SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZrO2-CuO SEBAGAI FUNGSI PERBANDINGAN MOL (SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION ZrO2-CuO AS A FUNCTION OF COMPARISON MOL)

(1)

(2)

ABSTRACT

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION ZrO2-CuO AS A FUNCTION OF COMPARISON MOL

BY

WINDHINI ANGGRAENI

The synthesis of ZrO2-CuO has been carried out by sol gel method. The starting material used is zirconium chloride and copper nitrate. Preparation begins with the mixing of raw materials under stirring for 10 hours to produce the gel. Powder molded into pellets and then calcined at 700 °C for 10 hours. The samples were characterized by X-Ray Diffraction (XRD) and Scanning Electron Microscopy (SEM) to determine the crystal structure and microstructural. XRD characterization results on samples with composition ZrO2-CuO 1 : 8 shows that the peak of CuO (tenorite) is higher than the other comparison and addition of CuO as lower dopant ZrO2 crystal size. In the XRD results of the grain size on the composition of 1: 1 is 313 nm and composition 1 : 8 is 77 nm. SEM microstructural characterization results indicate that the ZrO2-CuO ratio 1: 8 is smaller and than the ratio of 1: 1.


(3)

i ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZrO2-CuO SEBAGAI FUNGSI PERBANDINGAN MOL

Oleh

WINDHINI ANGGRAENI

Telah dilakukan preparasi ZrO2-CuO dengan metode sol-gel. Bahan awal yang digunakan adalah zirkonium klorida dan tembaga nitrat. Komposisi ZrO2-CuO dilakukan dengan variasi perbandingan antara ZrO2-CuO. Preparasi dimulai dengan mencampur bahan baku dibawah pengadukan selama 10 jam untuk menghasilkan gel, diikuti dengan pengeringan gel pada suhu 150 ºC selama 7 jam. Serbuk dicetak menjadi pelet lalu dikalsinasi pada suhu 700 ºC selama 10 jam. Sampel dikarakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui karakteristik struktur kristal dan mikrostruktur. Hasil karakterisasi XRD pada sampel dengan komposisi ZrO2 -CuO 1 : 8 menunjukkan bahwa puncak -CuO (tenorite) lebih tinggi daripada perbandingan yang lain dan penambahan CuO sebagai dopan menurunkan ukuran kristal ZrO2. Pada hasil XRD ukuran butir pada komposisi 1 : 1 adalah 313 nm dan komposisi 1 : 8 adalah 77 nm. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan mikrostruktur pada perbandingan ZrO2-CuO 1 : 8 semakin kecil dan merata dibandingkan dengan sampel perbandingan 1 : 1.


(4)

ii

Judul Skripsi : SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZrO2-CuO SEBAGAI FUNGSI PERBANDINGAN MOL

Nama Mahasiswa : Windhini Anggraeni

Nomor Pokok Mahasiswa : 0717041071

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Posman Manurung, Ph.D. NIP. 195903081991 03 1 001

Wasinton Simanjuntak, Ph.D. NIP. 195907061988 11 1 001

2. Ketua Jurusan Fisika

Dr. Yanti Yulianti, M.Sc. NIP. 197512192000 12 2 003


(5)

(6)

(7)

(8)

Halaman

ABSTRAK ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERNYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Batasan Masalah ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Zirkonium Dioksida ... 8

1. Struktur ZrO2 ... 11

2. Aplikasi ZrO2 ... 13

B. Tembaga Dioksida dan Aplikasinya ... 15

C. Sistem Pembuatan ZrO2-CuO ... 19

D. Sintesis Partikel dengan Metode Sol-Gel ... 22

E. Difraksi sinar-X ... 24

F. Analisis Mikrostruktur dengan SEM ... 29

III. METODELOGI PENELITIAN ... 32

A. Waktu Tempat Penelitian ... 32


(9)

1. Sintesis ZrO2-CuO ... 33

2. Karakterisasi Sampel ... 34

D. Diagram Alir ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Sintesis ZrO2-CuO dari Zirkonium Klorida dan Tembaga Nitrat... 36

B. Hasil Analisis Karakterisasi Struktur ZrO2-CuO dengan XRD ... 38

C. Hasil Analisis Penghalusan Struktur Rietveld dengan Rietica ... 42

D. Hasil Analisis Karakteristik Mikrostruktur ZrO2-CuO dengan SEM-EDS ... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 59


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sintesis material, beberapa hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. Perbaikan kinerja material terkait dengan sifat-sifatnya dapat dilakukan melalui beberapa cara, di antaranya memvariasi komposisi dengan mengubah konsentrasi atau menambahkan elemen pemadu (Fleming and Chan, 2000). Salah satu bahan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah ZrO2-CuO. ZrO2-CuO banyak menarik perhatian karena dapat diaplikasikan sebagai katalis (Vahidshad et al, 2008), selain itu dapat juga digunakan sebagai bahan elektrolit oksida dalam sel bahan bakar oksida padat sebab bahan ini merupakan bahan penghantar ionik yang baik (Usada dkk., 2001). Hasil penelitian sebelumnya (Vahidshad et al, 2008) menunjukkan bahwa ZrO2-CuO menjanjikan untuk digunakan sebagai katalis pada sintesis hidrogen guna menghasilkan metanol.

Ada banyak bahan dasar yang dapat digunakan untuk membuat ZrO2-CuO misalnya zirkonium alkoksida dan zirkonium isopropoxide. Namun karena sulitnya mendapatkan bahan zirkonium alkoksida dan zirkonium isopropoxide, maka dalam penelitian bahan dasar yang dipakai dari ZrCl4 dan Cu(NO3)2. ZrCl4 adalah bahan yang beracun berupa kristal putih yang dapat menyublin di atas suhu 300 °C dan terurai dalam air. Cu(NO3)2 adalah tembaga nitrat yang berwarna


(11)

hijau bubuk atau kristal biru yang dapat larut dalam air, biasanya digunakan dalam elektroplating tembaga pada besi. Alasan digunakannya bahan-bahan itu karena bahan baku relative dapat terjangkau, mudah didapat dan dapat langsung digunakan dalam metode sol-gel.

ZrO2 (baddeleyite) adalah logam berwarna putih keabu-abuan, berbentuk kristal (amorf/struktur kristal yang tidak teratur), lunak, dapat ditempa dan diulur bila murni, juga tahan terhadap udara bahkan api (Fleming and Chan, 2000). ZrO2 mempunyai 3 polimorfis yaitu monoklinik dengan suhu di bawah 1170 °C, tetragonal dikisaran suhu 1170 °C - 2370 °C dan kubik pada suhu 2370 °C. Hal yang menarik dan menjadi unggulan zirkonium adalah kekuatan dan ketangguhannya, dimana kekuatan yang tinggi tersebut tidak dapat dijumpai bila zirkonium ada pada fase monoklinik. Justru pada fase kubik zirkonium mempunyai ikatan ionik yang sangat kuat. ZrO2 dengan fase kubik biasanya diaplikasikan pada komposit keramik tetapi perlu distabilkan dan dimurnikan terlebih dahulu (Febrianto, 1996). Sifat-sifat bentuk simetri ZrO2 yang lebih tinggi dan lebih baik terjadi pada fase monoklinik. Pada bentuk tetragonal menunjukkan tekstur dan sifat asam basa yang baik dan sebagian besar digunakan dalam katalisis sebagai bahan pendukung yang penting karena memiliki sifat mekanis dan stabilitas termal, luas daerah permukaan yang besar dan bersifat asam basa (Vahidshad et al, 2012).

CuO (tenorite) merupakan salah satu dari senyawa oksida tembaga di samping Cu2O, juga merupakan senyawa keramik yang paling sederhana yang terdiri dari atom logam dan non logam dalam jumlah yang sama dan memiliki struktur kristal


(12)

monoklinik sederhana (Ohya, 2000). Sebagai oksida logam transisi, CuO juga banyak digunakan sebagai baterai, elektroda, pigmen dan terutama digunakan sebagai katalis. Katalis logam transisi CuO biasanya didukung oleh logam oksida seperti ZnO, Al2O3, SiO2, ZrO2, Ce2O3. Menurut penelitian Vahidshad et al (2008) ada beberapa perbedaan yang mendukung logam transisi untuk aktif membentuk uap pada metanol.

Stabilisator doping zirkonia dengan logam pada fase tetragonal dan fase kubik telah dilaporkan sebelumnya. Stabilisator seperti Y2O3, MgO, CaO, Cr2O3, Fe2O3, NiO, CuO biasanya ditambahkan ke zirkonia untuk mempromosikan penahanan dari suhu tinggi polimorf. Tujuan utama menggunakan oksida logam seperti dopan adalah untuk mendapatkan zirkonia pada fase kubik dan fase tetragonal dengan permukaaan Brunaur Emmett Teller (BET) tinggi. CuO adalah katalis logam oksida kompleks yang dipakai pada reaksi hidrogenasi CO2 menjadi metanol. Bahan ZrO2 banyak digunakan dalam proses katalitik pada katalis, sebagai pendukung dan juga sebagai promotor karena logam ZrO2 termasuk logam transisi yang tidak bersifat asam lemah dan basa lemah tetapi sebagai redoks (Tanabe et al, 1997). Kinerja katalis sintesa berbasis Cu dapat ditingkatkan dengan penambahan zat aditif seperti ZrO2 (Syamsuddin dan Husin, 2008).

Salah satu aplikasi penting ZrO2-CuO adalah sebagai fotodegradasi zat warna. Fotodegradasi merupakan salah satu metode penanggulangan cemaran organik yang sedang berkembang akhir-akhir ini. Keberhasilan metode fotodegradasi bertumpu pada fotokatalis, yaitu zat yang digunakan sebagai pemercepat reaksi


(13)

degradasi, biasanya bahan padatan yang memiliki sifat semikonduktor (Illisz et al., 2002). Fotokatalis yang sudah banyak dikenal adalah logam transisi yang memiliki struktur semikonduktor (Ekimav et al., 1985) seperti bahan ZrO2-CuO. Saat zirkonium didopan dengan logam transisi bisa menjadi bahan elektronik yang dapat dimodifikasi. Bahan zirkonium efektif sebagai fotokatalis, sifat fotokatalis ini dapat ditingkatkan dengan didopan logam seperti mangan. Zirkonium memiliki sifat yang menarik untuk beragam aplikasi seperti katalis. Penelitian sebelumnya, Cu/ZrO2 dan ZrO2 dikarakterisasi dengan spektroskopi UV-Vis dapat dilaporkan bahwa nilai energi gap (Eg) berkurang saat ditambahkan dopan logam (Lopez et al, 2006). Hal ini juga diketahui bahwa aktifitas optimal fotokatalitik evolusi H2 dapat diperoleh ketika fotokatalis komposit Cu/ZrO2 disintesis dengan teknik sol-gel dengan perbandingan mol CuO ke ZrO2 itu 40% (Yang et al, 2012).

