Pengaruh Faktor Pembentuk Agregat Tanah terhadap Kemantapan Agregat Tanah Latosol Dramaga pada Berbagai Penggunaan Lahan

i

PENGARUH FAKTOR PEMBENTUK AGREGAT TANAH
TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT TANAH LATOSOL
DRAMAGA PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN

SERLY ABI PRATIWI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Faktor
Pembentuk Agregat Tanah terhadap Kemantapan Agregat Tanah Latosol
Dramaga pada Berbagai Penggunaan Lahan adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Serly Abi Pratiwi
NIM A14080022

iv

ABSTRAK
SERLY ABI PRATIWI. Pengaruh Faktor Pembentuk Agregat Tanah terhadap
Kemantapan Agregat Tanah Latosol Dramaga pada Berbagai Penggunaan Lahan.
Dibimbing oleh LATIEF M RACHMAN dan YAYAT HIDAYAT.
Tanah Latosol banyak digunakan untuk kegiatan pertanian. Kemantapan
agregat tanah penting karena berpengaruh terhadap banyak sifat fisik tanah yang
lain. Kemantapan agregat tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk
agregat tanah seperti tekstur, jenis mineral klei, kation dapat ditukar, bahan

organik tanah, proses-proses biologi, penggunaan lahan dan pengolahan tanah.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh penggunaan lahan
terhadap kemantapan agregat serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kemantapan agregat pada Tanah Latosol Dramaga. Parameter-parameter yang
dianalisis adalah kemantapan agregat tanah, tekstur tanah, bahan organik tanah,
serta kandungan kalsium, magnesium, natrium dapat ditukar. Hasil analisis
menunjukkan kemantapan agregat Tanah Latosol pada semua penggunaan lahan
termasuk ke dalam kategori sangat stabil sekali (ISA> 200). Kemantapan agregat
tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan (P< 0.05). Kemantapan agregat
tertinggi terdapat di Kebun Kakao dan terendah di Kebun Singkong. Penggunaan
lahan berpengaruh terhadap sifat kemantapan agregat Tanah Latosol dan faktor
pembentuk agregat seperti bahan organik tanah dan kalsium dapat ditukar (P<
0.05). Analisis berganda menunjukkan kemantapan agregat tanah dipengaruhi
oleh persen bahan organik tanah, kalsium, magnesium dan natrium dapat ditukar,
persen klei dan pasir (R-Square=94%, P< 0.05). Kalsium, megnesium, natrium
dapat ditukar, pasir dan klei merupakan faktor pembentuk agregat tanah yang
berpengaruh secara nyata terhadap kemantapan agregat Tanah Latosol (P< 0.05).
Kalsium dan magnesium dapat ditukar merupakan faktor pembentuk agregat yang
memiliki pengaruh paling tinggi dibandingkan faktor yang lain terhadap
kemantapan agregat Tanah Latosol (P = 0.004).

Kata kunci: agregasi, bahan organik tanah, kation dapat ditukar, kemantapan
agregat tanah, penggunaan lahan

v

ABSTRACT
SERLY ABI PRATIWI. The Influence of Aggregates-Forming Factors toward
Latosol Soil Aggregate Stability on Various Land Use. Suprived by LATIEF M
RACHMAN and YAYAT HIDAYAT.
Latosol Soil generally used for agricultural activities. Soil aggregate
stability is an important property because it affects to many other soil physical
properties. Soil aggregate stability is influenced by various factors of foundation
soil aggregate such as soil texture, clay mineral type, exchangeable cations, soil
organic matter, biological processes, land use and soil tillage. The purpose of this
research is to identify the influence of land use of soil aggregate stability and soil
factors that influence on soil aggregate stability in Latosol Soil Dramaga.
Analyzed parameters were soil aggregate stability, soil texture, soil organic
matter, exchangeable calcium, magnecium, sodium. The analysis showed soil
aggregate stability on all land uses were classified to very stable category (ISA>
200). Soil aggregate stabiliy was influenced by land use (P< 0.05). Highest soil

aggregate stability was founded in Cocoa Garden and lowest in the Cassava
Garden. Land use affected the Latosol Soil aggregates stability and aggregateforming factors such as soil organic matter and exchangeable calcium (P< 0.05).
Analysis of variance showed soil aggregate stability were significantly influenced
by percent of soil organic matter, exchangeable calcium, magnecium and sodium,
and percent of clay and sand (R-Square = 93%, P< 0.05). The exchangeable
calcium and magnecium had the highest impact than the other aggregate form
factor in soil aggregates stability (P = 0.004).
Key words: aggregation, exchangeable cations, land use, soil aggregate stability,
soil organic matter

vii

PENGARUH FAKTOR PEMBENTUK AGREGAT TANAH
TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT TANAH LATOSOL
DRAMAGA PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN

SERLY ABI PRATIWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh Faktor Pembentuk Agregat Tanah terhadap
Kemantapan Agregat Tanah Latosol Dramaga pada Berbagai
Penggunaan Lahan
Nama
: Serly Abi Pratiwi
NIM
: A14080022

Disetujui oleh


Dr Ir Latief M. Rachman, MSc, MBA
Pembimbing I

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Syaiful Anwar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

iii

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh
Faktor Pembentuk Agregat Tanah terhadap Kemantapan Agregat Tanah Latosol

Dramaga pada Berbagai Penggunaan Lahan. Shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabatnya, dan seluruh umat manusia yang senantiasa istiqomah dijalan-Nya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyelesaian skripsi ini bukan
sepenuhnya hasil kerja penulis sendiri. Terima kasih penulis ucapkan kepada
Bapak Dr Ir Latief M. Rachman, MSc, MBA dan Bapak Dr Ir Yayat Hidayat, Msi
selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing selama penelitian dan
penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis
juga menghaturkan terimakasih kepada Dr Ir Enni Wahjunie, MSi atas
kesediaannya sebagai dosen penguji. Semoga segala kebaikan dibalas oleh Allah
swt. dengan keberkahan yang banyak.
Ungkapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:
1. Orang tua tersayang, ibu Jumariyah, bapak Dimin dan kakak Viviana
Lisma Lestari yang selalu memberikan doa, perhatian dan dukungan,
2. Seluruh dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang berharga,
3. Pak Ipul dan seluruh staf Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, khususnya Laboratorium Konservasi Tanah dan

Air, atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian,
4. Seluruh keluarga besar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan angkatan 45 atas kerjasama dan ukhuwah yang indah,
5. Nunik, Ria, Dian, Eka, Mba Patma, Kak Mawar, Kak Aufa, Kak Dede
dan sahabat-sahabat yang Allah pertemukan di IPB yang telah
mendukung dan membantu penulis selama penelitian,
6. Serta semua pihak lainnya yang telah membantu dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
Semoga hasil yang disajikan dalam penulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan bagi perkembangan pertanian di Indonesia.

