Bloomingtoon University.

Sahetapy, J.E. 1981. Kausa Kejahatan dan Beberapa Analisa Kriminologik, Alumni. Bandung.

Sani, Abdul. 1987. Pengantar Sosiologi. Rajawali. Jakarta.

Simandjuntak, B. 1981. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Tarsito. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Soesilo, R. 1988. KUHP serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Politea. Bogor.

Santoso, Topo. 2005. Kriminologi. Rajawali Press. Surabaya.

Utari, Indah Sri. 2012. Aliran dan Teori dalam Kriminologi. Thafa Media. Semarang.

Widyanti, Ninik. 1987. Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Bina Aksara, Jakarta.

Yulia, Rena. 2010. Victimologi, Perlindungan Hukum terhadap Korban Kejahatan. Graha Ilmu. Bandung.

INTERNET :

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/29/swara/2683713.htm, (akses

pada 20 mei 2013).

http://news.liputan6.com/read/110484/tersangka-pelaku-mutilasi-bandar-lampung-ditangkap. (Akses pada 29 Juli 2013).

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Kriminologi%20:%20Pelaku%20 Mutilasi,%20Pantas%20Dihukum%20Mati&&nomorurut_artikel=454. (Akses pada 29 Juli 2013).

http://bola.kompas.com/read/2012/11/19/13195457/Anak.Tega.Mutilasi.Ibu.Kan dung.Sendiri (Akses pada 28 September 2013).

http://humas.polri.go.id/SitePages/SiaranPers.aspx (Akses pada 28 September 2013).