Menurut penelitian Vahidshad et al (2008), pembuatan ZrO2-CuO dengan metode sol-gel diperoleh ZrO2 dengan fase tetragonal dan CuO 30 wt % yang menjanjikan menjadi katalis. ZrO2-CuO dapat juga menjadi fotokatalis karena zirkonium memiliki sifat yang membuatnya menarik untuk berbagai aplikasi. Jadi zirkonium dapat diperhitungkan dalam aplikasi fotokimia, terutama bila didoping dengan ion logam transisi yang cocok untuk memperpanjang penyerapan cahaya untuk daerah tampak (Lopez et al, 2006).

Proses sol-gel adalah proses perubahan dari sol (larutan) menjadi gel dalam reaksi dengan reaktan logam transisi alkoksida atau metaloid (Zoppi et al, 1997). Untuk menghasilkan material dengan tingkat kemurnian yang tinggi dan homogen sangat


(14)

bergantung pada kesempurnaan reaksi hidrolisis dan polikondensasi. Pembuatan material komposit melalui proses sol-gel banyak keuntungannya antara lain tingkat stabilitas termal yang baik, stabilitas mekanik yang tinggi, daya tahan pelarut baik, modifikasi permukaan yang dapat dilakukan dengan berbagai kemungkinan (Fernandez, 2011). ZrO2-CuO dapat disintesis dengan beberapa metode seperti sol-gel, presipitasi, mikroemulsi, metode template, solid state. Metode sol-gel adalah metode yang menjanjikan untuk sintesis partikel berukuran nanometer. Metode sol-gel telah berhasil digunakan untuk menghasilkan nanopartikel (Vahidshad et al, 2011). Dari uraian ini diharapkan ZrO2-CuO yang akan diperoleh dapat berukuran nano.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan ZrO2-CuO dan menganalisis struktur dan mikrostruktur yang dimiliki sampel. Struktur ZrO2 -CuO dianalisis menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) untuk melihat struktur kristal yang terdapat dalam sampel dan mikrostruktur sampel dianalisis menggunakan Scanning Electrone Microscopy (SEM) yang dilengkapi dengan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) untuk melihat topografi dan jenis atom pada permukaan sampel.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dipelajari dalam penelitian ini berdasarkan ruang lingkup penelitian yang telah dipaparkan di atas adalah:


(15)

1. Bagaimana pengaruh variasi komposisi dengan perbandingan antara ZrO2-CuO adalah 1 : 1, 1 : 4, 1 : 5, 1 : 6, 1 : 7, dan 1 : 8 terhadap karakterisasi struktur ZrO2-CuO?

2. Bagaimana pengaruh variasi komposisi dengan perbandingan antara ZrO2-CuO adalah 1 : 1, 1 : 4, 1 : 5, 1 : 6, 1 : 7, dan 1 : 8 terhadap karakterisasi mikrostruktur ZrO2-CuO?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh variasi komposisi antara ZrO2-CuO terhadap karakteristik strukturnya.

2. Mengetahui pengaruh variasi komposisi antara ZrO2-CuO terhadap karakteristik mikrostrukturnya.

D. Batasan Masalah

Pada penelitian ini, pembahasan dibatasi pada sintesis dan karakterisasi ZrO2-CuO dengan pengaruhnya dari variasi komposisi antara ZrO2-CuO.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian mengenai ZrO2-CuO.


(16)

2. Sebagai alternatif dalam pemilihan bahan baku dan metode pembuatan ZrO2 -CuO.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Zirkonium Dioksida (ZrO2)

Bahan ZrO2 ditemukan oleh M.H. Kalaproth pada tahun 1788 dalam bentuk

mineral zirkon yang tidak ditemukan di alam dalam bentuk bebas tetapi sebagai oksida atau silikat dalam kerak bumi dan bebatuan dalam kadar kecil. Zirkonium dioksida adalah logam berwarna putih keabu-abuan, berbentuk kristal (amorf/struktur kristal yang tidak teratur), lunak, dapat ditempa dan diulur bila murni, juga tahan terhadap udara bahkan api. Bahan ini termasuk keramik teknik yang mempunyai sifat kegetasan (brittle) yang tinggi dan resistansi tinggi terhadap berbagai jenis asam dan alkali, air laut dan agen lain-lain, memiliki titik lebur yang sangat tinggi (>2000 °C) dan sensitif terhadap gas oksigen (Fleming and Cahn, 2000).

Umumnya mineral zirkonium mengandung unsur besi, kalsium sodium, mangan putih, bening hingga kuning kehijauan, coklat kemerahan, kuning kecoklatan dan gelap (Sajima dkk., 2007). Unsur zirkonium termasuk dalam golongan IV B pada sistem periodik yang mempunyai struktur kristal berbentuk heksagonal pejal (HCP) dan mempunyai penampang makroskopis yang kecil dengan keuletan yang tinggi. Bahan ini dapat mengalami transformasi fasa dari heksagonal tumpukan padat (HTP) menjadi kubus pusat ruang pada suhu sekitar 870 °C (Schmuck,


(18)

1992). Garam-garam Zr (II) dan (III) akan segera berubah menjadi Zr (IV) dalam media berair. Hidrat zirkonium oksida hanya larut dalam asam (Haissinky and Adloff, 1965) yang memiliki daya tangkap yang rendah untuk neutron termal sehingga cenderung sulit diaktifkan melalui iradiasi. Karakteristik zirkonium dioksida dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Karakteristik zirkonium dioksida

Karakteristik Nilai Rumus molekul ZrO2

Warna Putih keabu-abuan

Struktur kristal kubik, monoklinik, dan tetragonal Parameter sel (Å) monoklinik :

a = 5,1450

b = 5,2070 c = 5,3110

tetragonal :

a = 3,640 b = 3,640

c = 5,270

Nomor atom 40

Indeks refleksi 1,92 2,19 Kekerasan (MPa) 903

Kepadatan (g.cm-3) 6,49 pada suhu 20°C Titik lebur (°C) 1852

Titik didih (°C) 4400

Zirkonium melimpah keberadaanya di alam seperti zirkon (hyacianth) dan zirkonium (baddeleyite). Baddeleyite merupakan oksida zirkonium yang tahan terhadap suhu yang sangat tinggi sehingga dapat digunakan untuk pelapis tanur tinggi. Zirkonium terjadi secara alami, terdapat 4 isotop yang stabil dan dari 1 radioisotop yang mempunyai waktu hidup yang sangat panjang. Radioisotop kedua yang paling stabil adalah 93Zr yang mempunyai waktu paruh 1,53 juta


(19)

tak murnian di dalam zirkonium oksida, didapatkan hasil bahwa zirkonium oksida mengandung unsur kadmium (Cd) dengan konsentrasi 3,8-7,44 ppm, unsur silikat (Si) antara 74,38-150,33 ppm dan krom (Cr) antara 19,00-45,76 ppm (Sholikhati dan Prayitno, 2009). Pada keadaan di bawah normal zirkonium tidak dapat bereaksi dengan air. Namun dengan udara zirkonium dapat bereaksi sehingga dapat menghasilkan ZrO2, seperti reaksi berikut:

 Reaksi dengan udara:

Zr (s) + O2 (g) ZrO2 (g) (2.1)

Reaksi dengan halogen

Zirkonium bereaksi dengan halogen membentuk zirkonium (IV) halida:  Zr (s) + 2F2 (g) ZrF4 (s) (2.2)

 Zr (s) + 2Cl2 (g) ZrCl4 (s) (2.3)

ZrCl4 adalah kristal tak bewarna (tersublimasi di atas 331 °C). Zirkonium

berkoordinasi oktahedral dan membentuk jembatan rantai zig zag melalui jembatan khlorin. Senyawa ini bersifat higroskopik dan larut dalam air, etanol, dan sebagainya. ZrCl4 digunakan sebagai katalis Friedel-Crafts dan

sebagai komponen katalis polimerisasi olefin.

Zr (s) + 2Br2 (g) ZrBr2 (s) (2.4)

Zr (s) + 2I2 (g) ZrI2 (s) (2.5)

 Reaksi dengan asam

Hanya terdapat sedikit kemungkinan logam zirkonium bereaksi dengan asam. Zirkonium tidak dapat bercampur dengan asam hidrofluorik, HF, dalam membentuk kompleks fluoro.


(20)

Zirkonium dioksida sering didoping dengan Ca demi terjadinya kekosongan oksigen. Karena difusi oksigen ke dalam ZrO2 dapat terjadi manakala ada

kekosongan oksigen pada ZrO2, maka semakin mudah pula oksigen terdifusi ke

dalam ZrO2 (Alvina blog, 2008). Beberapa metode yang tersedia untuk

memproduksi nanopartikel zirkonia adalah metode sol-gel, metode pirolisis, penyemprotan, hidrolisis dan microwave plasma (Vahidshad et al, 2012).

1. Struktur Kristal ZrO2

Zirkonium tergolong material yang bersifat polimorfi yang memiliki tiga macam struktur kristal yaitu monoklinik (<1170 °C), tetragonal (1170 - 2370 °C), kubus (>2370 °C). Zirkonium murni pada suhu kamar memiliki struktur kristal monoklinik (m-ZrO2) dan bila terkena pemanasan sampai 1000 - 1100 °C akan

berubah struktur kristalnya menjadi tetragonal (t-ZrO2). Karena pada kisaran suhu

1000 - 1100 °C masih tergolong fase yang tidak stabil dan bila didinginkan kembali pada suhu ruang akan berubah kembali menjadi monoklinik (m-ZrO2).

Oleh karena itu, m-ZrO2 atau t-ZrO2 hanya sesuai untuk aplikasi pada suhu rendah

atau suhu ruang, akan tetapi m-ZrO2 atau t-ZrO2 memiliki kekuatan mekanik lebih

tinggi dibanding dengan c-ZrO2. Sedangkan c-ZrO2 tergolong fasa yang paling

stabil terhadap perubahan suhu. Untuk menstabilkannya perlu struktur kristalnya sebagian atau seluruh diubah ke fasa c-ZrO2. Proses penstabilan ini ada

bermacam-macam yaitu Fully Stabilized Zirconia (FSZ), Partially Stabilized

Zirconia (PSZ), dan Tetragonal Zirconia Polycrystal (TZP) dimana dalam proses


(21)

CaO, MgO, atau Y2O3 (Maghfirah, 2008). Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan

struktur kristal zirkonium menggunakan perangkat lunak Balls and Sticks (Ozawa and Kang, 2004). Pada Gambar 2.1 model yang digambar adalah sistem monoklinik dengan nomor grup ruang 14, parameter sel: a = 5,1450 Å, b = 5,2070 Å, c = 5,3110 Å dan sudut α = λ0°, = λλ,2°, = 90° (model yang dipakai adalah Smith dan Newkirk, 1965).

Gambar 2.1 Kristal ZrO2 monoklinik dengan ion Zr4+ ditunjukkan dengan bulatan kecil berwarna kuning dan ion O2- bulatan besar berwarna biru di mana atom Zr dikelilingi oleh lima atom oksigen. Perangkat lunak yang digunakan untuk menggambar adalah program Ball and Sticks.