Bogor, Juli 2013

Serly Abi Pratiwi

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Latosol
Pembentukan Agregat Tanah
Faktor yang Memperngaruhi Agregasi
Sifat-Sifat Tanah
Agen-Agen Agregasi
Pengaruh Hayati
Faktor-Faktor Eksogen
Kemantapan Agregat Tanah
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanah
Analisis Sifat Tanah
Analisis Statisitik

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penggunaan Lahan
Kebun Kelapa Sawit
Kebun Kakao
Kebun Singkong
Tanah Berumput
Kemantapan Agregat Tanah
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Agregat Tanah
Bahan Organik Tanah
Kation dapat Ditukar
Kalsium dapat Ditukar
Magnesium dapat Ditukar
Natrium dapat Ditukar
Klei dan Pasir

ii
ii
ii
1
1

1
2
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
8
9
9
11
11
13
13
14
15
16

ii

SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

17
18
19

DAFTAR TABEL
1

Tekstur tanah Latosol

16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

3
4
7
8
8
9
10

8
9

Model penyusunan agregat dan agen pengikat utamanya
Faktor yang mempengaruhi agregasi tanah
Kebun Kelapa Sawit
Kebun Kakao
Kebun Singkong
Tanah Berumput
Indeks Stabilitas Agregat (ISA) Tanah Lastosol pada berbagai
penggunaan lahan
Kadar bahan organik tanah Latosol Dramaga pada berbagai
penggunaan lahan
Ca-dd tanah Latosol Dramaga pada berbagai penggunaan lahan

10
11

Mg-dd tanah Latosol Dramaga pada berbagai penggunaan lahan
Na-dd tanah Latosol Dramaga pada berbagai penggunaan lahan

14
15

7

12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Karakteristik fisik dan kimia tanah
Hasil analisis sidik ragam
Klasifikasi indeks stabilitas agregat
Kriteria penilaian kation dapat ditukar

19
19
20
21

1
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah Latosol adalah tanah yang tersebar hampir di seluruh Indonesia.
Tanah ini memiliki kemantapan agregat tanah yang tinggi yang menguntungkan
bagi kegiatan pertanian karena berpengaruh positif pada sifat fisik tanahnya.
Kemantapan agregat tanah merupakan ketahanan agregat-agregat tanah dalam
melawan perpecahan agregat dan dispersi partikel oleh berbagai gangguan,
misalnya pukulan butir air hujan, penggenangan air dan alat-alat mekanik. Tanah
yang memiliki kemantapan agregat yang baik akan memiliki ketahanan agregat
tanah dalam melawan daya dispersi dan memiliki kekuatan sementasi atau
pengikatan.
Tekstur tanah, jenis dan jumlah mineral klei, kation dapat ditukar, bahan
organik tanah, proses-proses biologi merupakan faktor yang mempengaruhi
pembentukan agregat tanah dan kemantapan agregat tanah. Faktor-faktor ini
berkaitan dengan proses awal pembentukan agregat tanah, yakni flokulasi dan
agregasi tanah. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya terdispersi
kemudian bergabung menjadi agregat. Selain faktor tersebut, terdapat pula faktor
eksogen yang mempengaruhi kemantapan agregat tanah, diantaranya adalah cuaca
(pembasahan dan pengeringan), pengolahan tanah dan penggunaan lahan.
Interaksi yang kompleks dari berbagai faktor pembentuk agregat tanah ini
mempengaruhi pembentukan agregat tanah dan bersifat sinergis atau penghancur
bagi agregat tanah.
Berkaitan dengan erodibilitas tanah, adanya bahan pengikat butir primer
merupakan salah satu aspek yang penting dalam pembentukan agregat yang
mantap yang tahan terhadap erosi. Bahan tersebut misalnya bahan organik dan
kation seperti kalsium dan magnesium dapat ditukar. Adanya bahan-bahan
tersebut memiliki kaitan dengan kemantapan agregat tanah sehingga dapat
meningkatkan kualitas tanah, khususnya penggunaan lahan pertanian.

Tujuan
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi pengaruh penggunaan lahan
terhadap kemantapan agregat serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kemantapan agregat pada tanah Latosol Dramaga.


 

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Latosol
Tanah Latosol adalah tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan
pencucian intensif, mempunyai batas-batas horison baur, dengan kandungan
bahan organik, mineral primer dan unsur hara rendah, serta memiliki pH tanah
yang rendah (pH 4.5–5.5). Tanah ini memiliki stabilitas agregat tanah tinggi,
konsistensi remah, terjadi akumulasi sesquioksida akibat pencucian silika. Tanah
berwarna merah, coklat kemerahan, cokelat, cokelat kekuningan atau kuning
tergantung dari bahan induk, umur, iklim dan ketinggian. Tanah terdapat mulai
dari daerah pantai hingga 900 m dengan curah hujan antara 2500–7000 mm per
tahun (Dudal dan Soepraptohardjo 1975).
Di Indonesia tanah Latosol umumnya mempunyai tanah mineral yang
berbahan induk tufa volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman solum
setebal 1.5-10 m, dengan topografi bergelombang, berbukit atau bergunung,
bertekstur klei, struktur remah sampai gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal
dan Soepraptohardjo 1975).
Tanah ini diantaranya dapat dijumpai di daerah Dramaga Kabupaten
Bogor. Latosol cokelat kemerahan Dramaga Bogor termasuk ke dalam order
Inceptisols menurut sistem klasifikasi USDA 1990. Tanah ini terletak pada zona
fisiografi Bogor bagian barat dengan bahan induk vulkanik kuarter yang berasal
dari Gunung Salak (Yogaswara 1977).
Pembentukan Agregat Tanah
Agregat tanah adalah unit sekunder atau butiran yang terdiri dari berbagai
partikel tanah yang disatukan oleh berbagai zat organik, klei, dan/atau silika.
Berbagai teori mekanisme pembentukan agregat telah banyak berkembang. Salah
satu teori yang menjelaskan tentang mekanisme pembentukan agregat adalah teori
yang dikemukakan oleh Tisdall dan Oades pada tahun 1982 yakni model hirarki
agregat.
Edwards dan Bremner dalam Tisdall dan Oades (1982) menjelaskan
pembentukan agregat terjadi melalui beberapa cara dan dapat dikelompokkan
dalam tingkat ukuran yaitu makroagregat (> 250 μm) dan mikroagregat (< 250
μm). Makroagregat terdiri dari kompleks klei, kation polivalen dan molekul
organik (Kl-P-MO) dimana klei terikat dengan molekul organik oleh kation
polivalen. Partikel Kl-P-MO dan (Kl-P-MO)x (keduanya berdiameter < 2 μm)
membentuk mikroagregat ((Kl-P-MO)x)y yang diameternya < 250 μm.
Gambar 1 menjelaskan tingkatan pembentukan agregat dari yang terkecil
sampai terbesar menurut Tisdall dan Oades (1982). Agregat yang lebih besar
terdiri dari aglomerasi agregat yang lebih kecil.
Agregat berdiameter < 2 μm. Agregat ini merupakan flokulasi dari
kumpulan individual klei yang membentuk masa yang sangat halus. Klei
disatukan oleh gaya-gaya Van der Waal, ikatan hidrogen dan ikatan Coloumb.
Agregat berdiameter 2-20 μm. Agregat-agregat yang berdiameter 2-20
μm terdiri dari partikel-partikel yang berdiameter < 2 μm yang terikat bersamasama sangat kuat oleh bahan organik persisten dan tidak dapat terganggu oleh

3
 

praktik pertanian. Partikel-partikel yang berdiameter 2-20 μm merupakan partikel
yang terdiri dari partikel-partikel berdiameter < 2 μm yang terikat dengan kuat.
Agregat berdiameter 20-250 μm. Agregat-agregat ini sebagian besar
terdiri dari partikel-partikel berdiameter 2-20 μm yang terikat bersama oleh
berbagai penyemen yang termasuk kedalam bahan organik persisten, kristalin
oksida dan aluminosilikat. Lebih dari 70% dari agregat adalah berdiameter 20-250
μm. Agregat ini sangat stabil bukan hanya karena ukurannya yang kecil, tapi juga
karena agregat tersebut mengandung agen-agen pengikat. Agregat ini termasuk ke
dalam mikroagregat ((Kl-P-MO)x)y.
Agregat berdiameter > 2000 μm. Agregat yang berdiameter > 2000 μm
terdiri dari agregat-agregat dan partikel-partikel yang disatukan oleh akar dan hifa.

