UPAYA PERBAIKAN KEMANTAPAN AGREGAT MELALUI PEMBERIAN BERBAGAI JENIS GULMA PADA TANAH ULTISOL

ABSTARAK
UPAYA PERBAIKAN KEMANTAPAN AGREGAT MELALUI
PEMBERIAN BERBAGAI JENIS GULMA
PADA TANAH ULTISOL
Oleh
PIRNANDO

Luas tanah Pedsolik Merah Kuning meliputi 48,3 juta hektar yang tersebar luas di pulau
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Di Indonesia Ultisol banyak ditemukan di
daerah bertopografi datar sampai berbukit pada ketinggian 50 m sampai 350 m dari
permukaan laut, suhu tanah rata-rata lebih dari 80C dan curah hujan tahunan 2500 sampai
3500 mm. Ultisol merupakan tanah mineral yang berkembang dan mengalami pelapukan
lanjut dan pencucian intensif yang menyebabkan tanah ini bereaksi masam dan kejenuhan
basa rendah sampai kelapisan bawah. Sifat fisika Ultisol buruk karena kandungan bahan
organik tanah rendah, bobot isi pada lapisan tanah bawah tinggi, stabilitas agregat kurang
stabil. Salah satu faktor penyebab penurunan kemantapan agregat tanah dikarnakan
menurunnya kandungan bahan organik tanah, sebagai bahan semen di dalam tanah. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kemantapan agregat tanah melalui
pemberian berbagai jenis gulma sebagai pupuk hijau. Pemberian berbagai jenis gulma sangat
efektif dalam menekan erosi, memperbaiki kualitas agregat tanah dan sebagai penghasil
bahan organik tanah yang dapat memperbaiki struktur tanah dan agregat tanah sehingga

mampu bertahan terhadap daya perusak mekanis dan fisika.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai jenis pupuk hijau
berupa gulma terhadap kemantapan agregat pada tanah Ultisol.
Penelitian upaya perbaikan kemantapan agregat melalui pemberian berbagai jenis gulma ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 11 perlakuan dan
3 ulangan
sehingga diperoleh 33 satuan pot percobaan. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu : K0 =
Kontrol, K1 = tanah + pupuk hijau berupa Asystasia, K2 = tanah + pupuk hijau berupa
Borreria , K3 = tanah + pupuk hijau berupa Chromolaena,
K4 = tanah + pupuk hijau
berupa Crotalaria, K5 = tanah + pupuk hijau berupa Imperata, K6 = tanah + pupuk hijau
berupa Lantana, K7 = tanah + pupuk hijau berupa Mikania, K8 = tanah + pupuk hijau berupa
Mimosa, K9 = tanah + pupuk hijau berupa Setaria, K10 = tanah + pupuk hijau berupa
Widelia. Keseragaman data dianalisis dengan Uji Barttlet dan aditivitas data dengan Uji
Tukey. Selanjutnya dilakukan sidik ragam dan dilakukan dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pemberian berbagai jenis gulma sebagai pupuk
hijau, kecuali Borreria dan Crotalaria berpengaruh nyata meningkatkan kemantapan agregat
tanah. Pemberian Asystasia, Mimosa dan Setaria merupakan perlakuan terbaik dan memiliki
nilai kemantapan agregat terbesar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.


Kata Kunci : bahan organik, kemantapan agregat tanah, pupuk hijau dan tanah
Ultisol.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa simpulan yaitu:
1. Pemberian gulma sebagai pupuk hijau pada tanah Ultisol mampu memperbaiki
kemantapan agregat tanah dibandingkan tanpa pemberian gulma.
2. Pemberian pupuk hijau dari gulma jenis Asystasia, Mimosa dan Setaria meningkatkan
kemantapan agregat lebih baik dibandingkan dengan jenis gulma lainnya.
B. Saran
Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batas maksimum sumbangan
bahan organik dari pemberian berbagai jenis gulma sebagai pupuk hijau pada tanah ultisol.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Manusia dalam memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya harus
mengoptimalkan sumberdaya yang terdapat di lingkungannya termasuk sumberdaya tanah
dan sumberdaya air. Oleh karena itu pengelolaan yang baik dari kedua sumberdaya itu
sangat penting untuk diperhatikan, agar pemanfaatan kedua sumberdaya tersebut dapat
dipertahankan dan dikembangkan secara berkelanjutan, optimal dan seimbang.

Menurut Wahjunie (2003) penurunan kualitas fisik tanah mula-mula diawali dengan adanya
kerusakan agregat tanah, kemudian agregat tanah yang rusak tersebut nantinya akan hancur
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan masuk ke dalam pori tanah untuk membentuk
horizon tanah yang padat, sehingga terjadilah penurunan laju infiltrasi dan pada akhirnya
akan mengakibatkan erosi.

Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi lahan kritis dapat diupayakan dengan
penambahan bahan organik ke dalam tanah. Le Bissonnais dan Arrouays (1997) dalam
Wahjunie (2003) mengemukakan bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah telah
dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah sehingga dapat mengurangi surface sealing.
Selain itu, penambahan bahan organik juga mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur
tanah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk penambahan bahan organik dapat
dilakukan dengan penambahan pupuk hijau yang mampunyai potensi sebagai sumber bahan
organik yang tinggi dengan jenis tanaman yang mampu hidup normal dan cepat pada kondisi

lahan yang kritis. Dengan pemberian bahan organik dengan pupuk hijau diharapkan dapat
memperbaiki kualitas sifat fisik tanah.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai jenis pupuk hijau
berupa gulma terhadap kemantapan agregat pada tanah Ultisol.

C. Kerangka Pemikiran

Tanah tanah lahan kering tropika basah seperti di pulau-pulau besar luar pulau Jawa
merupakan tanah yang rentan terjadi degradasi lahan, selain disebabkan faktor alami juga
akibat campur tangan manusia. Pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip atau tata
cara yang benar

dapat mengakibatkan hal yang negatif, tidak hanya dari awal

pembukaannya, tetapi juga pada penggunaan dan pengelolaan lahan itu sendiri.

Bahan pembenah tanah, berupa pupuk hijau merupakan salah satu usaha yang dapat

dilakukan untuk menanggulangi degredasi lahan, karena pemberian pupuk hijau dapat
memperbaiki kemantapan agregat tanah.

Gato dan Nagata (2000) menyatakan bahwa

aplikasi pupuk hijau yang baik akan meningkatkan total karbon, total nitrogen dan kapasitas
tukar kation tanah dan porositas tanah, namun dapat menurunkan pemadatan tanah tanah.
Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa panen) atau tanaman yang ditanam
secara khusus sebagi penghasil pupuk hijau atau yang berasal dari tanaman liar seperti
kembang telekan (Lantana camara), paitan (Tithonia difersivolia), krinyu (Cromolaena
odorata), dan wedusan (Ageratum conyzoides) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
sumber/bahan pupuk hijau, terutama jika ketersediaan sumber pupuk hijau lainnya sangat
terbatas.

Hasil penelitian Bakri dkk. (2003) menyatakan bahwa pengaruh tinggalan (carryover effect)
pupuk hijau masih sangat nyata terhadap variabel: (a) ruang pori total, bobot isi, kadar Corganik, N-total, dan nilai C/N tanah; (b) nyata terhadap variabel indeks stabilitas agregat,

dan rataan lebar daun tanaman nanas; serta (c) tidak nyata terhadap permeabilitas tanah dan
rataan panjang daun tanaman nanas.


Pupuk hijau adalah tanaman atau bagian-bagian tanaman yang masih muda atau hijau yang
masih yang dibenamkan ke dalam tanah dengan maksud untuk menambah bahan organik dan
unsur hara dan nitrogen.

Menurut Hakim dkk. (1986) ada persyaratan yang harus

dipertimbangkan dalam pemilihan pupuk hijau antara lain : kecepatan pertumbuhannya dan
dapat menghasilkan banyak bahan organik, tidak banyak mengandung kayu, cepat dalam
melapuk, banyak mengandung nitrogen, dan dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur dan
tanah kekeringan.

Bahan pembenah tanah, berupa pupuk hijau merupakan salah satu usaha yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi degredasi lahan, karena pemberian pupuk hijau dapat
memperbaiki kemantapan agregat tanah.

Gato dan Nagata (2000) menyatakan bahwa

aplikasi pupuk hijau yang baik akan meningkatkan total karbon, total nitrogen dan kapasitas
tukar kation tanah dan porositas tanah, namun dapat menurunkan bulk density tanah.
Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa panen) atau tanaman yang ditanam

secara khusus sebagi penghasil pupuk hijau atau yang berasal dari tanaman liar (misalnya di
areal di pinggir lahan, jalan atau saluran irigasi).

Tanaman liar seperti kembang telekan

(Lantana Camara), paitan (Tithonia difersivolia), krinyu (Cromolaena odorata), dan
wedusan (Ageratum conyzoides) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif sumber/bahan
pupuk hijau, terutama jika ketersediaan sumber pupuk hijau lainnya sangat terbatas.

Menurut Yulnafatmawita et al. (2008) aplikasi jenis pupuk hijau Chromolaena odorata
meningkatkan kandungan bahan organik (BO) dan persen berat agregat tanah berdiameter >
2.8 mm. Chromolaena adalah salah satu jenis pupuk hijau yang memiliki prospek yang baik.

Chromolaena termasuk dalam kelas Dicotyledonae dengan famili Asteraceae yang memiliki
nama spesies Chromolaena odorata (L.) King & H. E. Robins (plantamor. Com., 2009).
Pangkasan Chromolaena mempunyai kandungan karbon, kalsium dan nitrogen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang sapi, sehingga Chromolaena dapat dijadikan
alternatif sebagai pupuk organik.

D. Hipotesis


1.

Pemberian berbagai jenis pupuk hijau berupa gulma dapat memperbaiki kemantapan
agregat tanah.

2.

Jenis pupuk hijau Chromolaena akan lebih baik dalam memperbaiki kemantapan
agregat tanah dibandingkan dengan pupuk hijau lainnya.