Sedangkan pada Gambar 2.2 model yang digambar adalah tetragonal dengan nomor grup ruang 14, parameter sel: a = 3.640 Å, b = 3.640 Å, c = 5.270 Å dan

sudut α = λ0°, = 90°, = 90° (model yang dipakai adalah Smith and Newkirk,

1965).

Zr4+


(22)

Gambar 2.2 Kristal ZrO2 tetragonal dengan ion Zr4+ ditunjukkan dengan bulatan

kecil berwarna ungu dan ion O2- bulatan besar berwarna merah

dimana atom Zr dikelilingi oleh lima atom oksigen. Perangkat lunak yang digunakan untuk menggambar adalah program Balls and Sticks.

2. Aplikasi ZrO2

Zirkonium merupakan bahan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai industri (Sajima dkk., 2007) dan pemakaian zirkonium saat ini masih relatif sedikit (Roziqin dan Wahyuni, 2007). Salah satu aplikasinya digunakan sebagai penghias batu permata alami yang digunakan pada intan kemudian diproses untuk menghasilkan kubik zirkonia. Kubik zirkonia ini berwujud kristal yang bisa digunakan sebagai pengganti intan dengan harga yang lebih terjangkau. Dalam matriks, zirkonium berperan meningkatkan densitas matriks yang memberikan kekuatan pada matriks agar lebih tahan terhadap kompresi dan perlakuan mekanis (Hidayat dkk., 2009). Sedangkan pada bidang mekanik/otomotif, elektrik, refraktori bahan ini termasuk salah satu jenis dari keramik teknik yang aplikasinya sangat luas (Maghfirah, 2008).

O2


(23)

Material berbasis ZrO2 dengan struktur nanokristal mempunyai ketahanan

oksidasi lebih tinggi dibandingkan dengan fasa amorf maupun kuasikristalnya. Kristalisasi bahan amorf berbasis ZrO2 dengan penambahan unsur pemadu Cu

untuk 2 komponen (ZrCu) dan 3 komponen (ZrCuAl) dapat menambah nilai kekerasannya (Triwikantoro dan Sukendar, 2007). ZrO2 termasuk keramik teknik

yaitu keramik yang dibuat dengan oksida-oksida logam atau logam, selain ZrO2

ada oksida logam seperti Al2O3, MgO, SiO2 dan lain-lain. Keramik oksida ini

tahan sampai dengan suhu 2000 °C. Pada tipe sel pembakaran solid oxide fuell cell (SOFC) yang bekerja pada suhu 1000 °C menggunakan keramik padat yaitu ZrO2 sebagai elektrolit (Yandi-sage, 2009). ZrO2 dengan tambahan CaO dan

Y2O3 digunakan sebagai bahan elektrolit oksida dalam sel bahan bakar oksida.

Ketetapan struktur kristal yang dimiliki zirkonia dapat memiliki sifat konduktor yang baik sehingga dikatakan sebagai elektokramik. Dalam elektrokeramik, zirkonia dapat digunakan sebagai fotoanoda untuk reaksi redoks (Veda et al, 2004) apabila didoping dengan oksida metal, seperti tembaga, platina, rodium, paladium, dan nikel dalam fotoelektrokimia (sel elektrolisis) dan sensor oksigen karena dengan kemampuannya, ion-ion oksigen dapat memungkinkan berpindah secara bebas melalui struktur kristalnya pada temperatur yang sangat tinggi. Dalam bidang industri non nuklir, zirkonium berperan dalam industri keramik, cat

(pigmen), semikonduktor dan pelapisan pengikat keras seperti turbin. Oksida

zirkonium apabila dipadukan dengan oksida logam lainnya dapat digunakan sebagai bahan elektrolit oksida dalam sel bahan bakar oksida padat (Usada dkk., 2001). ZrO2-CuO biasanya digunakan untuk pembangkit hidrogen dari metanol dalam sistem sel bahan bakar. ZrO2 adalah bahan pendukung yang penting untuk


(24)

katalisis karena bersifat mekanis dan stabilitas termal, daerah permukaan yang besar dan sifat asam basa. Zirkonium selain diterapkan sebagai penyangga katalis yang menjanjikan, dapat digunakan diberbagai reaksi penting dalam industri seperti pengolahan air, oksidasi alkohol dan sintesis metanol dan alkohol tinggi (Vahidshad et al, 2011;2012). Dalam bidang industri nuklir, bahan zirkonium dapat diolah menjadi logam yang berguna sebagai struktur reaktor atau kelongsong bahan bakar nuklir, karena mempunyai sifat yang unggul seperti tahan korosi mempunyai serapan neutron yang kecil (0,18-0,2 barn) yang membuatnya menjadi bahan yang ideal dan menaikkan sifat fisik terhadap logam paduannya (Lutsman and Kerze, 1995).

B. Tembaga Dioksida (CuO) dan Aplikasinya

Tembaga (Cu) merupakan unsur yang jarang ditemukan di alam (precious metal). Tembaga umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa yaitu bijih mineral,

chalcopyrite (CuFeS2), copper glance atau chalcolite (Cu2S), cuprite (Cu2O),

malachite (Cu2(OH)2CO3) dan malaconite/tenorite (CuO). Logam tembaga

bereaksi hanya dengan campuran asam sulfat dan asam nitrat pekat panas (aqua

regia). Bilangan oksidasi tembaga adalah +1 dan +2. Ion Cu+ kurang stabil dan

cenderung mengalami disproposionasi yaitu reaksi redoks yang reduktor dan oksidatornya merupakan zat yang sama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:


(25)

Tembaga tidak berekasi dengan asam klorida dan asam sulfat encer dan beberapa asam organik, tetapi larut dalam asam nitrat encer dan asam oksidator lain. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Cu + 2NO3 + 8H 3Cu2+ + 2NO + 4H2O (2.7)

Tembaga (II) bersifat paramagnetik dan berwarna sedangkan untuk senyawa hidrat yang mengandung ion Cu2+ berwarna biru. Beberapa contoh senyawa yang

mengandung tembaga (II) adalah CuSO4.5H2O (biru), CuS (hitam), CuO (hitam).

Tembaga dioksida merupakan senyawa yang terdiri dari Cu dan O dalam senyawa mineral CuO atau tenorite, salah satu dari senyawa oksida tembaga disamping

Cu2O (cupric). Tembaga dioksida ini termasuk tembaga yang bereaksi dengan

oksigen membentuk oksidanya, berwarna kristal hitam yang diperoleh melalui pirolisis dari garam okso yang lain, dan memiliki struktur kristal monoklinik (Ohya et al, 2000). Karakteristik tembaga dioksida dapat dilihat dari Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik tembaga dioksida

Karakteristik Nilai

Rumus molekul CuO

Struktur kristal dan parameter kisi

Monoklinik : a = 4,653 Å b = 3,4106 Å c = 5,108 Å

Warna abu-abu baja, abu-abu besi, hitam Energi gap (eV) 1,2, tidak tembus cahaya

Massa molar (gr/mol) 79,545 Kerapatan gr/cm3 6,31 Titik lebur (°C) 1134 Pita konduksi (me) 0,16-0,46

Permitivitas relatif 12,0 Pita valensi lubang masa (me) 0,54-3,7


(26)

Berikut ini adalah gambar struktur kristal CuO menggunakan perangkat lunak Balls and Sticks (Ozawa and Kang, 2004) (Gambar 2.3). Model pada Gambar 2.3 adalah monoklinik dengan nomor grup ruang 15, parameter sel: a = 4,653 Å, b = 3,4106 Å, c = 5,108 Å dan sudut α = λ0°, = λλ,48°, = 90° (model yang dipakai adalah Tunell et al, 1935).

Gambar.2.3 Kristal CuO dengan ion Cu2+ ditunjukkan dengan bulatan kecil

berwarna merah muda dan ion O2- bulatan besar berwarna biru di mana atom Cu dikelilingi oleh empat atom oksigen. Perangkat lunak yang digunakan untuk menggambar adalah program Balls and Sticks.

CuO terdekomposisi pada suhu di atas 800 °C menjadi CuO2 halida

(Annisanfushie’s weblog, 2012). Dalam senyawa mineral, CuO atau tenorite

merupakan senyawa keramik yang paling sederhana yang terdiri dari atom logam dan non logam dalam jumlah yang sama. Seperti halnya keramik pada umumnya ikatan CuO terbentuk oleh ikatan ion dan kovalen. Ikatan ion yang terbentuk melalui serah terima elektron, jadi ikatan ion pada CuO dapat terjadi dimana dua

Cu 2+


(27)

elektron dipindahkan dari atom Cu ke atom O sehingga menghasikan kation (Cu2+) dan anion (O2-). Ikatan kovalen CuO pada hal ini elektron valensi dipakai bersama dan terjadinya pembagian elektron valensi. Sebagaimana definisi dari ikatan kovalen yaitu terbentuk karena penggunaan bersama pasangan elektron. Senyawa CuO diperoleh dari hasil pemanasan senyawa copper (II) nitrate (Cu(NO3)2), copper (II) hydroxide (Cu(OH)2) atau copper (II) carbonate (CuCO3)

seperti yang ditunjukkan pada persamaan reaksi di bawah ini:

2Cu(NO3)2 2CuO + 4NO2 + O2 (2.8)

Cu(OH)2 (s) CuO(s) + H2O(l) (2.9)

CuCO3 CuO + CO2 (2.10)

Pada ekstraksi logam zaman dahulu, prosesnya dimulai dengan bara arang sebagai reduktornya. Karbon dan karbon monoksida (CO) mempunyai kemampuan mereduksi beberapa oksida logam menjadi logam, misalnya:

2CuO (s) + C (s) 2Cu (l) + CO2 (g) (2.11)

CuO (s) + CO (g) 2 Cu (l) + CO2 (g) (2.12)

Gas netral seperti metana (CH4) dapat juga digunakan untuk mereduksi tembaga

(II) oksida panas menjadi logam tembaga. Namun perlu diingat tidak semua senyawa logam dapat direduksi oleh C atau CH4

4CuO (s) + CH4 4Cu (l) + 2H2O (g) + CO2 (g) (2.13)

Senyawa CuO memiliki sifat optik dan listrik yang cocok untuk piranti-piranti optoelektronik seperti piranti sel surya dan baterai lithium sebagai elektroda aktif (Wismadi, 2001). Bahan CuO memiliki sifat serapan (absorption) gas yang baik dan berubah stoikiometri bahan bulk CuO oleh serapan gas, sehingga cocok


(28)

diaplikasikan sebagai sensor gas, di antaranya gas oksigen, karbon monoksida, asam sulfida dan sebagainya. CuO murni memiliki koefisien absorpsi yang tinggi sehingga sebagian besar cahaya dapat diabsorpsi pada CuO dalam bentuk lapisan tipis (Ohya, 2000). CuO banyak digunakan sebagai katalis yang digunakan pada hidrogenasi CO2 dalam berbagai riset karena cukup aktif dalam sintesis metanol

dengan metode kopresipitasi (Nasikin dkk., 2004).