Tanaman, Fungi  
Tanaman, Fungi  
HIfa 
Bakteri 
Bakteri 

20 μm 
Agen Pengikat Utama: 
Solid 
Solid 
2000 μm 

Kumpulan 
Kumpulan 
partikel klei 
partikel klei 

Pori 
Pori 
Sisa mikroba 
(bahan 
Sisa mikroba 
humat)
(bahan 

Mikroba, Fungi  
Mikroba, Fungi  
2 μm 
Akar dan Hifa 

humat)

Akar
Akar
200 μm 

Partikel‐
Partikel‐
partikel klei 
partikel klei 

HIfa 
HIfa 
Partikel 
Partikel 
Aluminosilikat amorf, 
oksida dan polimer 
organik yang terjerap 
permukaan klei, ikatan 
elektrostatis dan 
flokulasi

 

0.2 μm
2 μm

Partikel klei 
Partikel klei 
 
Penyemen 
Penyemen 

Gambar 1. Model penyusunan agregat dan agen pengikat utamanya
(Tisdall dan Oades 1982)
Faktor yang Mempengaruhi Agregasi
Dinamika agregasi sangat kompleks dan dipengaruhi oleh interaksi
beberapa faktor seperti lingkungan, pengelolaan tanah, tanaman, komposisi
mineral, tekstur, konsentrasi karbon organik tanah, aktivitas mikroorganisme
tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan, cadangan nutrisi di dalam tanah, dan
kelembaban. Bronick dan Lal (2005) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi agregasi seperti bagan pada Gambar 2.
Sifat-Sifat Tanah
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kemantapan agregat tanah
diantaranya adalah tekstur, kation dapat ditukar, pH tanah. Pada jenis tanah yang
berbeda, agregasi tanah dikontrol oleh mekanisme agregasi yang berbeda. Tekstur
tanah mempengaruhi agregasi secara signifikan. Konsentrasi klei mempengaruhi
agregasi berhubungan dengan swelling (pembengkakan) dan dispersi. Agregasi
distimulasi oleh interaksi jembatan polikationik yang menolak gaya-gaya negatif


 

pada muatan klei. Muatan negatif pada partikel klei meningkat dengan
meningkatnya pH tanah (Bronick dan Lal 2005).
Proses 
Pedogenik 
Faktor‐faktor 
eksogen 

Gangguan 
Antropogenik 

Pembentukan mikroagregat 

Perputaran makroagregat

Klei

Sifat‐sifat 
Tanah 

Matriks 
Tanah
C

Kation‐kation

Stabilisasi C
Organisme

Sumber C

Aksesibilitas 
dekomposisi 

Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi agregasi tanah (Bronick dan Lal
2005)
Agen-Agen Agregasi
Karbon Tanah. Karbon tanah terdiri dari karbon organik dan karbon
anorganik tanah. Karbon tanah berpengaruh terhadap agregasi terkait asosiasinya
dengan kation dan partikel-partikel tanah. Komposisi karbon organik tanah
mencerminkan laju dekomposisi dan pelepasan kation ke larutan tanah beserta
ketersediaan kation-kation pada larutan tanah (Bronick dan Lal 2005).
Bahan Organik Tanah. Harris (1966) dan Hamblin (1985) dalam Lal dan
Shukla (2004) membagi agen pengikat yang berasal dari bahan organik menjadi
tiga kelompok, yakni transien, temporer dan persisten. Kelompok agen pengikat
transien adalah berbagai polisakarida-polisakarida mikro dari berbagai bahan
organik yang ditambahkan ke tanah dan beberapa polisakarida yang berhubungan
dengan akar dan biomasa mikro pada rizosfer; agen pengikat temporer
diantaranya adalah akar dan fungi; sedangkan agen pengikat persisten diantaranya
adalah humat dan kompleks organo-mineral.
Klei dan Mineral Klei. Jenis mineral klei mempengaruhi sifat-sifat yang
dapat mempengaruhi agregasi diantaranya adalah area permukaan, KTK,
kepadatan muatan dan dispersivitas (Bronick dan Lal 2005).
Kation-Kation. Kation bivalen seperti kalsium dan magnesium
membentuk jembatan kationik dengan partikel klei dan karbon organik tanah. Klei
yang jenuh dengan Ca2+ dan Mg2+ akan terflokulasi sedangkan klei yang jenuh
dengan Na+ akan terdispersi (Arsyad 2010).

5
 

Pengaruh Hayati
Spesies tanaman mempengaruhi jumlah residu tanaman yang
dikembalikan ke tanah dan bahan kimia yang dikeluarkan dari tanaman yang
dapat mempengaruhi kemantapan agregat tanah. Selain itu, akar pada tanaman
menjaring dan menyusun partikel tanah. Akar juga mengeluarkan eksudat yang
berpengaruh pada sifat fisik, kimia dan biologi yang mempengaruhi kemantapan
agregat tanah. Selain tanaman, aktivitas mikroorganisme dan juga fauna tanah
seperti cacing dan rayap juga memiliki pengaruh terhadap kemantapan agregat
tanah (Bronick dan Lal 2005).
Faktor-Faktor Eksogen
Faktor-faktor eksogen yang mempengaruhi agregasi misalnya adalah
cuaca, penggunaan lahan, dan pengelolaan tanah. Cuaca berpengaruh terhadap
agregat terkait pembasahan dan pengeringan. Pembasahan dan pengeringan
memiliki peran penting pada agregasi terkait pengembangan dan penyusutan yang
menyebabkan pembentukan agregat. Faktor pengelolaan tanah seperti
penambahan bahan organik dan pengapuran dapat mempengaruhi kemantapan
agregat tanah (Lal dan Shukla 2004).
Kemantapan Agregat Tanah
Kemantapan agregat tanah didefinisikan sebagai ketahanan agregat tanah
melawan perceraian oleh pukulan butir air hujan atau penggenangan air.
Kemantapan agregat tanah bergantung pada ketahanan jonjot tanah melawan daya
dispersi dan kekuatan sementasi atau pengikatan (Notohadiprawiro 1998).
Lal dan Shukla (2004) menyebutkan terdapat berbagai metode yang
digunakan untuk menuntukan kemantapan struktur dan agregat tanah. Metode
tersebut diantaranya adalah metode stabilitas terhadap air atau angin dengan
teknik pengayakan kering dan basah yang dikemukakan oleh Yoder (1936).
Berbagai cara dapat digunakan untuk mengekspreksikan hasil analisis agregat
tanah menggunakan teknik ini. Indeks yang paling sering digunakan diantaranya
adalah indeks rata-rata bobot diameter (Mean Weight Diameter). Rata-rata bobot
diameter pada metode pengayakan kering dan basah dapat digunakan untuk
menentukan kemantapan agregat yang dinyatakan ke dalam indeks stabilitas
agregat. Indeks stabilitas agregat merupakan selisih antara rata-rata bobot
diameter agregat tanah pada pengayakan kering dengan rata-rata bobot diameter
pada pengayakan basah (Sitorus et al. 1983). Semakin besar indeks stabilitas
agregat maka tanah semakin stabil, demikian sebaiknya.