C. Sistem Pembuatan ZrO2-CuO

Ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan bahan ZrO2-CuO

dengan teknik yang berbeda-beda. Dalam penelitian Esposito et al (2011), katalis Cu-ZrO2 dibuat dengan metode sol-gel dan dikarakterisasi dengan XRD, adsorpsi

N2, DTA/TGA, TPR dan pengukuran dispersi N2O sebagai katalis untuk oxidatif

steam reforming methanol (OSRM). Prosedur sintesis untuk masing-masing

prekursor Cu-ZrO2 yaitu prekursor Cu untuk sampel A-ZrCu pada bahan

Cu(CH3COO)2.H2O dibandingkan dengan prekursor Cu untuk sampel N-ZrCu

dari Cu(NO3)2.5H2O untuk menyelidiki akibat dari sintesis parameter pada sifat

fisik dan kimia dari bahan. Prosedur yang diterapkan menghasilkan perbedaan yang luar biasa dalam perilaku termal, seperti kristalisasi ZrO2 tetragonal

dialihkan ke suhu yang lebih tinggi pada sampel N-ZrCu, efek ini tidak teramati pada sampel A-ZrCu. Sistem Cu-ZrO2 menunjukkan aktifitas katalitik yang baik

untuk OSRM bahkan tanpa perlakuan pra-reduksi. Sampel N-ZrCu ternyata menghasilkan metanol yang lebih tinggi dan juga menghasilkan H2. N-ZrCu


(29)

Pada penelitian Wang and Caruso (2002), partikel nanosized tembaga oksida-zirkonia mengandung 10-30% mol yang dibuat dengan teknik presipitasi dalam larutan hidroksida tetra metil amonium cair. Dua metode yang digunakan yaitu metode yang berbeda yaitu in situ dan metode tahap demi tahap dimana tembaga diperkenalkan dengan prosedur sintesisnya dan memungkinkan perbandingan sifat serbuk akhir yang dihasilkan dalam dua metode itu. Setelah dikalsinasi pada suhu 500 °C, area permukaan dan tahap komposisi yang didapat berbeda dari dua metode itu. ZrO2 tetragonal diamati dari pola XRD pada metode tahap demi

tahap, ini menunjukkan bahwa semua tembaga yang halus terdistribusi. Sedangkan metode in situ, ZrO2 tetragonal diperoleh kadar tembaga rendah dan

puncak yang terindeks untuk ZrO2 tetragonal bergeser ke sudut yang yang lebih

tinggi dengan meningkatnya kadar tembaga. Senyawa amorf diperoleh pada kadar tembaga yang tinggi (30% mol). Penelitian menunjukkan bahwa ZrO2 tetragonal

dan tembaga oksida hadir setelah dikalsinasi pada 400 °C, dalam jumlah kecil terdapat ZrO2 monoklinik dan hadirnya tembaga oksida setelah dikalsinasi 700 °C.

Jadi, setelah pemanasan 500 °C senyawa amorf diperoleh dan suhu ini menunjukkan titik tahap transisi. Penggabungan tembaga dalam kisi ZrO2

mengakibatkan hilangnya urutan dalam struktur ZrO2 ketika dikalsinasi pada suhu

500 °C, dengan peningkatan suhu kalsinasi yang dapat mengarah ke perubahan fasa.

Struktural dan morfologi sampel tembaga-zirkonia pada penelitian Vahidshad (2009) dibuat dengan metode teknik sol-gel dengan suhu kalsinasi dan waktu yang berbeda. Suhu kalsinasi dan waktu sangat mempengaruhi morfologi serta interaksi antara spesies yang aktif dan pendukungnya. Hasil penelitian


(30)

menunjukkan ZrO2 kubik dan tembaga oksida hadir dalam struktur bila suhu di

bawah 400 °C. Terdapat ZrO2 kubik, ZrO2 tetragonal dan ZrO2 monoklinik hadir

meski dalam jumlah kecil serta CuO terbentuk setelah kalsinasi 500 °C. Pemanasan di bawah 500 °C akan menghasilkan senyawa amorf yang terbentuk dan suhu ini menyatakan titik transisi fase. Pengaruh waktu kalsinasi ini diamati dalam morfologi dan perubahan struktural CuO-ZrO2 pada suhu 600 °C selama 2,

3.5, 5.5, 7.5, dan 10 jam. Penggabungan tembaga dalam ZrO2 menghasilkan kisi

dan hilangnya urutan dalam struktur ZrO2 saat dikalsinasi. Peningkatan suhu

kalsinasi menyebabkan perubahan fasa dalam struktur ZrO2.

Steam reforming methanol yang digunakan untuk memproduksi hidrogen dapat

dilakukan pada katalis yang berbasis tembaga seperti penelitian Purnama dkk (2004). Menurut penelitian mereka, sifat katalitik dari katalis CuO-ZrO2 (8.5 %

wt) disintesis dengan teknik templating yang diselidiki berhubungan dengan aktifitas, stabilitas jangka panjang, pembentukan CuO. Setelah aktifasi, katalis CuO-ZrO2 ini ditemukan menjadi lebih aktif dari sistem CuO/ZnO/Al2O3, lebih

stabil selama beroperasi dan dapat menghasilkan sedikti CO. Karakterisasi struktural dengan XRD dan XAS menunjukkan bahwa katalis terdiri dari kristal, zirkonia tetragonal juga hadir dalam ukuran domain kecil dan struktur CuO yang teratur atau kecil.

Zirkonia sebagai pendukung komposit fotokatalis CuO-ZrO2 berhasil disintesis

oleh Wang and Caruso (2012) melalui teknik sol-gel yang dibantu dengan asam sitrat. Sebagai perbandingan, bahan CuO-ZrO2 juga dibuat dengan reaksi


(31)

dikarakterisasi dengan XRD, TEM, TGA-DTA. Aktifitas fotokatalitik katalis CuO-ZrO2 diselidiki berdasarkan evoluisi H2 dari larutan asam oksalat di bawah

simulasi iradiasi sinar matahari. Hal ini ditemukan bahwa aktifitas optimal fotokatalitik evolusi H2 dapat diperoleh ketika fotokatalis komposit CuO-ZrO2

disintesis dengan teknik sol-gel dan perbandingan mol CuO ke ZrO2 ini 40%.

Aktifitas oksida tembaga didukung oleh ZrO2 monoklinik yang dikalsinasi pada

suhu yang lebih tinggi ini ternyata hasilnya jauh lebih tinggi dibandingkan pada ZrO2 tetragonal yang dikalsinasi pada suhu yang lebih rendah dan suhu kalsinasi

terbaik adalah 900 °C.

D. Sintesis Partikel dengan MetodeSol-Gel

Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup sederhana dan mudah. Salah satu metode basah karena prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada metode sol-gel, sesuai dengan namanya larutan mengalami perubahan fasa menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai fraksi solid yang lebih besar daripada sol). Adapun parameter dari poses sol-gel dapat dilihat dari Tabel 2.3.


(32)

Tabel 2.3 Parameter prosessol-gel

Tahapan Proses Tujuan Proses Parameter Proses Larutan Kimia membentuk gel tipe prekursor, tipe pelarut,

kadar air, konsentrasi prekursor, temperatur, pH

Aging mendiamkan gel

untuk mengubah sifat waktu temperatur, komposisi cairan, lingkungan aging Penyaringan

(drying)

menghilangkan air dari gel

metode pengeringan

(evaporative, supercritical dan

freeze drynig), temperatur,

tekanan waktu Kalsinasi mengubah sifat-sifat

fisik/kimia padatan, sering menghasilkan kristalisasi dan densifikasi

temperatur waktu, gas (inert atau reaktif)

(Widodo, 2010). Beberapa keuntungan menggunakan metode sol-gel adalah homogenitasnya lebih baik, temperatur proses rendah, kemurnian lebih baik, hemat energi, pencemaran rendah, tidak terjadi reaksi dengan senyawa sisa, kehilangan bahan akibat penguapan dapat diperkecil. Sedangkan beberapa kerugian menggunakan metode sol-gel adalah material proses cukup mahal, penyusutan yang besar selama proses pengeringan, sisa hidroksil dan karbon, menggunakan pelarut organik yang berbahaya bagi kesehatan, waktu proses cukup lama (Mackenzie, 1982).

Metode sol-gel digunakan dalam pembuatan teknologi nanokristalin metal oksida karena prosesnya lebih singkat, temperatur yang digunakan lebih rendah, menghasilkan serbuk metal oksida dengan ukuran nanopartikel dan dapat menghasilkan karakteristik yang lebih baik dari pada proses metalurgi serbuk (Widodo, 2010). Metode sol-gel terutama untuk pembuatan bahan (biasanya bahan oksida logam) mulai dari larutan kimia (sol/solution) yang bertindak


(33)

sebagai prekursor untuk jaringan terpadu (gel) baik dari diskrit partikel atau polimer jaringan. Proses yang terjadi selama perubahan fase dari sol menjadi gel ada dua tahap yaitu reaksi hidrolisis komponen logam alkoksida dan reaksi tahap kedua adalah reaksi polimerasi logam hidroksida menjadi jaringan polimer anorganik yang menyebabkan viskositas maikn tinggi dan akhirnya membentuk gel (Mahreni, 2010).

Penghapusan sisa cairan (pelarut) fase memerlukan proses pengeringan yang biasanya disertai dengan sejumlah besar penyusutan dan densifikasi. Tingkat di mana pelarut dapat dihapus pada akhirnya ditentukan oleh distribusi porositas dalam gel. Metode sol-gel juga berperan dalam pembentukan teknologi katalis heterogen karena proses sol-gel dapat dikontrol untuk mendapatkan kemurnian dan homogenitas komposisi yang tinggi, sehingga katalis yang diperoleh memiliki unjuk kerja yang konsisten (Brinker and Scherer, 1990). Beberapa metode telah dikembangkan untuk mempersiapkan nanopartikel ZrO2-CuO, seperti metode

sol-gel (Dongare et al., 2001), presipitasi (Ritzkopf et al., 2006), mikroemulsi (Ramaswamy et al., 2004), metode template dan sebagainya (Ritzkopf et al., 2006). Metode sol-gel adalah metode yang menjanjikan untuk sintesis partikel berukuran nanometer (Vahidshad et al., 2011).

E. Difraksi Sinar-X

Spektroskopi XRD merupakan salah satu metode karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan


(34)

untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.

Difraksi sinar-X mulai dikenal pada tahun 1912 sebagai awal dari studi intensif mengenai difraksi sinar-X. Dimulai dari pertanyaan Max Von Lau kepada salah seorang kandidat doktor P.P. Ewald yang dibimbing A. Sommerfeld, W. Friedrich (asisten riset Sommerfeld) menawari dilakukannya eksperimen mengenai difraksi sinar-X (Beiser, 1982). Max Von Lau mengawali pekerjaannya dengan menuliskan hasil pemikiran teoritiknya dengan mengacu pada hasil eksperimen Barkla. Max Von Lau berargumentasi, ketika sinar-X melewati sebuah kristal, atom-atom pada kristal bertindak sebagai sumber-sumber gelombang sekunder, layaknya garis-garis pada kisi optik (optical grating). Efek-efek difraksi bisa jadi menjadi lebih rumit karena atom-atom tersebut membentuk pola tiga dimensi. Untuk analisis struktur kristal dari suatu material dapat dilakukan dengan difraksi sinar-X. Sinar-X adalah suatu radiasi elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang mendekati jarak antar atom pada kristal. Karena kristal terdiri atas susunan atom-atom yang teratur, maka kristal akan mampu mendifraksikan sinar-X yang melaluinya. Berkas sinar-sinar-X monokromatis yang jatuh pada suatu permukaan kristal akan didifraksi ke segala arah, tetapi karena keteraturan letak atom-atom kristal pada arah tertentu gelombang hambur itu akan berinterferensi konstruktif dan berinterferensi destruktif. Skema difraksi sinar-X pada kisi kristal dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.


(35)

Gambar 2.4 Difraksi sinar-X pada kisi kristal (Vlack, 1989).

Agar berkas sinar yang dihamburkan atom-atom kristal secara konstruktif maka beda lintasan antara kedua berkas sinar harus sama dengan kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombangnya, yaitu , 2 , γ dan seterusnya. Selisih jarak antara dua berkas sinar adalah 2 d sin θ, maka persamaan matematis untuk terjadinya interferensi konstruktif adalah sebagai berikut:

(2.14)

dengan d = jarak antar bidang, θ = sudut difraksi , = panjang gelombang sinar -X, rumus di atas dikenal dengan Hukum Bragg (Beiser, 1982). Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi yang sangat tinggi akibat panjang gelombangnya pendek. Sinar-X adalah gelombang elekromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-0,2 mikron. Sinar ini dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat menumbuk logam dan meyebabkan elektron pada kulit atau logam tersebut

θ θ Y N M Y θ θ θ θ θ θ θ Muka gelombang

d = Jarak antar atom


(36)

terpental membentuk kekosongan. Elektron dengan energi yang lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan energinya sebagai foton sinar-X.

Sinar-X dihasilkan di suatu tabung sinar katode dengan pemanasan kawat pijar untuk menghasilkan elektron-elektron, kemudian elektron-elektron tersebut dipercepat terhadap suatu target dengan memberikan beda tegangan yang besar, dan menembak target dengan elektron. Ketika elektron-elektron mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron-elektron dalam target, karakteristik spektrum sinar-X akan dihasilkan. Spektrum ini terdiri atas beberapa komponen-komponen, yang paling umum adalah Kα dan K . Kα berisi pada sebagian dari Kα1 dan Kα2. Kα1 mempunyai panjang gelombang sedikit lebih pendek dan dua kali lebih intensitas dari Kα2. Panjang gelombang yang spesifik merupakan karakteristik dari bahan target (Cu, Fe, Mo, Cr).

Lalu kertas perak atau kristal monokrometer sebagai penyaring untuk menghasilkan sinar-X monokromatik yang diperlukan untuk difraksi. Tembaga adalah bahan sasaran yang paling umum untuk difraksi kristal tunggal, dengan

radiasi Cu Kα = 0,5418 Å. Berkas sinar-X ini melewati kolimator dan diarahkan

ke sampel. Saat sampel dan detektor diputar, intensitas sinar-X pantul itu direkam. Ketika geometri dari peristiwa sinar-X tersebut memenuhi persamaan Bragg, interferensi konstruktif terjadi dan suatu puncak di dalam intensitas terjadi. Detektor akan merekam dan memproses isyarat penyinaran ini dan mengkonversi isyarat itu menjadi suatu arus yang akan dikeluarkan pada printer atau layar komputer (Connoly, 2007).


(37)

Dalam penelitian okasida logam yang berbentuk serbuk, sering digunakan metode difraksi sinar-X serbuk. Pada difraksi sinar-X serbuk ini, terkadang terjadi

overlap dari puncak difraksi, terutama pada nilai 2θ yang tinggi. Hal tersebut

disebabkan semua pemantulan sinar-X terjadi pada sumbu 2θ. Terjadinya overlap ini menyebabkan pemisahan intensitas dari tiap-tiap pemantulan sinar sangat sulit dilakukan, padahal intensitas pemantulan sinar ini sangat penting dalam penentuan struktur senyawa yang dianalisis.

Seperti serbuk di atas, analisis kualitatif data difraksi sinar-X serbuk dapat dilakukan dengan database PCPDWIN (PDF, Powder Diffraction File) yang dikeluarkan oleh JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standard). Sementara itu, untuk dapat memastikan struktur senyawa yang dianalisis dapat digunakan metode Rietveld.

Dalam metode Rietveld, intensitas dari berbagai macam pemantulan dihitung dengan suatu model struktur. Pembentukan pola difraksi serbuk dilakukan dengan melakukan penggabungan antara intensitas yang dihasilkan dengan faktor-faktor pengontrol, seperti panjang gelombang radiasi dan parameter kisi. Hal ini dimaksudkan agar pola difraksi serbuk dapat dihitung berdasarkan model struktur. Prinsip dari metode Rietveld ini adalah penyesuian antara pola difraksi serbuk hasil eksperimen dengan pola difraksi model struktur. Dalam metode Rietveld ini dilakukan pergeseran nilai-nilai parameter struktur model sehingga dihasilkan kemiripan yang maksimal dengan pola difraksi serbuk hasil eksperimen dan model. Nilai-nilai parameter struktur hasil pergeseran akan menjadi nilai parameter struktur dari pola difraksi serbuk hasil eksperimen (Hunter, 1997).


(38)

F. Analisis Mikrostruktur dengan SEM

Analisis mikrostruktur untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan SEM dapat diamati dengan seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan di antara butiran atau disebut grain

boundary. SEM adalah mikroskop elektron yang memiliki pembesaran yang

lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop optik. Namun untuk pembesaran di bawah 500 kali, gambar yang dihasilkan oleh SEM memiliki kualitas yang kurang baik dibandingkan dengan mikroskop optik, sehingga keduanya dapat saling melengkapi. Teknik SEM merupakan suatu teknik yang umumnya dipakai untuk menganalisis morfologi permukaan lapisan tipis.

Analisis mikrostruktur dengan SEM bertujuan untuk mengetahui susunan partikel-partikel setelah proses sintering dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu sintering (William, 1991). Keunggulan SEM terutama pada beragam sinyal yang dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron dengan sampel. Hasil dari pola refleksi dalam proses SEM ini memberikan informasi kepada kita berupa topologi, morfologi, komposisi, informasi mengenai kekristalan bahan.

Gambaran permukaan yang diperoleh merupakan gambaran topologi dengan semua tonjolan dan lekukan permukaan. Gambaran topologi ini diperoleh dari penangkapan eklektron sekunder yang dipancarkan oleh sampel yang dilapisi konduktor sehingga berinteraksi dengan berkas elektron yang dapat memberi informasi mengenai struktur morfologi dan jenis unsur. Sinyal yang dihasilkan


(39)

ditangkap oleh detektor kemudian direkam melalui monitor sehingga diperoleh gambaran topologi permukaan sampel.

Elektron yang dihasilkan dari proses SEM ini dihasilkan dari senjata elektron

(electron gun), elektron yang dipancarkan dari senjata elektron ini bersifat

monokromatik. Pancaran elektron tersebut kemudian diteruskan pada anoda, pada proses ini elektron mengalami penyearahan menuju titik fokus, selain itu anoda pun berfungsi untuk membatasi (meng-eliminasi) pancaran elektron yang memiliki sudut hambur yang terlalu besar. Kemudian berkas elektron yang telah melewati anoda diteruskan menuju lensa magnetik, scanning coils, dan akhirnya elektron tersebut menembak spesimen. Skema SEM ditunjukkan pada Gambar 2.5.


(40)

Gambar 2.5 Skema kerja alat SEM (Goldstein et al, 1981). Sumber elektron Detektor Elektron Monitor Katoda Anoda Lensa Lensa Lensa Pemindai

LL Koil Elektrik

Sampel

El elektomagnetik

Eelelektromagnetik

El elektomagnetik

El elektromagnetik

Sumber elektron Detektor Elektron Monitor Katoda Anoda Lensa Lensa Lensa Pemindai

LL Koil Elektrik

Sumber elektron

Sampel Eelelektromagnetik


(41)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan Februari 2013 di Labotarium Fisika Material Jurusan Fisika. Proses pencetakan dilakukan di Laboratorium Kimia Instrumentasi, sementara kalsinasi dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Karakterisasi sampel untuk XRD dilakukan di laborarium Pusat Survey Geologi Bandung sedangkan SEM dilakukan di Laboratorium Biomass FMIPA Universitas Lampung.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium (IV) klorida (ZrCl4) (98%) dari Merck dan serbuk tembaga nitrat (Cu(NO3)2) (99,5%) dari

Merck, etilen glikol (HOCH2CH2OH), asam sitrat (C6H8O7), KOH dan air.

2. Alat

Peralatan yang digunakan adalah neraca, timbangan digital, oven, furnace, penekan hidrolik, tabung cetakan, magnetik stirrer. Gelas ukur, labu ukur, gelas


(42)

beaker, spatula, cawan tahan panas, mortal dan alu, alumunium foil, plastik

pressing, kertas label, pipet tetes. Kemudian menggunakan seperangkat

komputer, perangkat lunak Balls and Sticks, perangkat lunak Rietica, serta karakterisasi sampel menggunakan XRD dan SEM yang dilengkapi dengan EDS.

C. Prosedur Kerja

Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah preparasi ZrO2-CuO dengan

metode sol-gel, pressing, kalsinasi, karakterisasi sampel dengan XRD untuk mengetahui struktur kristal dan karakterisasi SEM untuk mengetahui mikrostruktur sampel.

1.Sintesis ZrO2-CuO

Preparasi sampel diawali dengan penimbangan serbuk zirkonium (IV) klorida (ZrCl4) dan tembaga nitrat (Cu(NO3)2) dengan komposisi masing-masing bahan

yang telah disiapkan. Sintesis ZrO2-CuO dilakukan dengan metode sol-gel

dimana serbuk ZrCl4 dan serbuk Cu(NO3)2 dicampur dengan perbandingan molar

1 : 1, 1 : 4, 1 : 5, 1 : 6, 1 : 7, 1 : 8. Setelah penimbangan bahan ZrCl4 dilarutkan

dengan50 ml air dalam gelas beaker kemudian barulah dimasukkan bahan Cu(NO3)2. Selanjutnya semua bahan yang telah dicampur diaduk dengan

pengaduk magnetik selama 10 jam pada temperatur ruangan dan seraya diaduk dengan menambahkan bahan etilen glikol 1 ml dan asam sitrat 1 gr. Dalam hal ini etilen glikol bias berfungsi sebagai kompensasi panas yang timbul pada saat pemanasan atau pelarutan sedangkan asam sitrat berfungsi sebagai katalis yang


(43)

artinya untuk merangsang campuran reaksi. Setelah diaduk selama 10 jam kemudian ditambahkan KOH sebanyak 4 gr untuk mendapatkan gelnya dan dipanaskan sampai kering pada suhu 150 °C selama 7 jam. Setelah dikeringkan material ditumbuk sampai halus dan dilanjutkan dengan proses pencetakan dan kalsinasi. Tahap pencetakan menggunakan die pressing, serbuk ditekan dengan cetakan (die) berbentuk silinder dengan tekanan 100 MPa. Proses kalsinasi berfungsi untuk menghilangkan zat-zat lain yang terdapat pada serbuk ZrO2-CuO

seperti asam sitrat, glikol etilen dan kadar uap air (H2O). Kalsinasi dilakukan

menggunakan tungku pembakaran selama10 jam pada suhu 700 °C.