 

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September sampai Nopember 2012.
Analisis sifat-sifat tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air,
Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, dan Laboratorium Kimia
dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel tanah utuh dan sampel tanah
terganggu serta bahan kimia untuk analisis laboratorium. Peralatan yang
digunakan adalah satu set ayakan agregat kering, satu set ayakan agregat basah,
cawan alumunium, buret, corong, jam, penggaris, cangkul, gunting, timbangan
digital, neraca analitik, oven, gelas ukur, erlenmeyer, labu ukur, sentrifuse, tabung
reaksi, penggaris, alat tulis, kalkulator dan seperangkat komputer.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanah
Sampel tanah diambil di tanah Latosol Dramaga pada kedalaman 0-20 cm
pada penggunaan lahan Kebun Kelapa Sawit, Kebun Kakao, Kebun Singkong dan
Tanah Berumput dengan tiga kali ulangan. Jenis sampel yang diambil adalah
tanah agregat utuh dan tanah terganggu. Tanah agregat utuh digunakan untuk
menentukan kemantapan agregat tanah sedangkan tanah terganggu digunakan
untuk analisis bahan organik tanah, kalsium, magnesium, natrium dapat ditukar
dan tekstur tanah.
Analisis Sifat Tanah
Kemantapan agregat tanah dianalisis dengan metode pengayakan kering
dan basah. Kalsium, magnesium dan natrium dapat ditukar dianalisis dengan
Metode ekstraksi NH OAc pH 7, bahan organik tanah dianalisis dengan Metode
Walkley dan Black, dan tekstur tanah dianalisis dengan Metode Pipet. Struktur
tanah dianalisis dengan pengamatan langsung.
Analisis Statistik
Analisis ragam digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan lahan
terhadap kemantapan agregat tanah, bahan organik tanah, kalsium, magnesium
dan natrium dapat ditukar. Analisis linear berganda digunakan untuk mengetahui
pengaruh bahan organik tanah, kalsium, magnesium, natrium dapat ditukar dan
tekstur tanah terhadap kemantapan agregat tanah.

7
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penggunaan Lahan
Kebun Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit yang terdapat pada lokasi penelitian adalah kelapa
sawit yang berumur ± 10 tahun. Kelapa sawit ditanam dengan jarak tanam 7
meter. Pada kebun ini terdapat serasah yang berasal dari bagian tanaman kelapa
sawit yang telah mati dan melapuk yang dapat menjadi pemasok bahan organik
tanah. Terdapat tanaman penutup tanah berupa rumput, tetapi jumlahnya sangat
sedikit sekali.

Gambar 3. Kebun Kelapa Sawit
Pada lahan ini tidak dilakukan pengolahan tanah yang intensif. Jumlah pupuk
yang diberikan per pokok tanaman adalah 500 gram urea, 700 gram TSP, dan
1000 gram KCl. Lahan ini biasa dilewati oleh manusia karena merupakan lokasi
penelitian. Hal ini mengakibatkan tanah pada lahan ini mungkin mengalami
pemadatan tanah yang akan berpengaruh pada kemantapan agregat tanahnya.
Kebun Kakao
Lahan pada Kebun Kakao merupakan lahan dengan sistem agroforestry.
Sistem agroforestry merupakan perpaduan satu jenis tanaman tahunan dan satu
atau beberapa jenis tanaman semusim. Jenis tanaman tahunan yang terdapat pada
penggunaan lahan ini adalah tanaman karet yang berguna sebagai tanaman
naungan bagi tanaman kakao. Sistem agroforestry pada lahan ini menyebabkan
karakteristik lahan ini hampir mirip dengan hutan. Terdapat banyak serasah yang
menumpuk cukup tebal dan menutupi permukaan tanah. Serasah yang terdapat di
atas tanah dapat berguna sebagai pemasok bahan organik tanah dan dapat
melindungi tanah dari kerusakan agregat tanah sehingga berpengaruh positif
terhadap kemantapan agregat tanah.


 

Gambar 4. Kebun Kakao
Pada lahan ini pengolahan tanah konvensional tidak dilakukan intensif
sehingga bahan organik tanah tidak terlalu cepat terdekomposisi. Lahan Kebun
Kakao ini merupakan lokasi penelitian sehingga dilalui oleh manusia. Jumlah
pupuk yang diberikan per pokok tanaman adalah 75 gram urea, 75 gram KCl, dan
50 gram SP36.
Kebun Singkong
Tanaman singkong ini kurang lebih berumur 6 bulan Tinggi rata-rata
pohon singkong adalah 1.5 meter yang ditanam cukup rapat. Jarak tanam antar
pohon sekitar 0.9 meter. Saat pengambilan sampel tanah di lahan ini belum
terdapat tanaman penutup tanah.

Gambar 5. Kebun Singkong
Pengolahan tanah di lahan ini dilakukan secara konvensional. Lahan ini
merupakan lahan dengan riwayat biasa ditanami berbagai tanaman semusim dan
telah mengalami pengolahan tanah konvensional dan pemupukan yang cukup
intensif. Pengolahan tanah konvensional menyebabkan bahan organik tanah yang
berasal dari sisa-sisa tanaman maupun pemupukan lebih cepat terdekomposisi.
Pengolahan tanah konvensional pada lahan tanaman semusim ini juga dapat
menyebabkan kemantapan agregat tanahnya rendah karena agregat tanahnya
banyak mengalami gangguan.

9
 

Tanah Berumput
Lahan ini merupakan lahan bekas ditanami tanaman semusim (tanaman
jarak) yang telah diberakan. Pada lahan berumput ini terdapat pula hewan-hewan
makrofauna seperti cacing dan semut.
Lahan ini jarang diganggu manusia sehingga dapat berpengaruh positif
bagi kemantapan agregat tanah. Namun riwayat lahan ini merupakan lahan yang
biasa mengalami pengolahan tanah konvensional karena biasa ditanami tanaman
semusim sehingga agregat tanahnya juga sering terganggu. Diduga terdapat
banyak residu hara yang berasal dari kegiatan pemupukan tanaman semusim
yang pernah ditanam sebelumnya yang bermanfaat bagi pembentuk agregat tanah.