2. Karakterisasi Sampel

Untuk keperluan karakterisasi ZrO2-CuO dilakukan menggunakan XRD untuk

mengetahui struktur kristal, SEM untuk mengetahui struktur mikronya. Alat XRD yang digunakan adalah merk PANalytical dengan V sebesar 40 Kv, I sebesar 30

mA, untuk 2θ sebesar 20° - 120°, dan step size yang digunakan yaitu 0,02°. Pada

SEM, alat yang digunakan merk Zeiss dengan perbesaran 500 kali. Kombinasi kedua uji ini akan dapat mengkonfirmasi dengan jelas apakah sampel yang dibuat sudah menunjukkan ukuran butir dalam skala nano atau belum.

D. Diagram Alir Penelitian

Adapun garis besar proses penelitian yang dilakukan dapat dibentuk ke dalam diagram alir yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(44)

- pencampuran ZrCl4 dan Cu(NO3)2 dengan perbandingan 1 : 1, 1 : 4, 1 : 5, 1 : 6, 1 : 7, dan 1 : 8

- campuran semua bahan diaduk selama 10 jam dengan ditambahkan etilen glikol dan asam sitrat

- selesai diaduk ditambahkan KOH 4 gr untuk menghasilkan gel

-- dipanaskan sampai kering pada suhu 150 °C selama 7 jam

- penggerusan serbuk ZrO2-CuO

- pembentukan pelet ZrO2-CuO berbentuk

lingkaran

- ZrO2-CuO yang berupa pellet dan sisa serbuk

dikalsinasi pada suhu 700°C selama 10 jam - karakterisasi:

 XRD  SEM

Gambar 3.1 Diagram alir proses penelitian.

ZrCl4, Cu(NO3)2, etilen glikol, asam sitrat

GelZrO2-CuO

Serbuk ZrO2-CuO

Pelet ZrO2-CuO


(45)

V. KESIMPULAN

Sintesis dan karakterisasi ZrO2-CuO mempengaruhi hasil analisis struktur dan mikrostrukturnya, maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Fasa yang muncul setelah kalsinasi pada suhu 700 °C adalah fasa baddeleyite dengan nomor PDF#37-1484, tenorite dengan nomor PDF#02-1041, zirconium yttrium oxide dengan nomor PDF#01-089-9068, dan sylvite dengan nomor PDF#00-004-0587 .

2. Hasil analisis dengan SEM menunjukkan mikrostruktur yang dihasilkan semakin kecil dan homogen seiring dengan penambahan perbandingan komposisi CuO dan ukuran butiran partikel relatif berukuran mikro. Ukuran butiran partikel berkisar 9 µm 19 µm.

3. Pada hasil XRD untuk ukuran butir pada sampel ZrO2-CuO 1 : 1 lebih besar yaitu 313 nm dibandingkan dengan hasil SEM pada sampel yang sama yaitu 19,3 m. Sedangakan pada hasil XRD untuk ukuran butir pada sampel ZrO2 -CuO 1 : 8 ternyata lebih kecil yaitu 77 nm jika dibandingkan dengan hasil

SEM pada sampel yang sama yaitu λ,8 m.

4. Penggabungan ZrO2 terhadap CuO berpengaruh terhadap struktur dan mikrostrukturnya. Tingkat kekristalan ZrO2 mengalami penurunan dengan


(46)

hadirnya fasa amorf dari CuO dan mikrostruktur ZrO2-CuO yang dihasilkan lebih kecil dari ukuran butiran pada komposisi mol antara ZrO2-CuO 1 : 1.

B. Saran

Untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai pembuatan ZrO2-CuO, penelitian selanjutnya disarankan melakukan pembuatan ZrO2-CuO dengan variasi kalsinasi, variasi komposisi dan variasi waktu karena secara teoritis untuk menghasilkan ZrO2-CuO dengan ukuran nanopartikel dipengaruhi oleh ketiga parameter tersebut. Tentunya untuk tahap pencucian sebaiknya dilakukan guna mengurangi adanya zat pengotor dan terbentuknya fasa baru, ini demi sempurnanya penelitian ini.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Annisanfushie’sweblog.htm. 2012. Kimia Tembaga. Diakses pada tanggal 11

Februari 2012. Pada pukul 10.34 WIB.

Alvina.blog.uns.ac.id/page/38.html. 2008. Unsur Golongan IV B. Diakses pada tanggal 11 Februari 2012. Pada pukul 10.23 WIB.

Atwirman, S. 2000. Penelitian Potensi Oksida Logam Fe2O3 dan CuO Untuk Peningkatan Kecepatan Pembakaran Propelan Komposit. Jurnal Penelitian di Bidang Propelan. Jakarta. LAPAN. Page. 45-51.

Beiser, A. 1982. Konsep Fisika Modern Edisi 3. Jakarta. Erlangga. Hal. 39-71. Brinker, C. J. and Scherer, G.W. 1990. Sol Gel Science: The Physics and

Chemistry of Sol Gel Processing. Academic Press. Inc. San Diego. CA. Page. 108, 339-380.

Connoly, J.R. 2007. Introduction to X-Ray Diffraction, for EPS400-001. Spring Company. Inc. p:3-86.

Cullity, B.D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. New Jersey, USA. Page. 84, 102.

Dongare, M.K., Ramaswamy, V., Gopinath, C.S., Ramaswamy, A.V. and Schevrell, S. 2001. Oxidation Activity and 18O-isotop Exchange Behavior of Cu-Stabilized Cubic Zirconia. Journal of Catalysis. Vol. 199. Page. 209-216.

Ekimav, A.I., Effros, A.I.L. and Anuchenko, A.A. 1985. Quantum Size Effect in Semiconductor Microcrystal. Solid State Communication. Vol. 5611. Page. 921-1524.

Esposito, S., Turco, M., Bagnasco, G., Cammarano, C. and Pernice, P. 2011. New Insight Into The Preparation of Copper/Zirconia Catalysts By Sol-Gel Method. Science Direct. Vol. 403. Page. 128-135.

Febrianto, E.Y. 1996. Pengaruh Penambahan Stabilisator Y2O3 terhadap Fracture Toughness Komposit Keramik Alumina-Zirkonia. Seminar Fisika Jakarta. Jakarta. Puslitbang Fisika Terapan-LIPI. Page. 27-32.


(48)

Fernandes, B.R. 2011. Makalah Sintesis Nanopartikel. Padang. Program Studi Kimia Pascasarjana Univ. Andalas.

Ferragina, C., Di Rocco, R., Petrilli, L. 2004. Zinc Ions and Zinc Sulfide Particles in SolGel Zirconium Phosphate Synthesis, Thermal Behavior and X-ray Characterization. Thermochimica Acta. Vol. 49. Page. 177.

Flemings, M.C. and Chan, R.W. 2000. Organization and Trends in Mater. Acta Mater 48 Scie and Eng. Education in USA and Europe. Page. 371-383. German, R.M. 1985. Liquid Phase Sintering. New York. Plenum.

Goldstein, J., Newbury, D.E., Joy, D.C., Lyman, C.E., Echlin, P., Lifhshin, E., Sawyer, L. and Michael, J.R. 1981. Scanning Electron Microscopy and X-Ray Microanalysis, A textbook for Biologist. New York. Material Scientist and Biologist.

Haissinky, M. and Adloff, J.P. 1965. Radiochemical Survey of the Elements. Apllied Catalysis B:Environmental. Vol. 12. Page. 3017-315.

Hidayat, C., Supriyadi dan Prabondari. 2009. Pengembangan Zirkonia Agarosa Sebagai Matrik untuk Biokatalis pada Amobilisasi Lipase Candida Rugosa. Agritech Vol. 29 No. 3. Page. 159-166.

Hunter, B.A. 1997. Rietica for 85/98/Nt Vresion 1. 62. Australia.

Illisz, I., Dombi, A., Mogyorosi, K., Farkas, A. and Pekwny, I. 2002. Removal of 2-chlorophenol from Waterby Adsorption Combines with Photocatalysis. Applied Catalysis B. Vol. 39. Page. 247-256.

Kisi, E.H. 1994. Rietveld Analysis of Powder Diffraction Pattern. Material Forum. 18:135-153.

Lubis, N.Y. 2013. Skripsi Sintesis dan Karakterisasi Komposit ZrO2-CuO Dengan Metode Sol Gel Sebagai Fungsi Waktu. Bandar Lampung. Fisika FMIPA Universitas Lampung. Page 1-55.

Lutsman, B. and Kerze, F. Jr. 1995. The Metalurgy Zirconium. New York. Mc Graw Hill Book Company, Inc. Page. 1-216.

Lopez, T., Alvarez, M., Tzompantzi, F. and Picquart, M. 2006. Photocatalytic Degradation of 2,4-dichlorophenoxiacetic acid and 2,4,6-trichlorophenol with ZrO2 and Mn/ ZrO2 Sol-Gel Materials. J Sol Gel Sci Techn. Vol. 37. Page. 207-211.

Mackenzie, J.D. 1982. Zirconium Effect on the Synthesis and Textural Properties of Organic Inorganic Hybrid Materials. Non-Cryst Solids. Volume. 3. Page.226-231.


(49)

Mahreni. 2010. Sintesis Membran Nanokomposit Nafion-SiO2 Menggunakan Metode Sol-Gel. Jurnal Sains Materi Indonesia. Vol. II. No. 2 Page. 129-133.

Masduki, B., Legowo, S., Suardi, N., Kardana., Al’Amin., Linda, S., Edy dan Asep. 1994. Pemurnian dan Pembuatan Logam Zirkonium. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Mc. Murdie, H.F., Morris, M.C., Evans, E.H., Paretzkin, B., Wong-NG, W. and Hubbard, C.R. 1986. Methods of Producing Standards X-Ray Diffraction Powder Patterns. Powder Diffraction. Vol 1. Page. 265-275. Ohya, Y., Syuoka, I., Takayuki, B and Yasutaka, T. 2000. Preparation of CuO

Thin Film and Their Electrical Conductivity. CSJ Series Publication of The Ceramic Society of Japan. Page.113-116.