Gambar 6. Tanah Berumput

Kemantapan Agregat Tanah
Kemantapan agregat tanah semua penggunaan lahan termasuk ke dalam
kategori sangat stabil sekali (ISA>200). Berdasarkan uji beda nyata taraf 5%,
kemantapan agregat pada penggunaan lahan Kebun Kakao tidak berbeda nyata
dengan Tanah Berumput tetapi berbeda nyata dengan penggunaan lahan Kebun
Singkong.
Terdapat faktor yang menyebabkan perbedaan kemantapan agregat
diantaranya adalah penggunaan lahan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis
ragam dengan P-value indeks stabilitas agregat lebih kecil dari α = 0.05 yang
artinya penggunaan lahan berpengaruh terhadap indeks stabilitas agregat tanah
Latosol pada taraf 5%. Indeks stabilitas agregat tertinggi didapati di Kebun Kakao
dan terrendah di Kebun Singkong (Gambar 7). Penggunaan lahan berpengaruh
terhadap kemantapan agregat tanah terkait faktor eksogen dan faktor endogen
pembentuk agregat tanah. Faktor eksogen yang mempengaruhi kemantapan
agregat tanah adalah pengolahan tanah dan proses-proses biologi yang terjadi di
tanah.

10 

ISA

 

400
350
300
250
200
150
100
50
0

b
338.31
ab
257.95

b
314.28
a
226.72

Kelapa Sawit
Kakao
Kebun
Kebun
Kebun
Kakao Singkong 

Kelapa Sawit

Singkong

Tanah
Bera
Berumput

Gambar 7. Indeks Stabilitas Agregat (ISA) tanah Latosol pada berbagai
penggunaan lahan
Tanah Kebun Kakao memiliki kemantapan agregat yang paling tinggi
dibandingkan dengan tanah di penggunaan lahan lain. Kemantapan agregat tanah
pada Kebun Kakao berbeda nyata dengan tanah Kebun Singkong dan tidak
berbeda nyata dengan Tanah Berumput. Hal ini dikarenakan tanah Kebun Kakao
permukaannya ditutupi oleh serasah yang cukup tebal. Serasah yang tebal
menutupi permukaan tanah sehingga meningkatkan kelembaban tanah di daerah
permukaan tanah. Meningkatnya kelembaban tanah diduga meningkatkan jumlah
fungi di dalam tanah. Menurut Sutedjo (1991) fungi biasanya hidup pada tempat
yang lembab karena air sangat dibutuhkan fungi untuk melarutkan bahan organik
dan sebagai alat pengangkut makanan dan membantu difusi oksigen. Hifa pada
fungi menginisiasi pembentukan makroagregat dengan menjaring partikel-partikel
halus menjadi makroagregat (Six et al. 2002). Hal ini menyebabkan tanah pada
Kebun Kakao memiliki kemantapan agregat tanah yang lebih tinggi daripada
tanah di penggunaan lahan lainnya.
Tanah Berumput memiliki kemantapan agregat yang tidak berbeda nyata
dengan tanah Kebun Kakao dan kemantapan agregatnya lebih tinggi dibandingkan
kemantapan agregat tanah Kebun Kelapa Sawit dan tanah Kebun Singkong.
Tanah Berumput memiliki perakaran serabut yang banyak dari rumput-rumputan
yang tumbuh diatasnya. Menurut Bronick dan Lal (2005), akar dapat
meningkatkan agregasi tanah. Akar mengeluarkan berbagai senyawa yang
memiliki efek penyemen pada partikel-partikel tanah. Getah/cairan yang
dikeluarkan akar misalnya polygalacturonic acid yang dapat menstabilkan agregat
dengan meningkatkan kekuatan ikatan. Sistem perakaran yang berbeda memiliki
efek yang berbeda pada agregasi berkaitan dengan perbedaan sifat akar, eksudateksudat akar, dan fungsi akar. Umumnya akar serabut yang
ekstensif
menghasilkan makroagregat tingkat yang lebih tinggi (Bronick dan Lal 2005). Hal
inilah yang membuat Tanah Berumput memiliki kemantapan agregat yang lebih
tinggi dibandingkan tanah Kebun Kelapa Sawit dan tanah Kebun Singkong.
Tanah Kebun Kelapa Sawit memiliki kemantapan agregat yang tidak
berbeda nyata dengan tanah Kebun Kakao dan kemantapan agregat tanahnya
lebih tinggi dari Tanah Kebun Singkong. Hal ini dikarenakan tanah Kebun Kakao

11
 

dan Kebun Kelapa Sawit sama-sama merupakan tanaman tahunan yang jarang
mengalami pengolahan tanah dan memiliki tutupan tajuk yang lebih rapat yang
melindungi tanah dari pukulan butir air hujan.
Kemantapan agregat tanah Kebun Singkong lebih rendah daripada tanah di
penggunaan lahan lain. Hal ini dikarenakan Kebun Singkong merupakan lahan
pertanian tanaman semusim yang biasa mengalami pencangkulan sehingga
agregat-agregat tanahnya lebih sering mengalami gangguan dan terfragmentasi
dibandingkan tanah lainnya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Agregat Tanah
Perbedaan kemantapan agregat tanah juga dipengaruhi oleh faktor
endogen pembentuk agregat tanah. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
bahan organik tanah, kalsium, magnesium, natrium dapat ditukar dan tekstur
tanah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis regresi yaitu 93% dari variance
indeks stabilitas agregat tanah Latosol dapat dijelaskan oleh bahan organik tanah,
kalsium, magnesium, natrium, klei dan pasir. Persamaan yang didapatkan adalah
y = 444.1 + 22.6x – 89.8x + 317.6x – 890.1x - 3.4x + 33.8x
Regresi berganda signifikan dengan uji statistik F= 11.88. P-value = 0.008 lebih
kecil dari α = 0.05 menunjukkan adanya pengaruh nyata bahan organik tanah (x ),
Ca-dd (x ), Mg-dd (x ), Na-dd (x ), klei (x ) dan pasir (x ) terhadap indeks
stabilitas agregat tanah.
Bahan Organik Tanah
Jumlah bahan organik tanah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah faktor penggunaan lahan. Hal ini didukung oleh hasil analisis
ragam, P-value bahan organik tanah lebih kecil dari 0.05 yang artinya penggunaan
lahan berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat tanah. Penggunaan lahan
berpengaruh terhadap jumlah bahan organik tanah terkait banyaknya sisa tanaman
yang dapat disumbangkan ke tanah dari vegetasi yang tumbuh diatasnya dan jenis
pengolahan tanah yang diaplikasikan pada lahan tersebut.
Berdasarkan Gambar 8, jumlah bahan organik tanah tertinggi terdapat di
Kebun Kelapa Sawit dan terendah terdapat di Tanah Berumput. Tanah Kebun
Kelapa Sawit dan tanah Kebun Kakao memiliki bahan organik tanah yang
berbeda nyata dengan tanah Kebun Singkong dan Tanah Berumput berdasarkan
uji beda nyata pada taraf 5%.
Tanah Berumput memiliki bahan organik tanah yang lebih rendah
dibandingkan tanah Kebun Singkong. Hal ini dikarenakan Tanah Berumput
merupakan bekas lahan tanaman jarak yang kemudian diberakan (lahan terbuka)
yang telah mengalami dekomposisi bahan organik secara intensif sehingga tanah
memiliki kadar bahan organik yang rendah. Usia penanaman rumput yang belum
lama belum memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan kadar bahan
organik.
Tanah Kebun Kelapa Sawit dan Kebun Kakao memiliki bahan organik
tanah yang berbeda nyata dengan tanah Kebun Singkong dan Tanah Berumput
disebabkan mendapatkan pasokan bahan organik dari biomassa seperti bagian

12 
 

Bahan Organik (%)

tanaman yang telah melapuk. Tanah Kebun Kelapa Sawit mendapatkan pasokan
bahan organik dari pelepah dan tandan kelapa sawit yang telah melapuk
sedangkan tanah Kebun Kakao mendapatkan pasokan bahan organik dari serasah
yang telah melapuk yang berasal dari sisa tanaman kakao dan tanaman
naungannya (tanaman karet). Berbeda dengan tanah pada Kebun Kelapa Sawit
dan Kebun Kakao, tanah Kebun Singkong dan Tanah Berumput memiliki serasah
yang lebih sedikit sehingga memiliki jumlah bahan organik yang lebih rendah.
4.50
4.50
4.00
4.00
3.50
3.50
3.00
3.00
2.50
2.50
2.00
2.00
1.50
1.50
1.00
1.00
0.50
0.50
0.00
0.00

b
4.09

b
3.96

Kebun Kelapa Kebun Kakao
Sawit

a
3.03

Kebun
Singkong

a
2.34

Tanah
Tanah
Bera
Berumput

Gambar 8. Kadar bahan organik tanah Latosol Dramaga pada berbagai
penggunaan lahan
Selain akibat pengaruh sedikitnya pasokan bahan organik tanah, tanah
Kebun Singkong dan Tanah Berumput memiliki bahan organik tanah yang
berbeda nyata dengan tanah kebun kelapa sawit dan tanah kako karena merupakan
lahan pertanian tanaman semusim sehingga sering mengalami pengolahan tanah.
Salah satu efek negatif dari pengolahan tanah (konvensional) adalah mempercepat
proses oksidasi bahan organik akibat peningkatan aerasi tanah dan meningkatkan
kontak langsung antara tanah dan bahan organik. Hal ini menyebabkan penurunan
kandungan bahan organik pada tanah yang diolah (Puslitbangtanak 2004).
Bahan organik tanah dengan faktor lainnya berpengaruh nyata terhadap
kemantapan agregat tanahnya. Hal ini ditunjukkan oleh persamaan regresi
berganda diatas. Pengaruh bahan organik tanah terhadap kemantapan agregat
tanah Latosol adalah yang paling rendah dan tidak memberikan pengaruh secara
nyata terhadap kemantapan agregat dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal ini
ditunjukkan oleh besar P-value bahan organik tanah yang lebih tinggi dari
variabel lainnya, yakni 0.172.
Arsyad (2010) menjelaskan, bahan organik membantu agregasi dengan
cara dua hal, yakni pengikatan secara kimia butir-butir klei melalui ikatan antara
bagian-bagian negatif klei dengan gugusan positif (gugusan ammine, amide,
amino) pada senyawa organik berbentuk rantai (polimer) dan pengikatan secara
kimia butir-butir klei oleh ikatan antara bagian (kedudukan) negatif klei dengan
gugusan negatif (karboksil) pada senyawa organik berantai panjang dengan
perantara pertautan basa (Ca, Mg) dan ikatan hidrogen.

13
 

Ca-dd (me/100 gram)

Kation dapat Ditukar
Kalsium dapat Ditukar. Penggunaan lahan dapat berpengaruh terhadap
kandungan Ca-dd di dalam tanah terkait pengelolaan tanah yang diaplikasikan dan
riwayat penggunaan lahan pada tanah. Tanah yang mengalami pengapuran lebih
sering akan memiliki jumlah kandungan Ca-dd yang lebih tinggi dibandingkan
tanah yang jarang atau tidak pernah mengalami pengapuran.
b
b
2.00
2.00
1.65
1.76
1.80
1.80
1.60
1.40
1.40
1.20
1.20
1.00
1.00
0.80
0.80
0.60
0.60
0.40
0.40
0.20
0.20
0.00
0.00

a
0.49

a
0.40

Kebun
Kelapa Sawit

Kebun
Kakao

Kebun
Singkong

Tanah
Bera
Tanah
Tanah
Berumput

Gambar 9. Ca-dd tanah Latosol Dramaga pada berbagai penggunaan lahan
Pengaruh penggunaan lahan terhadap jumlah Ca-dd didukung oleh hasil
analisis ragam, P-value< 0.05, yang artinya penggunaan lahan berpengaruh nyata
terhadap jumlah Ca-dd di dalam tanah. Berdasarkan uji beda nyata, jumlah Ca-dd
di dalam tanah pada tanah Kebun Kelapa Sawit dan Kebun Kakao berbeda nyata
dengan Ca-dd pada Kebun Singkong dan Tanah Berumput pada taraf 5% (Gambar
9). Kalsium dapat ditukar tertinggi terdapat di Tanah Berumput dan terendah
terdapat di tanah Kebun Kakao. Meskipun jumlahnya berbeda-beda, Ca-dd pada
tanah semua penggunaan lahan termasuk dalam kategori sangat rendah (< 2
me/100g).
Tanah Kebun Singkong memiliki jumlah kalsium yang lebih tinggi dan
berbeda nyata dibandingkan dengan tanah Kebun Kelapa Sawit dan Kebun Kakao
dikarenakan tanah Kebun Singkong merupakan lahan pertanian tanaman semusim
yang lebih sering mengalami pengapuran dibandingkan tanaman tahunan. Mineral
yang berasal dari bahan induk atau pengapuran dapat menambahkan jumlah Ca-dd
di dalam tanah setelah larut di dalam tanah sehingga pengapuran dapat
menambahkan jumlah Ca-dd di dalam tanah. Sama seperti tanah Kebun Singkong,
Tanah Berumput merupakan tanah yang biasa ditanami tanaman semusim dan
dipupuk namun diberakan sehingga memiliki Ca-dd yang lebih tinggi
dibandingkan tanah Kebun Kelapa Sawit dan Kakao.
Kalsium dapat ditukar berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat
karena merupakan kation bivalen yang dapat mempengaruhi struktur tanah
dengan menjadi jembatan kationik antara klei dengan karbon organik tanah
(Bronick dan Lal 2005). Namun jumlah tertentu yang dibutuhkan pada kalsium
dapat ditukar untuk memantapkan agregat menyebabkan kalsium berpengaruh
negatif terhadap kemantapan agregatnya saat nisbahnya dengan variabel lain
melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk kemantapan agregat. Bronick dan Lal

14 
 

(2005) menjelaskan, interaksi yang kompleks pada agen-agen agregasi tidak
selalu sinergis tetapi juga dapat berpengaruh disruptif bagi agregasi.