Ozawa, T.C and Kang, S.J. 2004. Balls and Sticks : Easy-to-Use Structure Visualisasi and Animation Creating Program. J Appl. Cryst. Vol. 37. Page. 679.

Purnama, H., Girgsdies, F., Ressler, T., Schattka, J.H., Carusso, R.A., Schomacker, R. and Schlogl, R. 2004. Activity and Selectivity of a Nanostructured CuO-ZrO2 Catalyst in The Steam Reforming of Methanol. Catalyst Letters. Vol. 94. Page. 61-68.

Ramaswamy, V., Bhagwat, M., Srinivas, D and Ramaswamy, A.V. 2004. Structural and Spectral Features of Nano-Crystalline Copper-Stabilized Zirconia. Catalysis Today. Vol. 97. Page. 63-70.

Ritzkopf, I., Vukojevic, S., Weidenthaler, C., Grunwaldt, J.D. and Schuth, F. 2006. Decreased CO Production in Methanol Steam Reforming Over Cu/ZrO2 Catalysts Prepared by The Microemulsion Technique. Apllied Catalysis A : General. Vol. 302. Page. 215-223.

Roziqin, M.M dan Tri Wahyuni, I. Perilaku Material Amorf Gelas Metalik Biner dan Tersier Berbasis Zirkonium terhadap Laju Korosi. Journal PKM. Surabaya. Fisika MIPA Universitas Airlangga. Page. 1-9.

Sajima., Nuraini, E. dan Handayani, A. 2006. Pembuatan ZrO2 dengan Pengendapan Larutan Stripping Secara Catu dari Berbagai Keasaman dan Volume. Seminar Nasional II SDM Teknologi Nuklir Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. BATAN. Yogyakarta. Page. 69-75.

Sajima., Tunjung, I. dan Mulyono. 2007. Pembuatan Larutan Umpan Proses Pengendapan Zr(OH)4 Menggunakan Metode Re-Ekstraksi. Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir STT Nuklir-BATAN. Yogyakarta. Page. 73-79.


(50)

Schumck, J. 1992. The Properties of Zirconium and Its Alloys for Chemichal Engineering Apllications. Ugine, France. Cezus. Centre de Recherches. Sholikhati dan Prayitno. 2009. Penentuan Kecepatan Adsorpsi Boron Dalam

Larutan Zirkonium dengan Zeolit. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta. STTN. BATAN. Page. 639-646.

Simatupang, R.A. 2005. Pengaruh Aditif CaO dan Suhu Sintering Terhadap Mikrostruktur Keramik PSZ (Partially Stabillized Zirconia). Jurnal Sistem Teknik Industri Vol. 6. Fisika FMIPA USU. Page. 19-24.

Simbolon, S., Masduki., Busron dan Aryadi. 2000. Penentuan Unsur-Unsur Tak Murnian di dalam Zirkonium Oksida dengan Metode Spektrografi Emisi. Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir V P2TBDU dan P2BGDN-BATAN. Jakarta. Page. 639-646.

Smith, D. K and Newkirk, H.K. 1965. Crystal Structure of Baddeleyite (Monoclinic ZrO2) and it’s Relation to The Polymorphism of ZrO2. Acta Crystallography. Vol. 18. Page. 982.

Swanson, H.E., and Tatge, E. 1953. Standard X-Ray Diffraction Powder Pattern. Washington D.C. United States Department of Commerce. National Bureau of Standards Circular. Vol. 539. Page. 1-10.

Syamsuddin, Y. dan Husin, H. 2008. Hidrogenasi CO2 Menjadi Metanol dengan Menggunakan Katalis Zeolit Alam, Zeolit Sintesa ZSM-5 dan Katalis Sintesa Cu/ZnO/Al2O3. Jurnal Purifikasi. Vol. 9. No. 1. Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Tanabe, M., Hokim, J. and Nivea. 1997. Characterization and Catalytic Activity of The Al-MCM-41 Prepare by Methode of Gel Equalibrium Adjustment. Microporous Material Vol. 10. Page. 85-93.

Triwikantoro dan Sukendar, S. 2007. Nanokristalisasi Material Amorf Zr69,5 Cu12 Ni11Al7,5 antara Temperatur Transisi Gelas (Tg) dan Temperatur Kristalisasi (Tx). Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Vol. 3. No. 1. Jurusan Fisika FMIPA ITS. Page.1-4.

Tunell, E.G., Posnjak, C.J. and Ksanda, Z. 1935. Kristallography. Vol. 90. Page. 120.

Tunell, E.G., Ponsjak, C.J. and Ksanda, Z. 1935. Identification of The Copper Ore Minerals by Means of X-Rays Powder Diffraction Pattern. Zeit Krist. Vol.90. Page.138-139.

Usada, W., Isyuniarto., Mintolo., Sukmajaya, S. 2001. Kajian Pustaka Prospek Pengembangan Sel Bahan Bakar Oksida Padat. Vol. IV. No. 2.


(51)

Vahidshad, Y., Abdizadeh, H., Baharvandi, H.R. and Baseri, M.A. 2008. Effects of Calcinations Temperature on The Structure of CuO-ZrO2 Nanoparticles. International Journal of Modern Physics B. World Scientific Publishing Company. Vol. 22. Page. 3201-3209.

Vahidshad, Y., Abdizadeh, H., Baharvandi, H.R. and Baseri, M. Akbari. 2009. Structural and Morphology of Nanopowders Copper-Stabilized Zirconia. Surface Review and Letters. Vol. 16. Page. 569-577.

Vahidshad, Y and Abdizadeh, H. 2011. Influence of Taguchi Selected Parameters on Properties of CuO-ZrO2 Nanoparticles Produced via Sol-Gel Method. World Academy of Science, Engineering and Technology. Vol. 50. Page. 305-313.

Vahidshad, Y., Abdizadeh, H. and Asadi, S. 2012. Effect of Crystalline Size on The Structure of Copper Doped Zirconia Nanoparticles Synthesized via Sol-Gel. Journal of Nanostructures. Vol. 2. Page. 205-212.

Veda, R., Mahesh, B., Srinivas, D., and Ramaswamy, A.V. 2004. Structural and Spectral Features of Nano-Crystalline Copper-Stabilized Zirconia. Catalysis Today. Vol. 97. Page. 63-70.

Vlack, V.L.H. 1989. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam). Edisi kelima. Jakarta. Erlangga. Hal.101-104.

Wang, D.-N., Guo, Y.-Q., Liang, K.-M., and Tao, K. 1999. A: Math. Phys., Astron. Sci. China, Ser. Vol. 42 Page. 80.

Wang, Y. and Caruso, R.A. 2002. Preparation And Characterization Of Cuo-ZrO2 Nanopowders. J. Mater. Chem. Vol. 12. Page. 1442-1445.

Widodo, S. 2010. Teknologi Sol-Gel Pada Pembuatan Nano Kristalin Metal Oksida Untuk Aplikasi Sensor Gas. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Page. 1-8.

Wismadi, T. 2001. Pembuatan dan Karakterisasi Lapisan Tipis Copper Oxide (CuO) Sebagai Sensor Gas. Bogor. Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Page. 1-22.

William, C. 1991. Firing of Sintering (Densification) of Ceramics, Engineered Material Handbook. Vol. 4. New York. ASM International Publisher. Yandi-sage-blogspot.com/2009/07/html. 2009. Keramik Teknik. Diakses pada

tanggal 11 Februari. Pada tanggal 11.00 WIB.

Yang, H.H., Yan, J. H., Yao, M.H., Zhang, L., and Tang, Y.G. 2012. Photocatalytic H2 Evolution Activity of CuO-ZrO2 Composite Catalyst


(52)

Under Simulated Sunlight Irradiation. Journal of Central South University of Technology. Vol. 18. Page. 56-62.

Zoppi, R.A., Nunes, S.P., and Yoshida I.V.P. 1997. Hybrids Perfluorosulfonic Acid Ionomer and Silicon Oxide by Sol-Gel Reaction From Solution: Morphology and Thermal Analysis. Journal of Polymer. Vol. 39. Page. 1309-1315.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Annisanfushie’sweblog.htm. 2012. Kimia Tembaga. Diakses pada tanggal 11 Februari 2012. Pada pukul 10.34 WIB.

Alvina.blog.uns.ac.id/page/38.html. 2008. Unsur Golongan IV B. Diakses pada tanggal 11 Februari 2012. Pada pukul 10.23 WIB.

Atwirman, S. 2000. Penelitian Potensi Oksida Logam Fe2O3 dan CuO Untuk Peningkatan Kecepatan Pembakaran Propelan Komposit. Jurnal Penelitian di Bidang Propelan. Jakarta. LAPAN. Page. 45-51.

Beiser, A. 1982. Konsep Fisika Modern Edisi 3. Jakarta. Erlangga. Hal. 39-71. Brinker, C. J. and Scherer, G.W. 1990. Sol Gel Science: The Physics and

Chemistry of Sol Gel Processing. Academic Press. Inc. San Diego. CA. Page. 108, 339-380.

Connoly, J.R. 2007. Introduction to X-Ray Diffraction, for EPS400-001. Spring Company. Inc. p:3-86.

Cullity, B.D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. New Jersey, USA. Page. 84, 102.

Dongare, M.K., Ramaswamy, V., Gopinath, C.S., Ramaswamy, A.V. and Schevrell, S. 2001. Oxidation Activity and 18O-isotop Exchange Behavior of Cu-Stabilized Cubic Zirconia. Journal of Catalysis. Vol. 199. Page. 209-216.

Ekimav, A.I., Effros, A.I.L. and Anuchenko, A.A. 1985. Quantum Size Effect in Semiconductor Microcrystal. Solid State Communication. Vol. 5611. Page. 921-1524.

Esposito, S., Turco, M., Bagnasco, G., Cammarano, C. and Pernice, P. 2011. New Insight Into The Preparation of Copper/Zirconia Catalysts By Sol-Gel Method. Science Direct. Vol. 403. Page. 128-135.

Febrianto, E.Y. 1996. Pengaruh Penambahan Stabilisator Y2O3 terhadap Fracture Toughness Komposit Keramik Alumina-Zirkonia. Seminar Fisika Jakarta. Jakarta. Puslitbang Fisika Terapan-LIPI. Page. 27-32.


(2)

Fernandes, B.R. 2011. Makalah Sintesis Nanopartikel. Padang. Program Studi Kimia Pascasarjana Univ. Andalas.

Ferragina, C., Di Rocco, R., Petrilli, L. 2004. Zinc Ions and Zinc Sulfide Particles in SolGel Zirconium Phosphate Synthesis, Thermal Behavior and X-ray Characterization. Thermochimica Acta. Vol. 49. Page. 177.

Flemings, M.C. and Chan, R.W. 2000. Organization and Trends in Mater. Acta Mater 48 Scie and Eng. Education in USA and Europe. Page. 371-383. German, R.M. 1985. Liquid Phase Sintering. New York. Plenum.

Goldstein, J., Newbury, D.E., Joy, D.C., Lyman, C.E., Echlin, P., Lifhshin, E., Sawyer, L. and Michael, J.R. 1981. Scanning Electron Microscopy and X-Ray Microanalysis, A textbook for Biologist. New York. Material Scientist and Biologist.