Mg-dd (me/100 gram)

Magnesium dapat Ditukar. Rata-rata jumlah magnesium dapat ditukar
(Mg-dd) pada berbagai penggunaan lahan memiliki jumlah yang lebih rendah dari
kalsium dapat ditukar. Menurut Leiwakabesy et al. (2003), Ca menempati posisi
terbanyak dalam kompleks jerapan dibandingkan kation-kation lainnya. Selain itu,
magnesium lebih mudah tercuci dibandingkan Ca sehingga tanah bagian atas lebih
banyak kehilangan Mg-dd dibandingkan kehilangan Ca-dd. Hal inilah yang
menyebabkan rata-rata jumlah Mg-dd lebih kecil dibandingkan Ca-dd.
0.35
0.35
0.30
0.30
0.25
0.25
0.20
0.20
0.15
0.15
0.10
0.10
0.05
0.05
0.00 
0.00

0.33
0.25
0.16
0.10

Kebun Kelapa Kebun Kakao
Sawit

Kebun
Singkong

Tanah
Tanah
Bera
Berumput

Gambar 10. Mg-dd tanah Latosol Dramaga pada berbagai penggunaan
lahan
Sebagaimana kalsium dapat ditukar, jumlah magnesium dapat ditukar juga
dipengaruhi oleh pengapuran. Hakim et al. (1986) menjelaskan, magnesium pada
tanah sangat bervariasi dan sangat tergantung dari kadar mineral yang
mengandung magnesium. Magnesium dibebaskan oleh reaksi bebas dan setelah
menjadi kation Mg
akan dijerap oleh permukaan negatif dari klei yang
dinamakan Mg dapat ditukar (Mg-dd).
Magnesium dapat ditukar pada tanah di semua penggunaan lahan adalah
homogen (tidak berbeda nyata) berdasarkan uji beda nyata pada taraf 0.05 dan
termasuk ke dalam kategori sangat rendah (< 0.4 me/100g). Magnesium dapat
ditukar mempengaruhi secara nyata kemantapan agregat tanah dengan faktor
pembentuk agregat tanah yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh persamaan regresi
berganda di atas magnesium dapat ditukar berpengaruh nyata saat beregresi
dengan kalsium dapat ditukar, natrium dapat ditukar, bahan organik tanah, klei
dan pasir.
Jumlah magnesium dapat ditukar pada berbagai penggunaan lahan
homogen (tidak berbeda nyata) namun berdasarkan analisis regresi berganda,
secara keseluruhan magnesium berpengaruh positif dan nyata terhadap
kemantapan agregat tanah Latosol. Selain kalsium, magnesium merupakan kation
yang dapat berfungsi sebagai bahan pengikat sehingga agregat tanah lebih tahan
terhadap perceraian saat terjadi gangguan pada agregat. Kalsium dapat ditukar dan
magnesium dapat ditukar memiliki pengaruh yang sama besar dan pengaruhnya

15
 

lebih tinggi dari variabel lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai P-value yang
lebih kecil dari 0.05, baik Ca-dd maupun Mg-dd memiliki P-value sebesar 0.004.
Natrium dapat Ditukar. Rata-rata jumlah natrium dapat ditukar (Na-dd)
pada berbagai penggunaan lahan lebih rendah dari kalsium dan magnesium dapat
ditukar. Jumlah natrium dapat ditukar dipengaruhi oleh bahan induk dan
pemupukan. Secara statistik, natrium dapat ditukar tidak dipengaruhi secara nyata
oleh penggunaan lahan. Hal ini ditunjukan dengan hasil analisis yaitu P-value
pada jumlah natrium lebih besar dari α = 0.05 yang artinya penggunaan lahan
tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah natrium pada taraf 5%. Hal ini
dikarenakan jumlah natrium dapat ditukar pada berbagai penggunaan lahan
berasal dari bahan induk yang sama. Soil Science Network (1991) menjelaskan,
hara dalam tanah yang berasal dari pelapukan mineral-mineral, pemupukan atau
sumber-sumber lain mungkin akan dijerap oleh koloid atau berada dalam larutan
tanah. Pada kondisi tertentu kation-kation yang dijerap itu dapat dipertukarkan
dengan kation lain dan ada kemungkinan berada dalam larutan tanah. Sehingga
jumlah natrium dapat dipertukarkan tergantung pelapukan mineral primer dari
bahan induknya dan dari pemupukan yang mengandung kation Na-dd.

Na-dd (me/100 gram)

 

0.18
0.18
0.16
0.16
0.14
0.14
0.12
0.12
0.10
0.10
0.08
0.08
0.06
0.06
0.04
0.04
0.02
0.02
0.00
0.00 

0.17
0.15
0.11

0.12

Kebun Kelapa Kebun Kakao
Sawit

Kebun
Singkong

Tanah
Tanah
Bera
Berumput

Gambar 11. Na-dd tanah Latosol Dramaga pada berbagai penggunaan
lahan
Rata-rata jumlah natrium dapat ditukar menunjukkan perbedaan, natrium
tertinggi terdapat di Tanah Berumput dan terendah di Kebun Kelapa Sawit
(Gambar 11). Jumlah natrium dapat ditukar pada tanah Kebun Singkong dan
Tanah Berumput lebih tinggi karena merupakan unsur ikutan yang berasal
pemupukan. Jumlah natrium dapat ditukar pada berbagai penggunaan lahan
adalah homogen dan termasuk dalam kategori rendah (0.1-0.3 me/100g). Jumlah
natrium yang rendah lebih bermanfaat dibandingkan jumlah natrium yang tinggi
disebabkan jumlahnya yang tinggi dapat menyebabkan tanah semakin padat. Tan
(1982) menjelaskan, kehadiran ion natrium dalam jumlah tinggi dapat
mempertahankan tanah tetap tersuspensi, tanah membentuk lempenganlempengan keras dan terjadi pembentukan kerak yang dapat menurunkan
porositas dan aerasi.

16 
 

Natrium dapat ditukar merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
nyata negatif terhadap kemantapan agregat tanah Latosol hal ini ditunjukkan oleh
persamaan diatas. Natrium dapat ditukar berpengaruh negatif karena merupakan
kation yang dapat memperburuk struktur. Gardiner dan Miller (2004)
menjelaskan, natrium dapat ditukar menyebabkan tolakan dengan partikel tanah
yang berdekatan akibat kesamaan muatan dan disintegrasi ped-ped. Klei yang
jenuh dengan ion Na akan terdispersi sehingga ketahanan rerata agregat tanahnya
lebih kecil dalam melawan perceraian karena gangguan. Nilai P-value pada
variabel natirum dapat ditukar adalah 0.018 lebih kecil dari α = 0.05. Hal ini
menunjukan bahwa natirum dapat ditukar berpengaruh negatif secara nyata
terhadap kemantapan agregat tanah Latosol dan pengaruhnya lebih rendah
dibandingkan pengaruh kalsium dan magnesium dapat ditukar.
Klei dan Pasir
Kelas tekstur tanah latosol termasuk ke dalam kelas tekstur klei (Tabel 1).
Struktur Tanah latosol semua penggunaan lahan termasuk kategori gumpal
bersudut. Klei berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat Tanah latosol.
Hal ini ditunjukkan oleh regresi linear berganda di atas.
Tabel 1. Tekstur tanah Latosol
Penggunaan Lahan
Klei (%) Pasir (%) Debu (%)
Kebun Kelapa Sawit
85.71
3.71
10.59
Kebun Kakao
81.50
4.88
13.62
Kebun Singkong
84.92
6.16
8.91
Tanah Berumput
77.09
8.42
14.49

Kelas Tekstur
Klei
Klei
Klei
Klei

Pengaruh klei (P-value = 0.030) lebih kecil dibandingkan faktor
pembentuk agregat yang lain terhadap kemantapan agregat tanah. Sifat-sifat
mineral klei yang berperan mempengaruhi agregasi diantaranya adalah area
permukaan, KTK, kepadatan muatan, dipersivitas (Dimoyiannis et al. dalam
Bronick dan Lal 2005). Namun klei berpengaruh nyata negatif, hal ini
dikarenakan persen klei pada Tanah latosol sangat tinggi (Tabel 1) sedangkan
kandungan bahan organik tanah dan unsur-unsur lainnya yang merupakan bahan
pengikat butir tanah sangat rendah. Hal ini menyebabkan hanya sebagian kecil
klei yang dapat berinteraksi dengan bahan organik dan unsur-unsur lainnya yang
berfungsi untuk penguat pengikat partikel dan agregat halus. Penambahan kadar
klei selanjutnya justru tidak berguna untuk memperkuat pengikat dan sementasi
karena tidak tersedianya bahan organik tanah dan unsur lainnya yang berinteraksi
dengan klei tersebut.
Sebagaimana faktor pembetuk agregat tanah yang lainnya, pengaruh pasir
lebih besar daripada pengaruh klei. Hal ini ditunjukkan oleh nilai P-value klei
yakni 0.030 dan P-value pasir yakni 0.006. Pasir berpengaruh nyata terhadap
kemantapan agregat tanah Latosol karena partikel pasir dapat saling berikatan
lebih kuat melalui penyatuan dan penyelimutan oleh klei bersama-sama dengan
bahan organik, sehingga membentuk agregat yang lebih stabil (Djokomoeljanto
1987).

17
 

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Kemantapan agregat tanah Latosol dipengaruhi oleh penggunaan lahan
secara nyata (P= 0.049). Kemantapan agregat tanah tertinggi ditemukan
pada Kebun Kakao, kemudian diikuti Tanah Berumput, Kebun Kelapa
Sawit dan Kebun Singkong.
2. Kemantapan agregat tanah Latosol dipengaruhi oleh bahan organik tanah,
kalsium, magnesium, natrium dapat ditukar, klei dan pasir (R-Square =
93%, P< 0.05). Kalsium dan magnesium dapat ditukar merupakan faktor
pembentuk agregat yang memiliki pengaruh paling tinggi dibandingkan
faktor lain (P = 0.004).
Saran
Pada berbagai penggunaan lahan di tanah Latosol, jumlah bahan organik
tanah, kalsium, magnesium dan natrium perlu diperhatikan karena berpengaruh
terhadap kemantapan agregat tanah. Perlu dilakukan penelitian serupa
menggunakan parameter lain atau menggunakan jenis tanah dan penggunaan
lahan lain yang lebih banyak dan beragam.

18 
 

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Bronick CJ, Lal R. 2005. Soil structure and management: a review. Geoderma.
124: 3 –22.
Dudal R, Soepraptohardjo.1957. Soil Clasifcation in Indonesia. Pemberitaan Balai
Besar Penyelidikan Tanah. Bogor (ID): Archipel Press.
Djokomoeljanto A. 1987. Hubungan beberapa sifat fisik, kimia dan aktivitas
mikroorganisme tanah dengan kemantapan agregat tanah [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Gardiner DT, Miller RW. 2004. Soil in Our Environment. Ed ke-10. Uppersaddle,
New Jersey (US): Pearson Education, Inc.
Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Diha MA, Hong GB dan Bailey
HH. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas
Lampung.
Lal R, Shukla MJ. 2004. Principle of Soil Physics. New York (US): Marcel
Dekker, Inc.
Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan
Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Notohadiprawiro T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta (ID): Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
[Puslitbangtanak]. 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. Teknologi konservasi tanah pada lahan kering berlereng.
Bogor (ID): Puslitbangtanak.
Sitorus SRP, Haridjaja O, dan Brata KR. 1983. Penuntun Praktikum Fisika
Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sutedjo M. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Soil Sciences Network. 1991. Kimia Tanah. Jakarta (ID): Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Six J, Feller C, Derref K, Ogle SM, Moraes JC, Albrecht SA dan A. 2002. Soil
organic matter, biota and aggregation in tamperate and tropical soils
effect of no-tillage. Agronomie. 22: 755-775.
Tisdall JM, Oades JM. 1982. Organic matter and water-stable aggregate in soil.
Journal of Soil Science. 33:141-163.
Tan KH. 1982. Dasar-dasar Kimia Tanah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
Yogaswara. 1977. Seri-seri Tanah dari Tujuh Tempat di Jawa Barat. Departemen
Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. 

19
 

LAMPIRAN

Lampiran 1 Karakteristik fisik dan kimia tanah
Jenis
Bahan
Lahan
ISA
Organik Ca-dd
KS1
248.35
3.91
0.31
KS2
229.68
3.49
0.55
KS3
302.22
4.88
0.60
K1
316.89
4.18
0.43
K2
345.61
4.44
0.37
K3
362.62
3.28
0.40
S1
211.75
2.89
2.00
S2
197.49
3.06
1.85
S3
279.84
3.14
1.09
R1
275.22
2.57
1.81
R2
287.48
2.15
1.25
R3
388.53
2.31
2.24
Keterangan: KS = Kebun Kelapa Sawit
K = Kebun Kakao
S = Kebun Singkong
R = Tanah Berumput
1 = ulangan ke-1

Mg-dd
0.10
0.09
0.12
0.15
0.20
0.13
0.17
0.22
0.36
0.25
0.14
0.60

Na-dd
0.12
0.10
0.11
0.15
0.11
0.09
0.10
0.16
0.17
0.21
0.16
0.14

Klei
(%)
89.16
81.96
86.01
90.61
77.56
76.33
81.26
92.71
80.80
69.15
80.65
81.46

Pasir
(%)
3.77
2.87
4.47
6.07
4.15
4.41
6.25
6.48
5.77
7.85
8.64
8.77

Debu
(%)
7.07
15.17
9.52
3.32
18.29
19.26
12.49
0.81
13.44
23.00
10.71
9.77

Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam

Bahan Organik
Tanah

Ca-dd

Mg-dd

Between
Groups
Within
Groups
Total
Between
Groups
Within
Groups
Total
Between
Groups
Within
Groups
Total

Sum of
Squares
6.145

df
3

Mean
Square
2.048

1.880

8

0.235

8.025
4.821

11
3

1.607

1.019

8

0.127

5.840
0.090

11
3

0.030

0.138

8

0.017

0.227

11

F

Sig.

8.716

0.007

12.619

0.002

1.734

0.237

20 
 

Na-dd

% Klei

Indeks Stabilitas
Agregat

Between
Groups
Within
Groups
Total
Between
Groups
Within
Groups
Total
Between
Groups
Within
Groups
Total

Sum of
Squares
0.007

df
3

Mean