Haissinky, M. and Adloff, J.P. 1965. Radiochemical Survey of the Elements. Apllied Catalysis B:Environmental. Vol. 12. Page. 3017-315.

Hidayat, C., Supriyadi dan Prabondari. 2009. Pengembangan Zirkonia Agarosa Sebagai Matrik untuk Biokatalis pada Amobilisasi Lipase Candida Rugosa. Agritech Vol. 29 No. 3. Page. 159-166.

Hunter, B.A. 1997. Rietica for 85/98/Nt Vresion 1. 62. Australia.

Illisz, I., Dombi, A., Mogyorosi, K., Farkas, A. and Pekwny, I. 2002. Removal of 2-chlorophenol from Waterby Adsorption Combines with Photocatalysis. Applied Catalysis B. Vol. 39. Page. 247-256.

Kisi, E.H. 1994. Rietveld Analysis of Powder Diffraction Pattern. Material Forum. 18:135-153.

Lubis, N.Y. 2013. Skripsi Sintesis dan Karakterisasi Komposit ZrO2-CuO Dengan Metode Sol Gel Sebagai Fungsi Waktu. Bandar Lampung. Fisika FMIPA Universitas Lampung. Page 1-55.

Lutsman, B. and Kerze, F. Jr. 1995. The Metalurgy Zirconium. New York. Mc Graw Hill Book Company, Inc. Page. 1-216.

Lopez, T., Alvarez, M., Tzompantzi, F. and Picquart, M. 2006. Photocatalytic Degradation of 2,4-dichlorophenoxiacetic acid and 2,4,6-trichlorophenol with ZrO2 and Mn/ ZrO2 Sol-Gel Materials. J Sol Gel Sci Techn. Vol. 37. Page. 207-211.

Mackenzie, J.D. 1982. Zirconium Effect on the Synthesis and Textural Properties of Organic Inorganic Hybrid Materials. Non-Cryst Solids. Volume. 3. Page.226-231.


(3)

Mahreni. 2010. Sintesis Membran Nanokomposit Nafion-SiO2 Menggunakan Metode Sol-Gel. Jurnal Sains Materi Indonesia. Vol. II. No. 2 Page. 129-133.

Masduki, B., Legowo, S., Suardi, N., Kardana., Al’Amin., Linda, S., Edy dan Asep. 1994. Pemurnian dan Pembuatan Logam Zirkonium. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Mc. Murdie, H.F., Morris, M.C., Evans, E.H., Paretzkin, B., Wong-NG, W. and Hubbard, C.R. 1986. Methods of Producing Standards X-Ray Diffraction Powder Patterns. Powder Diffraction. Vol 1. Page. 265-275. Ohya, Y., Syuoka, I., Takayuki, B and Yasutaka, T. 2000. Preparation of CuO

Thin Film and Their Electrical Conductivity. CSJ Series Publication of The Ceramic Society of Japan. Page.113-116.

Ozawa, T.C and Kang, S.J. 2004. Balls and Sticks : Easy-to-Use Structure Visualisasi and Animation Creating Program. J Appl. Cryst. Vol. 37. Page. 679.

Purnama, H., Girgsdies, F., Ressler, T., Schattka, J.H., Carusso, R.A., Schomacker, R. and Schlogl, R. 2004. Activity and Selectivity of a Nanostructured CuO-ZrO2 Catalyst in The Steam Reforming of Methanol. Catalyst Letters. Vol. 94. Page. 61-68.

Ramaswamy, V., Bhagwat, M., Srinivas, D and Ramaswamy, A.V. 2004. Structural and Spectral Features of Nano-Crystalline Copper-Stabilized Zirconia. Catalysis Today. Vol. 97. Page. 63-70.

Ritzkopf, I., Vukojevic, S., Weidenthaler, C., Grunwaldt, J.D. and Schuth, F. 2006. Decreased CO Production in Methanol Steam Reforming Over Cu/ZrO2 Catalysts Prepared by The Microemulsion Technique. Apllied Catalysis A : General. Vol. 302. Page. 215-223.

Roziqin, M.M dan Tri Wahyuni, I. Perilaku Material Amorf Gelas Metalik Biner dan Tersier Berbasis Zirkonium terhadap Laju Korosi. Journal PKM. Surabaya. Fisika MIPA Universitas Airlangga. Page. 1-9.

Sajima., Nuraini, E. dan Handayani, A. 2006. Pembuatan ZrO2 dengan Pengendapan Larutan Stripping Secara Catu dari Berbagai Keasaman dan Volume. Seminar Nasional II SDM Teknologi Nuklir Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. BATAN. Yogyakarta. Page. 69-75.

Sajima., Tunjung, I. dan Mulyono. 2007. Pembuatan Larutan Umpan Proses Pengendapan Zr(OH)4 Menggunakan Metode Re-Ekstraksi. Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir STT Nuklir-BATAN. Yogyakarta. Page. 73-79.


(4)

Schumck, J. 1992. The Properties of Zirconium and Its Alloys for Chemichal Engineering Apllications. Ugine, France. Cezus. Centre de Recherches. Sholikhati dan Prayitno. 2009. Penentuan Kecepatan Adsorpsi Boron Dalam

Larutan Zirkonium dengan Zeolit. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta. STTN. BATAN. Page. 639-646.

Simatupang, R.A. 2005. Pengaruh Aditif CaO dan Suhu Sintering Terhadap Mikrostruktur Keramik PSZ (Partially Stabillized Zirconia). Jurnal Sistem Teknik Industri Vol. 6. Fisika FMIPA USU. Page. 19-24.

Simbolon, S., Masduki., Busron dan Aryadi. 2000. Penentuan Unsur-Unsur Tak Murnian di dalam Zirkonium Oksida dengan Metode Spektrografi Emisi. Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir V P2TBDU dan P2BGDN-BATAN. Jakarta. Page. 639-646.

Smith, D. K and Newkirk, H.K. 1965. Crystal Structure of Baddeleyite (Monoclinic ZrO2) and it’s Relation to The Polymorphism of ZrO2. Acta Crystallography. Vol. 18. Page. 982.

Swanson, H.E., and Tatge, E. 1953. Standard X-Ray Diffraction Powder Pattern. Washington D.C. United States Department of Commerce. National Bureau of Standards Circular. Vol. 539. Page. 1-10.

Syamsuddin, Y. dan Husin, H. 2008. Hidrogenasi CO2 Menjadi Metanol dengan Menggunakan Katalis Zeolit Alam, Zeolit Sintesa ZSM-5 dan Katalis Sintesa Cu/ZnO/Al2O3. Jurnal Purifikasi. Vol. 9. No. 1. Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Tanabe, M., Hokim, J. and Nivea. 1997. Characterization and Catalytic Activity of The Al-MCM-41 Prepare by Methode of Gel Equalibrium Adjustment. Microporous Material Vol. 10. Page. 85-93.

Triwikantoro dan Sukendar, S. 2007. Nanokristalisasi Material Amorf Zr69,5 Cu12 Ni11Al7,5 antara Temperatur Transisi Gelas (Tg) dan Temperatur Kristalisasi (Tx). Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Vol. 3. No. 1. Jurusan Fisika FMIPA ITS. Page.1-4.

Tunell, E.G., Posnjak, C.J. and Ksanda, Z. 1935. Kristallography. Vol. 90. Page. 120.

Tunell, E.G., Ponsjak, C.J. and Ksanda, Z. 1935. Identification of The Copper Ore Minerals by Means of X-Rays Powder Diffraction Pattern. Zeit Krist. Vol.90. Page.138-139.

Usada, W., Isyuniarto., Mintolo., Sukmajaya, S. 2001. Kajian Pustaka Prospek Pengembangan Sel Bahan Bakar Oksida Padat. Vol. IV. No. 2.


(5)

Vahidshad, Y., Abdizadeh, H., Baharvandi, H.R. and Baseri, M.A. 2008. Effects of Calcinations Temperature on The Structure of CuO-ZrO2 Nanoparticles. International Journal of Modern Physics B. World Scientific Publishing Company. Vol. 22. Page. 3201-3209.

Vahidshad, Y., Abdizadeh, H., Baharvandi, H.R. and Baseri, M. Akbari. 2009. Structural and Morphology of Nanopowders Copper-Stabilized Zirconia. Surface Review and Letters. Vol. 16. Page. 569-577.

Vahidshad, Y and Abdizadeh, H. 2011. Influence of Taguchi Selected Parameters on Properties of CuO-ZrO2 Nanoparticles Produced via Sol-Gel Method. World Academy of Science, Engineering and Technology. Vol. 50. Page. 305-313.

Vahidshad, Y., Abdizadeh, H. and Asadi, S. 2012. Effect of Crystalline Size on The Structure of Copper Doped Zirconia Nanoparticles Synthesized via Sol-Gel. Journal of Nanostructures. Vol. 2. Page. 205-212.

Veda, R., Mahesh, B., Srinivas, D., and Ramaswamy, A.V. 2004. Structural and Spectral Features of Nano-Crystalline Copper-Stabilized Zirconia. Catalysis Today. Vol. 97. Page. 63-70.

Vlack, V.L.H. 1989. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam). Edisi kelima. Jakarta. Erlangga. Hal.101-104.

Wang, D.-N., Guo, Y.-Q., Liang, K.-M., and Tao, K. 1999. A: Math. Phys., Astron. Sci. China, Ser. Vol. 42 Page. 80.

Wang, Y. and Caruso, R.A. 2002. Preparation And Characterization Of Cuo-ZrO2 Nanopowders. J. Mater. Chem. Vol. 12. Page. 1442-1445.

Widodo, S. 2010. Teknologi Sol-Gel Pada Pembuatan Nano Kristalin Metal Oksida Untuk Aplikasi Sensor Gas. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Page. 1-8.

Wismadi, T. 2001. Pembuatan dan Karakterisasi Lapisan Tipis Copper Oxide (CuO) Sebagai Sensor Gas. Bogor. Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Page. 1-22.

William, C. 1991. Firing of Sintering (Densification) of Ceramics, Engineered Material Handbook. Vol. 4. New York. ASM International Publisher. Yandi-sage-blogspot.com/2009/07/html. 2009. Keramik Teknik. Diakses pada

tanggal 11 Februari. Pada tanggal 11.00 WIB.

Yang, H.H., Yan, J. H., Yao, M.H., Zhang, L., and Tang, Y.G. 2012. Photocatalytic H2 Evolution Activity of CuO-ZrO2 Composite Catalyst


(6)

Under Simulated Sunlight Irradiation. Journal of Central South University of Technology. Vol. 18. Page. 56-62.

Zoppi, R.A., Nunes, S.P., and Yoshida I.V.P. 1997. Hybrids Perfluorosulfonic Acid Ionomer and Silicon Oxide by Sol-Gel Reaction From Solution: Morphology and Thermal Analysis. Journal of Polymer. Vol. 39. Page. 1309-1315.